4
Turunnya Alquran Dengan Nuansa Kearaban Articles | Mimbar Jumat Written by Edy Rachmad on Friday, 03 July 2015 07:53 Share Ketika Alquran diturunkan dengan lisan Arab maka termasuklah di dalamnya; hurufnya, kalimatnya, lahjah (aksen, langgam, logat), shaut (irama), ritme nadanya dan lagunya Alquran bagaikan peta pedoman dalam mengarungi bahtera kehidupan, sebuah isyarat ketuhanan yang menakjubkan meskipun ia berbahasa Arab. Allah Swt berfirman : “Bulan Ramadhan adalah bulan yang diturunkan di dalamnya kitab suci Alquran...” (QS. Al-Baqarah : 185). Redaksi ayat ini berindikasi bahwa Ramadhan adalah salah satu bulan yang pertama sekali popularitasnya menggema di semenanjung Arabia, antara Ramadhan dan Alquran semacam satu paket yang tidak bisa terpisahkan antara satu sama lain karenanya Alquran pun dengan segala khasnya bernuansa Arab. Kalau misalnya sebuah kitab suci turun di bulan Januari maka bahasanya menurut asal-usulnya yaitu bahasa Yunani. Alquran Diturunkan Dengan Dialektika Fashahah Arabiyyah Oleh karena itu Imam Al-Baidhawi dalam kitabnya Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil jilid 1, hal. 15 menyatakan, immaa ayyakuunal muraadu maa wudhi’at lahu fii lughatil ‘Arab fadzhaahirun annahu laisa kadzaalika aw ghairahu wahuwa bathil li’annal qur’aan nuzzila ‘alaa lughatihim liqaulihi ta’aala bilisaanin ‘arbiyyim mubin. Falaa yuhmalu ‘alaa maa laisa fii lughatihim. Maknanya : “Jika Alquran dimaksudkan tidak pada tempatnya, secara dzahir tidaklah layak atau yang dimaksud selainnya (membaca Alquran dengan irama selain Arab) maka hal tersebut adalah bathil karena Alquran itu diturunkan dengan logat mereka (Arab), sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Asyu’araa’ ayat 194. Maka tidak bisa diasumsikan dengan sesuatu yang sifatnya bukan sudut kearaban.” Ketika Alquran diturunkan dengan lisan Arab maka termasuklah di dalamnya; hurufnya, kalimatnya, lahjah (aksen, langgam, logat), shaut (irama), ritme nadanya dan lagunya. Sama qiyasnya dengan

Turunnya Alquran Dengan Nuansa Kearaban

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Turunnya Alquran Dengan Nuansa Kearaban

Turunnya Alquran Dengan Nuansa Kearaban Articles | Mimbar Jumat Written by Edy Rachmad on Friday, 03 July 2015 07:53    Share

Ketika Alquran diturunkan dengan lisan Arab maka termasuklah di dalamnya; hurufnya, kalimatnya, lahjah (aksen, langgam, logat), shaut (irama), ritme nadanya dan lagunya

Alquran bagaikan peta pedoman dalam mengarungi bahtera kehidupan, sebuah isyarat ketuhanan yang menakjubkan meskipun ia berbahasa Arab. Allah Swt berfirman : “Bulan Ramadhan adalah bulan yang diturunkan di dalamnya kitab suci Alquran...” (QS. Al-Baqarah : 185). Redaksi ayat ini berindikasi bahwa Ramadhan adalah salah satu bulan yang pertama sekali popularitasnya menggema di semenanjung Arabia, antara Ramadhan dan Alquran semacam satu paket yang tidak bisa terpisahkan antara satu sama lain karenanya Alquran pun dengan segala khasnya bernuansa Arab. Kalau misalnya sebuah kitab suci turun di bulan Januari maka bahasanya menurut asal-usulnya yaitu bahasa Yunani.

Alquran Diturunkan Dengan Dialektika Fashahah Arabiyyah

Oleh karena itu Imam Al-Baidhawi dalam kitabnya Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil jilid 1, hal. 15 menyatakan, immaa ayyakuunal muraadu maa wudhi’at lahu fii lughatil ‘Arab fadzhaahirun annahu laisa kadzaalika aw ghairahu wahuwa bathil li’annal qur’aan nuzzila ‘alaa lughatihim liqaulihi ta’aala bilisaanin ‘arbiyyim mubin. Falaa yuhmalu ‘alaa maa laisa fii lughatihim. Maknanya : “Jika Alquran dimaksudkan tidak pada tempatnya, secara dzahir tidaklah layak atau yang dimaksud selainnya (membaca Alquran dengan irama selain Arab) maka hal tersebut adalah bathil karena Alquran itu diturunkan dengan logat mereka (Arab), sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Asyu’araa’ ayat 194. Maka tidak bisa diasumsikan dengan sesuatu yang sifatnya bukan sudut kearaban.”

Ketika Alquran diturunkan dengan lisan Arab maka termasuklah di dalamnya; hurufnya, kalimatnya, lahjah (aksen, langgam, logat), shaut (irama), ritme nadanya dan lagunya. Sama qiyasnya dengan kaidah tafsir “juz’un bima’na kull”. Sebagai contoh : Ketika Allah memerintahkan solat maka sudah termasuklah di dalamnya ruku’, i’tidal, sujud dll. Disebutkan sebahagian untuk menyatakan keseluruhan.

Atau dalam contoh lain dalam kehidupan sehari-sehari seseorang mengucapkan : “Sudah lama tak saya lihat batang hidungnya.” Kata batang hidung di sini berarti mencakup segala organ tubuh seperti, mata, tangan, kaki, kepala, darah, sel, ginjal, jantung, hati, empedu, dst.

Istidlal Hadits Shahih Yang Menunjukkan Kemestian Dengan Langgam Arab

Memang kita akui bahwa melafazkan huruf Arab adalah sulit jika kita yang tidak orang

Page 2: Turunnya Alquran Dengan Nuansa Kearaban

Arab, namun kita diwajibkan belajar untuk melafalkan dan mengiramakannya. Rasulullah Saw diberikan limit atau batasan maksimal ketika membaca Alquran sebagai rukhshah untuk umatnya hanya tujuh langgam saja.

Sebagaimana yang tertuang dalam hadits shahih, “Pernah Rasulullah Saw saat bersama bani ‘Ghifar, tiba-tiba malaikat Jibril turun lalu berkata : “Sesungguhnya Allah Swt memerintahkanmu (Muhammad) supaya umatmu membaca Alquran dengan 1 langgam saja. Rasulullah Saw pun berkata : “Aku memohon maaf dan ampunan kepada Allah, umatku tidak sanggup membaca satu langgam saja. Jibril pun datang pada kali kedua dan berujar : “Allah Swt memerintahkanmu agar umatmu membaca Alquran dua langgam.” Rasulullah pun berkata kembali : “Ya Allah, aku minta maaf dan ampun kepada-Mu bahwa umatku tak mampu.

Jibril datang untuk ketiga kalinya dan mengatakan : “Sekarang Allah Swt memerintahkan kepadamu agar umatmu membaca Alquran dengan tiga langgam. Lagi-lagi Rasulullah Saw berkata : “Ya Allah, maafkan aku dan ampuni aku umatku tak sanggup juga. Keempat kalinya Jibril datang dan berkata : “Sesungguhnya Allah Swt memerintahkanmu agar umatmu membaca Alquran dengan tujuh langgam. Oleh karenanya, ketujuh langgam manapun yang mereka baca maka benarlah mereka semua.” (HR. Muslim Dari Ubay bin Ka’ab No. 1357).

Abdul Muhsin ‘Ibad dalam kitabnya Syarh Sunan Abi Dawud jilid 22, hal. 365 menyatakan, “fal ahruf fiihaa : Innaha lughaat aw lahjatul ‘Arab.” Maknanya : “Makna Ahruf pada hadits di atas termasuk di dalamnya bahasa dan langgam Arab.” Ketujuh suku yang dimaksud menurut Rasulullah Saw yang diperbolehkan menggunakan langgam mereka adalah seperti yang diterangkan oleh Imam Ibnu ‘Abdil Barr, “Mereka adalah suku Hudzail, Kinanah, Qais, Dhabbah, Taimu Rabbab, Asad bin Khuzaimah dan Quraisy. Mereka-mereka inilah kabilah Arab Mudhar yang menjadi basis atau dasar dalam tujuh langgam yang digunakan dalam membaca Alquran.”

Di Arab sungguh banyak suku seperti kita di Indonesia dengan berbagai logat, dialek, aksen atau langgam. Hadits di atas menunjukkan batasan dari membaca Alquran dengan tujuh langgam yang terkhusus kepada kabilah atau suku-suku di Arab saja, dan tentunya suku-suku di Indonesia tidak termasuk dalam hal ini, karena ruang suku di Arab saja dibatasi hanya tujuh maka tentunya apalah artinya dengan suku-suku yang ada di dunia ini.

Peringatan Para Ulama tentang Kewajiban Menggunakan Langgam Arab

Imam An-Nawawi Rahimahullah - seorang Mujtahid Mazhab Syafi’i - dalam kitabnya At-Tibyan Fii Adabi Hamlatil Quran hal, “Laa tajuuzu qira’atul qur’aan bil ‘ajamiyyah sawaa’un ahsanal ‘Arabiyyah aw lam yuhsinhaa sawaa’un fish shalah am fii ghairihaa fa ‘in qara’ bihaa fish shalah lam tashihha shalatuhu.” Maknanya : "Tidak boleh membaca Alquran dengan dialektika 'Ajam (selain Arab) baik ia seorang yang bagus logat Arabnya atau yang belum baik.

Page 3: Turunnya Alquran Dengan Nuansa Kearaban

Sama halnya juga tidak boleh membaca Alquran dengan dialektika 'Ajam baik di dalam solat ataupun dalam kondisi yang lain. Jika ada yang membaca Alquran dengan dialektika asing maka maka batallah solatnya.” Demikian pula Imam Az-Zarkasi memperkuat pernyataan Imam An-Nawawi di atas dalam kitabnya Al-Burhan Fii ‘Ulumil Quran jilid 1, hal. 287 menyebutkan, “I’lam annal Qur’aan anzalahullah bilughatil ‘Arab falaa tajuuzu qira’atahu wa tilawatahu illaa bihaa, tuhramu qira’atuhu bighairi lisaanil ‘Arab liqaulihi Ta’aala Innaa anzalnahu Qur’aanan ‘Arabiyyan.” Maknanya : “Ketahuilah, Alquran itu diturunkan Allah Swt dengan logat atau dialektika Arab.

Tidaklah boleh membacanya kecuali menggunakan logat Arab tersebut, atau dengan kata lain haram hukumnya membaca Alquran dengan selain dari dialektika Arab. Sesuai dengan firman Allah Swt : "Sesungguhnya kami turunkan Alquran itu dengan nuansa Arab.”

Dalam pernyataan yang senada, Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam kitbanya Fathul Bari Syarh Shahih Al-Bukhari jilid 2, hal 27 mengemukakan, “Kalau pun diperbolehkan seseorang membaca Alquran dengan tujuh langgam maka hal itu bersifat “Ikhtiyari atau pilihan saja”, kebolehan yang dimaksud juga bukanlah seenaknya saja atau sesuai dengan hawa nafsunya. (Seseorang membaca langgam ini mesti berdasarkan ilmu yang ia pelajari dari pakar Alquran (Qurra’).

Pada hakikatnya, tujuannya adalah bahwa Allah ingin memberikan kemudahan kepada manusia sehingga Allah Swt membolehkan bagi mereka untuk membaca Alquran berdasarkan langgam Arab. Kendati pun tidaklah boleh melenceng dari langgam Arab karena esensi Alquran itu sendiri berasal dari dialektika Arab yang jelas.

Jika seseorang ingin membaca Alquran dengan irama selain Arab yang ketujuh langgam tadi maka yang paling pertama adalah membacanya dengan langgam Quraisy (Langgam Quraisy adalah langgam dengan irama datar).” Rasulullah Saw bersabda : “Siapa yang tidak melagukan Alquran maka bukan termasuk dari golongan kami. (HR. Abu ‘Awwanah No. 3872). Imam As-Suyuthi dalam Syarh Sunan An-Nasa’i jilid 1, hal, 95 menjelaskan, setiap orang yang mengangkat suara (rafa’a shautahu) untuk membaca Alquran serta berurutan dalam membaca ritme nada (walaahu) maka lagu (Ghinaa’) yang digunakan adalah irama Arab (sebagaimana 7 langgam yang ditetapkan Allah Swt dan Rasul-Nya).” Wallahul Musta’aan. ***** ( Miftahul Chair Al-Fat, SHi. MA : Alumni Hukum Islam Pasca Sarjana Universitas Islam Sumatera Utara )