Upload
etika-wahyu-p
View
207
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
STANDARDISASI LMS BERDASARKAN AICC, IMS, SCORM, IEEE LOM DAN ARIADNE
Citation preview
TUGAS PAPER E-LEARNING (MID SEMESTER)
STANDARDISASI LMS BERDASARKAN
AICC, IMS, SCORM, IEEE LOM DAN ARIADNE
Nama : Etika Wahyu Perdani
NIM : 5302410016
Rombel : 01
PROGRAM STUDI PTIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
ABSTRAK
Saat ini e-Learning sudah banyak diterima oleh masyarakat dunia, terbukti dengan maraknya implementasi e-Learning di lembaga pendidikan (sekolah, training dan universitas) maupun industri. E-Learning merupakan suatu jenis sistem pembelajaran yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain. E-Learning adalah proses learning (pembelajaran) menggunakan/memanfaatkan Information and Communication Technology (ICT) sebagai tools yang dapat tersedia kapanpun dan di manapun dibutuhkan, sehingga dapat mengatasi kendala ruang dan waktu.
Beberapa temuan yang diperoleh menunjukkan bahwa e-Learning memberikan peluang yang sangat besar bagi mahasiswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis, berkolaborasi, dan berinteraksi dengan cara-cara baru.
Paper ini dibuat untuk memberikan gambaran tentang pengertian Learning Management System (LMS), standardisasi Learning Management System (LMS) berdasarkan Airline Industry Cbt Commettee (AICC), IMS, SCORM, IEEE LOM, dan ARIADNE.
Kata kunci : LMS, e-Learning
PENDAHULUAN
Di era globalisasi ini e-Learning sudah banyak diterima oleh masyarakat dunia,
terbukti dengan maraknya implementasi e-Learning di lembaga pendidikan (sekolah,
training dan universitas) maupun industri (Cisco System, IBM, HP, Oracle, dan lainya).
E-Learning merupakan suatu jenis sistem pembelajaran yang memungkinkan
tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau
media jaringan komputer lain. E-Learning adalah proses learning (pembelajaran)
menggunakan/memanfaatkan Information and Communication Technology (ICT)
sebagai tools yang dapat tersedia kapanpun dan di manapun dibutuhkan, sehingga dapat
mengatasi kendala ruang dan waktu. E-Learning memberikan harapan baru sebagai
alternatif solusi atas sebagian besar permasalahan pendidikan di Indonesia, dengan
fungsi yang dapat disesuikan dengan kebutuhan, baik sebagai suplemen (tambahan),
komplemen (pelengkap), ataupun substitusi (pengganti) atas kegiatan pembelajaran di
dalam kelas yang selama ini digunakan.
E-Learning terlihat sebagai model pendidikan yang memadai, tidak mahal dan
merupakan solusi yang dapat membuka akses pendidikan bagi banyak siswa. Selain itu
e-Learning juga membuka kesempatan bagi orang dewasa untuk mengembangkan
kemampuannya yang sering terhambat akibat waktu yang terbatas, jarak atau ketidak
mampuan karena jenis atau lokasi pekerjaannya. Namun salah satu kendala untuk
teknologi informasi adalah mahalnya biaya untuk komunikasi data, seperti untuk
sambungan internet. Untuk itu diperlukan suatu sistem yang dapat mengakses sistem
informasi untuk e-learning yang dapat digunakan tanpa membebani sistem yang ada.
Untuk menerapkan e-Learning, minimal ada tiga komponen
pembentuk e-Learning, yaitu:
1. Infrastruktur e-Learning, yaitu dapat berupa personal computer
(PC), jaringan komputer, internet dan perlengkapan multimedia.
Termasuk didalamnya peralatan teleconference apabila
menggunakan layanan synchronous learning melalui
teleconference.
2. Sistem dan aplikasi e-Learning, yaitu sistem perangkat lunak
yang mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional
yang meliputi bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi
atau konten, forum diskusi, sistem penilaian, sistem ujian dan
segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses
belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut
dengan Learning Management System (LMS). LMS banyak yang
bersifat opensource sehingga bisa dimanfaatkan dengan mudah
dan murah untuk dikembangkan di sekolah, universitas, atau
lembaga pendidikan lainya.
3. Konten e-Learning, yaitu konten dan bahan ajar yang ada pada
e-Learning system (Learning Management System). Konten dan
bahan ajar ini bisa berbentuk multimediabased content (konten
berbentuk multimedia interaktif) atau text-based content (konten
berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa). Konten e-
Learning biasa disimpan dalam LMS sehingga dapat diaksesoleh
siswa kapanpun dan di manapun.
TINJAUAN PUSTAKA
Sejak saat itu, e-Learning berkembang sejalan dengan perkembangan dan
kemajuan ICT. Berikut ringkasan perkembangan e-Learning dari masa ke masa (Madao,
2008):
1. Tahun 1990: Era CBT (Computer-Based Training) di mana mulai bermunculan
aplikasi e-Learning yang berjalan dalam PC standlone ataupun berbentuk
kemasan CD-ROM. Isi materi dalam bentuk tulisan maupun multimedia (video
dan audio).
2. Tahun 1994: Seiring dengan diterimanya CBT oleh masyarakat sejak tahun 1994,
CBT muncul dalam bentuk paket-paket yang lebih menarik dan diproduksi secara
masal.
3. Tahun 1997: LMS (Learning Management System). Seiring dengan
perkembangan teknologi internet, masyarakat di dunia mulai terkoneksi dengan
internet. Kebutuhan informasi yang dapat diperoleh dengan cepat mulai dirasakan
sebagai kebutuhan mutlak dan jarak serta lokasi bukanlah halangan lagi. Dari
sinilah muncul LMS. Perkembangan LMS yang makin pesat membuat pemikiran
baru untuk mengatasi masalah interoperabilitas antar LMS yang satu dengan
lainnya secara standar. Bentuk standar yang muncul misalnya standar yang
dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT Commettee), IMS, IEEE LOM,
ARIADNE, dan lainya.
4. Tahun 1999: Aplikasi e-Learning berbasis Web. Perkembangan LMS menuju
aplikasi e-Learning berbasis web berkembang pesat, baik untuk pembelajar
(learner) maupun administrasi belajar mengajarnya. LMS mulai digabungkan
dengan situs-situs informasi, majalah, dan surat kabar. Isinya juga semakin kaya
dengan perpaduan multimedia, video streaming, serta tampilan interaktif dalam
berbagai pilihan format data yang lebih standar dan berukuran kecil.
Melihat perkembangan e-Learning dari dari masa ke masa yang terus
berkembang mengikuti perkembangan teknologi, maka dapat disimpulkan bahwa e-
Learning akan menjadi system pembelajaran masa depan. Alasan efektifitas dan
fleksibilitas akan menjadi alasan utama.
Setidaknya ada 3 (tiga) fungsi e-Learning terhadap kegiatan
pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu (Siahaan,
2004):
1. Suplemen (tambahan), yaitu apabila siswa mempunyai
kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi
pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini tidak ada
kewajiban bagi siswa untuk mengakses materi pembelajaran
elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, siswa yang
memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan
atau wawasan
2. Komplemen (pelengkap), yaitu apabila materi pembelajaran
elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran
yang diterima siswa di dalam kelas. Sebagai komplemen berarti
materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi
materi pengayaan atau remedial. Dikatakan sebagai pengayaan
(enrichment), apabila kepada siswa yang dapat dengan cepat
menguasai/ memahami materi pelajaran yang disampaikan pada
saat tatap muka diberi kesempatan untuk mengakses materi
pembelajaran elektronik yang memang secara khusus
dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin
memantapkan tingkat penguasaan terhadap materi pelajaran
yang telah diterima di kelas. Dikatakan sebagai program
remedial, apabila siswa yang mengalami kesulitan memahami
materi pelajaran pada saat tatap muka diberikan kesempatan
untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang
memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar
siswa semakin mudah memahami materi pelajaran yang
disajikan di kelas.
3. Substitusi (pengganti), yaitu apabila e-Learning dilakukan sebagai pengganti
kegiatan belajar, misalnya dengan menggunakan model-model kegiatan
pembelajaran. Ada 3 (tiga) alternatif model yang dapat dipilih, yakni: (1)
sepenuhnya secara tatap muka (konvensional), (2) sebagian secara tatap muka dan
sebagian lagi melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui internet.
Mengapa e-Learning perlu distandardisasikan, berikut alasannya :
a) Untuk memungkinkan interoperabilitas pada platform yang berbeda.
b) Untuk perlindungan investasi pada pengembangan konten e-Learning.
c) Untuk pertukaran konten e-Learning secara local dan global.
Mengiringi tren perkembangan dan kebutuhan e-Learning
yang pesat maka diperlukan adanya sebuah standard yang berlaku
umum. Untuk itu, beberapa lembaga telah melakukan upaya
pengembangan standard untuk penerapan e-Learning, yaitu:
1. Airline Industry CBT Committee (AICC), dengan fokus standar
pada pelatihan penerbangan, seperti tes, pelajaran, modul, dan
lainya. Ini adalah salah satu organisasi yang pertama kali memperkenalkan
standar e-learning. Pada awalnya, standar ini hanya digunakan untuk industri
penerbangan, namun seiring berjalannya waktu, banyak industri-industri lain yang
mengadopsinya.
2. EDUCAUSE Institutional Management System Project (IMS),
Standar ini difokuskan untuk membuat beberapa set tag atau tanda yang dapat
digunakan untuk menentukan komponen e-Learning. Hal tersebut berdasar pada
standarisasi AICC, bahwa sebuah group vendor harus mengeluarkan standar
sendiri. (www.imsglobal.org)
3. Advanced Distributed Learning (ADL), inisiatif oleh pemerintah
federal USA yang bekerja untuk mengembangkan SCORM.
4. Alliance of Remote Institutional Authoring and Distribution
Network for Europe (ARIADNE), sebuah asosiasi industri yang
memfokuskan pada isu-isu untuk standarisasi e-Learning di
wilyah Eropa. (ariadne.unil.ch)
5. IEEE Learning Technology Standards Committee (IEEE LTSC), merupakan
standar akreditasi di USA. enis standar ini mencoba untuk meningkatkan dan
mempromosikan proses penciptaan, pengembangan, integrasi, penyebaran dan
perluasan pengetahuan yang berkaitan dengan TI (teknologi dan informasi).
(ltsc.ieee.org)
6. ISO/IEC JTC1 SC36 (ITLET), merupakan standar ICT untuk
pembelajaran, pendidikan, dan pelatihan.
7. Advanced Learning Infrastructure Consortium (ALIC), merupakan
konsorsium di Jepang untuk mempromosikan teknologi dan
infrastruktur e-Learning.
8. e-Learning Consortium Japan (eLC), merupakan perusahan
(vendor/user) yang berkerja untuk mempromosikan bisnis dan
teknologi e-Learning di Jepang.
9. Shareable Content Object Reference Model (SCORM), Scorm bertujuan untuk
menyediakan referensi untuk materi e-learning. Saat ini, standar jenis ini adalah
standar yang paling populer dan paling banyak digunakan di dunia e-Learning
karena cakupannya yang luas dan merupakan gabungan dari beberapa standar
(AICC, IMS, IEEE, dan ARIADNE). Moodle adalah salah satu LMS/CMS yang
menerapkan standar jenis ini.
Gambar 1. Jaringan di seluruh dunia untuk Learning Technology
Learning Management System (LMS) adalah aplikasi perangkat lunak untuk
dokumentasi, administrasi, pelacakan, pelaporan program pelatihan, kelas dan kegiatan
“online”, program pembelajaran elktronik (e-learning program), dan isi pelatihan.
Sebuah LMS yang kuat harus bisa melakukan hal berikut:
a) Memusatkan dan mengotomatisasi administrasi.
b) Menggunakan layanan “self-service” dan “self-guided”.
c) Mengumpulkan dan menyampaikan konten pembelajaran dengan cepat.
d) Mengkonsolidasikan inisiatif pelatihan pada platform berbasis “web scalable”
e) Mendukung portabilitas dan standar
f) Personalisasi isi dan memungkinkan penggunaan kembali pengetahuan.
LMS merupakan sistem untuk mengelola catatan pelatihan dan pendidikan,
perangkat lunaknya untuk mendistribusikan program melalui internet dengan fitur untuk
kolaborasi secara “online”. Dalam pelatihan korporasi, LMS biasanya digunakan untuk
mengotomatisasi pencatatan dan pendaftaran karyawan. Dimensi untuk belajar system
manajemen meliputi “Students self-service” (misalnya, registrasi mandiri yang dipimpin
instruktur pelatihan), pelatihan alur kerja (misalnya, pemberitahuan pengguna,
persetujuan manajer, daftar tunggu manajemen), penyediaan pembelajaran “online”
(misalnya, pelatihan berbasis komputer, membaca & memahami), penilaian “online”,
manajemen pendidikan profesional berkelanjutan (CPE), pembelajaran kolaboratif
(misalnya, berbagi aplikasi, diskusi), dan pelatihan manajemen sumber daya (misalnya,
instruktur, fasilitas, peralatan). LMS juga digunakan oleh regulasi industri (misalnya
jasa keuangan dan biopharma) untuk pelatihan kepatuhan. Mereka juga digunakan oleh
institusi pendidikan untuk meningkatkan dan mendukung program pengajaran di kelas
dan menawarkan kursus untuk populasi yang lebih besar yaitu seluruh dunia. Beberapa
penyedia LMS termasuk "sistem manajemen kinerja" meliputi penilaian karyawan,
manajemen kompetensi, analisis keterampilan, perencanaan suksesi, dan penilaian
“multi-rater” (misalnya, review 360 derajat). Teknik modern sekarang menggunakan
pembelajaran berbasis kompetensi untuk menemukan kesenjangan belajar dan panduan
materi seleksi pelatihan.
LMS memenuhi persyaratan pendidikan, administrasi, dan penyebaran. Untuk
pembelajaran perusahaan (corporate learning), misalnya dapat berbagi banyak
karakteristik dengan Virtual Learning Environment (VLE), atau lingkungan belajar
virtual, yang digunakan oleh institusi pendidikan, masing-masing LMS memenuhi
kebutuhan yang unik. Lingkungan belajar virtual (VLE) yang digunakan oleh
universitas dan perguruan tinggi memungkinkan instruktur untuk mengelola program
mereka dan bertukar informasi dengan siswa untuk kursus yang dalam kebanyakan
kasus akan berlangsung beberapa minggu dan akan bertemu beberapa kali selama
berminggu-minggu.
Karakteristik fitur yang tersedia untuk LMS Perusahaan dan Institusi
Pendidikan tersebut adalah:
a) Mengelola user, role, courses, instructor, facility.
b) Course calendar
c) Learning Path
d) User Messaging dan notification
e) Assesment dan testing yang dilakukan sebelum atau sesudah pembelajaran (Pre-
test dan Post-test).
f) Menampilkan nilai (score)
g) Course yang disusun sesuai grade
h) Penyajian yang berbasis web, sehingga bisa diakses dengan web browser.
Sebagian besar LMS berbasis web, dibangun dengan menggunakan berbagai
platform pengembangan, seperti Java/J2EE, Microsoft.NET atau PHP. Mereka biasanya
mempekerjakan penggunaan database seperti MySQL, Microsoft SQL Server atau
Oracle sebagai “back-end”. Meskipun sebagian besar sistem secara komersial
dikembangkan dan memiliki lisensi perangkat lunak komersial ada beberapa sistem
yang memiliki lisensi “open source”. Beberapa LMS yang berlisensi open source adalah
sebagai berikut:
a) Moodle
b) Claroline
c) Dokeos
d) Docebo
e) ATutor
f) Chamilo
g) OLAT
Learning Management System (LMS) vs Learning Content Management
Systems (LCMS). Beberapa sistem memiliki alat untuk mengirimkan dan mengelola
instruktur sinkron dan asinkron “online” pelatihan dan instruktur berdasarkan objek
belajar metodologi. Sistem ini disebut Learning Content Management Systems (LCMS).
Meskipun perbedaan ini, LMS sering digunakan untuk merujuk antara LMS dan LCMS,
meskipun LCMS merupakan pengembangan lebih lanjut dari LMS. Karena kesesuaian,
akronim (CLCMS) Computer Learning Content Management System kini banyak
digunakan untuk menciptakan cara fonetik seragam referensi perangkat lunak sistem
pembelajaran berbasis pada pembelajaran teknologi metodologi maju. Pada intinya,
LMS adalah perangkat lunak untuk perencanaan, pengiriman, dan pengelolaan kegiatan
pembelajaran dalam sebuah organisasi, termasuk “online”, ruang kelas virtual, dan
program instruktur yang terpimpin.
Sebagai contoh, sebuah LMS dapat menyederhanakan upaya sertifikasi global,
memungkinkan perusahaan untuk menyelaraskan inisiatif pembelajaran dengan tujuan
strategis, dan menyediakan sarana keterampilan manajemen tingkat perusahaan. Fokus
dari LMS adalah mengelola siswa, mencatat kemajuan mereka dan kinerja di semua
jenis kegiatan pelatihan. Ia melakukan tugas-tugas administratif, seperti melaporkan
kepada instruktur, SDM dan sistem ERP tetapi tidak digunakan untuk membuat konten
saja. Sebaliknya, LCMS adalah perangkat lunak untuk mengelola konten pembelajaran
di berbagai bidang organisasi pelatihan pengembangan. Ini menyediakan pengembang,
penulis, desainer instruksional, dan ahli subyek sarana untuk membuat dan kembali
menggunakan konten “e-Learning” dan mengurangi upaya pengembangan duplikasi.
Dalam pendekatan AICC “hosting”, sebuah LCMS mungkin menjadi “host”
konten di pusat repositori dan memungkinkan multiple LMS untuk mengaksesnya.
Untuk melihat cara lain, sebuah LMS adalah pelajar-sentris. Ini berfokus pada proses
manajemen “e-learning” dan pengiriman konten. Pada intinya, sebuah LMS adalah
perangkat lunak untuk perencanaan, pengiriman dan pengelolaan kegiatan pembelajaran
dalam sebuah organisasi, termasuk “online”, ruang kelas virtual, dan program instruktur
terpimpin. Sebagai contoh, sebuah LMS dapat menyederhanakan upaya sertifikasi
global, memungkinkan perusahaan untuk menyelaraskan inisiatif pembelajaran dengan
tujuan strategis dan menyediakan sarana untuk keterampilan manajemen tingkat
perusahaan. Fokus dari LMS adalah mengelola siswa, mencatat kemajuan mereka dan
kinerja di semua jenis kegiatan pelatihan. Ia melakukan tugas-tugas administratif,
seperti melaporkan kepada instruktur, SDM dan sistem ERP tetapi tidak digunakan
untuk membuat isi kursus.
Sebagai salah satu contoh penerapan standar e-learning, mari kita simak studi
kasus untuk ADL. ADL merupakan lembaga inisiatif pemerintah Amerika Serikat yang
memiliki vsi menyediakan akses ke pendidikan dan latihan berkualitas yang dibuat
untuk kebutuhan individu, disampaikan dengan biaya yang efektif, anywhere, anytime.
Strategi yang dilakukan ADL antara lain:
a) Menggunakan teknologi ‘network-based’
b) Membuat platform-independent, reusable content,
c) Mempromosikan kerjasama skala luas untuk memenuhi kebutuhan yang
generik/common
d) Mengembangkan spesifikasi umum untuk interoperabilitas/reuse
e) Meningkatkan performa dengan pemanfaatan teknologi yang terus berkembang
dan genereasi berikut,
f) Menyediakan insentif untuk organisasi dan transformasi budaya
Spesifikasi umum dibutuhkan untuk:
a) Memindahkan course dari satu LMS (Learning Management System) ke LMS
lainnya.
b) Menjalankan atau menggunakan konten lintas LMS (vendor berbeda).
c) Membuat konten pembelajaran yang lebih mudah untuk ditelusuri.
Berikut ini beberapa standardisasi yang digunakan dalam LMS :
a. LMS DALAM STANDAR AICC
Ini adalah salah satu organisasi yang pertama kali
memperkenalkan standar e-learning. Pada awalnya, standar ini
hanya digunakan untuk ystemy penerbangan, namun seiring
berjalannya waktu, banyak ystemy-industri lain yang
mengadopsinya. Sebelum menggunakan AICC melalui LMS, kita
harus menginstal AICC pada LMS. Metode ini berbeda antara
ystem LMS, tetapi biasanya berjalan seperti ini:
1) File program CRS terletak dan diurai.
2) Definisi atau shell dibuat dalam database LMS yang
terdaftar dalam file CRS. Setiap properti tentu saja
dibutuhkan juga diisi dengan nilai dari file CRS.
3) Demikian pula, pelajaran tentu saja dibuat dalam LMS dan
sifat pelajaran akan diisi dari File AU. Properti ini pelajaran
menyertakan path ke file pelajaran, kelas pelajaran itu
lewat, dan sebagainya.
Ini sangat penting bahwa sistem LMS dapat menimpa
AICC kursus yang ada. Lalu, kapan saja diperbarui, cukup
menginstal ulang itu akan menyebarkan perubahan pada LMS.
Mungkin fitur aplikasi standar AICC terkuat untuk e-Learning saat
ini adalah implementasi dari Konten Kursus Domain Cross. Hal ini
memungkinkan definisi saja untuk eksis pada server LMS,
sedangkan isi kursus duduk pada mesin (sering jauh) berbeda
bahkan satu yang terletak di luar jaringan asal LMS. Hal ini
memungkinkan penyedia konten menjaga konten mereka pada
server mereka, konten yang LMS remote dapat panggilan-up dan
layar ketika seseorang mengambil kursus AICC. Standar AICC
menyelesaikan ini dengan menggunakan ditandatangani Java
applet. Penandatanganan ini penting karena web domain kursus
ini diluncurkan dari (domain LMS) biasanya berbeda dari domain
yang berasal dari isi kursus. Dan sebuah Java applet unsigned
akan melihat perbedaan ini sebagai cross-site scripting, dan
menolaknya sebagai serangan web.
b. LMS DALAM STANDAR IMS
Standar ini difoluskan untuk membuat beberapa set tag
atau tanda yang dapat digunakan untuk menentukan komponen
e-learning. Hal tersebut berdasar pada standari AICC, bahwa
sebuah group vendor harus mengeluarkan standar sendiri.
LMS secara umum memiliki fitur-fitur standard pembelajaran
elektronik antara lain:
1. Fitur Kelengkapan Belajar Mengajar
Daftar Mata Kuliah dan Kategorinya, Silabus Mata Kuliah, Materi Kuliah
(Berbasis Text atau Multimedia), Daftar Referensi atau Bahan Bacaan
2. Fitur Diskusi dan Komunikasi
Forum Diskusi atau Mailing List, Instant Messenger untuk Komunikasi
Realtime, Papan Pengumuman, Porfil dan Kontak Instruktur, File and
Directory Sharing.
3. Fitur Ujian dan Penugasan
Ujian Online (Exam), Tugas Mandiri (Assignment), Rapor dan Penilaian.
Untuk keperluan e-Learning yang high traffic dan tidak memerlukan fitur e-
Learning yang kompleks, saya merekomendasikan LMS lain seperti ILIAS,
Dokeos atau Atutor. Saya menggunakan Atutor untuk e-Learning Braintutor dan
terbukti handal mengelola puluhan ribu user dengan tingkat akses yang sangat
tinggi. Atutor juga menarik diterapkan ke e-Learning perusahaan yang lebih
mementingkan efisiensi pengaksesan LMS, user-friendly dan pemahaman
terhadap bahan ajar daripada fitur chat, forum, tracking pengguna, dsb. Atutor jg
termasuk pioneer dalam mengadopsi berbagai standard e-Learning. Disamping
mengadopsi standard W3C WCAG, secara pemaketan konten juga memenuhi
standard IMS/SCORM Content Packaging Specifications. Sebagai informasi, saat
ini Moodle juga sudah mengadopsi standard SCORM di enginenya.
c. LMS DALAM STANDAR SCORM
SCORM merupakan kependekkan dari Sharable Content Object Reference
Model. SCORM adalah pengembangan riset yang dilakukan atas inisiatif ilmuwan
Advanced Distributed Learning (ADL) pada tahun 1999 dan merupakan lembaga
bentukan dari Departement of Defense United State of America (DoD) atau
Departemen Pertahanan Amerika Serikat. SCORM merupakan model standar
internasional yang digunakan untuk media e-learning.
SCORM secara hakikatnya bukanlah suatu bentuk permodelan baru, akan
tetapi SCORM hanyalah sebuah bentuk standar yang dapat menyatukan sebuah e-
learning kepada petunjuk, standar dan spesifikasi bagaimana e-learning bekerja.
Dan berarti SCORM adalah kumpulan dari petunjuk, standar dan spesifikasi untuk
membangun web based learning dimana SCORM membentuk komunikasi antara
client side content dengan host system atau dalam SCORM disebut dengan
SCORM Run Time Environtment (SCORM RTE). SCORM juga dapat
didefinisikan bagaimana SCORM mengenkapsulasi sebuah content.
Ada 3 aspek utama dalam SCORM :
1) Sistem harus dapat dengan mudah memberikan petunjuk yang dapat
dimengerti dan diimplementasikan oleh pengembang e-learning.
2) Sistem harus mudah diterapkan, dimengerti dan digunakan oleh pengguna
sebisa mungkin.
3) Sistem harus dapat memetakan perubahan model yang diinginkan oleh
pengembang sistem.
Hubungan antara SCORM dengan LMS itu sendiri secara arti bahasa dapat
di artikan dengan membuat suatu bahasan materi menjadi lebih simple atau
dipersempit lagi, dikarenakan pembelajaran yang berbasis web mempunyai
kemampuan untuk mengirimkan materi pembelajaran kepada pebelajar. LMS
akan mengatur waktu dan kapan seseorang akan memulai proses pembelajaran
Diakatakan menurut Dodds, 2006 bahwa LMS memiliki 7 (tujuh) sistem
layanan yang membentuk arsitektur sistem.
a) Learning Profile Service: Menyimpan data pebelajar
b) Course Administrative Service : Berfungsi untuk mengatur materi belajar-
mengajar.
c) Assessment Service: sebagai basis data ujian dan mengatur kapan akan
memulai tes.
d) Sequencing Service : sebuah layanan yang dapat merangkai materi
pembelajaran maupun tes.
e) Delivery Service : sebuah layanan yang dapat mengirimkan isi materi
pembelajaran dan tes kepada pelajar.
f) Tracking Service : sebuah layanan yang dapat mengetahui pencapaian yang
dilakukan oleh seseorang (sampai dimana tingkat pembelajaran yang telah
dilakukan).
g) Content Management Service : layanan yang dapat mengelola materi
pembelajaran dan tes.
Scorm adalah model referensi yang mengintegrasikan spesifikasi industri
dari beragam organisasi (AICC, IEEE, ARIADNE). SCORM memberikan
‘unified learning content model’ atau konten model yang satu; mendefinisikan
lingkungan operasi web standar. Dengan kata lain, SCORM = AICC + IEEE +
IMS + ADL. Moodle adalah salah satu LMS/CMS yang menerapkan standar jenis
ini. Tujuan SCORM antara lain:
1) Aksesibilitas, konten dapat diidentifikasi dan disimpan saat diperlukan dan
memang diperlukan.
2) Interoperabilitas, konten akan tetap berfungsi pada banyak aplikasi,
lingkungan, konfigurasi software/hardware, apapun bentuk tool dan
platform yang digunakan untuk membuatnya.
3) Reusabilitas, konten harus independen dari konteks pembelajaran dan dapat
digunakan oleh banyak siswa yang beragam.
4) Durabilitas, konten tidak membutuhkan modifikasi untuk beroperas pada
sistem yang berubah ataupun yang di-upgrade.
Standardisasi SCORM
SCORM membuat standar terhadap packaging, metadata, komunikasi, dan
pengurutan (sequencing) sebagai berikut :
1. Packaging, maksudnya menyediakan konten untuk sistem yang berbeda-
beda; didasarkan atas IMS Global Learning consortium; packaging konten
membuat kontainer untuk memindahkan konten dari satu tempat ke tempat
lainnya.
2. Metadata, membagi informasi standar yang menggambarkan tujuan dan
standar alamiah konten, didasarkan pada spesifikasi IEEE ltsc – learning
object metadata (LOM); informasi ini memenuhi banyak muara antara lain
katalog, pencarian, pengelolaan hak cipta, pemeriksaan kebutuhan teknis,
dll.
3. Komunikasi, memandu untuk peluncuran, komunikasi dengan penelusuran
konten, dalam lingkungan web; berdasarkan pada fungsionalitas lingkungan
operasi yang didefinisikan pada panduan AICC CMI 001 untuk
interoperabilitas.
4. Sequencing, mendefinisikan metode untuk menampilkan perilaku yang
dimaksudkan untuk menuliskan pengalaman pembelajaran yang setiap LMS
dapat lakuakn untuk pengurutan pembelajaran diskrit dalam cara yang
konsisten.
d. LMS DALAM STANDAR IEEE LOM
IEEE - Instutute of Eletrical and Eletronics Engineers, Inc Jenis standar ini
mencoba untuk meningkatkan dan mempromosikan proses penciptaan,
pengembangan, integrasi, penyebaran dan perluasan pengetahuan yang berkaitan
dengan TI (teknologi dan informasi).
E-learning telah mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat biaya
studi lebih ekonomis. E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik
dengan bahan/materi, peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun sesama
peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses
bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang, dengan kondisi yang
demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap
materi pembelajaran.
Dengan adanya e-learning para guru/dosen/instruktur akan lebih mudah :
a) Melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung
jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang mutakhir
b) Mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna meningkatkan
wawasannya
c) Mengontrol kegiatan belajar peserta didik.
e. LMS DALAM STANDAR ARIADNE
Dengan semakin banyaknya vendor mengembangkan LMS beserta
kontennya, timbul suatu kebutuhan untuk menyusun standard sehingga
meningkatkan interoperabilitas dan kerjasama antar vendor. Perjalanan pembuatan
standard dalam eLearning sebenarnya sudah dimulai sejak era tahun 1988, dan
mulai terimplementasikan dengan baik di era tahun 2000 keatas. Beberapa
organisasi dan konsorsium yang mengeluarkan standard dalam dunia eLearning
adalah:
1. Advanced Distributed Learning (ADL)
2. Aviation Industry CBT Committee (AICC)
3. IEEE Learning Technology Standards Committee (IEEE LTSC)
4. IMS Global Consortium (IMS)
E-Learning atau pembelajaran elektronik pertama kali
diperkenalkan oleh universitas Illinois di Urbana-Champaign
dengan menggunakan sistem instruksi berbasis komputer
(computer-assisted instruction) dan komputer bernama PLATO.
Sejak itu, perkembangan E-learning dari masa ke masa semakin
pesat. Tahun 1997 : LMS (Learning Management System). Seiring
dengan perkembangan teknologi internet, masyarakat di dunia
mulai terkoneksi dengan internet. Kebutuhan akan informasi
yang dapat diperoleh dengan cepat mulai dirasakan sebagai
kebutuhan mutlak , dan jarak serta lokasi bukanlah halangan
lagi. Dari sinilah muncul LMS. Perkembangan LMS yang makin
pesat membuat pemikiran baru untuk mengatasi masalah
interoperability antar LMS yang satu dengan lainnya secara
standar. Bentuk standar yang muncul misalnya standar yang
dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT Commettee), IMS,
SCORM, IEEE LOM, ARIADNE, dsb.
SIMPULAN
Melihat perkembangan e-Learning dari dari masa ke masa yang terus
berkembang mengikuti perkembangan teknologi, maka dapat disimpulkan bahwa e-
Learning akan menjadi sistem pembelajaran di masa depan.
Mengiringi tren perkembangan dan kebutuhan e-Learning
yang pesat maka diperlukan adanya sebuah standard yang berlaku
umum. E-Learning perlu distandardisasikan, karena (1) untuk memungkinkan
interoperabilitas pada platform yang berbeda, (2) untuk perlindungan investasi pada
pengembangan konten e-Learning serta (3) untuk pertukaran konten e-Learning secara
lokal dan global. Standardisasi Learning Management System bisa berdasarkan Airline
Industry Cbt Commettee (AICC), IMS, SCORM, IEEE LOM, dan ARIADNE.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.su.ac.th/html_broadcast/2.ppt Diakses pada tanggal 04 Mei pukul 19.35
WIB
http://romisatriawahono.net/2008/01/24/memilih-sistem-e-learning-berbasis-open-
source/ Diakses pada tanggal 04 Mei pukul 19.50 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/
Learning_Management_System#Learning_Management_System_.28LMS.29_vs_Learni
ng_Content_Management_Systems_.28LCMS.29 Diakses pada tanggal 04 Mei pukul
19.47 WIB
http://www.muhaiminabd.com/2012/04/standar-e-learning.html Diakses pada tanggal
04 Mei pukul 20.05 WIB
http://idelearning.com/e-learning-standard-scorm/ Diakses pada tanggal 04 Mei pukul
20.14 WIB
http://en.wikipedia.org/wiki/IMS_Global Diakses pada tanggal 04 Mei pukul 20.33
WIB
http://en.wikipedia.org/wiki/IEEE Diakses pada tanggal 04 Mei pukul 20.44 WIB
http://en.wikipedia.org/wiki/Aviation_Industry_Computer-Based_Training_Committee
Diakses pada tanggal 04 Mei pukul 20.56 WIB