7
8/19/2019 Tugas Revieu UU http://slidepdf.com/reader/full/tugas-revieu-uu 1/7 Kajian Undang-Undang No. 37 Tahun 2014 . DAS 2014 Page 1 Pendahuluan Pertama-tama penulis selaku mahasiswa program studi Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat menyambut baik dan sangat mengapresiasi atas kehadiran UU No. 37 tahun 2014, terutama dalam upaya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan efisien. Undang-Undang Konservasi Tanah dan Air (UU KTA) ini yang terdiri dari 17 bab, 69 pasal juga terdapat penjelasan pasal demi pasal secara garis besar mengatur substansi yang mencakup: 1. asas, tujuan, dan ruang lingkup; 2. penguasaan, wewenang, dan tanggung jawab; 3. perencanaan Konservasi Tanah dan Air; 4. penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air; 5. hak dan kewajiban; 6. pendanaan; 7. bantuan, insentif, ganti kerugian, dan kompensasi; 8. pembinaan dan pengawasan Konservasi Tanah dan Air; 9. pemberdayaan masyarakat; 10. peran serta masyarakat 11. penyelesaian sengketa; 12. penyidikan; 13. sanksi administratif; dan 14. ketentuan pidana, Dalam kesempatan kajian ini penulis mencoba menyadur beberapa tulisan terkait kondisi penggunaan lahan dilapangan terutama dikawasan puncak Kabupaten Bogor yang menjadi sorotan publik mengingat keberadaan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang semakin hari rentan secara ekologis, yaitu sebagai berikut: I. Lembar Fakta Forest Watch Indonesia , “Hilangnya Fungsi Kawasan Lindung di Puncak Bogor”. Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor dengan peranan yang sangat vital bagi banyak daerah yang berada di bawahnya, Kawasan Hutan Lindung Puncak menjadi penyedia air utama untuk 3 DAS, yaitu Ciliwung, Kali Bekasi, dan Citarum. Kawasan ini berperan mengairi daerah-daerah lumbung pangan Jawa Barat di Jonggol, Kelapa Nunggal (Kabupaten Bogor), dan terutama persawahan di Pantura (Kabupaten Bekasi dan Karawang).

Tugas Revieu UU

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Revieu UU

8/19/2019 Tugas Revieu UU

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-revieu-uu 1/7

Kajian “ Undang-Undang No. 37 Tahun 2014 ” .

DAS 2014 Page 1

Pendahuluan

Pertama-tama penulis selaku mahasiswa program studi Daerah Aliran Sungai(DAS) sangat menyambut baik dan sangat mengapresiasi atas kehadiran UU No. 37 tahun

2014, terutama dalam upaya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DASsecara efektif dan efisien.

Undang-Undang Konservasi Tanah dan Air (UU KTA) ini yang terdiri dari 17 bab,69 pasal juga terdapat penjelasan pasal demi pasal secara garis besar mengatur substansiyang mencakup:

1. asas, tujuan, dan ruang lingkup;2. penguasaan, wewenang, dan tanggung jawab;3. perencanaan Konservasi Tanah dan Air;4. penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air;5. hak dan kewajiban;6. pendanaan;7. bantuan, insentif, ganti kerugian, dan kompensasi;8. pembinaan dan pengawasan Konservasi Tanah dan Air;9. pemberdayaan masyarakat;10. peran serta masyarakat11. penyelesaian sengketa;12. penyidikan;13. sanksi administratif; dan14. ketentuan pidana,

Dalam kesempatan kajian ini penulis mencoba menyadur beberapa tulisan terkaitkondisi penggunaan lahan dilapangan terutama dikawasan puncak Kabupaten Bogor yangmenjadi sorotan publik mengingat keberadaan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,yang semakin hari rentan secara ekologis, yaitu sebagai berikut:

I. Lembar Fakta Forest Watch Indonesia , “Hilangnya Fungsi Kawasan Lindung diPuncak Bogor”.

Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor dengan peranan yang sangat vital bagi banyak daerah yang berada di bawahnya, Kawasan Hutan Lindung Puncak menjadi penyedia air utama untuk 3 DAS, yaitu Ciliwung, Kali Bekasi, dan Citarum. Kawasan ini berperan mengairi daerah-daerah lumbung pangan Jawa Barat di Jonggol, Kelapa Nunggal(Kabupaten Bogor), dan terutama persawahan di Pantura (Kabupaten Bekasi danKarawang).

Page 2: Tugas Revieu UU

8/19/2019 Tugas Revieu UU

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-revieu-uu 2/7

Kajian “ Undang-Undang No. 37 Tahun 2014 ” .

DAS 2014 Page 2

Dalam PP No 26. Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional disebutkan bahwa Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur(jabodetabekpunjur) ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN).

Selanjutnya seperti yang tertera dalam pasal 75e, penetapan KSN ini berdasarkankepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yang dijelaskan secara lebih rinci

pada pasal 80 ”... memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara”.

Selanjutnya dalam Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang KawasanJakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur pada Pasal 2 ayat 1bdisebutkan bahwa salah satu tujuan utama dari penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjurdari perpres ini adalah mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam

pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah,menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir.

Adapun pembangunan kawasan harus dapat menjamin tetap berlangsungnyakonservasi tanah dan air, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, sertamenanggulangi banjir dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang

berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan (pasal 8b).Secara teknis pengejawantahan penting dari PP No 26 Tahun 2008 yang diturunkan

dalam Perpres No. 54 Tahun 2008 ini dapat terwujud jika kawasan lindung, kawasan hutanlindung, dan kawasan resapan air (Bab I pasal 1 ayat 6, 7 dan 8) memiliki ruang dalam

peraturan perundangan di bawahnya.Fungsi perlindungan keseimbangan tata-guna air pada kedua peraturan di atas tidak

dapat dipisahkan dengan ada/tidaknya daerah berhutan dalam suatu wilayah, yang

berfungsi sebagai daerah resapan air. Dalam pasal 3, 6 dan 18 Undang-Undang No. 41tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa keberadaan kawasan hutan yangoptimal mempunyai luasan yang cukup dan sebaran proporsional, minimal 30% dari luasDAS dan atau pulau. Pasal 17 Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruangsemakin mempertegas bahwa luasan dari kawasan hutan dalam suatu tata ruang wilayah

paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari daerah aliran sungai (DAS).Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat No. 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Propinsi menetapkan angka 45% dari wilayahnya untuk menjadi kawasanlindung pada tahun 2018 (pasal 26) dan 30% minimum untuk setiap Daerah Aliran Sungai.

Kabupaten Bogor menjadi sorotan berbagai kalangan, akibat akan adanya rencanarevisi tata ruang 2005-2025. Kawasan Hutan Lindung akan dikembalikan penataannyamenjadi Kawasan Hutan Produksi Tetap dan Area Penggunaan Lain, mengacu pada RTRWProvinsi Jawa Barat.

Page 3: Tugas Revieu UU

8/19/2019 Tugas Revieu UU

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-revieu-uu 3/7

Kajian “ Undang-Undang No. 37 Tahun 2014 ” .

DAS 2014 Page 3

Tabel 1. Kondisi Kawasan Hutan Lindung Puncak-Kabupaten Bogor

Sumber:- Lampiran II Perda Kabupaten Bogor No. 19 Tahun 2008. Pemerintah Kabupaten Bogor, 2008.- Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Jawa Barat. Kementerian Kehutanan, 2009.- Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode 2000-2009. Forest Watch Indonesia , 2011.

Selanjutnya diterangkan dalam bentuk table-tabel sebagai berikut:Tabel 2. Sebaran Kondisi Tutupan Hutan di Kabupaten Bogor dan Sekitarnya

Sumber:- Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Jawa Barat. Kementerian Kehutanan, 2009.- Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode 2000-2009. Forest Watch Indonesia , 2011.

Tabel 3. Kondisi Hutan berdasarkan Wilayah Kecamatan di dalam Kawasan Hutan Lindungdan DAS Ciliwung-Kabupaten Bogor.

Sumber:- Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode 2000-2009. Forest Watch Indonesia, 2011.

Page 4: Tugas Revieu UU

8/19/2019 Tugas Revieu UU

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-revieu-uu 4/7

Kajian “ Undang-Undang No. 37 Tahun 2014 ” .

DAS 2014 Page 4

Terlepas dari status kawasan yang ada dan melihat fungsi ekologi suatu wilayah, pengurangan luas tutupan hutan (deforestasi) di Propinsi Jawa Barat antara tahun 2000hingga tahun 2009 mencapai 16,2% (599.142 ha) dengan tutupan hutan tinggal 9,7% atauseluas 358.304 ha untuk mendukung wilayah Jawa Barat seluas 3,7 juta ha. Pada rentangtahun yang sama dan tingkatan administrasi lebih rendah kehilangan tutupan hutan diKabupaten Bogor mencapai 24,6% (73.591 ha) dan tutupan hutan tersisa 13,7% (40.991 ha)table 2. Pada kedua kasus ini, untuk tingkat propinsi dan salah satu kabupaten yang beradadalam wilayah administrasinya jumlah kehilangan tutupan hutan jauh lebih besardibandingkan tutupan hutan yang tersisa.

Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Bogor, yang sebagian besar berada diKecamatanMegamendung dan Cisarua, hanya 2.500 ha tertutupi hutan. Bisa dikatakan, Ciliwungadalah satusatunya daerah aliran sungai yang terbaik untuk menyangga Jakarta (table 3).

II. Nellie Tiendas , “Penanganan Khusus Tata Ruang Kawasan Jabopunjur ”.

Barangkali hanya Kawasan Jabopunjur (Jakarta-Bogor- Puncak-Cianjur), yangmemerlukan penanganan teramat khusus hingga melibatkan tiga presiden berturut-turut,yaitu:

Presiden Soekarno memberlakukan Perpres No. 13/1963 tentang “Penerti banPembangunan Bangunan di Sepanjang Jalan antara Jakarta-Bogor-Puncak-Cianjurdi Luar Batas-batas DKI Jakarta Raya, Daerah Swatantra Tingkat II Bogor danDaerah Swatantra Tingkat II Cianjur”;

Presiden Soeharto menerbitkan Keppres No. 48/1983 tentang “Pen anganan KhususPenataan Ruang dan Penertiban serta Pengendalian Pembangunan Pada KawasanPariwisata Puncak dan Wilayah Jalur Jalan Jakarta -Bogor- Puncak-Cianjur di LuarWilayah DKI Jakarta, Kotamadya Bogor, Kota Administratif Depok, Kota Cianjurdan Kota Cibinong (Keppres ini kerap disebut Keppres Penataan Ruang KawasanPuncak);

Presiden B.J Habibie dengan Keppres No. 114 tentang “Penataan Ruang KawasanJakarta-Bogor-Puncak- Cianjur”.

Maka, niscaya Kawasan Puncak atau Jabopunjur memiliki kedudukan unik dalamsejarah penataan ruang Indonesia. Kawasan bermasalah pelik - ditandai oleh ancamankerusakan lingkungan dan berdampak mengirim banjir ke Jakarta ini - mulai ditata seriussejak Presiden Soekarno, diintensifkan semasa Presiden Soeharto, dilanjutkan pada masasingkat pemerintahan Presiden BJ Habibie.

Page 5: Tugas Revieu UU

8/19/2019 Tugas Revieu UU

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-revieu-uu 5/7

Kajian “ Undang-Undang No. 37 Tahun 2014 ” .

DAS 2014 Page 5

Proses penataan ruang kawasan tersebut telah dilakukan secara intensif sejak tahun1983. Selain keunikan yang ditandai oleh sejumlah peraturan ketataruangan non perkotaandi atas, juga mekanisme pengendalian bersama antara pemerintah pusat dan daerah.

Sejak diberlakukannya UU No. 5/1969, semua Peraturan Presiden dan PenetapanPresiden harus ditinjau kembali. Departemen PUTL ditugasi meninjau kembali Perpres No.13/1963. Lantas, timbul keraguan di kalangan masyarakat terhadap Perpres No. 13/1963,sehingga banyak pendirian bangunan baru tanpa ijin. Pengawasan melemah, koordinasiantarinstansi pun merenggang.

Pesatnya perkembangan akhir tahun 1960-an, mendorong Gubernur Jawa Baratmengingatkan Bupati Bogor dan Cianjur untuk meningkatkan kembali penertiban terhadap

penyimpangan dan pelanggaran pembangunan di sepanjang jalan negara Jakarta-Puncak-Cianjur. Ditegaskan, bahwa perijinan dapat dikeluarkan DPU Kabupaten setelah disetujuiDPU Jawa Barat.

Persoalan bukannya mereda, tetapi malah semakin kompleks.Keindahan dankesejukan alam kian terancam. Dalam kurun waktu antara tahun 1963-1980, suhumeningkat sekitar 7 derajat Celcius. Bangunan dan berbagai fasilitas pariwisata terusmemadat sepanjang jalur Bogor-Puncak-Cianjur. Kelancaran lalu lintas pun terganggungakibatnya. Harga lahan terus membubung, disusul dengan perambahan kawasan lindunguntuk pertanian, fasilitas rekreasi dan sebagainya. Ladang dan kawasan terbangun terusmerangkak menuju perbukitan yang berkelerengan >40%. Tercatat hampir 1.000 hektarlahan yang berfungsi beralih fungsi.

Bertolak dari kenyataan tersebut, ternyata segala upaya untuk menertibkan pembangunan dengan dikeluarkannya Perpres No. 13/1963 belum cukup ampuh untuk

dapat mengendalikan pesatnya perkembangan wilayah ini. Banjir besar pun terjadi melandaJakarta tahun 1982 dan menjadi momentum untuk menggalakkan kembali penataan ruangKawasan Puncak/Jabopunjur. Tujuannya, untuk mencegah kerusakan lingkungan yanglebih parah lagi akibat perkembangan yang berlangsung pesat.

Untuk itu, keluarlah Keppres No.48/1983 sebagai pengganti Perpres No.13/1963.Pengaturan sebelumnya lebih ditekankan pada kepentingan pariwisata, menertibkan

pendirian bangunan sepanjang jalan agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas menujuPuncak, serta tidak mengganggu pandangan bebas ke arah pemandangan indah. MakaKeppres No. 48/1983 walaupun meliputi berbagai aspek penanganan, sasaran yang utamaadalah peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air serta flora dan fauna.

Dari ke dua tulisan tersebut diatas, yang menjadi pertanyaannya adalah:1. Adakah salah kebijakan-kebijakan yang ada pada saat itu?2. Apakah saat itu tidak ada tenaga-tenaga ahli dibidangnya sehingga gagal dalam

meng-implementasikannya?

Page 6: Tugas Revieu UU

8/19/2019 Tugas Revieu UU

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-revieu-uu 6/7

Kajian “ Undang-Undang No. 37 Tahun 2014 ” .

DAS 2014 Page 6

3. Apakah tidak ada sanksi dan aturan mainnya, sehingga saat itu dengan mudahmendapatkan sejumlah kepemilikan lahan dilokasi sumber cadangan air yangkatanya sumber air terbesar bagi jawa barat dan kini berdiri berbagai bentuk danrupa villa baik perorangan maupun lembaga (pemerintah dan swasta), yang jelas

bukan milik petani disana dan juga bukan warga disana?4. Lantas siapa yang memberikan ijin disana dan buat apa perijinan itu diberikan?5. Siapakah yang mengantungi keuntungan sesaat tersebut ?

Dari sekian banyak ketidakfahaman-ketidakfahaman yang terjadi disana yang menurut penulis jawaban hanya satu, yaitu pudarnya hati nurani atau malah sudah hilang sehinggatidak ada kesungguhan/ tidak adanya keinginan, dan ini akan sama dengan nasib PP nomor37 tahun 2012, siapakah yang akan melaksanakannya dan sejauhmana masyarakatmengenal adanya PP tersebut!?

Tidak akan pernah ada seorang pejabat yang mau berhenti dari kendaraanmewahnya untuk sekedar memungut sampah yang berserakan dikanan kiri lintasannya,mengingat itu bukan tanggung jawabnya… dan tidak professional, lantas bagaimana halnyadengan undang-undang, siapakah yang akan meng-implementasikannya!?

Masyarakat perlu contoh, rakyat butuh penghidupan yang layak sehinggakepedulian akan lingkungan tertanam di hatinya dan menjadi agenda kesehariannya, bukandengan undang-undang beserta saksi-sanksinya, masyarakat butuh sandang-pangan, rakyat

butuh pigur pimpinan yg dapat memberikan penghidupan layak di sektor pertanian...bukanUU baru apalagi sanksi-sanksinya!?

Dengan diterbitkannya UU KTA ini menurut penulis akan banyak masyarakat yangterkena sanksi mengingat perekonomian yg berbasis pertanian di hulu mayoritas merupakankebijakan lokal/ budaya turun temurun yang semata-mata untuk mempertahankan hidupyang jauh dari kehidupan layak...pertanyaannya adalah, “ bijaksanakah pemerintahmemberikan aturan main tanpa sebelumnya ikut campur memberikan rasa aman dannyaman bagi petani …” , sebagaimana pasilitas yang dapat menunjang perekonomianmasyarakat petani, petani butuh perlindungan harga pasar, regulasi yang dapatmengintervensi harga sayuran import?

Dalam UU KTA No. 37 tahun 2014 ini, dimana masih terdapat beberapa yangdirasakan penulis kurang bisa diterima, yaitu :

1. Pasal 2, tentang asas …dimana menurut penulis asas lestari sebaiknya urutan pertama ( point -a) bukan malah urutan terakhir ( point -g) mengingat dengan dalihapapun ekploitasi SDA harus tetap memberikan lestari tidak seperti sumur lapindoyang barangkali saat itu berdasarkan asas sebagaimana urutan-urutan pada pasal 2yang normatif dan bias.

Page 7: Tugas Revieu UU

8/19/2019 Tugas Revieu UU

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-revieu-uu 7/7

Kajian “ Undang-Undang No. 37 Tahun 2014 ” .

DAS 2014 Page 7

2. Pasal 7 ayat 1, … bertanggung jawab dalam penyelenggaraan Konservasi Tanah danAir …dan ayat 2, … menghormati hak …, adakah selama ini yang mengakui dirinyakorupsi …, saling menghormati sehingga segan untuk menyatakan sikap ….

3. Pasal 8 ayat 4 …menjadi acuan tingkat kota/ kabupaten …, sehingga terjadiintervensi sebagaimana Kabupaten Bogor yang harus mengacu pada RTRWProvinsi Jawa Barat, dalam hal ini akan menimbulkan transaksi yang tidak jelas.

4. Dari pasal 12 sampai dengan pasal 19, …atau pasal 40 ayat 1 …tidak jelas lembagamana yang akan menaunginya/ tidak menegaskan spesialisasi kementriannya.

5. Pasal 57 …terkait sanksi masyarakat sudah sering mendengar dan ini hanya berlaku bagi petani kecil dan tidak pada sumur lapindo, bahkan ini ditegaskan pula pada pasal 59 tentang ketentuan pidana …khususnya pada ayat 7,8,9,10, dan pasal 11diantaranya adalah sebagai berikut:“Petani penggarap tanaman pangan yang tidak memiliki Lahan usaha tani danmenggarap paling luas 2 ha (dua hektare), petani yang memiliki Lahan danmelakukan usaha budi daya tanaman pangan pada Lahan paling luas 2 ha (duahektare), dan/atau petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecilsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang melakukan tindak

pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara palinglama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,- (sepuluh jutarupiah) ”.

6. Pasal 60, 61, 62 dan 63. Dimana dengan status Petani penggarap harus siapmenerima konsekwensi UU KTA ini.

Penulis berkesimpulan bahwa Peranan teknik konservasi tanah sangat penting dalammenanggulangi dan memperbaiki tanah yang telah rusak akan tetapi ini harus dilakukandari hulu (pegawai dusun) hingga hilir (pejabat negara) berikan masyarakat contoh untukditeladaninya bukan undang-undang yang sudah banyak mengeluarkan anggaran hanyauntuk menjaring petani-petani kecil di DAS Hulu, sehingga dalam hal ini harus adanyakemauan dan kesungguhan dalam menjalankan teknik konservasi tanah.

“Faktor manusia adalah semua tindakan manusia yang dapat mempercepat terjadinya erosidan longsor”.

Sekian dan terima kasih