Upload
others
View
48
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN PERSEPSI KONDISI KERJA
DENGAN AGRESIVITAS KARYAWAN PROYEK
GEDUNG BERTINGKAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
U i !!II!II~.
Oleh:
f'l!e\'ilj, -- -~-=:J"
~~~'.llndUk !:S66;S~:~~fI[~:~~•• • &O~•••••~ ".
klasHlknsi : ............................................ "
ROMIOKTAVIARDI
NIM: 105070002256
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 HI 2009 M
HUBUNGAN PERSEPSI KONDISI KERJA
DENGAN AGRESIVITAS KARYAWAN PROYEK"-;-;;-=-~~. .... .. . ..
GEDUNG BERTING ~IRPus!UIN SYAH1D JAKI"FfC,(\
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
ROMIOKTAVIARDI
NIM: 105070002256
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing,
~RDrs. Sofiandy Zakaria, M.Psi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H 12009 M
11
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "HUBUNGAN PERSEPSI KONOISI KERJA OENGAN
AGRESIVITAS KARYAWAN PROYEK GEDUNG BERTINGKAT" telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal12 November 2009.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Psikologi.
Jakarta, 12 November 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
-Jahja Umar, Ph.D
NIP. 130 885 522
Penguji I
Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi
NIP. 150368748
Sekretaris Merangkap Anggota,
Dra.~~M.SiNIP. 195612231983032001
Anggota,
Penguji 1/
.~
~Ikhwan Luthfi, M.Psi., Psi
NIP. 150368809
Pembimbing,
~Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi
III
MOTTO
Sa6ar ffu Haria 6afamJa...1lkP femu~n kPfkfifasan rlan kP6ahtlJfan kPH~
sOJafa sesuafuYl!Ja k.tJserah~n kPfarla-N.Ja.
"Oem sun!JJuh akfln 1<.ami herikfln cohaan kPpadamu,tle11Jan set#k.ttkPfa~n, kPfaparan, kPkPran!Jan haffa,
jiwa dan huah-huahan. Oan herikflnfah herifa!JemhirakPpada oran!J-oran!JJa11J saharl~ (as. J'lf13af4t'a6 J'l!Jaf(55)
rltta. rima-. daurI~-~~. 4eIlt4
~ 11ta4~~ Jdata~~
~~~dau~~
~~~~dau
~.
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi(B) November 2009(C) Romi Oktaviardi: 105070002256(D) Hubungan Persepsi Kondisi Kerja dengan Agresivitas Karyawan Proyek
Gedung Bertingkat(E) Xvii + 103 + lampiran
(F) Perusahaan konstruksi bangunan gedung bertingkat mempunyaikarakteristik yang berbeda dengan perusahaan lainnya. Letakperbedaannya dapat dilihat pada kondisi lingkungan kerjanya.Lingkungan kerja di proyek bangunan bertingkat sangat bising (noise),sarat getaran-getaran mekanis hingga temperatur udara yang panas.Setiap karyawan dapat mempersepsikan kondisi kerjanya denganberbeda-beda. Persepsi Kondisi kerja adalah proses kognitif dimanaseorang individu memberikan arti kepada stimulus terhadap suasana diIingkungan tempat kerja baik Iingkungan fisik, psikologis maupuntemporer kerja yang dapat mendukung dan membantu seseorang dalammelakukan pekerjaannya. Kondisi ke~a dibagi dalam tiga aspek yaitukondisi fisik kerja, kondisi psikologis kerja dan kondisi temporer kerja.Kondisi-kondisi Iingkungan seperti itu dapat menimbulkan agresivitaskaryawan. Agresivitas adalah segala keinginan-keinginan yang relatifmelekat pada diri individu untuk menjadi agresif dalam berbagai situasiyang berbeda yang dapat disalurkan dalam bentuk perilaku yangdisengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lainbaik secara fisil<! psikis ataupun.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsikondisi kerja dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat diPT. Djasa Ubersakti Jakarta.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif korelasional.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatankuantitatif. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian inimenggunakan teknik simple random sampling atau sampel acaksederhana dengan jumlah sampel 30 (tiga pUluh) orang karyawan.Teknik pengumpulan data dengan menggunakan skala persepsi kondisikerja dan skala agresivitas. Data yang diperoleh dari penelitian inimenggunakan analisa statistik oleh Pearson Correlation.
Dari hasil analisis korelasi dihasilkan nilai r hhung sebesar 0.504.Sementara nilai r table pada taraf signifikansi 5% dengan n sebesar 30adalah 0.361. Ini berarti r hilung (0.504) > r lable (0.361), maka Hal diterimadan Hol ditolak. Sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan yangsignifikan antara persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawanproyek gedung bertingkat. Sedangkan untuk regresi, didapatkan hasil Fhhung sebesar 9.518 dan F table untuk n = 30 sebesar 4,20 dengandemikian nilai F hhung > dari F tabel, maka Ha2 diterima dan Ho2 ditolak.Sehingga disimpulkan bahwa ada sumbangan persepsi kondisi kerjaterhadap agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat.
Diskusi dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikanantara persepsi kondisi kerja dengan agresivitas. Sentuk korelasinyaadalah positif dimana semakin rendah persepsi kondisi kerja makasemakin rendah agresivitas karyawan. Persepsi kondisi kerjamemberikan sumbangan terhadap agresivitas sebesar 25,4 % danselebihnya 74,6 % adalah kemungkinan variabellain yang juga memilikiperanan terhadap perubahan agresivitas. Kondisi kerja yang tidaknyaman dapat memberikan peluang dan pengaruh terhadap timbulnyaagresivitas karyawan proyek gedung bertingkat. Saran untuk penelilianselanjutnya adalah agar menggunakan metode pengumpulan data yanglebih variatif seperti observasi dan wawancara mendalam dengan pihakterkait. Serta memperbanyak jumlah sampel penelitian sehingga dapatmemberikan hasil yang lebih representatif. Kemudian diharapkan agarperusahaan terus memperhatikan dan meningkatkan kondisi kerjakaryawan sehingga karyawan merasa nyaman dan produktifitas kerjapunsemakin meningkat.
(G) Daflar pustaka: 35 (1976-2009)
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology(B) November 2009(C) Romi Oktaviardi: 105070002256(D) Correlation between Perceptions of Working Conditions with
aggressiveness of Employees High-Rise Building Projects(E) Xvii + 103 + enclosure
(F) Construction companies have different characteristics with othercompanies or industries. These differences can be seen in the workenvironment conditions. Employee project high-rise buildings are alwaysconfronted with the physical working conditions are noisy, full ofmechanical vibrations and high air temperature. Each employee mayperceive his work environment with the varied conditions. Perceptions ofworking conditions is a cognitive process in which an individual givesmeaning to the stimulus of the atmosphere in the workplace includes thephysical environment, psychological and temporary employment that cansupport and assist a person while doing his job. Working conditions aredivided into three aspects including the physical conditions, thepsychological conditions and temporary conditions of employment.Environmental conditions like that can cause aggressiveness ofemployees. Aggressiveness is all relative desire inherent in the individualself to be aggressive in different situations that can be manifested in theform of intentional behavior with the intent to hurt or harm othersphysically I psychologically and verbally. The form of aggressive behaviorwhich is used as an indicator is verbally aggressive behavior andphysically aggressive behavior.
The purpose of this research is to determine the correlation betweenperceptions of working conditions with aggressiveness of employeeshigh-rise building projects in the PT. Djasa Ubersakti Jakarta.
The method used in this research is a descriptive correlational method.This research uses a quantitative approach. Techniques used in thisresearch are simple random sampling. The amounted oh the sample inthis research is 30 (thirty) employees. The techniques used for collectingdata are a scale of working conditions and aggressive behavior scale.Data obtained from this research using statistical analysis by the PearsonCorrelation.
From the results of correlation analysis obtained r calculated value (0.504) > rtable (0361) in a significant rate 5 %. This means r calculated value (0.504)higher than r table 0.361, Hal accepted and then Hol rejected. So theconclusion is there are significant correlations between perceptions ofworking conditions with aggressiveness of employees high-rise buildingprojects. As for regression, the results obtained F calculate value (9.518) ishigher than F table (4,20), Haz is accepted and Hoz.is rejected. Theconclusion is that there is a contribution from working conditions towardsaggressiveness of employees high-rise building projects.
Discussions in this research is there are significant relationship betweenperceptions of working conditions with aggressiveness. The correlationbetween two variables is positive which means the lower perceptionsworking conditions score is the lower aggressiveness score ofemployees. Perceptions of working conditions contribute to theaggressiveness of the remaining 25.4% and 74.6% are likely othervariables that also affect the aggressiveness variable. Uncomfortableworking conditions can cause aggressiveness of employee high-risebuilding projects. Suggestion for further research is to use the method ofdata collection is more varied as observation and interviews with relevantparties. And increase the number of samples so that research canprovide a more representative result. The writer hopes for the future thatthe company continues to pay attention and improve the workingconditions of employees so that employees feel comfortable and increaseproductivity of working.
(G) References: 35 (1976 - 2009)
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaanirrahiim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat, inayah
dan hidayah-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul "Hubungan Persepsi Kondisi Kerja dengan Agresivitas
Karyawan Proyek Gedung Bertingkat" sebagai bagian tugas akademis
pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Shalawat dan Salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah
SAW. yang telah menjadi suri tauladan dan penerang bagi seluruh umat
manusia demi keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.
Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi
ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk penghargaan dan rasa hormat, izinkanlah penulis mengucapkan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Jahja Umar, Ph.D., Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis dalam
mencapai gelar Sarjana Psikologi.
2. Para Pembantu Dekan serta dosen Pembimbing Akademik, Dra. Diana
Muti'ah, M.Si., yang telah memberikan arahan dan nasehat kepada
penulis selama menyelesaikan perkuliahan.
3. Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi., pembimbing skripsi yang selalu dapat
meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi nasehat kepada
penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Apa dan Ama tercinta yang telah dengan sabar berjuang dan berkorban
dalam mendidik serta mengajarkan tentang arti kehidupan. Terima kasih
atas setiap do'a dan kasih sayang yang tak henti-hentinya tercurah
kepada Ananda.
5. Pak Odang Dr. Asril Dt. Paduko Sindo, MA, dan Mak Odang Ora.
Yefnelty Z, M.Pd., yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Uni
Ezy, Uni Firza, Uni Farah dan Tony yang telah menemani hari-hari penulis
dengan canda, tawa dan kasih sayang. Semoga Allah SWT menggantikan
segala kebaikan dan kesabaran kalian semua dengan bulir-bulir pahala di
akhirat kelak.
6. Keluargaku tersayang, Mak Uwo dan Atuk, Iniak dan Atuak serta Om-om
dan etek-etek yang selalu memberikan dukungan baik moril, sprituil
maupun materil kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Adik-adikku tercinta yang selalu kurindukan setiap saat, Roma,
Rocky, Ridho, dan Rifka. Kehadiran kalian menjadi motivasi bagiku untuk
selalu semangat dalam menjalani kehidupan ini.
7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melimpahkan ilmunya dengan
penuh kesabaran dan keikhlasan kepada penulis selama di bangku
kuliah.
8. Seluruh staf akademik dan perpustakaan Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis
sebutkan namanya satu persatu.
9. Mbak Desi Yustari, M.Psi dan Mbak Lucky Permasari SA, M.Psi., selaku
Pembimbing Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang telah memberikan arahan
dan bimbingan kepada penulis selama melakukan KKL di PT. TOTAL
Bangun Persada Jakarta.
10. Pihak PT. Djasa Ubersakti Jakarta serta para karyawan proyek yang telah
membantu dalam memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman mahasiswa Psikologi 2005 khususnya kelas A, semoga
kehangatan dan kebersamaan selama ini tetap terjaga sampai nanti,
terima kasih semuanya.
12. Sahabat-sahabat KMM, Uda, Uni, dan Adiak semuanya. Terima kasih
atas do'a dan dukungannya selama ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
13. Sahabat-sahabat spiritual Kesatria ESQ 165 yang selalu menemani setiap
langkah penulis dalam iringan doa dan semangat untuk menjadi yang
lebih baik dari waktu kewaktu. Dan terakhir kepada semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan,
dukungan dan doa kalian semua.
Dengan harapan dan doa setulus hati, semoga semua pihak yang telah
berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan studi dan skripsi ini,
mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Amiiin. Penulis
menyadari dalam penulisan skripsi ini tentunya masih terdapat kekurangan
kekurangan yang memerlukan perbaikan dan pembenahan. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca demi
kesempurnaan skripsi ini lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Jakarta,November2009
Penulis
DAFTAR lSI
Halaman Judul
Halaman Persetujuan ii
Halaman Pengesahan iii
Motto dan Persembahan iv
Abstrak v
Abstract vii
Kata Pengantar ix
Daftar lsi xii
Daftar Tabel xv
Daftar Gambar xvi
Daftar Lampiran xvii
BAB 1 PENDAHULUAN 1 - 14
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah.... 9
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah................................ 10
1.3.1 Pembatasan Masalah 10
1.3.2 Perumusan Masalah 11
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian........ 11
1.4.1 Tujuan Penelitian 11
1.4.2 Manfaat Penelitian 12
1.5 Sistematika Penelitian 13
BAB 2 KAJIAN TEOR!. 15 - 57
2.1 Agresivitas......................... 15
2.1.1 Definisi Agresi 15
2.1.2 Faktor Pencetus Agresivitas...................................... 17
2.1.3 Perspektif Teoritis tentang Perilaku Agresi 23
2.1.4 Macam-macam Agresi 27
2.1.5 Bentuk-bentuk Perilaku Agresif 28
2.2 Persepsi Kondisi Kerja 32
2.2.1 Pengertian Persepsi.................................................. 32
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi.............. 33
2.2.3 Macam-macam Persepsi........................................... 34
2.2.4 Pengertian Kondisi Kerja........................................... 34
2.2.5 Macam-macam Kondisi Kerja 36
2.2.6 Pengertian Persepsi Kondisi Kerja 52
2.3 Kerangka Pemikiran .. 53
2.4 Hipotesis................... 57
BAB 3 METODE PENELITIAN 58 -74
3.1 Jenis Penelitian 58
3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian 58
3.1.2 Definisi Variabel dan Definisi Operasional....... 59
3.2 Pengambilan Sampel 62
3.2.1 Populasi dan Sampel .. 62
3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel..................................... 63
3.3 Teknik Pengumpulan Data 64
3.3.1 Metode dan Instrumen Penelitian.............................. 64
3.3.2 Teknik Uji Instrumen Penelitian 68
3.4 Teknik Analisa Data 72
3.5 Prosedur Penelitian............................................................ 73
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA 75 - 89
4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian 75
4.2 Presentasi dan Analisis Data.............................................. 80
4.2.1 Uji Prasyarat 80
4.2.2 HasH Penelitian 83
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 90 - 100
5.1 Kesimpulan........ 90
5.2 Diskusi 92
5.3 Saran 98
DAFTAR PUSTAKA 101-103
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengaruh Tingkat Temperatur terhadapKondisi Fisik Individu 40
Tabel 2.2 Skala Intensitas Kebisingan 43
Tabel2.3 Efek Psikologi dari Warna..................................................... 48
Tabel 3.1 Macam-macam Kondisi Kerja 60
Tabel3.2 Bentuk-bentuk Perilaku Agresif............................................. 61
Tabel 3.3 Skor untuk Pernyataan Positif dan Negatif............................ 65
Tabel3.4 Blueprint Tryout Skala Persepsi Kondisi Kerja 66
Tabel 3.5 Blueprint Tryout Skala Agresivitas 67
Tabel 3.6 Blueprint skala Persepsi Kondisi Kerja setelah Tryout 70
Tabel3.7 Blueprint skala Agresivitas setelah Tryout............................. 71
Tabel 3.8 Koefisien Reliabilitas Persepsi Kondisi Kerja pada saat Tryout 72
Tabel3.9 Koefisien Reliabilitas Agresivitas pada saat Tryout............... 72
Tabel4.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 76
Tabel4.2 Responden Berdasarkan Usia 77
Tabel4.3 Responden Berdasarkan Pendidikan 78
Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Jabatan 79
Tabel4.5 Uji Normalitas Agresivitas dan Persepsi Kondisi Kerja 81
Tabel 4.6 Model Summary and Parameter Estimates 82
Tabel4.7 Frekuensi Data Skala Agresivitas 83
Tabel4.8 Kategorisasi Agresivitas 84
Tabel 4.9 Frekuensi Data Skala Persepsi Kondisi Kerja 85
Tabel 4.10 Kategorisasi Persepsi Kondisi Kerja 85
Tabel 4.11 Descriptive Statistics.......... 86
Tabel 4.12 Correlations 87
Tabel 4.13 Anova 88
Tabe14.14 Model Summary 89
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Teori Dorongan atas Agresi 24
Gambar 2.2 Jadwal jam Kerja Lentur 39
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran 56
Gambar 4.1 Normal Q-Q Plot Agresivitas 81
Gambar 4.2 Normal Q-Q Plot Persepsi Kondisi Kerja 82
DAFTAR lAMPIRAN
Lampiran 1 Angket Skala Persepsi Kondisi Kerja dan Agresivitas (Tryout).
Lampiran 2 Data Mentah Skala Persepsi Kondisi Kerja dan Agresivitas
(Tryout).
Lampiran 3 Reliability Analisis (Tryout)
Lampiran 4 Angket Skala Persepsi Kondisi Kerja dan Agresivitas
Lampiran 5 Data Mentah Skala Persepsi Kondisi Kerja dan Agresivitas
Lampiran 6 Hasil Uji Statistik SPSS 16.0 for Windows.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak bisa lepas dari
pembangunan di segala bidang. Pengadaan proyek-proyek
bangunan/konstruksi merupakan suatu usaha untuk meningkatkan daya
saing terhadap negara lain yang terus dilakukan. Hal ini karena proyek
proyek konstruksi dapat memberikan hasil sekitar 3-8% dari Produk Oomestik
Bruto (Oglesby, 1988 dalam Digilib.petra.ac.id). Pembangunan infrastruktur
dan berbagai fasilitas lain di kota-kota besar terus ditingkatkan. Mulai dari
gedung pemerintahan, perusahaan dan industri, perhotelan hingga pusat
pusat perbelanjaan.
Setiap proyek konstruksi selalu berbeda-beda antara yang satu dengan yang
lainnya. Oi Indonesia, karakteristik proyek bangunan masih berorientasi pada
para pekerja sebagai faktor yang dominan dalam pelaksanaan suatu proyek.
Oapat pula dikatakan bahwa pekerjal karyawan merupakan motor penggerak
dari kelancaran pelaksanaan berbagai proyek. Hal ini menunjukkan bahwa
pekerjaan para pekerja/karyawan proyek di Indonesia menjadi lebih berat
2
dibandingkan negara maju lainnya. Pekerjaan dibidang konstruksi bangunan
banyak menguras pikiran dan tenaga. Pekerjal karyawan proyek bangunan
adalah mereka yang bekerja dalam pembangunan proyek bangunan baik itu
berupa Residence House (rumah tinggal), fasilitas umum maupun
pembangunan gedung-gedung bertingkat.
Namun demikian, pesatnya laju perkembangan industri konstruksi di
Indonesia tidak hanya memberikan manfaat posiUf tetapi juga mendatangkan
dampak negatif bagi Iingkungan di sekitar proyek. Bila kita mencermati tidak
sedikit terjadi pencemaran Iingkungan karena adanya pembangunan gedung
gedung. Mulai dari polusi udara, kebisingan, kerusakan struktur alam yang
dapat mendatangkan bencana dan sebagainya. Kemudian dampak negatif
yang ditimbulkan seiring perkembangan industri konstruksi bangunan juga
berimbas bagi para karyawan atau pekerja yang setiap hari bergelut dengan
kondisi lingkungan di proyek. Permasalahan yang timbul misalnya adalah
terkait dengan dampak fisiologis berupa kelelahan dan keletihan kerja
dikarenakan beban kerja yang berat dan menuntut kekuatan fisiko Kemudian
dampak psikologis berupa perubahan emosi melalui tingkah laku karyawan
proyek bangunan gedung bertingkat seperti agresivitas yang dilakukan baik
saat bekerja maupun keUka berada di tengah masyarakat.
3
Melalui pengamatan terhadap karyawan proyek gedung-gedung bertingkat,
penulis melihat adanya beberapa indikasi agresivitas yang muncul.
Agresivitas yang mereka lakukan ada yang secara verbal ataupun fisiko
Agresivitas atau dalam hal ini perilaku agresif terbagi dua yaitu verbal
misalnya berteriak-teriak, sering muncul kata-kata makian dan hinaan baik
kepada sesama rekan ataupun bawahannya. Makian dan hinaan tersebut
juga dilontarkan dengan suara lantang dan keras.
Sementara itu melalui wawancara pada tanggal12 Maret 2009, dengan pihak
Human Resources Development (HRD) salah satu perusahaan konstruksi
bangunan terkemuka di Indonesia yaitu PT. Total Bangun Persada, Lucky
Permasari, M.Psi. Psi., penulis juga mendapat informasi tentang kasus
agresivitas yang dilakukan oleh karyawan proyek bangunan. Uniknya perilaku
ini terjadi setelah karyawan tersebut bekerja di salah satu proyek
pembangunan gedung bertingkat tinggi. Menurut pengakuan keluarga dan
para kerabat, perilaku karyawan tersebut berubah menjadi seorang pemarah,
mudah sekali meluapkan emosi dengan membentak-bentak dan berbicara
dengan suara yang keras. Padahal sebelum bekerja sebagai karyawan
proyek gedung bertingkat tinggi, dia seorang yang pendiam, dan tidak mudah
marah. Bebrapa contoh perilaku yang menggambarkan perilaku agresif
verbal yang dilakukan oleh karyawan proyek diantaranya membentak dan
menghardik dengan kata-kata negatif seperti goblok, tolol, bodoh dan
4
sebagainya. Sedangkan perilaku agresif fisik yang juga dilakukan oleh
karyawan antara lain membanting peralatan kerja, memukul-mukulkan
penggaris hingga membanting helm proyek ke lantai. Tidak hanya itu mereka
juga menendang-nendang meja dan kursi yang ada di sekitarnya. Semua
perilaku yang dilakukan oleh karyawan tersebut dapat dikatakan sebagai
bentuk agresivitas.
Agresivitas merupakan keinginan yang relatif melekat untuk menjadi agresif
dalam berbagai situasi yang berbeda (Berkowtitz, 2003). Keinginan-keinginan
tersebut dapat menjadi sebuah bentuk perilaku dalam hal ini adalah perilaku
agresif. Agresi walaupun merupakan konsep yang sangat familiar tetapi
tampaknya tidak mudah untuk mendefinisikannya. Agresi merupakan tingkah
laku yang diarahkan pada tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin
menghindari perlakuan semacam itu (Baron & Byrne, 2005).
Murray (dalam Mu'tadin, 2002), mendefinisikan agresi sebagai suatu cara
untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang,
membunuh,atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi
adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak
milik orang lain.
5
Perilaku agresif muncul diakibatkan oleh beberapa faktor baik internal
maupun eksternal. Faktor internal misalnya terkait dengan faktor biologis,
Menurut Davidoff (1991), ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi
perilaku agresif diantaranya gen, yang berpengaruh pada pembentukan
sistem neural otak yang mengatur perilaku agresif. Kemudian terkait dengan
kimia darah khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor
keturunan juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Selanjutnya sistem otak
yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau
menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Sedangkan faktor
eksternal yaitu Iingkungan yang diperoleh melalui belajar dari bentuk-bentuk
perilaku agresif yang terjadi. Anak-anak akan cenderung melakukan perilaku
agresif melalui model perilaku yang ada di sekeliling meraka. Misalnya
dengan menonton acara-acara yang berbau kekerasan ditelevisi ataupun
meniru perilaku-perilaku agresif yang ada di Iingkungan mereka.
Penelitian menunjukkan bahwa suhu Iingkungan juga dapat mempengaruhi
keadaan emosi seseorang. Bila diperhatikan dengan seksama tawuran
seringkali terjadi pada siang hari dengan terik panas matahari, tapi bila
musim hujan relatif tidak ada peristiwa tersebut. Begitu juga dengan aksi-aksi
demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang
biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi
tersebut juga menjadi sepi. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu
6
suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial
berupa peningkatan agresivitas. Pada tahun 1968 US Riot Comission pernah
melaporkan bahwa dalam musim panas, rangkaian kerusuhan dan
agresivitas massa lebih banyak terjadi di Amerika Serikat dibandingkan
dengan musim-musim lainnya (Fisher et ai, dalam Sarlito, 1992).
Karyawanl pekerja proyek selalu bergelut dengan kondisi-kondisi yang
berbeda dengan kondisi kerja umum lainnya. Setiap bekerja mereka
dihadapkan pada kondisi kerja yang bising dari penggunaan alat-alat
konstruksi, suhu lingkungan yang panas karena terik matahari dan struktur
bangunan serta getaran mekanis yang tinggi (High Mechanical Vibration)
dikarenakan penggunaan mesin-mesin besar. Baik atau buruknya lingkungan
kerja mereka tegantung bagaimana mereka mempersepsikan keadaan
tersebut. Setiap karyawan tentu memiliki persepsi/pandangan yang berbeda
beda terhadap kondisi kerja mereka.
Persepsi adalah proses kognitif dimana seorang individu memberikan arti
pada Iingkungan dengan melibatkan pengorganisasian dan penerjemahan
berbagai stimulus menjadi suatu pengalaman psikologis (Ivanchevich,
Konopaske, Matteson, 2007). Sementara itu Robbins (2006), berpendapat
bahwa persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan
7
menafsirkan kesan indera merka dalam rangka memberikan makna kepada
Iingkungan mereka.
Sedangkan Kondisi kerja merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar
para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas
tugas yang dibebankan baik fisik maupun psikis, seperti tata letak ruang dan
perangkat keras, kebersihan, musik, dan lain-lain (Munandar, 2001).
Kondisi Iingkungan kerja fisik bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu
dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang
terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan
pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya
dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Oi
samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja,
sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain
(Muchinsky dalam Margiati, 1999:73). Kemudian menurut Holahan (dalam
Prabowo, 1998), tingginya suhu dan polusi udara paling tidak dapat
menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku (Masbow.com,
2008). Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, perubahan perilaku
karyawan dapat dipengaruhi oleh kondisi kerja seperti kondisi suhu ruangan,
kebisingan dan warna di sekitar tempat kerja.
8
Kondisi kerja karyawan proyek sarat dengan kebisingan yang dapat
bersumber dari penggunaan alat-alat konstruksi yang pada umumnya
menggunakan mesin-mesin besar. Selain dari penggunaan mesin-mesin
tersebut suara yang bising juga dapat diperoleh dari Iingkungan sekitar.
Misalnya suara-suara yang ditimbulkan dari padatnya arus lalu Iintas.
Kemudian kondisi penerangan di tempat kerja. Jika para karyawan bekerja
disiang hari, penerangan dapat diperoleh dari cahaya matahari. Namun jika
bekerja dimalam hari, maka karyawan menggunakan penerang berupa
lampu. Kemudian jika penggunaan penerimaan suara, cahaya maupun
kondisi fisik kerja lainnya tidak seimbang atau diterima secara berlebihan
oleh indvidu akan memberikan dampak yang negatif baik secara fisik atau
psikis.
Pemahaman dan pemaknaan individu terhadap kondisi kerja dapat
mempengaruhi tindakan mereka. Apabila karyawan mempersepsikan kondisi
tempat mereka bekerja secara positif tentu karyawan akan lebih semangat
dan termotivasi dalam bekerja begitupun sebaliknya. Oleh karena itu persepsi
kondisi kerja dapat disimpulkan sebagai proses kognitif dimana seorang
individu memberikan arti kepada stimulus terhadap suasana di Iingkungan
tempat kerja baik lingkungan fisik, psikologis maupun temporer kerja yang
dapat mendukung dan membantu seseorang dalam melakukan
pekerjaannya.
9
Dari berbagai fenomena di atas, timbul beberapa pertanyaan bagi kita
semua. Diantaranya, kenapa perilaku karyawan proyek cenderung agresif?
.Apa yang menyebabkan timbulnya perilaku tersebut? Kemudian sehubungan
dengan teori-teori dan pendapat para ahli yang telah penulis kemukakan
sebelumnya, apakah kondisi lingkungan kerja dapat mempengaruhi perilaku
seseorang dalam hal ini karyawan proyek bangunan bertingkat? Apakah
kondisi Iingkungan kerja proyek yang bising serta memiliki suhu yang panas
menjadi penyebab agresivitas para karyawan proyek tersebut? Melihat
permasalah di atas,maka penelitian lebih lanjut tentang tema di atas penting
dilakukan untuk mengetahui apakah ada "HUBUNGAN PERSEPSI
KONDISI KERJA DENGAN AGRESIVITAS KARYAWAN PROYEK
GEDUNG BERTINGKAT"
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis mengidentifikasikan masalah yaitu:
a. Bagaimana bentuk agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat?
b. Bagaimana pesepsi kondisi kerja karyawan proyek gedung bertingkat?
c. Apakah ada hubungan antara persepsi kondisi kerja dengan agresivitas
karyawan proyek gedung bertingkat?
10
d. Bagaimana hubungan persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan
proyek gedung bertingkat?
e. Faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku agresivitas karyawan proyek
gedung bertingkat?
f. Apakah kondisi kerja mempengaruhi agresivitas karyawan proyek gedung
bertingkat?
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1 Pembatasan Masalah
Dari beberapa permasalahan yang muncul dalam penelitian ini, maka
masalah dibatasi pada hubungan persepsi kondisi kerja dengan agresivitas
karyawan proyek gedung bertingkat. Adapun batasan konseptual dari
masing-masing variabel adalah:
a. Agresivitas yaitu segala keinginan-keinginan yang relatif melekat pada diri
individu untuk mejadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda yang
dapat disalurkan dalam bentuk perilaku yang disengaja dengan maksud
untuk menyakiti atau merugikan orang lain baik secara fisikl psikis dan
verbal ataupun fisiko
b. Persepsi Kondisi kerja adalah proses kognitif dimana seorang individu
memberikan arti kepada stimulus terhadap suasana di Iingkungan tempat
11
kerja baik lingkungan fisik, psikologis maupun temporer kerja yang dapat
mendukung dan membantu seseorang dalam melakukan pekerjaannya.
c. Karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti.
1.3.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana gambaran agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat di
PT. Djasa Ubersakti?
2. Bagaimana gambaran persepsi kondisi kerja karyawan proyek gedung
bertingkat di PT. Djasa Ubersakti?
3. Apakah ada hubungan antara persepsi kondisi kerja dengan agresivitas
karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti?
4. Seberapa besar sumbangan persepsi kondisi kerja terhadap agresivitas
proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti?
1.4 TUjuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui gambaran agresivitas karyawan proyek gedung
bertingkat di PT. Djasa Ubersakti.
12
2. Untuk mengetahui gambaran persepsi kondisi kerja karyawan proyek
gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti.
3. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara persepsi kondisi kerja
dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa
Ubersakti.
4. Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan persepsi kondisi kerja
terhadap agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa
Ubersakti.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi Psikologi
Industri dan Organisasi serta dapat memberi gambaran mengenai
hubungan persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan proyek
gedung bertingkat.
2. Manfaat Praktis
Aplikasi teori-teori psikologi industri dan organisasi tentang persepsi
kondisi kerja dan hubungannya dengan agresivitas karyawan proyek
gedung bertingkat. HasH penelitian ini diharapkan dapat membantu
memberikan informasi khususnya kepada Praktisi Industri dan organisasi
13
dalam memahami pengaruh kondisi kerja terhadap agresivitas karyawan,
sehingga mereka dapat menangani permasalahan yang dialami oleh para
karyawan. Serta memberikan masukan kepada perusahaan-perusahaan
yang bergerak dibidang konstruksi khususnya gedung bertingkat dalam
usaha memperkecil terjadinya agresivitas yang disebabkan oleh kondisi
kerja.
1.5 Sistematika Penulisan
Kaidah yang dipakai dalampenyusunan proposal ini berpedoman pada buku
panduan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
sistematika sebagai berikut.
BAB 1 : PENDAHULUAN, berisi tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan
BAB 2 : KAJIAN TEORI, menguraikan teori-teori yang digunakan
dalam penelitian. Teori yang digunakan adalah teori agresivitas
dan persepsi kondisi kerja karyawan.
BAB 3 : METODE PENELITIAN, berisi tentang metode penelitian yang
digunakan berupa jenis penelitian, pengambilan sampel, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, dan prosedur
pengumpulan data.
BAB4
BABS
: PRESENTASI DAN ANALISIS DATA, Menguraikan tentang
gambaran umum responden penelitian serta presentasi dan
analisis data.
: KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN, berisi tentang
kesimpulan hasH penelitian,diskusi mengenai temuan-temuan
dalam penelitian dan saran untuk penelitian lanjutan.
14
BAB2
KAJIAN TEORI
2.1 Agresivitas
2.1.1 Definisi Agresivitas
Penggunaan istilah agresivitas dapat memiliki arti berbeda-beda dalam
penguraian perilaku sehingga menjadi sulit untuk memahami apa dan
bagaimana sesungguhnya yang dimaksud agresivitas . Menurut Berkowitz
Agresivitas merupakan keinginan yang relatif melekat untuk mejadi agresif
dalam berbagai situasi yang berbeda (Berkowitz, 1995). Dalam pengertian ini
dijelaskan bahwa agresivitas merupakan segala bentuk keinginan-keinginan
yang melekat pada diri inividu yang dapat disalurkan dalam bentuk perilaku
agresif.
Dalam psikologi dan ilmu sosial lainnya, agresivitas merujuk pada perilaku
yang dimaksudkan untuk membuat obyeknya mengalami bahaya atau
kesakitan. Walaupun terdapat perbedaan pengertian dari segi bahasa
ataupun sifatnya, namun agresivitas dalam beberapa teori juga disebut
dengan agresi atau perilaku agresif. Dalam Dayakisni (2009), perilaku agresif
diartikan segala tindakan menyakiti obyek lain dengan adanya suatu unsur
16
penting yakni tujuan atau kesengajaan dalam melakukannya. Agresi dapat
dilakukan secara verbal atau fisiko Pengrusakan barang dan peri/aku
destruktif lainnya juga termasuk dalam definisi agresi (Wikipedia.com, 2008).
Dalam Chaplin (2002), Freud berpendapat agresi merupakan pernyataan
proyeksi dari naluri kematian atau Thanatos. Adler mengatakan agresi
merupakan perwujudan kemauan untuk berkuasa dan menguasai orang lain.
Sedangkan Kartono berpendapat bahwa agresi merupakan ledakan-Iedakan
emosi dan kemarahan hebat meluap-Iuap dalam bentuk tindak sewenang
wenang, penyerangan, penyergapan, serbuan, kekejaman, perbuatan
perbuatan yang memimbulkan penderitaan dan kesakitan, pengrusakan, dan
mentiranisir orang lain; tindakan permusuhan pada seseorang atau satu
benda (Kartono, 2002).
Sementara itu Krahe (1997), mendefinisikan agresi berdasarkan fokusnya
terhadap tiga aspek yaitu akibat merugikanl menyakitkan, niat dan harapan
untuk merugikan, dan keinginan orang yang menjadi sasaran agresi untuk
menghindari stimuli yang merugikan itu. Menurut Myers perilaku agresif
adalah perlaku fisik atau Iisan yang disengaja dengan maksud untuk
menyakiti atau merugikan orang lain (Myers, 2005).
17
Sejalan dengan pengertian di atas Setiadi (2001), mengatakan perilaku
agresif adalah perilaku yang ditunjukkan untuk menyakiti makhluk hidup lain
baik secara fisik maupun mental. Dalam pengertian ini pengrusakan benda
benda baru dianggap merupakan perilaku agresif bila tujuan akhirnya
menyakiti orang.
Jadi dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa agresivitas
adalah segala keinginan-keinginan yang relatif melekat pada diri individu
untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda yang dapat
disalurkan dalam bentuk perilaku yang disengaja dengan maksud untuk
menyakiti atau merugikan orang lain baik secara fisikl psikis dan verbal
ataupun fisiko
2.1.2 Faktor Pencetus Agresivitas
Agresivitas tidak muncul begitu saja. Adapun faktor-faktor pencetusnya
menurut Mu'tadin (2002), antara lain:
1. Frustrasi.
Dalam menguraikan alasan-alasan tindakan-tindakan agresif itu para ahli
psikologi telah menjelaskan dengan sebuah teori yang disebut teori frustasi
yang menimbulkan agresi. Menurut Gerungan (2004), orang-orang
mengalami frustasi apabila maksud dan keinginan-keinginan yang
18
diperjuangkan sebagai intensif mengalami hambatan atau kegagalan.
Sebagai akibat dari frustasi itu mungkin timbul perasaan jengkel atau
perasaan-perasan agresif yang dapat dituangkan ke dalam bentuk positif
ataupun agresif. Apabila seseorang secara pribadi mengalami frustasi yang
ingin dipuaskan secara agresif, ia mungkin menendang kursinya, atau
memukul anjingnya, atau memperlihatkan kejengkelannya dengan cara lain.
2. Stres
Dalam istilah psikologi, stres dikatakan sebagai stimulus seperti ketakutan,
kesakitan yang mengganggu atau menghambat mekanisme-mekanisme
fisiologis yang normal dari organisme. Engle mengajukan definisi stres yang
lebih lengkap yaitu meliputi sumber-sumber stimuli internal dan eksternal.
Stres menunjuk kepada segenap proses, baik yang bersumber pada kondisi
kondisi internal seperti kondisi emosional, pengaruh hormon dan lain-lain
yang bersifat faali, maupun Iingkungan eksternal seperti perubahan sosial
dan memburuknya kondisi perekonomian itu memberikan andil bagi
meningkatnya kriminalitas, termasuk di dalamnya tindak kekerasan agresi,
yang menuntut penyesuaian atas organisme.
3. Deindividuasi atau Depersonalisasi
Setiadi (2001), mengatakan bahwa deindividuasi adalah suatu situasi dimana
kesadaran diri, kemampuan menilai-diri dan kepedulian terhadap orang lain
menurun sehingga meningkatkan tingkah laku impulsif, yang dalam hal ini
dapat saja berbentuk perilaku agresif. Menurut Lorenz dalam Dayakisni
19
(2009), deindividuasi dapat mengarahkan individu kepada keleluasaan dalam
melakukan agresi sehingga agresi yang dilakukannnya menjadi lebih intens.
Deindividuasi dapat digolongkan sebagai faktor pencetus agresivitas karena
menyingkirkan atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat
pada individu, yaitu identitas diri dan keterlibatan emosional individu pelaku
agresi terhadap korbannya.
4. Kekuasaan dan Kepatuhan
Peranan kekeuasaan sebagai pengarah kemunculan agresi tidak dapat
dipisahkan dari salah satu aspek penunjang kekuasaan itu yakni kepatuhan
(Compliance). Bahkan kepatuhan itu sendiri diduga memiliki pengaruh yang
kuat terhadap kecenderungan dan intensitas agresi individu. Dari hasil
eksperimennya, Milgram mencatat kepatuhan individu terhadap otoritas atau
penguasa mengarahkan individu tersebut kepada agresi yang lebih intensif
(Dayakisni, 2009).
5. Provokasi
Peranan provokasi turut mengambil bagian dalam kemunculan agresi.
Penelitian Wolfgang (dalam Dayakisni, 2009), dikemukakan bahwa tiga
perempat dari 600 pembunuhan yang diselidikinya terjadi karena adanya
provokasi dari korban. Sedangkan Beck (1983), menyatakan bahwa sebagian
besar pembunuhan dilakukan oleh individu-individu yang mengenal
korbannya, dan pembunuhan itu terjadi dengan didahului adanya adu
argumen atau perselisihan antara pelaku dan korbannya. Sejumlah teoris
20
percaya bahwa provokasi bisa mencetuskan agresi, karena provokasi itu oleh
perilaku agresi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon
negatif untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu
(Moyer, 1971)
6. Pengaruh alkohol dan obat-obatan (Drug Effect)
Banyak terjadi perilaku agresi dikaitkan pada mereka yang mengkomsumsi
alkohol. Menurut hasil penelitian Pihl &Ross (dalam Brigham, 1991),
mengkomsumsi alkohol dalam dosis yang tinggi meningkatkan kemungkinan
respon agresi ketika seseorang diprovokasi. Sementara itu pengaruh
pemakaian obat-obatan terlarang tertentu juga dapat memicu terjadinya
perilaku agresi (Dayakisni, 2009). Sementara itu menurut Nevid (2005),
alkohol dan obat-obat terlarang mungkin membuat orang sulit
mempersepsikan motif-motif orang lain secara tepat, menyebabkan mereka
untuk mempersepsikan perilaku orang lain sebagai tujuan buruk, yang
akhirnya memicu respons dengan kekerasan.
7. Suhu Udara
Suhu udara adalah faktor yang jarang diperhatikan oleh para peneliti agresi
meski sesungguhnya ada dugaan suhu udara memiliki pengaruh terhadap
tingkah laku, termasuk tingkah laku agresif. Krahe (2005), menyatakan
bahwa tindakan kriminallebih banyak terjadi di daerah yang memiliki
temperatur udara tinggi daripada di daerah yang memiliki temperatur udara
rendah.
21
8. Faktor Biologis
Menurut Davidoff (1991), ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi
agresi:
a. Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yangmengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadapbinatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancingamarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yangberasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.
b. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuatatau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewansederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsangsistem Iimbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia)sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dankekejaman.
c. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktorketurunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatueksperimen ilmuwan menyuntikkan hormon testosteron pada tikus danbeberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utamayang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahisemakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewantersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak bantengjantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak.Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadarhormon kewanitaan yaitu estrogen dan progresteron menurun jumlahnyaakibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudahtersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanitayang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) padasaat berlangsungnya siklus haid ini.
9. Kesenjangan Generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan
orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang
semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi
orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku
agresi pada anak.
23
Sedangkan yang tidak berkuasa menjadi tunduk. Pola pendisiplinan tersebut
dapat pula menimbulkan pemberontakan, terutama bila larangan-Iarangan
yang bersangsi hukuman tidak diimbangi dengan alternatif lain yang dapat
memenuhi kebutuhan yang mendasar.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pencetus
agresi antara lain adanya frustasi dan stres, deindividuasi atau
depersonalisasi, kekerasan dan kepatuhan, provokasi dari pihak lain,
pengaruh alkohol dan obat-obatan (drug effect). Kemudian suhu Iingkungan
yang tidak bersahabat juga menjadi pemicu timbulnya perilaku agresi. Secara
biologis dapat disimpulkan perilaku agresif itu timbul berdasarkan perbedaan
gen, sistem otak dan cairan kimia darah. Faktor lingkungan yang juga turut
andil dalam memnuculkan tindakan agresi yaitu adanya kesenjangan
generasi, peran belajar model kekerasan serta proses pendisiplinan yang
keliru.
2.1.3 Perspektif Teoritis tentang Perilaku Agresi
1. Teori Frustrasi - Agresi
Teori frustrasi-agresi atau hipotesis frustrasi-agresi (frustration-aggression
hypothesis) berasumsi bahwa frustasi mengakibatkan terangsangnya suatu
dorongan untuk tujuan utamanya adalah menyakiti beberapa orang ataupun
24
obyek, terutama yang dipersepsikan sebagai penyebab frustasi (Berkowitz
dalam Baron & Byrne, 2005). Menurut formulasi ini, agresi bukan dorongan
bawaan, tetapi karena frustrasi merupakan kondisi yang cukup universal,
agresi tetap merupakan dorongan yang harus disalurkan.
Gambar 2.1
Teori Dorongan Atas Agresi: Motivasi untuk menyakiti orang lain
Berdasarkan ilustrasi di atas dapat dijelaskan bahwa teori dorongan atas
agresi menyatakan bahwa perilaku agresi didesak dari dalam oleh dorongan
untuk menyakiti atau melukai orang lain. Dorongan ini muncul dari berbagai
kejadian eksternal seperti frustasi (Baron & Byrne, 2005).
2. Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial memandang agresi sebagai respon tingkah laku yang
dipelajari yang diperoleh dari reinforcement (penguatan) yaitu melalui
mekanisme conditioning (pengkondisian). Teori belajar sosiallebih
memperhatikan faktor tarikan dari luar (Sumiati, 2006).
25
Sementara itu Dayakisni (2009), juga mengatakan bahwa teori belajar sosial
menekankan kondisi lingkungan yang membuat seseorang memperoleh dan
memelihara respon-respon agresif. Asumsi dasar dari teori ini
adalahsebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagi hasil belajar
melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh
individu lain yang menjadi model.
Sejalan dengan uraian di atas, Bandura (dalam Thomson, 2005),
mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari- hari agresi dapat terjadi melalui
dua cara. Cara pertama yaitu melalui pengamatan yaitu sebuah proses
kognitif yang terjadi pada anak-anak yang mendapatkan respon agresif yang
mereka saksikan. Kemudian anak-anak dapat menjadi agresif sebagai
kebiasaan melalui pengalaman langsung. Anak-anak yang sering
mendapatkan perlakuan agresif akan cenderung menjadi agresif pula.
3. Teori Kualitas Lingkungan
Masbow (2008), menjelaskan bahwa strategi yang dipilih seseorang untuk
stimulus mana yang diprioritaskan atau diabaikan pada suatu waktu tertentu
akan menentukan reaksi positif atau negatif terhadap lingkungan. Teori
Kualitas Lingkungan yang salah satunya meliputi kualitas fisik (ambient
condition). Berbicara mengenai kualitas fisik (ambient condition), Rahardjani
dan Ancok (dalam Prabowo, 1998) menyajikan beberapa kualitas fisik yang
mempengaruhi perilaku yaitu: kebisingan, temperatur, kualitas udara,
26
pencahayaan dan warna. Menurut Ancok (dalam Prabowo, 1998), keadaan
bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni.
Sedangkan menurut Holahan (dalam Prabowo, 1998), tingginya suhu dan
polusi udara paling tidak dapat menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan
dan efek perilaku.
4. Teori Insting (lnsting Theory)
Teori paling klasik tentang perilaku agresi ini mengemukakan bahwa
kekerasan manusia berasal dari kecenderungan bawaan (yang diturunkan)
untuk bersikap agresif satu sama lainnya (Baron, 2005). Tokoh Psikoanalis,
Sigmund Freud mengemukakan bahwa perilaku agresi merupakan gambaran
ekspresi yang sangat kuat dari insting untuk mati (thanatos). Dengan
melakukan agresi, maka secara mekanis individu telah berhasil
mengeluarkan energi destruktifnya dalam rangka menstabilkan
keseimbangan mental antara insting mencintai (eros) dan insting kematian
(thanatos) yang ada dalam dirinya. Energi destruktif individu dapat
dikeluarkan dalam bentuk perilaku yang tidak merusak, namun yang hanya
bersifat sementara (Krahe, 2005).
5. Teori Penilaian Kognitif (Cognitive Appraisal)
Teori ini menjelaskan bahwa reaksi individu terhadap stimulus agresi sangat
bergantung pada cara stimulus itu diinterpretasikan oleh individu. Zillman,
sebagai pelopor model transfer eksitasi menyatakan bahwa agresi dapat
dipicu oleh rangsangan fisiologis (physiological arousal) yang berasal dari
27
sumber-sember yang netral atau sumber-sumber yang sama sekali tidak
berhubungan dengan atribusi rangsangan agresi itu (Krahe, 2005).
2.1.4 Macam-macam Agresi
Franzoi (2006), membagi agresi menjadi dua tipe. Pembagian tipe ini
didasarkan pada sifatnya, yaitu:
1. Agresi Instrumental (Instrumental Aggression)
Agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan untuk mencapai beberapa
tujuan tertentu. Contohnya seorang pencuri yang melakukan agresi dalam
rangka mencapai tujuannya untuk mencuri uang. Menurut Sears (2005),
agresi instrumental terjadi bila orang menggunakan agresi untuk memperoleh
tujuan praktis dengan melukai orang lain. Beberapa orang menjadi pembunuh
bayaran; mereka membunuh karena uang, bukan karena marah. Kadang
kadang para penjahat muda mengganggu orang-orang di kota besar bukan
karena marah, tetapi ada tujuan demi imbalan-imbalan tertentu. Dalam hal ini
agresi berfungsi sebagai alat maupun sarana.
2. Hostile Agression
Agresi rasa emosi dipicu oleh ungkapan kemarahan dan ditandai dengan
emosi yang tinggi. Akibat dari jenis ini tidak dipikirkan oleh pelaku dan pelaku
memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak mengakibatkan
kerugian dari pada manfaat, contoh adalah seseorang membunuh
28
PEHPUSTPv :\l\N UlUIN SYAh..) JI~I<AF.Tp.
tetangganya sebagai ungkapan kemarahan karena si tetangga sering
menginjak-injak kebun ketela miliknya.
Sedangkan berdasarkan jenisnya Berkowitz, (1995) membagi agresi menjadi
tiga macam:
1. Agresi langsung, melibatkan aksi yang ditunjukkan secara langsung pada
target yang memunculkan amarah baik secara fisik, verbal ataupun
dengan penggunaan simbol-simbol tertentu.
2. Agresi tidak langsung, melibatkan aksi tidak langsung yang ditunjukkan
kepada target yang memunculkan amarah tanpa menjalin target secara
frontal. Misalnya dengan menceritakan kejelekan obyek kepada orang
lain.
3. Agresi yang dialihkan, melibatkan aksi agresif yang diakhiri kepada
sesuatu atau seseorang yang tidak ada hubungannya dengan target yang
memunculkan perasaan amarah tersebut.
2.1.5 Bentuk-Bentuk Perilaku Agresif
Dayakisni (2009), menguraikan beberapa bentuk perilaku agresif
berdasarkan pendapat para ahli, diantaranya: Delut (1985), telah melakukan
penelitian dengan menggunakan bentuk perilaku agresi yang umum, yang
29
digambarkan dalam bentuk item-item dari factor analysis of behavioral
checklist, yang terdiri dari:
1. Menyerang secara fisik (memukul, merusak, mendorong).2. Menyerang dengan kata-kata.3. Mencela orang lain.4. Menyerbu daerah orang lain.5. Mengancam melukai orang lain.6. Main perintah.7. Melanggar milik orang lain.8. Tidak mentaati perintah.9. Membuat permintaan yang tidak pantas dan tidak perlu.10. Bersorak-sorak, berteriak-teriak atau bersuara keras pada saat yang tidak
pantas.11. Menyerang tingkah laku yang dibenci.
Sementara itu Medinus dan Johnson (1976), mengelompokkan agresi
menjadi empat kategori, yaitu:
1. Menyerang fisik yang termasuk didalamnya adalah memukul, mendorong,
meludahi, menendang, menggigit, meninju, memarahi dan merampas.
2. Menyerang suatu obyek, yang dimaksudkan disini adalah menyerang
benda mati atau binatang.
3. Secara verbal atau simbolis, yang termasuk di dalamnya adalah
mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap
mengancam dan sikap menuntut.
4. Pelanggaran terhadap hak milik atau menyerang daerah orang lain.
30
Buss (1987 ), mengelompokkan agresi manusia ke dalam delapan jenis,
yaitu:
1. Agresi Fisik Aktif Langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan individul
kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individul
kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara
langsung, seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam.
2. Agresi Fisik Pasif Langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan individul
kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan
individul kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak
fisik secara langsung, seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam.
3. Agresi Fisik Aktif Tidak Langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan
individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung
dengan individul kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak
fisik secara langsung, seperti merusak harta korban, membakar rumah,
menyewa tukang pUkul, dan lain sebagainya.
4. Agresi Fisik Pasif Tidak Langsung: tindakan agresi fisik yang dilakukan
individul kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individul
kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara
langsung, seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh.
5. Agresi Verbal Aktif Langsung: yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan
individul kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan
individul kelompok lain seperti menghina, memaki, marah, mengumpat.
31
6. Agresi Verbal Pasif Langsung: yaitu tindakan agresi verbal yang
dilakukan individul kelompok dengan cara berhadapan dengan
individu/kelompok lain namun tidak te~adi kontak verbal secara langsung,
seperti menolak bicara, bungkam.
7. Agresi Verbal Aktif Tidak Langsung: yaitu tindakan agresi verbal yang
dilakukan individul kelompok dengan cara tidak berhadapan secara
langsung dengan individul kelompok lain yang menjadi targetnya seperti
menyebar fitnah, mengadu domba.
8. Agresi Verbal Pasif Tidak Langsung: yaut tindakan agresi fisik yang
dilakukan individul kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan
individul kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak
verbal secara langsung, seperti tidak memberi dUkungan, tidak
menggunakan hak suara.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, untuk mengetahui gambaran
agresivitas maka penulis mengelompokkan perilaku agresif ke dalam dua
bentuk yaitu perilaku agresif verbal dan perilaku agresif fisik yang dilakukan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk-bentuk perilaku agresif
tersebut akan dijadikan dimensi dalam penyusunan skala agresivitas dalam
penelitian ini, antara lain:
32
1. Perilaku agresif verbal
Perilaku agresif verbal yaitu segala bentuk perilaku yang dilakukan
menggunakan ucapan atau perkataan. Secara verbal dapat ditunjukkan
melalui bentuk-bentuk seperti berkata-kata kasar, memaki/ mengejek,
mengancam dengan perkataan, berteriak-teriak tanpa alasan, membentak,
menghasut atau memfitnah, dan mengkritik penampilan di depan orang.
2. Perilaku agresif fisik
Perlaku agresif fisik atau non verbal yaitu segala bentuk perilaku yang
menggunakan aktifitas fisik yang dilakukan secara langsung kepada obyek
yang dimaksud ataupun dilampiaskan kepada benda-benda di sekitar subjek.
Sentuk perilaku tersebut antara lain: memukul, menendang/ melempar benda
di sekitar, menentang aturan, merusak, berkelahi, mengganggu (teasing),
melakukan pemaksaan/ mengambil paksa.
2.2 Persepsi Kondisi Kerja
2.2.1 Pengertian Persepsi
Desideranto (dalam Rakhmat, 2005), mendefinisikan persepsi adalah
pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan atau
dengan kata lain persepsi adalah pemberian makna pada stimuli inderawi.
33
Sejalan dengan pengertian di atas, Robbins (2006), menyatakan bahwa
persepsi adalah proses yang digunakan individu untuk mengorganisasi dan
menafsirkan kesan inderawi mereka untuk memberi makna kepada
Iingkungan mereka.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa apa yang dipersepsikan oleh
seseorang dengan orang lain dapat berbeda dalam pemaknaannya. Hal ini
disebabkan karena pemaknaan terhadap obyek yang ditangkap oleh indera
seseorang dapat berbeda dengan pemaknaan pada orang lain.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Robbins (2006), ada beberapa faktor yang dapat membentuk dan
seringkali dapat mengacaukan persepsi. Faktor-faktor itu antara lain:
1. Penerima (pemersepsi), ketika seorang individu melihat sebuah target dan
berusaha untuk mengartikan apa yang dia lihat, proses itu sangat
dipengaruhi oleh karakteristik orang tersebut, mulai dari sikap, motivasi,
kepentingan, pengalaman, serta pengharapan.
2. Target! obyekl benda yang dipersepsikan, karakteristik dari target yang
sedang diobservasi dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan, mulai
dari gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, serta kedekatan.
34
3. Situasi saat persepsi ilu dibuat, berbagai elemen yang ada di Iingkungan
sekitar juga mempengaruhi cara kita mempersepsikan sesuatu, mulai dari
waklu, keadaan, serla keadaan sosial.
2.2.3 Macam-macam Persepsi
Menurul Rakhmat (2005), persepsi terbagi menjadi dua bagian besar, yailu
persepsi interpersonal dan persepsi obyek.
1. Persepsi interpersonal adalah persepsi pada manusia.
2. Persepsi obyek adalah persepsi terhadap benda lain selain manusia.
Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gabungan kedua macam
persepsi tersebut baik interpersonal maupun obyek, dimana stimuli yang
dipersepsikan adalah kondisi kerja yang bersifat fisik, psikologis terkait
dengan persepsi lerhadap sesama individu, serla kondisi kerja temporer.
2.2.4 Pengertian Kondisi Kerja
Karyawan proyek gedung berlingkat memiliki karakterislik pekerjaan yang
berbeda dengan karyawan pada umumnya. Salah satu perbedaannya dapat
kita lihal pada kondisi fisik k~rja. Para karyawan proyek selalu dihadapkan
dengan berbagai kondisi fisik kerja seperli suara gaduh atau kebisingan,
getaran-getaran mekanis, suhu udara yang lidak seimbang hingga warna dan
35
pencahayaan di tempat kerja. Dalam melaksanakan pekerjaannya, para
karyawan proyek gedung bertingkat harus dapat menyesuaikan diri dengan
kondisi kerja sekitarnya sehingga produktifitas kerja dapat ditingkatkan.
Menurut Munandar (2001), kondisi ke~a adalah keadaan yang memberi
kenyamanan atau ketidaknyamanan pada pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaannya, seperti ruang kerja dengan peralatan tertentu serta fasilitas
yang digunakan. Sedangkan Mangkunegara (2005), mengatakan bahwa
kondisi kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan
kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian produktifitas
kerja.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi kerja adalah
suasana di Iingkungan tempat kerja baik fisik, psikologis maupun temporer
yang dapat mendukung dan membantu seseorang dalam melakukan
pekerjaannya.
36
2.2.5 Macam·macam Kondisi Kerja
Setiap karyawanl pekerja memiliki berbagai kondisi kerja yang berbeda-beda.
Perbedaan ini tergantung pada jenis pekerjaan yang mereka geluti.
Munandar (2001), membagi kondisi kerja ke dalam dua aspek yaitu:
1. Kondisi fisik
Lingkungan kerja fisik mencakup setiap hal dari fasilitas parkir di gedung
perusahaan. lokasi dan rancangan gedung sampai jumlah suara dan cahaya
yang menimpa meja kerja atau ruang kerja seorang tenaga kerja. Disamping
masalah tersebut di atas juga terdapat faktor-faktor lingkungan yang spesifik.
antara lain tentang i1uminasi (penerangan), warna, kebisingan, dan musik.
a. Iluminasi (Penerangan), agar tidak memberikan efek gelap, silau yang
berasal dari cahaya atau dari pantulan cahaya pada benda-benda yang
berkilau yang akan berdampak pada kinerja. Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam iluminasi antara lain yaitu kadar cahaya, distribusi
cahaya. dan sinar yang menyilaukan. Untuk pekerjaan tertentu diperlukan
kadar cahaya tertentu sebagai penerangan. Faktor yang lain dari iluminasi
adalah distribusi cahaya dit empat kerja. Pengaturan yang ideal adalah
ialah jika cahaya dapat didistribusikan secara merata pada keseluruhan
lapangan visual.
b. Warna, digunakan untuk memberikan fungsi sebagai simbol tertentu
(merah artinya bahaya). menghindari ketegangan mata (efek pantulan
37
cahaya dari warna), unluk menciplakan ilusi lenlang luas dan suhu
ruangan (oranye jarak ruang sangal dekal dan efek suhu sangal panas).
c. Bising, yang merupakan suara alau bunyi yang lidak diiginkan, yang
mengganggu dan menjengkelkan yang lidak ada hubungannya dengan
aklivilas yang dilakukan. Dalam kehidupan sekarang ini bising merupakan
keluhan yang banyak didengar. Orang merasa kebisingan oleh banyaknya
suara yang dilimbulkan oleh ramainya lalu lintas, oleh suara mesin, oleh
kerasnya suara radio, lelevisi, cassette recorder, dan sebagainya. Bising
dalam kehidupan demikian membual individu mudah marah, gelisah, lidak
bisa lidur, bahkan dapat membual individu menjadi luna rungu.
Munandar juga menyebulkan akibal-akibal dari lingkal bising yang linggi
anlara lain pertama yailu limbulnya perubahan fisiologis. Penelilian
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang mendengar bising pada lingkat
95-110 desibel, lerjadi penciulan pada pembuluh darah, perubahan delak
janlung, dilalasi pada pupil-pupil mala. Bising yang keras juga dapal
mengakibalkan kelegangan olot. Kedua yailu adanya dampak psikologis.
Bising dapat mengganggu kesejahleraan emosional. Mereka yang bekerja
dalam lingkungan yang ekslrim bising lebih agresif, penuh curiga, cepal
jengkel dibandingkan dengan mereka yang bekerja dalam lingkungan yang
lebih sepi.
38
d. Musik dalam bekerja, memiliki pengaruh yang baik pada pekerjaan yang
sederhana, rutin dan monoton, sedangkan pada pekerjaan yang menuntut
konsentrasi yang tinggi dan jenis pekerjaan majemuk musik akan
berpengaruh secara negatif.
2. Kondisi Lama Waktu Kerja
a. Jam kerja, mencakup tentang jam kerja dalam satu minggu di Indonesia
pada umumnya adalah 40 jam. Meskipun jumlah jam kerja tersebut
sudah banyak yang menggunakannya, tetapi bukan jaminan bahwa jam
kerja itu adalah baik. Dari hasil kajadian ditemukan bahwa tidak lebih dari
20 jam yang benar-benar digunakan untuk bekerja (dari 37.5 jam kerja).
b. Kerja para waktu, para pekerja ini biasanya menghabiskan jam kerjanya
sebanyak 20 jam, untuk mengisi kekosongan waktu, terkait dengan usia,
dan tidak adanya kesediaan untuk bekerja dalam waktu yang lama.
c. Empat hari kerja diharapkan akan terjadi peningkatan pada produktivitas,
efesiensi pekerjaan dan megurangi jumlah absensi.
d. Jam kerja lentur memberi keuntungan adanya peningkatan produktivitas,
absensi dan keterlambatan berkurang, turn-over berkurang, semangat
kerja meningkat. Dalam program ini kerja dibagi kedalam empat bagian.
Dua bagian merupakan waktu kerja pilihan, dua pilihan lainnya
merupakan bagian waktu kerja wajib.
39
Gambar2.2
Jadwal Jam Kerja Lentur
Waktu inti (6.5 jam kerja tambah 0,5 jam makan siang)
Jam Jam
7:30 9:10 11:00 14:00
~~, 1982 (~~,2001)
16:00
Sedangkan Dewa (2009), menguraikan beberapa kondisi lingkungan kerja
fisik yang mempengaruhi aktivitas manusia, yaitu:
1. Temperatur
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar adalah jika
perubahan temperatur luar tubuh tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi
panas dan 35% untuk kondisi dingin. Semua ini dari keadaan normal tubuh.
Dalam keadaan normal anggota tubuh manusia mempunyai temperatur
berbeda-beda, seperti bagian mulut sekitar 37°G, dada sekitar 35°G, dan kaki
sekitar 28°G. Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri karena memiliki
kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan
jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya.
40
Menurut penyelidikan untuk berbagai tingkat temperatur akan memberikan
pengaruh yang berbeda-beda seperti berikut :
Tabel2.1
Pengaruh Tingkat Temperatur terhadap Kondisi Fisik Individu
Temperatur Keterangan±49°e Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi
iauh di atas tingkat kemampuan fisik dan mental.± 300e Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan
cenderung untuk dalam pekerjaan, serta menimbulkankelelahan fisiko
±24°e Kondisi optimum± 1Qoe Kelakuan fisik yang ekstrim mulai muncul
2. Kelembaban (Humidity)
Yang dimaksud kelembaban di sini adalah banyaknya air yang terkandung
dalam udara (dinyatakan dalam %). Kelembaban ini dipengaruhi oleh
temperatur udara. Suatu keadaan di mana temperatur udara sangat panas
dan kelembabannya tinggi,akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh
secara besar-besaran, karena sistem penguapan, dan pengaruh lain ialah
makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen. Tubuh manusia selalu berusaha untuk
mencapai keseimbangan antara panas tubuhnya dengan suhu di sekitarnya.
41
3. Sirkulasi Udara (Ventilation)
Seperti kita ketahui udara di sekitar kita mengandung sekitar 21 % Oksigen,
0,03% Karbondioksida dan 0,9% gas lainnya (campuran). Oksigen
terutama merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup terutama
untuk menjaga kelangsungan hidupnya (proses metabolisme). Udara di
sekitar kita dikatakan kotor bila kadar oksigen di udara telah berkurang dan
bercampur dengan gas-gas lain yang berbahaya bagi kesehatan. Jika kita
menghirup udara kotor kita akan marasa sesak dan akan lebih cepat merasa
lelah. Sirkulasi udara dengan memberikan ventilasi yang cukup akan
menggantikan udara yang kotor dengan udara yang bersih. Demikian juga
dengan menaruh tanaman akan mampu membantu memberi kebutuhan akan
oksigen yang cukup.
4. Pencahayaan (Lighting)
Pencahayaan sangat mempengaruhi kemampuan manusia untuk melihat
obyek secara jelas dan cepat tanpa melakukan kesalahan. Pencahayaan
yang kurang mengakibatkan pekerja mudah lelah karena mata akan
berusaha melihat dengan cara membuka lebar-Iebar. Lelahnya mata akan
mengakibatkan pula kelelahan mental dan lebih jauh bisa merusak mata.
5. Kebisingan (Noise)
Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga kita,
karena dalam waktu panjang bunyi-bunyian tersebut dapat mengganggu
ketenangan kerja, merusak pendengaran dan dapat menimbulkan kesalahan
42
komunikasi. Ada 3 aspek yang menentukan kualitas bunyi yang bisa
menentukan kualitas bunyi yang bisa menentukan tingkat gangguan pada
manusia yaitu :
a. Lama waktu bunyi tersebut terdengar.
b. Intensitas biasanya diukur dalam satuan desibel (dB) yang menunjukan
besarnya arus energi persatuan luas.
c. Frekuensi suara yang menunjukkan jumlah dari gelombang-gelombang
suara yang sampai ke telinga kita setiap detik dinyatakan dalam jumlah
getaran per detik (Hz).
Tingkat-tingkat kerasnya suara atau bunyi tertentu dapat merupakan
ancaman bagi pendengaran. Tingkat desibel tertentu dapat menimbulkan
hilangnya pendengaran secara sementara, dapat pula menimbulkan
pendengaran secara permanen. Menurut Scultz (dalam Munandar, 2001)
mengatakan bahwa seorang pekerja yang sehari-hari mendengar bunyi pada
tingkat desibel ke atas dalam jangka waktu yang lama pasti akan menderita
kehilangan pendengaran tertentu. Berikut adalah tabel skala tingkat intensitas
kebisingan.
43
Tabel2.2
Skala Intensitas Kebisingan
Menulikan 120 Halilintar110 Meriam100 Mesin ua90 Jalan hiruk ikuk
Perusahaan san aduh80 Peluit olisi
Kuat Kantor aduhJalan ada umumn a
70 Radio60 Perusahaan
Sedang Rumah gaduh50 Kantor ada umumn a
Percaka an kuat40 Radio erlahan
Tenan Rumah tenanKantor ribadi
30 AuditoriumPercaka an
Sangat tenang 20 Suara daun-daun10 Berbisik-bisik0 Batas den ar terendah
6. Getaran Mekanis (Mechanical Vibration)
Gerakan mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan
oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan
dapat menimbulkan akibat-akibat yang kurang baik untuk tubuh kita.
Besarnya getaran ini ditentukan oleh intensitas, frekuensi, getaran dan
44
lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia juga
memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi dengan
frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan-gangguan antara lain:
mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat datangnya kelelahan dan
gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti: mata, syaraf, oto-otot, dan
lain sebagainya.
7. Bau Bauan
Adanya bau-bauan yang dalam hal ini juga dipertimbangkan sebagai polusi
akan dapat mengganggu konsentrasi orang bekerja. Temperatur dan
kelembaban merupakan dua faktor Iingkungan yang dapat mempengaruhi
kepekaan penciuman. Oleh karena itu pemakaian Air Conditioning yang tepat
merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk menghilangkan bau
bauan yang mengganggu sekitar tempat kerja. Berkowitz (dalam Sears,
2005) mengungkapkan bahwa berbagai rangsangan yang tidak disukai dapat
menimbulkan agresi. Misalnya seseorang yang dihadapkan pada bau badan
yang kurang sedap, asap rokok yang memedihkan, dan pemandangan yang
memuakkan akan meningkatkan perasaan agresif.
8. Warna
Yang dimaksud disini adalah warna tembok ruangan dan interior yang ada di
sekitar tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan
mata untuk melihat objek, juga memberikan pengaruh yang lain seperti warna
merah bersifat merangsang, warna kuning memberikan kesan luas, terang
45
dan leluasa. warna hijau atau biru memberikan sejuk, aman dan
menyegarkan, warna gelap memberikan kesan sempit dan warna terang
memberikan kesan leluasa. Dengan adanya sifat-sifat itu maka pengaturan
warna ruangan tempat kerja perlu diperhatikan dalam arti harus disesuaikan
dengan kegiatan kerjanya. Dalam keadaan dimana ruangan terasa sempit
maka pemilihan warna yang sesuai dapat menghilangkan kesan tersebut.
Hal ini secara psikologis akan menguntungkan karena kesan sempit
cenderung menimbulkan stres.
Tim JPK (2009), mengatakan konsep stres sebagai suatu stimulus sering
digunakan untuk membahas situasi-situasi kerja yang dapat menimbulkan
stres yang nantinya dapat memicu perilaku agresi pada para pekerja.
Karakterisrik situasi-situasi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Karakterisrik fisik1. Noise (kebisingan)2. Terlalu panas atau terlalu dingin.3. Rancangan sistem manusia-mesin yang buruk4. Situasi kerja yang mengancam keselamatan fisik
b. Karakteristik waktu kerja1. Pekerjaan-pekerjaan yang waktunya tidak menentu2. Terlalu sering lembur3. Deadlines (batas waktu)4. Time pressures
c. Karakteristik lingkungan sosial dan organisasi1. Iklim politis yang kurang sehat2. Kualitas supervisi yang buruk3. Relasi atasan-bawahan yang buruk4. Tugas-tugas monoton
46
5. Machine pacing (kecepatan mesin)6. Beban kerja yang berlebihan7. Tanggung jawab yang terlalu besar8. Kurang penghargaan terhadap hasH kerja karakteristik perubahan dalam
pekerjaan.9. Pemutusan hubungan kerja pensiun10. Demosi11. Adanya perubahan kualitatif dalam jabatan12. Promosi yang terlalu dini13. Perubahan pada pola shift14. Situasi di mana tidak ada perubahan sama sekali
Sumber: Jurnal Pusat Kesehatan Kerja (2009)
Mangkunegara (2005), membagi kondisi kerja ke dalam 3 jenis yaitu:
1. Kondisi fisik kerja
a. Penerangan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Knave (1984), Sutton
dan Rafaeli (1988), disimpulkan bahwa karyawan dapat membaca di dalam
ruangan dengan cahaya lampu 25 watt. Cahaya lampu yang tidak memadai
berpengaruh negatif terhadap keterampilan kerja.
b. Kondisi Suara
Sarwono (1992), mengatakan bahwa jika gelombang-gelombang suara
dirasakan sebagai gangguan maka namanya adalah bising atau berisik
(noise). Dengan demikian, bising dapat diidentifikasikan secara sederhana
bunyi-bunyi yang tidak dikehendaki. Kondisi suara ini adalah suara di dalam
kantor maupun di luar kantor, suara yang dirasakan gaduh oleh karyawan
akan berpengaruh terhadap konsentrasi kerja. Berdasarkan hasil penelitian
47
Glass dan Singer (1972), disimpulkan bahwa suara gaduh berpengaruh
terhadap efisiensi produksi kerja. Dari hasil penelitian W. Burns (1979) dan
Kryter (1970), dapat disimpulkan bahwa karyawan yang tidak terlindungi pada
suara 95-110 dB dapat menyebabkan pembuluh darahnya mengerut,
perubahan rate hati, dan pupil mata membesar. Sebaliknya, dari hasil
penelitian Donnerstein dan Wilson (1976), dapat disimpulkan bahwa suara
gaduh sangat berpengaruh terhadap emosi karyawan dan sebagai sumber
stres. Sejalan dengan pendapat diatas, Ancok, (1995) juga menjelaskan
bahwa salah satu sumber stres kehidupan perkotaan adalah kebisingan
yang bersumber dari suara mobil, mesin-mesin, alat-alat transportasi, suara
pabrik dan sumber suara lainnya. Kebisingan ini membuat orang mengalami
ketegangan jiwa.
Menurut Munandar, memberikan cahaya penerangan pada suatu daerah
yang mengelilinginya akan menimbulkan kelelahan mata (eyestrain) setelah
jangka waktu tertentu. Kemudian sinar menyilaukan juga merupakan faktor
lain yang mengurangi efesiensi visual dan meningkatkan ketegangan mata
(eyestrain). Sinar dirasakan sebagai silau karena intensitas cahaya melebihi
dari intensitas cahaya yang telah biasa diterima oleh mata. Kajian dalam
kondisi laboratorium menunjukkan bahwa silau menimbulkan peningkatan
kesalahan kerja rinci selama waktu 20 menit. Selain ketegangan mata silau
dapat mengaburkan pandangan (Munandar, 2001).
48
c. Warna
Warna ruang kantor yang serasi dapat meningkatkan produksi, meningkatkan
moral kerja, menurunkan kecelakaan, dan menurunkan terjadinya kesalahan
kerja. E. Sundstrom (1986), mengemukakan warna sejuk adalah biru dan
hijau, warna pastel adalah biru muda dan kuning muda, warna hangat adalah
kuning dan merah sedangkan warna netral adalah abu-abu dan kecoklatan.
Tabel2.3
Efek Psikologi dari Warna
Warna Efekjarak Efek suhu Efek psikisBiru Jauh Sejuk MenenangkanHijau Jauh Sangat sejuk Sangat menenangkan
sampai netralMerah Dekat Panas Sangat mengusik dan
terkesiapOranye Sangat dekat Sangat panas MerangsangKuning Dekat Sangat panas MerangsangCoklat Sangat dekat netral Merangsanglembavuna Sanaat dekat seiuk Aaresif terkesiao Melesukan
Sumber: Suyatno, 1985 (dalam Munandar, 2001).
d. Musik
Penggunaan musik pada jam kerja tertentu berpengaruh positif terhadap
semangat kerja dan peningkatan produksi. Bahkan penggunaan musikpun
dapat menurunkan tingkat absensi dan mengurangi tingkat kelelahan dalam
bekerja. Efektif tidaknya musik dalam bekerja, bergantung pada jenis musik
yang dimainkan dan perlu disesuaikan dengan kesukaan karyawan dan
kondisi ruang kerja.
49
e. Temperatur dan kelembapan
Temperatur dan kelembapan dapat mempengaruhi semangat kerja, kondisi,
fisik dan, emosi karyawan. Temperatur antara 73° F sampai 77° F cocok
untuk ruang kerja dengan kelembapan antara 25% hingga 50%. Temperatur
yang terlalu panas atau terlalu dingin dapat mempengaruhi kondisi fisik dan
emosi karyawan. Sarwono (1992), mengatakan kondisi suhu di sekitar
Iingkungan manusia atau atmosfer dinamakan ambient temperature atau
suhu Iingkungan. Penginderaan suhu lingkungan itu sendiri bersumber pada
dua komponen, yaitu komponen fisik dan komponen psikis. Komponen fisik
adalah kadar suhu udara Iingkungan yang diukur dengan skala Fahrenheit (F)
atau Celcius (C) sedangkan bagian dari komponen psikis adalah suhu alam
tubuh sendiri yang dinamakan suhu interna, suhu tubuh (Body Temperature).
Bagian lainnya adalah reseptor suhu dikulit (thrmoreceptor) yang peka
perubahan terhadap perubahan suhu Iingkungan. Suhu lingkungan
diinderakan tidak hanya melalui reseptor suhu (thermoreceptor), melainkan
juga melalui reseptor lainnya seperti peraban dan kelembapan. Kelembapan
disini adalah suhu lingkungan dengan kelembapan lebih tinggi akan
diinderakan lebih panas dari suhu yang sama di Iingkungan dengan
kelembapan yang lebih rendah. Kombinasi antara suhu dan lingkungan ini
menghasilkan persepsi terhadap suhu yang dinamakan suhu efektif.
50
2. Kondisi Psikologis Kerja
a. Bosan kerja
Kebosanan kerja dapat disebabkan perasan tidak enak, kurang bahagia,
kurang istirahat dan perasaan lelah. Berdasarkan hasil penelitian R.P. Smith
(1981), dapat disimpulkan bahwa "kebosanan kerja dapat mengakibatkan
penurunan produksi" (Mangkunegara, 2005).
Terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum.
Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot,
sedangkan kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk
bekerja yang disebabkan oleh monotoni (pekerjaan yang sifatnya monoton),
intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, kondisi mental dan
psikologis, status kesehatan, dan gizi.
b. Keletihan kerja
Keletihan kerja terdiri atas dua macam yaitu keletihan psikis dan keletihan
fisiologis. Penyebab keletihan psikis adalah kebosanan kerja, sedangkan
keletihan fisiologis dapat menyebabkan meningkatnya kesalahan dalam
bekerja, meningkatkan absensi, turn over dan kecelakaan kerja.
51
3. Kondisi temporer kerja
a. Waktu jumlah jam kerja
Dalam kebijakan kepegawaian di Indonesia, standar jumlah jam kerja minimal
35 jam dalam seminggu. Karyawan dikategorikan pekerja penuh apabila
mereka bekerja minimal 35 jam dalam seminggu. Sebaliknya karyawan yang
bekerja kurang dari 35 jam seminggu, dikategorikan karyawan setengah
pengangguran yang terlihat (visible underemployed).
b. Waktu Istirahat kerja
Waktu istirahat kerja perlu diberikan kepada karyawan agar dapat
memulihkan kembali rasa lelahnya. Dengan adanya waktu istirahat yang
cukup, karyawan dapat bekerja lebih semangat dan bahkan meningkatkan
produksi serta meningkatkan efisiensi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi kerja karyawan
dibedakan dalam tiga aspek yatu kondisi fisik dan kondisi psikologis kerja dan
kondisi lama kerja. Adapun kondisi fisik kerja meliputi, i1uminasi
(penerangan), agar tidak memberikan efek gelap, silau yang berasal dari
cahaya atau dari pantulan cahaya pada benda-benda yang berkilau yang
akan berdampak pada kinerja. Kondisi suara berupa suara atau bunyi yang
tidak diiginkan, yang mengganggu dan menjengkelkan yang tidak ada
hubungannya dengan aktivitas yang dilakukan. Warna, musik dalam bekerja,
52
yang memiliki pengaruh yang baik pada pekerjaan yang sederhana, rutin dan
monoton, sedangkan pada pekerjaan yang menuntut konsentrasi yang tinggi
dan jenis pekerjaan majemuk musik akan berpengaruh secara negatif. Dan
temperatur atau kelembapan. kemudian kondisi psikologis kerja yang terdiri
dari bosan kerja dan keletihan kerja yang dapat disebabkan oleh tugas yang
monoton dan beban kerja yang berlebihan. Dan aspek yang ketiga yaitu
kondisi temporer kerja meliputi waktu jumlah jam kerja dan lama istiahat
kerja. Ketiga aspek kondisi kerja di atas untuk selanjutnya akan dijadikan
sebagai dimensi variabel persepsi kondisi kerja dalam penelitian ini.
2.2.6 Pengertian Persepsi Kondisi Kerja
Robbins (2006) mengemukakan persepsi adalah proses yang digunakan
individu untuk mengorganisasi dan menafsirkan kesan inderawi mereka untuk
memberi makna kepada lingkungan mereka.
Sedangkan kondisi kerja adalah suasana di lingkungan tempat kerja baik
fisik, psikologis maupun temporer yang dapat mendukung dan membantu
seseorang dalam melakukan pekerjaannya.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi kondisi
kerja yaitu proses kognitif dimana seorang individu memberikan arti kepada
54
Karyawan proyek gedung bertingkat selalu dihadapkan pada kondisi kerja
fisik yang bising (noise), sarat getaran-getaran mekanis yang disebabkan
penggunaan alat-alat konstruksi. Kemudian temperatur udara yang panas.
Kemudian adapula kondisi piskologis kerja seperti kebosanan dan keletihan
kerja yang salah satunya disebabkan oleh beban kerja yang berat. Selain itu.
lamanya waktu kerja dan istirahat pekerja merupakan suatu kondisi yang juga
harus dihadapi oleh karyawan misalnya penambahan jam kerja (Iembur).
Kondisi-kondisi kerja baik fisik, psikologis maupun waktu kerja seperti itu
tentu memiliki dampak yang buruk bagi pekerja. Penelitian menunjukkan
temperatur yang tidak seimbang (terlalu panas atau terlalu dingin) dapat
menimbulkan perubahan emosi karyawan seperti timbulnya agresivitas.
Selain itu kebisingan dan getaran-getaran yang berada di atas taraf normal
juga dapat memicu agresivitas. Kemudian kelelahan dan kebosanan kerja,
jam kerja yang berlebihan sehingga beban kerja bertambah dapat memicu
terjadinya frustasi dan stres sebagai pemicu timbulnya perilaku agresi. Dalam
hal ini kondisi kerja baik fisik, lama waktu kerja dan kondisi kerja psikologis
karyawan proyek gedung tingkat dapat memicu timbulnya agresivitas.
Selain faktor-faktor tersebut juga terdapat terdapat faktor internal yang dapat
menjadi pencetus periku agresif seperti faktor biologis (genetis, sistem otak,
kimia darah), frustasi, stres dan amarah. Menurut pandangan ini bahwa
55
perilaku agresif tidak hanya disebabkan oleh lingkungan tetapi ada faktor
bawaan yang didapat dari orang tua melalui jalur keturunan.
Terjadinya perilaku agresi dapat merugikan orang-orang yang menjadi objek
agresi baik secara fisiologis maupun psikologis. Apabila seseorang
melakukan tindakan agresi maka tidak tertutup kemungkinan timbulnya agresi
balik sebagai bentuk ketidakpuasan obyek yang dirugikan. Dari segi fisiologis
dapat menimbulkan cidera fisik secara ringan maupun berat karena adanya
penggunaan benda-benda dan sebagainya.
Dalam dunia kerja khususnya bagi perusahaan tempat karyawan bernaung
juga memberikan akibat-akibat negatif bagi perusahaan yang berujung pada
penurunan produktifitas kerja. Perilaku agresif dikelompokkan kedalam dua
jenis yaitu verbal dan fisiko Perilaku agresif verbal contohnya dengan
mengeluarkan kata-kata kasar, memaki, berteriak-teriak, membentak dan
sebagainya. Sedangkan perilaku agresif fisik misalnya menendang-nendang
kursi, membanting-banting meja, memukul, menginjak, melukai dengan
benda dan sebagainya. Fenomena di atas dapat diuraikan dalam gambar
berikut:
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
56
1.~OOS-Jwia- Penerangan- Kondlsl suara- Warna- Musik- Temperatur dan
kelembapan
3.~ lama ~Jwia- Jl,lool$!l:! jam Jwia- ~Jwia
,1. ~agU:~ilverbal;
- berkata-kata kasar- memakilmengejek- mengancam dengan
perkataan- berteriak-teriak tanpa alasan- membentak- menghasut atau memfltnah- mengkritik penampilan dl
depanorang
2. Perilaku agresif fiSik;- memukUl
menenctang/melemparbenda disekitarmenentang aturanmerusakberkelahimenganggu (teaSing)melakukanpemaksaanlmengambilpaksa
2.4 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian, yang
kebenarannya akan diuji berdasarkan data yang dikumpulkan. Hipotesis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha1 : Ada hubungan yang signifikan antara persepsi kondisi kerja dengan
agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat.
Ho1 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi kondisi kerja
dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat.
Ha2 : Ada sumbangan persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan
proyek gedung bertingkat.
Ho2 : Tidak ada sumbangan persepsi kondisi kerja dengan agresivitas
karyawan proyek gedung bertingkat.
PEF\PUST lJWIN SYAHiD ,Ji<S'v",,',
57
BAB3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif.
Pada umumnya penelitian kuantitatif banyak dituntut menggunakan angka,
mulai dari pengumpulan data, penafsiran data, serta penampilan dari hasil
penelitiannya (Arikunto, 2006). Karena data yang diperoleh merupakan data
langsung yang dapat dihitung atau dikelola dengan statistik. Dalam penelitian
ini, data kuantitatif yang diperoleh digunakan untuk menganalisa hubungan
korelasional antara persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan
proyek gedung bertingkat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan korelasional. Menurut Gay (dalam Sevilla, et aI., 1993) metode
deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka
menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan
pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Sedangkan
penelitian korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan
59
tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi
(Sevilla, e1., 1993). Dalam penelitian korelasional ini ingin diketahui korelasi
antara variabel persepsi kondisi kerja dengan variabel agresivitas karyawan
proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti Jakarta.
3.1.2 Definisi Variabel dan Definisi Operasional
Variabel (dalam Hasan, 2002), adalah suatu konsep yang dapat diukur.
Variabel terbagi menjadi dua macam yaitu variabel bebas dan variabel terika1.
Dalam penelitian yang menjadi kedua variabel tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Variabel bebas
Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi kondisi
kerja. Persepsi kondisi kerja yaitu proses kognitif dimana seorang individu
memberikan arti kepada stimulus terhadap suasana di lingkungan tempat
kerja baik Iingkungan fisik, psikologis maupun temporer kerja yang dapat
mendukung dan membantu seseorang dalam melakukan pekerjaannya.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat dari penelitian ini adalah agresivitas, yaitu segala keinginan
keinginan yang relatif melekat pada diri individu untuk menjadi agresif dalam
berbagai situasi yang berbeda yang dapat disalurkan dalam bentuk perilaku
60
yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain
baik secara fisik/ psikis dan verbal ataupun fisiko
Sedangkan definisi operasional yang dipakai untuk kedua variabel penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Persepsi kondisi kerja
Menurut Mangkunegara (2005), kondisi kerja dikelompokkan ke dalam tiga
aspek, yaitu:
Tabel3.1
Macam-macam Kondisi kerja
No. Kondisi kerja Indikator
1. Kondisi kerja kisik
a. Penerangan Melihat dengan jelas
b. Kondisi suara Pendengaran yang baik
C. Warna Kenyamanan ruang kerja
d. Musik Kenyamanan bekerja
e. Temperatur dan Kenyamanan lingkungan kerja
kelembapan
2. Kondisi psikologis kerja
a. Ketidakbosanan bekerja Tugas yang monoton, hubungan dengan
rekan kerja
b. Keletihan kerja Beban kerja yang berlebihan
3. Kondisi lama waktu kerja
a. Jumlah jam kerja Deadlines (batas waktu)/ time pressures
b. Waktu istirahat kerja Penambahan dan pengurangan jam kerja
61
b. Agresivitas
Agresivitas yang dimaksud dalam hal ini adalah perilaku agresif yaitu perilaku
menyakiti atau merugikan orang lain secara verbal ataupun fisiko
Tabel3.2
Bentuk-bentuk Perilaku Agresif
No. Perilaku agresif Indikator
1. Perilaku agresif verbal berkata-kata kasar
memakil mengejek
mengancam dengan perkataan
berteriak-teriak tanpa alasan
membentak
menghasut atau memfitnah
mengkritik penampilan di depan orang
2. Perilaku agresif fisik memukul
menendangl melmpar benda disekitar
menentang aturan
merusak
berkelahi
menganggu (teasing)
melakukan pemaksaan/mengambil paksa
62
3.2 Pengambilan Sampel
3.2.1 Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua obyek atau individu yang memiliki
karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Hasan, 2002).
Populasi dalam penelitian ini yaitu karyawan proyek PT. Djasa Ubersakti
yang beralamat di JI. Karang Tengah Raya Jakarta sebanyak 137 orang.
Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu,
jelas, dan lengkap yang dianggap dapat mewakili populasi (Hasan, 2002).
Billey (dalam Hasan, 2002) menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan
menggunakan anal isis statistik, ukuran sampel yang paling minimum adalah
30. Oleh karena itu penulis menetapkan karyawan yang ada dalam
perusahaan yang akan dijadikan sampel penelitian yaitu sebanyak 30 orang.
Sedangkan subjek uji coba (tryout) dalam penelitian ini adalah karyawan
proyek gedung bertingkat pada PT. Djasa Ubersakti dengan jumlah 30 orang.
63
Adapun untuk penggolongan responden, penulis membuat karakteristik atau
eiri-eiri umum dari sampel yang akan diambil sebagai berikut:
1. Karyawan proyek gedung bertingkat di PT. Djasa Ubersakti Jakarta.
2. Karyawan yang dimaksud adalah karyawan yang bekerja pada proyek
bangunan gedung bertingkat.
3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik simple random sampling atau sampel aeak sederhana,
yaitu dalam pengambilan sampel peneliti menganggap semua subjek di
dalam populasi sama. Semua subjek dalam penelitian ini bekerja di dalam
lingkungan proyek gedung bertingkat yang sama. Dimana tempat mereka
bekerja berada di dalam proyek gedung betingkat dan selalau menghadapi
kondisi Iingkungan kerja yang sama antata satu karyawan dengan karyawan
lainnya. Dengan demikian, maka peneliti memberi hak yang sama kepada
setiap subjek untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi subjek
(Arikunto, 2006).
64
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Metode dan Instrumen Penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara menyebarkan langsung instrumen penelitian kepada subjek
yang menjadi sampel penelitian yaitu karyawan proyek gedung bertingkat di
PT. Djasa Ubersakti Jakarta.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur persepsi kondisi kerja
dan agresivitas karyawan adalah angket. Angket adalah sejumlah
pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui
(Arikunto, 2006). Kedua instrumen tersebut menggunakan skala model
Likert. Untuk setiap pernyataan yang diberikan, responden diharuskan
memilih salah satu jawaban yang paling menggambarkan dirinya sendiri.
Responden menanggapi sebutir pernyataan dengan menggunakan taraf
kesetujuan (favourable) atau ketidaksetujuan (unfavourable) terhadapnya
dengan menggunakan dengan 4 (empat) kategori jawaban. Skala 4 (empat)
ini dipilih untuk menghindari terjadinya pemusatan (central tendency) atau
menghindari jawaban responden di tengah-tengah (netral), yang
dikhawatirkan akan menggambarkan keadaan responden yang sebenarnya.
Masing-masing alternatif jawaban menunjukkan kesesuaian yang diberikan
65
dengan keadaan yang dirasakan responden sendiri. Setiap kategori memiliki
nilai tertentu. Penilaiannya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel3.3
Skor untuk Pernyataan Positif dan Negatif
Kateaori Favourable UnfavourableSanaat Tidak Setuiu ISTS) 1 4
Tidak Setuiu ITS) 2 3Setuiu IS) 3 2
Sanaat Setuiu ISS) 4 1
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan:
1. Skala persepsi kondisi kerja. Skala ini disusun berdasarkan kondisi kerja
yang dikembangkan oleh Mangkunegara, (2005) yang tediri dari tiga
aspek, yaitu:
a. Kondisi fisik kerja meliputi: Penerangan, kondisi suara, warna, musik,
temperatur dan kelembapan.
b. Kondisi psikologis kerja yaitu bosan kerja dan keletihan kerja.
C. Kondisi lama waktu kerja meliputi jumlah jam kerja dan waktu istirahat
kerja.
Adapun distribusi penyebaran butir pernyataan secara jelas dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Tabel3.4
Blueprint Tryout Skala Persepsi Kondisi Kerja
66
No Dimensi Indikator Perilaku Item Total
Favourable Unfavourable
1 Kondisi kerja fisik
Penerangan Melihat dengan jelas 1,19,28,43 10, 37 6
Kondisi suara Pendengaran yang 2,11,44,38 20, 29 6
baik
Warna Kenyamanan ruang 3,21,30 12 4
kerja
Musik Kenyamanan bekerja 13,22,31 4 4
Temperatur & Kenyamanan 5,32,39, 14,23,45 6
kelembapan Iingkungan kerja
2. Kondisi psikologis
ketidakbosanan Tugas yang monoton, 15,24,46 6,40,33 6
kerja hubungan rekan kerja
Keletihan kerja Seban kerja 7, 34, 41 16,47,25 6
berlebihan
3. Kondisi lama
waktu kerja
Jumlah jam kerja Deadlines (batas 17,26 8, 35 4
waktu) I time
Waktu istirahat pressures
kerja Pengaturan jam kerja 9, 27, 36 18,42 5
Total 28 19 47
67
2. Skala agresivitas. Disusun kedalam dua bentuk perilaku agresif, yaitu
verbal dan fisiko Perilaku agresif verbal yaitu; berkata-kata kasar, memakil
mengejek, mengancam dengan perkataan, berteriak-teriak tanpa alasan,
membentak, menghasut atau memfitnah, mengkritik penampilan di depan
orang. Sedangkan perilaku agresif fisik meliputi; memukul, menendangl
melempar benda disekitar, menentang aturan, merusak, berkelahi,
menganggu (teasing), melakukan pemaksaanl mengambil paksa.
Adapun distribusi penyebaran butir pernyataan secara jelas dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Tabel3.5
Blue Print Tryout Skala Agresivitas
No Dimensi Item Total
Favourable Unfavourable
1 Perilaku agresif verbal 1,29, 16, 30, 43, 15,42,2,4, 18,
3, 17,44,49,31, 19,32,46,21 29
45, 5, 47, 53, 6,
20,33,7,34,50
2. Perilaku agresif fisik 22, 56, 60, 9, 36, 8, 35, 23, 51, 37,
54,58, 10,24,57, 48,26,13,40
59, 61, 11, 25, 38, 32
12,39,55,27, 14,
28,41,52
Total 43 18 61
68
3.3.2 Teknik Uji Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Untuk mengetahui apakah skala yang telah dibuat mampu menghasilkan data
yang akurat, sesuai dengan tujuan ukurnya, maka diperlukan pengukuran
validitas (Azwar, 2005). Oleh karena itu, untuk menguji validitas dari skala
yang telah dibuat digunakan teknik korelasi Product Moment Pearson.
Adapun rumusnya adalah :
Keterangan :
rXY = koefisien korelasi variabel x dengan variabel y.
XY = jumlah hasil perkalian antara variabel x dengan variabel y.
X = jumlah nilai setiap item.
Y = jumlah nilai konstan.
n = jumlah subyek penelitian.
69
2. Reliabilitas Data
Reliabilitas mengaeu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang
mengandung makna keeermatan pengukuran (Azwar, 2005). Pengukuran
yang memiliki reliabilitas yang tinggi, yaitu yang mampu memberikan hasil
ukur yang terpereaya. Untuk meneari nilai estimasi reliabilitas dari instrumen
yang digunakan, peneliti menggunakan teknik Alpha Cronbaeh, dalam
penghitungannya adalah dengan menggunakan program SPSS 16.0 for
Windows.
Pengujian validitas diperoleh dengan mengkorelasikan skor setiap item
dengan skor total yang merupakan jumlah setiap skor item. Hasil korelasi
bagian total inilah yang diuji signifikansinya untuk menentukan validitas item
tersebut. Item yang mempunyai korelasi positif di atas nilai r tabel (0,361)
menunjukkan bahwa item tersebut valid (Sugiyono, 2004: 24).
Hasil uji validitas pada 30 responden (n=30) menentukan tiap-tiap variabel
skala persepsi kondisi kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
70
Tabel3.6
Blueprint Skala Persepsi Kondisi Kerja setelah Tryout
setelah tryout dengan vaildltas dl bawah r tabel (0,361)
No Dimensi Indikator Perilaku Item Total
Favourable Unfavourable
1 Kondisi kerja fisik
Penerangan Melihat dengan jelas 1,19,28,43 10, 37 6
Kondisi suara Pendengaran yang 2*,11,44,38* 20,29 6
baik
Warna Kenyamanan ruang 3*,21*,30* 12 4
kerja
Musik Kenyamanan bekerja 13,22*,31* 4* 4
Temperatur & Kenyamanan 5*,32,39, 14,23,45 6
kelembapan lingkungan kerja
2. Kondisi psikologis
ketidakbosanan Tugas yang 15*,24*,46* 6*,40*,33 6
kerja monoton, hubungan
rekan kerja 7,34*,41* 16*,47,25* 6
Keletihan kerja Beban kerja
berlebihan
3. Kondisi lama
waktu kerja
Jumlah jam kerja Deadlines (batas 17, 26 8, 35 4
waktu) I time
pressures
Waktu istirahat Pengaturan jam 9,27*,36* 18,42* 5
kerja kerja
Total 28 19 47
*..
71
Dari 47 item skala persepsi kondisi kerja, didapatkan 21 item yang gugur dan
tersisa 26 item yang dianggap valid. Sedangkan untuk skala agresivitas dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel3.7
Blueprint Skala Agresivitas setelah Tryout
*setelah t/)lout dengan validltas dl bawah r tabel (0,361)
No Dimensi Item Total
Favourable Unfavourable
1 Perilaku agresif verbal 1, 29, 16, 30,43, 15*,42*, 2*, 4,
3,17,44,49,31, 18, 19,32,46*, 29
45, 5*, 47, 53, 6, 21
20*, 33, 7, 34, 50
2. Perilaku agresif fisik 22, 56, 60, 9, 36, 8*,35*,23*,51,
54,58, 10,24*,57, 37*,48,26, 13,
59,61, 11,25,38, 40* 32
12,39,55,27*, 14,
28,41,52
Jumlah 43 18 61..
Dari 61 item skala agresivitas, didapatkan 13 item yang gugur dan tersisa 48
item yang dianggap valid.
Adapun uji reliabilitas skala persepsi kondisi kerja pada saat t/)lout
didapatkan koofisien reliabilitas:
72
Tabel3.8
Koefisien Reliabilitas Persepsi Kondisi Kerja pada saat Tryout
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.906 47
Sedangkan untuk uji reliabilitas skala agresivitas pada saat tryout didapatkan
koofisien reliabilitas:
Tabel3.9
Koefisien Reliabilitas Agresivitas pada saat Tryout
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.959 61
3.4 Teknik Analisa Data
Untuk menganalisis data yang sudah diperoleh dan mengetahui ada tidaknya
korelasi antar dua variabel penelitian digunakan teknik korelasi Product
Moment dari Pearson dan untuk melihat ada tidaknya sumbangan
Independent Variable terhadap Dependent Variable, maka digunakan anal isis
regresi.
73
Hasil penelitian dihitung dengan menggunakan program SPSS 16.0 for
Windows. Hasil penelitian korelasi akan diinterprestasikan dengan
menunjukkan pada nilai r tabel dan mengacu pada kelompok signifikansi
sebesar 5 %. Jika hasil r hitung lebih > dari r tabel, maka korelasi dianggap ada
hubungan atau Ha diterima dan Ho ditolak. Namun jika hasil r hilung < dari r tabel.
korelasi dianggap tidak ada hubungan atau Ha1 ditolak dan Ho1 diterima.
Sedangkan hasil analisis regresi akan di interpretasikan dengan
menunjukkan F tabel dan mengacu pada kelompok signifikansi 5 %. Jika
hasil F hilung > F tabel. maka regresi dianggap Ha2 ada sumbangan dan Ho2
tidak ada sumbangan
3.5 Prosedur Penelitian
Untuk mendapatkan data yang baik maka dibutuhkan suatu prosedur
penelitian yang sudah dirancang dengan baik dan seefisien mungkin,
prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel yang akan diteliti,
melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teoritis
yang tepat mengenai variabel penelitian. Kemudian, menentukan, menyusun,
dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelilian ini yatiu
skala agresivitas dan skala persepsi kondisi kerja.
74
2. Tahap Uji Coba (tryout)
Penulis menyebarkan angket ke responden uji coba, mengolah data yang
sudah terkumpul sehingga diperoleh item-item yang reliabel dan valid untuk
digunakan dalam penelitian.
3. Tahap PengambHan Data
Menentukan populasi dan sampel penelitian, memberikan penjelasan
mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden untuk mengisi
angket penelitian, serta melakukan pengambHan data dengan memberikan
angket yang telah disiapkan kepada responden penlitian.
4. Tahap Pengolahan Data
Melakukan skoring untuk setiap hasH skala yang telah diisi oleh responden
penelitian. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik
untuk menguji hipotesis penelitian. Melakukan interpretasi dan anal isis dari
hasH penelitian.
BAB4
PRESENTASI DAN ANALISIS DATA
4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Djasa Ubersakti yang beralamat di JI. Karang
Tengah Raya, Jakarta. PT. Djasa Ubersakti adalah perusahaan yang
bergerak dibidang konstruksi bangunan yang menangani berbagai proyek
pembangunan gedung bertingkat, fasilitas-fasilitas umum hingga
pembangunan rumah tinggal (Residence House). PT. Djasa Ubersakti
merupakan salah satu perusahaan konstruksi bangunan terbesar di
Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1971. Selama lebih dari 30 tahun
pengalaman dalam bidang konstruksi bangunan, perusahaan ini telah
berkembang menjadi perusahaan pembangunanan fasilitas gedung-gedung
gas dan perminyakan, perindustrian, dan berbagai bangunan lainnya. Sistem
manajemen yang tangguh dan kemampuan teknik yang memadai menjadi
kunci kesuksesan dalam penyelesaian berbagai proyek. Adapun responden
yang terlibat dalam penelitian ini adalah:
75
1. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, responden dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Tabel4.1
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Jumlah responden PersentaseLaki-Iaki 30 100%
Perempuan - 0%Total 30 100 %
Dari hasH persentase data di atas, maka dapat diketahui bahwa responden
dalam penelitian ini memHiki jenis kelamin yang sama. Semua responden
terdiri dari 30 orang (100 %) berjenis kelamin laki-Iaki. Dalam penelitian ini
tidak ada responden perempuan (0 %). Hal ini tejadi karena karakteristik
pekerjaan karyawan di proyek gedung bertingkat tinggi menuntut kekuatan
fisik yang tangguh dan kuat. Oleh karena itu semua pekerjaan di proyek
dilakukan oleh laki-Iaki.
76
78
3. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Pendidikan
Berdasarkan pendidikan, responden dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Tabel4.3
Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan terakhir Jumlah responden PersentaseSD - -
SLTP 3 10 %SLTA 3 10 %
Diploma 4 13%Sariana (S1) 20 67%
Total 30 100 %
Dari hasil persentase data di atas, maka dapat diketahui bahwa responden
dalam penelitian ini berasal dari pendidikan yang berbeda-beda. Pendidikan
tingkat SLTP dan SLTA masing-masing sebanyak 3 responden (10 %)
pendidikan Diploma sebanyak 4 responden (13 %). Responden dalam
penelitian ini paling banyak adalah mereka yang berlatar belakang pendidikan
S1 yaitu 20 responden (67 %), hal ini disebabkan oleh tuntutan perusahaan
yang menginginkan karyawan-karyawan yang profesional dan dapat bekerja
sesuai dengan tingkat keilmuan yang mereka miliki.
79
4. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jabatan
Berdasarkan jabatan, responden dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Tabel4.4
Responden Berdasarkan Jabatan
Jabatan Jumlah responden PersentaseProiect Enaineerina 6 20%
Drafter 5 17 %Supervisor Building 6 20%
Administrasi 3 10 %Loaistik 3 10 %Driver 4 13 %
Security 3 10 %Total 30 100%
Dari hasH persentase data di atas, maka dapat diketahui bahwa responden
dalam penelitian ini berasal dari berbagai jabatan di proyek. Jabatan Project
Engineering sebanyak 6 responden (20 %), Jabatan Drafter sebanyak 5
responden (17 %), Jabatan Supervisor Building sebanyak 6 responden (20
%). Jabatan Administrasi dan logistik masing-masing sebanyak 3 responden
(10 %). Kemudian jabatan Driver dan Security masing-masing sebanyak 4
dan 3 responden (13 % dan 10 %). Dari data di atas dapat dilihat bahwa
jabatan yang memiliki jumlah responden yang banyak yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Project Engineering dan Supervisor Building, hal ini
disebabkan karena karyawan-karyawan tersebut merupakan pelaksana
dalam sebuah proyek.
80
4.2 Presentasi dan Analisis Data
4.2.1 Uji Prasyarat
Pengolahan data merupakan kegiatan yang penting dilakukan oleh peneliti
untuk dapat melihat hasil dari penelitian yang dilakukan, karena dalam
penelitian harus menggunakan pengolahan data untuk memperoleh hasil
penelitian. Untuk itu, sebelum pengujian tersebut dilakukan harus dipenuhi
persyaratan analisis terlebih dahulu. Dalam hal ini persyaratan yang
dilakukan adalah:
4.2.1.1 Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data
mengikuti atau mendekati distribusi normal. Adapun uji normalitas yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji Shapiro Wilk untuk menguji
kebaikan kesesuaian dikarenakan jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini kurang dari 100 orang (Kuncono, 2004).
Dalam tarat signifikansi, variabellebih besar dari tarat signifikansi yang telah
ditetapkan sebesar 0.05, maka distribusi data dinyatakan normal dan apabila
kurang dari 0.05, maka dinyatakan tidak normal (Koncono, 2004). Uji
normalitas pada pengukuran alat tes ini adalah dengan menggunakan SPSS
Versi 16.0 for Windows yang hasilnya sebagai berikut:
81
Tabel4.5
Uji Normalitas Agresivitas dan Persepsi Kondisi Kerja
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov' Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Agresivitas .226 30 .000 .863 30 .001
Persepsi Kondisi Ke~a .195 30 .005 .800 30 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Dapat diketahui dari tabel di atas bahwa hasil uji normalitas data pada
agresivitas sebesar 0.001 dan untuk persepsi kondisi kerja sebesar 0.000.
Kedua hasil tersebut lebih keeil dari taraf signifikansi 0.05 «0.05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak berdistribusi normal. Berikut ini
gambar diagram Seatterplot Agresivitas dan Persepsi Kondisi Kerja.
Gambar4.1
Normal Q-Q Plot Agro,ivita,
2
o
;;Eoz
] 0:;~
0.~
W
-1
-2
50
o
o
7S
o
oer D
8oooo
o
100
Observed Value
150
Gambar4.2
Normal Q.Q Plot Persepsi Kondisl Kerja
2 o
o
oo
82
.'
.,'0
o
'0
o
o
so
o
60 70 60
4.2.1.2 Uji Linearitas
Observed Value
Uji linearitas dilakukan dengan melihat taraf signifikansi pada Model
Summary and Parameter Estimates.
Tabel4.6
ModeJ Summary and Parameter Estimates
Dependent Variable: Agreslvitas
Model Summary Parameter Estimates
Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1
Linear .254 9.518 1 28 .005 15.796 1.521
The independent variable is Persepsi Kondisi Kerja
84
Tabel4.8
Kategorisasi Agresivitas
Kate~ori Rumus Rentang Skor Frekwensi %Tinaai X>M > 95 9 30
Rendah X:;;M :;; 95 21 70Jumlah 30 100
Rentang penyebaran skor agresivitas adalah 48 - 192, karena pada skala ini
dibuat sebanyak 48 item dengan empat pilihan jawaban yang bernilai SS =4,
S = 3, TS = 2, STS = 1. Dengan demikian rentang skor terendah adalah 1 x
48 = 48 dan skor tertinggi adalah 4 x 48 = 192, sehingga luas sebarannya
adalah 192 - 48 = 144 dengan mean 94.6000, standardeviasi 25.01255, nilai
minimum 56 dan nilai maksimum 146. Untuk mengetahui tingkat agresivitas
penulis membaginya ke dalam 2 kategori yaitu agresivitas rendah dan tinggi.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa terdapat 21 responden (70 %)
yang memiliki tingkat agresivitas rendah dengan rentang skor > 95.
Sedangkan pada tingkat agresivitas tinggi terdapat 9 responden (30
%).dengan rentang skor:;; 95. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
responden paling banyak memiliki agresivitas rendah, yaitu sebanyak 21
responden.
85
4.2.2.2 Gambaran Persepsi Kondisi Kerja Karyawan
Tabel4.9
Frekuensi Data Skala Persepsi Kondisi Kerja
Statistics
Kondisi Ke~a
N Valid 30
Missing 0
Mean 51.8000
Median 50.5000
Std. Deviation 8.28126
Minimum 40.00
Maximum 78.00
Sum 1554.00
Tabe14.10
Kategorisasi Persepsi Kondisi Kerja
Kategori Rumus Rentang Skor Frekwensi %Nyaman X>M > 52 9 30
Tidak Nyaman X~M ~ 52 21 70Jumlah 30 100
Rentang penyebaran skor persepsi kondisi kerja adalah 26 - 104, karena
pada skala ini dibuat sebanyak 26 item dengan empat pilihan jawaban yang
bernilai SS =4, S =3, TS =2, STS =1. Dengan demikian rentang skor
terendah adalah 1 x 26 = 26 dan skor tertinggi adalah 4 x 26 = 104, sehingga
luas sebarannya adalah 104 - 26 = 78 dengan mean 51.8000, standar deviasi
86
8.28126, nilai minimum 40 dan nilai maksimum 78. Untuk mengetahui tingkat
persepsi kondisi kerja penulis membaginya ke dalam 2 kategori yaitu kondisi
kerja nyaman dan kondisi kerja tidak nyaman.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 9 responden (30
%) yang memiliki kondisi kerja yang nyaman dengan rentang skor > 52.
Sedangkan pada rentang skor :5 52 diperoleh 21 responden (70 %) yang
memiliki kondisi kerja yang tidak nyaman. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa responden paling banyak memiliki kondisi kerja yang
tidak nyaman, yaitu sebanyak 21 responden.
4.2.2.3 Pembahasan Uji Korelasi
Analisis Statistik untuk menguji hipotesis pada penelitian ini menggunakan
korelasi Pearson. Dalam perhitungannya, menggunakan SPSS Versi 16.0 for
Windows. Dari hasil uji hipotesis diperoleh nilai koefisien korelasi antara
Kondisi Kerja dengan perilaku agresif adalah 0.504, korelasi tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabe14.11
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Agresivitas 94.6000 25.01255 30
Persepsi Kondisi Kerja 51.8000 8.28126 30
87
Tabe14_12
Correlations
VAROOO01 VAROOO02
VAROOO01 Pearson Correlation 1 .504"'
Sig. (2-tailed) .005
N 30 30
VAROOO02 Pearson Correlation .504-- 1
Sig. (2-tailed) .005
N 30 30
". Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil uji korelasi dengan teknik Pearson Correlation dihasilkan nilai r hitung
sebesar 0.504. Sementara nilai r table pada taraf signifikansi 5% dengan n
sebesar 30 adalah 0.361. Ini berarti r hitung (0.504) > r table (0.361), Maka Hat
diterima sedangkan Hot ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara persepsi kondisi kerja dengan agresivitas
karyawan proyek gedung bertingkat.
Dari hasil korelasi terlihat bahwa korelasi yang terjadi antara dua variabel
tersebut adalah korelasi yang posilif, yaitu semakin tinggi persepsi kondisi
kerja maka semakin tinggi pula agresivitas karyawan, begitupun sebaliknya.
Semakin rendah persepsi kondisi kerja maka semakin rendah pula
agresivitas karyawan.
89
Tabe14.14Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Squere Square Estimate
1 .504' .254 .227 21.99050
a. Predictors: (Constant), Persepsi Kondisi Keria
b. Dependent Variable: Agresivitas
Berdasarkan tabel di atas, R Square menunjukkan bahwa variabel persepsi
kondisi kerja memiliki peranan terhadap variabel agresivitas sebesar 25,4 %
dan selebihnya 74,6 % adalah kemungkinari variabellain yang memiliki
peranan terhadap perubahan variabel agresivitas
BABS
KESIMPUlAN, DISKUSI, DAN SARAN
Dari tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui (1) Gambaran persepsi
kondisi kerja karyawan proyek, (2) Gambaran agresivitas karyawan proyek,
(3) Hubungan antara persepsi kondisi kerja dengan agresivitas karyawan
proyek gedung bertingkat, dan (4) Sumbangan persepsi kondisi kerja
terhadap agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat, maka didapatkan
kesimpulan, diskusi serta saran sebagai berikut:
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah:
a. Dari distribusi frekuensi skala agresivitas didapatkan 21 responden (70 %)
yang memiliki tingkat agresivitas rendah dengan rentang skor > 95.
Sedangkan pada tingkat agresivitas tinggi terdapat 9 responden (30
%).dengan rentang skor:S; 95. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa responden paling banyak memiliki agresivitas rendah, yaitu
sebanyak 21 responden.
91
b. Dari distribusi frekuensi skala kondisi kerja didapatkan 9 responden (30
%) yang memiliki kondisi kerja yang nyaman dengan rentang skor > 52.
Sedangkan pada rentang skor $ 52 diperoleh 21 responden (70 %) yang
memiliki kondisi kerja yang tidak nyaman. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa responden paling banyak memiliki kondisi kerja yang
tidak nyaman, yaitu sebanyak 21 responden.
c. Setelah melakukan uji hipotesis, didapatkan nilai r Mung sebesar o. 504.
Sementara nilai r table pada taraf signifikansi 5% dengan n sebesar 30
adalah 0.361. Ini berarti r hilung (0. 504) > r table (0.361), maka dengan
demikian Hal diterima sedangkan H ol ditolak. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa "Ada hubungan yang signifikan antara persepsi
kondisi kerja dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat".
d. Berdasarkan hasil uji analisis regresi didapatkan F h~ung sebesar 9.518 dan
F tabel dengan angka sebesar 4,20 dengan demikian nilai F hitung > dari nilai
F tabel. Jadi hasil hipotesis regresinya yaitu Ha2 diterima dan Ho2 ditolak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa "Ada sumbangan persepsi kondisi
kerja terhadap agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat. Persepsi
kondisi kerja memberikan sumbangan sebesar 25,4% terhadap
agresivitas dan selebihnya 74,6% sumbangan dari variabellain yang juga
memiliki peranan terhadap agresivitas.
92
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian untuk melihat gambaran persepsi kondisi kerja
karyawan proyek gedung bertingkat, maka dilakukan pengkategorisasian
berdasarkan 2 kategori yaitu persepsi kondisi kerja nyaman dan tidak
nyaman. Sedangkan untuk mengetahui gambaran agresivitas karyawan
proyek gedung bertingkat juga digunakan dua kategorisasi yaitu agresivitas
rendah dan agresivitas tinggi. Gambaran kedua variabel diperoleh dengan
melihat persentase dan jumlah responden.
Dari kesimpulan yang sudah didapatkan untuk mengetahui gambaran
persepsi kondisi kerja karyawan proyek gedung bertingkat diketahui bahwa
terdapat 21 responden (70 %) yang memiliki kondisi kerja yang tidak nyaman
dan 9 responden (30 %) yang memiliki kondisi kerja yang nyaman. Dengan
demikian, responden paling banyak memiliki kondisi kerja yang tidak nyaman,
yaitu sebanyak 21 responden (30 %). Ini berarti sebagian besar karyawan
menganggap kondisi kerja mereka selama ini masih jauh dari yang mereka
harapkan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kerja di proyek bangunan
bertingkat memang berbeda dengan kondisi kerja di tempat kerja pada
umumnya. Karyawanl pekerja proyek selalu bergelut dengan kondisi-kondisi
kerja yang bising dari penggunaan alat-alat konstruksi, suhu lingkungan yang
93
panas karena terik matahari dan struktur bangunan serta getaran mekanis
yang tinggi dikarenakan penggunaan mesin-mesin besar.
Hal ini sesuai dengan pendapat Munandar (2001), yang membagi kondisi
kerja menjadi dua aspek yaitu kondisi fisik kerja dan lama waktu kerja.
Kondisi fisik kerja meliputi lokasi dan rancangan gedung sampai jumlah suara
dan cahaya yang menimpa meja kerja atau ruang kerja seorang tenaga kerja.
Oi samping masalah tersebut juga terdapat faktor-faktor lingkungan yang
spesifik, antara lain tentang iluminasi (penerangan), warna, kebisingan, dan
musik. Munandar juga menyebutkan akibat-akibat dari tingkat bising yang
tinggi antara lain pertama yaitu timbulnya perubahan fisiologis. Penelitian
menunjukkan bahwa pada orang-orang yang mendengar bising pada tingkat
95-110 desibel, terjadi penciutan pada pembuluh darah, perubahan detak
jantung, dilatasi pada pupil-pupil mata. Bising yang keras juga dapat
mengakibatkan ketegangan otot. Kedua yaitu adanya dampak psikologis.
Bising dapat mengganggu kesejahteraan emosional. Mereka yang bekerja
dalam lingkungan yang ekstrim bising lebih agresif, penuh curiga, cepat
jengkel dibandingkan dengan mereka yang bekerja dalam Iingkungan yang
lebih sepi. Kemudian kondisi lama waktu kerja mencakup tentang jam kerja
dan pengaturan sistem waktu kerja.
94
Sejalan dengan penjelasan di atas, Mangkunegara, (2005) membedakan
kondisi kerja karyawan dalam tiga aspek yatu kondisi fisik dan kondisi
psikologis kerja dan kondisi lama kerja. Adapun kondisi fisik kerja meliputi,
iluminasi (penerangan), agar tidak memberikan efek gelap, silau yang berasal
dari cahaya atau dari pantulan cahaya pada benda-benda yang berkilau yang
akan berdampak pada kinerja. Kondisi suara berupa suara atau bunyi yang
tidak diiginkan, yang mengganggu dan menjengkelkan yang tidak ada
hubungannya dengan aktivitas yang dilakukan. Warna, musik dalam beke~a,
yang memiliki pengaruh yang baik pada pekerjaan yang sederhana, rutin dan
monoton, sedangkan pada pekerjaan yang menuntut konsentrasi yang tinggi
dan jenis pekerjaan majemuk musik akan berpengaruh secara negatif. Dan
kondisi fisik kerja lainnya adalah terkait dengan temperatur atau kelembaban.
Kemudian kondisi psikologis kerja yang terdiri dari bosan kerja dan keletihan
kerja yang yang dapat disebabkan oleh tugas yang monoton dan beban kerja
yang berlebihan. Dan aspek yang ketiga yaitu kondisi temporer kerja meliputi
waktu jumlah jam kerja dan lama istiahat kerja.
Sedangkan dari variabel agresivitas dihasilkan 21 responden (70 %) yang
memiliki agresivitas rendah. Kemudian pada tingkat agresivitas tinggi
terdapat 9 responden (30 %). Ini berarti responden paling banyak memiliki
agresivitas yang rendah yaitu sebanyak 21 orang. Sehingga dapat
disimpulkan agresivitas yang dilakukan oleh karyawan proyek gedung
95
bertingkat berada pada tingkat yang rendah. Dengan kata lain juga dapat
disimpulkan bahwa terjadi agresivitas pada karyawan gedung bertingkat
walaupun hanya dalam taraf yang rendah. Hal ini terjadi mungkin disebabkan
karena berbagai faktor diantaranya faktor lingkungan, genetis atau peraturan
peraturan seperti norma-norma yang diterapkan perusahaan ataupun di
tengah masyarakat yang menuntut mereka untuk memilih pernyataan
normatif pada instrumen penelitian.
Hasil hipotesis menyatakan bahwa "Ada hubungan antara persepsi kondisi
kerja dengan agresivitas karyawan proyek gedung bertingkat". Hasil
penelitian pada variabel persepsi kondisi kerja yang tinggi menunjukkan
bahwa karyawan proyek berada pada kondisi yang tidak nyaman. Para
karyawan bekerja pada lingkungan yang sarat ganguan baik fisik maupun
psikologis. Gangguan-gangguan yang terjadi dapat mempengaruhi
perubahan pada perilaku mereka. Dalam Masbow.com (2008), diuraikan
bahwa strategi yang dipilih seseorang untuk stimulus mana yang
diprioritaskan atau diabaikan pada suatu waktu tertentu akan menentukan
reaksi positif atau negatif terhadap Iingkungan. Teori Kualitas Lingkungan
yang salah satunya meliputi kualitas fisik (ambient condition). Berbicara
mengenai kualitas fisik (ambient condition), Rahardjani dan Ancok (dalam
Prabowo, 1998) menyajikan beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi
perilaku yaitu: kebisingan, temperatur, kualitas udara, pencahayaan dan
96
Narna. Menurut Ancok (dalam Prabowo, 1998), keadaan bising dan
:emperatur yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni.
Sedangkan menurut Holahan tingginya suhu dan polusi udara paling tidak
::lapat menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku.
Korelasi dari kedua variabel ini adalah korelasi yang positif yaitu korelasi
searah yang diartikan bahwa semakin tinggi persepsi kondisi kerja karyawan
maka semakin tinggi agresivitas karyawan dan sebaliknya semakin rendah
persepsi kondisi kerja karyawan maka semakin rendah agresivitas karyawan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi kerja yang tidak nyaman ternyata
dapat memberikan pengaruh terhadap agresivitas namun masih berada
dalam taraf yang rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya metode
pengumpulan data. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur
persepsi kondisi kerja dan agresivitas karyawan adalah angket. Dengan
menggunakan angket, responden diminta untuk menanggapi setiap butir
pernyatan yang paling sesuai dengan dirinya. Namun instrumen dengan
penggunaan metode angket dapat memberikan kesempatan kepada
responden untuk memilih jawaban yang tidak sesuai dengan keadaan dirinya.
Sehingga mereka cenderung menjawab pernyatan-pernyataan normatif yang
tidak menggambarkan keadaan sebenarnya.
97
Dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa agresivitas tidak hanya
dipengaruhi oleh kondisi kerja saja. Namun terdapat faktor-faktor lain yang
juga memberi kontribusi dalam memunculkan perilaku agresi pada individu.
Diantaranya banyak terjadi perilaku agresi pada mereka yang
mengkomsumsi alkohol. Menurut hasil penelitian Pihl & Ross (dalam
Brigham, 1991) mengkomsumsi alkohol dalam dosis yang tinggi
meningkatkan kemungkinan respon agresi ketika seseorang diprovokasi.
Sementara itu pengaruh pemakaian obat-obatan terlarang tertentu juga dapat
memicu terjadinya perilaku agresi (Dayakisni, 2009). Sementara itu menurut
Nevid (2005), alkohol dan obat-obat terlarang mungkin membuat orang sulit
mempersepsikan motif-motif orang lain secara tepat, menyebabkan mereka
untuk mempersepsikan perilaku orang lain sebagai tujuan buruk, yang
akhirnya memicu respons dengan kekerasan.
Disamping itu menurut Davidoff (1991), ada juga beberapa faktor biologis
yang dapat mempengaruhi perilaku agresi seseorang seperti gen yang
tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang
mengatur perilaku agresi. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi
ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang
mengendalikan agresi. Kimia darah juga dapat mempengaruhi perilaku
agresi.
98
Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan persepsi kondisi kerja
memberikan sumbangan atau kontribusi terhadap timbulnya agresivitas
karyawan. Hal tersebut dapat dilihat dari persepsi kondisi kerja yang
memberikan sumbangan sebesar seeesar 25,4 % dan selebihnya 74,6 %
adalah kemungkinan variabel lain yang memiliki peranan terhadap perubahan
variabel agresivitas seperti yang telah dijelaskan di atas.
5.3 Saran
Guna kepentingan lebih lanjut, ada beberapa saran teoritis dan praktis yang
diajukan oleh penulis yang dapat dijadikan pertimbangan, yaitu:
Saran Teoritis
a. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur persepsi kondisi
kerja dan agresivitas karyawan adalah angket. Dengan menggunakan
angket, responden diminta untuk menanggapi setiap butir pernyatan yang
paling sesuai dengan dirinya. Namun instrumen dengan penggunaan
metode angket dapat memberikan kesempatan kepada responden untuk
memilih jawaban yang tidak sesuai dengan keadaan dirinya. Oleh karena
itu penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya perlu menggunakan
metode pengumpulan data lainnya seperti observasi dan wawancara
mendalam dengan pihak-pihak terkait sehingga hasil penelitian
diharapkan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
99
b. Mengingat jumlah sampel dalam penelitian ini terbatas yaitu 30 orang
responden, maka disarankan untuk penelitian berikutnya dapat melibatkan
sampel yang lebih besar. Karena pada dasarnya semakin tinggi jumlah
sampel maka akan memberikan kesimpulan yang semakin representatif.
c:. Skala yang digunakan dalam penelitian ini masih merupakan pernyataan
yang disusun oleh penulis bedasarkan teori-teori yang relevan dengan
penelitian. Sehingga sangat mungkin terjadi kekeliruan dan kekurangan
dalam penyusunan sebuah skala yang valid dan reliabel. Oleh karena itu
untuk penelitian berikutnya perlu memperhatikan dan mencermati setiap
pernyataan skala sebaik mungkin agar tepat sesuai tujuan dan sasaran
permasalahan.
Saran Praktis
Kondisi kerja merupakan aspek yang penting dalam kelangsungan
produktifitas karyawan dalam sebuah perusahaan. Pekerjaan akan dapat
diselesaikan dengan baik apabila kondisi kerja karyawan juga baik. Setiap
perusahaan tentu memiliki karakterisrik kondisi kerja yang berbeda pada
masing-masing perusahaan termasuk dalam hal ini perusahaan yang
bergerak dalam bidang konstruksi bangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, Robert A. dan Donn Byrne. Social Psychology, Psikologi Sosial jilid 2.Ratna Djuwita (terj.) 2005. Jakarta: Erlangga,
Berkowitz, Leonardo. Agression: Its Causes, Concequences. Agresi: Sebabdan Akibatnya, Hartatni Woro Susiatni (terj).1995. Jakarta: PT.Pustaka Binaman Pressindo.
Chaplin, J.P. (2000). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja GrafindoPersada.
Davidoff, Linda L. (1976). Introduction to Psychology. USA: McGraw-Hili Inc.
Djamaludin, Ancok.(1995). Nuansa Psikoloqi Pembanqunan. Bandung:Penerbit Pustaka Pelajar.
Franzoi, Stephen L. (2006). Social Psychology. New York: The McGraw-HiliCompanies. Inc.
Gerungan, W.A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika AditamaBandung.
Januar, Sutrisno Yayan. "Kondisi Lingkungan Kerja Fisik yang MempengaruhiAktifitas Manusia." Artikel diakses pada 29 November 2008 darihttp://januarsutrisnoyayan.wordpress.com/2008/11/29/kondisiIingkungan-kerja-fisik-yang-mempengaruhi-aktifitas-manusia.
Kartini, Kartono. (2002). Psikologi Sosial untuk manajemen, Perusahaan &Industri. Jakarta: PT. RajaGrafindo Indonesia.
Kuncono, (2004). Aplikasi Komputer Psikologi; Diktat Kuliah dan PanduanPratikum. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas PersadaIndonesia.
KraM, Barbara. The Social Psychology of Agression. Perilaku Agresif. HellyPrajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Sutjipto (terj). 2005.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
102
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2005). Perilaku dan Budaya Organisasi.Bandung: PT. Refika Aditama.
M. Iqbal Hasan. (2002). Pokok-pokok Materi Metodologi Penefitian danApfikasinya. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Masbow"Tawuran Pelajar": Ditinjau dengan perspektif perilaku agresi. Artikeldiakses pada 14 Mei 2008 darihttp://www.masbow.com/2008/05/tawuran-pelajar-ditinjaudengan.html.
Mitra Fm. "Agresi dan Penyebabnya." Artikel diakses pada 26 Januari 2009dari http://mitrafm.com/blog /2009/01/26/agresi-danpenyebabnya/By mitrafm on Jan 26,2009 in MITRA UP DATEBerita Terkini Mitra 97FM.
Mu'tadin, Zainun. "Faktor-Penyebab-Perilaku Agresi." Artikel diakses pada2002 dari: http://www.scribd.com/doc/12007911/Faktor-PenyebabPerilaku-Agresi?autodown=doc.
Munandar, Ashar Sunyoto. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia.
Myers, David G., et.al. (2005). Social Psychology. New York: McGraw-HilI.
Neneng, Tati Sumiati. "Gangguan Sikap Menentang (Membangkang padaAnak)" Tazkya, Journal of Psychology Vol. 6 No.1. FakultasPsikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2006. 44-52.
Nevid, Jeffrey S., et.al. Abnormal Psychology in a Changing. PsikologiAbnormal. Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (terj.)(2005). Jakarta: Erlangga.
Proyek_konstruksi-chapter1. Artikel diakses pada 2007 dari:http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/sip4/2007/jiunkpe-ns-s1-200721402016-5158-.pdf.
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam NegeriSyarif Hidayatullah Jakarta. 2003.
103
Pusat Kesehatan Kerja. Jurnal Prinsip Dasar Kesehatan Kerja: "Stres danKepuasan Kerja". Artikel diakses pada Maret 2009 dari:http://jUrnal-sdm.bl09Spot.com/2009/03/stres-dan-kepuasankerja.html.
Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. PT. RemajaRosdakarya: Bandung.
Robbins, P. Stephen. Organizational Behaviour. Perilaku Organisas(Benyamin Molan (terj). (2003). Jakarta: PT. Macanan JayaCemerlang.
Sarlito, Wirawan Sarwono. (1995). Psikologi Lingkungan. Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.
Saifuddin, Azwar. (2006). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: PenerbitPustaka Pelajar.
Sears, David 0., et.al. Social Psychology, Psikologi Sosialjilid 2. MichaelAdryanto (terj). (2005). Jakarta: Erlangga.
Setiadi, Bernadette. N. (2001). "Terjadinya Tindak Kekerasan dalamMasyarakat: Suatu Analisis Teoritik. "Jurnal Psikologi Sosial (JPS).No. DOTH VIl/JUNI 2001. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Sevilla, Consuelo G, et.al,. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UICipta.
Shaffer, David R., et.al., (2005). Social and Personality Development. USA:Thomson Wadsworth.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Bandung: Alfabeta.
Suharsimi, Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
Tri Dayakisni dan Hudaniah. (2009). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.
Wikipedia.com. Perilaku Agresi: diakses dari www.wikipedia.com.