Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
kasih dan perlindungan-Nya penelitian dan disertasi yang berjudul “Eksistensi
Kuliner Tinutuan dalam Pola Kebiasaan Makan di Kota Manado” dapat
diselesaikan. Penulis menyadari bahwa penulisan hasil penelitian ini dapat
diselesaikan berkat bantuan dan kerja sama, baik langsung maupun tidak
langsung, dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada pihak-pihak berikut ini.
Terwujudnya tulisan ini tentu atas dorongan Prof. Dr. I. Wayan Cika,
M.S. selaku promotor yang dengan penuh perhatian dan kebijakan membimbing,
mengarahkan, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. Prof.
Dr. I. Nyoman Darma Putra, M.Litt. selaku kopromotor I dan Dr. Putu Sukardja,
M.Si. selaku kopromotor II yang dengan sabar memberikan petunjuk,
mengarahkan, dan menuntun penulis dalam menuangkan ide-ide yang
berhubungan dengan penulisan ini di sela-sela kesibukan beliau. Untuk itu
penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga. Ucapan yang senada,
juga disampaikan kepada Prof. Dr. Pudentia MPSS selaku Ketua ATL Pusat yang
telah memberikan jalan untuk mendapatkan beasiswa KTL-Dikti 2011. Ibu Prof.
Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K) selaku Rektor Universitas Udayana, Ibu
Prof.Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya,
Bapak Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A. dan Dr. I Ketut Setiawan, M.Hum.
selaku Ketua dan Sekretaris Program Doktor Kajian Budaya Fakultas Ilmu
vi
Budaya Universitas Udayana yang secara profesional menyediakan fasilitas dan
finansial selama berlangsung proses pendidikan.
Tidak lupa pula disampaikan terima kasih kepada para penguji: Prof. Dr. I
Wayan Cika, M.S, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., Dr. Putu Sukardja,
M.Si., Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U., Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna,
S.U., Dr. Ni Luh Arjani, M.Hum., Dr. I Ketut Setiawan, M.Hum., serta dewan
penguji lainnya. Ucapan yang sama ditujukan pula kepada seluruh staf pengajar
di Program Pendidikan Doktor Kajian Budaya yang telah membekali penulis
dengan berbagai konsep, teori, dan metodologi sehingga dapat melakukan
penelitian dengan baik, dan seluruh staf pegawai administrasi dan perpustakaan
Program Studi S3 Kajian Budaya: Bapak I Putu Sukaryawan, Bapak Madya, Ibu
Luh, Ibu Aryati, Ibu Cok, Ibu Agung, Ibu Komang, Bapak Candra, Bapak Hendra
yang dengan semangat kekeluargaan dan persaudaraan melayani berbagai urusan
administrasi akademik dan kemahasiswaan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Semuel Layuk, S.K.M.,
M.Kes. selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Manado,
dan Prof. Dr. A.B.G. Rattu selaku Pembina Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Sulut
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan
S3 Kajian Budaya Unud. Terima kasih kepada para informan dan pegawai
pemerintahan Kota Manado yang telah memberikan izin penelitian dan data bagi
penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung, selama masa penelitian.
Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman S3 angkatan 2011,
khususnya Ervantia, Maria, Syahrun, Wardi, Halim, Gede, dan tak lupa juga
vii
disampaikan kepada keluarga besar Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S., yang telah
memberikan dukungan, semangat, nasihat, dan doa sampai penulisan disertasi ini
dapat diselesaikan.
Secara khusus terima kasih kepada Ibunda Hanako Supit, ayahanda Drs.
R.A. Langi (alm) yang selalu memberikan contoh teladan yang baik sebagai
pendidik semasa hidupnya, mertua, serta saudara-saudari kandungku kakak Joice
Langi, S.Pd., MMPDk., adik-adik saya Lucky Langi, AMPdk., Mony Langi,
S.Pd., Pdt. Prident Langi, M.Th., Master Langi, S.Pd., MAN. yang tiada bosan
memberikan dukungan doa, materi, dan suport kepada penulis dalam
menyelesaikan disertasi ini. Tentu yang lebih istimewa adalah suami tercinta
Meijer Masuneneng, S.Sos. dan anak tersayang Kezia Hanako Masuneneng yang
dengan sabar mendoakan, memotivasi, dan rela untuk ditinggal demi penyelesaian
studi ini.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu atas bantuan yang telah diberikan
kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan di Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Penulis hanya dapat mendoakan semoga Tuhan Yang Maha
Pengasih membalas budi baik semua pihak yang telah berperan dalam
penyelesaian disertasi dan studi ini.
Denpasar, Pebruari 2018
Penulis
viii
ABSTRAK
Pola kebiasaan makan tinutuan yang berkembang dari tradisi lisan dan
telah menjadi identitas daerah serta ikon Kota Manado mengalami perubahan
karena modernisasi. Perubahannya, yaitu cara persiapan, pengolahan, dan
penyajian mengalami peningkatan dalam segi mutu, tetapi sayangnya eksistensi
kuliner tinutuan masih jarang dijumpai di tengah pola kebiasaan makan sehari-
hari keluarga, pedagang, dan sosial.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk eksistensi kuliner
tinutuan, memahami faktor-faktor yang memengaruhi, dan menginterprestasikan
dampak dan makna eksistensi kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan makan di
Kota Manado. Data penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara, studi
pustaka, dan dokumen dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Informan
ditentukan secara purposive dengan prinsip snowball sampling. Analisis masalah
menggunakan teori dekonstruksi, teori semiotika, dan teori gastronomi.
Hasil penelitian menunjukkan tiga hal sebagai berikut. Pertama, bentuk
eksistensi kuliner tinutuan meliputi menyiapkan bahan dan alatnya, mengolah,
dan menyajikannya mengalami perubahan, order, dan disorder. Kedua, faktor
budaya, agama dan kepercayaan, rasa, dan kesehatan memengaruhi eksistensi
kuliner tinutuan. Ketiga, eksistensi kuliner tinutuan berdampak pada kesehatan,
kesejahteraan sosial, dan kesejahteraan ekonomi. Makna yang ditimbulkan adalah
makna politik, kerukunan dan kekerabatan, dan pola makan sehat. Dengan kata
lain, kuliner tinutuan bukan hanya sebagai bentuk makanan, melainkan juga
merupakan media penting untuk menciptakan hubungan manusia yang rukun
dengan makanan yang sehat.
Kuliner tinutuan menjadi warisan pola kebiasaan makan di Kota Manado.
Oleh sebab itu, disarankan agar sistem pewarisan dalam keluarga dan bisnis
kuliner tidak putus. Selain itu, diharapkan peran aktif organisasi masyarakat dan
pendidikan menyosialisasikan kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan makan
sehari-hari.
Kata kunci: eksistensi, kuliner tinutuan, pola kebiasaan makan, pewarisan
ix
ABSTRACT
.
The pattern of eating habits tinutuan evolved from the oral tradition and
has become the identity of the area and the icon of Manado City experienced a
change due to modernization. The change, the way of preparation, processing, and
presentation has increased in quality, but unfortunately the existence of culinary
tinutuan is still rare in the midst of daily family, traders, and social eating habits.
This study aims to determine the existence of culinary tinutuan, understand
the factors that influence and to interpret the impact and meaning of culinary
existence tinutuan in the pattern of eating habits in the city of Manado. Research
data obtained through observation, interview, literature study, and documents by
using qualitative approach. Informants were determined by purposive sampling
with the principle of snowball sampling. Problem analysis uses the theory of
deconstruction, semiotic theory, and gastronomic theory.
The results showed three things as follows. First, the culinary form of
tinutuan involves preparing materials and tools, processing, and presenting them
with changes, orders, and disorders. Second, cultural, religious and belief, taste,
and health factors influence the culinary existence of tinutuan. Third, the existence
of culinary tinutuan impact on health, social welfare, and economic prosperity.
The meaning that is generated is the meaning of politics, harmony and kinship,
and a healthy diet. In other words, culinary tinutuan not only as a form of food,
but also an important medium to create harmonious human relationships with
healthy food.
Culinary tinutuan be an inheritance pattern of eating habits in the city
of Manado, therefore halal diet and culinary business does not break. In
addition, the active role of community and educational organizations to socialize
culinary tinutuan in the pattern of daily eating habits.
Keywords: existence, culinary tinutuan, eating patterns, inheritance
x
RINGKASAN
Disertasi yang berjudul “Eksistensi Kuliner Tinutuan dalam Pola
Kebiasaan Makan di Kota Manado” dilatarbelakangi beberapa aspek kajian antara
lain (1) kuliner tinutuan sebagai ikon Kota Manado tidak mudah dijumpai di area
pusat Kota Manado, yang disebut Pasar 45; (2) wisatawan tidak mudah
mendapatkan menu kuliner tinutuan di setiap hotel yang dihuni dan rumah makan
tradisional, artinya hanya hotel-hotel tertentu, yaitu hotel berbintang empat dan
tiga yang menyediakannya, sedangkan hotel di bawah bintang tiga atau kelas
melati untuk menikmati kuliner tinutuan dengan mudah dan nyaman, mereka
harus datang di Jalan Wakeke ; (3) setelah pukul dua belas siang atau hari Minggu
dan libur, sebagian besar rumah makan kuliner tinutuan di area itu ditutup,
sehingga wisatawan akan sulit menikmati makanan tradisional kuliner tinutuan;
(4) bukan hanya wisatawan yang sulit menjumpai kuliner tinutuan, melainkan
juga masyarakat Kota Manado, artinya tidak semua kantin di kantor instansi
pemerintah dan swasta, sekolah dan universitas, menyediakan kuliner tinutuan
sebagai salah satu menu yang dijual, hanya di lokasi tertentu kuliner tinutuan
lebih unggul dari lokasi lainnya di Kota Manado; (5) menimbulkan masalah
kesehatan akibat perubahan pola kebiasaan makan tidak menyukai makan sayur.
Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah (1)
mengidentifikasi bentuk eksistensi kuliner tinutuan di Kota Manado, (2)
menemukan dan mengungkapkan faktor yang memengaruhi kuliner tinutuan
xi
dalam pola kebiasaan makan di Kota Manado, (3) menginterpretasi dampak dan
makna eksistensi kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan makan di Kota Manado.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data penelitian
diperoleh melalui observasi, wawancara, studi pustaka, dan dokumen dengan
penentuan informan secara purposive sampling dengan prinsip snowball
sampling. Sumber data mencakup sumber data primer yaitu dari peneliti, informan
utama, dan informan pendukung berupa ungkapan atau pernyataan yang terkait
erat dengan bentuk, faktor, dampak, dan makna eksistensi kuliner tinutuan
terhadap pola kebiasaan makan. Di pihak lain data sekunder berupa dokumen,
angka-angka yang berkenaan dengan masalah statistik seperti monografi kota, dan
data dari Badan Pusat Statistik. Pengumpulan data penelitian ini dibagi dalam
empat langkah, yaitu wawancara, pengamatan, dokumentasi, dan studi literatur
dengan instrumen penelitian yang utama, yaitu peneliti sebagai penganalisis data
yang telah terkumpul. Analisis masalah dalam penelitian ini menggunakan teori
dekonstruksi, teori semiotika, dan teori gastronomi.
Bentuk eksistensi kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan makan berkaitan
dengan kuliner tinutuan yang siap dikonsumsi dan berhubungan dengan
menyiapkan bahan, alat, mengolah serta menyajikannya. Bentuk persiapan kuliner
tinutuan pun meliputi menyiapkan alat masak dan makan, pemilihan bahan
pangan, dan pencucian bahan pangan. Adapun persiapan alat masak dan makan
dalam pola kebiasaan makan kuliner tinutuan belum sepenuhnya dilakukan oleh
masyarakat di Kota Manado. Persiapan berhubungan dengan perencanaan yang
memperhitungkan finansial untuk kebutuhan pengadaan bahan-bahan pangan
xii
kuliner tinutuan, alat masak dan makan yang akan digunakan, sumber tempat
memperoleh bahan pangan, bagaimana mengolahnya, dan kapan menyajikannya.
Tidak adanya perencanaan membuat masyarakat mengalami tidak
beraturan bentuk (disorder) dalam persiapan, pengolahan, dan penyajian. Salah
satu di antaranya terdapat alat masak yang digunakan tidak sesuai dengan
fungsinya dan tidak hygiene. Perencanaan sejalan dengan waktu persiapan, apa
yang ada dilakukan, dan hanya berprinsip kuliner tinutuan tetap akan disajikan
dengan kondisi disorder alat dan bahan, serta perlakuan pencucian bahan dan alat
untuk hygiene.
Dalam konteks bentuk persiapan eksistensi kuliner tinutuan, masyarakat
masih salah dalam memilih bahan pangan yang berkualitas untuk digunakan
karena tidak bisa membedakan mana bahan pangan yang bermutu dan mana yang
tidak. Ada juga masyarakat yang merasa iba dengan penjual dan memilih bahan
pangan yang tidak baik mutunya karena harga jualnya lebih rendah daripada harga
yang baik mutunya.
Akses mendapatkan bahan pangan yang bermutu untuk eksistensi kuliner
tinutuan sudah dimudahkan dengan kehadiran pasar tradisional dan modern. Di
samping itu informasi mengenai hygiene sumber produksi bahan pangan pun
mudah didapatkan dari pedagang tradisional secara langsung ataupun dari image
pasar modern. Kemudahan mendapatkan bahan pangan ini membuat masyarakat
Kota Manado pun tidak lagi mengikuti tradisi kepercayaan dalam mengambil
bahan pangan secara langsung di pohonnya yang dahulu dilakukan yaitu
memperhatikan situasi benda langit, khususnya bulan. Jika bulan penuh atau
xiii
purnama, tidak baik memetik sayur sehingga harus menunggu bulan mati karena
dipercaya akan membuat tanaman itu tidak tumbuh subur, bahkan akan mati.
Walaupun masyarakat tidak mengikuti tradisi kepercayaan dalam konteks
di atas, masyarakat tetap mengikuti tradisi dalam pencucian bahan pangan. Kalau
pada zaman dahulu pencucian bahan pangan sebelum pengolahan tidak terlalu
diperhatikan karena faktor krisis air dalam suasana perang. Akan tetapi, sekarang
dengan mudahnya akses air, baik melalui sumur maupun perusahaan air, masih
ada masyarakat yang tidak melakukan pencucian untuk penjaminan mutu pangan
sebelum pengolahan kuliner tinutuan.
Bentuk dalam pengolahan kuliner tinutuan, alat masak dan makan yang
digunakan mengalami perubahan. Zaman dahulu pengolahan masih menggunakan
alat masak yang sangat tradisional, yaitu bahan bakar berupa ranting-ranting kayu
dengan dasar batu untuk meletakkan wadah pengolahan, kemudian tungku,
berikutnya kompor sumbu, dan sekarang lebih modern dengan menggunakan
kompor listrik dan gas. Perubahan ini belum diterima oleh semua pihak,
khususnya ibu-ibu karena ketidaktahuan dalam penggunaan kompor gas dan
berita-berita tentang kecelakaan akibat pemakainan kompor gas.
Soal ketidaktahuan juga merupakan alasan ibu-ibu masyarakat di Kota
Manado ketika memberikan perlakukan terhadap bahan-bahan pangan mana yang
lebih dahulu diolah dan mana yang terakhir. Hal itu menjadi kebiasaan mereka
sehingga menjadi tradisi sampai sekarang. Perlakuan yang diberikan untuk bahan
pangan mana yang lama atau cepat dalam pengolahan tidak berdasarkan sifat
xiv
bahan pangan itu sendiri. Perlakuan hanya berdasarkan penilaian rasa dan tekstur
bahan pangan.
Penilaian rasa dan tekstur pun berperan dalam bentuk penyajian eksistensi
kuliner tinutuan, baik penyajian untuk makan individu, sosial, maupun untuk
perlombaan kuliner tinutuan. Masyarakat lebih menyukai kuliner tinutuan yang
bentuk kuahnya padat atau kental, dan model penyajiannya dengan makanan
tambahan seperti perkedel nike, perkedel jagung, dan sambal roa. Penataan alat
makan, wadah penyajian, dan eksistensi kuliner tinutuan itu sendiri membuat
masyarakat lebih berselera untuk makan kuliner tinutuan.
Selera pun lebih meningkat jika kuliner tinutuan disajikan panas-panas
atau hangat. Dahulu waktu penyajian kuliner tinutuan hanya pada waktu makan
pagi hari, yaitu untuk sumokol (sarapan). Akan tetapi, dengan adanya perubahan
dinamika global, waktu penyajian pagi hari tergerus menyesuaikan dengan waktu
masyarakat. Masyarakat tidak memedulikan lagi aturan soal waktu makan. Akan
tetapi, hal penting bagi mereka, yaitu bisa menikmati kuliner tinutuan pada waktu
makan yang diinginkan.
Bukan hanya soal waktu makan, melainkan frekuensi penyajian pun
mengalami disorder. Masyarakat yang finansialnya mencukupi, frekuensi makan
kuliner tinutuan boleh setiap hari dan setiap ada keinginan. Akan tetapi, bagi
finansial tidak mampu, keinginan untuk mengonsumsi kuliner tinutuan setiap hari
dalam pola kebiasaan makan, tidak terlaksana.
Faktor yang memengaruhi eksistensi kuliner tinutuan dalam pola
kebiasaan makan di Kota Manado adalah faktor budaya, agama dan kepercayaan,
xv
perilaku (personal preference), rasa (psikologis), dan kesehatan. Faktor-faktor itu
saling memengaruhi eksistensi kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan makan,
sehingga tidak bisa dilepaskan satu sama lain.
Faktor budaya berbicara tentang kebiasaan yang dilakukan dalam bentuk
eksistensi kuliner tinutuan. Masyarakat mempunyai kebiasaan menggunakan
bahan pokok pangan gedi dan beras untuk eksistensi kuliner tinutuan, mereka
merasakan bukan kuliner tinutuan kalau tidak ada gedi. Walaupun demikian,
bahan pangan yang digunakan kadang kala kurang dari jumlah kebiasaan
penggunaan bahan pangan, tetap disebut kuliner tinutuan.
Bahan pangan yang digunakan tidak mengandung unsur tidak halal atau
haram sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaan. Artinya, kuliner tinutuan
dapat dikonsumsi oleh semua golongan agama dan kepercayaan. Oleh karena itu,
pada acara keagamaan kuliner tinutuan menjadi salah satu alternatif menu yang
disajikan. Bukan itu saja, di acara sosial atau pemerintahan pun kuliner tinutuan
disajikan karena mudah diterima dalam segi rasa dan penampilan. Di samping
itu, juga jumlah finansial yang digunakan masih lebih rendah daripada
menyajikan menu yang mengandung ikan atau daging.
Selain konteks penerimaan di atas dalam pola kebiasaan makan dimulai
dari pola kebiasaan makan di tengah keluarga. Faktor perilaku dalam keluarga,
yaitu ada anggota keluarga yang tidak menyukai kuliner tinutuan. Padahal, dari
hal umur, dan jenis kelamin, kuliner tinutuan dapat dimakan oleh semua umur,
dan jenis kelamin. Selain itu, juga berhubungan dengan makanan yang boleh
dan tidak boleh dimakan berkaitan dengan kesehatan. Faktor fungsi tubuh yang
xvi
mengalami penurunan seperti yang sakit infeksi atau sariawan, faktor umur lansia
dan anak balita merupakan suatu kesulitan untuk makan, apalagi memulihkan
kesehatan dengan makanan sehingga kuliner tinutuan sebagai pilihan.
Dampak dan makna eksistensi kuliner tinutuan dalam berbagai
manifestasinya berimplikasi terhadap dinamika kehidupan pola kebiasaan makan
di Kota Manado. Masyarakat yang mengalami resistensi kesehatan, hubungan
kekeluargaan atau kekerabatan, serta berupaya untuk peningkatan ekonomi,
representasi kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan makan memberikan dampak
yang positif bagi kesehatan, kesejahteraan sosial, dan kesejahteraan ekonomi.
Namun, di balik itu eksistensi kuliner tinutuan dapat berdampak negatif bagi
kesehatan jika tidak hygiene dalam proses persiapan, pengolahan, dan penyajian
yang tidak diperhatikan. Bahkan, tidak maksimal zat gizi yang terdapat dalam
bahan pangan diserap dalam tubuh.
Kuliner tinutuan telah menjadi representasi makanan andalan dalam pola
kebiasaan makan di Kota Manado dalam menggerakkan pembangunan kesehatan,
sosial, dan ekonomi. Dengan demikian, eksistensi kuliner tinutuan dapat
memberikan makna politik, kerukunan/kekerabatan, dan pola makan sehat.
Simpulan yang merupakan titik tolak temuan penelitian ini berangkat dari
rumusan masalah yang dikaji terdapat tiga temuan penelitian untuk kepentingan
ilmu pengetahuan. Pertama, terjadinya benturan nilai filosofis kuliner tinutuan
dengan nilai kapitalis. Hal ini mengakibatkan tergesernya nilai filosofis kuliner
tinutuan meliputi: (a) Bergesernya sifat bentuk kuliner tinutuan. Secara tradisional
kuliner tinutuan disiapkan, diolah, dan disajikan bersama-sama bahkan
xvii
mengonsumsi pun bersama-sama, berubah menjadi bentuk individualisme. (b)
Bergesernya nilai mutu kuliner tinutuan pada zaman sekarang dengan
penambahan kuantitas bahan pangan. Tradisi lisan kuliner tinutuan diawali dari
campuran bahan-bahan pangan yang kuantitasnya tidak lebih dari dua bahan
pangan, berubah menjadi sembilan bahkan bisa lebih sesuai keinginan. (c)
Bergesernya persepsi dan ideologi terhadap eksistensi kuliner tinutuan dalam pola
kebiasaan makan. Eksistensi kuliner tinutuan sebagai pola kebiasaan makan yang
disajikan setiap hari, berubah menjadi sajian kuliner yang “langka”
keberadaannya di dapur rumah tangga. Berdasarkan teori Hall masuk akal bahwa
identitas kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan makan di Kota Manado bukanlah
sesuatu yang eksis. Dengan kata lain, identitas itu dibangun, diciptakan
ketimbang ditemukan oleh representasi kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan
makan di Kota Manado.
Kedua, kuliner tinutuan belum disajikan di semua acara strata sosial-
ekonomi masyarakat. Hasil penelitian dari Tambahani (2002), Weichart (2004),
Pamantung (2015), Kandou (2012), Lasmanawati (2010), dan Nanariaini dkk
(2015) kuliner tinutuan berguna untuk kesehatan dan usaha bisnis yang
menguntungkan serta dikonsumsi masyarakat. Akan tetapi, jika direpresentasikan
sebagai menu hidangan acara pesta pernikahan dan acara adat masyarakat belum
ada yang berani melakukannya. Sejak kuliner tinutuan membumi di Kota Manado
belum ada pelopor politik representasi kuliner tinutuan sebagai hidangan acara
pesta pernikahan dan acara adat masyarakat/hari raya keagamaan.
xviii
Ketiga, keyakinan bahwa modernisasi dan globalisasi telah
menghegemoni, memarginalisasi, dan memunahkan tradisi-tradisi lokal ternyata
dalam penelitian ini keyakinan tersebut tidak sepenuhnya benar. Artinya,
walaupun terjadi hegemonisasi budaya hegemonik, moderinisasi dan globalisasi
di Kota Manado, ternyata juga memberikan manfaat positif bagi efektif dan
efisiensi bentuk persiapan, pengolahan, dan penyajian eksistensi kuliner tinutuan.
Masyarakat perkotaan dengan aktivitas yang padat sehingga memiliki
waktu terbatas untuk eksistensi kuliner tinutuan dalam rumah tangga dapat
memilih alat masak dan makan yang tidak memerlukan waktu lama untuk
mengolah makanan. Tempat penjualan bahan pangan pun dimudahkan dengan
hadirnya pasar-pasar modern. Demikian pula hadirnya bisnis kuliner memberi
ruang mengonsumsi tanpa merasakan lelah pengolahan dan terpakainya waktu
untuk mengolah.
Sesuai dengan tujuan dan temuan penelitian, saran dan rekomendasi yang
dapat disampaikan adalah sebagai berikut. Pertama, para pengelola kuliner
tinutuan untuk menanamkan kebiasaan dalam persiapan, pengolahan, dan
penyajian kuliner tinutuan memperhatikan keamanan pangan, alat masak dan
makan serta kebersihannya sehingga tidak terjadi disorder.
Kedua, pendidik disarankan agar dalam proses pembelajaran muatan lokal
memberikan materi yang berhubungan dengan tradisi lisan berupa eksistensi
kuliner tinutuan. Proses pembelajaran muatan lokal diharapkan terbentuk sikap
pewarisan budaya kuliner tinutuan dari generasi saat ini ke generasi penerus. Hal
xix
itu penting karena faktor budaya adalah salah satu faktor yang memengaruhi
eksistensi kuliner tinutuan.
Ketiga, masyarakat disarankan agar dalam program pemberian makanan
tambahan kepada anak balita dan anak sekolah selalu diberikan kuliner tinutuan
karena selain membiasakan anak mengenal dan menyukai makanan tradisional
sejak dini juga berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh anak.
Keempat, tokoh masyarakat termasuk di dalamnya tokoh agama dan tokoh
pendidik selalu memberikan contoh menyajikan kuliner tinutuan, baik dalam
acara pesta individu maupun keagamaan, sebagai proses pembelajaran pola
kebiasaan makan kuliner tinutuan pada acara-acara dimaksud di tengah
masyarakat.
Kelima, penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan
kepada pemilik hotel, pemilik rumah makan, dan petani sebagai upaya
peningkatan kesejahteraan ekonomi. Di samping itu, juga bagi pemerintah
terutama para penentu kebijakan untuk bersama-sama selalu memanfaatkan pola
kebiasaan makan kuliner tinutuan sebagai upaya mewujudkan tujuan
pembangunan dalam kesejahteraan sosial ekonomi, juga salah satu penunjang
pariwisata di kawasan Kota Manado.
xx
GLOSARIUM
ada (being) : menjelaskan suatu fondasi ontologis yang melandasi
keberadaan manusia, makluk, atau objek-objek lainnya
agresi : perbuatan bermusuhan yang bersifat penyerangan fisik
ataupun psikis terhadap pihak lain
akang : kakak, sebutan untuk saudara laki-laki atau perempuan
yang dituakan (dihormati)
alegori : cerita, gambar atau citra visual, di balik makna literal
dan eksplisitnya tersembunyi makna lain yang berbeda
arbiter : hubungan antara penanda dan petanda tidak berdasarkan
hubungan alamiah, tetapi diada-adakan
argonoleptik : uji indra atau uji sensori sebagai alat utama untuk
pengukuran daya penerimaan terhadap produk
arsenic : bahan metaloid yang terkenal beracun digunakan sebagai
pestisida, herbisida, insektisida, dan dalam berbagai alat
asumsi : dugaan yang diterima sebagai dasar; landasan berpikir
karena dianggap benar
bakteri Aspergillus : fungi dapat ditemukan melimpah di alam, diisolasi dari
tanah, sisa tumbuhan, dan udara di dalam ruangan
bakteri E. coli : bakteri dalam usus besar manusia, sumbernya daging
yang belum masak, seperti daging hamburger
bakteri pathogen : jenis bakteri, kelompok patogenik, yang berarti penyebab
penderitaan
batata merah : ubi manis warna merah kecokelatan, bahkan ada yang
ungu dan putih
beras menir : butir beras yang lolos dari ayakan atau saringan (pecahan
beras halus yang terjadi ketika ditumbuk)
boraks : dalam dunia industri, boraks menjadi bahan solder,
bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik kayu, dan
pengontrol kecoak
xxi
bowong : bahasa suku Sanger yang berarti atas, mempunyai makna
pula pergi ke Kota Manado
bowontehu : bahasa suku Sanger yang berarti kerajaan yang terletak di
atas hutan
brenebon : masakan sup kacang merah khas Indonesia Timur
khususnya ditemukan pada khazanah masakan Minahasa
cakalang : cakalang (katsuwonus pelamis) adalah ikan berukuran
sedang dan ada pula yang menyebutnya tongkol
cakalang fufu : ikan cakalang olahan yang dibumbui, diasap, dan dijepit
dengan kerangka bambu
citraan : sesuatu yang dapat ditangkap secara perseptual, tetapi
tidak memiliki eksistensi substansial
Clostridium botulinum : bakteri yang memproduksi racun botulin, penyebab
terjadinya botulisme
Clostridium perfringers: spesies bakteri gram positif yang dapat membentuk spora
dan menyebabkan keracunan makanan
dabu-dabu bakasang : racikan sambal dengan mencampur isi perut ikan yang
sudah difermentasikan
dabu-dabu roa : racikan sambal dengan ikan roa (ikan laut jenis ikan
terbang ditemukan di perairan laut utara Pulau Sulawesi
sampai Kepulauan Maluku
dedak : serbuk halus dari kulit padi (untuk makanan ayam, itik,
dan sebagainya)
dekonstruksi : metode analisis membongkar khususnya struktur oposisi
biner sehingga menciptakan satu permainan tanda yang
tanpa akhir dan tanpa makna akhir
delinasi : penggambaran hal penting dengan garis dan lambang
(tentang peta dan sebagainya)
deteritorialisasi : proses menghilangkan batas-batas wilayah secara ketat
diferensi : proses pembedaan hak dan kewajiban warga masyarakat
berdasarkan perbedaan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan
disensus : menolak dengan tegas untuk bersepakat dengan
kelompok atau siapa saja yang melawan
xxii
diskursif : berkaitan dengan nalar atau kemampuan atau kecerdasan
yang menyimpang dan tidak berhubungan satu sama lain
disorder : kondisi ketidakberaturan atau kekacauan, yang tidak
memungkinkan untuk meramalkan suatu keadaan di
dalamnya
diversifikasi : usaha penganekaragaman produk (bidang usaha) dan
sering digunakan untuk penganekaragaman pangan
E. coli : Escherichia coli atau E. coli adalah sejenis bakteri yang
umum ditemukan di dalam usus manusia yang sehat
eksistensi : segala sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa
sesuatu itu ada
elastisitas : perbandingan perubahan proporsional dari sebuah
variabel dengan perubahan variabel lainnya
estetika : filosofi mengenai sifat dan persepsi tentang
keindahan, khususnya di dalam seni
etnografi : strategi penelitian ilmiah untuk mengumpulkan data
empiris tentang masyarakat dan budaya manusia
exodus : pergi ke luar dari suatu tempat yang biasanya karena di
tempat tersebut sudah tidak aman lagi
fakta : segala sesuatu yang memiliki eksistensi faktual, yaitu
yang dapat ditangkap oleh kemampuan indra manusia
fantasmagoria : muncul dan menghilangnya citra dan panorama, baik
sosok-sosok nyata maupun imajiner
fast food : makanan cepat saji, yang sebelumnya sudah dilakukan
proses pengolahan tahap awal
fermentasi : penguraian metabolik senyawa organik oleh
mikroorganisme yang menghasilkan energi
formalin : larutan bening berbau menyengat, mengandung sedikit
metanol untuk bahan pengawet dan pembunuh kuman
fraktual : berdasarkan kenyataan yang mengandung kebenaran
gahenang/mahenang : bahasa Sangir Tua yang berarti api yang menyala/
bercahaya, dan sama artinya dengan wenang atau benang
xxiii
gedi : tanaman mirip ubi kayu, daunnya dapat dimakan,
rasanya agak manis
hegemoni : suatu titik makna temporer yang mendukung pihak yang
kuat atau bentuk penguasaan terhadap kelompok tertentu
higiene/higienis : kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan
atau memperbaiki kesehatan
hiperrealitas : istilah Baudrillard untuk menjelaskan keadaan runtuhnya
realitas, yang diambil alih oleh rekayasa model-model
(citraan, halusinasi, simulasi)
homeostatis : keadaan dalam tubuh makhluk hidup yang
mempertahankan konsentrasi zat dalam tubuh,
khususnya darah agar tetap konstan
impuls : rangsangan atau gerak hati yang timbul dengan tiba-tiba
untuk melakukan sesuatu tanpa pertimbangan
inferior : perasaan rendah diri karena mutu rendah, baik dalam
intelektual maupun fisik
institusionalisasi : proses pembentukan pranata sosial dari sejumlah norma
yang ada
intertekstualitas : kesalingbergantungan satu teks dengan teks-teks
sebelumnya, yang satu sama lain saling mengisi
kapitalisme : sistem ekonomi produksi dan objek konsumsi merupakan
kepemilikan dan kekuasaan pribadi
klise : makna atau efek aslinya memudar, bahkan menyebalkan,
ketika elemen tersebut awalnya dianggap bermakna atau
baru
klorin : gas bersifat racun dan berbau menyesakkan, dipakai
sebagai zat pemutih dan pembunuh kuman dalam air
komoditas : segala sesuatu yang diproduksi dan dipertukarkan
dengan sesuatu yang lain, biasanya uang
konotasi : aspek makna berkaitan dengan perasaan, emosi, dan
nilai-nilai kebudayaan dan ideologi
kuliner : hasil olahan masakan berupa lauk-pauk, makanan
penganan, dan minuman
xxiv
logos : kebenaran dari kebenaran, atau kebenaran tertinggi yang
merupakan sumber dari segala kebenaran
logosentrisme : sistem pemikiran yang mencari legitimasinya dengan
mengacu pada dalil-dalil kebenaran universal
midal : menu makanan khas Manado yang terdiri atas bahan
dasar mie dan tinutuan
mikroba pathogen : mikroba menyebabkan penyakit dapat ditemukan di
berbagai tempat, tersebar luas di tanah, air, udara,
tanaman, hewan, dan manusia
mikroorganisme : organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk
mengamatinya diperlukan alat bantuan
milu : jagung muda yang rasanya manis, dan baru dipanen,
biasanya dibakar atau direbus sebagai makanan
penganan
nasi jaha : menu khas Manado terdiri atas bahan beras, santan,
dibumbui, dimasukkan ke bambu, kemudian dimasak
dengan arang kayu atau serabut kelapa kering
noise : setiap gangguan acak terhadap sinyal atau tanda di dalam
sistem komunikasi/tatanan dan interaksi sosial
oposisi biner : sebuah sistem yang membagi dunia dalam dua kategori
yang berhubungan
order : kondisi keberaturan yang di dalamnya setiap keadaan
secara teratur
penanda : citraan atau kesan mental dari sesuatu yang bersifat
verbal atau visual, seperti suara, tulisan, atau benda
persepsi : tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan
informasi sensoris untuk memberikan gambaran dan
pemahaman tentang lingkungan
pestisida : bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak,
atau membasmi organisme pengganggu
petanda : konsep abstrak atau makna yang dihasilkan oleh tanda
atau gambaran mental, pikiran, atau konsep
xxv
pluralism : suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama
sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah
relatif
pola : bentuk atau model (yang bisa dipakai untuk membuat
atau untuk menghasilkan sesuatu atau bagian dari
sesuatu
representasi : proses objek masuk ke akal untuk diproses, hasilnya
sebuah konsep/ide akan disampaikan/diungkapkan
kembali
resepsi : kegiatan suatu pesta yang dihadiri oleh para undangan
atau tamu undangan atau tamu-tamu tertentu
residu pepstisida : pestisida yang masih tersisa pada bahan pangan setelah
diaplikasikan ke tanaman pertanian
revitalisasi : proses atau cara dan perbuatan untuk menghidupkan
kembali suatu hal yang sebelumnya terberdaya
semiotika : studi tentang tanda-tanda dan proses tanda (semiosis),
indikasi, penunjukan, kemiripan, analogi, metafora,
simbolisme, makna, dan komunikasi
tergerus : terhancurkan sedikit demi sedikit
xxvi
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ............................................................................................. i
PRASYARAT GELAR ...................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................... iv
UCAPAN TERIMAH KASIH ............................................................................ v
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT .......................................................................................................... ix
RINGKASAN ..................................................................................................... x
GLOSARIUM ..................................................................................................... xx
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xxv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xxvii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xxviii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 9
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 9
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................... 9
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 10
xxvii
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 10
1.4.1 Manfaat Teoretis ................................................................................ 10
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN ........................................................... 12
2.1 Kajian Pustaka ............................................................................................. 12
2.2 Konsep ......................................................................................................... 18
2.2.1 Eksistensi Kuliner Tinutuan ................................................................ 18
2.2.1.1 Eksistensi ................................................................................ 18
2.2.1.2 Kuliner .................................................................................... 19
2.2.1.3 Tinutuan ...... …………………………………………………. 22
2.2.2 Pola Kebiasaan Makan ........................................................................ 24
2.3 Landasan Teori ......................................................................................... … 26
2.3.1 Teori Dekonstruksi… .............. …………………………………..….. 28
2.3.2 Teori Semiotik … .............. .………………………………………… 30
2.3.3 Teori Gastronomi ..... ……………………………………………….. 32
2.4 Model Penelitian .............. …………………………………………………. 34
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 37
3.1 Rancangan Penelitian ............. …………….………………………………. 37
3.2 Lokasi Penelitian ............. …………………….…………………………… 38
3.3 Jenis dan Sumber Data ............ ……………….…………………………… 39
xxviii
3.4 Penentuan Informan .......................... ..…………….……………………… 39
3.5 Instrumen Penelitian ............ ……………………………………………… 41
3.6 Teknik Pengumpulan Data ............ ………………………………………. 41
3.6.1 Teknik Observasi ............. …………………….……………………. 42
3.6.2 Teknik Wawancara ........... …………………………………………. 43
3.6.3 Studi Dokumen .......... ……………………….…….……………..… 46
3.7 Teknik Analisis Data ........ ……………………………….……………….. 47
3.8 Penyajian Hasil Analisis Data ........ ……………………………………… 48
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN
KEBUDAYAAN ................................................................................ 49
4.1 Sejarah Kota Manado .................. ……………………………………….... 49
4.2 Sejarah Tinutuan ................. ……………………………………………… 64
4.3 Letak dan Kondisi Geografis ...................................................................... 70
4.4 Demografi Penduduk ............... …………………………………………... 76
4.5 Bahasa ............... ………………………………………………………….. 82
4.6 Sistem Religi ................. ………………………………………………….. 87
4.7 Struktur Kemasyarakatan………………………………………………….. 88
BAB V BENTUK-BENTUK EKSISTENSI KULINER TINUTUAN
DALAM POLA KEBIASAAN MAKAN DI KOTA MANADO ......... 103
5.1 Bentuk Persiapan Kuliner Tinutuan .............................................................. 103
xxix
5.1.1 Menyiapkan Alat Masak dan Makan ................................................... 104
5.1.2 Pemilihan Bahan Pangan ..................................................................... 113
5.1.3 Pencucian Bahan Pangan……………………………………….. ....... 131
5.2 Bentuk Pengolahan Kuliner Tinutuan………………………………. ......... 139
5.3 Bentuk Penyajian Kuliner Tinutuan ………………...…………........ ......... 144
5.3.1 Jenis Kuliner Tinutuan………………………………………... ........ 144
5.3.2 Waktu Penyajian………………………………………………. ....... 154
5.3.3 Frekuensi Penyajian…………………………………………… ....... 156
BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EKSISTENSI
KULINER TINUTUAN DALAM POLA KEBIASAAN
MAKAN DI KOTA MANADO ........................................................... 160
6.1 Faktor Budaya……………………………………………………….. ........ 160
6.2 Faktor Agama/Kepercayaan………………………………..………… ....... 179
6.3 Faktor Sosial Ekonomi………………………………………………. ........ 189
6.4 Faktor Rasa (Psikologis)………………………………… .......................... 196
6.5 Faktor Kesehatan………………………………………………………. .... 200
BAB VII DAMPAK DAN MAKNA EKSISTENSI KULINER
TINUTUAN DALAM POLA KEBIASAAN
MAKAN DI KOTA MANADO ........................................................ 205
7.1 Dampak……………………………………………………………...... ....... 205
7.1.1 Kesehatan…….……………………………………………. .............. 205
xxx
7.1.2 Kesejahteraan Sosial………………………………………. .............. 218
7.1.3 Kesejahteraan Ekonomi…………………………………… .............. 235
7.2 Makna……………………………………………………………. ............. 242
7.2.1 Politik……………………………………………………….. ............ 242
7.2.2 Kerukunan dan Kekerabatan………………………………… ........... 253
7.2.3 Pola Makan Sehat………………………………………….. ............. 258
BAB VIII SISTEM PEWARISAN KULINER TINUTUAN ............................. 265
8.1 Pewarisan dalam Keluarga .................. ……………………………………. 268
8.2 Pewarisan dalam Bisnis ............................................................................... 272
BAB IX SIMPULAN DAN SARAN………………………………. .............. 274
9.1 Simpulan…………………………………………………………. .............. 274
9.2 Temuan Penelitian…………………………………………………………… 278
9.3 Saran ............................................................................................................. 280
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. ........... 282
LAMPIRAN……………………………………………………………. ........... 294
1. Daftar Informan …………………………………………... .......................... 295
2. Pedoman Wawancara ……………………………………………. ................ 297
3. Foto dan Data Penelitian ………………………………………………. ....... 299
xxxi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Luas Wilayah Manado Menurut Kecamatan.......................... ........... 75
Tabel 4.2 Banyak Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2014............ ............ 79
Tabel 4.3 Banyak Penduduk Menurut Golongan Umur &
Jenis Kelamin Data Statistik Tahun 2012................................ ......... 81
Tabel 4.4 Contoh Kata Serapan Bahasa Asing dalam
Dialek Melayu Manado............................................................ .......... 84
xxxii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Model Penelitian......................................................... .................... 36
Gambar 4.1 Gambar Kota Manado................................................ ..................... 64
Gambar 4.2 Kuliner Tinutuan........................................................ ..................... 69
Gambar 4.3 Peta Kota Manado..................................................... ...................... 71
Gambar 4.4 Kesenian Musik Kolintang........................................ ...................... 94
Gambar 4.5 Kesenian Musik Bambu............................................ ...................... 95
Gambar 4.6 Kesenian Musik Bia................................................. ...................... 96
Gambar 4.7 Kesenian Seni Tari Maengket................................... ...................... 97
Gambar 4.8 Pakaian Khas Manado.............................................. ....................... 101
Gambar 5.1 Suasana Persiapan Alat Masak dan Makan .................................... 105
Gambar 5.2 Pasar Tradisional Bahu ................................................................... 123
Gambar 5.3 Pasar Tradisional Bahu ................................................................... 123
Gambar 5.4 Penggunaan Kompor Gas Sebagai Alat Masak .............................. 139
Gambar 5.5 Kuliner Tinutuan Cair/Berkuah............................. ......................... 145
Gambar 5.6 Bentuk Tinutuan Kental........................................... ....................... 146
Gambar 5.7 Kegiatan Perjurian Lomba Memasak Tinutuan........ ...................... 148
Gambar 5.8 Penyajian Kuliner Tinutuan dengan Nilai Estetika.. ....................... 151
Gambar 5.9 Alat Masakan Kuliner Tinutuan yang Terbuat dari Kaca. .............. 152
Gambar 5.10 Alat Masakan Kuliner Tinutuan yang Terbuat
dari Stainles, Atom, dan Melamin..................................... ............ 153
xxxiii
Gambar 6.1 Daun Gedi................................................................. ...................... 162
Gambar 6.2 Tinutuan; Campuran Beras dan Gedi .............................................. 169
Gambar 6.3 Menikmati Tinutuan di Area Pusat Perbelanjaan (Mall) ................ 172
Gambar 6.4 Suasana Persiapan Pembuatan Nasi Jaha................. ...................... 184
Gambar 6.5 Makan Bersama Selesai Ibadah Paskah GMIM
Masyarakat Manado........................................................ ................ 186
Gambar 6.6 Hidangan Kuliner Tinutuan di Perayaan Ulang Tahun.. ................ 191
Gambar 6.7 Kelompok Arisan Wanita Kaum Ibu Kelurahan Kleak.. ............... 193
Gambar 7.1 Gapura Kawasan Wisata Kuliner Tinutuan di Jalan Wakeke ........ 251
Gambar 7.2 Suasana Komunitas Anak Muda yang sedang
Makan Kuliner Tinutuan................................ ................................ 253
Gambar 7.3 Suasana Kelompok Sosial yang
Menikmati Kuliner Tinutuan......................... ................................ 254
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap suku atau daerah di Indonesia memiliki makanan khas yang
menjadi identitas dan karakter komunitas pemiliknya dan dalam arti luas
merupakan identitas dan karakter bangsa. Identitas makanan khas suku atau
daerah dapat dikenal dan berkembang tidak hanya dari sumber tulisan, tetapi juga
berasal dari sumber tradisi lisan. Hal itu terjadi karena tradisi lisan tidak hanya
berupa cerita, mitos, legenda, dan dongeng, tetapi juga mengandung berbagai hal
yang menyangkut hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya, misalnya sistem
nilai, berbagai hasil seni, pengetahuan tradisional (local knowledge), sejarah,
hukum adat, pengobatan, sistem kepercayaan dan religi, astrologi, dan kearifan
lokal (local wisdom), termasuk di dalamnya makanan dan minuman tradisional
(Sukatman, 2009).
Tinutuan salah satu identitas makanan khas orang Manado dan termasuk
tradisi lisan karena mempunyai beberapa ciri yang disebutkan oleh Sibarani
(2012:43--46), yakni bersifat tradisional, mengandung nilai-nilai dan norma-
norma budaya, memiliki versi-versi penyampaian lisan, dan berpotensi
direvitalisasi. Di samping itu, ciri lainnya adalah tinutuan ini diwariskan turun-
temurun secara lisan (Danandjaja, 2002:1--2) sehingga menjadi budaya atau
kebiasaan budaya penduduk setempat yang merupakan repetisi dan reproduksi
atau kelanjutan dari masa lalu (Piliang, 2011; Pudentia, 2000). Hal penting
lainnya adalah segala bahan makanannya tersedia atau dapat disediakan bagi
2
pemenuhan kebutuhan hidup dalam arti nutrisional dan kultural yang diakui dan
dibenarkan oleh etnis atau penduduk setempat (Kalangi, 1984:5).
Tinutuan pun menjadi kearifan lokal dan identitas masyarakat Kota
Manado karena merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan
pengetahuan setempat atau kecerdasan setempat yang mencerminkan cara hidup
masyarakat lokal berbeda dengan budaya yang dimiliki oleh masyarakat lain
(Sutrisno & Putranto, 2005:364). Walaupun tinutuan makanan sejenis bubur yang
banyak terdapat di berbagai tempat di daerah Indonesia, tetapi ada perbedaan
identitas dengan budaya yang dimiliki oleh masyarakat lain. Perbedaan yang
dimaksud terletak pada salah satu campuran bahan sayuran kuliner tinutuan, yaitu
gedi, sumber tanaman jenis sayuran yang hanya tumbuh dan dikenal oleh orang
Manado. Meskipun tidak dapat dimungkiri bahwa seiring dengan perkembangan
zaman yang melahirkan zaman globalisasi telah mendorong kelahiran kompetisi
ide-ide baru sehingga gedi tidak hanya dapat ditemukan dan ditanam di daerah
asal saja tetapi juga ditemukan di daerah lain. Winarno (dalam Tambahani, 2002)
mengemukakan bahwa makanan yang berasal dari tempat kita lahir dan
dibesarkan sesuai dengan tradisi setempat disebut makanan tradisional.
Tinutuan atau lebih dikenal bubur manado sebagai salah satu trend
makanan orang Manado dari seratus satu kuliner yang menjadi ciri khas makanan
kuliner Kota Manado seperti nasi jaha, pala manis, menu daging tikus, paniki,
ular, dan menu ikan cakalang serta roa (Walasendow dan Turambi, 2010).
Kuliner tinutuan dilaksanakan dalam ritual budaya makan bersama yang diadakan
dalam lingkup keluarga dekat, dalam hal ini adanya pertalian darah. Namun, tidak
3
jarang dilakukan dalam lingkup yang lebih luas, seperti persaudaraan satu suku
walaupun tidak ada hubungan darah. Kekeluargaan dan gotong royong sudah
terasa pada tahap pertama dalam proses mempersiapkan makanan karena
memasak dilakukan bersama-sama.
Hal ini pulalah yang menjadi salah satu alasan penggunaan kata tinutuan
pada semboyan Kota Manado pada tahun 2005--2010 “kota Manado, kota
tinutuan” adalah karena kata tinutuan merefleksikan pluralisme, kemajemukan,
dan heterogenitas warga kota yang terdiri atas berbagai suku, agama, ras, strata,
tetapi hidup rukun dan damai karena „torang samua basudara‟. Kata tinutuan pun
populer lewat julukan 4-B: Bunaken, Beauty, Bubur, dan Boulevard. Empat
rangkaian kata tersebut mempresentasikan kota Manado. Bubur mewakili
makanan nikmat yang ada di wilayah ini. Beauty, karena terkenal dengan
kecantikan dan keramahan masyarakatnya, Bunaken, surga keindahan
pemandangan laut yang sudah terkenal hingga mancanegara, mewakili alam
indah terbentang di seluruh pelosok Sulawesi Utara, dan Boulevard menghadirkan
pusat bisnis di sepanjang jalan pantai (Pemkot Manado, 2015).
Tinutuan merupakan campuran berbagai macam sayuran dan sama sekali
tidak mengandung daging. Akan tetapi, ada beberapa tempat yang menyajikan
tinutuan dengan ikan cakalang yang sudah dihancurkan. Tinutuan ini sering
dijadikan „menu persahabatan‟ atau „hidangan pergaulan‟. Ada yang mengatakan
bahwa kalau ada orang Manado tidak bisa makan tinutuan, berarti dia bukanlah
orang Manado. Budaya makan tinutuan berawal dari suku Minahasa yang
menghadirkan falsafah tinutuan; Sa mepe’o Tinutuan manualis tou Minahasa,
4
artinya sekali mencicipi tinutuan akan menjadi orang Minahasa. Dalam falsafah
ini terkandung kearifan lokal yang sangat dalam, yakni harapan yang menjadi
kenyataan berdasarkan makna versi cerita pada masa penjajahan Belanda bahwa
seseorang sedang memasak di dapur dan ditanyai oleh orang Belanda, “ sedang
apa?‟ Ibu menjawab tindu tuan artinya sedang memasak, tuan. Ada harapan
bahwa orang Belanda ini mencicipi makanan yang dimasak ibu, yaitu bubur
dicampur sayur dan kenyataannya orang Belanda ini mencicipi dan menyukainya.
Semenjak itu nama makanan bubur dicampur sayur yang sedang dimasak
dinamakan tinutuan (Pamantung, 2015:248).
Kuliner tinutuan dalam bahasa para ekonom adalah produk bagi
pedagang dan merupakan sumber profit/laba. Menurut para ahli kesehatan,
kuliner tinutuan adalah sumber makanan bergizi, demikian juga bagi para
pekerja karena bagi mereka kuliner tinutuan adalah sumber tenaga. Bagi para
politikus, kuliner tinutuan merupakan salah satu alat politik. Sementara bagi
masyarakat ada mitos, yaitu sayur gedi dalam kuliner tinutuan dapat
menghindarkan dan menyembuhkan penyakit perut (melancarkan pembuangan
kotoran) dan membuat janin tumbuh sehat di samping melancarkan proses
persalinan. Dengan demikian, kuliner tinutuan memiliki nilai ekonomis,
higienis, politis, dan mitos.
Fenomena yang terjadi, yaitu kuliner tinutuan sebagai ikon Kota Manado
tidak mudah dijumpai di area pusat Kota Manado, yang disebut Pasar 45. Hal
tersebut juga terjadi di sekitar area Pasar 45 ada tempat unik yang disebut Jalan
Roda. Di tempat ini segala lapisan masyarakat bertemu sambil bermain catur
5
atau hanya berbincang mengenai berbagai hal seperti politik, agama, budaya, dan
ekonomi. Pengunjung bukan hanya masyarakat lokal saja, melainkan juga
wisatawan. Hal ini menurut Richard (dalam Putra dan Pitana, 2011:18) dilandasi
oleh adanya kecenderungan atau trend baru di kalangan wisatawan untuk mencari
sesuatu yang unik dari suatu kebudayaan. Akan tetapi, sayang sekali makanan
unik dari kebudayaan setempat yaitu kuliner tinutuan jarang dijumpai di sana.
Dari puluhan penjual makanan dan minuman, hanya terdapat lima kios atau kantin
yang memperjualkan tinutuan.
Dalam rangka hari ulang tahun (HUT) Kota Manado ke-390 pada tahun
2013 dilangsungkan lomba masak dan makan tinutuan masal yang dilaksanakan
di lapangan Sparta Tikala. Koki yang memasak berjumlah 150 orang dan dimakan
secara bersama-sama di tengah lapangan Tikala oleh 1000 orang lebih warga kota
Manado. Uniknya seluruh tinutuan yang dimasak oleh 150 koki dicicipi oleh
Wakil Walikota. Jumlah porsi tinutuan tahun 2013 lebih banyak pada tahun 2007,
yaitu 5000 porsi dan meraih rekor Museum Rekor Indonesia (MURI).
Wakil Walikota dalam sambutannya menyambut baik prakarsa Swiss
Belhotel Maleosan Manado yang mendukung penyelenggaraan lomba memasak
Tinutuan dalam rangka HUT ke-390 kota Manado di lapangan Sparta Tikala.
Harapan pemerintah yang disampaikan wakil Wali Kota Manado dalam
sambutannya bahwa kuliner khas Kota Manado ini bisa lebih dikenal dan bisa
menarik wisatawan serta kegiatan ini bisa dilestarikan.
Pernyataan wakil Wali Kota tersebut masih jauh dari harapan untuk
kekinian, karena wisatawan tidak mendapatkan menu kuliner tinutuan di setiap
6
hotel yang mereka huni dan rumah makan tradisional. Artinya, hotel-hotel
tertentu yaitu hotel berbintang empat dan tiga yang menyediakannya, sedangkan
hotel di bawah bintang tiga atau kelas melati untuk menikmati kuliner tinutuan
dengan mudah dan nyaman, mereka harus datang di Jalan Wakeke. Di kawasan
yang panjangnya kurang dari satu kilometer ini terdapat rumah makan yang
menyediakan tinutuan sebagai makanan tradisional. Akan tetapi, setelah jam dua
belas siang atau hari minggu dan libur, sebagian besar rumah makan kuliner
tinutuan di area ini tutup sehingga wisatawan akan sulit menikmati makanan
tradisional kuliner tinutuan.
Dapat dikatakan bahwa bukan hanya wisatawan yang sulit menjumpai
kuliner tinutuan, melainkan juga masyarakat Kota Manado. Tidak semua kantin
di kantor instansi pemerintah dan swasta, sekolah dan universitas, menyediakan
kuliner tinutuan sebagai salah satu menu yang dijual. Menurut Susanto (dalam
Tambahani, 2002), makanan tradisional adalah jenis-jenis makanan yang
dikonsumsi oleh suatu kelompok masyarakat berdasarkan golongan suku dan
daerah wilayah yang spesifik berdasarkan (1) resep makanan yang telah biasa
digunakan oleh keluarga dari waktu ke waktu, (2) bahan makanan yang digunakan
berasal dari daerah setempat baik merupakan hasil usaha tani maupun tersedia
dalam sistem pasar setempat, serta (3) rasa dan tekstur sesuai dengan selera
anggota keluarga dan masyarakat setempat. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa kuliner tinutuan sebagai makanan tradisional. Resepnya telah biasa
digunakan dari waktu ke waktu, bahan makanan tersedia di pasar setempat, rasa
7
dan tekstur sesuai dengan selera, mudah dijumpai dan dinikmati oleh semua
kalangan masyarakat Kota Manado.
Kenyataannya, kuliner tinutuan sebagai makanan tradisional yang
mempunyai nilai higienis, yaitu sumber makanan bergizi tergeser dengan
perubahan pola kebiasaan makan generasi muda, khususnya anak-anak.
Perubahan yang terjadi, yaitu dari pola kebiasaan makan tradisional tinutuan
ke pola makan barat, seperti fast food yang banyak mengandung kalori, lemak,
dan kolesterol (Yuliarti, 2007:193) sehingga menimbulkan masalah kesehatan
seperti data temuan angka penyakit berikut ini. Survei Nasional tahun 2001 di
empat kota (Jakarta, Semarang, Makasar, Surabaya) menunjukkan bahwa
prevalensi kegemukan pada wanita usia produktif daerah kumuh perkotaan
berkisar antara 18--25 persen, yang justru lebih besar daripada prevalensi kurus
(11--14 persen). Hal yang sama terjadi di wilayah pedesaan Provinsi Jawa Barat,
Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat, Nusa Tenggara
Barat, dan Sulawesi Selatan, prevalensi kegemukan berkisar 10--21 persen,
sementara prevalensi kurus antara 10--14 persen.
Angka prevalensi kegemukan lebih besar daripada prevalensi kurus pada
wanita usia produktif daerah kumuh perkotaan itu terjadi karena pola kebiasaan
makan mereka yang rendah konsumsi buah dan sayur. Demikian juga pada
Susenas tahun 1999, konsumsi sayur dan buah sebesar 309 gram per kapita per
hari. Angka ini turun pada Susenas tahun 2004 menjadi 221 gram per kapita per
hari. Rendahnya konsumsi buah dan sayur ini berkontribusi pada rendahnya
8
konsumsi serat yang baru mencapai rata-rata 10 gr/hari, jauh lebih rendah
daripada kecukupan sebesar 30 gr/hr (Wiboworini, 2007:30--31).
Masalah kesehatan akibat perubahan pola kebiasaan makan tradisional
ke pola kebiasaan makan barat pun terjadi di Kota Manado. Berdasarkan hasil
penilaian status gizi penduduk Kota Manado pada Oktober 2015 (Dinkes Manado,
2015) didapati anak di bawah lima tahun (balita) berstatus gizi kurang (12,0%)
dan yang berstatus gizi buruk (0,7%). Di samping itu, ditemukan pula anak balita
yang berstatus gizi lebih (2,49%). Dari hasil survei dapat diketahui pula
prevalensi kurang energi protein (KEP) pada anak balita sebanyak 12,68%. KEP
anak balita tertinggi terdapat di Kecamatan Singkil (Puskesmas Wawonasa dan
Kombos), yaitu sebesar 23,68% dan terendah di Kecamatan Malalayang dan Sario
(Puskesmas Bahu dan Sario). Salah satu faktor penyebabnya adalah anak balita
kurang menyukai sayur, termasuk di dalamnya tinutuan.
Data masalah yang terjadi di atas menunjukkan adanya perubahan gaya
hidup suatu masyarakat dalam kaitannya dengan makanan dan perubahan budaya.
Pergulatan antara nilai-nilai budaya lokal semakin tinggi intensitasnya sehingga
terjadi transisi budaya atau perubahan karena pengaruh nilai budaya global.
Masyarakat Indonesia yang kental terhadap nilai budaya lokal tetap
mempertahankan budaya atau tradisi termasuk tradisi lisan sebagai the power of
cultural yang berkepribadian Indonesia. Moleong (dalam Mariyah, 2004:8)
mengatakan bahwa makna-makna dalam kebudayaan hanya bisa tersingkap
apabila dilakukan pendekatan secara interpretative, yakni upaya rekaan terhadap
unsur-unsur kebudayaan yang sering kali tampak solah-olah tidak ada
9
hubungannya dengan kehidupan kekinian. Kenyataan ini membuat penulis tertarik
meneliti makanan tradisional tinutuan sehubungan dengan fenomena di atas, yaitu
berusaha mengungkap eksistensi makanan tradisional tinutuan sebagai pola
kebiasaan makan di Kota Manado.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana bentuk eksistensi kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan makan di
Kota Manado?
2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi eksistensi kuliner tinutuan dalam pola
kebiasaan makan di Kota Manado?
3. Apa dampak dan makna eksistensi kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan
makan di Kota Manado?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meneliti nilai-nilai tradisi
lisan yang mengakar pada kajian budaya berkaitan dengan eksistensi kuliner
tinutuan terhadap pola kebiasaan makan di Kota Manado. Di samping itu, juga
sekaligus memberikan informasi kepada masyarakat mengenai bentuk, faktor-
faktor serta dampak dan makna yang dimunculkan oleh kuliner tinutuan.
Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan kontribusi kepada pemerintah
10
daerah dalam pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan kebudayaan
untuk membangkitkan kembali tradisi lokal yang mulai terancam punah akibat
modernisasi. Penelitian ini juga diharapkan dapat memotivasi peneliti-peneliti
selanjutnya dalam memperoleh kontribusi secara keilmuan bagi akademisi dalam
melakukan penelitian selanjutnya.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini dilakukan dengan maksud, sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bentuk eksistensi kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan
makan di Kota Manado.
2. Untuk memahami faktor-faktor yang memengaruhi eksistensi kuliner
tinutuan dalam pola kebiasaan makan di Kota Manado.
3. Untuk menginterpretasikan dampak dan makna eksistensi kuliner tinutuan
dalam pola kebiasaan makan di Kota Manado.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, manfaat penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
temuan yang bisa memberikan kontribusi bagi upaya pengembangan keilmuan
kajian budaya. Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
memperkaya ilmu pengetahuan yang bersifat interdisipliner.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut.
11
1. Memberikan masukan pada pendokumentasian, terutama eksistensi
kuliner tinutuan dalam pola kebiasaan makan sebagai makanan
tradisional yang bergizi baik untuk kesehatan.
2. Memberikan bahan masukan bagi pembaca penelitian ini dalam
pelestarian tradisi lisan Nusantara yang banyak dan kompleks,
khususnya bagi masyarakat Kota Manado.
3. Menunjang program pemerintah dalam pelestarian tradisi lisan yang
berdampak positif dalam kehidupan masyarakat yang mulai mengalami
gejala penurunan dan kepunahan.