Upload
yan-eshad
View
40
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.A DENGAN FRAKTUR TIBIA DEXTRA DI RUANGAN BEDAH TRAUMA CENTER
RSUP Dr.M.DJAMIL PADANG
2
LAPORAN AKHIR UJIAN PRAKTEK
Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Program Diploma III keperawatan
OLEH
ARDILES 11111646
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN Tingkat IIISTIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
TAHUN 2014
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.A DENGAN FRAKTUR TIBIA DEXTRA DI RUANGAN BEDAH TRAUMA CENTER
RSUP Dr.M.DJAMIL PADANG
3
LAPORAN AKHIR UJIAN PRAKTEK
OLEH
ARDILES 11111646
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN Tingkat IIISTIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
TAHUN 2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah,
jaringan sekitarnya juga terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. (Brunner & Suddart 2002).
Adapun jenis jenis fraktur yaitu, Fraktur Komplet adalah patah pada seluruh garis
tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal). Fraktur
tidak komplet, patah hanya terjadi pada sebagian dari tengah tulang. Fraktur tertutup
(fraktur simpel) tidak menyebabkan robeknya kulit. Fraktur terbuka ( fraktur komplikata
/ kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai
ke patahan tulang. Fraktur terbuka degradasi menjadi: Grade I dengan luka bersih
kurang dari 1 cm panjangnya, Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif, dan Grade III, yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif,merupakan yang paling berat. ( Brunner dan Suddarth, 2002)
Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat
direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka
perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Reduktion wityh Internal Fixation).
2
Kejadian patah tulang atau fraktur dapat menimpa setiap orang kapan saja dan
dimana saja. Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak.
Presentasi keseluruhan dari anak anak 0-16 tahun yang mengalami (sedikitnya 1)
fraktur, lebih tinggi anak laki-laki(42%) daripada anak perempuan (27%). Tetapi
kejadian fraktur tiga tahun lebih awal terjadi pada anak perempuan dari pada anak-laki-
laki. Meningkatnya fraktur selama masa pra pubertas terjadi karena ketidaksesuaian
antara tinggi badan dan mineralisasi tulang.77% kasus fraktur disebabkan karena trauma
low-energy (terutama karena jatuh) yang lebih sering terjadi padaanaklaki-lakiusia
sekolah danremaja. (Jurnal Pattern of fractures across pediatric age groups: analysis
of individual and lifestyle factors)
Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi yaitu 80% diantara jenis jenis
patah tulang lainnya.fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
perempuan yang rata-rata berumur dibawah 45 tahun, yang berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan, atau kecelakaan (Masjoer,A,2005).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik.
Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS)
tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena
jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh
yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan
lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda
tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %). (Depkes 2009)
Dan menurut data depkes 2005 kalimantan timur korban fraktur akibat dari kecelakaan
berkisar 10,5%, sedangkan bedasarkan data yang diperoleh dari catatan medical record
3
di rumah sakit islam samarinda, data pada tahun 2012 (periode januari – juni )
didapatkan 14 kasus fraktur, sedangkan untuk bulan juli ada 7 kasus fraktur.
Adapun di Sumatra Barat, jumlah cenderung meningkat dua tahun terakhir (2011-
2012). Menurut kepolisian daerah, peningkatan terjadi dari berbagai faktor, Faktor
tersebut adalah “kesemerautan” arus lalu lintas. Kapolda merincikan,pada tahun 2011
jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Sumatera Barat mencapai 1.399 kasus, dan pada
tahun 2012, korban mengalami peningkatan mencapai 1.551 kasus atau naik 11%.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2011 didapatkan
sekitar 2700 orang mengalami insiden fraktur, 56% penderita mengalami kecacatan
fisik, 24% mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan dan 5% mengalami
gangguan psikologis atau depresi terhadap adanya kejadian fraktur (Eko Efriyanto,
2012).
Berdasarkan data yang penulis dapatkan di Medical Record RSUP Dr. M. Djamil
padang, fraktur femur pada tahun 2011 klien dengan fraktur femur 108 orang,
sedangkan pada tahun 2012 terjadi penurunan yaitu 90 orang, sementara pada tahun
2013 angka kejadian fraktur femur yaitu 120 orang. (Medical Record Dr. M. Djamil
Padang).
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh
yang terkena cidera seperti terjadinya perdarahan, terhambatnya pergerakan, resiko
terjadinya infeksi, serta masalah yang dapat ditimbulkan secara psikologi adalah rasa
khawatir terhadap kecacatan yang mungkin terjadi di kemudian hari sehingga tidak
memungkinkan baraktifitas seperti biasanya, rasa cemas terhadap perubahan bodi
image, serta dampak sosial yang dapat ditimbulkan adalah klien tidak dapat mengikuti
kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong, mengikuti acara yang ada di
4
masyarakat, tidak bisa mengikuti pengajian di masyarakat, serta dampak spritual yang
ditimbulkan klien tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik, terutama frekuensi dan
konsentrasi dalam beribadah. Hal ini dapat disebabkan oleh nyeri dan keterbatasangerak
klien. (musliha 2010).
Dalam hal ini sangat penting peranan dari perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif untuk menghindari komplikasi yang akan terjadi,
seperti memberikan nutrisi yang melebihi kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat
besi, protein, vitamin C untuk membantu mempercepat penyembuhan tulang. Dan
perawat juga memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga. (Arif :
2008).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka dapat di rumuskan
bahwa masalah penelitiannya yaitu memberi Asuhan keperawatan pada klien dengan
fraktur femur terbuka di instalasi Trauma center bedah RSUP Dr.Mjamiln Padang.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menerapkan Asuhan Keperawatan kepada pasien dengan Fraktur femur terbuka.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian secara komprehensif pada klien dengan
fraktur femur terbuka di instalasi Trauma Center Bedah RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
5
b. Mampu menganalisa data hasil pengkajian dalam menegakkan Diagnosa pada
klien dengan fraktur femur terbuka di instalasi Trauma Center Bedah RSUP
Dr. M. Djamil Padang.
c. Mampu merencanakan Asuhan Keperawatan pada klien dengan fraktur femur
terbuka di instalasi Trauma Center Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang.
d. Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan fraktur femur di
instalasi Trauma Center Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang.
e. Mampu mengevaluasi Asuhan Keperawatan Pada Klien fraktur femur terbuka
di instalasi Trauma Center Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang.
f. Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan fraktur
femur terbuka di instalasi Trauma Center Bedah RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi RSUP Dr. M. Djamil Padang
Hasil Penelitian ini dapat menjadi sarana untuk menambah pengetahuan di
bidang Keperawatan Medikal Bedah, serta perawat dapat membuat suatu
perencanaan dalam mengambil keputusan yang cepat dan tepat saat memberikan
Asuhan Keperawatan Denagn Klien Fraktur femur.
2. Bagi Klien
Hasil dari Asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai ilmu
pengetahuan dalam perawatan klien dengan fraktur femur terbuka.
3. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa untuk
mengembangkan ilmu pendidikan.
6
4. Bagi penulis
Sebagai pengembangan wawasan atau ilmu pengetahuan memberikan
Asuhan keperawatan dengan klien fraktur femur terbuka.
7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Definisi Fraktur
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan
penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan
karena kecelakaan yang tidak terduga (Masjoer, A, 2005).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak patahnya tulang yang
utuh, biasanya disebabkan oleh trauma / rudapaksa atau tenaga fisik yang di
tentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman, Nurna Ningsih.2011)
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang femur
(Taufan Nugroho, 2011).
2. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem ( smeltzer, 2002).
Umumya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur cendrung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur
terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor.
Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada
8
laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormone pada menopause. (Reeves, 2001).
3. Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Ruang di tengah
tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai
sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fosfat (Price, 2006).
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, yang terbagi dalam empat kategori:
tulang panjang (mis: femur), tulang pendek (mis: tulang tarsalia), tulang pipih
(mis: sternum), dan tulang tak teratur (mis: tulang vertebra). Bentuk dan
konstruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi dan gaya yang bekerja padanya
(Smeltzer & Bare, 2002).
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang adalah diafisis(batang)
merupakan bagian tengah yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari
tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.
Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang
mengandung sel-sel hematopoetik. Sum-sum merah juga terdapat di bagian
epifisis dan diafisis tulang.
Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas
untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah
daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan
menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan
9
sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan
memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang
disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan
berperan dalam proses pertumbuhan tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang
mempunyai arteri nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah
yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang
patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel, yaitu :
a. Sel osteoblas
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses
yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid,
osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang
peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks
tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan masuk kedalam aliran darah,
dengan demikian maka kadar fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi
indikator yang baik dalam pembentukan tulang setelah mengalami patah
tulang.
b. Sel osteosit
Osteosit merupakan sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Sel osteoklas
Osteoklas merupakan sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan
10
osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim
proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah
(Price, 2005:1358).
Menurut Syaifuddin (2006:67), fungsi tulang secara umum meliputi :
a. Formasi kerangka: tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk
menentukan bentuk dan ukuran tubuh, tulang-tulang menyokong tubuh yang
lain.
b. Formasi sendi: tulang-tulang membentuk persendian yang bergerak dan tidak
bergerak tergantung dari kebutuhan fungsional, sendi yang bergerak
menghasilkan bermacam-macam pergerakan.
c. Perlengkatan otot: tulang-tulang menyediakan permukaan untuk melekatnya
otot, tendon dan ligamentum untuk melaksanakan pekerjaanya.
d. Sebagai pengungkit: untuk bermacam-macam aktivitas selama pergerakan.
e. Menyokong berat badan: memelihara sikap tegak tubuh manusia dan
menahan gaya tarikan dan gaya tekanan yang terjadi pada tulang, dapat
menjadi kaku dan menjadi lentur.
f. Proteksi : tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi
struktur yang halus seperti otak, medula spinalis, jantung, paru-paru, alat-alat
dalam perut dan panggul.
g. Hemopoiesis : sumsum tulang tempat pembentukan sel-sel darah.
h. Fungsi imunologi: limfosit ”B” dan magrofag dibentuk dalam sistem
retikuloendotel sumsum tulang.
11
i. Penyimpanan kalsium: tulang mengadung 97 % kalsium yang terdapat dalam
tubuh baik dalam bentuk anorganik maupun garam-garam terutama kalsium
fosfat.
Gambar 1: Anatomi Femur
(Evelyn C : 2013).
4. Klasifikasi
1. Fraktur Komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
2. Fraktur tidak komplet adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (fraktur simpel) tidak menyebabkan robeknya kulit.
4. Fraktur terbuka (fraktur komplikata / kompleks) merupakan fraktur dengan
luka padakulit atau membrana mukosa sampai kepatahan tulang.fraktur
terbuka dengan degradasi menjadi: Grade I dengan luka bersih kirang dari 1
cm panjangnya, Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif, dan Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat.
12
Fraktur jugadigolongkan sesuai dengan pergeseran anatomis fragmen
Tulang (Fraktur bergeser / tidak bergeser).
1. Greenstick : fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisilainnya
bengkok
2. Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang
3. Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak
stabil dibanding transversal)
4. Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang
5. Kominutif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
6. Depresi : fraktur dengan fragmen patahanterdorong kedalam (sering terjadi
pada tulang tengkorakdan tulang wajah)
7. Kompresi : fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).(Brunner & Suddarth :2002)
5. Patofisiologi
Femur merupakan tulang terpanjang yang ada dalam tubuh manusia. Fraktur
tulang femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk
mematahkan batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang besar.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan
kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggiaan. Biasanya klien ini mengalami
trauma multipel. Secara klinis, fraktur femur terdiri atas patah tulang paha
terbuka dan patah tulang tertutup.
Secara klinis fraktur femur terbuka sering menyebabkan kerusakan
neurovaskuler yang dapat menimbulkan peningkatan resiko syok, baik syok
13
hipovolemik karena kehilangan banyak darah maupun syok neurogenik karena
nyeri yang sangat hebat.
Respon terhadap pembengkakan yang hebat adalah sindrom
kompartemen. Sindrom kompartemen adalah suatu keadaan otot, pembuluh
darah, jaringan saraf akibat pembengkakan lkal yang melebihi kemampuan suatu
kompartemen / ruang lokal dengan manifestasi gejala yang khas, meliputi
keluhan nyeri hebat pada area pembengkakan, penurunan pefusi perifer secara
unilateral pada sisi distal pembengkakan, capillary refill time (CRT) lebih dari 3
detik pada sisi distal pembengkakan.
Kerusakan fragmen tulang femur menyebabkan mobilitas fisik dan
diikuti dengan spasme otot paha menimbulkan deformitas pada paha, yaitu
pemendekan tulang tungkai bawah.apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan
intervensi yang optimal, akan menimbulkan resiko terjadinya malunion pada
tulang femur.
Kondisi klinis fraktur femur terbuka pada faseawal menyebaban berbagai
masalah keperawatan pada klien, meliputi respon nyeri hebat akibat kerusakan
vaskuler dengan pembengkakan lokal yang menyebabkan sindrom kompartemen
yang sering terjadi pada fraktur suprakondilus, kondisi syok hipovolemik
sekunder akibat cidera vaskuler dengan perdarahan yang hebat, hambatan
mobilitas fisik sekunder akibat port de entree luka terbuka. Pada fase lanjut,
fraktur femur terbuka menyebabkan kindisi malunion, non-union, dan delayed
union akibat cara mobilisasi yang salah. (Arif : 2011).
14
6. WOC
15
7. Tanda dan gejala
Gambaran klinis fraktur menurut M. Clevo Rendi & Megareth TH : 2012 :
1. Pada tulang traumatic dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri.
Setelah terjadinya patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa
nyeri.
2. Nyeri, bengkak, dan nyeri tekan pada daerah fraktur(tendernes).
3. Deformitas : perubahan bentuk tulang.
4. Mungkin tampak jelas posisi tulang dan ekstremitas tidak yang tidak alami.
5. Pembengkakan disekitar fraktur akan menyebabkan proses peradangan.
6. Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian terdekat.
7. Gerakan abnormal.
8. Dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan, yang mengisyaratkan
kerusakan syaraf. Denyut nadi dibagian distal fraktur harus utuh dan setara
dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadi sebelah distal mungkin
mengisyaratkan syok kompartemen.
9. Krepitasi suara gemeretak akibat pergeseran ujung-ujung patahan tulang satu
sama lain.
Tanda-tanda fraktur pasti
1. Deformitas.
2. Krepitasi.
3. False movement (gerakan yang tidak biasa).
Tanda-tanda fraktur tak pasti
1. Odema.
2. Nyeri tekan.
16
3. Nyeri gerak.
4. Luka.
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
( Brunner & suddarth :2002).
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah(gerakan luar biasa) bukannya tetap rigit seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur, lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
17
8. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi menurut (M. Clavo Rensy & Margareth
TH) adalah sebagai berikut:
1. Trauma Syaraf
2. Trauma Pembuluh darah
Indikasi ischemia post trauma : pain, pulseles, parasthesia, pale, paralise
Kompartemen sindrom : kumpulan grjala yang terjadi karena kerusakan
akibat trauma dalam jangka waktu 6 jam pertama, kalau tidak dibersihkan
maka akan terjadi nekrose amputasi.
3. Komplikasi tulang :
a. Delayed Union : penyatuan tulang lambat.
b. Non union : (tidak bisa nyambung).
c. Mal union (salah sambung).
d. Kekakuan sendi.
e. Nekrosis avaskuler.
f. Osteoarthriris.
4. Stress pasca traumatik.
5. Dapat timbul embolik lemak setelah patah tulang, terutama tulang panjang.
6. Infeksi, infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi.
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
b. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
18
d. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beeban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cidera hati ( Doenges : 2000).
10. Penatalaksanaan
a) Medis
1. Pembidaian bertujuan untuk membatasi gerakan fragmen.
2. pada fraktur terbuka , luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. (Brunner dan suddarth :
2002)
3. Terapi operatif, terapi hampir selalu dilakukan pada klien fraktur femur,
baik orang dewasa maupun orang tua. Terapi operatif dengan pemasangan
plat dan screw. (Arif : 2011)
b) Non Medis
1. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan anatomis.
2. imobilisasi klien secepat mungkin, agar tidak terjadi kekakuan sendi.
3.TraksI adalah gaya tarikan kebaguan tubuh. Traksi digunakan untuk
meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, menyejajarkan, dan
mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas dan untuk
menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi
harus diberikan dengan arah Dan besaran yang diinginkan untuk
mendapatkan efek terapeutik. ( arif : 2008).
19
B. Asuhan keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, No. MR, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, penanggung jawab, diagnosa medik.
b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang bisa
menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung.
Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami
osteomielitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien datang ke Rumah Sakit karena disebabkan oleh trauma,
kecelakaan, degeneratif yang ditandai dengan adanya perdarahan,
keluhan nyeri, oedema, serta adanya perubahan warna pada kulit
3. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha
adalah faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik. (Arif : 2008).
20
c. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum klien
Keadaan baik atau buruknya klien tergantung dari kronologi trauma.
Tanda-tanda yang perlu dicatat adalah kesadaran klien: (apatis, sopor,
koma, gelisah, kompos mentis), tanda-tanda vital biasanya tidak normal
karena ada gangguan lokal, baik fungsi maupun bentuk.
2. Kepala
a. Rambut
Biasanya pada klien fraktur femur tidak ada kelainan pada rambut
klien.
b. Wajah
Biasanya wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain
tidak ada perubahan fungsi dan bentuk. Wajah simetris tidak ada lesi
dan oedema.
c. Mata
Biasanya pada klien fraktur femur dengan banyaknya perdarahan yang
keluar biasanya mengalami konjungtiva anemis, Sklera tidak ikterik.
d. Telinga
Biasanya pada klien fraktur femur tidak ada kelainan pada telinga,
seperti tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
e. Hidung
Biasanya pada hidung klien tidak ada kelainan seperti tidak ada
deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
21
f. Mulut dan faring
Biasanya tidak ada kelainan seperti, pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi perdarahan, mukosa mulut lembab.
3) Leher
Biasanya pada klien fraktur femur terbuka tidak ada kelainan seperti,
tidak adanya pembesaran kelenjer tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening.
4) Dada / Thorak
a) Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan
b) Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
c) Perkusi :Biasanya tidak ada kelainan seperti adanya
massa atau cairan lainnya.
d) Auskultasi : Biasanya tidak ada kelainan
5) Jantung
a) Inspeksi : Biasanya Ictus cordis tidak ada.
b) Palpasi : Biasanya ictus cordis tidak teraba.
c) Perkusi : Biasanya tentukan batas-batas jantung.
d) Auskultasi : Biasanya tidak ada bunyi murmur.
6) Abdomen
a) Inspeksi : Biasany tidak acites, turgor kulit baik, dan
tidak ada ditemukan kelainan saat
dilakukan inspeksi.
b) Auskultasi : Biasanya bising usus normal (5-35x/menit).
c) Palpasi : Biasanya tidak ada pembesaran hepar.
22
d) Perkusi : Biasanya bunyi yang dihasilkan timpani.
7) Genitourinaria
Biasanya genetalia klien tampak bersih, dan ditemukan adanya
pemasangan kateter.
8) Ekstremitas
Biasanya untuk ekstremitas bagian atas pada klien fraktur femur tidak
ada gangguan / kekuatan otot baik, sedangkan pada ekstremitas bawah
didapatkan ketidakmampuan menggerakkan tungkai dan penurunan
kekuatan otot dalam melakukan pergerakan.
9) Sistem Integumen
Biasanya terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, edema, dan adanya nyeri tekan.
d) Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola Nutrisi
Biasanya pola nutrisi pada klien fraktur tidak mengalami perubahan yang
berarti, tapi klien dengan fraktu harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat besi,protein, vitamin C, dan
lainnya untuk membantu penyembuhan tulang.
2) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur femur, biasanya klien tidak mengalami gangguan
pola eliminasi.
3) Pola Istirahat
Biasanya klien fraktur mengalami nyeri dan geraknya terbatas sehingga
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
23
4) Pola Aktivitas
Karena timbul rasa nyeri, gerak menjadi terbatas. Semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan klien memerlukan banyak bantuan orang
lain.
5) Personal hygiene
Biasanya pasien masih mampu melakukan personal hygiene, tapi harus
ada bantuan dari orang lain, ini disebabkan karena terjadinya
keterbatasan gerak dari klien.
e) Riwayat psikologis
Biasanya dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan
akan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
f) Riwayat Spiritual
Biasanya klien dengan fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan
baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini dapat
disebabkan oleh nyeri dan keterbatasangerak klien.
g) Riwayat Sosial
Biasanya klien tidak dapat mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti
gotong royong, mengikuti acara yang ada di masyarakat, tidak bisa
mengikuti pengajian di masyarakat, serta klien akan manrik diri dari
lingkungan sosialnya karena merasa tidak berguna lagi.
24
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan gerakan fragmen tulang
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit
5. Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan kehilangan
integritas tulang (doengus : 2000).
3. Intervensi Keperawatan
NoDiagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
hasilIntervensi Rasional
1 Gangguan rasa
nyaman nyeri
berhubungan
dengan gerakan
fragmen tulang.
Tujuan :
setelah dilakukan
intervensi keperawatan,
klien menyatakan nyeri
hilang.
Kriteria hasil :
klien menunjukan
tindakan santai, mampu
berpartisipasi dalam
aktivitas, tidur, serta
istirahat dengan tepat.
Mandiri
1. Pertahankan
imobilisasi bagian
yang sakit dengan
tirah baring, gips,
pembebat,dan traksi.
2. Tinggikan dan
dukung ekstremitas
yang terkena.
3. Atur posisi
imobilisasi pada
paha
1. Menghilangkan
nyeri dan
mencegah
kesalahan posisi
tulang / tegangan
jaringan yang
cedera.
2. Meningkatkan
aliran balik vena,
menurunkan
edema, dan
menurunkan nyeri.
3. Imobilisasi yang
adekuat dapat
mengurangi
gerakan fragmen
tulang yang
25
4. Evaluasi keluhan
nyeri /
ketidaknyamanan,
perhatikan lokasi
dan karakteristik,
termasuk intensitas
(skala 0-10).
Perhatikan petunjuk
nyeri nonverbal
(perubahan tanda
vital dan
emosi/perilaku).
5. Lakukan dan awasi
latihan rentang
gerak pasif/altif.
6. Berikan alternatif
tindakan
kenyamanan, contoh
pijatan, pijatan
punggug, perubahan
posisi.
7. Ajarkan relaksasi
mengurangi
ketegangan otot
menjadi unsur
utama penyebab
nyeri pada daerah
paha.
4. Mempengaruhi
pilihan atau
pengawasan
keefektifan
intervensi. Tingkat
ansietas dapat
mempengaruhi
persepsi atau
reaksi terhadap
nyeri.
5. Mempertahankan
kekuatan/mobilitas
otot yang sakit dan
memudahkan
resolusi inflamasi
pada jaringan yang
cedera.
6. Meningkatkan
sirkulasi umum,
menurunkan area
tekanan lokal dan
kelelahan otot.
7. Teknik akan
melancarkan
peredaran darah
26
rangka yang dapat
mengurangi
intensitas nyeri,
sperti relaksasi
massase.
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai
indikasi seperti :
injeksi keterolak
(toradol).
2. Pemasangan traksi
kulit atau traksi
tulang.
3. Operasi untuk
pemasangan fiksasi
internal.
sehingga
kebutuhan O2 pada
jaringan terpenuhi
dan nyeri
berkurang.
1. Deberikan untuk
menghambat
siklooksogenase
(prostaglandin
sintetase).
2. Traksi yang efektif
akan memberikan
dampak pada
penurunan
pergeseran
fragmen tulang dan
memberikan posisi
yang baik untuak
penyatuan tulang.
3. Fiksasi internal
dapat membantu
imobilisasi fraktur
femur sehingga
pergseran fragmen
berkurang.
27
2 Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan
kerusakan
rangka
neuromuskuler
Tujuan :
Klien dapat
meningkatkan
Atau mempertahankan
mobilitas pada tingkat
yang paling tinggi.
Kriteria hasil :
- Klien mampu
mempertahankan
possisi fungsional.
- menunjukan teknik
yang memampukan
melakukan aktivitas.
Mandiri :
1. Kaji tingkat
imobilitas yang
dihasilkan oleh
cedera/
Pengobatan dan
perhatikan persepsi
pasien terhadap
imobilisasi.
2. Pertahankan
peninggian
ektremitas yang
cedera kecuali
dikontraindikasi-
kan dengan
menyakinkan
adanya sindrom
kompartemen.
3. Instruksikan pasien
untuk/bantu dalam
1. Pasien mungkin
dibatasi oleh
pandangan
diri/persepsi diri
tentang
keterbatasan fisik
aktual,
memerlukan
informasi/
intervensi untuk
meningkatkan
kemajuan
kesehatan.
2. Meningkatkan
drainase
vena/menurunkan
edema. Catatan :
pada adanya
peningglkatan
tekanan
kompartemen,
peninggian
ekstremitas secara
mengahalangi
aliran arteri,
menurunkan
perfusi.
3. Meningkatkan
aliran darah ke otot
28
rentang gerak
pasien/aktif pada
ekstremitas yang
tak sakit.
4. Dorong
penggunaan latihan
isometrik mulai
dengan tungkai
yang tak sakit.
5. Berikan papan
kaki, bebat
pergelangan,
gulungan trokanter
atau tangan yang
sesuai.
6. Berikan/bantu
dalam mobilisasi
dengan kursi roda,
kruk, tongkat
dan tulang untuk
meningkatkan
tonus otot,
mempertahankan
gerak sendi;
mencegah
kontraktur/atrofi,
resorpsi kalsium
karena tidak
digunakan.
4. Kontraksi otot
isometrik tanpa
menekuk sendi
atau menggerakkan
tungkai dan
mampu
mempertahankan
kekuata dan masa
otot.
5. Berguna dalam
mempertahankan
posisi fungsional
ekstremitas,
tangan/kaki, dan
mencegah
komplikasi.
6. Mobilisasi dini
menurunkan
komplikasi tirah
baring (contoh,
29
sesegera mungkin.
7. Instruksikan
keamanan dalam
menggunakan alat
mobilitas.
Kolaborasi
1. Konsul dengan ahli
terapi
fisik/kupasidan
rehabilitasispesialis.
2. Rujuk keperawat
spesialis psikiatrik
klinikal/ahli terapi
sesuai indikasi.
Mandiri
flebitis) dan
meningkatkan
penyembuhan dan
normalisasi
penyembuhan
organ.
7. Untuk
mempertahankan
mobilisasi dan
keamanan pasien.
1. Berguna dalam
membuat aktivitas
induvidual/
program latihan.
2. Pasien/orang
terdekat
memerlukan
tindakan intensif
lebih untuk
menerima
kenyataan kondisi,
imobilisasi lama,
mengalami
kehilangan kontrol.
30
3 Kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan fraktur
terbuka
Tujuan :
Klien menyatakan
kerusakan permukaan
berkurang atau hilang,
dekstruksi lapisan
kulit/jaringan.
Kriteria hasil :
-Klien mampu
menunjukan
perilaku/teknik untuk
mencegah kerusakan
kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai
indikasi.
- mencapai
penyembuhan luka
sesuai waktu.
1. Kaji kulit untuk luka
terbuka, benda
asing, kemerahan,
perdarahan,
perubahan warna,
kelabu, memutih.
2. Kaji dan pantau luka
setiap hari.
3. Lakukan perawatan
luka secara steril
4. Masase kulit dan
penonjolan tulang.
Pertahankan tempat
tidur tidur kering
dan bebas kerutan.
1. Memberikan
informasi tentang
sirkulasi kulit dan
masalah yang
mungkin
disebabkan oleh
alat
dan/pemasangan
gips/bebat atau
traksi,
pembentukan
edema yang
membutuhkan
intervensi medik
lanjut.
2. Mendeteksi secara
dini gejala-gejala
inflamasi yang
mungkin timbul
akibat adanya luka
post operasi.
3. Teknik perawatan
luka secara steril
dapat mengurangi
kontaminasi
kuman.
4. Menurunkan
tekanan pada area
yang peka dan
risiko
abrasi/kerusakan
31
4 Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengan
kerusakan kulit.
Tujuan :
Luka sembuh sesuai
waktu, bebas drainase
purulen, demam.
Kriteria hasil :
-Luka klien tampak
kering
-luka klien tampak
sembuh.
5. Pantau dan batasi
kunjungan.
Kolaborasi
1. Berikan antibiotik
sesuai indikasi
Mandiri :
1. Inspeksi kulit untuk
adanya iritasi atau
robekan kontinuitas.
2. Observasi luka
untuk pembentukan
krepirasi, perubahan
warna kulit
kulit.
5. Mengurangi resiko
kontaminasi
kuman dari orang
lain.
1. Diberikan untuk
menekan dan
menghentikan
suatu proses
biokimia didalam
organisme,
khususnya dalam
proses infeksi oleh
bakteri.
1. Pen atau kawat
tidak harus
dimasukkan
melalui kulit yang
terinfeksi,
kemerahan atau
abrasi (dapat
menimbulkan
infeksi tulang).
2. Tanda perkiraan
infeksi.
32
kecoklatan, bau
drainase yang tak
enak/asam.
3. Kaji dan pantau luka
setiap hari.
4. Lakukan perawatan
luka secara steril.
5. Selidiki nyeri tiba-
tiba/keterbatasan
gerakan dengan
edema lokal/eritema
ektremitas cedera.
6. Bantu perawatan diri
dan keterbatasan
aktivitas sesuai
toleransi. Bantu
program latihan.
1. Monitor keadaan
3. Mendeteksi secara
dini gejala-gejala
inflamasi yang
mungkin timbul
akibat adanya luka
post operasi.
4. Teknik perawatan
luka secara steril
dapat mengurangi
kontaminasi
kuman
5. Dapat
mengindikasikan
terjadinya
osteomielitis.
6. Menunjukan
kemampuan secara
umum, kekuatan
otot, dan
merangsang
pengembalian
sistem imun.
1. Untuk memonitor
33
5
6
Resiko syok
hipovolemik
yang
berhubungan
perdarahan yang
berlebihan
Resiko tinggi
terhadap trauma
tambahan
berhubungan
dengan
kehilangan
integritas tulang
Tujuan :
dalam waktu 1x24 jam,
resiko syok
hipovolemik tidak
terjadi.
Kriteria hasil :
Klien tidak mengeluh
pusing, membran
mukosa lembap, turgor
kulit normal, TTV
dalam batas nomal,
CRT <3 detik
Tujuan :
Resiko trauma tidak
terjadi
Kriteria hasil :
Klien mau
berpartisipasi dalam
pencegahan trauma.
umum klien.
2. Observasi vital sign
setiap 3 jam atau
lebih.
3. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tanda
perdarahan, dan
segera laporkan jika
terjadi perdarahan.
Mandiri :
1. Pertahankan
imobilisasi pada
daerah paha.
2. Pertahankan tirah
kondisi klien
selama perawatan
terutama saat
terjadi perdarahan.
2. Untuk
memastikan tidak
terjadi presyok /
syok.
3. Dengan
melibatkan pasien
dan keluarga maka
tanda-tanda
perdarahan dapat
segera diketahui
dan tindakan yang
cepat dan tepat
dapat segera
diberikan.
1. Meminimalkan
rangsang nyeri
akibat gesekan
antara fragmen
tulang dengan
jaringan lunak
disekitarnya.
2. Meningkatkan
34
baring/ekstremitas
sesuai indikasi.
Berikan sokongan
sendi di atas dan
dibawah fraktur bila
bergerak atau
membalik.
3. Kaji tingkat
pengetahuan klien
tentang faktor yang
beresiko yang
menyebabkan
trauma pada fraktur.
Kolaborasi
1. Kaji ulang foto atau
evaluasi.
stabilitas,
menurunkan
kemungkinan
gangguan posisi
atau penyembuhan.
3. Sebagai data dasar
untuk
melaksanakan
intervensi sesuai
dengan tingkat
pengetahuan yang
dimiliki klien.
1. Mengetahui proses
penyembuhan
untuk menentukan
tingkat aktivitas
dan kebutuhan
perubahan/tambah
an terapi.
4. Implementasi
Merupakan langkah ke empat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.
35
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak.
36
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.M DENGAN FAKTUR TIBIA
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama : Tn.M
Umur : 23 thn
Jenis Kelamin : perempuan
No.Mr : 86-58-28
Alamat : Lubuk Basung
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Tanggal masuk : 21 April 2014
Tanggal Pengkajian :2 Mei 2014
Penanggung jawab : Eri Ela
Diagnosa : fraktur tibia
b. Riwayat kesehatan
1. Riwaya kesehatan dahulu
Pasien mengatakan tidak ada penyakit seperti Diabetes Melitus,
hipertensi
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien datang ke IGD tanggal 21 April 2014 jam 02.30 dengan
faktur,pada saat kejadian pasien menghindari lubang dan terjatuh,saat
berdiri kaki kanan dirasakan sangat sakit dan nyeri, susah digerakkan.
37
Pada saat pengkajian pasien mengatakan badannya terasa lemah,
nyeri pada kaki kanan saat diredresing dan diangkat ke atas,skala nyeri
yang didapatkan saat redresing adalah 8 (skala berat), karena klien
sampai menggigit bantal dan memukul-mukul dinding dan meringis,
pada kaki kanan klien ada bekas jahitan dan bekas luka yang lumayan
besar dan klien terpasang gips pada kaki kanannya,dan klien mengatakan
ADL nya di bantu keluarga.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita atau
mempunyai riwayat Diabetes Melitus dan hipertensi.
c. Tanda – tanda vital
Kesadaran : compos mentis
Tekana darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86x/menit
Suhu : 36,5 c
Pernapasan : 20 x/menit
d. Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Rambut : rambut berwarna hitam,tidak rontok ,dikepala tidak
ada udema dan bekas luka
Mata : simetris kiri dan kanan , pupil isokor,konjungtiva
tidak anemis sklera tidak ikterik
Hidung : simetris kiri dan kana ,tidak ada sekret dan polip
38
Telinga : simetris kiri dan kana tidak ada cerumen,tes
pendengran uji berbisik
Mulut : mukosa bibir kering, gigi lengkap, caries,lidah
bersih berbau
b) Leher : tidak ada pembesaran kelnjar tyroid,tidak ada kaku
kuduk
c) Dada
Inspeksi : simetris kiri dan kanan,tidak ada udema, dan ada
bekas luka
Palpasi : fremitus kiri dan kanan
Perkusi : sonor
Aauskultasi : ronchi tidak ada,whezzing tidak ada
d) Jantung
Inspeksi : ictus cpordis tedak telihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5
Perkusi : redup
Auskultasi : normal
e) Abdoment
Inspeksi : tidak acites
auskultasi : bising usus 16 x/menit
palpasi : tidak ada pembesaran hepar
perkusi : tympani
39
f) Genetalia : bersih,BAB dan BAK di tempat tidur
g) sistem integumen : kulit sawo matang, turgor kulit baik, terpasang infus
disebelah kanan dan ada bekas luka.
h) Ekstermitas
Atas : tidak ada udema,ada bekas luka, terpasang infus di
sebelah kanan
Bawah : kaki kanan terpasang gips dan susah digerakan dan
ada nyeri
Kekuatan otot : 5555 5555
3333 5555
i) Pola kebiasaan sehari-hari
No Pola Sehat Sakit
1
2
Nutrisi
Makan
Jenis
Frekuensi
Porsi
Minum
Jenis
Frekuensi
Eliminasi
BAB
Jenis
Nasi +lauk pauk+sayur
3x sehari
1 porsi
Air putih+teh+susu
8 gelas /hari
Padat
1x sehari
Khas
Nasi +lauk
pauk
3x sehari
1 porsi
Air putih
7 gelas/ hari
Padat
1x2 hari
Khas
40
3
4
Frekuensi
Bau
BAK
Jenis/warna
Frekuensi
Bau
Istirahat dan tidur
Istirahat
Tidur
Aktifitas
Kuning-kekuningan
5x sehari
Khas
2 jam
8 jam
Dibantu
Kuning-
kekuningan
5x sehari
khas
3 jam
7 jam
dibantu
j) Pemeriksaan labor
Hematologi
Hb 14,6g/dl 13-16
Hematokrit 43% 40-48
Leukosit 11,1 10^3/mm3 5-10
Trombosit 266.10^3/mm3 150-400
ApTT 25,1 detik 29,2-39,4
41
k) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan Rongten : ekstermitas bawah,fraktur tibia
l) Pengobatan
Ceftriaxone 2x1 gr
Ranitidin 2x1 amp
Ketoralac drip
Gentamisin 2x 1 amp
Iufd Rl 16 tetes/ menit
Diet : makanan lunak
2. Analisa data
No Data Masalah Etiologi
1 Do :
Pasien tampak meringis
Pasien tampak mengigit
Skala nyeri 8 (berat)
Ds :
Klien mengatakan
sangat sakit jika di
gerakkan
Klien mengatakan jika
disentuh atau sedang
redresing sangat nyeri
Gangguan rasa
nyaman nyeri
Kerusakan
sekunder
terhadap faktur
42
2
3
Klien mengatakan
sampai menangis
menahan sakitnya
Do :
Klien tampak ADL
dibantu keluarga dan
perawat
Klien tampak lemas
Klien tampak terpasang
gips sebelah kanan
Ds :
Klien mengatakan
ADLnya dibantu
keluarga dan perawat
Klien mengatakan bahwa
kakinya tidak bisa
digerakkan
Klien mengatakan lemah
Do :
Klien tampak ada bekas
jahitan
Klien tampak ada luka
Intolerasi
aktifitas
Kerusakan
integritas kulit
Imobilisasi
tungkai
Luka jahitan
43
yang besar
Klien tampak terpasang
gips
Ds :
Klien mengatakan
lukanta gak mau sembuh
Klien mengatakan susah
bergerak
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan sekunder
terhadap faktur
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan imobilisasi tungkai
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka jahitan
4. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria
hasil
Intervensi Rasional
1 Gangguan rasa
nyaman nyeri
berhubungan
dengan
kerusakan
sekunder
terhadap faktur
Setelah dilakukan
pengkajian 1x24 jam
maka :
T : nyeri hilang atau
berkurang
k.h :
Ekspresi wajah
1. Pantau TTV,
intensitas nyeri dan
tingkat kesadaran
1. Untuk
mengenal
indikasi
kemajuan
penyimpangan
dari hasil yang
dilakukan
44
2 Intoleransi
aktifitas
berhubungan
dengan
immobilisasi
tungkai
klien tidak
meringis
Klien mampu
mengatakan
nyeri
berkurang
Setelah dilakukan
pengkajian 1x24 jam
maka :
T : mobilitas
terpenuhi
k.h : pasien bisa
beraktifitas
2. Kaji lokasi, intesitas
dan tipe nyeri
3. Ajarkan teknik
relaksasi seperti
tarik napas dalam
4. Bantu pasien untuk
posisi yang nyaman
5. Berikan obat
analgetik sesuai
nyeri dirasakan
1. Kaji
ketidakmampuan
gerak klien yang
diakibatkan oleh
prosedur pengobatan
dan catat persepsi
klien terhadap
2. Teknis
relaksasi
kadang lebih
cepat
menghilangka
n nyeri
3. Posisi yang
nyaman dapat
mengurangi
penekanan rasa
nyeri
4. Analgetik
dapat
mengurangi
rasa nyeri
1. Dengan
mengetahui
derajat
ketidakmampu
an bergerak
klien dan
persepsi
45
immobilisasi
2. Latih klien untuk
menggerakkan
anggota badan yang
masih ada
3. Berikan posisi klien
secara periodik
4. Bantu aktifitas klien
dalam memenuhi
kebutuhan
6. Kaji kulit untuk luka
terbuka, benda
asing, kemerahan,
perdarahan,
perubahan warna,
terhadap
immobilisai
2. Pergerakkan
dapat aliran
darah ke otot
3. Untuk
mencegah
terjadinya
kontraktur
4. Membantu
klien untuk
kemampuan
dari duduk dan
turun dari
tempat tidur
5. Untuk
memenuhi
kebutuhan
klien
6. Memberikan
informasi
tentang
sirkulasi kulit
dan masalah
46
kelabu, memutih.
7. Kaji dan pantau luka
setiap hari.
8. Lakukan perawatan
luka secara steril
yang mungkin
disebabkan
oleh alat
dan/pemasang
an gips/bebat
atau traksi,
pembentukan
edema yang
membutuhkan
intervensi
mediklanjut.
7. Mendeteksi
secara dini
gejala-gejala
inflamasi yang
mungkin
timbul akibat
adanya luka
post operasi.
8. Teknik
perawatan luka
secara steril
dapat
mengurangi
47
3 Kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan luka
jahitan
Tujuan :
Klien menyatakan
kerusakan permukaan
berkurang atau hilang,
dekstruksi lapisan
kulit/jaringan.
Kriteria hasil :
-Klien mampu
menunjukan
9. Masase kulit dan
penonjolan tulang.
Pertahankan tempat
tidur tidur kering
dan bebas kerutan.
10.Pantau dan batasi
kunjungan.
Kolaborasi
1. Berikan antibiotik
sesuai indikasi
kontaminasi
kuman.
9. Menurunkan
tekanan pada
area yang peka
dan risiko
abrasi/kerusak
an kulit.
10. Mengurangi
resiko
kontaminasi
kuman dari
orang lain.
1. Diberikan
untuk
menekan dan
menghentikan
suatu proses
biokimia
didalam
organisme,
khususnya
dalam proses
48
perilaku/teknik untuk
mencegah kerusakan
kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai
indikasi.
- mencapai
penyembuhan luka
sesuai waktu.
infeksi oleh
bakteri.
5. Catatan Perkembangan
No Dx Hari jam
tanggal
Implementasi Paraf Evaluasi
1 1 Jumat ,2
Mei 2014
Pagi
1. Memantau TTV
2. Mengkaji lokasi,
intesitas dan tipe
nyeri
3. Mengajarlan
teknik relaksasi
seperti tarik napas
dalam
4. Memberikan
posisi yang
nyaman
5. Memantau
keadaan luka
S : klien mengatakan
masih nyeri jika
digerakkan dan
dipenuhi
O : klien tampak
memukul-mukul dan
menggigit jika disentuh
dan digerakkan
A ; masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
Mengajarlan
49
2
6. Memberikan obat
analgetik sesuai
nyeri
1. Memberikan
latihan gerakan
anggota badan
yang masih ada
2. Memberikan
posisi klien secara
periodik
3. Membantu
aktifitas klien
dalam memenuhi
kebutuhan
4. Membantu ADL
pasien
5. Mengkaji ketidak
mampuan gerak
klien
6. Mengukur TTV
7. Memantau IUFD
1. Mengkaji kulit
teknik relaksasi
seperti tarik
napas dalam
S : klien mengatakan
ADL dibantu keluarga
dan perawat
O : klien tampak ADL
dibantu keluarga dan
perawat
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
Membantu
aktifitas klien
dalam
memenuhi
kebutuhan
S : klien mengatakan di
50
3 untuk luka
terbuka, benda
asing, kemerahan,
perdarahan,
perubahan warna,
kelabu, memutih.
2. Mengkaji dan
pantau luka setiap
hari.
3. Melakukan
perawatan luka
secara steril
4. Masase kulit dan
penonjolan tulang.
Pertahankan
tempat tidur tidur
kering dan bebas
kerutan.
5. Memantau dan
batasi kunjungan.
6. memberikan
antibiotik sesuai
indikasi
kakinya ada bekas
jahitan
O : klien tampa ada
bekas jahitan
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi di
lanjutkan
Melakukan
perawatan luka
secara steril