Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS AKHIR
BIOSAND FILTER DENGAN REAKTOR KARBON AKTIF
DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR LAUNDRY
(Studi Kasus Bung Laundry Makassar)
PUTRI AULIA HALIM
(D121 09 273)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nyalah.Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir dengan judul“BIOSAND FILTER DENGAN REAKTOR KARBON AKTIF DALAMPENGOLAHAN LIMBAH CAIR LAUNDRY”
Penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dorongan dan
motivasi, bantuan, bimbingan, dan arahan, serta adanya kerja sama dari berbagai
pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1 Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkatNya selama inikepada penulis.
2 Kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memberikan dukunganmoril, material, dan motivasi selama penulis menjalankan pendidikan.
3 Bapak Ir. Achmad Zubair, M.Sc selaku Ketua Prodi Teknik LingkunganUniversitas Hasanuddin Makassar, serta seluruh dosen dan staf FakultasTeknik Universitas Hasanuddin Makassar yang telah membantu kamidalam kelancaran penyelesaian tugas akhir ini.
4 Prof. Dr. Ir. Mary Selintung, MSc selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Ir.Johannes Patanduk, MS selaku pembimbing II yang telah membantupenulis dalam kelancaran penyelesaian tugas akhir ini.
5 Bapak Syamsudin yang telah membantu dalam pembuatan unit BiosandFilter Carbon Active, penelitian hingga menguji hasil dari penelitian.
6 Bung Laundry, yang telah bersedia menyiapkan limbah hasil pencuciannyauntuk diolah di unit reaktor.
7 Ryan Kanzul Arasy yang telah membantu dalam penyelesaian laporantugas akhir.
8 Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yangtelah membantu penulis dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasakhir.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa laporan ini masih jauh darikesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangatdiharapkan oleh penulis untuk perbaikan.
Makassar, Januari 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. i
LEMBARAN PENGESAHAN…………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………... iv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….. viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………… ix
ABSTRAK………………………………………………………………………… x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Batasan Masalah ......................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
E. Manfaat Penelitian ....................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Air Limbah ................................................................. 5
B. Sumber Air Limbah ..................................................................... 6
1. Air Limbah Domestik............................................................. 6
2. Air Limbah Non-Domestik..................................................... 8
3. Air Limbah Industri ................................................................ 8
4. Air Limbah Dari Daerah Perkotaan ....................................... 9
C. Karakteristik Air Limbah ............................................................. 9
v
1. Sifat Fisik Air Limbah……………………………………….. 9
2. Sifat Kimia Air Limbah……………………………………… 10
3. Sifat Biologis Air Limbah…………………………………… 12
D. Proses Laundry ............................................................................. 12
E. Parameter Penelitian………………….. ...................................... 14
1. Biological Oxygen Demand………………………………….. 14
2. Chemicam Oxygen Demand………………………………….. 15
3. Total Suspended Solid……………………………………….. 16
4. Fosfat…………………………………………………………. 16
F. Biosand FIlter. .............................................................................. 19
1. Mekanisme Penyisihan Kontaminan Dalam Biosand Filter ... 20
2. Pematangan Lapisan Biofilm .................................................. 22
3. Pengoperasian Biosand Filter…..……………………………… 22
4. Pembersihan Biosand Filter……………………………………. 24
5. Keuntungan dan Kekurangan Biosand Filter…………………. 24
G. Karbon Aktif……………………………………………………… 26
1. Syarat Karbon Aktif…………………………………………… 26
2. Struktur Karbon Aktif………………………………………… 27
3. Daya Serap Karbon Aktif…………………………………….. 28
4. Proses Pembuatan Karbon Aktif………………………………. 30
5. Penggunaan Karbon Aktif………………………………………31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Umum........................................................................................... 33
vi
B. Jenis Penelitian ............................................................................ 33
C. Lokasi Penelitian........ .................................................................. 33
D. Variabel Penelitian……………………………………………… 35
E. Bahan dan Alat Penelitian………………………………………. 36
F. Pelaksanaan Penelitian………………………………………….. 37
1. Persiapan Media……………………………………………… 37
2. Persiapan Alat………………………………………………… 38
3. Kalibrasi Alat……………………………………………….. 38
4. Pengujian Sampel…………………………………………… 39
1. Biological Oxygen Demand…………………………….. 39
2. Chemical Oyygen Demand……………………………… 41
3. Total Suspended Solid…………………………………… 41
4. Fosfat…………………………………………………….. 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian…………………………………………………. 43
1. Air Limbah Sebelum Pengolahan…………………………… 44
2. Proses Pengolahan…………………………………………… 44
3. Hasil Pengolahan…………………………………………….. 45
a. Biological Oxygen Demand……………………………… 45
b. Chemical Oxygen Demand………………………………. 47
c. Total Suspended Solid…………………………………… 48
d. Fosfat…………………………………………………….. 49
B. Pembahasan……………………………………………………... 50
vii
1. Biological Oxygen Demand………………………………….. 51
2. Chemical Oxygen Demand…………………………………… 52
3. Total Suspended Solid………………………………………… 53
4. Fosfat………………………………………………………….. 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………… 56
B. Saran ……………………………………………………………. 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Biosand Filter Carbon Active…………………………………… 20
2.2 Hasil Pengolahan Limbah Cair Laundry Dengan Menggunakan
Metode Enceng Gondok…………………………………………. 25
2.3 Carbon Active………………………………….…………………….. 26
3.1 Sketsa Biosand Filter Carbon Active……………………………. 35
3.2 Media ; Pasir halus, Pasir kasar, Kerikil, dan Karbon aktif…….. 36
3.3 Reservoir / Bak Penampungan……………………………………. 37
3.4 Menentukan Kecepatan Aliran……..…………………………….. 38
3.5 Sampel Inlet dan Outlet Limbah Cair Laundry…………………… 39
4.1 Efektivitas Penurunan Konsentrasi BOD…………………………. 46
4.2 Efektivitas Penurunan Konsentrasi COD…………………………. 47
4.3 Efektivitas Penurunan Konsentrasi TSS………………………….. 48
4.4 Efektivitas Penurunan Konsentrasi PO4…………………………... 50
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Karakteristik Limbah Domestik…………………………………… 7
2.2 Jenis Kotoran Yang Mudah Larut Dalam Air…………………….. 13
2.3 Jenis Kotoran Yang Sulit Larut Dalam Air………………………. 13
2.4 Jenis Kotoran Yang Tidak Dapat Diangkat Dengan Proses
Pencucian…………………………………………………………. 14
2.5 Keuntungan Metode Biosand Filter Carbon Active Dibandingkan
Dengan Metode Enceng Gondok…………………………………. 24
2.6 Syarat Mutu Arang Aktif…………………………………………. 27
2.7 Manfaat Arang Aktif Untik Zat Cair……………………………… 32
3.1 Metode Analisis Parameter……………………………………….. 39
4.1 Air Limbah Laundy Sebelum Proses Pengolahan………………… 44
4.2 Efektivitas Penyisihan BOD……………………………………… 46
4.3 Efektivitas Penyisihan COD……………………………………… 47
4.4 Efektivitas Penyisihan TSS………………………………………. 48
4.5 Efektivitas Penyisihan PO4………………………………………. 50
4.6 Konsentrasi BOD Sebelum Dan Sesudah Pengolahan…………… 51
4.7 Konsentrasi COD Sebelum Dan Sesudah Pengolahan…………… 53
4.8 Konsentrasi TSS Sebelum Dan Sesudah Pengolahan…………….. 54
4.9 Konsentrasi PO4 Sebelum Dan Sesudah Pengolahan……………… 55
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN MENGGUNAKAN BIOSAND
FILTER REAKTOR KARBON AKTIF
Putri Aulia Halim[1]
D 121 09 273
Mary Selintung [2]
Johannes Patanduk [3] [1] Mahasiswa S1 Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin Makassar [2]. [3] Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Makassar
Abstrak
Di Kota Makassar pada umumnya terjadi peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke
tahun. Dengan pertambahannya penduduk suatu kota maka akan terjadi pula peningkatan
kebutuhan akan barang dan jasa, salah satu jasa yang sangat diminati yaitu jasa laundry. Dari
segi lain jasa laundry ini membawa dampak negatif yaitu timbulan limbah yang dihasilkan dari
sisa proses laundry yang tigak diolah terlebih dahulu sebelum dibuang sehingga berpotensi untuk
menimbukan pencemaran terhadap lingkungan terutama pada air. Teknologi Biosand Filter
Carbon Active merupakan kombinasi teknologi tepat guna yang efektif dalam mengolah air
permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penurunan konsentrasi
Biological Oxygen Demand, Chemical Oxygen Demand, Total Suspended Solid, dan Fosfat pada
proses akhir limbah laundry. Pengambilan sampel dilakukan setiap 2 hari sekali selama 1 minggu
dan melakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan
teknologi Biosand Filter Carbon Active efektif penurunan konsentrasi Biological Oxygen Demand
berkisar rata-rata 71,39% , Chemical Oxygen Demand berkisar antara 85,42 %, Total Suspended
Solid berkisar rata-rata 82,65 %, dan Fosfat rata-rata berkisar antara 76,03 %. Dengan adanya
pengolahan limbah dengan Teknologi Biosand Filter Carbon Active dapat menurunkan
ketercemaran dan dapat mencegah timbulnya dampak negatif yang disebabkan oleh air buangan
limbah cair sisa proses laundry.
Kata Kunci : Biosand Filter, Carbon Active, Biological Oxygen Demand, Chemical Oxygen
Demand, Total Suspended Solid, Dan Fosfat
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Kota Makassar pada umumnya terjadi peningkatan jumlah
penduduk dari tahun ke tahun. Pertambahan penduduk dapat disebabkan oleh
kelahiran dan perpindahan. Dengan pertambahnya penduduk suatu kota maka
akan terjadi pula peningkatan kebutuhan akan barang dan jasa, salah satu jasa
yang sangat diminati yaitu jasa laundry, dengan adanya jasa laundry ini telah
meringankan pekerjaan rumah tangga dan memebrikan manfaat yang cukup
besar bagi perekonomian dengan mengurangi jumlah pengangguran. Dari segi
lain jasa laundry ini membawa dampak negatif yaitu timbulan limbah yang
dihasilkan dari sisa proses laundry yang tidak diolah terlebih dahulu sebelum
dibuang sehingga berpotensi untuk menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan terutama pada air.
Pencemaran terhadap air oleh limbah laundry disebabkan karena
limbah deterjen termasuk polutan yang di dalamnya terdapat zat yang disebut
ABS. jenis deterjen yang banyak digunakan di rumah tangga sebagai bahan
pencuci pakaian adalah deterjen anti noda. Deterjen jenis ini mengandung
ABS (Alkyl benzene sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras.
Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegredable)
sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji, 1993). Air
limbah laundry mengandung bahan kimia dengan konsentrasi yang tinggi
2
antara lain fosfat, surfaktan, ammonia dan nitrogen serta kadar padatan
terlarut, kekeruhan, BOD, dan COD tinggi (Ahmad dan El-Dessouky, 2008)..
Zat-zat tersebut apabila dibuang melalui saluran kemudian dibuang ke sungai
akan mengganggu perairan dan menurunkan kualitas air apabila tidak
dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Dengan mempertimbangkan masalah yang ada, maka sekiranya perlu
dipikirkan suatu alat atau teknologi yang dapat menurunkan tingkat bahaya
yang ditimbulkan oleh kegiatan jasa laundry. Pada penelitian ini digunakan
parameter BOD, COD, TSS, Fosfat dengan menggunakan alat atau teknologi
“Biosand Filter Carbon Active”. Tujuan pengolahan Limbah cair adalah untuk
mengurangi polutan organik dan anorganik dalam limbah cair ke level dimana
mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan senyawa toksik dapat dieliminir
(Safina, 2012). Diharapkan dari hasil pengolahan dengan alat ini, konsentrasi
pencemaran dapat diturunkan, sehingga apabila dibuang ke lingkungan tidak
menimbulkan kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan baik lingkungan
hidup perairan maupun lingkungan hidup lainnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada di atas maka diperoleh rumusan masalah:
1. Bagaimana teknologi Biosand Filter Carbon Active ?
2. Berapa besar efektivitas yang diperoleh dengan menggunakan “Biosand
Filter Activated Carbon” dalam Pengolahan Limbah Laundry.
3
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari Biosand Filter Carbon Active dalam
Pengolahan Limbah Laundry.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka untuk
memudahkan dalam pelaksanaan penelitian ini digunakan batasan masalah
sebagai berikiut :
1. Metode filtrasi digunakan dengan menggunakan Biosand Filter dengan
reactor Carbon Active. Dengan komposisi terdiri dari pasir kasar, pasir
halus, dan kerikil kemudian dilanjutkan dengan tambahan reactor carbon
active.
2. Parameter yang diteliti pada teknologi Biosand filter carbon active ini
adalah BOD, COD, TSS, dan Fosfat.
3. Sumber air yang digunakan berasal dari limbah cair sisa proses laundry
(Bung Laundry Makassar).
4. Dalam pembuatan unit Biosand Filter Carbon Active ini tidak dijelaskan
estimasi biaya dikarenakan bahan yang digunakan sebagian milik
Poltekkes Kemenkes Makassar yang dipinjamkan selama penelitian
berlangung.
D. Tujuan Penelitian
1. Menjadikan limbah laundry lebih ramah lingkungan.
4
2. Mengetahui efektivitas penurunan konsentrasi BOD, COD, TSS, dan
fosfat dari limbah cair sisa proses laundry dengan menggunakan teknologi
“Biosand filter Activated Carbon”.
3. Mencegah timbulnya dampak negatif yang disebabkan oleh air buangan
limbah cair sisa proses laundry.
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang kemampuan reactor “Biosand Filter –
Activated Carbon” untuk menurunkan ketercemaran air akibat limbah cair
laundry.
2. Memberikan suatu alternatif pengolahan pada kegiatan sisa proses laundry
dalam mengurangi ketercemaran yang tinggi sehingga untuk selanjutnya
air tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku.
3. Memberikan informasi kepada pihak perusahaan yang bergerak dibidang
jasa laundry untuk ikut menjaga kualitas lingkungan dengan melakukan
pengolahan air limbah sebelum dibuang kebadan air.
4. Dapat dijadikan simulasi atau pendorong untuk peniliti lain guna
mempelajari alternatif – alternatif pengolahan limbah cair dari sisa
laundry.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Air Limbah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2001, limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan jumlahnya
baik secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup lain (Purba, 2009). Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair bagi
kegiatan industri yang dimaksud dengan limbah cair adalah limbah dalam
wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan
dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Dari definisi tersebut maka
secara umum dapat disimpulkan bahwa air limbah adalah sisa suatu usaha atau
kegiatan berupa cairan yang berasal dari rumah tangga, industri, atau tempat-
tempat umum lainnya yang biasanya mendandung zat-zat yang
membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan
hidup.
B. Sumber Ailr Limbah
1. Air Limbah Domestik
6
Air limbah domestik adalah air yang berasal dari usaha dan atau
kegiatan permukiman (real estate), rumah makan, perkantoran,
perniagaan, apartemen, dan asrama (KepmenLH No 112/2003). Air limbah
domestik adalah air yang dipergunakan yang berasal dari rumah tangga
atau permukiman termasuk didalamnya air buangan yang berasal dari WC,
kamar mandi, tempat cuci dan tempat masak (Sugiharto, 1987).
Sifat - sifat yang dimiliki oleh air buangan adalah sifat fisik, kimia, dan
biologis :
a. Sifat fisik
karakter fisik air limbah meliputi temperatur, bau, warna, dan
padat-padatan. Temperature menunjukkan derajat atau tingkat panas
air limbah yang diterakan ke dalam skala-skala. Skala temperatur yang
biasa digunakan adalah skala Fahrenheit (⁰F) dan skala Celcius (⁰C).
Temperatur merupakan parameter yang penting dalam pengoperasian
unti pengolahan limbah karena berengaruh terhadap proses biologi dan
fisika.
Bau merupakan parameter yang subjektif. Pengukuran bau
tergantung pada sensitivitas indera penciuman seseorang. Kehadiran
bau-bauan yang lain menunjukkan adanya komponen-komponen lain
di dalam air.
Pada air limbah, warna biasanya disebabkan oleh kehadiran
materimateri dissolved, suspenden, dan senyawa-senyawa koloid, yang
dapat dilihat dari spectrum warna yang terjadi. Padatan yang terdapat
7
di dalam air limbah dapat diklasifikasikan menjadi floating, settleable,
suspended, atau dissolved (Sakti A. Siregar, 2005).
Secara fisik sifat-sifat buangan domestik dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Domestik No Sifat-Sifat Penyebab Pengaruh
1 Suhu Kondisi udara sekitar Memperngaruhi
kehidupan biologis,
kelarutan oksigen.
2 Kekeruhan Benda-benda tercampur seperti
limbah padat, bahan organic yang
halus, algae, dan organism kecil.
Mematikan sinar jadi
mengurangi produksi
oksigen yang dihasilkan.
3 Warna Sisa bahan organic dari daun
tanaman.
Umumnya tidak
berbahaya, tetapi
berpengaruh terhadup
kualitas air.
4 Bau Bahan voltil, gas terlarut, hasil
pembusukan bahan organik.
Mengurangi estetika.
5 Rasa Bahan penghasil bau, benda
terlarut, dan beberapa ion.
6 Benda
padat
Benda organic dan anorganik yang
terlarut atau tercampur.
Mempengaruhi jumlah
organic padat.
(Sumber : Sugiharto, 1987)
b. Sifat Biologi
Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangta bervariasi
hampir dalam semua bentuk limbah, biasanya dengan konsentrasi 10⁵ -
10⁸ organisme/ml. kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas
ataupun berkelompok dan maupun melakukan proses-proses
kehidupan (tumbuh, metabolisme, dan reproduksi).
Secara tradisional, mikroorganisme dibedakan menjadi binatang
dan tumbuhan. Namun, keduanya sulit dibedakan. Oleh karena itu
mikroorganisme kemudian dimasukkan ke dalam kategori protista,
status yang sama dengan binatang maupun tumbuhan.
8
Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah merupakan
kunci Efektivitas proses biologis. Bakteri juga berperan penting untuk
mengevaluasi kualitas air (Sakti A. Siregar, 2005).
2. Air Limbah Non-Domestik
Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari pabrik, industri,
pertanian, pertenakan, perikanan, transportasi, dan sumber-sumber lain.
Limbah ini sangat bervariasi lebih-lebih untuk limbah industri yang
biasanya menghasilkan bahan berbahaya dan beracun (B3) (P3M STAIN
Pekalongan, 2012).
Perkembangan kota semakin pekat akan meningkatkan aktivitas
sehingga menyebabkan peningkatan kebutuhan akan air bersih yang besar.
Baik untuk keperluan domestik maupun non-domestik. Seiring dengan itu,
maka jumlah air buangan semakin meningkat sementara lahan semakin
sempit. Hal ini menyebabkan masalah pembuangan air, sehingga perlu ada
usaha terpadu untuk mengelola air buangan agar tidak mencemari
lingkungan.
3. Air Limbah Industri
Air buangan industri yang berasal dari berbagai jenis industri akibat
proses produksi. Zat-zat yang terkandung didalamnya sangat bervariasi
sesuai dengan bahan baku yang digunakan oleh masing-masing industri
antara lain : nitrogen sulfide, amoniak, lemak, garam-garam, zat perwarna,
9
mineral, logam berat, zat pelarut, dan sebagainya. Oleh sebab itu
pengolahan jenis air limbah ini menjadi lebih rumit karena harus
mempertimbangkan dampaknya pada lingkungan (Suprianto wibowo,
2012).
4. Air Limbah Dari Daerah Perkotaan
Air buangan ini berasal dari daerah perkantora, perdagangan, hotel dan
tempat umum lainnya. Pada umumnya zat yang terkandung dalamnya
sama dengan air limbah domestik (Suprianto Wibowo, 2012).
C. Karakteristik Air Limbah
Air buangan berasal dari berbagai sumber, sehingga memiliki karakteristik
berbeda. Sifat dan karakteristik air buangan secara garis besar dibagi menjadi
tiga bagian yaitu : sifak fisik, sifat kimia dan sifat biologis.
1. Sifat Fisik Air Limbah
Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh
adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun sifat fisik yang penting
adalah : total solid, total suspended solid, warna, kekeruhan, temperatur,
bau, minyak dan lemak.
a. Total solid merupakan padatan di dalam air yang terdiri dari bahan
organik maupun anorganik yang larut, mengendap, atau tersuspensi
dalam air.
10
b. Total suspended solid adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan
air, tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap, terdiri dari
partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari
sedimen.
c. Warna pada dasarnya air bersih tidak berwarna tetapi seiring dengan
waktu dan meningkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari
yang abu-abu menjadi kehitaman. Warna dalam air disebabkan adanya
ion-ion logam besi dan mangan, humus, plankton, tanaman air dan
buangan industri.
d. Kekeruhan disebabkan pleh zat padat yang tersuspensi, baik bersifat
organik maupun anorganik yang mengapung dan terurai di dalam air.
Kekeruhan menunjukkan sifat optis air, yang mengakibatkan
pembiasan cahaya ke dalam air. Kekeruhan membatasi masuknya
cahaya ke dalam air.
e. Temperatur merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan
efeknya terhadap reaksi kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air
dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas sehari-hari.
f. Bau disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi
materi atau penambahan substansi paa limbah. Sifat bau limbah
disebabkan karena zat-zat organic yang telah terurai dalam limba dan
mengeluarkan gas-gas seperti sulfide atau amoniak uang menimbulkan
penciuman tidak enak (Nas Annas, 2011).
2. Sifat Kimia Air Limbah
11
Kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah dapat
merugikan lingkungan. Bahan organik terlarut dapat menghasilkan
oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak
sedap. Dan akan lebih berbahaya jika bahan kimia yang merupakan bahan
kimia beracun. Adapun bahan kimia yang penting yang ada di dalam air
limbah pada umumya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Bahan Organik
Pada umumnya zat organik berisikan kombinasi dari karbon,
hidrogen, dan oksigen, bersama-sama dengan nitrogen. Elemen lainnya
yang penting seperti belerang, fosfor, dan besi juga dapat dijumpai.
Semakin lama, jumlah dan jenis bahan organik semakin banyak. Hal
ini akan mempersulit dalam pengolahan air limbah, sebab beberapa zat
tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. (Bima Arafah, 2013).
b. Bahan Anorganik
Beberapa komponen anorganik dari limbah dan air alami adalah
sangat penting untuk peningkatan dan pengawasan kualitas air minum.
Jumlah bahan anorganik meningkat sejalan dan dipengaruhi oleh
formasi geologis dari asal air atau air limbah. Bahan anorganik
meliputi : pH, klorida, kebasaan, sulfur, zat beracun, logam berat,
metan, Nitrogen, fosfor, dan gas (Sugiharto, 1985).
Pengaruh kandungan bahan kimia yang ada di dalam air buangan
domestik dapat merugikan lingkungan melalui beberapa cara. Bahan-
bahan terlarut dapat menghasilkan DO atau oksigen terlarut dan dapat
12
juga menyebabkan timbulnya bau. Protein merupakan penyebab utama
terjadinya bau ini. Sebabnya ialah struktur protein sangat kompleks
dan tidak stabil serta mudah terurai menjadi bahan kimia lain oleh
proses dekomposisi (Sugiharto, 1987).
3. Sifat Biologis Air Limbah
Sifat biologis air buangan domestik perlu diketahui untuk kualitas air
terutama bagi air yang dipergunakan sebagai air minum dan air bersih dan
mengukur tingkat pencemaran sebelum dibuang ke badan air. Parameter
yang sering digunakan adalah banyaknya kandungan mikroorganisme
yang ada dalam kandungan air limbah adalah mikroorganisme yang
berperan dalam proses penguraian bahan-bahan organik di dalam air
buangan domestik adalah bakteri, jamur, protozoa, virus, algae, dan hewan
renik. Indikator yang digunakan untuk mengetahui besar dan kecilnya
pencemaran bakteriologis adalah berapa jumlah bakteri koliform per
seratus ml larutan dengan singkatan MPN ( Most Probable Number)
(Tjokrokusumo, 1998)
D. Proses Laundry
1. Definis Kotoran Laundry
Kotoran (Dirt) adalah benda yang tidak diharapkan pada textile atau
permukaan lainnya. Kotoran ini biasanya terdiri dari gabungan beberapa
komponen, tergantung dari jenis dan pemakaian dari kain tersbeut.
Misalnya :
13
a. Kotoran pada pakaian dalam (underwear) dan bed line, umumnya
adalah keringat, lemak (skin fat), protein, dan urine.
b. Kotoran pada rumah sakit laundry umumnya mengandung darah, obat,
salep, dan juga kotora manusia (fases).
Begitu pula pakaian dan textile yang digunakan di dapur, table linen
termasuk napkin mempunyai kototean tertentu. Klasifikasi kotoran dapat
dibagi sebagai berikut :
1) Kotoran yang larut dalam air merupakan kotoran yang dapat dibilas
dengan air saja atau air dengan deterjen. Yang termasuk dalam
kotoran yang larut dalam air adalah :
Tabel 2.2 Jenis Kotoran yang Mudah Larut Dalam Air
2) Kotoran yang larut dalam solvent (solvent soluble dirt) merupakan
kotoran yang sulit untuk dihilangkan dan sering kali tidak dapat
diangkat seluruhnya.
Tabel 2.3 Jenis Kotoran yang Sulit Larut Dalam Air
Protein
Telur
Sauce
Darah
Fases
Pigment Debu (Dust)
Carbohydrate Kanji (Strach)
Oil and fat Mineral oil
Vegetable oil
other's
Urine
Gula
Garam
Perklon
Lemak
Minyak
Cat
Vernis
Sebagian
dari zat
warna
14
3) Kotoran yang dapat di bleach (bleachable dirt) merupakan kotoran
yang tidak dapat diangkat dengan proses pencucian maupun dry
cleaning. Memerlukan bleaching pada proses pencucian khusus.
Bleaching adalah proses oksidasi untuk menghacurkan pigment
dari zat warna, yang umumnya terdiri dari :
Tabel 2.4 Jenis Kotoran Yang Tidak Dapat Diangkat Dengan
Proses Pencucian
(Reni Griswidia, Penurunan Kadar Minyak Lemak Limbah Cair Laundry Dengan
Menggunakan Reaktor Biosand Filter Di Lanjutkan Dengan Karbon Aktif, UII
Yogyakarta, 2008).
E. Parameter Penelitian
1. Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai atau
mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin,
1998; Metcalf & Eddy, 1991).
Pemeriksaan BOD dalam limbah didasarkan atas reaksi oksidasi zat-
zat organik dengan oksigen dalam air dimana proses tersebut dapat
berlangsung karena adanya sejumlah bakteri. BOD adalah kebutuhan
oksigen bagi sejumlah bakteri untuk menguraikan semua zat-zat organik
yang terlarut maupun sebagian tersuspensi dalam air menjadi bahan
Pewarna Alami
Buah-buahan
Sauce
Obat-obatan
Darah
Pewarna Buatan Pewarna industri
15
organic yang lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumah bahan
organik yang dikonsumsi bakteri. Penguraian zat organik ini terjadi secara
alami. Dengan habisnya oksigen terkonsumsi membuat biota lainnya yang
membutuhkan oksigen menjadi kekurangan dan akibatnya biota yang
memerlukan oksigen ini tidak dapat hidup. Semakin tinggi angka BOD
semakin sulit bagi makhluk air yang membutuhkan oksigen untuk
bertahan hidup (Ratna Dewi Ayuningtyas; Proses Pengolahan Limbah Cair
Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, 2009).
Berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 14 Tahun
2003 Nilai Baku Mutu BOD yang diberikan untuk limbah cair industri
sabun deterjen adalah 75 mg/l
2. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh
bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Angka COD
emrupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat anorganik. Semakin dekat
nilai BOD terhadap COD menunjukkan bahwa semakin sedikit bahan
anorganik yang dapat dioksidasi dengan bahan kimia (Ratna Dewi
Ayuningtyas; Proses Pengolahan Limbah Cair Di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, 2009).
Berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 14 Tahun
2003 Nilai Baku Mutu COD yang diberikan untuk limbah cair industri
sabun deterjen adalah 160 mg/l.
16
3. Total Suspended Solid (TSS)
TSS adalah salah satu parameter yang digunakan untuk pengukuran
kualitas air. Pengukuran TSS berdasarkan pada berat kering partikel yang
terperangkap oleh filter, biasanya dengan ukuran pori tertentu. Umumnya
filter yang digunakan memiliki ukuran pori 0,45 μm (Seandy Laut Biru,
2013).
Kandungan TSS memiliki hubungan yang erat dengan kecerahan
perairan. Keberadaan padatan tersuspensi akan menghalangi penetrasi
cahaya yang masuk ke perairan. Keberadaan padatan tersuspensi masih
bisa berdampak positif apabila tidak melebihi toleransi sebaran suspense
baku mutu kualitas perairan yang ditetapkan oleh kementrian Lingkungan
Hidup yaitu 70 mg/l (Seandy Laut Biru, 2013).
Berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 14 Tahun
2003 Nilai Baku Mutu TSS yang diberikan untuk limbah cair industri
sabun deterjen adalah 60mg/l.
4. Phospat
Phospat atau fosfat adalah sebuah ion poliatomik atau radikal terdiri
dari satu atom fosforus dan empat oksigen. Fosfat merupakan satu-satunya
bahan galian (diluar air) yang mempunyai siklus, unsur fosfor di alam
diserap oleh makhluk hidup, senyawa fosfat pada jaringan makhluk hifup
yang telah mati terurai kemudian terakumulasi dan terendapkan di lautan
(Wartapedia, 2010).
17
Unsur P dalan fosfat adalah fosfor sangat berguna bagi pertumbuhan
karena berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar terutama pada
awal-awal pertumbuhan, mempercepat pembuangan, pemasakan biji dan
buah. Pada tanaman jika terjadi kekurangan unsur ini, maka gejala yang
tampak pada tanaman adalah daun berubah tua agak kemerahan, pada
cabang, batang, dan tepi daun berwarna merah ungu yang lambat laun
berubah menjadi kuning. Pada buah tampak kecil dan cepat matang
(Wartapedia, 2010)
Di alam fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat
organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa anorganik (pada air dan
tanah). Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh
docomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang
terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen
laut. Oleh karena itu fosfat banyak terdapat di batu karang (Aghnanisme,
2012).
Keberadaan fosfat yang berlebihan di badan air menyebabkan suatu
fenomena yang disebut eutrofikasi. Untuk mencegah kejadian tersebut, air
limbah yang akan dibuang harus diolah terlebih dahulu untuk mengurangi
kandungan fosfat sampai pada nilai tertentu. Dalam pengolahan ait limbah
fosfat dapat disisihakan dengan proses fisika-kimia maupun biologi.
Beberapa studi untuk membuat inovasi dalam menyisihkan senyawa fosfat
telah banyak dilakukan (Masduqi, A. 2000).
18
Limbah Laundry yang mengandung fosfat yang tinggi, fosfat berasal
dari Sodium TripolyPhosfhate (STPP) yang merupakan salah satu bahan
dalam deterjen. STPP berfungsi sebagai builder yang merupakan unsur
penting kedua setelah surfaktan karena kemampuannya menghilangkan
mineral kesadahan dalam air sehingga deterjen dapat bekerja dengan
optimal. PO4 yang berlebih dalam badan air akan mengakibatkan
terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi adalah masalah lingkungan hidup yang
mengakibatkan kerusakan ekosistem perairan khususnya pada air tawar di
mana tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan pertumbuhan
yang normal (Subroto, 1996).
Penggunaan deterjen yang besar-besaran dapat meningkatkan senyawa
fosfat pada air atau danau. Fosfat ini merangsang pertumbuhan ganggang
dan enceng gondok. Pertumbuhan ganggang dan enceng gondok yang
tidak terkendali menyebabkan permukaan air danau atau air sungai
tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan
mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis. Jika tumbuhan air ini
mati, maka akan terjadi proses pembusuka yang menghabiskan persediaan
oksigen dan pengendapan bahan-bahan yang mebyebabkan pendangkalan.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 14 Tahun
2003 Nilai Baku Mutu Phospat yang diberikan untuk limbah cair industri
sabun deterjen adalah 1 mg/.
19
F. Biosand Filter
Biosand filter adalah sebuah teknologi yang terbukti dapat diadaptasikan
dan dapat bertahan di Negara-negara berkembang. BSF sangat mirip dengan
saringan pasir lambat dalam arti bahwa mayoritas dari filtrasi dan kepindahan
kekeruhan terjadi ada di puncak lapisan pasir dalam kaitan dengan ukuran
pori-pori yang menurun disebabkan oleh pemecatan partikel butir. Teknologi
ini dapat mencapai 99.99 % penghilang bakteri virus tipus (Murcott & Lucas,
2002)
Biosand filter merupakan suatu proses penyaringan atau penjernihan air
dimana air yang akan diolah dilewatkan pada suatu media proses dengan
kecepatan rendah yang dipengaruhi oleh diameter butiran pasir yang lebih
kecil agar dapat menyaring bakteriologi. Biosand filter sama dengan filter
pasir lambat dimana mayoritas filtrasi dan penghilangan kekeruhan terjadi di
lapisan atas pasir karena penurunan ukuran pori yang disebabkan oleh deposisi
partikel.
Biosand filter dapat menghilangkan bakteri pathogen melalui proses yang
sama dengan saringan pasir lambat, yang mana pada saat zat-zat padat
melewati pasir dalam filter, zat-zat ini akan bertubrukan dan menyerap ke
dalam partikel-partikel pasir. Bakteri dan zat padat yang terapung mulai
meningkat dalam kepadatan yang tertinggi di lapisan pasir paling atas menuju
biofilm.
Menurut Sukawati (2008), lapisan biofilm terdiri dari sel-sel
mikroorganisme yang melekat erat ke suatu permukaan sehingga berada dalam
20
keadaan diam. Tidak mudah lepas atau berpindah tempat. Biasanya lapisan
biofilm ini digunakan unruk menandakan zona aktivitas biologi yang
umumnya terletak di dalam bed pasir. Bagaimanapun, zona ini berbeda.
Dalam kaitan dengan fungsi gandanya yang meliputi penyaringan mekanis,
kedalaman biofilm bisa dikatakan dapat berhubungan kepada zona penetrasi
dari partikel-partikel padatan di mana ukurannya antara 0,5 – 2 cm dari suatu
BSF.
Gambar 2.1 Biosand filter Carbon active
1. Mekanisme Penyisihan Kontaminan Dalam Biosand Filter
Pada Biosand filter terdapat beberapa mekanisme dalam penyisihan
kontaminan-kontaminan di dalam air limbah. Mekanisme tersebut antara
lain (Huisman, 2004) :
a. Mechanical Straining
Dengan ukuran media 0,15 mm, maka partikel berukuran > 20 μm
akan tertahan pada media. Sedangkan partikel berukuran 5 – 10 μm
akan tertahan seiring dengan pertambahan deposit partikel di
21
permukaan media pada saat operasional filter. Koloid ( 0,001 – 1 μm)
dan bakteri (1 μm) tidak dapat disisihkan dengan mekanisme ini.
Mechanical Straining terutama terjadi pada permukaan filter sampai
kedalaman 5 cm (Hardjono, 1996).
b. Sedimentasi
Partikel mengendap pada permukaan media filter. Pengendapan ini
terjadi akibat aliran air di dekat media, dimana Efektivitas sedimentasi
sangat dipengaruhi oleh beban permukaan dan kecepatan pengendapan
pada pori media. untuk partikel yang mempunyai kecepatan
mengendap lebih besar dari beban permukaan akan mengendap
seluruhnya, sedangkan dengan diameter yang lebih kecil akan
mengendap sebagian.
c. Adsorpsi
Adsorpsi dapat terjadi secara aktif maupun pasif. Secara aktif, adsoprsi
dipengaruhi oleh gaya tarik antar dua partikel (gaya Van der Waals)
dan gaya tarik elektrostatis antara muatan yang berbeda. Sedangkan
adsorbs secara pasif dipengaruhi oleh interaksi dan ikatan kimia.
d. Biokimia
Beberapa partikel yang terakumulasi di permukaan media akan
mengalami proses biokmia. Seperti misalnya oksidasi Fe ²⁺ dan Mn²⁺
dari bentuk terlarut menjadi bentuk yang tidak terlarut, hal yang sama
terjadi pula pada bahan-bahan organik terlarut, yang dimanfaatkan
sebagai electron donor untuk pembangkitan energi mikroorganisme.
22
Tetapi oksidasi biokimia ini hanya dapat berjalan secara optimal pada
kondisi dimana terdapat cukup waktu kontak dan temperatur tidak
terlalu rendah.
e. Aktivasi bakteri
Aktivasi bakteri melibatkan akumulasi mikroorganisme di permukaan
filter, kematian bakteri akibat adanya predator dan juga pengurangan
mikroorganisme akibat berkurangnya supply elekton donor. Aktifasi
mikroorganisme pada permukaan filter dikenal sebagai lapisan
Schumtzdecke, dimana lapisan ini tersusun dari matriks gelatin bateri,
jamur, protozoa, rotifera, dan larva serangga air. Seiring dengan makin
bertambahnya usia Schmutzdecke maka alga cenderung untuk tumbuh
dan kemungkinan akuatik yang lebih besar akan muncul sepeti siput
dan cacing (www.wikipedia.org).
2. Pematangan Lapisan Biofilm
Biofilm terbentuk dengan cara menuang air limbah ke dalam filter, air
hasil filtrasi awal dibiarkan keluar hingga tersisa air setinggi ± 5 cm diatas
media pasir lalu dibiarkan selama ± 10 – 20 hari untuk mendapatan
kualitas effluent yang maksimal.
3. Pengoperasian Biosand filter
Biosand filter dioperasikan secara kontinyu. Pengoperasian berlangsung
tujuh hari untuk menganalisis effluent. Saat akan dilakukan pengoperasian
23
Biosand filter, katup harus tertutup rapat. Langkah pengoperasian sebagai
berikut :
a. Limbah cari dari industry laundry dituang ke dalam reservoir (ember)
yang bervolume ± 20 liter yang letaknya lebih tinggi dari pada reactor.
b. Limbah dari ember dialirkan ke dalam reactor menggunakan selang.
Ketinggian limbah dalam reactor dijaga tetap ± 5 cm di atas media
paling atas.
c. Kran outlet 2 pada reactor dibuka perlahan agar udara dapat keluar dan
limbah dapat mengisi tiap lapisan media. Bila limbah telah mengisi
lapisan media maka dilakukan pengaturan bukaan kran outlet 2.
d. Saat reactor beroperasi, dilakukan pengambilan sampel untuk diukur
kandungan BOD, COD, TSS, dan Fosfat.
e. Pengukuran dilakukan setiap dua hari sekali sebanyak tiga kali.
4. Pembersihan Biosand Filter
Pasir di dalam BS membutuhkan permbersihan periodik, umumnya
karena lapisan biofim dalam BS terus terakumulasi dan tumbuh hingga
tekanan akan aliran hilang karena lapisan biofilm menjadi berlebihan.
Lapisan biofilm dalam BS dan saringan pasir lambat biasanya dibersihkan
tiap 1 hingga 2 bulan tergantung pada level kekeruhan, tetapi, selama
kekeruhan begitu tinggi dimana pasir membutuhkan pembersihan setiap 2
minggu atau bahkan sesering mungkin. Selain kekeruhan, jumlah
24
pembersihan tergantung pada dsitribusi parktikel, kualitas air yang masuk
dan temperatur air..
Pembersihan Filter untuk BS jauh lebih sederhana dibandingkan filter
yang lain, yaitu BS tidak perlu dikeringkan. Saat tingkat filtrasi menurun
derastis berarti BS perlu dibersihkan. Karena jika ada kekeruhan yang
banyak sehingga terjadi kemacetan pada BS. Pembersihan ini hanya
dengan cara memecah lapisan biofilm dengan cara mengaduk secara
perlahan-lahan air di atas lapisan biofilm. Oleh sebab itu kedalaman air 5
cm cukup penting untuk Efektivitas BSF yang mana alas an utamanya
adalah untuk mencegah pasir dari kekeringan lapisan atas.
5. Keuntungan dan Kekurangan Metode Biosand Filter Carbon Active (BS-
CA) Dibandingkan Dengan Metode Fitoremediasi Enceng Gondok
a. Keuntungan:
Tabel 2.5 Keuntungan Metode Biosand Filter Carbon Active
Dibandingkan Dengan Metode Enceng Gondok Biosand Filter Carbon Active Enceng Gondok
Memerlukan waktu kontak
enam hari untuk menurunkan
konsentrasi BOD, COD, TSS,
dan Fosfat.
Memerlukan waktu kontak dua
puluh hari untuk menurunkan
konsentrasi BOD, COD, TSS,
dan Fosfat.
Lebih efektif dalam
menurunkan konsentrasi BOD,
COD, TSS, dan Fosfat.
Kurang efektif dalam
menurunkan konsentrasi BOD,
COD, TSS, dan Fosfat. Hal ini
dapat dilihat pada gambar 2.2
dimana masih ada parameter
yang tidak memenuhi nilai
baku mutu yang disyaratkan.
(Sumber : Cut Ananda Stefhany, Fitoremediasi Fosfat Dengan
Menggunakan Tumbuhan Enceng Gondok Pada Limbah Cair Industri
Kecil Pencucian Pakaian, 2013)
25
Gambar 2.2 Hasil Pengolahan Limbah Cair Laundry Dengan
Menggunakan Metode Enceng Gondok
b. Kekurangan
1) Metode Biosand Filter Carbon Actice memerlukan biaya yang
lebih besar dibandingkan dengan Metode Enceng gondok
2) Memerlukan limbah yang banyak dibandingkan dengan Metode
Enceng gondok karena penyaringan dengan Biosand Filter
menggunakan aliran kontinyu.
3) Metode Biosand Filter Carbon Active memiliki tingkat kesulitan
yang lebih besar dibandingkan dengan Metode Enceng gondok
karena unit biosand filter rawan mengalami kebocoran yang
diakibatkan oleh tekanan dari media filter.
G. Karbon Aktif
26
Activated Carbon adalah suatu bahan yang berupa karbon amorf yang
sebagian besar terdiri dari karbon bebas serta mempunyai daya serap (adsorbs)
yang baik. Activated Carbon digunakan sebagai bahan pemucat (penghilang
zat warna), penjerap gas, penjerap logam, dan sebagainya dari bahan tersebut
yang paling sering digunakan sebagai bahan adsorben adalah activated carbon
(Rahayu, 2004).
Karbon aktif berwarna hitam, tidak berbau, tidak berasa, dan mempunyai
daya serap yang jauh lebih besar dibandingkan dengan karbon yang belum
menjalani proses aktivasi, serta mempunyai permukaan yang luas, yaitu antara
300 sampai 2000 m per gram. Sifat karbon aktif yang dihasilkan tergantung
dari bahan yang digunakan, misalnya, tempurung kelapa menghasilkan arang
yang lunak dan cocok untuk menjernihkan air.
Gambar 2.3 Carbon Active
1. Syarat Karbon Aktif
Tempurung kelapa merupakan bahan yang baik sekali untuk dibuat
arang aktif yang dapat digunakan sebagai bahan penyerap. Selain Karen
kekerasannya juga karena bentuk arang tidak terlalu tebal sehingga
memungkinkan proses penyerapan berlangsung secara merata.
27
Standar kualitas karbon aktif menurut SNI 06-3730-1995
Tabel 2.6 Syarat Mutu Arang Aktif
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Bagian yang hilang pada pemanasan 950⁰C % Maksimum 25
2 Air % Maksimum 15
3 Abu % Maksimum 2,5
4 Bagian yang tidak mengarang % Tidak ternyata
5 Daya serap terhadap larutan I₂ mg/g Maksimum 750
(Sumber : SNI No 06-3730-1995)
2. Struktur Karbon Aktif
Sifat adsorpsi karbon aktif tidak hanya ditentukan oleh struktur oleh
struktur porinya, tetapi ditentukan juga oleh komposisi kimianya, misalnya
ketidak teraturan struktrur mikrokristal elementer, karena adanya lapisan
karbon yang terbakar tidak sempurna (terbakar sebagian), akan mengubah
susunan elektron dalam rangka karbon. Akibatnya akan terjadi elektron tak
berpasangan, keadaan ini akan memperngaruhi sifat adsorpsi karbon aktif,
terutama senyawa polar atau yang dapat terpolarisasi. Jenis yang lain
adalah adanya hetero atom didalam struktur karbon.
Karbon aktif mengandung elemen-elemen yang terikat secara kimia,
seperti oksigen dan hydrogen. Elemen-elemen ini dapat berasal dari bahan
baku yang tertinggal akibat sempurnanya proses karbonisasi, atau pula
dapat terikat secara kimia pada proses aktivasi. Demikian pula adanya
kandungan abu yang bukan bagian organik dari produk. Untuk tiap-tiap
jenis karbon aktif kandungan abu dan komposisinya ada bermacam-
macam. Adsorpsi elektrolit dan non elektrolit dari larutan karbon aktif,
28
juga dipengaruhi oleh adanya sejumlah kecil abu, adanya oksigen dan
hydrogen mempunyai pengaruhi besar pada sifat-sifat karbon aktif.
Elemen-elemen ini berkombinasi dengan atom-atom karbon membentuk
gugus fungsional tertentu.
3. Daya Serap Karbon Aktif
Proses adsorpsi terjadi pada bagian permukaan antara padatan-padatan,
padatan-cairan, cairan-cairan, atau gas-cairan. Adsorpsi dengan bahan
padat seperti karbon, tergantung pada luasan permukaannya. Sifat daya
serap karbon aktif terbagi atas dua jienis, yaitu daya serap fisika dan daya
serap kimia.
Keduanya dapat terjadi atau tidaknya perubahan kimia yang terjadi
antara zat yang mengadsorpsi. Beberapa teori yang menerangkan tentang
gejala daya serap yang sebenarnya, belum cukup untuk mengemukakan
tentang terjadinya daya serap pada karbon aktif.
Karbon aktif dapat menyerap senyawa organik maupun anorganik,
tetapi mekanisme penyerapan senyawa tersebut belum semua diketahui
dengan jelas. Mekanisme penyerapan yang diketahui antara lain
penyerapan golongan fenol dan aldehid aromatis maupun derivatnya.
Senyawa fenol-aldehid maupun senyawa yang terserap oleh karbon karena
adanya peristiwa donor-ekseptor elektorn. Gugus karbonil pada
permukaan karbon bertindak sebagai donor electron. Karena ada peristiwa
29
tersebut, maka inti benzene akan berkaitan dengan gugus karbonil pada
permukaan berikut :
a. Dengan adanya pori-pori mikro antara partikel yang sangat banyak
jumlahnya pada karbon aktif, akan menimbulkan gejela kapiler yang
meyebabkan adanya daya serap. Selain itu distribusi ukuran pori
merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan adsorpsi
karbon aktif. Misalnya dengan ukuran 20 angsrtom dapat digunakan
dapat digunakan untuk menghilangkan campuran rasa dan bau, hanya
lebih efektof untuk pembersihan gas, sedangkan untuk ukuran 20 –
100 angstrom efektof untuk menyerap warna.
b. Pada kondisi yang bervariasi ternyata hanya sebagian permukaan yang
mempunyai daya serap. Hal ini dapat terjadi karena permukaan karbon
dianggap heterogen, sehingga hanya beberapa jenis zat yang dapat
diserap oleh bagia permukaan yang leboh aktif yang disebut pusat
aktif.
Sedangakn faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah sebagai
berikut :
1) Karakteristik fisika dan kimia adsorben, antara lain : luas
permukaan ukuran pori, komposisi kimia.
2) Karakteristik fisis dan kimia adsorbat, antara lain : ukuran molekul,
polaritas moleku; komposisi kimia.
3) Konsentrasi adsorbat dalam fase cair.
30
4) Sistem waktu adsorbsi.
4. Proses Pembuatan Karbon Aktif
Secara umum dalam pembuatan karbon aktif terdapat dua tingkatan
proses yaitu :
a. Proses pengarangan ( karbonisasi )
Proses ini merupakan proses pembentukan arang dari bahan baku.
Secara umum, karbonisasi sempurna adalah pemanasan bahan baku
tanpa adanya udara, sampai temperatur yang cukup tinggi untuk
mengeringkan dan menguapkan senyawa dalam karbon. Hasil yang
diperoleh biasanya kurang aktif dan hanya mempunyai luas permukaan
beberapa meter persegi pergram.
Selama proses karbonisasi dengan adanya dekomposisi prioitik
bahan baku, sebagian elemen – elemen bukan karbon, yaitu hydrogen
dan oksigen dikeluarkan dalam bentuk gas dan atom-aton yang
terbebaskan dari karbon elementer membentuk Kristal yang tidak
teratur dan celah – celah Kristal ditempati oleh zat dekomposisi tar.
Senyawa ini menutupi pori-pori karbon, sehingga hasil proses
karbonisasi hanya mempunyai kemampuan adsorpsi yang kecil. Oleh
karena itu karbon aktif dapat juga dibuat dengan cara lain, yaitu
dengan mengkarbonisasi bahan baku yang telah dicampur dengan
garam dehidrasi atau zat yang dapat mencegah terbentuknya tar,
31
misalnya ZnCl, MgCl, dan CaCl. Perbandingan garam dengan bahan
baku adalah penting untuk menaikkan sifat – sifat tertentu dari karbon.
b. Proses aktivasi
Secara umum, aktivasi adalah pengubahan karbon dengan daya
serap rendah menjadi karbon yang mempunyai daya serap tinggi.
Untuk menaikkan luas permukaan dan memperoleh karbon yang
berpori, karbon diaktivasi misalnya dengan menggunakan uap panas,
gas karbondioksida dengan temperature antara 700 – 1100⁰C, atau
penambahan bahan-bahan mineral sebagai activator. Selain itu aktivasi
juga berfungsi untuk mengusir tar yang melekat pada permukaan dan
pori – pori karbon. Aktivasi menaikan luas permukaan dalam ( internal
area ), menghasilkan volume yang besar, berasal dari kapiler – kapiler
yang sangat kecil, dan mengubah permukaan dalam dari struktur pori (
Mifbakhuddin, Pengaruh Ketebalan Karbon Aktif Sebagai Media Filter
Terhadap Penurunan Kesadahan Air Sumur Artettis, 2010).
5. Penggunaan Karbon Aktif
Karbon aktif digunakan pertama kali pada pengolahan air dan air
limbah untuk mengurangi material organik, rasa, bau, dan warna (Culp,
RL dan Culp, GL, 1986). Karbon aktif juga sering digunakan untuk
mengurangu komntaminan organik, partikel kimia organik sintesis, tetapi
karbon aktif juga efektif untuk mengurangu kontaminan inorganik seperti
radon-222, merkuri, dan logam beracun lainnya (Ronald L,1997)
32
Karbon aktif digunakan sebagai bahan pemucat, penyerap gas,
penyerap logam, menghilangkan polutan mikro misalnya zat organik,
deterjen, bau, senyawa phenol da lain sebagainya. Pada saringan arang
aktif ini terjadi proses adsorbsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan
dihilangkan oleh permukaan arang aktif. Apabila seluruh permukaan arang
aktif sudah jenuh atau sudah tidak mampu menyerap maka kualitas air
yang disaring sudah tidak baik lagi, sehingga arang aktif harus diganti
dengan arang aktif yang baru.
Tabel 2.7 Manfaat Arang Aktif Untuk Zat Cair
No Maksud/Tujuan Pemakaian
1 Industri obat dan
makanan
Menyaring dan menghilangkan warna,
bau, rasa yang tidak enak pada
makanan
2 Minuman ringan,
minuman keras
Menghilangkan warna, bau pada
arak/minuman keras dan minuman
ringan
3 Kimia perminyakan
penyulingan bahan mentah, zat
perantara
4 Pembersihan air
Menyaring bau, warna, zat pencemar
dalam air, sebagai pelindung resin
dalam penyulingan air
5 Penambakan udang
Pemurnian, menghilangkan bau dan
warna
6 Pembersihan air buangan
Mengatur dan membersihkan air
buangan dan pencemar, warna, bau,
dan logam berat
7 Pelarut yang digunakan
kembali Penarikan kembali berbagai pelarut,
sisa methanol, etil, dan lain-lain
(Sumber : PLPH, Mojokerto, 2007
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Umum
Suatu metodologi penelitian tugas akhir dilakukan untuk memberi
gambaran awal tahap-tahap penelitian agar pelaksanaan dan penulisan laporan
menjadi sistematis selain itu untuk memudahkan dan memperkecil kesalahan
selama melakukan penelitian demi tercapainya tujuan penelitian. Tugas akhir
berjudul ”Perencanaan Biosand Filter dengan Reactor Karbon Aktif Pada
Pengelolaan Limbah Cair Laundry”
Dimana peneiltian ini telah dilakukan sebelumnya oleh Cony Puspitahati
pada Studi Kinerja Biosand Filter dalam Mengolah Limbah Laundry,
perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini ada pada
parameter yang diuji. Dimana pada penelitian terdahulu konsentrasi yang diuji
ialah minyak dan lemak, dan penelitian ini konsentrasi yang diuji ialah BOD,
COD, TSS, dan Fosfat.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian eksperimen,
yang dilanjutkan dengan analisis sampel di laboratorium untuk mengetahui
kemampuan pengolahan limbah domestik dengan teknologi Biosand Filter
Carbon Active terhadap penyisihan kadar BOD, COD, TSS, dan Fosfat pada
efluen air limbah laundry (Bung Laundry).
34
C. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi-lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Bung Laundry, Makassar
Merupakan tempat pengambilan sampel air. Air laundry yang digunakan
terletak di sekitar Jalan Bung, Perintis Kemerdekaan, Makassar..
2. Poltekkes Kemenkes Makassar.
Merupakan tempat pembuatan alat Biosand filter – carbon active.
3. Laboratorium Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan
Lingkungan. Merupakan tempat analisis sampel air untuk mengetahui nilai
BOD, COD, TSS, dan Fosfat.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (Independent Variabel)
a. Biosand filter – Carbon active
Panjang : 30 cm
Lebar : 30 cm
Tinggi : 100 cm
Tinggi media total : 70 cm
Pasir Kasar : 10 cm
Pasir Halus : 10 cm
Kerikil : 30 cm
Carbon Active : 20 cm
Freeboard : 30 cm
35
Dimensi media :
Pasir halus : 0,25 mm (Mest 60 dengan ukuran 0,25 mm) (
> 50% lolos saringan No.200 diameter)
Pasir kasar : 0,85 mm (Mest 20 dengan ukuran 0,85 mm) (
< 50% lolos saringan No. 200 )
Kerikil : 6 mm ( menggunakan mest ¼ inch dengan
ukuran 6,3 mm)
Karbon aktif : 1mm
30 cm
10 cm
20 cm
100 cm
10 cm
10 cm
20 cm
30 cm
(Sumber : Cony Puspitahati, Studi Kinerja Biosand Filter
dalam Mengolah Limbah Laundry).
Gambar 3.1 Sketsa Biosand Filter Carbon Active
2. Varabel Terikat (Dependent Variabel)
Parameter yang diteliti adalah konsentrasi BOD, COD, TSS, dan Fosfat
dari sisa proses air laundry, Makassar.
Kerikil
Pasir Kasar
Kerikil
Carbon
acvtive
Pasir Halus
36
E. Bahan Dan Alat Penelitian
1. Penyediaan Media Pasir Halus, Pasir Kasar, Kerikil, dan Karbon Aktif
Pada proses penelitian ini, media di ayak/ saring terlebih dahulu
sebelum nantinya dimasukkan ke dalam unit. Hal tersebut dilakukan untuk
mendapatkan diameter butiran yang sama. Pada saat mengayak alat yang
digunakan adalah saringan pasir dimana ukuran saringan adalah
berdasarkan mest. Mest yang akan digunakan antara lain mest ¼ inci
dengan ukuran 6,3 mm untuk media kerikil, kemudian mest 20 dengan
ukuran 0,85 mm untuk media pasir kasar dan mest 60 dengan ukuran 0,25
mm untuk media pasir halus.
Gambar 3.2 Media ; Pasir halus, Pasir kasar, Kerikil, dan
Karbon aktif
2. Alat Penelitian
a. Biosand Filter – Carbon active
Pada penelitian ini dimensi unit BSF yang telah direncanakan adalah :
Biosand filter – Carbon active
Panjang : 30 cm
Lebar : 30 cm
Tinggi : 100 cm
Tinggi media total : 70 cm
37
Pasir Kasar : 10 cm
Pasir Halus : 10 cm
Kerikil : 30 cm
Carbon Active : 10 cm
Freeboard : 30 cm
b. Reservoar
Reservoir yang digunakan adalah satu jerigen dengan kapasitas ± 20
liter sebagai penampung air hasil filtrasi, dan satu jerigen dengan
kapasitas ± 20 liter digunakan untuk tempat air baku yang akan diolah.
Gambar 3.3 Resevoir / Bak penampungan
F. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Tahapan-tahapan
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Persiapan Media
Media yang sudah diayak sesuai dengan diameter butiran, kemudian
dicuci. Tujuannya dilakukan pencucian ini adalah agar kotoran-kotoran
yang terdapat dalammedia filtrasi hilang. Setelah itu media dikeringkan
dengan menggunakan oven pada suhu 105 ⁰C agar media steril.
38
2. Persiapan Alat
Biosand filter – carbon active
Unit BS-CA ini unit rectangular yang terbuat dari kaca 0,6 mm.
digunakan kaca dalam pembuatan unit ini bertujuan agar pembentukan
lapisan biofilm dan proses filtrasi dapat terlihat secara visual. Sebelum
media filtrasi dimasukkan ke dalam unit, maka unit dalam keadaan siap
digunakan. Setelah unit siap, maka filter dimasukkan ke masing-masing
unit BSF, dimana tiap unitnya memiliki ketinggian media yang berbeda.
3. Kalibrasi Alat Penelitian
Sebelum diisi dengan limbah cair laundry, sebelumnya unit BS-CA
ini perlu dilakukan kalibrasi untuk mendukung sistem yang akan
digunakan terhadap pengolahan limbah. Tahap kalibrasi ini dimulai
dengan menentukan kecepatan aliran yang akan digunakan untuk limbah
dengan cara membuka keran air pada bukaan tertentu dan menampung air
keluaran pada gelas ukur hingga diperoleh kecepatan aliran yang
diinginkan. Setelah kecepatan aliran diperoleh, air biasa akan dialirkan
menurut prosedur percobaan selama satu hari.
Gambar 3.4 Menentukan Kecepatan Aliran
39
4. Pengujian Sampel / Analisa Laboratorium
Air baku yang digunakan sebagai objek penelitian diambil dari sisa
proses limbah laundry dan diuji pada Laboratorium Politeknik Kesehatan
Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan untuk mengetahui kandungan
konsentrasi masing-masing parameter BOD, COD, TSS, dan Fosfat yang
terdapat dalam air limbah tersebut menggunakan yang terdapat dalam air
limbah tersebut menggunakan metode seperti yang ditampilkan pada tabel
3.1
Gambar 3.5 Sampel Inlet dan Outlet Limbah Cair Laundry
Tabel 3.1 Metode Analisis Parameter
(Sumber : Laboratorium POLTEKKES Makassar)
a. Pengukuran BOD
1) Sampel dimasukkan ke dalam botol winkler sampai penuh, hati-
hati agar tidak sampai terjadi gelembung udara.
2) Sampel yang mengandng BOD₅ tinggi diencerkan dengan
menggunakan larutan pengencer, lalu dimasukkan kedalam botol
No Parameter Metode
1 BOD Winkler
2 COD Spektrofotometri
3 TSS Fotometri
4 Fosfat Spektrofotometri
40
winkler. Kemudian ditambahkan I mL MnSO₄ dan 1 mL alkali
iodida azida.
3) Botol winkler segera ditutup dan dihomogenkan dengan cara
membalik-balikkan botol, hingga terbentuk gumpalan sempurna.
4) Gumpalan dibiarkan mengendap selama 5 menit sampai dengan
10 menit.
5) H2SO4 pekat ditambahkan sebanyak 1 mL, botol ditutup dan
dihomogenkan sampai endapan larut sempurna.
6) Sampel dipipet sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dan dititrasi dengan larutam tiosulfat (Na2S2O3)
0,025 N sampai kuning muda.
7) Amilum sebanyak 1 mL ditambahkan ke dalam larutan sehingga
larutan menjadi warna biru tua dan titrasi dilanjutkan sampai
warna biru hilang.
8) Sampel yang diinkubasi selama 5 hari dengan suhu 20⁰C
dianalisis dengan cara yang sama seperti di atas. BOD5 dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Perhitungan untuk sampel yang tidak diencerkan
BOD = C0 – C5
BOD (mg/l) = [ (C0 – C5) – (AP0 – AP5) ] x p
DO (mg/l) = V x N x 8000
50
Keterangan :
C0 : Kadar DO mg/l nol hari
41
C5 : Kadar DO mg/l lima hari
AP0 : Kadar DO mg/l nol hari larutan pengencer
AP5 : Kadar DO mg/l lima hari larutan pengencer
p : Faktor pengenceran
V : mL Na2S2O3
N : Normalitas Na2S2O3
b. Pengukuran COD
1) Sampel sebanyak 2,5 mL dimasukkan ke dalam tabung COD,
dilanjutkan dengan penambahan 1,5 mL larutan campuran
K2Cr2O7 - HgSO4 dan 3,5 mL larutan campuran Ag2SO4 –
H2SO4.
2) Blanko dan deret standar 100, 200, 400, 600 dan 900 ppm,
diperlakukan sama dengan sampel.
3) Tabung COD dimasukkan ke dalam reaktor COD dengan
temperatur 150⁰C selama 2 jam.
4) Setelah pemanasan 2 jam, tabung COD didinginkan samai
temperatur kamar, dilanjutkan dengan pengukuran sampel pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm.
c. Pengukuran TSS
1) Program 630 dimasukkan, dilanjutkan dengan menekan enter.
2) Panjang gelombang diatur pada 810 nm.
3) Sampel sebanyak 50 ml dibelender dengan kecepatan tinggi
selama 2 menit, selanjutnya dipindahkan ke gelas kimia 600 ml.
42
4) Kuvet diisi dengan aquades sebanyak 25 ml sebagai blanko,
dilanjutkan dengan sampel dengan volume yang sama.
5) Blanko ditempatkan pada spektrofotometer dengan ditekan zero,
dilanjutkan dengan pengukuran sampel dengan menekan read,
maka konsentrasi sampel akan terbaca dengan satuan mg/l TSS.
d. Pengukuran PO4
a) Mengambil 50 cc sampel + 2 cc Ammonium molybdat + 5 tetes
SnCl2 . 2H2O.
b) Masukkan larutan tersebut ke dalam kuvet.
c) Memasang kuvet pada alat spektrofotometer dan mencatat
hasilnya.
d) Lakukan prosedur yang sama untuk larutan blanko
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Air Limbah Sebelum Pengolahan
Pada penelitian ini menggunakan reactor Biosand Filter Carbon Active
untuk menurunkan atau mengurangi konsentrasi fosfat dari limbah
pencucian Laundry, dimana limbah berasal dari tempat pencucian “Bung
Laundry” Jl. Bung, Perintis Kemerdekaan KM 6, Makassar.
Hasil analisis air limbah domestik sebelun proses pengolahan
ditunjukkan dalam tabel 4.1. Konsentrasi parameter BOD ( I = 125 mg/l, II
= 275 mg/l, dan III = 300 mg/l) yang terdeteksi melampaui baku mutu
yang dipersyaratkan berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan
No. 14 Tahun 2003. Konsentrasi COD, TSS, dan Fosfat yang terdeteksi
juga melampaui baku mutu, konsentrasi COD ( I = 430 mg/l, II = 364
mg/l, dan III = 257 mg/l dan baku mutu 160 mg/l), Konsentrasi TSS ( I =
269 mg/l, II = 315 mg/l, dan III = 346 mg/l dan baku mutu 60 mg/l), dan
konsentrasi PO4 atau Fosfat ( I = 30,35 mg/l, II = 10,9 mg/l, dan III = 0,19
mg/l dan baku mutu 1 mg/l). konsentrasi BOD yang tinggi tersebut
merupakan gambaran bahwa bahan organic telah mencemari lingkungan.
Hasil analisis air limbah laundry sebelum pengolahan dapat dilihat
pada tabel 4.1
44
Tabel 4.1 Air Limbah Laundry Sebelum Proses Pengolahan
No Parameter Percobaan Satuan Hasil
pemeriksaan
Baku Mutu
Kep. Gub.
No.14 Thn
2003
1 BOD
I
mg/l
125
75 II 275
III 300
2 COD
I
mg/l
430
160 II 364
III 257
3 TSS
I
mg/l
269
60 II 315
III 346
4 PO4
I
mg/l
30,35
1 II 10,9
III 0,19
(Sumber : Laboratorium Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan
Lingkungan)
2. Proses Pengolahan
Pengolahan air limbah dimulai dengan masa pertumbuhan
mikroorganisme selama 12 hari. Setelah biofilm tumbuh selanjutnya
proses pengolahan dimulai pada hari 12 dengan memasukan air limbah
secara kontinyu selama 6 hari dan dilakukan pengulangan dengan waktu
yang sama hingga tiga kali percobaan.
Pengoperasian filter ini berjalan selama 6 hari dengan aliran kontinyu.
Kecepatan aliran diatur pada bukaan kran dengan menjaga kecepatan
filtarsi 0,144 m³/jam. Perhitungan dapat dilihat dari persamaan di bawah
ini :
Dimana : = Debit (m³/jam)
= Kecepatan filtrasi (m/det)
= luas filter (m²)
Perhitungan kecepatan filtrasi didapatkan sebagai berikut :
45
= 144 l/hari = 6 l/jam 0,006 m³/jam
= 0,09 m²
Maka :
Debit dapat diketahui dengan mengukur volume air pada outlet dengan
gelas ukur per satuan waktu (menit).
Proses filtrasi secara downflow atan memanfaatkan gaya gravitasi.
Pengairan air limbah yang berjalan kontinyu mempercepat tumbuhnya
lapisan biofilm, karena bakteri mendapat supply nutrient secara rutin setiap
harinya. Menurut Marsono (1997), pada lapisan biofilm akan terjadi proses
penurunan partkel tersuspensi, bahan organic dan bakteri melalui proses
oksidasi biologi maupun kimiawi.
3. Hasil Pengolahan
Pengamatan dan analisis laboratorium terhadap parameter BOD, COD,
TSS, dan Fosfat selama proses pengolahan diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Hasil analisis terhadap konsentrasi BOD air limbah laundry dan
sesudah pengolahan serta Efektivitas penyisihan BOD ditampilkan
pada tabel 4.2 dan gambar 4.1
46
Tabel 4.2 Efektivitas Penyisihan BOD
Percobaan
Waktu
Operasi
(Hari)
BOD
Sebelum
(mg/l)
BOD
Sesudah
(mg/l) Efektivitas
(%)
Baku
Mutu
(mg/l)
1
0 125 - 75
2 125 79 36.80 75
4 125 62 50.40 75
6 125 46 63.20 75
2
0 275 - 75
2 275 132 52.00 75
4 275 69 74.91 75
6 275 35 87.27 75
3
0 300 - 75
2 300 64 78.67 75
4 300 50 83.33 75
6 300 42 86.00 75
(Sumber : Laboratorium Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan
Lingkungan)
Gambar 4.1 Efektivitas Penurunan Konsentrasi BOD
Hasil analisis terlihat bahwa BOD Limbah Laundry sebelum
pengolahan melampaui nilai baku mutu yang ditetapkan dan setelah
pengolahan nilai BOD telah memenuhi persyaratan untuk industri yang
menggunakan sabun deterjen. Nilai terendah 42 mg/l pada hari ke-6.
Konsentrasi BOD air limbah laundry secara keseluruhan
mengalami penurunan secara beraturan dari 79,00 mg/l pada hari ke-2
sampai 46 mg/l pada hari ke-6 begitu pula pada perobaan ke II dan III
mengalami penurunan yang teratur.
0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
0 2 4 6
Kon
sentr
asi B
OD
(m
g/l
)
Waktu Pengoperasian (hari)
Efektivitas Penrunan BOD
Percobaan I
Percobaan II
Percobaan III
Baku Mutu
47
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Hasil analisis terhadap konsentrasi COD air limbah laundry dan
sesudah pengolahan serta Efektivitas penyisihan COD ditampilkan
pada tabel 4.3 dan gambar 4.2.
Tabel 4.3 Efektivitas Penyisihan COD
Percobaan
Waktu
Operasi
(Hari)
COD
Sebelum
(mg/l)
COD
Sesudah
(mg/l) Efektivitas
(%)
Baku
Mutu
(mg/l)
I
0 430 - 160
2 430 116 73.02 160
4 430 43 90.00 160
6 430 29 93.26 160
II
0 364 - 160
2 364 103 71.70 160
4 364 46 87.36 160
6 364 37 89.84 160
III
0 257 - 160
2 257 186 27.63 160
4 257 98 61.87 160
6 257 66 74.32 160
(Sumber : Laboratorium Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan
Lingkungan)
Gambar 4.2 Efektivitas Penurunan Konsentrasi COD
Hasil analisis terlihat bahwa COD Limbah Laundry sebelum
pengolahan melampaui nilai baku mutu yang ditetapkan dan setelah
pengolahan nilai COD telah memenuhi persyaratan untuk industri yang
menggunakan sabun deterjen. Nilai terendah 29 mg/l pada hari ke-6.
48
Konsentrasi COD air limbah laundry secara keseluruhan
mengalami penurunan secara beraturan dari 116 mg/l pada hari ke-2
sampai 29 mg/l pada hari ke-6 begitu pula pada perobaan ke II dan III
mengalami penurunan yang teratur.
c. Total Suspended Solid (TSS)
Hasil analisis terhadap konsentrasi TSS air limbah laundry dan
sesudah pengolahan serta Efektivitas penyisihan TSS ditampilkan pada
tabel 4.4 dan gambar 4.3.
Tabel 4.4 Efektivitas Penyisihan TSS
Percobaan
Waktu
Operasi
(Hari)
TSS
Sebelum
(mg/l)
TSS
Sesudah
(mg/l) Efektivitas
(%)
Baku
Mutu
(mg/l)
I
0 269 - 60
2 269 67 75.09 60
4 269 53 80.30 60
6 269 20 92.57 60
II
0 315 - 60
2 315 195 38.10 60
4 315 51 83.81 60
6 315 42 86.67 60
III
0 346 - 60
2 346 180 47.98 60
4 346 47 86.42 60
6 346 32 90.75 60
(Sumber : Laboratorium Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan
Lingkungan)
Gambar 4.3 Efektivitas Penurunan Konsentrasi TSS
0306090
120150180210240270300330360
0 2 4 6
Kon
sent
rasi
TSS
(mg/
l)
Waktu Pengoperasian (Hari)
Efektivitas Penurunan TSS
Percobaan IPercobaan IIPercobaan IIIBaku Mutu
49
Hasil analisis terlihat bahwa TSS Limbah Laundry sebelum
pengolahan melampaui nilai baku mutu yang ditetapkan dan setelah
pengolahan nilai TSS telah memenuhi persyaratan untuk industri yang
menggunakan sabun deterjen. Nilai terendah 20 mg/l pada hari ke-6.
Konsentrasi TSS air limbah laundry secara keseluruhan mengalami
penurunan secara beraturan dari 67 mg/l pada hari ke-2 sampai 20 mg/l
pada hari ke-6 begitu pula pada perobaan ke II dan III mengalami
penurunan yang teratur
d. Fosfat (PO4)
Hasil analisis terhadap konsentrasi COD air limbah laundry dan
sesudah pengolahan serta Efektivitas penyisihan COD ditampilkan
pada tabel 4.5 dan gambar 4.4.
Hasil analisis terlihat bahwa PO4 limbah laundry sebelum
pengolahan melampaui nilai baku mutu yang ditetapkan dan
setelah pengolahan nilai PO4 telah memenuhi persyaratan untuk
industri yang menggunakan sabun deterjen. Nilai terendah 0.02
mg/l pada hari ke-6 di percobaan ke III.
Konsentrasi PO4 air limbah laundry mengalami penurunan
secara teratur pada percobaan ke I dan ke II, namun pada hari ke 2
di percobaan ke III konsentrasi mengalami kenaikan hal ini
diakibatkan
50
jenuhnya arang aktif pada unit Biosand Filter, setelah
mengalami pengaktifan kembali konsentrasi PO4 kembali menurun
secara berarturan. Dan penurunan pada hari ke 6 percobaan ke III
lebih efektif dibandingkan dengan percobaan I dan II.
Tabel 4.5 Efektivitas Penyisihan PO4
Percobaan
Waktu
Operasi
(Hari)
PO4
Sebelum
(mg/l)
PO4
Sesudah
(mg/l) Efektivitas
(%)
Baku
Mutu
(mg/l)
I
0 30.35 - 1
2 30.35 21.38 29.56 1
4 30.35 0.28 99.08 1
6 30.35 0.11 99.64 1
II
0 10.9 - 1
2 10.9 5.83 46.51 1
4 10.9 0.49 95.50 1
6 10.9 0.21 98.07 1
III
0 0.19 - 1
2 0.19 2.86 -1.41 1
4 0.19 0.07 63.16 1
6 0.19 0.02 89.47 1
(Sumber : Laboratorium Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan
Lingkungan)
Gambar 4.4 Efektivitas Penurunan Konsentrasi PO4
B. Pembahasan
Berdasarkan dari hasil yang diperoleh dari penelitian “Perencanaan
Biosand Filter Dengan Reaktor Carbon Active Pada Pengolahan Limbah Cair
Laundy, terbutkti bahwa Biosand Filter Carbon Active efektif dalam
51
menurunkan dan mengurangi ketercemaran terhadap air dan lingkungan.
Teknologi ini mampu menurunkan konsentrasi BOD, COD, TSS, dan Fosfat
sehingga menjadikan limbah cair laundry ramah lingkungan dan mencegah
timbulnya dampak negatif yang disebabkan oleh air buangan limbah cair
laundry.
Berikut ini dijelaskan efektivitas penurunan konsentrasi BOD, COD, TSS,
dan Fosfat yang telah diolah dengan unit Biosand Filter dan di uji hasilnya di
Laboratorium Poltekkes Kemenkes Makassar :
1. Biological Oxygen Demand (BOD)
Tabel 4.6 Konsentrasi BOD Sebelum Dan Sesudah Pengolahan
Percobaan Waktu Operasi
(Hari)
BOD
Sebelum
(mg/l)
BOD
Sesudah
(mg/l)
1
0 125 -
2 125 79
4 125 62
6 125 46
2
0 275 -
2 275 132
4 275 69
6 275 35
3
0 300 -
2 300 64
4 300 50
6 300 42
(Sumber : Laboratorium Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan
Lingkungan)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan teknologi
Biosand Filter Carbon Active dengan laju alir 6 lit/jam dan menggunakan
aliran kontinyu, kadar BOD limbah laundry dapat diturunkan. Kadar BOD
sebelum proses yang nilainya berfluktuasi sekitar 300 mg/l dapat
diturunkan menjadi 42 mg/l pada hari ke 6. Proses pengolahan dengan
52
Efektivitas sebesar 86%, hal ini menunjukkan bahwa Efektivitas kerja BSF
sampai hari ke 18 berlangsung sempurna. Jika dikaitkan dengan baku
mutu Kep. Gub No.14 Thn 2013 yaitu 75 mg/l, maka hasil pengolahan
mulai hari ke 4 telah memenuhi standar baku mutu yang disyaratkan.
Kemudian Efektivitas penyisijan terus meningkat sampai waktu operasi
pengolahan hari ke 6.
2. Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan
oksidatpr untuk mengoksidasi bahan/zat organic dan anorganik dalam satu
liter air limbah. Konsentrasi COD dijumpai sekitar dua kali lebih besar
dari konsentrasi BOD, karena senyawa kimia yang dapat dioksidasi secara
kimiawi lebih besar dibandingkan dengan oksidasi secara biologis. Makin
besar nilai BOD dan COD,makin tinggi tingkat pencemaran suatu perairan
(Manik, 2003).
Parameter COD sangat penting karena merupakan indikator
pencemaran air. Air yang tercemar oleh limbah domestik pada umumnya
mempunyai nilai COD yang tinggi, terlihat dari sampel sebelum masuk
pengolahan 257 mg/l – 430 mg/l, ini menggambarkan banyaknya bahan
organik yang terkandung dalam air limbah.
Efektivitas penyisihan COD meningkat hingga 93,26% pada hari ke 6
percobaan III. Nilai penyisihan yang tinggi tersebut memperlihatkan
53
bahwa pengolahan telah berjalan secara baik dan efektif sampai hari ke 6
pengolahan.
Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa parameter COD hari
ke 4 adalah 43 mg/l – 98 mg/l memenuhi baku mutu Kep. Gub No.14 Thn
2003 yaitu 160 mg/l. Efektivitas 74,32% hingga 93,26% dijumpai pada
hari ke 6. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengolahan berjalan dengan
sempurna dan efektif.
Tabel 4.7 Konsentrasi COD Sebelum Dan Sesudah Pengolahan
Percobaan
Waktu
Operasi
(Hari)
COD
Sebelum
(mg/l)
COD
Sesudah
(mg/l)
I
0 430 -
2 430 116
4 430 43
6 430 29
II
0 364 -
2 364 103
4 364 46
6 364 37
III
0 257 -
2 257 186
4 257 98
6 257 66
(Sumber : Laboratorium Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan
Lingkungan)
3. Total Suspended Solid (TSS)
Parameter TSS merupakan parameter kunci untuk mengetahui kualitas
air limbah. Sampel sebelum masuk pengolahan TSS 180 mg/l – 315 mg/l,
hal ini menggambarkan banyaknya sedimen (lumpur) dan bahan organik
yang terkandung di dalam air limbah.
54
Tabel 4.8 Konsentrasi TSS Sebelum Dan Sesudah Pengolahan
Percobaan Waktu
Operasi (Hari)
TSS Sebelum (mg/l)
TSS Sesudah (mg/l)
I
0 269 -
2 269 67
4 269 53
6 269 20
II
0 315 -
2 315 195
4 315 51
6 315 42
III
0 346 -
2 346 180
4 346 47
6 346 32
(Sumber : Laboratorium Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan
Lingkungan)
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa parameter TSS hari ke
4 adalah 47 mg/l – 53 mg/l, nilai ini memenuhi baku mutu Kep. Gub
No.14 Thn 2003 (Gambar 4.2) yaitu 60 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan sempurna dan efektif karena pengolahan dilengkapi dengan
pengendapan awal sehingga mempercepar penurunan padatan tersuspensi.
Efektivitas penyisihan TSS meningkat sampai 92,57% pada
pengolahan hari ke 6. Konsentrasi penyisihan yang tinggi tersebut
memperlihatkan bahwa pengolahan telah berjalan secara baik sampai hari
ke 6.
4. Fosfat (PO4)
Pada limbah cair laundry mengandung bahan kimia dengan konsentrasi
tinggi antara lain ialah fosfat ini dikarenakan fosfat merupakan bahan
pembentuk utama dalam deterjen (Rosariawarim 2010).
55
Tabel 4.9 Konsentrasi PO4 Sebelum Dan Sesudah Pengolahan
Percobaan
Waktu
Operasi
(Hari)
PO4
Sebelum
(mg/l)
PO4
Sesudah
(mg/l)
I
0 30.35 -
2 30.35 21.38
4 30.35 0.28
6 30.35 0.11
II
0 10.9 -
2 10.9 5.83
4 10.9 0.49
6 10.9 0.21
III
0 0.19 -
2 0.19 2.86
4 0.19 0.07
6 0.19 0.02
(Sumber : Laboratorium Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan
Lingkungan)
Sampel sebelum masuk pengolahan nilai PO4 mencapai 0.19 mg/l –
30,35 mg/l , hal ini menggambarkan tercemarnya air akibat limbah cair
laundry. Peningkatan konsentrasi tersebut juga menimbulkan terjadinya
proses eutrofikasi, eutrofikasi yang merupakan pengayaan air dengan
nutrien/unsure hara yang berupa bahan organic yang dibutuhkan tumbuhan
(Effendi, 2003).
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa parameter PO4 hari
ke 4 adalah 0,07 mg/l – 0,49 mg/l, nilai ini memenuhi baku mutu Kep.
Gub No.14 Thn 2003 yaitu 1 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
sempurna dan efektif karena pengolahan dilengkapi dengan pengendapan
awal sehingga mempercepar penurunan PO4
Efektivitas penyisihan TSS meningkat sampai 92,57% pada pengolahan
hari ke 6. Konsentrasi penyisihan yang tinggi tersebut memperlihatkan
bahwa pengolahan telah berjalan secara baik sampai hari ke 6.
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan yang didasarkan pada tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan penelitian, unit Biosand Filter Carbon Active efektif
dalam menurunkan konsentrasi BOD, COD, TSS, dan Fosfat sehingga
limbah laundry menjadi ramah lingkungan.
2. Pengolahan Limbah Laundry dengan Teknologi Biosand Filter Carbon
Active dengan kecepatan aliran 6 l/jam dan menggunakan aliran
kontinyu efektif terhadap penyisihan kadar BOD, COD, TSS, dan
Fosfat dan dapat memperbaiki kualitas air limbah :
a. Parameter BOD air limbah dapat diturunkan dari 125 mg/l – 300
mg/l menjadi 42 mg/l – 46 mg/l. Dan Efektivitas penyisihan BOD
mengalami peningkatan sampai Efektivitas maksimum 87,27%
b. Parameter COD mengalami penurunan dari 257 mg/l – 430 mg/l
menjadi 29 mg/l – 66 mg/l dengan Efektivitas 93,26%.
c. Parameter padatan total tersuspensi (TSS) selama pengolahan
mengalami penurunan dari nilai sebelum pengolahan 269 mg/l –
346 mg/l menjadi 20 mg/l – 42 mg/l dengan Efektivitas penyisihan
tertinggi dengan nilai 92,57%.
57
d. Parameter PO4 mengalami penuruna konsentrasi secara teratur
pada percobaan I dan II pada nilai 30,35 mg/l menjadi 0,11 mg/l
dan 10,9 mg/l menjadi 0,21 mg/l. Namun pada percobaan ke III
arang aktif mengalami kejenuhan hingga konsentrasi PO4
mengalami kenaikan yang semula 0,19 mg/l dan dihari ke 2 menjdi
2,86%. Setelah mengalami aktifasi kembali konsentrasi PO4
kembali mengalami penurunan secara teratur di hari ke 4 0,07 mg/l
dan hari ke 6 0,02 mg/l dengan Efektivitas tertinggi 99,64%.
3. Dengan kemampuan Biosand Filter Carbon Active ini dalam
menurunkan ketercemaran dan dapat mencegah timbulnya dampak
negatif yang disebabkan oleh air buangan limbah cair sisa proses
laundry.
B. Saran
1. Perlu adanya pengukuran BOD, COD, TSS, dan Fosfat setiap
mengambil sampel baru untuk diolah diunit Biosand filter. Sehingga
dapat mengetahui Efektivitas dan Efektivitas dari setiap inletnya
2. Perlu adanya bak pengendapan yang lebih besar untuk menampung
limbah atau pengatur debit sehingga tidak diperlukan penambahan
jumlah limbah setiap hari dengan tujuan agar limbah homogen.
3. Perlu adanya pengecekan pH dan temperatur secara berkelanjutan pada
saat proses pengolahan limbah, guna memudahkan dalan mengetahui
kondisi dari mikroorganisme.
58
4. Untuk struktur atau spesifikasi bahan-bahan bagian dari penelitian
harus lebih diperhatikan terlebih dahulu sebelum dilakukan analisa.
Hal ini bertujuan mengurangi kecelakaan dalam pekerjaan seperti
tekanan yang kuat dari media yang dapat mengakibatkan bocornya alat
biosand filter, dan kebocoran ini sangat mempengaruhi proses dan
hasil dari penelitian.
5. Pengolahan limbah cair memerlukan biaya investasi dan biaya operasi
yang tidak sedikit. Oleh karena itu pengolahan limbah cair harus
dilakukan dengan cermat, dimulai dari perencanaan yang tepat dan
teliti, pembuatan Unit Pengolahan LImbah (UPL) yang benar, serta
pengoperasian UPL yang cermat. Utamanya dalam perencanaan,
apabila perecanaan sudah tidak tepat akan berakibat timbulnya
berbagai kesulitan dalam pengoperasian serta biaya tinggi dengan hasil
yang tidak memadai.
59
DAFTAR PUSTAKA
Annas. 2011. “Karakteristik limbah cair”. http://nas-annas.blogspot.com/. (diakses
pada tanggal 29 mei 2013)
Arafa, Bima. 2012. “Karakteristik sifat air limbah”. http://kesehatanlingkungan-
indonesia.blogspot.com/. (diakses pada tanggal 29 mei 2013)
Griswidia, Reni. 2008. Penurunan kadar minyak lemak limbah cair laundry
dengan mneggunakan reaktor biosand filter dilanjutkan dengan carbon active.
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Huisman, L., 2004, Slow Sand Filter 2nd Edition, Delft University of Technology,
Delft.
Jo Smet and Cristin Vanwijk, 2002, Multi-stage Filtration Technology, dalam
Small Water Community Water Supplies : Technology, People & Partnership,
editor : J . Smet & C. van Wijk, IRC Technical papers 40, Delft.
KEPUTUSAN GUBERNUR SULLAWESI SELATAN NOMOR 14 Tahun 2003.
2003. BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI SABUN
DETERGEN DAN PRODUK – PRODUK MINYAK NABATI. Gubernur
Sulawesi Selatan, Makassar
_________________________________________________________.2003.
PENGELOLAAN, PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR, UDARA,
PENETAPAN BAKU MUTU LIMBAH CAIR, BAKU MUTU UDARA
AMBIEN DAN EMISI SERTA BAKU TINGKAT GANGGUAN KEGIATAN
YANG BEROPERASI DI PROPINSI SULAWESI SELATAN. Gubernur
Sulawesi Selatan, Makassar
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR KEP-
51/MENLH/10/1995.1995. BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN
INDUSTRI. Menteri Lingkungan Hidup, Jakarta
Laut biru. 2013. “Total suspended solid (TSS)”. http://seandy-laut-
biru.blogspot.com/. (diakses pada tanggal 1 september 2013)
Metcalf and Eddy, 2003, Wastewater Engineering Treatment and Reuse 4th
Edition, McGraw Hill, New York
P3M STAIN Pekalongan.2012.”Limbah ditinjau dari hukum islam”.
http://p3m.stain-pekalongan.ac.id/. (diakses pada tanggal 29 mei 2013)
60
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN
2001. 2001. PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia, Jakarta
Pramudihasan, Aghnanisme. 2012. “Fosfor (Keberadaan, Sifat fisis, pembuatan,
dan kegunaan)”. http://aghnanisme.blogspot.com/. (diakses pada tanggal 1 juni
2013)
Purba, Margareth E.K,. 2009. Analisa Kadar Total Suspended Solid (TSS),
Amoniak (NH3), Sianida(CN-), dan Sulfida (S2-) Pada Limbah Cair Bapedaldasu.
Skripsi. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara, Medan
Puspitahati, Cony, dan Bambang, Didik. Studi kinerja biosand filter dalam
mengolah limbah laundry dengan parameter fosfat. Teknik lingkungan Kampus
ITS sukolilo, Surabaya
Safina. 2012.”Pengolahan limbah cair”. http://netsains.net/. (diakses pada tanggal
28 mei 2013)
Setiawan, Iwan. 2008. “Mau Deterjen…?”. http://iwanmalik.wordpress.com/jati-
diri/. (diakses pada tanggal 3 juli 2013)
Stefhany, C.A., Sutisna, Mumu, & Pharmawaty, Kancitra. (2013). Fitoremediasi
phospat dengan menggunakan tumbuhan eceng gondok (eichhornia crassipes)
pada limbah cair industri kecil pencucian pakaian (laundry). Teknik lingkungan
itenas. 1 (1), 2.
Sugiharto, 1987, Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah, Universitas Indonesia,
Jakarta
Wartapedia. 2010. “PHOSPHAT”. http://wartapedia.com/. (diakses pada tanggal
1 juni 2013)
Wibowo, Suprianto. 2012. “Sumber air limbah”. http://www.sobatbumi.com/.
(diakses pada tanggal 27 mei 2013)
(a) (b)
(c) (d)
Media Biosand Filter dan Carbon Active. (a) Pasir halus, (b) Pasir kasar, (c)
Kerikil, (d) Karbon aktif
Limbah Cair Laundry Reservoir
Pembuatan Kaca Biosand filter Penyusunan Media
Carbon Active
Mengukur Kecepatan Aliran Biosand Filter Carbon Active
Inlet Limbah Cair Laundry
Outlet Limbah Cair Laundry
Hasil Uji Laboratorium Analisa Konsentrasi BOD, COD, TSS, dan Fosfat
Hasil Uji Laboratorium Analisa Konsentrasi BOD, COD, TSS, dan Fosfat
Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 14 Tahun 2003
Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 14 Tahun 2003
Sketsa Biosand Filter Carbon Active