9
TUGAS KULIT Penguji : dr. Suci Widhiati, Sp. KK, M.Sc Nama Mahasiswa : Nur Hidayah NIM :G99142111 1. Apa etiologi dan patogenesis dari Herpes Zoster Herpes Zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus, virus yang juga dapat menyebabkan varisela (chickenpox). Yang merupakan kelompok virus herpes. Setelah infeksi chickenpox, virus ini dapat menetap dalam badan sel saraf tanpa menimbulkan gejala apapun. Hal ini belum diketahui secara pasti penyebabnya. Virus dalam keadaan dorman di cabang ganglion dorsal sampai reaktivasi fokal sepanjang distribusi ganglion menyebabkan herpes zoster (shingles). Badan sel saraf pada cabang dorsal, saraf kranialis atau ganglion otonom dapat mengandung virus VZV laten (Wolff et al.,2012). Terjadinya reaktivasi biasanya tidak diketahui, namun kemungkinan dapat dihubungkan dengan penuaan, stres, dan sistem imun yang rusak. Bila terjadi penurunan imunokompeten, bertahun-tahun kemudian, virus dapat keluar dari badan sel saraf kemudian berjalan sepanjang akson saraf sehingga dapat menyebabkan infeksi viral pada kulit sepanjang saraf yang terkena. Virus ini dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion sepanjang saraf yang terkena dan menginfeksi dermatom yang berhubungan

Tugas Kulit

  • Upload
    ida

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kesehatan

Citation preview

TUGAS KULITPenguji : dr. Suci Widhiati, Sp. KK, M.ScNama Mahasiswa: Nur Hidayah NIM:G99142111

1. Apa etiologi dan patogenesis dari Herpes ZosterHerpes Zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus, virus yang juga dapat menyebabkan varisela (chickenpox). Yang merupakan kelompok virus herpes. Setelah infeksi chickenpox, virus ini dapat menetap dalam badan sel saraf tanpa menimbulkan gejala apapun. Hal ini belum diketahui secara pasti penyebabnya. Virus dalam keadaan dorman di cabang ganglion dorsal sampai reaktivasi fokal sepanjang distribusi ganglion menyebabkan herpes zoster (shingles). Badan sel saraf pada cabang dorsal, saraf kranialis atau ganglion otonom dapat mengandung virus VZV laten (Wolff et al.,2012).Terjadinya reaktivasi biasanya tidak diketahui, namun kemungkinan dapat dihubungkan dengan penuaan, stres, dan sistem imun yang rusak. Bila terjadi penurunan imunokompeten, bertahun-tahun kemudian, virus dapat keluar dari badan sel saraf kemudian berjalan sepanjang akson saraf sehingga dapat menyebabkan infeksi viral pada kulit sepanjang saraf yang terkena. Virus ini dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion sepanjang saraf yang terkena dan menginfeksi dermatom yang berhubungan dengan saraf tersebut kemudian menyebabkan kelainan pada kulit. Walaupun biasanya kelainan kulit ini dapat sembuh dalam 2 sampai 4 minggu, beberapa pasien mengalami nyeri saraf dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, kondisi seperti ini disebut neuralgia posherpetika (Wolff et al.,2012).Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik (Wolff et al.,2012).

Gambar 1. Perbedaan infeksi virus pada infeksi primer, periode laten dan reaktivasi2. Dermatitis Atopik Bagaimana gambaran klinis pada Dermatitis Atopik ?Gejala utama dari Dermatitis Atopik adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari, sehingga pasien akan menggaruk dan muncul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.Dermatitis atopik dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu : Dermatitis atopik infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun), dermatitis atopik anak (2 sampai 10 tahun), dan dermatitis atopik pada remaja dan dewasa (Sularsito dan Djuanda., 2011) Lokalisasi: Bentuk bayi : kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut. Bentuk anak : tengkuk, lipat siku, lipat lutut Bentuk dewasa : tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki Efloresensi: Bentuk bayi : eritema berbatas tegas, papula/vesikel miliar disertai erosi dan eksudasi serta krusta Bentuk anak : papula-papula miliar, likenifikasi, tak eksudatif Bentuk dewasa: biasanya hiperpigmentasi, kering, likenifikasi (Siregar., 2005) Bagaimana menegakkan diagnosis Dermatitis Atopik ?Diagnosis Dermatitis Atopik didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka yang terbagi menjadi Kriteria Mayor dan Kriteria Minor:Kriteria Mayor : Pruritus Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak. Dermatitis di fleksura pada dewasa Riwayat atopi pada penderita atau keluarganyaKriteria Minor: Xerosis Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks) Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki Iktiosis/hiperliniar palmaris/keratosis pilaris Pitiriasis alba Dermatitis di papila mammae White Dermographism dan delayed blanch response Keilitis Lipatan infra orbital Dennie-Morgan Konjungtivitis berulang Keratokonus Katarak subkapsular anterior Orbita menjadi gelap Muka pucat atau eritem Gatal bila berkeringat Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak Aksentuasi perifolikular Hipersensitif terhadap makanan Perjalananan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi Tes kulit alergi tipe dadakan positif Kadar IgE di dalam serum meningkat Awitan pada usia diniDiagnosis Dermatitis Atopik harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor. Sedangkan untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu : Riwayat atopi pada keluarga Dermatitis di muka atau ekstensor PruritusDitambah kriteria minor : Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris Aksentuasi perifolikular Fisura belakang telinga Skuama di skalp kronis (Sularsito dan Djuanda.,2011)

3. Bentuk-bentuk tinea kapitis ? Bentuk non inflamasi (Grey patch ringworm). Umumnya karena jamur ektotriks antropofilik, M. audouinii di Amerika dan Eropa namun sekarang jarang atau M. ferrugineum di Asia. Lesi mula-mula berupa papula kecil yang eritematus, mengelilingi satu batang rambut yang meluas sentrifugal mengelilingi rambut-rambut sekitarnya. Biasanya ada skuama, tetapi peradangan minimal. Rambut-rambut pada daerah yang terkena berubah menjadi abu-abu dan kusam sekunder dibungkus artrokonidia dan patah beberapa milimeter diatas kepala. Seringkali lesinya tampak satu atau beberapa daerah yang berbatas jelas pada daerah oksiput atau leher belakang. Kesembuhan spontan biasanya terjadi pada infeksi Microsporum. Ini berhubungan dengan mulainya masa puber yang terjadi perubahan komposisi sebum dengan meningkatnya asam lemak-lemak yang fungistatik, bahkan asam lemak yang berantai medium mempunyai efek fungistatik yang terbesar . Juga bahan wetting (pembasah) pada shampo merugikan jamur seperti M. audouinii. Bentuk inflamasi (Kerion). Biasanya terlihat pada jamur ektotrik zoofilik (M. canis) atau geofilik (M. gypseum). Peradangannya mulai dari folikulitis pustula sampai kerion yaitu pembengkakan yang dipenuhi dengan rambut-rambut yang patah-patah dan lubang-lubang folikular yang mengandung pus . Inflamasi seperti ini sering menimbulkan alopesia yang sikatrik. Lesi Peradangan biasanya gatal dan dapat nyeri, limfadenopati servikal, panas badan dan lesi tambahan pada kulit halus. Tinea Kapitis black dot ringworm. Bentuk ini disebabkan karena jamur endotrik antropofilik, yaitu T. tonsurans atau T. violaceum. Rontok rambut dapat ada atau tidak. Bila ada kerontokan rambut maka rambut-rambut patah pada permukaan kepala hingga membentuk gambaran kelompok black dot. Biasanya disertai skuama yang difus, tetapi peradangannya bervariasi dari minimal sampai folikulitis pustula atau lesi seperti furunkel sampai kerion. Daerah yang terkena biasanya banyak atau poligonal dengan batas yang tidak bagus, tepi seperti jari-jari yang membuka. Rambut rambut normal biasanya masih ada dalam alopesianya (Suyoso, 2008)

4. Apa yang dimaksud Budding Cell ?Budding Cell adalah sel tunas dari jamur Candida albicans yang nantinya akan memanjang membentuk hifa semu (pseudohifa) (Hazan.,2002).

DAFTAR PUSTAKA

Hazan I, Becerra MS, Liu H. (2002). Hyphal elongation is regulated independently of cell cycle in candida albicans. California:Molecular Biology of the Cell. Vol 13, pp:134-145

Siregar RS (2005). Atlas berwarna saripati penyakit kulit Edisi 2. Jakarta :EGC,pp:115-17

Sularsito SA dan Djuanda S (2011). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp:138-48

Suyoso S (2008). Tinea kapitis pada bayi dan anak. Surabaya: Departemen Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Unair, pp:1-12

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ (2012). Fitzpatrick's: Dermatology in General Medicine. ed.8th New York: McGraw-Hill Company