14
TUGAS KEPERAWATAN ANAK ISU DAN TREND ANAK HYPER PARENTINGDisusun Oleh : UMDHAH MUFIDHAH WAHYU ANDINI P27220014111 POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

Umdhah MWA 31

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LPAORAN

Citation preview

Page 1: Umdhah MWA 31

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

ISU DAN TREND ANAK

“HYPER PARENTING”

Disusun Oleh :

UMDHAH MUFIDHAH WAHYU ANDINI

P27220014111

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2015/2016

Page 2: Umdhah MWA 31

“HYPER PARENTING”

Page 3: Umdhah MWA 31

LATAR BELAKANG

Pastinya setiap orang tua menginginkan masa depan anaknya cerah serta pintar di setiap mata pelajaran. Namun, cara yang dilakukan untuk mencapai itu semua terkadang dipaksakan dan dirasa kurang tepat. Akhirnya, dengan memaksakan anak belajar menjadi suatu tindakan yang kerap dilakukan. Pemaksaan yang dilakukan pada anak ketika memasuki masa emas atau golden age, yakni umur 0-5 tahun, di usia seperti ini memang sewajarnya anak diberikan dorongan atau stimulus. Akan tetapi, jika diberikan berlebihan seperti dengan paksaan, tentu bukan cara yang tepat.

Pada usia tersebut seorang anak hanya perlu dibimbing. Tidak perlu hingga dipaksa untuk belajar melakukan sesuatu. Apalagi seorang anak pada usia tersebut tidak hanya membutuhkan kecerdasan intelektual. Seorang anak juga memerlukan penguasaan pada kecerdasan emosional serta kecerdasan sosial. Maka dari itu pemaksaan belajar pada anak dianggap hal yang tidak baik untuk proses perkembangan otak dan psikologis anak.

Menurut para psikolog, anak yang mengalami tekanan dari orang tuanya akan mengalami stress, sering memberontak dan merasa dirinya tidak bebas dalam mengembangkan bakat yang dimilikinya. Diharapkan agar setiap orang tua memahami akan dampak buruk dari pemaksaan belajar. Kita tidak boleh menjadi orangtua yang hyper parenting, yaitu orangtua yang memaksakan kehendaknya kepada anak-anak mereka untuk mewujudkan keinginan kita sebagai orangtua. Bahkan meski itu untuk tujuan mengembangkan kemampuan dan mewujudkan kehidupan yang baik bagi mereka.

Rumusan Masalah :

1. Apa pengertian dari “hyper parenting” ?2. Bagaimana ciri-ciri orang tua yang “hyper parenting”3. Apa saja akibat dari “hyper parenting” ?4. Apa penyebab terjadinya “hyper parenting” ?5. Bagaimana cara menghindari “hyper parenting” ?6. Bagaimana cara seorang perawat mengatasi “hyper parenting” ?

Page 4: Umdhah MWA 31

A. PengertianHyper-parenting atau dikenal juga dengan intensive parenting atau hyper-

vigilance mengacu pada pola asuh anak dimana orang tua memiliki derajat kontrol tinggi terhadap anak. Intinya, orangtua berusaha keras untuk mencermati apapun yang dilakukan oleh anak dan segala hal yang diberikan kepada anak, dalam usaha untuk mengantisipasi berbagai permasalahan yang mungkin bisa terjadi sekarang atau yang akan datang

Setiap orangtua tentu menginginkan hal-hal yang terbaik untuk anak-anak mereka. Orangtua pasti ingin anak-anak mereka semua sukses di dunia dan di akhirat. Mereka ingin anak-anak-anak mereka semua dapat hidup bahagia, punya karir mantap, penghasilan yang lebih dari cukup, perilaku yang baik dan menyenangkan, dan lain sebagainya.

Sayangnya, tidak semua orangtua memahami bahwa masing-masing anak memiliki kepribadian, karakter, bahkan juga impian dan cita-cita. Sering kali kita sebagai orangtua memaksakan kehendak kita kepada anak-anak tanpa menimbang kemampuan, kesiapan, dan perasaan anak-anak dengan dalih karena kita ingin anak-anak kita mendapatkan yang terbaik untuk kehidupan mereka.

Pada dasarnya, orangtua memang harus memberi stimulasi untuk mendukung tumbuh kembang anak secara optimal. Namun Anda perlu memerhatikan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh anak. Bukan hanya apa yang penting atau baik untuk anak menurut pandangan kita. Selain itu, Anda juga harus paham bahwa semua yang dilakukan ada prosesnya. Akan membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai hasil yang maksimal dan seringkali yang disebut waktu panjang itu tahunan bahkan belasan tahun.

Oleh karena itu, jangan terlalu memaksakan anak untuk mendapatkan target-target luar biasa dalam waktu singkat. Jika anak tumbuh menjadi individu yang terlalu luar biasa, perhatikan pula hal apa yang hilang dari dirinya. Coba lihat perkembangan emosionalnya, apakah masih dalam tahapan sesuai usianya? Jika perkembangan emosionalnya tidak sesuai, maka Anda perlu mencemaskannya.

Apapun keinginan atau mimpi orangtua yang berkaitan dengan anak, sebaiknya murni berlandaskan rasa kasih sayang dan alasan ingin melihat anak balita tumbuh kembang dengan maksimal. Bukan berdasarkan kecemasan diri sendiri atau ambisi yang berlebihan, apalagi karena ego semata. Tidak apa-apa jika Anda mengikutsertakan anak kursus berenang dengan tujuan agar ia dapat menikmati liburan di pantai atau waterpark, bukan karena bertujuan agar anak lebih unggul dari anak lain.

Tidak hanya itu, memberikan kesempatan pada anak atau balita untuk belajar mengambil keputusan sendiri, memberi kesempatan bagi anak untuk beristirahat yang cukup ditengah kegiatan yang Anda jadwalkan dan membiarkan anak mengekspresikan perasaannya tanpa diatur orangtua juga merupakan hal yang perlu Anda perhatikan saat Anda memiliki rencana-rencana untuk anak.

Page 5: Umdhah MWA 31

B. Ciri-Ciri Orangtua Hyper Parenting1. Cermat dan Mendetail Terhadap Aktivitas Anak

Orangtua tahu benar, bagaimana orangtua tahu berapa sendok ia makan, berapa lama waktu bermain, dan segala aspek kehidupan anak.

2. Stimulasi berlebihan pada anak atau balitaSi kecil yang belum merespon karena memang belum mampu terus saja dipaksakan oleh orangtua dengan pola asuh seperti ini. Misalkan dalam penggunaan toilet. Meski si kecil belum bisa,tapi terus saja dilatih bahkan dipaksa atau dimarahi jika tidak berhasil atau menolak melakukannya

3. Harus samaMereka akan berusaha menyamakan pengasuhan yang dilakukan asistennya di rumah, bahkan menyamakan pengasuhan yang dilakukan kakek atau nenek si anak. Padahal, normalnya pasti terdapat perbedaan-perbedaan pola asuh meski memiliki tujuan akhir yang sama.

4. Merasakan cemas yang berlebihanSebenarnya sah-sah saja hal ini dilakukan oleh orangtua. Namun,jika berlebihan hanya akan menimbulkan kesan overprotective terhadap anak. Sebut saja misalkan anak Anda sedang bermain di rumah temannya dan Anda bisa menelpon berkali-kali hanya untuk menanyakan keadaan anak, apa yang dimakan, apa yang dimainkan dan tak lupa menitipkan sederet larangan untuk anak.

5. Memaksakan kehendak anakKetika Anda sudah melarang anak untuk Berperilaku tak masuk akal seperti meminta anak untuk tidak bermain seharian dan memaksanya mengerjakan suatu kegiatan yang dianggap positif seperti terus-menerus belajar membaca, menulis dan berhitung

C. Akibat dari Hyper Parenting

1. Anak-anak menjadi pemarah, emosional, pemberontak, dan pendendamDisebabkan karena paksaan dan beban yang diberikan orangtua kepadanya. Tidak ada kesempatan pada anak untuk bisa melakukan kemauan yang dia miliki menyebabkan rasa marah, memberontak dan pendendam.

2. Mudah cemas dan memiliki kekhawatiran yang berlebihanAnak akan merasa cemas dan takut jika tindakan yang dia lakukan salah dan membuat orangtua marah. Setiap tindakan yang dia lalukan tidak dapat bebas dan selalu diawasi oleh orangtua.

3. Sering sakit (terutama sakit kepala)Perasaan stress yang diterima anak akan menyebabkan sakit kepala dan penyakit lainnya.

4. Kurang ekspresif, kurang bisa bergaul, dan malas berbicaraAnak tidak mempunyai kesempatan untuk mengekspresikan isi hatinya, karena selalu ditekan oleh orangtua. Pergaulan anak juga dibatasi karena dengan bergaul

Page 6: Umdhah MWA 31

dengan sembarang orang akan memengaruhi masa depan anak. Dengan jarang bergaul anak akan malas untuk berbicara.

5. Nampak tertekan, tidak bahagia, dan tidak bergairah6. Dapat mendorong anak untuk melakukan hal-hal menyimpang

D. Penyebab dari Hyper Parenting

Tidak bisa dipungkiri juga, bahwa orangtua yang menerapkan pola asuh demikian (hyper parenting) biasanya mengalami masa kecil yang hampir sama. Atau, biasanya juga terjadi pada orangtua yang merasa tidak puas dengan karir atau segala hal yang mereka peroleh, sehingga mereka melampiaskannya pada anak-anak mereka. Sebenarnya, wajar saja jika orangtua berharap anak-anak mereka dapat mewujudkan keinginan mereka. Tapi, kita pun perlu tahu bahwa memaksakan kehendak bukanlah jalan yang terbaik untuk menyelesaikan masalah. Ada dampak yang bisa menjadi sangat fatal bagi anak-anak, yaitu dapat menghambat pertumbuhannya, juga dapat menimbulkan kemarahan yang berlebihan dikarenakan anak-anak merasa tidak memiliki kebebasan untuk memilih atau melakukan keinginannya sendiri.

Anak-anak akan berpresepsi jika apa yang mereka lakukan salah akan membuat orangtua marah ataupun kecewa terhadap mereka. Ini juga yang akan menyebabkan mereka menjauhi orang tua, menjadi pribadi yang buruk dan merasa depresi saat menginjak usia remaja. Anak akan cenderung memberontak jika terus terjadi pemaksaan dalam perkembangannya.

Orang tua selalu berfokus pada masa depan anak dan tidak memikirkan perkembangan anaknya. Orangtua selalu ingin anaknya menjadi sukses dan membanggakan dirinya. Tetapi, orangtua hyper parenting dalam cara mereka mendidik terdapat pemaksaan yang akan mempengaruhi perkembangan mental anak itu sendiri. Seperti dampak yang akan ditimbulkan hyper parenting. Orangtua dengan hyper parenting terkadang mempunyai masa lalu dengan hyper parenting juga, dan akan menurunkan didikannya kepada anaknya. Mereka juga mempunyai rasa khawatir yang berlebih kepada apa yang dilakukan oleh anaknya.

Orangtua hyper parenting cenderung memaksa anaknya menjadi yang dia inginkan tanpa peduli bagaimana hobi ataupun kemamuan mereka. Status sosialpun termasuk dalam sebab kenapa orangtua lebih melakukan hyper parenting, dengan masa depan anak yang cerah, orangtua akan merasa bangga. Orangtua akan melakukan segala cara mulai dari pembelajaran private, kursus, ataupun pelajaran lainnya, dan orangtua tak memberi kesempatan untuk anaknya mengembangkan apa yang anak inginkan.

E. Cara menghindari “Hyper Parenting”Menghindari hyper parenting yang terpenting adalah sadari bagaimana cara kita mendidik anak. Berikut cara yang dapat menghindarinya:1. Kurangi Waktu Kerja

Page 7: Umdhah MWA 31

Orangtua harus berpikir terlebih dahulu jika mendapat pekerjaan atau proyek yang baru. Kurangi pemikiran bekerja sebanyak mungkin demi membayar biaya pendidikan anak. Pekerjaan yang padat akan membuang waktu luang dengan keluarga terutama dengan anak. Lebih baik meluangkan waktu untuk bermain, bencengkrama dengan anak tanpa melibatkan urusan pendidikan.

2. Character CountIni bagaimana orangtua menjalani hidup di depan anaknya daripada bagaimana anak harus hidup melebihi dirinya. Karena anak-anak akan mengikuti bagaimana cara orangtuanya bertahan hidup.

3. Masa kanak-kanak adalah tahap persiapan, bukan tahap kerjaAnak-anak bukanlah orang dewasa. Tindakan yang mereka lakukan tidak dapat dinilai dari aspek kinerja, anak-anak belum bisa matang dan berfikir dengan baik apa yang harus mereka lakukan. Dengan paksaan untuk menjadi dewasa akan menambah beban pada usia anak-anak mereka.

4. Orangtua adalah tempat ternyaman bagi anakYang dimiliki anak-anak adalah orangtua. Orangtua yang mempunyai kehangatan dengan anaknya tanpa ada paksaan diantara mereka. Anak akan merasa lebih nyaman dan aman tanpa memliki beban ataupun paksaan.

5. Percaya pada diri sendiriTidak perlu mengikuti saran orang lain dengan mendidik anak yang macam-macam. Percayalah orangtua dapat mendidik anaknya menjadi yang lebih baik dan percaya bahwa anaknya akan menjadi sukses dikemudian hari.

F. Cara Perawat mengatasi hyper Parenting1. Health Education

Sebagai seorang perawat yang menangani kasus hyper parenting, kaji bagaimana tingkat hyper parenting yang terjadi pada anak. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengubah pola pikir orangtua tentang mendidik anak dengan tanpa paksaan. Orangtua diberikan masukan bagaimana mendidik anak tanpa paksaan dan memarahi anaknya tanpa membuat anaknya menjadi trauma.

Bagaimana pola pikir orangtua untuk anaknya juga diluruskan, bahwa tidak semua anak dapat melakukan apa yang orangtua inginkan. Cara seperti menghindari hyper parenting dan akibat yang akan ditimbulkannya harus disampaikan. Meluangkan waktu untuk anak dan percaya pada kemamuan anak dapat mengatasi hyper parenting. Beri pengertian bagaimana tahap perkembangan anak pada usia-usia yang rawan, yang dapat mempengaruhi mental anak dimasa mendatang.

Anjurkan untuk bercengkrama dengan anak tanpa topik pendidikan dan buat anak nyaman berada di dekat orangtuanya. Pola pikir yang mengikuti orang lain diluruskan lagi dengan bagaimana kondisi anak yang sesuai dan bagaimana mendidik anak dengan kondisi anak tersebut.

Untuk anak beri dia kenyamanan berada di dekat orangtuanya. Memberikan pengertian bahwa orangtuanya sayang dengan mereka dan bangga dengan mereka.

Page 8: Umdhah MWA 31

Pahami sedikit demi sedikit apa yang diinginkan anak, dan ikuti anak selama itu benar. Memacu anak untuk mengutarakan apa yang dia rasakan tentang orangtuanya tanpa paksaan.

2. Collaborating dan CounselingUntuk anak dengan tingkat stress yang cukup tinggi akibat dari hyper

parenting, seorang perawat menganjurkan untuk melakukan konseling dengan psikiater anak. Psikiater akan lebih memahami anak, apa yang seharusnya dia butuhkan, dan bagaimana cara orangtua harus mendidik anaknya. Treatment yang lebih akurat dilakukan oleh psikiater anak yang juga akan mencegah anak menjadi depresi lebih berat.

Page 9: Umdhah MWA 31

KESIMPULAN

Hyper-parenting atau dikenal juga dengan intensive parenting atau hyper-vigilance mengacu pada pola asuh anak dimana orang tua memiliki derajat kontrol tinggi terhadap anak. Intinya, orangtua berusaha keras untuk mencermati apapun yang dilakukan oleh anak dan segala hal yang diberikan kepada anak, dalam usaha untuk mengantisipasi berbagai permasalahan yang mungkin bisa terjadi sekarang atau yang akan datang

Dampaknya akan berpengaruh pada kesehatan mental anak. Anak akan menjadi pemberontak, pendendam, dan kurang ekspresif. Ini menjadikan penghambat dalam perkembangan anak jika terus-menerus mendapat paksaan dari orangtua dan pengawasan ketat dari orangtua. Anak tidak akan bebas melakukan sesuatu yang dia inginkan

Cara menghindari berasal dari orangtua dengan cara meluangkan waktu untuk anaknya, bermain untuk anaknya, dan memeberikan kasih sayang pada anaknya. Jika masalah terus berlanjut anjurkan orangtua dan anak datang ke psikiater anak untuk mendapatkan terapi lebih lanjut, agar tidak terulang kembali.

Page 10: Umdhah MWA 31

Daftar Pustaka

Ariani, Anna Surti. 2011. Hyper Parenting . (online

http://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/hyper-parenting- pada 19 Maret

2016 )

Faqih F, 2014. Bahaya Hyper Parenting. (online http://www.kesekolah.com/artikel-

dan-berita/pendidikan/bahaya-memaksakan-anak-untuk-

belajar.html#sthash.kZw6UE4K.dpbs pada 19 Maret 2016)

Icha, 2011. Dampak Hyper Parenting . ( online

http://www.rumahbunda.com/parenting/efek-negatif-dari-hyper-parenting-

orangtua-yang-memaksakan-kehendak-pada-anak/ pada 20 Maret 2016 )

Rosenfeld Alvin, MD and Nicole Wise . 2014. Hyper Parenting ( online

http://www.hyper-parenting.com/paper.htm pada 19 Maret 2016)