Tugas Terstruktur Stabilitas Obat

Embed Size (px)

Citation preview

  • TUGAS TERSTURKTUR STABILITAS OBAT

    PENGARUH EKSIPIEN DALAM STABILITAS OBAT

    Disusun Oleh :

    Nama : Siti Rochmah Wargiyanti

    NIM : G1F012023

    Kelas : A

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

    JURUSAN FARMASI

    PURWOKERTO

    2013

  • Pengaruh Eksipien dalam Stabilitas Obat

    Dalam suatu sediaan farmasi, selain zat aktif juga dibutuhkan eksipien/bahan penolong. Eksipien merupakan bahan selain zat aktif yang ditambahkan dalam formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan atau fungsi. IPEC (The International Pharmaceutical Excipients Council) membagi eksipien untuk sediaan padat dalam 13 katagori umum berdasarkan fungsinya yaitu: pengikat, penghancur, pengisi, lubrikan, glidan, pembantu pengempaan, pewarna, pemanis, pengawet, zat pensuspensi/pendispersi, material penyalut, pemberi rasa, dan tinta untuk printing (Saifullah, 2009).

    The International Pharmaceutical Excipients Council (IPEC) mendefinisikan Pharmaceutical excipients sebagai substansi selain obat atau prodrug yang telah dievaluasi keamanannya dan dimaksudkan untuk sistem penghantaran obat untuk berbagai tujuan yaitu :

    1. Untuk membantu selama proses pembuatan 2. Melindungi, mendukung dan meningkatkan stabilitas dan bioavailabilitas 3. Membantu dalam identifikasi produk 4. Meningkatkan keamanan dan efektifitas produk selama distribusi dan

    penggunaan (Saifullah, 2009)

    Beberapa kriteria umum yang esensial untuk eksipien yaitu netral, stabil secara fisika dan kimia, memenuhi peraturan perundang-undangan, tidak mempengaruhi bioavailabilitas obat, bebas dari mikroba patogen, dan tersedia dalam jumlah yang cukup serta murah (Priyambodo, 2007).

    Eksipien Tablet biasa disebut sebagai bahan tambahan tablet (Siregar dan Wikarsa, 2010). Eksipien mempunyai peranan atau fungsi yang sangat penting dalam formulasi tablet. Hal ini karena tidak ada satupun zat aktif yang dapat langsung dikempa menjadi tablet tanpa membutuhkan eksipien. Eksipien dalam sediaan tablet dapat diklasifikasikan berdasarkan peranannya dalam produksi tablet (Sulaiman, 2007). Pertama adalah eksipien yang berperan dalam membantu proses pengempaan (berpengaruh pada fluiditas dan kompaktibilitas) massa yaitu: bahan pengisi-pengencer, pengikat, glidan dan lubrikan. Kelompok yang kedua adalah eksipien yang membantu memperbaiki karakter sifat fisik tablet, yaitu bahan: penghancur, pewarna, serta pembasah dan surface-active agents (Saifullah, 2009). Eksipien yang umumnya digunakan dalam formulasi sediaan tablet:

    a. Bahan pengisi (diluents/fillers) Pengisi berfungsi untuk mendapatkan suatu ukuran atau bobot yang

    sesuai sehingga layak untuk dikempa menjadi tablet. Bahan pengisi biasanya ditambahkan dalam range 5 80% (tergantung jumlah zat aktif dan bobot tablet yang diinginkan). Bila bahan aktif berdosis kecil, sifat tablet (campuran massa yang akan ditablet) secara keseluruhan ditentukan oleh bahan pengisi. Contoh dari bahan pengisi adalah laktosa, sukrosa, dekstrosa, manitol, kalsium sulfat, kalsium fosfat, kalsium karbonat,dan amilum.

  • b. Bahan pengikat (binders) Binders atau bahan pengikat berfungsi memberi daya adhesi pada

    massa serbuk pada granulasi dan kempa langsung serta untuk menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk kering dan bentuk larutan (lebih efektif). Contoh dari bahan pengikat adalah selulosa, Mikrokristalin selulosa (Avicel), Polimer (CMC Na, HPC, dan HPMC), PVP, gelatin, gom alam, tragakan, guar, pektin, amilum, PEG, Na alginat, magnesium dan aluminum silikat.

    c. Bahan penghancur (disintegrants) Bahan penghancur akan membantu hancurnya tablet menjadi granul,

    selanjutnya menjadi partikel-partikel penyusun, ketika tablet kontak dengan cairan lambung sehingga akan meningkatkan disolusi tablet. Contoh dari bahan penghancur adalah amilum, Avicel (Mikrokritalin selulosa), solka floc, asam alginat, Explotab (sodium starch glicolate), gom guar, Policlar AT (Crosslinked PVP), Amberlite IPR 88, Metilselulosa, CMC, HPMC.

    d. Bahan pelicin (anti frictional agents) Bahan pelicin dalam formulasi sediaan tablet mempunyai 3 fungsi,

    yaitu : 1. Lubricants

    Lubricants adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi antara permukaan dinding/tepi tablet dengan dinding die selama kompresi dan ejeksi. Lubricants ditambahkan pada pencampuran akhir/final mixing, sebelum proses pengempaan.

    2. Glidants Glidants ditambahkan dalam formulasi untuk menaikkan/meningkatkan fluiditas massa yang akan dikempa, sehingga massa tersebut dapat mengisi die dalam jumlah yang seragam. Amilum adalah glidant yang paling popular karena disamping dapat berfungsi sebagai glidant juga sebagai disintegran dengan konsentrasi sampai 10 %. Talk lebih baik sebagai glidant dibandingkan amilum, tetapi dapat menurunkan disintegrasi dan disolusi tablet.

    3. Antiadherents Antiadherents adalah bahan yang dapat mencegah melekatnya (sticking) permukaan tablet pada punch atas dan punch bawah. Talk, magnesium stearat dan amilum jagung merupakan material yang memiliki sifat antiadherent sangat baik.

    (Sulaiman, 2007)

    Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan (Connors, et al., 1986). Terjadinya dekomposisi obat akibat hidrolisis atau solvolisis dari sediaan farmasi cair adalah adalah hal yang umum terjadi karena kelembaban atau pelarut yang digunakan. Gugus-gugus fungsional tertentu memudahkan terjadinya reaksi tersebut (Parrot, 1970).

  • Semua obat mengalami penguraian kimia seiring dengan waktu dan laju terjadinya penguraian ini penting untuk menentukan lamanya obat dalam mempertahankan potensinya. Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk mempertahankan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket dalam batas-batas yang ditentukan oleh United States Pharmacopeia (USP). Stabilitas obat biasanya dinyatakan sebagai lama waktu, yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan waktu kadaluwarsa atau tanggal habis pakai. Stabilitas kimia obat dapat ditentukan dengan menggunakan kinetika kimia, dan saat menetapkan stabilitas obat, orde reaksi dan laju reaksi harus diteliti. Sebagian besar obat dan eksipien terurai pada reaksi orde nol dan orde pertama. Stabilitas kimia suatu obat menentukan waktu penyimpanan dan tanggal kadaluwarsa obat itu pada suhu yang ditentukan, yang dapat berubah akibat perubahan suhu (Ansel, 2006).

    Stabilitas produk jadi sangat tergantung pada stabilitas bahan-bahan obat yang terkandung didalamnya. Pada waktu yang sama perlu diketahui bahwa formulasi dan kemasan dapat menimbulkan pengaruh negatif atau positif pada stabilitas zat aktif. Masa edar obat harus ditetapkan berdasarkan uji stabilitas. Untuk alasan praktis pada perdagangan dan distribusi, uji stabilitas pada obat yang mengandung bahan-bahan dengan masa edar telah ditetapkan lebih dari 5 tahun tidak direkomendasikan. Masa edar yang lebih pendek dapat ditemukan pada beberapa zat aktif seperti antibiotik dan vitamin, atau pada beberapa bentuk sediaan seperti larutan dalam air, emulsi atau krim (WHO, 2006).

    Eksipien yang dibutuhkan dalam formulasi sediaan padat begitu banyak (jenis dan fungsinya), dengan pilihan yang beragam pula. Dalam beberapa dekade terakhir, produsen terus mengembangkan dan meriset berbagai eksipien generasi baru dengan berbagai sifat kimia-fisika dan keunggulannya. Dalam memilih eksipien, dituntut kejelian dan kecerdasan dari formulator sehingga dapat dihasilkan suatu tablet yang bermutu (aman, manjur, acceptable dan stabil). Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih eksipien seperti: sifat fisika kimia zat aktif dan eksipien, proses/metode pembuatan, cara/rute pemakaian, dosis dan profil pelepasan yang dinginkan, dan lain sebagainya. Semua pertimbangan tersebut harus dikaji secara komprehensif, sehingga akan dapat dihasilkan suatu formula yang baik. Prinsip dasar yang dapat menjadi landasan adalah penggunaan eksipien sebaiknya dalam jumlah (jenis dan kuantitas) yang sesedikit mungkin untuk menghindari interaksi yang lebih besar yang mungkin terjadi antar komponen yang ada. Sebaliknya suatu ketika mungkin akan dibutuhkan jumlah (jenis dan kuantitas) yang besar untuk mencapai tujuan tertentu (Saifullah, 2009).

  • Dari pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam formulasi sediaan tablet selain bahan aktif juga dibutuhkan eksipien/bahan tambahan, karena zat aktif tidak memiliki semua sifat yang baik untuk langsung dibuat tablet. Bahan tambahan bukan merupakan bahan aktif, namun secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada kualitas/mutu tablet yang dihasilkan. Pemilihan bahan tambahan harus disesuaikan dengan sifat kimia-fisika dari bahan obat, serta dengan tujuan yang ingin dicapai.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Ansel, H. C., 2006, Pharmaceutical Calculations: the Pharmacists Handbook, Lippicontt William and Wilkins, Philadelpia.

    Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J., 1986, Chemical Stability of Pharmaceutical, John Willey and Sons, New York.

    Parrot, N., 1970, Pharmaceutical Technology, Burgers Publishing Company, Minneapolis.

    Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama, Yogyakarta.

    Saifullah, Teuku Nanda, 2009, Eksipien untuk Formulasi Sediaan Tablet, http://www.saifullah.staff.ugm.ac.id, diakses tanggal 25 Desember 2013.

    Siregar, C. J. P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis, EGC, Jakarta.

    Sulaiman, T. N. S., 2007, Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet, Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    WHO, 2006, Pemastian Mutu Obat : Kompedium Pedoman dan Bahan-bahan Terkait vol. 1, diterjemahkan oleh Mimi, V.S., EGC, Jakarta.