Upload
dangcong
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
TUJUAN PENULISAN BUKU
Setelah membaca buku ini, pembacadiharapkan dapat mengetahui, memahami ,
dan mempraktekkan berbagai konsep analisis framing dalam berbagai peristiwa
komunikasi dengan fokus variabel kebahasaan.
GAMBARAN SEKILAS TENTANG ISI BUKU
Buku ini terdiri atas sepuluh bagian. Bagian pertama berupa pengantar kajian, yang membahas gambaran umum
tentang analisis framing. Bagian kedua membahas teks berita dalam kaitannya dengan pandangan konstruksionis.
Bagian ketiga berisi analisis teks berita berdasarkan pandangan konstruksionis. Bagian keempat membahas
konsep framing. Bagian kelima menggambarkan hubungan antara konsep framing dan skema individu. Bagian keenam membahas hubungan analisis framing dan proses produksi
berita. Bagian ketujuh mendiskusikan hubungan antara analisis framing dan ideologi. Bagian kedelapan membahas
efek framing. Bagian kesembilan menunjukkan berbagai aliran dan tokoh framing. Terakhir, bagian kesepuluh,
berupa epilog, yang berisi agenda penelitian analisis framing.
2
DAFTAR ISI
• Pengantar: Apa dan Kenapa Framing?• Teks Berita: Pandangan Konstruksionis; Media dan Berita
Dilihat dari Paradigma Konstruksionis• Analisis Teks Berita: pandangan Konstruksionis dan
Karakteristik Penelitian• Konsep Framing:• Seleksi Isu dan Penekanan Isu• Dimensi Psikologi-Sosiologi• Framing dan Realitas• Framing dan Skema Individu• Skema dan Produksi berita• Skema berita
• Framing dan Proses Produksi Berita• Pembentukan Berita• Produksi Berita• Framing dan Ideologi• Peta Ideologi• Peta Ideologi dan Konstruksi Berita• Pendefinisian Realitas• Efek Framing• Mobilisasi Massa• Menggiring Khalayak pada Ingatan Tertentu• Teori Framing dari Murray Edelman• Teori Framing dari Robert N. Entman• Teori Framing dari William A. Gamson• Toeri Framing dari Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki• Epilog: Agenda Penelitian Analisis Framing•
3
1 PENGANTAR:
APA DAN KENAPA
ANALISIS FRAMING?Analisisframing dapatdigunakanuntukmengetahuibagaimana
realitasdikonstruksiolehmedia. Dengankatalain, analisisframing
secarasederhanadapatdigambarkansebagaianalisisuntuk
mengetahuibagaimanarealitas(peristiwa, aktor, kelompok, atau
apasaja) dibingkaiolehmedia. Pembingkaiantersebuttentusaja
melaluiproseskonstruksi. Di sinirealitassosialdimaknaidan
dikonstruksidenganmaknatertentu. Peristiwadipahamidengan
bentukantertentu. Hasilnya, pemberitaanmedia padasisitertentu
atauwawancaradenganorang-orangtertentu.
Dalam salah satu bukunya yang sangat berpengaruh, Making News,
Tuchman (1978) mengawalinya dengan ilustrasi yang menarik. Katanya,
“Berita adalah jendela dunia”. Seperti layaknya kalau kita melihat lewat
jendela, seringkali batasan pandangan menghalangi kita untuk melihat yang
sebenarnya.
Edward Said (1981) pernah memberikan kritik yang tajam bagaimana
Islam dilihat dalam jendela Barat. Media-media di Barat, menurut Said,
menggambarkan Islam dengan pandangan yang ortodoks. Islam digambarkan
dengan kegarangan, bahkan kampungan. Islam diidentikkan dengan
hukuman potong tangan, rajam, orang-orang culas, dan teroris.
Hal yang sama terjadi di Indonesia. Bagaimana pemberitaan tentang
terorisme dibingkai secara sepihak, penuh sinisme, dan pencitraan yang
negatif tentang Islam. Pemberitaan media massa tentang terorisme di tengah
aroma budaya kapitalis yang massif sekarang ini kerap tergoda, bahkan
terjerumus, ke dalam “gairah berbuat dosa ” (meminjam istilah Arya Gunawan
dalam kolom Tempointeraktif, Rabu 5 Agustus 2009). Penandanya adalah
4
banyaknya media massa yang menyebal dari kaidah-kaidah profesionalisme
yang diusungnya ketika memberitakan peristiwa terorisme. Standar yang
paling dasar dalam kerja jurnalistik, yakni keberimbangan (both-side), akurasi,
dan kepatutan ternyata mudah oleng oleh berbagai “kepentingan yang
menekan” baik yang datang dari luar lingkaran media massa maupun yang
mengemuka dari tubuhnya sendiri. Kasus pemberitaan tentang terorisme
sangat tipikal menunjukkan bahwa telah terjadi inkonsistensi dalam tradisi
peliputan dan penulisan berita di media massa kita, termasuk oleh media
massa yang sejak lama dikenal memiliki kredibilitas tinggi dan sangat taat
azas terhadap budaya profesionalisme dalam berjurnalistik.
Dalam tatapan Eric Hobsbawm (1997), fenomena inkonsistensi itu
merupakan tradisi yang tidak semata-mata merupakan peninggalan masa lalu,
tetapi ada tradisi yang diciptakan kembali untuk alasan tertentu, antara lain
untuk kepentingan penguasa. Sumber penciptaan tersebut memang berasal
dari masa lalu, dapat berupa ritual di masa yang lampau, cerita fiksi,
simbolisme agama, dan yang sejenisnya. Tradisi yang diciptakan kembali itu
biasanya diformalkan dan diinstitusikan oleh penguasa, dilakukan dengan
pola yang berulang-ulang untuk mengukuhkan bahwa tradisi tersebut berasal
dari masa lalu, padahal sebenarnya baru diciptakan.
Dengan berbekal perspektif Eric Hobsbawm itu, mari kita bongkar,
bagaimana media massa kita mengkonstruksi pemberitaan tentang terorisme
dalam kasus peledakan Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton di kawasan Mega
Kuningan, Jakarta, akhir Juli 2009 lalu. Tulisan ini juga sekaligus
dmaksudkan untuk memperkuat tesis Melani Budianta (2008) yang
menyatakan bahwa persentuhan dengan budaya kapitalis tidak selalu bersifat
antagonis, tidak pula menghasilkan sikap yang sepenuhnya menyerah,
tergantung pada hubungan yang rumit antara teks dan kekuatan pasar.
Paling tidak, ada tiga konstruksi pemberitaan yang menyebabkan
berubahnya wajah media massa kita yang hampir selalu menghantui dan
dapat memerangkap media jika berhadapan dengan peristiwa terorisme seperti
5
pengeboman yang terjadi di Mega Kuningan ini. Banyak faktor yang menjadi
penyebab munculnya perangkap tersebut, antara lain "perlombaan" mengejar
kecepatan dan eksklusivitas berita sehingga mereka tak terlalu awas lagi
terhadap nilai-nilai yang dikedepankan oleh etika jurnalisme (misalnya saja
pentingnya akurasi, juga sikap untuk selalu mengupayakan
kepatutan/decency). Di tengah perlombaan yang dipicu oleh iklim kompetisi
sangat ketat semacam ini, yang lebih tampil adalah hal-hal sensasional, yang
bermuara pada aspek komersial, dan tersingkirkanlah nilai-nilai ideal. Faktor
lainnya adalah "kemalasan" wartawan untuk melakukan verifikasi guna
menawarkan sebuah kontra-teori atas apa yang disampaikan oleh lembaga-
lembaga resmi (dalam kasus bom Mega Kuningan, yang mendominasi adalah
versi resmi dari pihak kepolisian).
Konstruksi pertama, yang dilakukan media dalam konteks laporan bom
Mega Kuningan ini adalah pengabaian terhadap asas kepatutan. Ini tampak
nyata, terutama pada media televisi, di mana gambar-gambar yang seharusnya
tidak patut ditampilkan (misalnya saja gambar yang menunjukkan bagian-
bagian tubuh yang telah terpenggal terkena bom) tetap terpampang.
Keprihatinan yang serius telah disuarakan oleh Dewan Pers begitu tayangan
tersebut muncul. Sebagian besar media kemudian mendengarkan kritik ini,
namun sebagian lainnya masih sempat berlenggang kangkung, business as
usual.
Konstruksi kedua, media telah menempatkan dirinya bukan lagi
semata-mata sebagai pelapor, melainkan telah bergerak terlalu jauh hingga
menjadi interogator, bahkan inkuisitor (salah satu definisi dari istilah terakhir
ini adalah a questioner who is excessively harsh alias "seorang pewawancara
yang amat kasar"). Inilah yang dengan mencolok diperlihatkan oleh sejumlah
stasiun televisi saat para reporternya melakukan wawancara terhadap
sejumlah anggota keluarga atau kerabat dari nama-nama yang diduga oleh
pihak kepolisian terlibat dalam aksi pengeboman itu. Para sanak keluarga dan
kerabat ini seperti tengah mengalami mimpi buruk: hidup yang semula
barangkali aman-tenteram, seketika terusik oleh kehadiran para juru warta
6
yang dengan agresif berupaya mendapatkan keterangan--apa pun bentuk
keterangan itu--dari mereka.
Media tentu boleh-boleh saja mencari informasi dari mereka, namun
harus dengan pertimbangan masak, setidaknya untuk dua hal: (a) relevansi
(misalnya, apakah seorang paman dari salah seorang yang disebut-sebut
terlibat dalam aksi itu cukup relevan untuk dijadikan narasumber, apalagi
sang paman kemudian mengaku sudah 10 tahun tak pernah lagi
berhubungan ataupun mendengar kabar mengenai keberadaan sang
keponakan); dan (b) cara mengorek informasi. Untuk butir terakhir ini, yang
hadir ke hadapan khalayak adalah kesan bahwa pihak yang diwawancarai
ditempatkan seolah-olah sebagai pesakitan. Inilah salah satu wujud nyata dari
apa yang disebut sebagai trial by the press, bahkan ia telah layak digolongkan
sebagai teror dalam bentuk lain.
Masih terkait dengan konstruksi nomor dua ini, perkembangannya
kemudian malah kian runyam, yakni ketika tiba-tiba pihak berwajib
menyebutkan bahwa nama-nama yang semula diduga terlibat dalam aksi
pengeboman itu ternyata keliru. Tidak tampak rasa bersalah, apalagi
permintaan maaf terbuka, dari kalangan media yang sebelumnya telah
menjalankan peran inkuisitor tadi. Padahal para sanak keluarga dan kerabat
itu telah terpapar begitu terbuka ke publik, telah menjadi buah bibir di mana-
mana dan bukan tak mungkin telah dijauhi oleh lingkungannya. Damage has
been done, dan seakan tak ada upaya dari pihak yang merusak untuk menata
kembali kerusakan itu.
Untuk konstruksi pertama dan kedua, obat penawarnya adalah
pemahaman terhadap nilai-nilai dan praktek penerapan etika jurnalisme.
Setiap lembaga media perlu menerbitkan pedoman internal penerapan etika
jurnalisme ini. Setiap wartawan wajib mempelajarinya dan memahami isinya,
bila perlu dengan membuat pelatihan khusus mengenai etika dengan berbagai
studi kasus yang konkret bagi setiap wartawan baru. Bila perlu, ditambahi
pula dengan kontrak kerja yang mencantumkan bahwa si pemegang kontrak
wajib mematuhi etika jurnalisme, dan bisa dikenai sanksi tegas jika
7
mengabaikannya. Dengan segala cara ini, nilai-nilai etika jurnalisme menjadi
terinternalisasi alias melekat pada diri setiap wartawan, sehingga mereka tahu
persis apa yang mesti dilakukan jika diperhadapkan dengan berbagai dilema
yang terkait dengan etika jurnalisme dalam tugas mereka sehari-hari.
Adapun konstruksi yang tiga adalah kemalasan media untuk mencari
alternatif versi cerita di luar apa yang disorongkan oleh lembaga resmi. Untuk
mendapatkan versi alternatif ini, tentu saja diperlukan upaya ekstrakeras dari
media untuk terus menggali informasi dari berbagai sumber, untuk
melakukan verifikasi tanpa bosan, untuk tetap skeptis alias tidak menelan
mentah-mentah informasi yang diterima, termasuk--tepatnya, apalagi--yang
datang dari pihak resmi. Konstruksi ketiga ini sebetulnya terkait dengan
konstruksi kedua. Jika media melakukan pertobatan untuk sekuat tenaga
menghindar dari konstruksi ketiga ini, hampir pasti media juga akan terhindar
dari konstruksi kedua. Sebab, media pasti tidak akan terburu-buru
menggeruduk sanak keluarga dari mereka yang dituduh terlibat dalam aksi
pengeboman itu, sebelum diperoleh petunjuk sangat kuat yang mengarah
pada nama-nama tersebut .
Sebetulnya, perangkap tiga konstruksi seperti ini tak perlu lagi terjadi
dalam kasus bom Mega Kuningan ini, karena bukan pertama kalinya media di
Indonesia melaporkan peristiwa pengeboman. Kasus Kartosuwiryo dengan
DI/TII pada zaman Orde Lama telah memunculkan sebutan “Gerombolan”,
lalu zaman Orde Baru muncul sebutan Komji (Komando Jihad), dan terakhir,
pada zaman reformasi ini mencuat sebutan “terorisme”. Semuanya itu
mengacu kepada aksi, tindakan, perilaku yang sama: perlawanan kalangan
militant Islam terhadap penguasa. Dengan demikian, wajah media massa kita
seperti bergumam, sebagaimana terpampang dalam pamflet seorang
demonstran di pesantren Ngruki, Solo: DALAM KASUS TERORISME, MEDIA
MASSA CORONG PENGUASA! (Latar teks tersebut berupa wajah bopeng yang
mulutnya sedang menetek kepada sesuatu yang dilambangkan sebagai
“penguasa”).
8
Jadi benar kata Eric Hobsbawm (1997), ada tradisi yang “dipelihara”
untuk kepentingan dominasi dan kelanggengan kekuasaan. Dan itu
dimunculkan berulang-ulang untuk mengukuhkan bahwa tradisi tersebut
berasal dari masa lalu, padahal sebenarnya baru diciptakan.
Jadi, sebagaimana ditegaskan Eriyanto (2002), dalam analisis framing,
yang kita lakukan pertama kali adalah melihat bagaimana media
mengkonstruksi realitas. Peristiwa dipahami bukan sesuatu yang taken for
granted. Sebaliknya, wartawan dan medialah yang aktif membentuk realitas.
Lebih spesifik lagi, bagaimana kedia membingkai peristiwa dalam konstruksi
tertentu. Dengan begitu, yang menjadi titik perhatian bukan apakah media
memberitakan negative atau positif, melainkan apa dan bagaimana bingkai
yang digunakan dan dikembangkan oleh media.
Frame bingkai,
Framing : metode untuk melihat cara bercerita (story teling) media atas
peristiwa
Tiap bingkai berbeda-beda, meski
gambar atau objeknya sama
KenapaFraming?
Karenasudut pandangataucaramelihat tiaporangberbeda-beda
9
2 Pengertian
dan Proses
Analisis
Framing
Ya. Pada dasarnya analisis framing adalah metode untuk melihat cara
bertutur (story telling) media massa atas peristiwa. Cara bertutur itu
tergambar pada cara melihat terhadap realitas yang dijadikan berita. Cara
melihat tersebut berpengaruh pada tafsir dan hasil akhir dari konstruksi
realitas.
Ada dua esensi utama dalam analisis framing. Pertama, bagaimana
peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan
bagian mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu ditulis. Aspek ini
berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk
mendukung gagasan dan penafsiran.
Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai
karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif.
10
Dalam analisis isi kuantitatif, yang ditekankan adalah isi (content) dari suatu
pesan/teks komunikasi. Sementara dalam analisis framing, yang menjadi
pusat perhatian adalah proses pembentukan pesan dari teks. Dengan kata
lain, analisis framing, terutama, melihat bagaimanan pesan/peristiwa
dikonstruksi oleh media; bagaimana seorang jurnalis mengkonstruksi
peristiwa dan menyajikannya kepada publik.
GOTONG ROYONG DI DESA CIUNGU
konstruksi
konstruksi
Mendapatkan makna tertentu
Mendapatkan
makna
tertentu
MINIMNYA
KESADARAN WARGA
DESA CIUNGU
DALAM BERGOTONG
ROYONG
-------------------------------
-------------------------------
-------------------------------
-------------------------------
ANTUSIAS WARGA
DESA CIUNGU
DALAM BERGOTONG
ROYONG
-------------------------------
-------------------------------
-------------------------------
------------------------------
CONTOH
Warga Desa Ciungu mengadakan kegiatan gotong royong dalam rangka
menyambut hari kemerdekaan. Seluruh warga desa terlibat dalam kegiatan
tersebut. Dalam peristiwa tersebut terdapat perbedaan pandangan. Ada yang
memandang warga tidak antusias pada kegiatan tersebut, karena melihat ada
warga yang hanya duduk dan santai saja. Berbeda dengan pandangan lain,
melihat kekompakan warga yang terjun langsun dalam kegiatan gotog royong,
tanpa melihat seorang pun yang berpangku tangan.
11
Analisis
Framing
analisis yang dipakai untuk melihat
bagaimana media membingkai
realitas.
-bagaimana 2 peristiwa yang sama dibingkai/diberitakan
secara berbeda oleh media
-metode ini berusaha menafsirkan makna dari suatu teks
dengan menguraikan bagaimana media membingkai isu
-hasilnya adalah pesan atau makna yang disampaikan
sebuah berita
paradigma analisis framing
konstruksionis
memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas
yang natural, tetapi hasil konstruksi .
(menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut
dikonstruksi dan dengan cara apa konstruksi dibentuk)
paradigma konstruksionis=paradigma produksi
atau pertukaran makna
PARADIGMA FRAMING
12
3 TEKS BERITA:
PANDANGAN KONSTRUKSIONIS
TEKS BERITA: PANDANGAN KONSTRUKSIONIS
Analiisis Framing
Paradigma konstruksionis
(Konsep konstruksionis)
Peter L. Berger
Dialektis
Plural
Dinamis
Thomas Luckman
Bermula dari Peter L. Berger, yang dikenal sebagai seorang sosiolog
interpretatif. Bersama Thomas Luckman, ia banyak menulis karya ilmiah dan
menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial dan realitas, yang pada guliran
berikutnya menghasilkan konsep mengenai konstruksionisme. Paradigma ini
mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita
yang dihasilkannya. Analisis framing termasuk ke dalam paradigm
konstruksionis.
13
Tesis utama Berger dan Luckman adalah manusia dan masyarakat
merupakan produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus menerus.
Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan: Pertama, eksternalisasi,
yaitu usaha ekspresi diri manusia ke dalam dunia, yang meliputi mental dan
fisik; kedua, obyektivasi, yaitu hasil yang sudah dicapai, yang mencakup
mental dan fisik pula; dan ketiga, internalisasi, yaitu penyerapan kembali
dunia obyektif ke dalam kesadaran subyektif yang dipengaruhi oleh struktur
dunia sosial.
Dengan demikian, bagi Berger dan Luckman, realitas itu tidak dibentuk
secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tetapi sebagai
sesuatu yang dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini,
realitas menjadi berwajah ganda atau plural. Setiap orang bisa mempunyai
konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Selain plural, konstruksi
sosial juga bersifat dinamis.
Berita dalam pandangan konstruksi sosial bukan merupakan peristiwa
atau fakta dalam arti yang nyata. Ia adalah produk interaksi antara jurnalis
dan fakta. Terjadi proses dialektis antara apa yang ada dalam pikiran seorang
jurnalis dengan apa yang dilihatnya. Berita, karenanya, adalah hasil dari
interaksi antara kedua proses tersebut.
Tahap proses dialektis
Objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik
Mental/fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia
Eksternalisasi, yaitu usaha ekspresi manusia ke
Dalam dunia baik dalam kegiatan mental/fisik
Internalisasi, merupakan kembali unia objektif
Ke dalam kesadaran
14
Berikut beberapa pandangan pendekatan konstruksionis terhadap media,
jurnalis, dan berita.
Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi, bukan sesuatu yang ada dengan
sendirinya dan tinggal ambil begitu saja. Dalam kata-kata Carey, realitas
bukanlah sesuatu yang terberi, tapi sesuatu yang diproduksi dengan
konstruksi tertentu.
Media adalah agen konstruksi, bukan sekadar saluran yang bebas
sebagaimana pandangan positivisme. Dalam pandangan konstruksionis, media
adalah subyek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan ideology, bias,
dan pemihakannya. Apa yang tersaji dalam berita dan kit abaca atau simak
setiap hari adalah produk dari pembentukan realitas oleh media. Media adalah
agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk disajikan kepada publik.
Media juuga memilih, mana realitas yang diambil dan mana yang disingkirkan
ke tong sampah.
Berita bukan refleksi dari realitas. Ia hanya konstruksi dari realitas. Dalam
pandangan positivis berita adalah informasi. Ia dihadirkan kepada publik
sebagai representasi dari kenyataan. Sebaliknya, dalam pandangan
konstruksionis, berita itu ibarat sebuah drama. Ia bukan gambaran realitas,
tetapi potret dari p ertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan
berkepentingan dengan peristiwa.
Karena itu pula, berita bersifat subyektif, karena ia merupakan konstruksi
dari realitas. Dalam pandangan konstruksionis, tidak ada standar obyektif
untuk menilai berita, karena ia merupakan representrasi dari proses
pemaknaan yang berkaitan dengan ideology dan kepentingan.
Jurnalis bukan pelapor, tapi agen yang mengkonstruksi realitas. Ia adalah
partisipan yang menjembatani subyektivitas pelaku sosial. Etika, pilihan
moral, dan keberpihakan seorang jurnalis adalah bagian yang integral dalam
15
produksi berita. Publik bebas menafsirkan sendiri berita yang dibacanya yang
boleh jadi berbeda dari tafsir pembuat berita.
POSITIVIS
KONSTRUKSIONIS
PENILAIAN KONSTRUKSIONIS
1. Fakta/peristiwa adalah hasil
konstruksi
2. Media adalah agen konstruksi
3. Berita bukan refleksi dari realitas
4. Berita bersifat
subjektif/konstruksi atas realitas
5. Wartawan bukan pelapor
6. Etika, pilihan moral, dan
keberpihakan wartawan adalah
bagian yang integral dalam produksi
berita
7. Nilai, etika, dan pilihan moral
peneliti menjadi bagian yang
integral dalam penelitian
8. Khalayak mempunyai penafsiran
tersendiri atas berita
16
4 ANALISIS TEKS BERITA:
PANDANGAN KOSTRUKSIONIS
ANALISIS TEKS BERITA :PANDANGAN KONTRUKSIONIS
•Konstruksionis = paradigma produksi•Paradigma konstruksionis >< Paradigma positivis
•paradigma positivis komunikasi sebagai bentuk pengiriman pesan.
17
Model Komunikasi
Sender message receiver
+ +Noise medium noise
ANALISIS TEKS BERITA:
PANDANGAN KOSTRUKSIONIS
Perbedaan Pandangan
Paradigma
Konstruksionis
dan Positivis tentang Komunikasi
Definisi komunikasi Definisi pesan
18
KARAKTERISTIK PENELITIAN ISI MEDIA
TUJUAN
PENELITI
PEMAKNAAN
TEMUAN / HASIL
PENAFSIRAN
PENEKANAN
KUALITAS
TUJUAN
POSITIVIS
KONSTRUKSIONIS
Eksplanasi, prediksi, dan kontrol
Rekontruksi realitas sosial secara Dialektelis antara
peneliti dengan Pelaku sosial yang diteliti
PENELITI
POSITIVIS
KONSTRUKSIONIS
Peneliti berperan sebagai
Disintercted scientist
Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang
Menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial
19
PEMAKNAAN
KONTRUKSIONIS
POISTIVIS
Transmisi: makna terdapat secara inheren
Ada dalam teks, dan ditransmisikan kepada pembaca
Negoisasi: makna adalah hasil dari proses saling Mempengaruhi antara
Teks dan pembaca.Makna bukan ditransmisikan tapi dinegosiasikan
TEMUAN / HASIL
POSITIVIS KONSTRUKSIONIS
Dualis: ada realitas objektif Transaksionalis: pemahaman suatu
realitas yang eksternal
PENAFSIRAN
POSITIVIS KONSTRUKSIONIS
Objektif: analisis teks
tidak boleh Menyertakan
penafsiran/opini peneliti
Subjektif: penafsiran
bagian tidak Terpisahkan
dari penelitian teks
PERSPEKTIF DIRI
DAN AKTOR SOSIAL
SEJARAH
BAHASA
TINDAKAN
20
TENTANG PENELITIAN
MEMBACA
MERESAPI
MENGERTI
PENEKANAN
POSITIVIS
KONSTRUKSIONIS
Intervensionis: pengujian hipotesis
dalam struktur hipoteticodeductive method
Reflektif/dialektik: menekankan empati
& interaksi dialektis antara peneliti-teks
Untuk merekontruksi realitas yang
Diteliti melalui metode kualitatif
KUALITAS
POSITIVIS KONSTRUKSIONIS
Objektif, validitas, dan realibitas Otentisitas dan refleksivitas
21
Contoh berita dari WARTA KOTA
22
Contoh berita dari Pikiran Rakyat
23
5 KONSEP FRAMING
1/17/2010 2
Robert N. Etiman Todd Gitlin
William A. Gamson
Pengertian Framing
David E. Snow &Robert Kenford
Amy Binder
24
1/17/2010 3
Robert N. Etiman
FRAMING PROSES SELEKSI
William A. Gamson
FRAMING
CARA BERCERITA SKEMA / ALUR
KONTRUKSI MAKNA
MENGKONTRUKSI & MENAFSIRKAN PESAN
1/17/2010 4
TODD GITLIN
FRAMING STRATEGI
PERISTIWA TAMPAK MENONJOL
SELEKSIPENGULANGANPENEKANANPRESENTASI ASPEK TERTENTU
MELAUI
25
1/17/2010 5
David E. Snow & Robert KenfordFRAMING
MENAFSIRKAN PERISTIWADAN KONDISI
PEMBERI MAKNA MENGORGANISASIKAN SISTEM KEPERCAYAAN
ANAK KALIMAT
CITRA
KALIMAT
SUMBANGAN INFORMASI
1/17/2010 6
Amy BinderFRAMING
SKEMA INTERPRETASI
MENGIDENTIFIKASI MELABELI
MENEMPATKAN MENAFSIRKAN
26
1/17/2010 7
FRAMING
STRATEGI
DUNIAREALITAS
DISEDERHANAKAN
BERITA UNTUK PEMBACA
1/17/2010 8
ASPEK FRAMING
Memilih fakta / realitas Menulis fakta
Penyajian faktaincluded excluded
Perbedaan1 media danmedia lain
Kata Kalimat Proposisi
AksentuasiFoto dan Gambar
27
1/17/2010 9
Gambar, dsb
Penekanan fakta
Penempatan (Headline)
Pengulangan
Pemakaian Label
Asosiasi terhadapsimbol budaya
Generalisasi
Simplikasi
Pemakaian kata mencolok
1/17/2010 10
Dimensi sosiologi dan psikologi
Dalam Studi Media
Psikologi Sosiologi
Framing
Secara Umum
Framing
Psikologi Sosiologi
28
1/17/2010 11
FRAMING
PSIKOLOGI (kognitis seseorang membentukskema tentang diri, sesuatu, atau gagasantertentu)
SOSIOLOGI (manusia tergantung padaframe/skema interpretasi seseorang)
1/17/2010 12
FRAMING
Dimensi Psikologi
Khalayak menyederhanakanperistiwa
Mudah dipahami&
Memiliki Persfektif/Dimensi tertentu
Komunikasipolitik
29
1/17/2010 11
FRAMING
PSIKOLOGI (kognitis seseorang membentukskema tentang diri, sesuatu, atau gagasantertentu)
SOSIOLOGI (manusia tergantung padaframe/skema interpretasi seseorang)
1/17/2010 12
FRAMING
Dimensi Psikologi
Khalayak menyederhanakanperistiwa
Mudah dipahami&
Memiliki Persfektif/Dimensi tertentu
Komunikasipolitik
30
1/17/2010 13
Shanto Iyenger
Frame dalamlevel tematik
Frame dalamlevel epidodik
Pengemasan pesan yang umum
Abstrak
Tidak mengacu pada peristiwa kongkrit
Hubungan peristiwa 1 dan peristiwa lain
Kongkrit / nyata
Berhubungan dengan detail yanglangsung diacu secara jelas
Peristiwa tertentu
1/17/2010 14
Dimensi Sosiologi
Ruang Berita + Organisasi Berita = Berita
Berita + Media (Institusi Sosial)
Peristiwa
Ditempatkan, dicari, dan disebarkan Lewat Praktik Profesional
Produk
31
1/17/2010 15
Erving Goffman
Konsep Framing Perspektif Dramaturgi
Kerangka analisis dari presentasi simbol yang mengacu pada efek persuasif
Dramaturgi
Sebuah Drama
Realitas = Aktor + Peran
Menciptakan Kesan pada Khalayak
1/17/2010 16
PengaruhDramaturgi
Realitas dan Aktor menampilkan dirinya dengan simbol.
Hubungan iteraksionis antara pembaca dengan aktor, dan realitas yang terbentuk sebagai hasil transaksi keduanya
32
1/17/2010 17
Goffman
Frame mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan secara aktif pengalaman hidup agar lebih mudah dipahami.
Frame adalah sebuah skema interpretasi, di mana gambaran dunia yang dimasuki seseorang diorganisasikan sehingga pengalaman tersebut menjadi berarti dan bermakna.
1/17/2010 18
Peristiwa & Realitas
Strips (Kepingan-Kepingan)Merupakan urutan aktivitas.
Frame (Bingkai)Pola dasar organisasional untuk mendeskripsikan strips.
Frame adalah sebuah prinsip di mana pengalaman dan realitas yang komples diorganisasikan secara subjektif
Analisis Framing, meneliti cara-cara individu mengorganisasikan pengalamannya sehingga memungkinkan seseorang mengidentifikasi dan memahami peristiwa-peristiwa, memaknai aktivitas kehidupan yang tengah berjalan.
33
1/17/2010 19
Frame dan Realitas
Pemaknaan dan Pemahaman tertentu atas suatu peristiwa
Peristiwa & Realitas
Wartawan & Penerapan Frame Dramatisasi kata, kalimat, & foto.
Berita
Khalayak & Pembaca
34
6 FRAMING DAN SKEMA INDIVIDU
FRAMING DAN SKEMA INDIVIDU
Peristiwa pandangan konstruksi pesan
Konsep
Simplifikasi generalisasi klasifikasi asosiasi
35
Pola pikir untuk memahami sesuatu
• Simplifikasi
Menyederhanakan maksud peristiwa
Pola pikir perkembangan penyederhanaan
psikologi peristiwa
• Klasifikasi
Peristiwa/realitas klasifikasi pandangan yang berbeda
Contoh:
terorisme/kejahatan
Pembunuhan
pembelaan diri/hak
36
melihat pada aspek kelompok
Generalisasi melihat pada ciri-ciri yang berdekatan/sama
melahirkan bias prasangka tertentu
Contoh:
pasar
Masalah area lahan hijau
pemukiman warga
•Asosiasi peristiwa yang satu berhubungan dengan peristiwa yang lain.
Sharon Hartin I & Susan S. Huxman: Individu Menghubungkan (linking)
Menafsirkan peristiwa politik melihat dari satu sisipewarnaan (colorizing)
Contoh:
Korupsi (aliran dana DPR)
Masalah BI Penyuapan jaksa agung
Penolakan DPR terhadap calon gubernur BI
37
SKEMA DAN PRODUKSI BERITA
Teori skema lapangan psikologistruktur kognitif
- Proses pengetahuan
- Pengalaman seseorang
- Konteks sosial Skema
- Lingkungan yang spesifik
Mengorganisir pengetahuan
Skema Memancing pengalaman
Meletakkan realitas
38
Macam-macam skema
• Skema sosial skema peran
skema personal
genre
• Skema tekstual kode-kode teks komunikasi
gambaran umum media
• Skema ideologis skema diri
Skema Berita
disederhanakan
Peristiwa dibuat beraturan proses berita
dibuat bermakna interpretasi
Mark Fishman Struktur Fase
membatasi struktur dengan sesuatu
Karakteristik yang arbitrer
Struktur Fase setiap fase menggambarkan peristiwa beurutan
durasi waktu
berkelanjutan tiap fase
39
Mark Fishman struktur fase peristiwa yang kompleks
skema interpretasi
diorganisasikan
beraturan bermakna memenuhi logika
Organisasi peristiwa skema individu bentukan realitas yang berbedastruktur cerita yang berbeda
Contoh:
Kecelakaan menurunnya Adam Air
Pesawat kepercayaan Mengalami mengalami
Adam air Masyarakat Kerugian kebangkrutan
Pesawat Adam air Adam Air Adam Air
Adam Air Dilarang tidak bisa mengalami
Tidak memenuhi Beroperasi beroperasi kebangkrutan
standar Oleh Menteri
Keselamatan Perhubungan
40
FRAMING
Skema Individu (Wartawan)
Proses Produksi Berita
Kerangka Kerja Media
Rutinitas Organisasi Media
41
BERITARefleksi Realitas
Distorsi Realitas
Refleksi praktik pekerja dalam organisasi yang memproduksi berita
Seleksi Berita (Selectively of News)
Pembentukan Berita (Creation of News)
42
Seleksi Berita (Selectively of News)
dipilih mana yang penting dan bisa diberitakan oleh
wartawan
ditekankan bagian yang perlu ditambah dan
dikurangi oleh redaktur
REALITAS RILL
PROSES GATEKEEPER
BERITA
Pembentukan Berita (Creation of News)
PERISTIWA
dibentuk oleh wartawan (pembentukan konstruksi)
disunting redaktur (penekanan konstruksi)
BERITA
INTERAKSI DENGAN
REALITAS DAN NARASUMBER
PENGETAHUAN DAN ISI PIKIRAN
43
PERISTIWA(FAKTA)
Peliputan
Konsepsi
Bukan Berita
BERITARutinitas Organisasi
Nilai Berita
Kategori Berita
Ideologi Profesional / Objektivitas
KONTROL TERHADAP WARTAWAN
44
45
46
Pencarian
Penulisan
47
48
8 FRAMING DAN IDEOLOGI
PRAKTIK ORGANISASIIDEOLOGI
PROFESIONALKONSTRUKSI
TEKS BERITA
KONSTRUKSI : Memutusan item yang dipandang dapat dipahami oleh kahalayak
Realitas dan peristiwa diidentifikasi(diberi nama,diidentifikasi, dan dihubungkan dengan peristiwalain)
Realitas dan peristiwaditempatkan dalam konteks sosialtertentu dimana khalayak ituberada
Hall dkk: Peristiwa hanya akan berarti jika ia ditempatkandalam identifikasi kultural dimana berita itu hadir
Untuk itu peristiwa yang tidak beraturan dibuat menjadi teraturdan berarti dengan cara menempatkan peristiwa ke dalam peta makna
Proses Peneraturan
Identifikasi Sosial
Kategorisasi
Kontekstualisasi
Kerja Jurnalistik + Nilai-nilai dalam masyarakat=
Latar Asumsi (background asumption)
Pemebentukan kesepakatan bersama bagaimanaPeristiwa seharusnya dijelaskan dan dipahami
49
PETA IDEOLOGI
Media berperan mendefinisan realitas dan aktor-aktor sosialyang dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak
Fungsi media sebagai mekanisme integrasi sosial
Menjaga Nilai-Nilai Kelompok Mengontrol Nilai-Nilai Kelompok
Kunci = Batas Budaya
Untuk Mengintegrasikan masyarakat dalam tata nilai yang samaagar suatu pandangan dapat diterima dan diyakini kebenarannya
Penyesuaian pada nilai-nilai masyarakatguna mendefinisikan prilaku melaui sudut pandang khalayak
DASAR PROSES PRODUKASI BERITA
Konsesus: Bagaimana suatu berita dipahami bersama dan dimaknai
Peristiwadan aktor yang direstui
Peristiwa dan aktoryang keluar dari pembicaraan
Menyediakan satu kesatuan
Suatu yang plural menjadi tunggal
Proses Homogenasi
Pengadaan kelompok
yang dinggap menyimpang
Penciptaan penentang (dissent)
Diandaikan terjadi share politik,
ekonomi dan budaya
Pembentukannya tidak
disengaja atas otoritas tertentu,
Terinstusionalisasi menjadi persoalan
dengan adanya penyerapan yang sama
Sistem Totaliter
Pluralis atau demokratis
50
Sphere Of Consensus
Sphare Of LegitimateControversy
SphareOf Defiance
Sphere of de deviance :bidang penyimpangan Sphare of legitimate controntroversy :bidang kontroversi Sphare of consensus :bidang konsesus
Ideologi komunitas memepengaruhi penempatanperistiwa Ke dalam bidang-bidang tersebut
Contoh: Kumpul Kebo
Menyimpang Kontroversi Konsensus
Dipandang
sebagai sesuatu
yang buruk
Masih
menjadi sesuatu
diperdebatkan
Dipandang
sebagai realitas
sesuai ideologi kelompok
Dikucilkan Hal itu biasaContoh:Liberal
51
PETA IDEOLOGI DAN KONSTRUKSI REALITAS
John Hartey: Liputan yang baik adalah liputan dua sisi
Kami Mereka
Baik Buruk
Pahlawan Penjahat
Stabil Rusuh
Narasi teks berita yang terdapat dua sisi bertolak belakang
Warga NU Pasuruan DPR
Lugu Pintar
Jujur Culas
Tidak Berpendidikan Berpendidikan
Kami Mereka
Contoh: Penebangan pohon oleh pendukung Gusdur, ketika Gusudur diturunkan parlemen
Warga NU Pasuruan DPR
Tidak Konstitusional Konstitusional
Semuanya Sesuai Aturan
Tidak Beraturan Tertib
Mereka Kami
52
PENDEFINISAN REALITAS
Ideologi : Kesadaran Palsu
Kekuasaan : Memepengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu
Hall menggabungkan proses kerja dan ideologi profesionl dengan ideologi
Proses Kerja
Ideologi Profesional
Rutinitas Organisasi
Laporan berita objektif
Berita berdasarkan fakta
Pluralis
Sumber kredibel
Prinsip Balance
Pihak Elit
PendefinisianRealitas
Media :PendefinisiSekunder
Berita memarjinalkan kelompoktidak dominan
53
9 EFEK FRAMING
Efek framing :
Realitas sosial yang kompleks
Disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan dan memenuhi logika tertentu.
54
Realitas dibingkai secara berbeda
Makna yang berbeda
• Realitas berita yang ada tidak ditangkap dan ditulis sesuai dengan fakta, melainkan realitas sebaliknya dikonstruksi.
Mendefinisikan realitas tertentu
Melupakan definisi lain atas realitas
Menonjolkan aspek tertentu
Mengaburkan aspek lain
Menyajikan sisi tertentu
Menghilangkan sisi lain
Pemilihan fakta tertentu
Pengabaian fakta lain
55
Menonjolkan aspek tertentu –Mengaburkan aspek lain
Berita secara sadar/ tidak diarahkan pada aspek tertentu
Aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian yang tidak memadai
Menyajikan sisi tertentu – Menghilangkan sisi lain
Menampilkan aspek tertentu
Aspek lain yang juga penting dalam memahami realitas tidak mendapatkan liputan yang memadai dalam berita.
56
Menampilkan aktor tertentu –Menyembunyikan aktor lainnya
Memfokuskan pada satu pihak/ aktor tertentu
Aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan menjadi tersembunyi
Mobilitas MassaFraming erat kaitan dengan opini publik
Isu tertentu ketika dikemas dengan dibingkai tertentu bisa mengakibatkan pemahaman khalayak yang berbeda atas isu
suatu isu.
Frame
↓ ↓ ↓
Isu dikemas Peristiwa dipahami Kejadian dimaknai
57
Mengiring Khalayak Pada Ingatan Tertentu
Media
Peristiwa sosial Pemahaman khalayak
W. Lance Bennet dan Regina G. Lawrence, ikonmerupakan peristiwa-peristiwa tertentu yang dramatis dan diabaikan sehingga berpengaruh pada bagaimana seseorang melihat suatu peristiwa.
58
10 MURRAY EDELMAN
REALITAS
SIMBOL
KATA-KATA
(PARA POLITISI)=MEDIA
59
REALITAS
=
MANIPULASI PERISTIWA
MISTIFIKASI
MENDAPAT DUKUNGAN KHALAYAK
Kategorisasi
Kesalahan Rubrikasi
kategorisasi
60
Kategorisasi = Framing
Abstraksi dan Fungsi
dari pikiran
PERISTIWA
Kategori Klasifikasi
61
VS
GAM TNI
Kategorisasi: Demonisasi VS Humanisasi
Klasifikasi: militer/perang
Simbol politik GAM =penyergapan, penghadangan, penembakan, dan kelompok sipil bersenjata
Simbol politik TNI =aparat keamanan, petugas keamanan, PPRM (Pasukan Penindak Rusuh Massa)
PERSEPSI KHALAYAK Citra Gam =NegatifCitra TNI =Positif
KONFLIK TNI DAN GAM
62
KESALAHAN KATEGORISASI Edelman memusatkan pada
bagaimana politisi menciptakan bahasa dan simbol politik untuk memengaruhi opini publik
Menurut Edelman politik hanya permainan simbol-simbol
Edelman menolak asumsi yang mengatakan bahwa opini merupakan sesuatu yang tetap. Sebaliknya opini harus dilihat sebagai sesuatu yang dinamis yang diciptakan secara terus-menerus
SIMBOL
BAHASA
Karakter dan peristiwa dapat berubah secara radikal dengan pemakaian kategorisasi tertentu
Kategorisasi dapat mengarahkan hendak kemana peristiwa dijelaskan dan diarahkan
Kategori yang dipakai untuk menjelaskan peristiwa menentukan bagaimana berita yang hadir di tengah masyarakat
63
Rubrikasi
KATEGORISASI DAN
PEMBERITAAN
Halaman Utama
Nasional
Ekonomi dan Bisnis
Nusa
Internasional
Ilmu dan Teknologi
Budaya
Opini
Gaya Hidup
Olahraga
Teknologi Informasi
Metropolitan
Bahasa
Editorial
RUBRIKASI BERITA UTAMATAJUK RENCANABANDUNG RAYAJAWA BARATDALAM NEGERIEKONOMIPENDIDIKANOLAHRAGAARTIKELAPA SIAPASURAT PEMBACA
R
U
B
R
I
K
A
S
I
64
RUBRIKASI
=LINGKUNGAN
KEBAKARAN
HUTAN
KERUSAKAN
LINGKUNGAN
Klasifikasi
Bagaimana peristiwa dan
fenomena harus dijelaskan
Bagaimana peristiwa dan
fenomena dipahamai dan
dikomunikasikan
Rubrikasi
Miskategorisasi
65
EdelmAn
Banyak
Klasifikasi dan Kategorisasi
TIDAK menyertakan aspek
Diskriminasi
KATEGORISASIDAN
IDEOLOGI
66
KATEGORISASI
REALITAS
+
KLASIFIKASI
=
SEDERHANA
MUDAH DIPAHAMI
67
IDEOLOGI SISTEM GAGASANOBYEKTIF
Mendukung
(atau menyerang)
misi/ maksud
tertentu
+++++CITRA ------
SIMBOL
DAN
KATA
OPINI/ PENDAPAT PUBLIK
PEMBACA
68
REPUBLIKA
IDEOLOGI : ISLAM MODERN
Kebijakan Abdurahman Wahid
membuka hubungan dagang dengan Israel
SIMBOL POLITIK:
Tindakan yang gegabah, sikap arogan pemerintah serta menyakiti hati umat, tindakan brutal, pelecehan konstitusi, hubungan RI israel adalah hubungan yang mubazir.
REPUBLIKA
IDEOLOGI : ISLAM MODERN
Kebijakan BJ HABIBIE
PENYELESAIAN TIMOR-TIMOR
SIMBOL POLITIK:
pilihan terbaik, prestasi terbaik Habibie. dan tindakan Habibie sebagai penghormatan terhadap hak rakyat
Timtim, keberanian Habibie, sikap kenegarawanan, dan dosa
sejarah portugal.
69
REZIM SOEHARTO
IDEOLOGI : OTORITER
Rezim penguasa : General Others
Pancasila : anti-Pancasila
Pembangunan : antipembangunan
Nasionalisme : antinasionalisme
Persatuan : antipersatuan
Demokrasi : sisa komunisme
Komponen bangsa : organisasi tanpa bentuk
Pembela bangsa : kelompok subversif
Modern : Islam fundamentalis
Penjaga keamanan : pengacau keamanan
70
11 TOKOH FRAMING
ROBERT N. ENTMAN
TEORI N. ENTMAN“Framing menjadi paradigma peneliti
komunikasi”
PenelitianFraming
Otonomikhalayak
Praktikjurnalistik
Analisisdiri
Pendapatumum
71
FRAMING
TeksBagian yang ditonjolkan
Skemapandangan
khalayak
InteraksiTeks penerima
Entman
Seleksi isuPenekanan/ penonjolan
Framing
SELEKSI ISU berupa proses menyeleksi realitas, melalui include dan exclude
PENONJOLAN ASPEK TERTENTU dari isuberkaitan denganpemakaian kata, kalimat, gambar, dancitra tertentu
72
KONSEPSI ENTMAN
DEFINE PROBLEM• Merupakan master frame/bingkai yang paling utama
• Bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan
• Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai apa? Sebagai masalah apa?
• Contoh :
Isu Kenaikan BBM (PR 24 Mei 2008)
“Polisi Didesak Lepaskan Mahasiswa”
Bisa dipahami sebagai ‘Dampak Anarkis DemonstraiMahasiswa’
bisa juga ‘Polisi merasa bangga mengatasi keanarkisanmahasiswa’
• Bukan masalah benar atau salah
73
DIAGNOSE CAUSES
• Membingkai siapa yang dianggap sebagaiaktor
• Mencakup pandangan siapa sebagai pelakudan siapa sebagai korban
• Apa dan siapa yang dianggap sebagai sumbermasalah
• Contoh :
‘Aksi akan lancar dan dibiarkan oleh polisi jikamahasiswa tidak anarkis’
MAKE MORAL JUDGEMENT
• Memberi argumen pada pendefinisian masalah
• Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah
• Contoh :
pada teks berita bisa dicantumkan
‘Polisi berjuang demi rakyat’
74
TREATMENT RECOMMENDATION
• Menilai apa yang dikehendaki wartawan
• Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah
• Contoh :
Jika mahasiswa sebagai pelaku yang bersalah, ‘Biarkan mahasiswa diproses secara hukum’
EFEK FRAMING
75
13 ZHONGDANG PAN DAN
GERALD M. KOSICKI
Zhongdang Pan dan
Gerald M. Kosicki
Proses FramingPerangkat
Framing
76
PROSES FRAMING
Definisi :
Framing didefinisikan sebagai proses
membuat suatu pesan lebih menonjol,
menempatkan informasi lebih dari yang
lain sehingga khalayak lebih tertuju pada
pesan tersebut
77
Pan dan Kosicki dalam
Tulisannya
Media bingkai khalayak dan partisipan
politik pemaknaan dan
konstruksi
Proses dan pemaknaan
yang berbeda atas suatu isu
atau peristiwa
Pan dan Kosicki dalam
Tulisannya
Media bingkai khalayak dan partisipan
politik pemaknaan dan
konstruksi
Proses dan pemaknaan
yang berbeda atas suatu isu
atau peristiwa
78
Proses Framing
Konsepsi Psikologis Konsepsi Sosiologis
Konsepsi Psikologis
Bagaimana seseorang memproses informasi
dalam dirinya.
Bagaimana seseorang mengolah sejumlah
informasi dan ditujukan dalam skema tertentu
Lebih melihat pada proses internal seseorang,
bagaimana individu secara kognitif menafsirkan
suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu.
79
Konsepsi Sosiologis
Bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi
seseorang.
Bagaimana konstruksi sosial atas realitas.
Bagaimana seseorang mengklasifikasikan,
mengorganisasikan dan menafsirkan
pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya
dan realitas di luar dirinya.
Penggabungan Konsepsi
Psikologi dan Sosiologis
berita diproduksi
peristiwa dikonstruksi
wartawan
80
Konsepsi yang Digunakan
Wartawan dalam Mengkonstruksi
Realitas
Proses konstruksi melibatkan nilai sosial yang melekat dalam diri wartawan.
Ketika menulis dan mengkonstruksi berita, wartwan bukanlah berhadapan dengan publik yang kosong.
Proses konstruksi itu juga ditentukan oleh proses produksi yang selalu melibatkan standar kerja, profesi jurnalistik, dan standar profesiona dari wartawan.
PERANGKAT FRAMINGStrukturSintaksis
Cara wartawan
menyusun
Fakta
Skrip
Cara wartwan
mengisahakan fakta
Tematik
Cara wartawan
menulis Fakta
Retoris
Cara Wartawan
menekankan fakta
Perangkat Framing Unit yang diamati
1. Skema Berita Headline, lead, latar
informasi, kutipan sumber, pernyataan,
penutup.
2. Kelengkapan 5W + 1H
berita
3. Detail Paragraf, proposisi,
4. Koherensi kalimat, hubungan
5. Bentuk kalimat antar kalimat
6. Kata Ganti
7. Leksikon kata, idiom, gambar/foto
8. Grafis grafik
9. Metafora
81
SINTAKSIS
Bagian Berita
Headline
Lead
Latar informasi Teks Secara
Sumber Keseluruhan
Penutup
Bentuk Sintaksis yang Paling Populer
( Struktur Piramida Terbalik )
Judul Headline
Lead
episode
latar
penutup
82
SKRIP
Definisi :
Salah satu strategi wartawan dalam
mengkonstruksi berita bagaimana suatu peristiwa
Dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun
Bagian-bagian dengan urutan tertentu.
Skrip Laporan Berita
Berita umumnya mempunyai orientasi
Menghubungkan teks yang ditulis dengan
Lingkungan komunal pembaca.
Banyak laporan berita yang berusaha menunjukkan
Hubungan, peristiwa yang ditulis merupakan
Kelanjutan dari peristiwa sebelumnya
83
TEMATIK
Perangkat
Tematik
Berita mirip sebuah
Pengujian hipotesis
Peristiwa yang
diliput
Sumber yang
dikutip dan
pertanyaan yang
diungkapkan
Pertanyaan yang
diungkapkan
Hipotesis
RETORIS
leksikon
Elemen Struktur Retoris pemilihan
pemakaian kata-kata
tertentu
Struktur retoris dari wacana berita
menggambarkan pilihan gaya atau kata yang
dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti
yang ingin ditonjolkan oleh wartawan.
84
Frame : Pemadaman Listrik
Bergilir
Elemen Strategi Penulisan
Skematis Wawancara Manajer bidang Komunikasi, Hukum, dan
Administrasi PT PLN Sumarsono, tentang alasan pemadaman
lisatrik dilakukan. Seputar Indonesia menempatkan pernyataan
pihak PLN pada paragraf ke dua dilanjutkan dengan pendapat
ketua himpunan lembaga konsumen Indonesia Firman
Skrip -Penekanan pada alasan pemadaman
listrik dilakukan
-Penekanan pada bidang-bidang yang
terkena pemadaman listrik.
Elemen Strategi Penulisan
Tematik 1. Pernyataan alasan pemadaman listrik dilakukan
2. Keputusan PLN untuk melakukan pemadaman listrik
secara bergilir mendapat reaksi tajam dari kalangan
pelaku usaha dan lembaga konsumen
3. Pendapat Ketua Himpunan Lembaga Konsumen
Indonesia Firman T. Endipraja
4. Pencantuman nama kota-kota yang terkena
pemerolehan listrik.
5. Usul TDL ( Tarif Dasar Listrik ) naik.
Retoris Terdapat foto penjelas, akibat mati lampu.
Pemakaian tulisan cetak tebal untuk penekanan pada
kota dan mengenai usul TDL naik.
85
Frame : Pemadaman Listrik
Merugikan Pihak Pengusaha
Elemen Strategi Penulisan
Skematis Wawancara manager bidang komunikasi, hukum, dan bidang
administrasi PT.PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten
mendapat pemadaman listrik secara bergilir. Pikiran Rakyat
menempatkan pendapat ini di awal tulisan, baru disusul dengan
pendapat Ketua Umum Kadin Jawa Barat yang menyatakan
bahwa pemadaman listrik secara tiba-tiba dapat merusak
proses produksi
Skrip Penekanan fakta-fakta mengenai pemdaman listrik di Jawa
Barat – Banten dan kerugian pengusaha dalam proses produksi
Elemen Strategi Penulisan
Tematik 1. Pernyataan tidak berfungsinya pembangkit-
pembangkit yang menggunakan BBM
2. Pemadaman listrik dilakukan secara bergiliran
3. Terjadi lonjakan listrik dari segmen pelanggan industri
4. Para pengusaha mengirimkan somasi pada PLH
5. Kadin akan mengadakan pertemuan dengan pelaku
industri untuk membicarakan masalah pemadaman
listrik.
Retoris Cetak miring pada istilah – istilah dari bahasa asing dan
foto yang menggambarkan suasana BIP saat masih
lampu.
86
FRAMING
PIKIRAN RAKYAT SEPUTAR INDONESIA
PEMADAMAN LISTRIK
MERUGIKAN PENGUSAHA
PEMADAMAN LISTRIK
MERUGIKAN BANYAK PIHAK
FRAMING
PIKIRAN RAKYAT SEPUTAR INDONESIA
PEMADAMAN LISTRIK
MERUGIKAN PENGUSAHA
PEMADAMAN LISTRIK
MERUGIKAN BANYAK PIHAK
87
PIKIRAN RAKYAT SEPUTAR INDONESIA
SKEMATIS
Wawancara manager bidang
komunikasi hukum & administrasi
PT. PLN Distribusi Jabar – Banten
Sumarsono, mengenai pemadaman
bergilir. PR menempatkan pendapat
itu di awal tulisan, disusul dengan
pendapat ketua umum KADIN Jabar
Iwan D Hanafi, yang menyatakan
bahwa pemadaman listrik secara
tiba-tiba dapat merusak proses
produksi dan PLN kurang memiliki
Perencanaan yang baik.
Wawancara manager bidang
komunikasi hukum & administrasi
PT. PLN Distribusi Jabar – Banten
Sumarsono, tentang alasan
dilakukannya pemadaman listrik.
Sindo menempatkan pernyataan
tersebut pada paragraf kedua,
dilanjutkan dengan pendapat Ketua
Himpunan Lembaga Konsumen
Indonesia Firman T Endipraja yang
berpendapat bahwa PLN telah
melanggar UU No 8/1999 tentang
perlindungan konsumen
PIKIRAN RAKYAT SEPUTAR INDONESIA
SKRIP
Penekanan pada fakta
kerugian pengusaha karena
pemadaman listrik
Penekanan pada somasi
yang dilakukan Asosiasi
Pertekstilan Indonesia (API)
Penekanan pada alasan
terjadinya pemadaman
listrik
Penekanan pada bidang
yang terkena pemadaman
listrik
88
PIKIRAN RAKYAT SEPUTAR INDONESIA
TEMATIK
• Pernyataan tidak berfungsinya
pembangkit listrik yang
menggunakan BBM
• Pemadaman listrik dilakukan bergilir
• Terjadinya lonjakan listrik dari segmen
pelanggan industri
• Para pengusaha mengirimkan somasi
pada PLN
• Kadin akan mengadakan pertemuan
dengan pelaku industri mengenai
pemadaman listrik
• Pernyataan alasan terjadinya
pemadaman listrik
• Keputusan PLN mendapat reaksi
tajam dari kalangan pelaku usaha
dan Lembaga Konsumen
• PLN melanggar UU No 8/1999
tentang perlindungan konsumen
• Beberapa kota yang terkena
pemadaman bergilir oleh PLN
• Usul TDL (Tarif Dasar Listrik) naik
PIKIRAN RAKYAT SEPUTAR INDONESIA
RETORIS
• Cetak miring pada
istilah-istilah baru
bahasa asing
• Pemakaian foto penjelas,
suasana BIP saat mati
lampu.
• Terdapat foto penjelas,
akibat mati lampu
• Pemakaian tulisan cetak
tebal untuk penekanan
pada kota dan mengenai
usul TDL naik.
89
13 EPILOG
Analisis Framing
Membahas mengenai bagaimana media membentuk konstruksi atas realitas, menyajikannya dan menampilkannya kepada khalayak
Murray Edelman
Robert N. Entman
William Gamson Analisis FramingZhongdang Pan
and Gerald M. Kosicki
90
Jisuk Woo
Makrostruktural
Mikrostruktural
Retoris
aZcsa
Makrostruktural Mikrostruktural Retoris
Murray Edelman
Robert N. Entman
William Gamson
Zhongdang Pan and
Gerald M. Kosicki
91
Frame Individual
Variabel bebas Variabel Tergantung
Realitas Penelitian
Konstruksi individu
Menghubungkan
frame
media
Frame individual
sebagai variabel
tergantung
92