Tugas Metode Pengembangan Seni

Embed Size (px)

Citation preview

TUGASMATA KULIAH METODE PENGEMBANGAN SENI

TEMA :TARI-TARIAN TRADISIONAL DI SULAWESI TENGAH

Disusun olehHariyati 823646536

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS TERBUKAS1 PENDIDIKAN GURU PAUDTAHUN 2013

Tari-Tarian Tradisional di Sulawesi Tengah

1. Tari Pamonte

Tari Pomonte adalah salah satu tari daerah yang telah merakyat di Provinsi Sulawesi Tengah, yang merupakan simbol dan refleksi gerak dari salah satu kebiasaan gadis-gadis suku Kaili pada zaman dahulu dalam menuai padi, yang mana mayoritas penduduk suku Kaili adalah hidup bertani. Tari Pomonte telah dikenal sejak tahun 1957 yang di ciptakan oleh seorang seniman besar, putra asli Sulawesi tengah yaitu (alm) Hasan. M. Bahasyuan, beliau terinspirasi dari masyarakat Sulawesi Tengah yang agraris. Tari Pomonte melambangkan sifat gotong-royong dan memiliki daya komunikasi yang tinggi, hidup dan berkembang ditengah masyarakat yang telah menyatu dengan budaya masyarakat itu sendiri. Kata POMONTE berasal dari bahasa Kaili Tara ; - PO artinya = Pelaksana - MONTE artinya = Tuai (menuai) - POMONTE artinya = Penuai Tari Pomonte menggambarkan suatu kebiasaan para gadis-gadis suku Kaili di Sulawesi Tengah yang sedang menuai padi pada waktu panen tiba dengan penuh suka cita, yang dimulai dari menuai padi sampai dengan upacara kesyukuran terhadap sang Pencipta atas keberhasilan panen. Dan sebelum menuai setiap pekerjaan didahului oleh seorang Penghulu yang dalam bahasa Kaili disebut TADULAKO. TADULAKO pada tarian ini berperan sebagai pengantar rekan-rekannya mulai dari menuai, membawa padi kerumah, membawa padi ke lesung, menumbuk padi, menapis serta membawa beras ke rumah yang kemudian disusul dengan upacara selamatan yakni Norano, Vunja, Meaju dan Noraego mpae yang merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan pada upacara panen suku Kaili di provinsi Sulawesi Tengah. Tari Pomonte memiliki daya pikat yang kuat karena dalam penampilannya mampu menimbulkan suasana gembira terhadap penonton, baik dalam gerak maupun lagu yang dinyanyikan dalam berhasa daerah yaitu bahasa Kaili, sehingga tari Pomonte dapat dimengerti langsung oleh yang menyaksikannya khususnya masyarakat di lembah Palu.

2. Tari Pontanu

Tari Pontanu, atau tarian penenun dari Donggala merupakan tarian khas dari kabupaten Donggala, tarian ini menggambarkan bagaimana para perempuan-perempuan di Donggala dalam menenun sarung donggala, sarung donggala adalah sarung sutera tenunan tangan asli yang dikerjakan para perempuan donggala.

3. Tari Peule CindeTarian ini adalah prosesi penyambutan tamu agung dimana setiap tamu agung yang berkunjung disuguhi oleh tarian ini dan ditaburkan bunga-bungaan oleh para gadis-gadis penari yang cantik.

4. Tari DERO Tari ini berasal dari tanah Poso, melambangkan sebuah ungkapan sukacita dari masyarakat Poso khususnya mereka yang mendiami daerah sepanjang lembah Danau Poso. Dimana keidentikan tarian Dero dengan masyarakat disepanjang lembah danau Poso didasarkan pada tradisi pengucapan syukur ( padungku ) setelah memperoleh hasil pertanian khususnya dari tanaman pokok padi yang terjadi secara bergelombang daerah tersebut.Dero itu sendiri biasanya dilakukan didaerah lokasi yang cukup luas, sebab tarian ini merupakan tarian missal dimana para penarinya adalah masyarakat setempat dimana acara tersebut digelar.Tarian ini merupakan tarian yang sangat simple untuk dipelajari , para peserta tarian ini hanya berdiri berdampingan dan bergandengan tangan dengan sesama penari. kemudian melakukan hentakan kaki sekali ke kiri kemudian dua kali kekanan mengikuti alunan pantun yang sahut-menyahut yang didendangkan salah seorang yang sedang ikut menari kemudian diikuti nyanyian pantun bersama oleh seluruh penari dero dengan diiringi tabuhan gendang dan gong. Kesenian tradisional Modero, tarian yang dibawakan oleh golongan tua dan muda pada waktu pesta panen (vunja). Tarian ini ditarikan di tengah sawah, biasanya sampai pagi hari. Tujuan dari tarian ini merupakan ungkapan rasa terima kasih atas keberhasilan panen, sekaligus merupakan hiburan bagi para petani setelah bekerja keras.

Selanjutnya untuk 5. Vaino, merupakan pembacaan syair-syair yang dibawakan secara bersahut-sahutan. Biasanya dilakukan pada waktu pesta kedukaan, yaitu di antara malam-malam dari hari ke- 3 sampai hari ke- 40 setelah kematian. Vaino adalah salah satu keseniian tradisional orang Kaili yang merupakan pantun yang dinyanyikan secara berkelompok antara kelompok pria dan wanita. Menurut data yang diperoleh pada etnik Kaili di Sulawesi Tengah ditemukan bahwa Vaino itu terdiri dari 2 (dua) kata yaitu Vae dan Ino atau dari perpaduan kata Eva dan Ino. Eva berarti Begini dan Ino berarti Syahdu atau Merdu. Membentuk kata Vaino dengan lafal ucapan Vaci-no. Dengan demikian, kata Vaino itu berarti menjadikan suasana syahdu atau menciptakan kesyahduan ketika Vaino dinyanyikan dan di dengar oleh orang disekelilingnya, maka seketika mereka terbawa dalam irama dan pesan-pesan yang dinyanyikan melalui syair-syair Vaino.Juga ada penafsiran kata Vaino itu berasal dari kata Eva dan Ino (Eva-na-ino) yang diartikan seperti suasana syahdu atau melupakan kedukacitaan, kerisauan atau membuat perasaan ke suasana syahdu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Vaino diartikan menciptakan suasana syahdu.Vaino yang berupa pantun yang dinyanyikan di masyarakat Kaili awalnya dipengaruhi oleh pantun Melayu yang dugunakan sebagai media dakwah yang melakukan syair Islam. Nyanyian pantun ini merupakan salah satu kesenian tradisional yang hidup dan berkembang dengan baik di masyarakat Kaili sejak tahun 1950 hingga sekarang. Perkembangan Vaino dalam pelaksanaannya memiliki ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan kesenian tradisional lainnya. Hal ini dapat dilihat pada syair-syairnya yang mengandung makna bernilai tinggi. Sedangkan 6. Dadendate, dapat dikategorikan sebagai seni suara, berupa nyanyian yang dilagukan semalam suntuk oleh seorang pria dan seorang wanita secara bergantian dengan iringan alat musik gambus. Syair yang dinyanyikan berisikan sindiran yang sifatnya membangun. Kesenian ini pada umunmya digemari oleh semua lapisan umur dalam masyarakat.Dadendate merupakan kesenian asli (Tradisional) masyarakat Desa Taripa (Etnis Kaili dialek Rai). Dadendate terdiri dari dua kata yakni dade dan ndate. Dade berarti lagu, sedankan Ndate dalam pengertian bahasa Kori seperti berikut ini : Misalkan seseorang berada di kaki bukit atau gunung. Ketika ditanyakan hendak kemana, maka bila dijawab Ndate berarti di atas bukit sana atau ia akan melakukan perjalanan dengan menaiki atau mendaki bukit itu sampai tujuan. Jadi Dadendate artinya lagu yang mengisahkan suatu dari bawah ke atas. Apa yang diuraikan dalam syair lagu Dadendate sifatnya menanjak dan menuju ke puncak. Bila dia menceritakan sesuatu, selalu dari awal sampai akhir cerita tersebut. Jadi Dadendate menurut nara sumber adalah sebuah kesenian yang paling komunikatif di komunitas To Sindue atau daerah sekitar desa Taripa atau daerah disekitar desa Taripa. Dadendate bisa menceritakan apa saja, mulai dari sejarah, romantisme muda-mudi, silsilah, perjuangan, dan lain-lain. Contohnya paling sederhana adalah proses seseorang dalam mencapai pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi bahkan acara wisuda.Banyak para pemerhati seni, budayawan, pengamat seni memberikan pengertian mengenai Dadendate ini. Tergantung dari perspektif mana orang memandang. Sebagian menyebut dadendate sebagai embrio teater daerah ini. Ada yang berpendapat bahwa Dadendate adalah sebuah seni sastra tutur, karena syairnya yang dilagukan secara spontan, puitis, tanpa teks maupun naskah. Karena mengandalkan improvisasi syair yang dilakukan senimannya.Penulis sendiri memandang Dadendate sebagai nyanyian pembawa berita atau nyanyian berceritera. Dan pada literatur sejarah musik seperti nyanyian Troubadour di Perancis beberapa abad yang lalu. Untuk 7. kesenian tradisional Kakula, yaitu sejenis kesenian yang menggunakan seperangkat alat musik, terdiri dari 15 buah kakula, 2 buah tambur, dan sebuah gong.Untuk jenis tarian yang disuguhkan untuk menyambut tamu-tamu terhormat, yang diakhiri dengan menaburkan bunga kepada para tamu sering dinamai tarian . Lumense dan Peule CindeMamosa, merupakan tarian perang yang dibawakan oleh seorang penari pria dengan membawa parang dan perisai kayu, yang ditarikan dengan gerakan melompat-lompat seperti menangkis serangan. Tarian ini diiringi alat musik gendang dan gong.

Sedanngkan 8. Morego, sejenis tarian untuk menyambut kepulangan para pahlawan dari medan pertempuran dengan membawa kemenangan. Sebelum tarian ini ditarikan, harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu seperti meminta restu kepada pemangku adat, kemudian mencari wanita pasangan menari yang belum menikah.

9. Balia, merupakan sejenis tarian yang berkaitan dengan kepercayaan animisme, yaitu pemujaan terhadap benda-benda keramat, khususnya yang berhubungan dengan pengobatan tradisional terhadap seseorang yang terkena pengaruh roh jahat.

10. Tarian Moraegotarian ini adalah tarian masyarakat Kulawi, Besoa dan Bada. tarian ini biasanya dilakukan apabila ada pesta perkawinan dan upacara syukur panen yang berhasil. dilakukan oleh orang-orang tua terdiri dari 6 laki-laki dan 6 perempuan yang sudah memahami benar tata cara melakukan tarian sakral ini. Para penari dapat membentuk lingkaran atau saling berhadap-hadapan sambil menyanyikan syair-syair yang mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukur kepada sang pencipta.

11. Tari Torompio" Torompio " adalah ungkapan dalam bahasa Pamona , Sulawesi Tengah . Ungkapan ini terdiri dari dua kata , yaitu " toro " yang berarti " berputar " dan " pio " yang berarti " angin " . Jadi , " torompio " berarti " berputar angin " . Arti yang terkandung dalam kalimat adalah " gelombang cinta " yang diwakili oleh tarian yang dinamis dengan gerakan berputar-putar seperti orang yang sedang dilanda cinta , bahwa tarian ini disebut torompio . Memahami gelora cinta tidak hanya untuk pasangan yang sedang jatuh cinta , tetapi juga untuk semua kehidupan , seperti cinta negara , cinta sesama manusia, cinta untuk para tamu ( tamu menghargai ) dan lain-lain . Namun, lebih menonjol cinta antara orang remaja atau orang muda, sehingga tarian ini lebih dikenal sebagai tarian pemuda. Torompio dalam kinerja sangat ditentukan oleh lirik tandingan dinyanyikan oleh para penari dan pengiring tarian .

12. Tari KayoriTarian tradisional asli dari Kabupaten Tojo Unauna Kayori ( Kayori bahasa Ta'a berarti sajak ) . Tarian ini biasanya digunakan ketika menyambut tamu , padungku / panen padi , pernikahan dan kegiatan lainnya . Isi bervariasi sesuai dengan momentum ayat .

13. Tari BalioreTari Baliore adalah salah satu tari dari daerah Sulawesi Tengah. Tarian ini menggambarkan kelincahan gadis-gadis Sulawesi Tengah yang bergembira saat pesta panen tiba. Mereka menari-nari dengan lincahnya. Hentakan ritmis tetabuhan, terutama gendang semakin menambah dinamisnya tarian ini. Tari ini merupakan tari kreasi yang diangkat dari Dingkula. Selain gerakannya, tarian ini mempunyai keunikan pada pakaian dan aksesorisnya.Pakaian tari Baliore terdiri atas blus lengan pendek berwarna hijau modifikasi baju poko yang dihiasi dengan benang kuning. Pada bagian bawah menggunakan celana yang panjangnya 3/4 (bahasa Kaili: Puruka Pajana), berwarna hitam dihiasi benang emas. Sebagai pelapis pinggul digunakan rok pendek (bahasa Kaili: Rombuku) berwarna merah dan kuning serta memakai ban pinggang (bahasa Kaili: Pende) berwarna hitam yang bersulamkan benang emas. Adapun aksesorisnya terdiri atas anting-anting panjang atau dali taroe tusuk konde atau potosu unte, gelang atau ponto, gelang kaki atau vinti .Kalau dilihat dari kesenian tari, wilayah Sulawesi tengah akan kaya dengan seni budayanya. Hanya saja, cara untuk melestarikan serta mempertahankan serta mempromosikannya perlu mendapat perhatian secara maksimal dari pemerintah daerah.

MAITAMO RAEGO ; #Vunca Ad' Mpae Vunca Ada Mpae adalah upacara syukur atas kesuksesan panen yang terjadi pada masyarakat Kulawi. Upacara ini merupakan sebuah niat besar yang telah dipersiapkan oleh masyarakat sejak awal ia mulai berproses di sawah/ladang hingga panen tiba.Dalam upacara Vunca Ada Mpae, Raego terbagi atas dua yaitu pada persiapan panen (Noparora) serta pada pelaksanaan panen (vunca). Perbedaannya terletak hanya pada lirik dan gerak akhir :a. Raego Noparora ; proses awal dimulai dari mengambil air kemudian memandikan rumput diserta kemudian melihat bulan (norano) pada malam harinya untuk menentukan waktu tanam yang baik. Setelah ditemukanlah waktu tanam maka dimulai proses menanam bibit. Setelah usai menanam bibit di ke seluruh sawah/ladang, pada malam harinya totua nuhada kembali melihat bulan untuk melihat kapan sekiranya bibit yang masyarakat tanam akan panen. Pada saat totua nuhada mulai melihat bulan makan masyarakat mulai melakukan rano. Rano adalah melantunkan syair-syair berisi doa kepada pemilik alam agar menjaga serta memberi kemudahan untuk sawah/ladang mereka. Kemudian, oleh pemimpin adat maka dimulailah raego sebagai pertanda acara noparora telah dimulai. Raego ini dilakukan di tepi sawah pada malam hari hingga menjelang pagi, bisa dilakukan oleh laki-laki, bisa perempuan dan juga berpasangan. Penarinya membuat setengah lingkaran dengan nyanyian bagian pertama mapede yang menarikan hanyalah beberapa pasang saja, hingga masuk bagian kedua inolu mulailah penari lainnya bergabung dengan membentuk barisan kedua atau barisan baru dibelakang barisan penari pertama.Gerakannya dimulai ketika perempuan mulai novama (memimpin menyanyikan syair sebagai pengganti iringan musik). Dimulai dari kaki kiri yang dangkat mundur kebelakang kemudian diikuti oleh kaki kanan secara bergantian sampai pangapihi (pendamping novama) berteriak Hi Huo Hee Iole maka seluruh penari laki-laki ikut menyanyi dan mereka menghentakkan kaki kirinya sebanyak tiga kali di tanah. Posisi tangan penari perempuan berada diatas perut, sementara penari laki-laki sebelah kanan berada diatas pundak penari perempuan (merangkul) dengan telapak tangan lurus sejajar dan lurus terbuka yang disebut olo, tangan kiri memegang guma (parang adat). Gerakan ini dilakukan terus menerus hinga matahari terbit. Pakaian yang dipakai oleh penarinya adalah pakaian kebaya biasa serta sarung biasa, sementara lelaki menggunakan higa bati (siga kain) dan meletakkan guma disebelah kiri pinggang mereka. (Syair terlampir)b. Raego Vunca : pola gerak hampir sama dengan raego noparora yang membedakan adalah syair, bentuk formasi dan kostum penari. Raego pada vunca dilaksanakan pada tahapan kedua belas setelah melalui :1. Nobua AntoaPersiapan awal upacara vunca dengan menabuh gima sekerar-kerasnya untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa di ngata mereka dilaksanakan upacara syukur panen. Gima diposisikan menggantung pada avo (bambu kuning) berjumlah tiga buah. Gima ini tidak boleh sembarang dipukul, yang hanya boleh memukulnya adalah topo gima (orang pemukul gendang) dengan aturan bunyi sesuai ketentuan adat di ngata mereka.2. Libu KokotioTotua ngata, totua nuhada, tina ngata, beserta tokoh masyarakat dan agama setempat naik ke lobo untuk melakukan rembuk adat untuk menentukan pokontale serta ganampatale (sajian makanan) menunjuk yang akan memimpin upacara tersebut. Jika telah mendapat kesepakatan maka totua nuhada mengucapkan Ri noto doko ri (dari sini disepakati). Kemudian pimpinan upacara adat yang telah ditunjukan memanggil warga didepan tangga lobo menginformasikan vunca akan segera dilaksanakan.3. NompengoiMemberikan pinang, gambir, kapur (kapora) dan tembako (tabako) dalam halapa dan dula kepada tamu yang datang ataupun kepada orang-orang yang telah ada dalam lobo. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada tamu yaqng menaiki lobo untuk melihat secara langsung vunca. Pemberian halapa sebenarnya bukan hanya dilakukan ketika vunca berlangsung namun dihari-hari biasa jika ada tamu baru yang bertandang ke ngata mereka, maka warga Kulawi secara senang hati akan menawari halapa kepada tamu tersebut. 4. Mompangaraka Liwo Totua MowuncaPemaggilan untuk memulai proses pemasangan vunca ditengah lapangan tepat berada di depan lobo.5. Libu NgakikiSaling bertukar pinang baik itu tina ngata maupun totua ngata, dan bertukar pinang dari totua nuhada kepada tamu agung.6. Hiromu Topo EwuLima orang lelaki dengan ikatan higa dikepala mereka mulai mendirikan vunca dan meletakkan semua hasil panen di dekat vunca tersebut dan kemudian ketiga lelaki lainnya meniupkan gabah pada dari hasil panen yang menghasilkan bunyi (ewu).7. Mogane Kakagena Wunca Eo MatanaKelima lelaki yang telah memasang vunca kemudian mendampingi pemimpin upacara untuk membacakan mantera dilmulai puncak acara panen.8. Meoka Topo Gane Tuama Disaat pemimpin upacara, topo ewu, topo gima, dan topo raego berada di tiang vunca, maka tina ngata dan totua ngata tetap berada dalam lobo. Sebelum acara inti dimulai tina ngata berucap Mo pahadi ra toe pade tawua (artinya : sepertinya pada telah siap untuk dituai), kemudian dibalas oleh totua ngata Mo bua pae toringku(artinya : dan buahnya bisa dinikmati).9. MoganeSetelah mendengar tina ngata dan totua ngata maka pemimpin upacara kembali mogane didepan vunca.10. MogimaKemudian setelah totua nuhada nigane maka topo guma mulai memukul gima sekeras-kerasnya secara berulang-ulang sambil mereka berteriaak-teriak.11. MoraegoKemudian masuklah tahap inti, topo raego mulai menari mengelilingi vunca dari nyanyian mapede hingga inolu. Ketika sampai pada nyanyian inolu, topo raego masuk kembali ke dalam lobo dan diikuti oleh peserta upacara lainnya. Sementara para anak muda ngata, membawa hasil panen ke buho (rumah lumbung padi) untuk disimpan hingga acara vunca selesai.Para penari harus berpasangan, posisi mengelilingi vunca kemudian dipimpin oleh Tovama mulai melantunkan syair syukur karena panen telah berhasil sekaligus menari dengan gerak yang hampir sama dengan raego pada noparora, dimulai dari kaki kiri yang dangkat mundur kebelakang kemudian diikuti oleh kaki kanan secara bergantian sampai pangapihi (pendamping novama) berteriak Hi Huo Hee Iole maka seluruh penari laki-laki ikut menyanyi dan mereka menghentakkan kaki kirinya sebanyak tiga kali di tanah. Posisi tangan penari perempuan berada diatas perut, sementara penari laki-laki sebelah kanan berada diatas pundak penari perempuan (merangkul) dengan telapak tangan lurus sejajar dan lurus terbuka yang disebut olo, tangan kiri memegang guma (parang adat). Bedanya pada bagian terakhir inolu semua penari bergerak kembali menuju lobo hingga duduk bersama totua ngata.Setelah moraego akan berlangsung proses berikutnya yaitu : morani tano dan mopatala.