Upload
fendy-wahyu
View
52
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PAJAK
Citation preview
Tugas Kelompok Pajak II
“Pajak Penghasilan Pasal 24 dan 25.”
Di Susun Oleh :
Feizal Bayu P F0311053
Fendy Wahyu W. F0313033
Ilham Dika Faresza F0313040
Kuncoro Aji K. F0313045
Muhammad Farisan Auzan F0313053
Muhammad Verman Bayu Putra F0313062
Akuntansi B 2013
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 (Kredit Pajak Maksimum)
A. Pengertian Umum
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 adalah pajak yang terutang atau dibayarkan di luar
negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Tujuannya adalah untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena
pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Pengkreditan
pajak luar negeri tersebut dilakukan dalam Tahun Pajak digabungkan antara penghasilan luar
negeri dengan penghasilan di Indonesia.
B. Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib
menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan :
1. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
2. Foto Copy Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Permohonan kredit pajak luar negeri disampaikan bersamaan dengan penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, namun dapat diperpanjang waktunya oleh
Dirjen Pajak berdasarkan permohonan dari Wajib Pajak.
C. Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dengan aturan sebagai
berikut:
Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut.
Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut
Untuk penghasilan berupa dividen yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri atas
penyertaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham yang disetor, atau
secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya sekurang-kurangnya
50% dari jumlah yang disetor pada badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek, dilakukan dalam tahun pajak pada saat diperoleh
dividen tersebut.
Contoh :
Hasil usaha di Filipina dalam Tahun Pajak 2005 sebesar Rp. 600.000.000,-
Dividen atas pemilikan saham di Cicago Ltd di USA sebesar Rp. 400.000.000,- yaitu
berasal dari keuntungan tahun 2004 yang ditetapkan dalam RUPS dan dibayar tahun
2005
Dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% pada Smith Corporation di Australia
yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp. 80.000.000,- yaitu
berasal dari keuntungan saham 2004 yang berdasarkan Kepmenkeu ditetapkan
diperoleh tahun 2005.
Bunga kwartal IV tahun 2004 sebesar Rp. 200.000.000,- dari Malaysia yang baru
akan diterima bulan Mei Tahun 2005.
Dari penghasilan yang bersumber dari luar negeri di atas, maka penghasilan yang
digabungkan dengan penghasilan dalam negeri untuk tahun 2004 adalah butir a s/d c,
sedangkan butir d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri tahun 2005.
D. Penentuan Sumber Penghasilan
Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan sumber penghasilan sebagai
berikut :
1. Penghasilan dalam saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan
2. Penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti
atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah
negara tempat harta tersebut terletak
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
kedudukan atau berada
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
E. Jumlah Kredit Pajak yang diperbolehkan
Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan hanya atas pajak yang langsung
dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari luar negeri, dan
setinggi tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi
tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari
luar negeri terhadap penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas
penghasilan kena pajak, atau setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas
penghasilan Kena Pajak dalam hal penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar
negeri.
Contoh :
PT Lestari berkedukan di Semarang, mempunyai penghasilan kena paja dari
Indonesia sebesar Rp. 130.000.000,- dan penghasilan kena pajak dari Jepang sebesar Rp.
70.000.000,-. Hitunglah kredit pajak jika tarif yang berlaku di Jepang 10%.
PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :
10% x Rp. 50.000.000,- = 5.000.000,-
15% x Rp. 50.000.000,- = 7.500.000,-
30% x Rp. 100.000.000,- = 30.000.000,-
PPh 42.000.000,-
PPh yang dibayar di Jepang 10% x 70.000.000,- = Rp. 7.000.000,-
Bagian penghasilan di Korea :
( Rp. 70.000.000,-/Rp. 200.000.000,- ) x Rp. 42.500.000,- = Rp. 14.875.000,-
Kredit pajaknya adalah mana yang lebih kecil antara PPh dibayar di luar negeri
dengan bagian penghasilan di negara tersebut yaitu sebesar Rp. 7.000.000,-
F. Penghasilan Luar Negeri Berasal dari Beberapa Negara
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka jumlah
maksimum kredit pajak luar negeri dihitung sama dengan perhitungan tersebut di atas.
Contoh :
PT Buana berkedudukan di Semarang, mempunyai Penghasilan Kena Pajak dari :
Indonesia = Rp. 200.000.000,-
Brunei Darussalam = Rp. 200.000.000,- ( tarif yang berlaku 10%)
Filipina = Rp. 100.000.000,- ( tarif yang berlaku 20%)
Singapura = Rp. 200.000.000,- ( tarif yang berlaku 30%)
Berapa kredit pajak masing-masing negara ?
Berapa PPh yang harus dibayar di Indonesia ?
Jumlah Penghasilan Rp. 700.000.000,-
PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :
10% x Rp. 50.000.000,- Rp. 5.000.000,-
15% x Rp. 50.000.000,- Rp. 7.500.000,-
30% x Rp.600.000.000,- Rp. 180.000.000,-
Jumlah Rp. 192.500.000,-
Brunei darussalam :
PPh yang dibayar 10% x Rp. 200.000.000,- = 20.000.000,-
Bagian penghasilan :
( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 55.000.000,-
Kredit Pajak = Rp. 20.000.000,-
Filipina :
PPh yang dibayar 20% x Rp. 100.000.000 = Rp. 20.000.000,-
Bagian penghasilan :
( Rp. 100.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 27.500.000,-
Kredit Pajak = Rp. 20.000.000,-
Singapura :
PPh yang dibayar 30% x Rp. 200.000.000 = Rp. 60.000.000,-
Bagian penghasilan :
( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 55.000.000,-
Kredit Pajak = Rp. 55.000.000,-
PPh yang harus dibayar di Indonesia :
Rp. 192.500.000,- – Rp. 20.000.000,- – Rp. 55.000.000,- = Rp. 97.500.000,-
G. Kompensasi Kerugian di Luar Negeri dan di Dalam Negeri
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita di luar negeri
tidak boleh digabungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh di Indonesia.
Sedangkan kerugian yang diderita di dalam negeri boleh digabungkan atau
dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri.
Contoh :
PT ABC mempunyai penghasilan dari :
Indonesia = Rp. 200.000.000,-
Inggris = Rp. 300.000.000,- (tarif berlaku 25%)
Belanda = Rp. 200.000.000,- rugi (tarif berlaku 10%)
Swedia = Rp. 200.000.000,- (tarif berlaku 10%)
PPh pasal 17 :
10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,-
15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,-
30% x Rp. 600.000.000,- = Rp. 180.000.000,-
= Rp. 192.500.000,-
PT MA berkedudukan di Jakarta, mempunyai PKP dari :
Indonesia = Rp. 200.000.000,- Rugi
Singapura = Rp. 300.000.000,- ( Tarif yang berlaku 20%)
Malaysia = Rp. 200.000.000,- ( Tarif yang berlaku 10%)
Hongkong = Rp. 400.000.000,- ( Tarif yang berlaku 15%)
PPh Pasal 17 :
10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,-
15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,-
30% x Rp. 600.000.000,- = Rp. 180.000.000,-
= Rp. 192.500.000,-
Wajib Pajak (WP), baik berupa Orang Pribadi atau pun Badan yang melakukan suatu kegiatan usaha dikenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 berupa angsuran PPh tiap bulannya. Keterlambatan, baik dalam menyetor maupun melapor, dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Pengertian PPh Pasal 25Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.
Perhitungan PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
Pajak penghasilan yang dipotong sesuai pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.
Tarif PPh Pasal 25
Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa – dengan
satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).
Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:
Sampai Rp 50.000.000 = 5% Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15% Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25% Di atas Rp 500.000.000 = 30%
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk Wajib Pajak Badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak
(PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
Batas Waktu Pembayaran PPh Pasal 25
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, angsuran PPh 25 harus dibayar paling lambat 15 Maret 2014. Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu, Minggu, hari libur nasional, dan Pemilihan Umum), maka pembayaran masih dapat dilakukan pada hari berikutnya – sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah lagi sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.80/PMK.03/2010.
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008 pada 21 Mei 2008, pembayaran harus dilakukan dengan membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya.
Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurur Surat Pemberitahuaan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dalam pasal 21 dan pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22.
2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar begeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dalam Pasal 24.
Dibagi 12 (dua belas( atau sebanyak bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh: Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Dias yang terutang
sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2009 Rp 30.000.000,00
Pada 2009, telah dibayar dan dipotong atau dipungut:
1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,00
2. PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00
3. PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00
4. PPh Pasal 25 Rp 12.000.000,00
Rp 24.000.000,00
Kurang bayar (Pasal 29) tahun 2009 Rp 6.000.000,00
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah:
PPh yang terutang tahun 2009 Rp 30.000.000,00
Pengurang:
1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,00
2. PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00
3. PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00
Rp 12.000.000,00
Dasar perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 Rp 18.000.000,00
Besarnya PPh pasal 25 per bulan:
Rp 18.000.000,00 / 12 = Rp 1.500.000,00
Sehingga Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun 2010 mulai masa Maret sebesar Rp 1.500.000,00
Beberapa Masalah/Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25
1. Angsuran bulanan untuk bulna sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak.
Contoh: Tuan Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh 2009 pada bulam Maret 2010. Angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2009 adalah Rp 1.000.000,00. Maka besarnya angsusran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari 2010 masing-masing adalah Rp 1.000.000,00. Sehingga Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Januari dan Februari 2010 masing-masing adalah Rp 1.000.000,00.
2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut dan berlaku mulai bilan depan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
Contoh: Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2007 yang disampaikan Wajib Pajak dalam bulan Maret 2008, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juli 2008 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun pajak 2007 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp 2.000.000,00. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Agustus 2008 adalah sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)
Hal-hal Tertentu untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25
Direktorat Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila:
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.
2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan.
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
Contoh 1. Penghasilan PT Dira tahun 2009 adalah sebesar Rp 250.000.000,00. Sisa kerugian tahun 2007 yang masih dapat dikompensasikan adalah sebesar Rp 300.000.000,00. Sisa kerugian yang belum dikompensasikan sebesar Rp 50.000.000,00.
Pada tahun 2009 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain sebesar Rp 8.000.000,00, dan tidak ada pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri. Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2010: Penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Rp 250.000.000,00 – Rp 50.000.000,00 = Rp 200.000.000,00.
PPh Terutang: 28% X Rp 200.000.000,00 = Rp 56.000.000,00
PPh dipotong atau dipungut = (Rp 8.000.000,00)
= Rp 48.000.000,00
Besarnya angsuran pajak bulanan PT Dira tahun 2010:
1/12 X Rp 48.000.000,00 = Rp 4.000.000,00
Contoh 2. Pada tahun 2009, Abas memperoleh penghasilan teratur sebesar Rp 52.000.000,00. Sedangkan penghasilan tidak teratur Abas tahun 2009 adalah sebesar Rp 18.000.000,00.
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 pada tahun 2010 Abas adalah hanya dari penghasilan teratur saja sebesar Rp 52.000.000,00
Contoh 3. PT Luwes yang bergerak di bidang konveksi dalam tahun 2009 membayar angsuran bulanan sebesar Rp 18.000.000,00. Pada bulan Juli 2009 pabrik milik PT Luwes terbakar. Oleh karena itu, berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak, mulai bulan Agustus 2006 dapat disesuaikan menjadi lebih kecil daripada Rp 18.000.000,00.
Contoh 4. PT Trendy yang bergerak di bidang konveksi dalam tahun 2009 membayar angsuran bulanan sebesar Rp 27.000.000,00. Mulai bulan Mei 2009 PT Trendy mengalami peningkatan penjualan yang sangat besar dan diperkirakan penghasilan kena pajaknya akan lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Oleh karena itu, berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak mulai bulan Agustus 2009 dapat disesuaikan menjadi lebih besar daripada Rp 27.000.000,00.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru
1. Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
2. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
3. Penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a) Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
b) Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan
pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
4. Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
5. Dalam hal Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Wajib Pajak badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
Contoh 1. PT Almond baru berddiri dan terdaftar sebagai Wajib Pajak pada awal bulan Juni 2009. Selama bulan Juni penjualan PT Almond sebesar Rp 100.000.000,00 dan biaya-biaya yang terjadi adalahs ebesar Rp 60.000.000,00. Maka perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa Juni 2009 adalah:
Penjualan Rp 100.000.000,00
Biaya Rp 60.000.000,00
Penghasilan netto sebulan Rp 40.000.000,00
Penghasilan netto disetahunkan:
12 X Rp 40.000.000,00 = Rp 480.000.000,00
PPh terutang: 28 X Rp 480.000.000,00 = Rp 134.400.000,00
PPh Pasal 25 masa Juni: Rp 134.400.000,00 / 12 = Rp 11.200.000,00
Untuk bulan berikutnya sampai dengan penyampaian SPT Tahunan dihitung lagi PPh Pasal 25 tiap-tiap bulan seperti pada perhitungan diatas.
Contoh 2. Setiawan mulai usaha bengkel 8 Februari 2009, penerimaan bruto bulan Februari 2009 Rp 40.000.000,00. Persentase Norma Penghitungan misalnya untuk usaha bengkel motor 22,5%. Setiawan kawin dan mempunyai 2 anak. Penghitungan PPh Pasal 25 yaitu:
Penghasilan neto bulan Februari: (22,5% X Rp 40.000.000,00) = Rp 9.000.000,00
Penghasilan neto setahun: 12 X Rp 9.000.000,00 = Rp 108.000.000,00
PTKP (K/2) = Rp 18.480.000,00
Penghasilan Kena Pajak = Rp 89.520.000,00
PPh terutang:
5% X Rp 50.000.000,00 = Rp 5.000.000,00
15% X Rp 39.520.000,00 = Rp 5.928.000,00
= Rp 10.928.000,00
PPh Pasal 25 bulan Februari: Rp 10.928.000,00 / 12 = Rp 910.666,00
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi
1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
2. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi Wajib Pajak bank atau sewa usaha dengan hak opsi (financial lease) yang merupakan Wajib Pajak Baru, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah pajak yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba-rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
Contoh: PT Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April sampai dengan Juni 2009 menunjukkan penghasilan neto Rp 250.000.000,00. Perhitungan PPh Pasal 25 untu masa Juli, Agustus, September 2009 adalah:
Penghasilan neto triwulan = Rp 250.000.000,00
Penghasilan neto disetahunkan (4 X Rp 250.000.000,00) = Rp 1.000.000.000,00
PPh terutang: 28% X Rp 1.000.000.000,00 = Rp 280.000.000,00
PPh Pasal 25 masa Juli, Agustus, September 2009:
Rp 280.000.000,00/12 = Rp 23.333.333,00
Untuk triwulan berikutnya dihitung kembali PPh Pasal 25 tiap-tiap triwulan seperti pada perhitungan diatas.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD
1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
2. Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
3. Apabila terdapat sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan, maka dasar penghitungan PPh Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan yang terutang atas PKP yang dihitung dari penghasilan netto menurut PKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa kerugian yang belum dikompensasikan tersebut.
Contoh. Menurut RKAP Tahun 2010 yang sudah disahkan, PT Jogja Jaya (sebuah BUMD yang dimiliki Pemerintah Kota Yogyakarta) diperkirakan mempunyai penghasilan neto sebesar Rp 1.000.000.000,00. Kredit pajak (PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 yang dapat dikreditkan) Tahun 2009 berjumlah Rp 40.000.000,00
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Penghasilan neto = Rp 1.000.000.000,00
PPh terutang (28% X Rp 1.000.000.000,00) = Rp 280.000.000,00
Kredit pajak (PPh Pasal 22, 23, dan 24) = Rp 40.000.000,00
PPh yang dibayar sendiri = Rp 240.000.000,00
PPh Pasal 25 : Rp 240.000.000,00 / 12 = Rp 20.000.000,00
Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu
1. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan/atau eceran barang-barang konsumsi yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili, tidak termasuk kendaraan bermotor dan restoran.
3. Ketentuan pelaksanaan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Hal-hal penting sehubungan dengan pembayaran dan pelaporan PPh pasal 25 untuk WP Orang Pribadi tertentu :
a. KPP lokasi adalah KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha/gerai (outlet).
b. KPP Domisili adalah KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP Orang Pribadi yang bersangkutan.
c. Jika WP Orang Pribadi tertentu menerima atau memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final maka :
- PPh Pasal 25 yang dibayar oleh masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) dapat dikreditkan dalam penghitungan PPh terutang untuk tahunn pajak yang bersangkutan
- Jika ada kompensasi kerugian tahun pajak sebelumnya, kompensasi kerugian dapat diperhitungkan dengan penghasilan WP Orang Pribadi tertentu sepanjang belum habis masa kompensasinya
- Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh WP untuk bulan-bulan setelah batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh, sama dengan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu.
- Besarnya angsuran PPh pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh WP untuk bulan-bulan setelah batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh adalah sbb =
Penghasilan lain neto
Total penghasilan neto X besar angsuran yang terutang berdasarkan SPT tahunan PPh tahun pajak sebelumnya.
d. Jika WP Orang Pribadi tertentu tidak memperoleh penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat final maka :
- PPh Pasal 25 yang dibayar oleh masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) merupakan pelunasan PPh terutang.
- Jika ada kompensasi kerugian tahun pajak sebelumnya, kompensasi kerugian tidak dapat diperhitungkan.
ANGSURAN PPH PASAL 25
Kondisi Normal Biasa
Penghasilan neto tahun lalu (=Penghasilan Kena Pajak ) Rp. xxxxx
PPh Terutang = Tarif PPh x PKP Rp xxxxx
Dikurangi PPh Yang di potong / dipungut pihak lain :
• PPh Pasal 22 Rp xxxxx
• PPh Pasal 23 Rp xxxxx
• PPh Pasal 34 Rp xxxxx
PPh yang harus dibayar sendiri Rp xxxxx
Angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan = PPh yang harus dibayar sendiri x 1/12 bulan
Kondisi Kondisi Tertentu
Penghasilan neto tahun lalu Rp. xxxxx
dikurangi : penghasilan tidak teratur Rp xxxxx
Penghasilan Neto Teratur Rp xxxxx
dikurangi : sisa kompensasi rugi Rp xxxxx
Penghasilan kena Pajak (PKP) Rp xxxxx
PPh Terutang = Tarif PPh x PKP Rp. xxxxx
Dikurangi :
• PPh Pasal 22 Rp xxxxx
• PPh Pasal 23 Rp xxxxx
• PPh Pasal 24 Rp xxxxx
PPh yang harus dibayar sendiri Rp xxxxx
Angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan = PPh yang harus dibayar sendiri x 1/12 bulan
Perhitungan Pph Terutang
PPh Badan Terutang :
= Penghasilan Kena Pajak / PKP (x) Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf b UU PPh
Tarif PPh Badan DN / BUT Tahun 2008 :
Batas / Breket PKP Tarif PPh
• s/d Rp. 50 Jt 10 %
• di atas Rp. 50 jt s/d Rp 100 jt 15 %
• di atas Rp 100 jt 30 %
Tarif PPh Badan DN / BUT Tahun 2009 = 28 %
Tarif PPh Badan DN / BUT Tahun 2010 = 25 %
Unsur-unsur PT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
Penghasilan Bruto (Psl 4 ayat 1 UU PPh) Rp xxxxxxxx
Pengurangan Penghasilan Bruto :
• DE Psl 6 ayat 1 PPh Rp xxxxxxxx
• DE psl 9 ayat 1 huruf c,d,e,g UU PPh Rp xxxxxxxx
• DE psl 11 & 11A UU PPh Rp xxxxxxxx
Penghasilan Netto Rp xxxxxxxx
Penghasilan DN lainnya dan penghasilan LN Rp xxxxxxxx
Kompensasi rugi (Psl 6 ayat 2 PPh) (Rp xxxxxxxx)
Penghasilan Kena Pajak/PKP Psl 16 ayat 1 UU PPh Rp xxxxxxxx
PPh terutang = Psl 17 ayat 1 huruf b UU PPh x PKP Rp xxxxxxxx
Kredit PPh psl 28 UU PPh Rp xxxxxxxx
PPh KB Psl 29 UU PPh/ LB Psl 28A UU PPh Rp xxxxxxxx
Perhitungan Angsuran PPh Psl 25 untuk tahun berjalan