Upload
dina-rosdiana
View
424
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Uji kualitatif protein
I.PENDAHULUAN
Protein adalah poliamida dengan lebih dari 50 residu asam amino.. Hidrolisis menghasilkan asam-asam amino-α dengan konfigurasi-(L) pada karbon α. Asam-asam amino menjalani suatu reaksi asam basa dalam dan menghasilkan ion dipolar. Denaturasi adalah kerusakan ikatan-ikatan hidrogen dan karena itu pula kerusakan struktur-lebih tinggi dari protein itu. Enzim adalah protein yang menghasilkan reaksi kimia. Enzim bersifat efisien dan spesifik dalam kerja katalitiknya.(Fessenden, 1989)
Enzim yang pada hakikatnya adalah protein , berfungsi sebagai katalis dalam reaksi kimia di dalam sistem hayati. Molekul pereaksi dalam perubahan hayati disebut substrat. Contoh peristiwa hayati yang zimogennya harus diubah menjadi enzim aktif ialah pada pencernaan protein dan pembekuan darah.(Antony dan Michael, 1992)
Protein merupakan persenyawaan kompleks yang dihasilkan dari polimerisasi asam-asam amino yang terkait satu sama lain melalui ikatan peptida.(-CO-NH-). Protein memainkan peranan penting dalam sisten kehidupan, digunakan untuk dukungan struktural, penyimpanan, transport substansi lain, pergerakan dan pertahanan melawan substansi lain. Struktur protein terbagi 3 macam yaitu sekunder,tersier dan kuartener. Berdasarkan bentuk molekulnya, protein terbagi menjadi 2 yaitu protein fibrosa, yaitu protein yang bentuknya memanjang. Contohnya : kolagen myosin, keratin dan fibrin; protein globuler yaitu protein yang rantai polipeptidanya melingkar sehingga bentuk meolekulnya membulat. Misalnya albumin, globulin, protein, enzim dan protein hormon. Berdasarkan elemen penyusunnya protein menjadi 2 yaitu protein sederhana dan protein majemuk.
Uji kualitatif dapat dilakukan berdasarkan uji warna atau pengendapan. Berikut adalah uji protein, seperti :
Uji Ninhidrin :uji paling umum untuk menentukan adanya protein dari suatu bahan. Semua asam amino dan peptida yagn mengandung gugus α-amino bebeas memberikan reaksi ninhidrin positif dengan menunjukkan reaksi terbentuknya warna biru sampai ungu.
Uji Biuret : uji yang paling umum digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya ikatan peptida yang membentuk suatu protein. Uji positif ditandai dengan munsulnya warna merah muda sampai ungu.
Uji reduksi Sulfur : untuk mengetahui suatu protein yang mengandung asam amino dengan atom S, misalnya cystein dan methionin. Pada uji ni dalam suasanan basa,Pb asetat aka bereaksi dengan S dari asam amino membentuk garam PbS berwarna hitam.
Uji Xantoprotein : uji umum untuk mengetahui protein dengan asma amino dengan cincin benzena, misalnya Tyrosin, Fenilanin dan Tritopfan. Apabila dipanaskan dehan HNO3 pekat akan dihasilkan endapan putih yang segera berubah mejadi kuning tua. Penambahan alkali atau amonia pekat mengubah warna zat menjadi jingga.
Uji Millon Nasse: untuk mengetahui adanya asam amino Tyrosin. Tetapi tidak terlalau spesifik karena fenoljuga memberikan uji positif. Pereaksi Millon Nasse berisi merkuri dan ion merkuri dalam asam nitrat dan asam nitrit. Warna merah yang terbentuk adalah garam merkuri dan Tyrosin yang ternitrasi.
Uji Pengendapan oleh Logam : garam logam seperti Ag, Pb dan Hg akan membentuk endapan logam proteinat. Ikatan amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga protein mengalami denaturasi.proses deanturasi tersebut akan menimbulkan endapan.(Elisabeth, 2010)
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
Analisis Kualitatif1. Reaksi XantoproteinLarutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-ColeLarutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air.
Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu
pada batas antara kedua lapisan tersebut.3. Reaksi MillonPereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi
merah oleh pemanasan. Warna merah yang terbentuk adalah garam merkuri dan Tyrosin yang ternitrasi. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
mengetahui adanya asam amino Tyrosin. Tetapi tidak terlalau spesifik karena fenoljuga memberikan uji positif.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang
mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil
positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan
hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat
menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret
uji yang paling umum digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya ikatan peptida yang membentuk suatu protein Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida
asam yang berada bersama gugus amida yang lain.Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH
kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan
timbulnya warna merah violet atau biru violet.
Analisa KuantitatifAnalisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut.Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.1. Metode KjeldahlMetode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.Penetapan KadarProsedur :1. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).
2. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.3. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.4. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.5. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.6. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.7. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning.Lakukan titrasi blanko.Kadar ProteinKadar protein dihitung dengan persamaan berikut :Keterangan :Fk : faktor koreksiFk N : 162. Metode Titrasi FormolLarutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.3. Metode LowryProsedur :Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1)Pembuatan reagen Lowry B :Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.Penetapan Kadara. Pembuatan kurva bakuSiapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 µg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit, kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm tehadap blanko. (Sebagai blanko adalah tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)b. Penyiapan SampelAmbil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan
penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)Prosedur :Pembuatan reagen Biuret :Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan aquadessampai garis tanda.Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA):Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li). Penetapan kadar (Metode Biuret) :Pembuatan kurva baku :Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan komposisi sebagai berikut:Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada ë 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 µLreagen Biuret dan 200 µL aquades.Cara mempersiapkan sampel :Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah µL larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah dengan dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5. Perhatikan adanya faktor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran absorban kurva baku.5. Metode Spektrofotometri UVAsam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran
Reaksi Analisa Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara kualitatif terdiri atas ; reaksi
Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara
kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode
spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.
Analisa Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur
terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi
ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein
yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang
mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam
air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga
membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada
batas antara kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini
ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi
merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya
senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang
mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan
hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat
menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk
menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama
gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah
violet atau biru violet.
Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode
Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut.
Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV.
Digunakan untuk protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino,
protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan
dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah
pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam
larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Penetapan Kadar
Prosedur :
1. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau kandungan protein
tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).
2. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
3. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan
teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan
kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
4. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan
beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan
perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari
es.
5. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan
sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.
6. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N
sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa
kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.
7. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan asam klorida
0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik
akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi
blanko.
Kadar Protein
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
2. Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk
dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan
mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan
tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi
merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan
perbandingan (1 : 1)
Pembuatan reagen Lowry B :
Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan
tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.
Penetapan Kadar
a. Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 µg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam
tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :
Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit,
kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca absorbansinya
pada panjang gelombang 600 nm tehadap blanko. (Sebagai blanko adalah tabung reaksi no.1 pada
tabel di atas)
b. Penyiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan
penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai
mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan
sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan
proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil
volume tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan
8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret :
Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O)
dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10%
sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan aquades sampai garis tanda.
Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA):
Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar
larutan induk 5,0% (Li). Penetapan kadar (Metode Biuret) :
Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan komposisi sebagai
berikut:
Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada ë 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 µL reagen
Biuret dan 200 µL aquades.
Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan
penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai
mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan
sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan
proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil
sejumlah µL larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu
tambah dengan dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.
Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550
nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5. Perhatikan adanya faktor
pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran absorban kurva
baku.
5. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang mempunyai
gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin
mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada
panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi
konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya
asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat
kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang
ada dalam suatu tabel.
Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran
Protein
Protein adalah molekul yang sangat vital untuk organisme dan terdapat di semua sel
yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama
lain dengan ikatan peptida. Molekul protein
mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor (Santoso
2008). Struktur & fungsi ditentukan oleh kombinasi, jumlah dan urutan asam amino sedangkan
sifat fisik dan kimiawi dipengaruhi oleh asam amino penyusunnya (Page 1997). Kebanyakan
protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi
struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan
sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem
kendali dalam bentuk hormon(Santoso 2008).
Penetapan Kadar Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara kualitatif dan
secara kuantitatif. Analisis protein secara kualitatif terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi
Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan analisis
protein secara kuantitatif terdiri dari metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry,
metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV (Apriyantono dkk
1989).
Metode Spektrofotometri
Sifat protein jika dilarutkan dengan asam klorida dan enzim protease akan
menghasilakan asam amino karboksilat. Disisi lain protein dapat mengalami denaturasi
yaitu perubahan struktur protein yang menimbulakn perubahan sifat fisika, kimia dan biologi
bila Protein apabila dipanaskan dapat mengakibatkan gelombang elektromagnetik tertentu
contohnya bisa, kokain kuman-kuman dan lain-lain (Pringgomulya 1996).
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg
spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan
detektor fototube (Yoky2009). Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau
absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran
menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan
spektrofotometri. Spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380
nm) maupun IR (> 750 nm) dan menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-
masing daerah (sinar tampak, UV, IR). Monokromator pada spektrofotometer menggunakan kisi
atau prisma yang daya resolusinya lebih baik sedangkan detektornyamenggunakan tabung
penggandaan foton atau fototube (Yoky 2009).
Komponen utama dari spektrofotometer, yaitu sumber cahaya, pengatur Intensitas,
monokromator, kuvet, detektor, penguat (amplifier), dan indikator. Spektrofotometri dapat
dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari
absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang
gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas
untuk komponen yang berbeda (Yoky 2009). Metode Spektrofotokopi dengan untraviolet yang yang diserap bukan cahaya tampak cahaya ultra ungu (Ultraviolet). Dalam Spektrofotokopi ultra ungu energi cahaya tampak terserap digunakan untuk transfuse electron. Karena energi Cahaya Ultraviolet dapat menyebabkan transfuse electron (Hendayana 1994).
Metode Lowry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini
terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode
biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian
akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat,
menghasilkanheteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai
samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat
dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan
residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100
kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas
deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak
interferensinya akibat kesensitifannya (Lowry dkk 1951).
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode
Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine,
EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin,
xanthine, magnesium, dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan
menghilangkan interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk
mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA
dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan
pengendapan protein (Lowry dkk 1951).
Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan tidak dapat
mengukur molekul peptida panjang (Alexander dan Griffiths, 1992). Prinsip kerja metode
Lowry adalah reduksi Cu2+ (reagen Lowry B) menjadi Cu+ oleh tirosin, triptofan, dan sistein
yang terdapat dalam protein. Ion Cu+ bersama dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat
(reagen Lowry E) membentuk warna biru, sehingga dapat menyerap cahaya (Lowry dkk
1951).
Putih Telur
Putih telur terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan encer luar, lapisan kental luar,
lapisan encer dalam dan khalazaferous. Empat bagian utama putih telur yaitu lapisan putih
telur yang encer bagian luar, lapisan putih telur yang kental, lapisan putih telur encer bagian
dalam dan lapisan kalaza. Bagian putih telur diikat dengan bagian kuning telur oleh kalaza,
yaitu serabut-serabut protein berbentuk spiral yang disebut mucin. Bahan utama penyusun
putih telur adalah protein dan air. Perbedaan kekentalan putih telur disebabkan oleh
perbedaan kandungan air (Suryono 2006).
Protein sederhana pada putih telur terdiri atas ovalbumin, ovoconalbumin dan
ovoglobulin, sedangkan yang kedua termasuk glycoprotein, yaitu ovomucoid dan
ovomucin. Ovomucin pada putih telur pada putih telur yang kental lebih besar daripada
putih telur yang encer. Ovomucin merupakan fraksi protein putih telur yang membentuk
selaput dan berfungsi menstabilkan struktur buih. Pemberian asam asetat yang berlebihan
akan mengakibatkan penggumpalan sebagian ovomucin dan memperkecil elastisitas
gelembung buih. Kerusakan gejala-gejala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih
telur akan keluar dan putih telur menjadi encer. Semakin encer putih telur, maka semakin
tinggi tirisan buih yang dihasilkan (Suryono 2006).
Albumin
Albumin merupakan protein utama dalam plasma manusia (kurang lebih 3,4-4,7 g/dl)
dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. Albumin merupakan jenis protein
terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60 persen. Protein yang larut dalam air
dan mengendap pada pemanasan itu merupakan salah satu konstituen utama tubuh
(Sarikkuntuk 2006).
Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena berfungsi sebagai sumber energi serta sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut:
Protein yang terdapat dalam bahan pangan mudah mengalami perubahan-perubahan, antara lain:
1. Dapat terdenaturasi oleh perlakuan pemanasan.2. Dapat terkoagulasi atau mengendap oleh perlakuan pengasaman.3. Dapat mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim-enzim
proteolitik.4. bisa bereaksi dengan gula reduksi, sehingga menyebabkan terjadinya
warna coklat.Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua
metode yaitu metodekuantitatif dan kualitatif. Analisis protein secara kualitatif adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya protein dalam suatu bahan pangan. Dapat dilakukan dengan reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida dan reaksi Sakaguchi.
Sedangkan analisis protein secara kuantitatif adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan pangan. Analisi kuantitatif protein dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret) dan metode spektrofotometri UV. Analisis protein ini dapat menentukan tingkat kualitas protein apabila dipandang dari sudut gizi serta menelaah protein yang merupakan salah satu bahan kimia secara biokimia, fisiologis, reologis dan enzimatis.
KJELDAHL
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total padaasam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi denganasam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkanamonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uapsecara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanyamemerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.Cara Kjeldahl
digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanansecara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya.Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu.
No. Nama bahan Faktor konversi1 Beer 6,52 Gandum 5,73 Roti 5,74 Syrup 6,255 Coklat 6,256 Serealia (biji-bijian) 6,257 SKM 6,258 yeast 6,259 Makanan ternak 6,2510 Buah-buahan 6,2511 Padi-padian 6,2512 Makaroni/bakmi 5,713 Kacang-kacangan 6,2514 Malt 6,2515 The 6,2516 Anggur 6,2517 Wort (malt untuk beer) 6,25
Angka 6,25 berasal dari angka konversiserum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen.
Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitucara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk contohukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar.
Analisa protein metode Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :
1. Tahap destruksiPertama, sampel dipanaskan dalam H2SO4 pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih H2SO4akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.2. Tahap destilasi
Pada tahap ini, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.