6
Nama : Andi Akhirah Khairunnisa NIM : 031111108 Hukum Negara-negara ASEAN Case Concerning the Temple of Preah Vihear Cambodia v. Thailand Latar Belakang Kasus Temple of the Preah Vihear adalah sebuah kuil kuno yang terletak diperbatasan Kamboja dan Thailand. 1 Kuil dan wilayahnya memiliki nilai seni dan arkeologikal yang tinggi serta memiliki potensi militer yang penting. Peta perbatasan pada tahun 1907 menyatakan bahwa kuil tersebut berada di wilayah Kamboja 2 dimana pada saat itu pemerintah Thailand sama sekali tidak mengajukan keberatan apapun. Pada tahun 1934 pemerintah Thailand melakukan survey terhadap kuil tersebut dan menyatakan bahwa kuil berada dalam wilayah Thailand, dimana kemudian Thailand membuat peta yang 1 Case Concerning The Temple of Preah Vihear: Cambodia V. Thailand”, Duke Law Journal, vol. 1963:307, h.307 2 Ibid

Tugas asean 2.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Nama : Andi Akhirah KhairunnisaNIM : 031111108Hukum Negara-negara ASEAN

Case Concerning the Temple of Preah Vihear Cambodia v. ThailandLatar Belakang KasusTemple of the Preah Vihear adalah sebuah kuil kuno yang terletak diperbatasan Kamboja dan Thailand.[footnoteRef:1] Kuil dan wilayahnya memiliki nilai seni dan arkeologikal yang tinggi serta memiliki potensi militer yang penting. Peta perbatasan pada tahun 1907 menyatakan bahwa kuil tersebut berada di wilayah Kamboja[footnoteRef:2] dimana pada saat itu pemerintah Thailand sama sekali tidak mengajukan keberatan apapun. Pada tahun 1934 pemerintah Thailand melakukan survey terhadap kuil tersebut dan menyatakan bahwa kuil berada dalam wilayah Thailand, dimana kemudian Thailand membuat peta yang menyatakan hal tersebut padahal dalam waktu yang sama peta terdahulu masih digunakan di Thailand.[footnoteRef:3] [1: Case Concerning The Temple of Preah Vihear: Cambodia V. Thailand, Duke Law Journal, vol. 1963:307, h.307] [2: Ibid] [3: Ibid]

Pada tahun 1953, Kamboja mulai mempermasalahkan kuil ini yang mengakibatkan hubungan Thailand dan Kamboja memburuk, ketika tahun 1954 Perancis meninggalkan Kamboja, pihak militer Thailand langsung menduduki kuil ini. Sehingga pada tahun 1962 Kamboja membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional yang kemudian memutuskan bahwa kuil ini berhak dimiliki oleh Kamboja. Pada tanggal 7 Juli 2001, kuil ini resmi masuk dalam daftar warisan dunia oleh UNESCO, dimana hal tersebut tidak disetujui oleh pemerintah Thailand karena menganggap bahwa masih ada perbedaan pandangan terkait letak kuil sebagaimana yang diakui oleh pemerintah Kamboja. Sehingga pada tahun 2008 terjadi konflik militer antara Kamboja dan Thailand masih terkait kepemilikan kuil tersebut.

Analisis MasalahDalam kasus ini Kamboja mendasarkan argumen pada peta (Annex I Map) yang dibuat oleh Prancis pada tahun 1907 yang beberapa diantaranya adalah anggotaMixed Commission yang dibentuk berdasarkanboundary treatyantara France dan Siam tanggal 13 Pebruari 1904.[footnoteRef:4] Sedangkan Thailand berargumen bahwa peta tersebut tidaklah mengikat karena tidak dibuat oleh anggotaMixed Commissionyang sah. Lebih lanjut, garis perbatasan yang digunakan dalam peta tersebut adalah berdasarkanwatershed lineyang salah dan bila menggunakan watershed lineyang benar maka Kuil Preah Vihear akan terletak di dalam wilayah Thailand.[footnoteRef:5] [4: Case Concerning the Temple of Preah Vihear (Cambodia v. Thailand), Merits, [1962] I.C.J. Rep. 6; Note, 56 Am. J. INT'L L. 1033 (1962); Note, 11 INT' & COMP. L.Q. 1183 (1962). For a note on the preliminary objections phase of the case see 1961.] [5: Ibid]

Dalam kasus ini Mayoritas hakim (9 dari 12) Mahkamah Internasional menyatakan bahwa Kuil Preah Vihear berada dalam wilayah kedaulatan Kamboja dan Thailand harus menarik personil kepolisian dan militer dari kuil tersebut atau dari daerah sekitarnya dalam wilayah kedaulatan Kamboja.[footnoteRef:6] Dengan tujuh suara untuk lima, Pengadilan menemukan bahwa Thailand berkewajiban untuk mengembalikan ke Kamboja setiap patung, stelae, fragmen monumen, model batu pasir dan gerabah kuno yang mungkin, sejak tanggal pendudukan Bait oleh Thailand pada tahun 1954, telah dihapus dari Kuil atau daerah Candi oleh pemerintah Thailand.[footnoteRef:7] [6: Ibid] [7: Ibid]

Dalam putusannya hakim ICJ mendasarkan argumennya dengan teori acquiescence atau disebut juga Doktrin Estoppel dimana prinsip ini termasuk dalam salah satu sumber hukum internasional yakni customary international law.[footnoteRef:8] Maksud dari doktrin ini adalah melindungi suatu Negara yang bertentangan dengan Negara lain, dimana Negara lawannya tersebut gagal untuk melakukan protes atas sebuah kebijakan dengan jangka waktu tertentu.[footnoteRef:9] Dalam kasus ini, saat Kamboja melakukan serangkaian pengakuan terhadap wilayah kuil Preah Vihear namun Thailand tidak menunjukkan tindakan penolakan dari pengakuan tersebut yang oleh hakim dienterprestasikan sebagai sebuah bentuk persetujuan. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak Thailand tidak menganggap ada permasalahan yang muncul di wilayah kuil Preah Vihear dan implikasinya adalah pengakuan terhadap kedaulatan kamboja atas Preah Vihear. [8: Pasal 38 statuta ICJ] [9: MacGibbon, Estoppel in International Law, 7 INT'L & Cobip. L.Q. 468, 501 (1958).]

Thailand gagal menyatakan keberataannya saat kesempataan tersebut ada membuat Thailand kehilangan hak untuk menyatakan bahwa pihaknya tidak terikat pada peta dalam Annex I Map. Mayoritas hakim berkesimpulan bahwa adalah tidak penting lagi untuk memutuskan apakahwatershed lineyang dipergunakan dalam peta peta sebagaimana Annex I Map telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.Dengan adanya putusan tersebut maka secara resmi bahwa kuil tersebut berada dalam wilayah Kamboja. Namun sebuah permasalahn muncul kembali saat UNESCO mengeluarkan heritage list yang menyatakan bahwa kuil ini termasuk dalam salah satu warisan kebudayaan dunia, yang mengakibatkan pada tahun 2008 kembali terjadi konflik antara Thailand dan Kamboja. Mengingat kedua Negara ini adalah anggota resmi ASEAN, maka sebenarnya ketentuan dalam Piagam ASEAN dapat menyelesaikan masalah yang ada. Yang menadi hambatan adalah apabila kedua Negara tidak mematuhi ketentuan dalam Piagam ASEAN tersebut mengingat status Piagam ASEAN hanyalah sebuah soft law.