109
TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN (STUDI KASUS TERHADAP KEWIRAUSAHAAN ETNIS TIONGHOA DI KOTA MAKASSAR) SKRIPSI Pembimbing: Dr. Muh. Tamar, M.Psi. Elvita Bellani, S.Psi., M.Sc. Oleh: Cindy Eka Goutama NIM: Q11113320 UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI PSIKOLOGI MAKASSAR 2017

TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN (STUDI KASUS TERHADAP KEWIRAUSAHAAN ETNIS TIONGHOA DI KOTA

MAKASSAR)

SKRIPSI

Pembimbing: Dr. Muh. Tamar, M.Psi.

Elvita Bellani, S.Psi., M.Sc.

Oleh: Cindy Eka Goutama

NIM: Q11113320

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI MAKASSAR

2017

Page 2: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN (STUDI KASUS TERHADAP KEWIRAUSAHAAN ETNIS TIONGHOA DI KOTA

MAKASSAR)

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana Pada Fakultas Kedokteran Program Studi Psikologi Universitas Hasanuddin

Pembimbing: Dr. Muh. Tamar, M.Psi.

Elvita Bellani, S.Psi., M.Sc.

Oleh: Cindy Eka Goutama

NIM: Q11113320

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI MAKASSAR

2017

Page 3: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

PERNYATAAN

Dengan iniSaya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis ini adalah asli dan belum pemah diajukan untuk mendapatkan

gelar akademik (sarjana, magister dan/atau doktor), baik di Universitas

Hasanuddin maupun perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri

dengan bantuan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penelaah/Tim Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan

sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan

dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini telah saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di

kem udian hari terdapat penyi m pangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan

ini. Maka saya bersedia menerima sanksiakademik berupa pencabutan gelar

yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi Iainnya sesuai dengan

norma yang berlaku di perguruan tinggi.

Makassar, 26 Januari 2018

Yang membuat pernyataan

tv

Cindy Eka Goutama

Page 4: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

Halaman PercefujuanSKRIPSI

rRUSr DAN rRUSIlflORrHrruEss DALAil KEWTRAUSAHAAN (STUDIKASUS TERHAOAP KEWRAUSAHAAil ETI{IS TIOHGHOA DI KOTA

UAKASSAR)

Disusun daa .dhiBkan ohh:Cindy Elra f}cr ra

61111&326,,i,'

Disetujui untuk dhjukan dhedapan,E tr Fenguji SkripsiProgram Studi ffitologi Fakultre l(edskteran tlniyereitas Hasanuddin

Pembimbing I

W

Ketua Program Studi PsikologiFakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin

NtP. 19Af1231 1990021 . 19860418 201101 2020

Dr. Muhammad TaMltfsiNtP. 19641231 199002 1004

Page 5: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

SKRIPSI

rRUSr DA!{ TRUSTWORTHTfiTESS DALAilt KEWRAUS$|AAN (STUD|KASUS TERHADAP KEUUIRAUSA}IAAN ETT{IS NONGHOA DI KOTA

mA(ASiSAR)

Disusun dan dtrjukan oleh:

Cindy Efa eofldmaQ11113320

Telah diryrtahankan !9!am sidang ujian skipsiPada targgal 26 Januari 201 I

No. Nama.Fengtljir',, ' :

1. Dr. Muhammad Tamar, M.Psi

2. Sri Wahyuni, $ i., M.Psi., Psikolog,' ,. ,i, .".

3. Elvita Bellani,:$,Psl, *l$.f.:,. 1,. .. ,. :

4. Triani Mah, S.P.ei, Ut.psi,,Fslkolug't.

5. AhmadRidfah,s.psi-,'ftl.psi,,rpsikotog

6. Hillman Wirawan, S.Psi,: MM., MA' '

Mengetahui

Wakil Dekan Bidang Akademik Ketua program Studi psikologiFakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran

Tanda Tangan

NtP. 19&t1231 199002 1004

Page 6: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

v

ABSTRAK Cindy Eka Goutama, Q11113320, Trust dan Trustworthiness dalam Kewirausahaan (Studi Kasus terhadap Kewirausahaan Etnis Tionghoa di Kota Makassar), Skripsi, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar, 2018. xiii+91, 9 lampiran Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai trust dan trustworthiness dalam kewirausahaan etnis Tionghoa di Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Subyek penelitian ini berasal dari wirausahawan etnis Tionghoa di Makassar. Metode yang digunakan dalam menganalisis data ialah model analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai budaya Konfusius mewarnai kepercayaan bisnis dalam kewirausahaan etnis Tionghoa di Kota Makassar. Wirausahawan etnis Tionghoa cenderung lebih mudah membangun kepercayaan bisnis dengan orang-orang yang masuk ke dalam jaringan guanxi-nya untuk meminimalkan pengambilan resiko yang mungkin terjadi dalam bisnis. Kemampuan (ability), integritas (integrity), kebaikan (benevolence), dan perspektif bersama (shared perspective) adalah karakteristik partner yang menentukan trustworthiness dan bervariasi dalam kontribusinya terhadap setiap jenis hubungan guanxi dan non-guanxi. Temuan dari penelitian ini ialah model kepercayaan pada kewirausahaan etnis Tionghoa. Kata Kunci: Kepercayaan, Kewirausahaan, Etnis Tionghoa. Daftar Pustaka, 46 (1944 2016).

Page 7: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

vi

ABSTRACT Cindy Eka Goutama, Q11113320, Trust and Trustworthiness in Entrepreneurship (Case Study on Ethnic Chinese Entrepreneurship in Makassar), Thesis, Psychology Department, Medical Faculty, Hasanuddin University Makassar, 2018. xiii+91, 9 attachments This study aims to obtain a picture of trust and trustworthiness in the ethnic Chinese entrepreneurship in Makassar. This study used qualitative approach with case study research type. The subject of this study came from ethnic Chinese entrepreneurs in Makassar. The method used in analyzing the data is a qualitative analysis model. The results of this study indicate that Confucian cultural values affect the business trust in ethnic Chinese entrepreneurship in Makassar. Ethnic Chinese entrepreneurs tend to more easily build business trust with people in their guanxi network to minimize the risk taking that may occur in business. Abilities, integrity, benevolence, and shared perspective are characteristics of the partners that determine trustworthiness and vary in their contribution to each type of guanxi and non-guanxi based relationship. The finding of this study is a model of trust and trustworthiness in ethnic Chinese entrepreneurship. Keyword: Trust, Trustworthiness, Entrepreneurship, Chinese Ethnic. Bibliography, 46 (1944 2016).

Page 8: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas berkat, rahmat,

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulisan

skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

di Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Judul

yang penulis ajukan adalah Trust dan Trustworthiness dalam Kewirausahaan

(Studi Kasus terhadap Kewirausahaan Etnis Tionghoa di Kota Makassar).

Penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,

bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan

ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Orang tua dan saudara-saudara saya yang telah memberikan dukungan

secara moral dan materil selama saya menempuh Pendidikan di bangku kuliah,

termasuk dalam hal penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Muhammad Tamar, M.Psi selaku ketua Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sekaligus Pembimbing I yang

telah memberikan masukan mengenai topik penelitian skripsi ini.

3. Ibu Umniyah Saleh, S.Psi., M.Psi., Psikolog, selaku Penasehat Akademik yang

telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada saya selama perkuliahan.

4. Ibu Elvita Bellani, S.Psi., M.Sc selaku Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, saran, umpan balik, dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Ahmad Ridfah, S.Psi., M.Psi., Psikolog dan Bapak Hillman Wirawan,

S.Psi,. MM., MA selaku Penguji Seminar Proposal, Seminar Hasil, dan Ujian

Akhir yang telah memberikan saran dan umpan balik terkait skripsi serta Ibu

Triani Arfah, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku penguji Ujian Akhir saya.

6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan

penyusunan skripsi ini.

7. Saudara Apil yang paling tahu kesulitan saya selama penyusunan skripsi, yang

meskipun tidak bisa banyak membantu saya (karena tidak tahu), tapi mau

menemani saya keliling Makassar untuk cari subyek dan selalu menemani

saya dalam menyusun skripsi di mana pun itu.

8. Teman-teman Crazy People, Saudari Edwina Oktoria Poelinggomang, partner

ansos dan kecemasan tingkat tinggi yang selalu mendengar curhatan saya dari

Page 9: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

viii

semester awal hingga sekarang, yang paling tahu semua uneg-uneg saya, dan

juga merangkap intercoder penelitian saya; Saudari Pretty Cindy Apriani

Tamalowu, partner Mai-mai yang kalau hangout berdua kerjaannya diam-

diaman tapi tetap seru dan dibalik kecuekannya ternyata terkadang bisa jadi

tempat curhat; Saudari Qonita Amelia Suherlan, partner duo Cina yang satu-

satunya punya tingkat kegilaan yang sama dengan saya dan selalu bertindak

sebagai id sekaligus ego saya (suka mengajak hedon tapi di lain pihak suka

mengontrol pengeluaran saya untuk hal yang tidak perlu, terutama komik);

serta Magda Theresia C.P.

9. Ciwi-ciwiku, Saudari Anneke Putri, tempat curhatku di semester-semester

akhir, partner Coffee Crime yang selalu ada untuk saya, termasuk ketika tiba-

tiba diminta jadi intercoder penelitian; Saudari Hairunnisa, tempat curhatku di

semester-semeter awal, partner yang paling banyak topik pembicaraannya

ketika ketemuan, partner yang paling banyak punya kesamaan sama saya;

serta Saudari Sany Mega Septiana, partner nonton (meskipun sering saya

tolak ajakannya karena kekurangan dana), partner Mobile Legend, partner

yang kalau ketemu topik pembicaraannya selalu aneh-aneh), tapi masakannya

paling TOP.

10. Saudara Ahmad Eko Julianto dan Saudari Nurul Kariimah, partner mengantar

skripsi ke pembimbing dan penguji serta partner dalam mengurus semua

administrasi wisuda.

11. Teman-teman angkatan 2013 (Diversity) atas dukungan dan kebersamaannya

selama hampir lima tahun ini.

12. Pihak-pihak lainnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan,

oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis

berharap semoga karya ini dapat memberikan manfaat kepada penulis, pembaca,

dan pihak-pihak lainnya.

Makassar, 27 Januari 2018

Penulis

Page 10: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

ix

DAFTAR ISI Halaman Judul Lembar Persetujuan ............................................................................................ ii Lembar Pengesahan ........................................................................................... iii Lembar Pernyataan ............................................................................................ iv Abstrak ................................................................................................................ v Abstract .............................................................................................................. vi Kata Pengantar ................................................................................................... vii Daftar Isi ............................................................................................................. ix Daftar Tabel ........................................................................................................ xi Daftar Gambar .................................................................................................... xii Daftar Lampiran ................................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Fokus Penelitian .................................................................................... 8 1.3. Maksud Penelitian ................................................................................. 8 1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................... 8 1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 9 2.1. Kajian Pustaka....................................................................................... 9

2.1.1. Tinjauan tentang Etnis Tionghoa .................................................... 9 2.1.1.1. Karakteristik Etnis Tionghoa .................................................... 9 2.1.1.2. Konfusiusme dalam Etnis Tionghoa ...................................... 10 2.1.1.3. Hubungan Interpersonal Etnis Tionghoa (Guanxi) ................. 11 2.1.1.4. Kepercayaan dalam Jaringan Guanxi Etnis Tionghoa ........... 18

2.1.2. Tinjauan tentang Business Relationship ....................................... 20 2.1.2.1. Pengertian Business Relationship ......................................... 20 2.1.2.2. Karakteristik Business Relationship ....................................... 21 2.1.2.3. Dimensi Business Relationship .............................................. 23 2.1.2.4. Business Relationship dalam Teori Pertukaran Sosial ........... 23

2.1.3. Tinjauan tentang Trust dan Trustworthiness ................................. 25 2.1.3.1. Pengertian Trust dan Trustworthiness ................................... 25 2.1.3.2. Dimensi Trust dan Trustworthiness........................................ 26 2.1.3.3. Faktor-Faktor yang Melatabelakangi Trust............................. 27 2.1.3.4. Mekanisme Pembentukan Trust ............................................ 29 2.1.3.5. Tipe-Tipe Trust ...................................................................... 30 2.1.3.6. Model Trust ........................................................................... 31

2.2. Kerangka Konseptual .......................................................................... 33 BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN ................................................... 35

3.1. Materi Penelitian .................................................................................. 35 3.2. Metode Penelitian ................................................................................ 35

3.2.1. Tipe Penelitian .............................................................................. 35 3.2.2. Subyek Penelitian ......................................................................... 36 3.2.3. Teknik Penggalian Data ................................................................ 37 3.2.4. Teknik Analisis Data ..................................................................... 37 3.2.5. Teknik Keabsahan Data ............................................................... 38 3.2.6. Prosedur Kerja.............................................................................. 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 41

Page 11: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

x

4.1. Gambaran Karakteristik Subyek .......................................................... 41 4.2. Hasil Penelitian .................................................................................... 48

4.2.1. Deskripsi Penemuan .................................................................... 48 4.2.1.1. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Kepercayaan (Trust Antecendents) ......................................................................................... 48 4.2.1.2. Konsekuensi dari Kepercayaan (Trust Consequences) ......... 56 4.2.1.3. Faktor-Faktor Kontekstual Kepercayaan (Contextual Factors of Trust) .............................................................................................. 58 4.2.1.4. Pelanggaran dan Perbaikan Kepercayaan (Trust Violation and Repair) .............................................................................................. 64 4.2.1.5. Pemeliharaan Kepercayaan dalam Budaya Tionghoa ........... 66

4.2.2. Hasil Analisis Data ........................................................................ 69 4.2.2.1. Trustworthiness dalam Kewirausahaan Etnis Tionghoa ......... 69 4.2.2.2. Pembangunan Kepercayaan dalam Kewirausahaan Etnis Tionghoa .............................................................................................. 73 4.2.2.3. Pemanfaatan Jaringan Guanxi dalam Kewirausahaan Etnis Tionghoa .............................................................................................. 75

4.3. Pembahasan ....................................................................................... 77 4.4. Limitasi Penelitian ................................................................................ 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 89 5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 89 5.2. Saran ................................................................................................... 90

Daftar Pustaka ................................................................................................... 92

Page 12: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

xi

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Timeline Penelitian ……………………………………………………… 39 Tabel 4.1. Tabel Inisial Pemilik Usaha Klan ……………………………………… 41 Tabel 4.2. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Kepercayaan Wirausahawan Etnis Tionghoa di Kota Makassar………………………………………………….. 49 Tabel 4.3. Konsekuensi dari Kepercayaan ………………………………………. 56 Tabel 4.4. Faktor-Faktor Kontekstual Kepercayaan (Contextual Factors of Trust)………………………………………………………………………………….. 59 Tabel 4.5. Pelanggaran dan Perbaikan Kepercayaan (Trust Violation and Repair)………………………………………………………………………………… 64 Tabel 4.6. Pemeliharaan Kepercayaan dalam Budaya Tionghoa ……………... 67

Page 13: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

xii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Lingkaran Jaringan Guanxi (Chen dkk, 2004) ……………………. 13 Gambar 2.2. The Face and Favor Model (Hwang, 1986) ………………………. 17 Gambar 2.3. Model Kepercayaan (Mayer, dkk., 1995) …………………………. 32 Gambar 4.1. Trustworthiness dalam Jaringan Guanxi di Kewirausahaan Etnis Tionghoa ……………………………………………………………………………... 69 Gambar 4.2. Pembangunan Kepercayaan dalam Kewirausahaan Etnis Tionghoa……………………………………………………………………………… 73 Gambar 4.3. Pemanfaatan Jaringan Guanxi di Kewirausahaan Etnis Tionghoa……………………………………………………………………………... 75 Gambar 4.4. Kerangka Hipotetik Model Trust dan Trustworthiness Wirausahawan Etnis Tionghoa ………………………………………………………………………. 80

Page 14: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

xiii

DAFTAR LAMPIRAN 1. Guideline Wawancara 2. Lembar Persetujuan (Informed Consent) Subyek 3. Surat Pernyataan Intercoder

Page 15: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi keefektifan organisasi sosial

yang sangat kompleks dewasa ini adalah kerelaan individu dalam sebuah unit

sosial untuk percaya pada orang lain (Rotter, 1967). Kepercayaan dianggap

sebagai sebuah aspek yang esensial dalam setiap hubungan interpersonal. Tidak

hanya dalam hubungan personal yang dekat atau romantis, kepercayaan juga

penting dalam membangun hubungan dengan teman atau bahkan dengan kenalan

(Lewicki dan Bunker, 1996).

Kepercayaan interpersonal didefinisikan sebagai sebuah ekspektasi yang

dimiliki individu atau kelompok bahwa perkataan, janji, serta pernyataan verbal

atau tertulis individu atau kelompok lainnya dapat diandalkan (Rotter, 1967).

Kepercayaan memiliki tiga subfaktor, yaitu subfaktor kognitif, subfaktor emosional,

dan subfaktor perilaku. Subfaktor kognitif meliputi kepercayaan dan penilaian

terhadap trustworthiness pihak lain; subfaktor emosional meliputi ikatan emosional

antara kedua pihak; sedangkan subfaktor perilaku mencakup perilaku

pengambilan resiko (Lewicki, dkk., 2006).

Kepercayaan tidak hanya memiliki peranan yang esensial dalam hubungan

personal. Kepercayaan juga merupakan elemen kesuksesan yang sangat penting

dalam hampir semua hubungan bisnis, hubungan profesional, maupun hubungan

kerja (Lewicki dan Bunker, 1996). Kepercayaan dipandang sebagai sebuah

fenomena dinamis yang memiliki karakteristik berbeda dalam tahap awal, tahap

pengembangan, dan tahap “matang” dari sebuah hubungan. Dalam hubungan

Page 16: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

2

profesional, kepercayaan tidak dimulai dari perkembangan hubungan emosional

yang intens. Kepercayaan akan berkembang secara perlahan seiring dengan

pergerakan hubungan dari satu tahap ke tahap berikutnya (Lewicki dan Bunker,

1996).

Kepercayaan pada tahap awal dalam suatu hubungan profesional

dibangun atas konsistensi perilaku partner, yang diikuti oleh hukuman (seperti

berakhirnya hubungan) ketika kekonsistenannya tidak dapat dijaga. Bentuk

kepercayaan ini didasari oleh perhitungan-perhitungan ekonomi, sehingga

perilaku yang terjadi lebih rasional dan berfokus pada pengoptimalan keuntungan.

Kontrol terhadap perilaku partner pun menjadi sebuah keharusan. Pada tahap

berikutnya kepercayaan didasarkan pada prediktabilitas dari perilaku dan terjadi

ketika individu telah memiliki cukup informasi mengenai partner. Dengan demikian,

komunikasi antara kedua pihak menjadi sangat penting. Terakhir, bentuk

kepercayaan didasarkan pada empati atas kehendak partner, dan terjadi ketika

kedua pihak benar-benar mengerti, sependapat, berempati, dan memahami nilai-

nilai partnernya karena adanya hubungan emosional di antara mereka (Lewicki

dan Bunker, 1996).

Kepercayaan dalam bisnis seringkali mengarahkan kepada perilaku kerja

sama (Mayer, dkk., 1995). Kepercayaan dalam perilaku kerja sama memfasilitasi

adanya pertukaran sosial di dalamnya (Cropanzano dan Byrne dalam Frazier,

2013). Hal ini kemudian mengakibatkan adanya ketergantungan

(interdependence) dalam bekerja sama, di mana individu harus bergantung pada

orang lain dalam berbagai cara untuk mencapai tujuan personal dan organisasi

mereka (Mayer, dkk., 1995).

Page 17: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

3

Beberapa teori menggambarkan mekanisme untuk meminimalkan risiko

yang melekat dalam hubungan kerja. Teori-teori ini dirancang untuk mengatur,

menegakkan, dan/atau mendorong kepatuhan untuk menghindari konsekuensi

dari kepercayaan yang terpecah. Untuk menghindari perilaku melayani diri sendiri

(self-serving behavior) dan juga proses pengadilan yang potensial, banyak

perusahaan menggunakan mekanisme kontrol dan kontrak, dan mereka

mengubah proses pengambilan keputusan, proses internal, sistem penghargaan,

dan struktur mereka (Mayer, dkk., 1995).

Teori-teori hubungan transaksional menyatakan bahwa dasar kepercayaan

dalam hubungan kerja sama bisnis terletak pada kontrak kerja yang ada.

Hubungan kerja sama dalam bisnis harus didasarkan atas kontrak kerja tertulis

yang disepakati bersama. Semua transaksi harus didasarkan atas secarik kertas

yang berisi kontrak, hitam atas putih, yang dijamin negara sebagai pemegang alat

pemaksa yang sah (Pena, 2002). Keberadaan kontrak kerja sangat penting untuk

menjamin kepercayaan dalam hubungan bisnis agar tidak ada pihak yang

dirugikan dalam kerja sama bisnis (Pena dan Arroyabe, 2002).

Salah satu alternatif bagi setiap pelaku ekonomi dalam menghadapi

ekonomi global yang semakin ketat yaitu dengan berwirausaha. Keberhasilan

individu dalam berwirausaha sangat dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu kepribadian,

human and social capital, dan strategi yang dimiliki oleh invididu (Frese dan Gielnik,

2014). Pada level usaha kecil, social capital memegang peranan yang sangat

penting. Social capital merujuk pada kemampuan individu untuk mengekstrak

keuntungan dari struktur, jaringan, dan keanggotaan sosialnya. Dengan kata lain,

social capital merupakan sumber daya yang dapat diakses dan digunakan melalui

relasi (Baum, dkk., 2014).

Page 18: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

4

Akumulasi sumber daya meliputi informasi, ide, peluang bisnis, sumber

daya finansial, kekuasaan, dukungan emosional, jasa, kepercayaan, dan kerja

sama. Wirausahawan dapat memperoleh keuntungan yang besar dari hubungan

sosialnya, melalui perolehan sumber daya finansial. Keuntungan lain yang dapat

diperoleh mencakup peningkatan kerja sama dan kepercayaan dari orang lain

serta akses yang lebih baik terhadap informasi yang berguna (Baker dalam Baum,

dkk., 2014).

Penelitian menemukan adanya jaringan kerja yang luas dan ikatan kerja

yang kuat pada usaha kecil yang telah lama dirintis. Dari hasil tersebut, diperoleh

bahwa jaringan kerja yang luas dan ikatan kerja yang kuat mempengaruhi

performansi suatu kewirausahaan secara signifikan dan positif. Adanya jaringan

kerja yang luas dan ikatan yang kuat ini dapat memudahkan suatu wirausaha

untuk memenuhi kebutuhan sumber daya. Selain itu, jaringan kerja juga

membantu wirausahawan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan

yang terjadi dalam industri bisnis (Stam, 2014). Dengan demikian, pembangunan

kepercayaan dalam jaringan kerja kewirausahaan menjadi hal yang penting.

Di Indonesia, sektor kewirausahaan didominasi oleh etnis Tionghoa

dengan presentase sebesar 73%. Etnis Tionghoa dinilai berhasil dalam

persaingan bisnis karena hampir setiap bidang usaha yang mereka miliki berjalan

dengan sukses (Naisbitt, 1997). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),

etnis Tionghoa merupakan salah satu dari tiga puluh etnis di Indonesia. Dari tiga

puluh kelompok suku yang tercatat, suku Jawa mendominasi dengan persentase

sebesar 40,2%, diikuti oleh suku Sunda sebesar 15,5%, dan suku Batak sebesar

3,6%. Etnis Tionghoa berada di peringkat kedelapan belas dengan persentase

Page 19: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

5

sebesar 1,2% dari 236 juta jiwa total penduduk Indonesia, atau kurang lebih

berjumlah sebanyak 2,8 juta (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2016).

Wirausahawan etnis Tionghoa menyebar di berbagai daerah di Indonesia,

termasuk di kota Makassar. Kewirausahaan etnis Tionghoa umumnya memiliki

jaringan kerja yang kuat. Dalam kehidupan masyarakat Tionghoa secara umum,

jaringan ini dianggap sebagai dasar dalam membangun sebuah usaha bisnis,

tanpa jaringan yang luas, sebuah usaha diyakini tidak dapat berkembang (Redding

dkk., 1990). Lebih lanjut, Hwang (1986) menyatakan bahwa dalam budaya

Tionghoa, kepercayaan sangat dibutuhkan dalam menjalin sebuah kerja sama

bisnis dan menjaga kelangsungan pertukaran sumber daya. Kepercayaan dan

komitmen dapat membawa hubungan ke dalam kondisi yang stabil dan fleksibel

tanpa adanya ekspektasi pengembalian sumber daya dalam jangka pendek atau

kompensasi yang cepat.

Kewirausahaan etnis Tionghoa di kota Makassar banyak dibangun

bersama-sama dengan keluarga. Adapun ciri khas kewirausahaannya ialah satu

keluarga pada umumnya menjalankan usaha bersama, atau setidaknya

berwirausaha mandiri pada bidang yang sama, sehingga memungkinkan adanya

pertukaran barang ketika dibutuhkan. Contohnya kewirausahaan etnis Tionghoa

di kota Makassar dapat dilihat dari beberapa toko ATK, toserba (toko serba ada),

toko elektronik, dan rumah makan mie kering yang sangat terkenal di Makassar,

yang ternyata masing-masing kelompok dikelola oleh wirausahawan dari latar

belakang keluarga yang sama. Hal ini mengindikasikan adanya kepercayaan

bisnis yang dibangun wirausahawan etnis Tionghoa terhadap keluarganya.

Seyogyanya dalam hubungan profesional, kepercayaan tidak dimulai dari

perkembangan hubungan emosional yang intens (Lewicki dan Bunker, 1996).

Page 20: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

6

Lebih lanjut dikatakan bahwa kepercayaan bisnis seyogyanya akan berkembang

secara perlahan seiring dengan pergerakan hubungan dari tahap awal, tahap

pengembangan, dan tahap “matang”. Namun senyatanya, hubungan bisnis dalam

kewirausahaan etnis Tionghoa banyak didasarkan pada hubungan kekeluargaan,

di mana di dalamnya terdapat hubungan emosional yang intens. Ini berarti bahwa

kepercayaan bisnis dalam kewirausahaan etnis Tionghoa tidak mengalami

perkembangan kepercayaan sebagaimana mestinya dalam sebuah hubungan

kepercayaan bisnis, karena pada dasarnya hubungan kekeluargaan telah

digolongkan sebagai sebuah hubungan yang matang, sehingga dapat

dikatakankan bahwa kepercayaan di dalamnya juga telah berada pada tahap ini.

Hal ini mengindikasikan bahwa dinamika kepercayaan bisnis pada kewirausahaan

etnis Tionghoa memiliki perbedaan dengan dinamika kepercayaan dalam

hubungan bisnis pada umumnya.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa wirausahawan etnis

Tionghoa di Makassar, diperoleh gambaran bahwa pembangunan usaha dengan

keluarga mendukung adanya suatu sistem jaringan kerja yang kuat.

Wirausahawan etnis Tionghoa membangun kerja sama untuk bertahan dalam

lingkungan bisnis yang kompetitif. Bentuk kerja sama yang utama ialah dalam hal

pemenuhan sumber daya yang dibutuhkan. Pada kewirausahaan berbentuk toko,

mereka biasanya akan saling melengkapi ketika terdapat permintaan pembeli atau

pelanggan terhadap barang yang sebenarnya sudah tidak tersedia lagi. Ketika

salah satu keluarga yang kehabisan stok barang, maka ia akan menghubungi

anggota keluarga yang lain untuk memenuhinya. Hal inilah yang membuat

beberapa toko wirausahawan etnis Tionghoa terlihat seperti tidak pernah

kehabisan stok barang.

Page 21: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

7

Pertukaran yang dilakukan wirausahawan etnis Tionghoa dalam

berwirausaha dengan partnernya tidak menggunakan kontrak kerja sebagai

jaminan kepercayaan bisnisnya. Mereka akan memenuhi kebutuhan keluarga

yang lain dalam konteks bisnis dan percaya bahwa keluarganya pun akan

melakukan hal yang sama pada mereka. Permintaan sumber daya yang

diperlukan dapat dilakukan kapan saja ketika dibutuhkan. Meskipun tidak terdapat

kontrak kerja, mereka meyakini bahwa tidak akan terjadi pelanggaran kerja sama

di dalamnya. Dengan demikian, kepercayaan yang dibangun dalam

kewirausahaan etnis Tionghoa berupa mutual trust yang dibangun di atas

hubungan kekeluargaan yang mereka miliki.

Seyogyanya kepercayaan dalam hubungan kerja sama bisnis terletak pada

kontrak kerja secara tertulis. Kerja sama bisnis membutuhkan jaminan secara

hukum yang mengikat kedua belah pihak agar tidak ada pihak yang melanggar

kontrak. Namun senyatanya dalam kewirausahaan etnis Tionghoa, kerja sama

bisnis tidak dilakukan berdasarkan kontrak kerja tertulis, melainkan kontrak

psikologis yang dibangun atas dasar mutual trust dalam hubungan personalnya

(Redding, 1990). Hal ini mengindikasikan gejala adanya kecenderungan

wirausahawan etnis Tionghoa lebih mendasarkan kepercayaan bisnisnya pada

hubungan personal yang telah dibangun daripada kontrak tertulis dalam

melakukan kerja sama bisnis.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menemukan adanya bentuk trust dan

trustworthiness yang unik pada kewirausahaan etnis Tionghoa di kota Makassar

yang mungkin melatarbelakangi kesuksesan etnis Tionghoa dalam berwirausaha.

Peneliti tertarik meneliti bagaimana wirausahawan membangun dan menjaga

kepercayaannya (trust dan trustworthiness) sehingga kerja sama dan proses

Page 22: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

8

pertukaran sumber daya dapat terus berlangsung, serta bagaimana faktor-faktor

yang melatarbelakanginya.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan isu dari latar belakang di atas, maka peneliti membatasi fokus

penelitian yang akan diteliti sebagai berikut.

1. bagaimana trust dan trustworthiness dalam kewirausahaan etnis Tionghoa di

Kota Makassar?

1.3. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini yaitu untuk memahami trust dan trustworthiness

dalam kewirausahaan etnis Tionghoa di Kota Makassar.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai

trust dan trustworthiness dalam kewirausahaan etnis Tionghoa di Kota Makassar.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam hal:

1. secara akademik (teoritik), penelitian ini akan mengembangkan konsep-

konsep mengenai trust dan trustworthiness dalam kewirausahaan etnis

Tionghoa yang sesuai dengan konteks masyarakat di Kota Makassar.

2. secara praktis hasil temuan penelitian dapat dijadikan bahan pertimbangan

dalam pengembangan kewirausahaan di Kota Makassar.

Page 23: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Tinjauan tentang Etnis Tionghoa

2.1.1.1. Karakteristik Etnis Tionghoa

Orang-orang etnis Tionghoa merupakan keturunan dari orang-orang

Tionghoa yang datang ke Indonesia dari provinsi Fujian dan Guangdong di bagian

selatan Cina. Mereka terdiri dari berbagai macam suku bangsa seperti Hokkian

dan Kanton. Dalam komunitas etnis Tionghoa terdapat keheterogenitasan, seperti

kelompok etnis lainnya di Indonesia. Dari sisi tempat lahir dan penggunaan bahasa

saja, secara kultural etnis Tionghoa yang jumlahnya lebih dari lima juta orang

dapat dikelompokkan atas dua bagian (Suryadinata, 1997).

Pertama, adalah kelompok etnis Tionghoa peranakan. Mereka ini lahir di

Indonesia dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, tidak

saja kepada warga etnis lainnya, tetapi juga sesama mereka yang berasal dari

etnis Tionghoa itu sendiri. Mereka inipun sudah kehilangan kefasihannya berbicara

dalam bahasa Tionghoa karena mereka sudah banyak menyerap unsur

kebudayaan pribumi tempat di mana etnis Tionghoa peranakan ini bermukim

(Suryadinata, 1997).

Etnis Tionghoa kelompok peranakan ini terkadang secara fisik tidak

berbeda dengan ciri-ciri fisik yang dimiliki oleh kebanyakan warga Indonesia

lainnya. Misalnya, kebanyakan bentuk mata etnis Tionghoa adalah sipit dan kulit

berwarna putih (ras mongoloid). Kendati demikian, mereka yang berasal dari etnik

Tionghoa peranakan ini sudah banyak yang memiliki mata dengan tingkat

Page 24: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

10

kesipitannya yang tidak lagi menonjol. Selain itu, warna kulit merekapun sudah

banyak yang mengarah ke kecoklat-coklatan bahkan ada yang lebih gelap dari

pada warna kulit warga pribumi Indonesia.

Kedua, kelompok etnis Tionghoa totok. Tempat lahir mereka ini berada di

luar negeri atau sebagian besar terletak di negeri Tionghoa. Mereka ini bermigrasi

ke Indonesia pada abad 19 dan 20. Kelompok ini merupakan gelombang migrasi

terakhir secara besar-besaran. Oleh karena mereka ini masih asli dari negeri

Tionghoa sana, maka baik bahasa yang digunakan dan kebudayaan yang

diekspresikan masih bernuansa Tionghoa. Ringkasnya, mereka ini masih orang

Cina. Hal ini ditegaskan secara hukum bahwa mereka ini masih dikelompokkan

sebagai warga negara asing (WNA) (Suryadinata, 1997).

Etnis Tionghoa sudah banyak yang meninggalkan religi leluhurnya, dan

menganut salah satu dari agama yang diakui oleh negara pada masa Orde Baru;

seperti Islam, Kristen, Budha dan Hindu. Bahkan etnis Tionghoa yang beragama

Kristen ini sudah banyak yang menjadi pendeta dengan jemaat yang berasal dari

berbagai latar belakang etnis.

2.1.1.2. Konfusiusme dalam Etnis Tionghoa

Konfusianisme adalah ajaran dari Konfusius/Confucius atau dalam Bahasa

Mandarin disebut Kongzi yang merupakan filsuf besar dari Cina. Ajaran pokok dari

Konfusius adalah lima sifat mulia yang memiliki arti lima kebaikan (Hwang, 1986),

yaitu sebagai berikut.

1. Ren (Human-heartedness/Benovelence), yaitu cinta kasih yang universal yang

tidak mementingkan diri sendiri tetapi mementingkan orang lain.

2. Yi (Righteousness), yaitu kebenaran atau pribadi luhur.

Page 25: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

11

3. Li (Propriety), yaitu kesusilaan, sopan santun, rasa susila, dan budi pekerti.

4. Zhi (Knowledge), yaitu kebijaksanaan, pengertian, kearifan.

5. Xin (Trust), yaitu kejujuran kepercayaan, rasa untuk dapat dipercaya orang lain

serta dapat memegang janji dan menepati janji.

Keteraturan dalam suatu masyarakat adalah suatu pandangan yang harus

diciptakan oleh Konfusius. Untuk dapat menciptakan keteraturan dalam

masyarakat, manusia harus dapat mengatur keluarganya sendiri. Untuk dapat

mengatur keluarga dan mengerjakan semua hal tersebut pertama-tama manusia

harus dapat mengolah dirinya sendiri. Pengolahan diri membutuhkan koreksi diri,

manusia harus tulus dan bersungguh-sungguh jika berhubungan dengan orang

lain, selain itu manusia juga harus memperluas pengetahuan sampai tingkat yang

paling tinggi. Pengolahan diri (self-cultivation) merupakan dasar dari segala

sesuatu dan setiap manusia harus dapat melakukan pengolahan diri untuk

mencapai hal yang menjadi tujuan dalam kehidupannya (Wang dalam Hwang

1986).

Nilai-nilai Konfusius sangat berakar dalam setiap ritual-ritual penting dalam

keluarga dan kelompok kekerabatan. Struktur dasar keluarga mulai dari jia

(keluarga) sampai zu (klan) merupakan dasar dari penerapan Konfusianisme.

Seluruh kehidupan dan tingkah laku keluarga, adat istiadat, ritual, jaringan sosial

masyarakat terpadu dalam pranata politik, ekonomi, dan sosial Konfusianisme.

2.1.1.3. Hubungan Interpersonal Etnis Tionghoa (Guanxi)

Guanxi merupakan suatu konstruk budaya Cina yang dapat diartikan

sebagai hubungan interpersonal. Namun demikian, tidak semua hubungan dapat

serta merta dikatakan sebagai suatu guanxi (Kiong & Kee, 1998; Wang, 2007).

Page 26: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

12

Dari segi bahasa sendiri, makna guanxi lebih kompleks dari sekedar hubungan

interpersonal. Guanxi didefinisikan sebagai kumpulan orang terpilih yang memiliki

kualitas tertentu bergabung untuk berpartisipasi dalam sistem yang saling

terhubung, dan saling melengkapi dalam memberikan kontribusi untuk keuntungan

anggota jaringan (Sunaryo, 2005).

Guanxi terdiri dari ikatan yang kompleks, yang berarti guanxi bukan

semata-mata hubungan antara anggota keluarga ataupun hubungan transaksional

dengan orang asing (Hwang, 1987). Guanxi adalah hubungan persahabatan

dengan implikasi pertukaran bantuan secara terus-menerus dan terdapat

kewajiban timbal balik untuk menanggapi permintaan bantuan (Pye, 1992). Guanxi

melibatkan pembinaan hubungan pribadi melalui pertukaran bantuan dan hadiah

dengan tujuan memperoleh barang dan jasa, mengembangkan jaringan saling

ketergantungan, dan menciptakan rasa kewajiban dan hutang (Yang, 1994).

Guanxi dapat dipahami sebagai suatu sistem lingkaran konsentris dengan

individu seperti pada gambar 2.2, di mana posisi guanxi dalam lingkaran tersebut

(di pusat atau pinggiran) bergantung pada jarak hubungan dan tingkat

kepercayaan (Yang, 1994). Artinya, semakin dalam letak guanxi dalam lingkaran,

semakin kecil jarak psikologis antara mitra guanxi dan diri, semakin baik kualitas

guanxi (Chen dkk, 2004). Derajat guanxi antara dua individu menentukan sejauh

mana sumber daya sosial dipertukarkan di antara mereka (Hwang, 1987).

Hwang (1987) merumuskan dua dimensi komponen dalam guanxi, yaitu

expressive component dan instrumental component.

1. Expressive Component, mencakup orientasi sosio-emosional. Komponen

ekspresif berperan sebagai komponen moral dalam jaringan guanxi.

Komponen ekspresif menunjukkan afeksi interpersonal antar dua pihak. Afeksi

Page 27: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

13

yang diberikan ini sangat dipengaruhi oleh kedekatan hubungannya dalam

jaringan guanxi.

2. Instrumental Component, mencakup orientasi tugas. Komponen instrumental

mengacu pada fakta bahwa setiap makhluk hidup memiliki berbagai macam

keinginan bawaannya. Biasanya, mereka harus berinteraksi dengan orang lain

dengan cara instrumental untuk memperoleh sumber daya untuk memuaskan

keinginannya.

Gambar 2.1. Lingkaran jaringan guanxi (Chen dkk, 2004)

Hwang (1987) selanjutnya mengelompokkan guanxi berdasarkan

komponen-komponen di dalamnya ke dalam tiga kelompok hubungan, yaitu

expressive tie, mixed tie, dan instrumental tie.

1. Expressive tie, umumnya merupakan hubungan sosial yang relatif permanen

dan stabil. Hubungan ini dapat memberikan perasaan afektif, kehangatan,

keamanan, dan kelekatan pada individu. Jenis hubungan ini terjadi pada

anggota kelompok primer seperti keluarga, teman dekat, dan kelompok

sepaham lainnya. Di samping untuk memperoleh kepuasan afektif, seseorang

dapat menggunakan hubungan ini sebagai sebuah instrumen untuk

menghasilkan sumber daya material yang dibutuhkan.

Page 28: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

14

2. Instrumental tie, merupakan lawan dari expressive tie. Untuk memperoleh

tujuan materialnya, individu harus membangun hubungan ini dengan orang-

orang di luar keluarganya. Kedua pihak membangun hubungan ini untuk

mencapai tujuannya masing-masing. Hubungan ini terdapat di antara sales

dan pelanggan, supir dan penumpang, suster dan pasien, dan sejenisnya. Jika

hubungan ini dianggap tidak menguntungkan, maka individu dapat membuat

penawaran baru, menolak kesepakatan awal, atau bahkan benar-benar

memutuskan hubungan ini tanpa penyesalan jika pihak tersebut menolak untuk

menerima tawarannya.

3. Mixed tie, berupa hubungan saling mengenal satu sama lain dan memiliki

komponen ekspresif dalam hubungannya, namun tidak sekuat dalam

expressive tie. Jenis hubungan ini umumnya terjadi pada keluarga jauh,

tetangga, teman sejawat, guru, murid, orang-orang dengan latar belakang

daerah yang sama, dan sejenisnya. Pihak-pihak dalam hubungan ini biasanya

memiliki suatu kesamaan satu sama lain. Hubungan ini tidak perlu terus

dipertahankan seperti expressive tie, namun dapat bertahan jika kedua pihak

sering bertemu satu sama lain. Kedua pihak mungkin berharap untuk bertemu

lagi setelah tujuannya tercapai dan berharap hubungan ini dapat menjadi

standar penilaian sosial mereka bagi orang lain sebagai kualifikasi dalam

pembentukan guanxi baru.

Jaringan guanxi (guanxi-network) merupakan jaringan yang berbasis pada

guanxi, yaitu hubungan pribadi berbasis kepercayaan jangka panjang. Jaringan ini

dibangun dan dipertahankan di antara keluarga dan keluarga besar (Tsang, 1998);

dengan ganqing (komitmen emosional) dan renqing (bantuan pribadi) (Hwang,

1987); berdasarkan timbal balik dan saling menguntungkan (Pye, 1992; Yang,

Page 29: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

15

1994), kepercayaan pribadi dan kredibilitas (Wong, 1988); dan mianzi (‘wajah’ atau

rasa hormat) (Hu, 1944).

Banyaknya aspek-aspek yang terlibat dalam pembentukan dan pembinaan

jaringan guanxi menyiratkan sulitnya untuk menjadi anggota jaringan guanxi,

kecuali dengan undangan atau rujukan dari anggota yang ada. Namun, apabila

individu telah berada di dalam jaringan guanxi, selain terhubung dan terlindungi,

mereka juga diharapkan berkontribusi untuk keuntungan keseluruhan jaringan.

Anggota juga melalui serangkaian proses penilaian agar bisa tetap berada di

dalam jaringan.

Guanxi dianggap sebagai hubungan interpersonal yang penting untuk

melakukan transaksi bisnis yang sukses dalam lingkungan Cina (Hwang 1987;

Kiong & Kee 1998). Adanya pertukaran sosial secara timbal balik yang wajib

dipenuhi oleh seluruh anggota membuat guanxi dianggap sebagai sumber daya

untuk mengurangi biaya transaksi dan untuk membangun keunggulan kompetitif

yang berkelanjutan (Tsang, 1998). Melanggar norma kewajiban timbal balik dapat

menyebabkan individu kehilangan mukanya (losing face) dan bahkan dapat

mengakibatkan hilangnya jaringan guanxi (Hwang, 1987; Wang, 2007).

Model Face and Favor (Hwang, 1986) menyatakan bahwa kedua pihak

dalam interaksi didefinisikan sebagai pemohon (petitioner) dan pengalokasian

sumber daya (resource allocator). Ketika seorang pemohon meminta

pengalokasian sumber daya untuk mengalokasikan sumber daya dalam

kendalinya dengan cara yang bermanfaat bagi pemohon, proses kognitif pertama

dari pengalokasi sumber daya adalah menilai tingkat hubungan (hubungan erat)

guanxi.

Page 30: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

16

Hubungan dalam model ini ditunjukkan oleh kotak segi empat yang

ditunjukkan pada Gambar 2.2. Area berbayang persegi panjang disebut komponen

ekspresif (expressive component), yang menunjukkan kecenderungan untuk

mempertimbangkan kesejahteraan pihak lawan. Bagian kosong persegi panjang

adalah komponen instrumental (instrumental component), yang menyiratkan

upaya untuk memanfaatkan hubungan tersebut untuk mencapai tujuan pribadi.

Menurut proporsi kedua komponen ini, hubungan interpersonal dapat

dikelompokkan menjadi satu dari tiga kategori: ikatan ekspresif (expressive tie),

ikatan campuran (mixed tie) atau ikatan instrumental (instrumental tie) (Hwang,

1986).

Seorang individu dapat menggunakan standar keadilan yang berbeda

untuk berinteraksi dengan orang lain dari hubungan yang berbeda. Dalam

hubungan yang identik ketika seseorang peduli dengan perkembangan dan

kesejahteraan pihak lawan, seseorang kemungkinan akan menggunakan

peraturan kebutuhan (need rule) untuk mengalokasikan sumber daya. Dalam

hubungan unit, di mana seseorang memperlakukan pihak lawan sebagai manusia

dan menekankan pentingnya menjaga hubungan yang harmonis, peraturan

renqing (affection; renqing rule) lebih mungkin diterapkan. Dalam hubungan

nonunit, karena kedua belah pihak dalam interaksi hanya mempertimbangkan

peran mereka sendiri dan menekankan efisiensi kerja, aturan keadilan paling

umum digunakan (equity rule) (Hwang, 1986).

Page 31: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

17

Gambar 2.2. The Face and Favor Model (Hwang, 1986)

Page 32: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

18

Model Face and Favor mengasumsikan bahwa seseorang dapat

menggunakan aturan kebutuhan, aturan renqing, atau aturan ekuitas untuk

berinteraksi dengan tiga jenis orang. Asumsi ini bisa dipandang sebagai wujud

model universal dalam kebudayaan Tionghoa. Dalam berinteraksi dengan salah

satu dari tiga jenis orang ini, seseorang dapat mempertimbangkan biaya yang

harus dibayar, dan juga pembayaran yang dapat diperoleh dari pihak lain, dan

kemudian menghitung kemungkinan hasil pertukaran sosial tersebut. Karena

seseorang mengharapkan untuk bergaul dengan orang lain dari ikatan ekspresif

atau campuran lagi di masa depan, ketika menghadapi permintaan untuk bantuan

dari seseorang dari salah satu jenis ikatan ini, bahan afektif dari hubungan tersebut

dipertimbangkan. Akibatnya, keputusannya mungkin tidak rasional, dan bisa

mengakibatkan dilema kasih sayang atau konflik keluarga. Sebaliknya, ketika

berinteraksi dengan ikatan instrumental yang lain, hanya diperlukan perhitungan

tindakan yang rasional, jadi keputusan yang obyektif dapat dilakukan (Hwang,

1986).

2.1.1.4. Kepercayaan dalam Jaringan Guanxi Etnis Tionghoa

Guanxi dianggap sebagai faktor yang sangat mempengaruhi kepercayaan

yang terjalin antar mitra bisnis, dengan adanya pertukaran sosial sebagai faktor

mediasi (Hwang, 1987). Kepercayaan dalam masyarakat Tionghoa disebut

dengan xinyong atau xinren. Secara harfiah, xinyong berarti kredibilitas

(credibility/trustworthiness), bersifat lebih obyektif dan berdasarkan kepercayaan

yang dirasakan oleh suatu kelompok sosial, sedangkan xinren berarti kepercayaan

personal, bersifat lebih subjektif dan dapat didasarkan pada kasih sayang dan

kepercayaan pribadi pada seseorang. Menurut pandangan etnis Cina, seseorang

Page 33: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

19

dapat memiliki xinren dengan orang lain ketika orang tersebut dievaluasi memiliki

xinyong yang baik, atau dengan kata lain seseorang hanya akan mempercayai

orang yang dapat dipercaya (Hwang, 1987).

Wang (dalam Hwang, 1986) membagi jenis kepercayaan dalam

masyarakat Tionghoa ke dalam lima kelompok, yaitu kinship trust, emergent trust,

customary trust, professional trust, dan institutional trust.

1. Kinship trust dibangun di atas kekerabatan yang tidak dapat tergantikan.

Hubungan orang tua dan anak dalam masyarakat Tionghoa bertahan

selamanya sejak lahir sampai setelah kematian. Orang yang berbagi

hubungan ini menggunakan etika dan kesalehan sebagai norma interaksi

sosial.

2. Emergent trust terjalin karena kedua belah pihak dalam pertukaran saling

bergantung satu sama lain dan hubungan yang stabil dipertahankan. Jenis

kepercayaan ini dibangun berdasarkan karakteristik pribadi dari kedua pihak

selama interaksi jangka panjang. Rasa saling percaya mereka berasal dari

rasa memiliki dan kasih sayang. Kepercayaan dapat bertahan selama mereka

saling memahami, saling menguntungkan satu sama lain, atau berbagi nilai

satu sama lain.

3. Customary trust berakar pada kehidupan primitif. Untuk menjelaskan

pengalaman sehari-hari mereka, orang sering memperoleh banyak

pengetahuan dari cerita rakyat, adat istiadat, dan warisan budaya. Konten ini

diperkaya dengan pengalaman hidup langsung orang-orang biasa.

Kepercayaan ini dapat dipertahankan melalui praktik konstan dalam

masyarakat.

Page 34: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

20

4. Professional trust didasarkan atas pengetahuan dan kompetensi profesional

individu. Jika dia bisa mengatasi masalah atau krisis trustor, ia akan memiliki

kepercayaan profesional dari trustor. Seorang trustor bisa memilih trustee

sesuai dengan kebutuhannya.

5. Institutional trust didasarkan pada perhitungan truster untuk memenuhi

kepentingan secara maksimal. Ini memungkinkan truster untuk berinteraksi di

luar jaringan guanxi-nya, dan mengikuti aturan tertulis atau tidak tertulis. Hal

ini didirikan atas dasar saling menguntungkan atau merugikan.

Hwang (1986) menyatakan bahwa membangun jaringan guanxi pada

dasarnya merupakan strategi bisnis untuk meningkatkan kepercayaan

interpersonal dan mengurangi ketidakpastian dalam lingkungan bisnis. Di samping

keberadaan pertukaran sosial yang penting dalam tahap awal membangun suatu

hubungan, sifat-sifat yang muncul setelahnya seperti kepercayaan (trust) dan

komitmen dapat membawa hubungan ke dalam kondisi yang stabil dan fleksibel

tanpa adanya ekspektasi pengembalian sumber daya dalam jangka pendek atau

kompensasi yang cepat. Berdasarkan penelitian Farh, dkk (dalam Hwang, 1986),

guanxi terbukti memiliki peranan yang penting dalam membangun kepercayaan

dalam bisnis, terutama pada hubungan bisnis horizontal.

2.1.2. Tinjauan tentang Business Relationship

2.1.2.1. Pengertian Business Relationship

Business relationship merupakan proses interdependen dari interaksi terus

menerus dan pertukaran antara dua atau lebih aktor dalam konteks hubungan

bisnis. Hubungan ini merupakan aspek inti yang menghubungkan pelaku, sumber

daya, dan aktivitas dalam jaringan bisnis. Pada umumnya hubungan bisnis

Page 35: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

21

merupakan hubungan dyadic, yang mencakup hubungan antar dua pihak, namun

tidak menutup kemungkinan adanya pihak ketiga. Hubungan bisnis terjadi karena

interaksi yang terjadi antara kedua (atau lebih) pihak yang terlibat yang terhubung

dengan interaksi terdahulu dan interaksi di masa depan, dan dapat menciptakan

saling ketergantungan (interdependensi) seiring dengan berlanjutnya interaksi

tersebut (Holmlund dan Törnroos, 1997). Dari definisi tersebut, peneliti

menyimpulkan bahwa business relationship merupakan hubungan yang terjadi

dalam konteks bisnis dimana terjadi pertukaran antara dua atau lebih aktor yang

bersifat interdependen dan didasarkan pada kontrak kerja yang telah disepakati

bersama.

2.1.2.2. Karakteristik Business Relationship

Holmlund dan Törnroos (1997) menyatakan karakteristik hubungan bisnis

dapat dilihat dalam beberapa kriteria utama, yaitu mutuality, long-term character,

process nature, dan context dependence.

1. Mutuality

a. Derajat mutualitas (degree of mutuality). Hubungan dapat berlanjut meski

tingkat mutalitasnya rendah karena berbagai jenis ikatan antara pelaku usaha.

Mutualitas antara mitra dapat diungkapkan dalam kepercayaan dan komitmen.

b. Simetrisitas (symmetrically). Mitra dalam suatu hubungan mungkin relatif

seimbang dalam kemampuan (ability) mereka untuk mempengaruhi hubungan.

c. Struktur ketergantungan daya (power-dependence structure). Tak satu pun

dari mitra memiliki kontrol mutlak atas hubungan mereka, walaupun peran

mereka mungkin berbeda.

Page 36: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

22

d. Ketergantungan sumber daya (resource dependence). Perusahaan

mengembangkan beberapa sumber daya secara internal namun sebagian

besar sumber daya diperoleh melalui hubungan dengan orang lain dalam

jaringan bisnis. Sumber daya mungkin merupakan aset finansial, manusia

dan/atau teknologi.

2. Long-term character

a. Kelanjutan (continuation). Hubungan dapat bertahan untuk waktu yang lama,

yang bersifat tahan lama secara temporal. Butuh beberapa waktu sebelum

serangkaian interaksi dapat diberi label hubungan yang efektif.

b. Kekuatan (strenght). Kekuatan mengacu pada penolakan perusahaan

terhadap gangguan dalam hubungan. Kekuatan ditingkatkan melalui komitmen

antar pelaku yang berinteraksi.

3. Process nature

a. Pertukaran (exchange), interaksi (interaction). Hubungan terdiri dari interaksi

yang berbeda. Proses interaksi terdiri dari banyak pertukaran dan adaptasi

antara perusahaan. Isi pertukaran mungkin berupa produk, uang, kontak sosial

atau informasi, dll.

b. Dinamika (dynamics). Hubungan ditandai oleh perubahan karena sifatnya

yang dinamis. Proses dan kejadian dalam suatu hubungan dan juga di jaringan

sekitarnya menghasilkan perubahan dan dinamika dalam hubungan.

c. Menggunakan potensi (use potential). Hubungan sangat berharga bagi

perusahaan karena menyediakan akses terhadap sumber daya. Di sisi lain,

hubungan dapat berfungsi sebagai beban bagi perusahaan karena membatasi

pilihan masa depan dan mungkin memerlukan biaya tak terduga yang besar.

4. Context dependence

Page 37: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

23

a. Keteguhan (embeddedness). Keteguhan berhubungan dengan fakta bahwa

tindakan dan hasil ekonomi, dipengaruhi oleh hubungan dyadic para aktor dan

oleh keseluruhan struktur hubungan jaringan. Hubungan tertanam dalam

jaringan dan terhubung dengan hubungan lain di jaringan tertentu. Oleh karena

itu hubungan sangat terikat konteks.

2.1.2.3. Dimensi Business Relationship

Holmlund dan Törnroos (1997) menyatakan tiga dimensi dalam business

relationship, yaitu dimensi struktural, ekonomi, dan sosial.

1. Dimensi struktural, terdiri dari activity links, resource ties, connection, dan

institutional bonds. Activity link yaitu keterkaitan kegiatan yang dilakukan mitra

kerja. Resource ties yaitu bagaimana mitra terikat dengan sumber daya yang

adil. Connection yaitu bagaimana hubungan terhubung ke hubungan lain

dalam suatu jaringan bisnis. Hubungan antara aktor dalam jaringan bisnis juga

terhubung dengan aktor institusional, sehingga membentuk institutional bonds.

2. Dimensi ekonomi, terdiri dari investasi dan penyesuaian finansial yang

dibangun oleh mitra. Investasi berhubungan dengan pembentukan harga,

khususnya ekspektasi terhadap keuntungan dan perolehan bersama.

3. Dimensi sosial, berdasarkan bagaimana cara individu dalam perusahaan

berinteraksi satu sama lain. Konsep relasional dalam dimensi ini yaitu

komitmen, kepercayaan, daya tarik, dan ikatan sosial.

2.1.2.4. Business Relationship dalam Teori Pertukaran Sosial

Business relationship salah satunya dijelaskan melalui Teori Pertukaran

Sosial (Social Exchange Theory) oleh Thibaut dan Kelley (1959). Teori ini

Page 38: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

24

menganalisis interaksi antar individu dari segi hasil dari pertukaran antar individu

tersebut (Taylor, dkk., 2012). Teori ini menyatakan bahwa semua hubungan

manusia terbentuk dengan mempertimbangkan biaya dan manfaat dari suatu

hubungan yang melibatkan mereka. Individu akan berusaha untuk

memaksimalkan manfaat bagi mereka dan meminimalkan biaya atau kerugian di

pihaknya (Thibaut & Kelley, 1959).

Kelley dan Thibaut (1978) menyatakan bahwa kedua belah pihak dalam

hubungan dyadic sangat selektif dalam mencari mitra interaksi yang akan

memberikan mereka kepuasan yang paling besar. Dalam proses interaksi, kedua

belah pihak akan mengevaluasi hasil interaksi mereka atas dasar dua kriteria: (1)

level perbandingan (comparison level), atau kualitas hasil yang diharapkan atau

yang diyakini pantas untuk diterima dalam hubungan, dan (2) level perbandingan

untuk alternatif (comparison level for alternative), yaitu penilaian bagaimana suatu

hubungan dibandingkan dengan hubungan yang lain. Individu mungkin mengakhiri

suatu hubungan jika ada alternatif lain yang jauh lebih baik.

Teori pertukaran sosial terutama berguna untuk menjelaskan situasi tawar-

menawar di mana dua pihak harus mencapai kesepakatan meski kepentingan

mereka berbeda (Taylor, dkk., 2012). Selain itu teori ini juga dapat digunakan

dalam berbagai konteks bisnis di mana untung dan rugi sangat dipertimbangkan

dalam menjalin suatu relasi bisnis. Pelaku bisnis akan mencari mitra kerja yang

memberikan keuntungan terbesar dan kerugian terkecil bagi mereka.

Page 39: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

25

2.1.3. Tinjauan tentang Trust dan Trustworthiness

2.1.3.1. Pengertian Trust dan Trustworthiness

Kepercayaan (trust) merupakan area psikologis terkait masalah

penerimaan kerentanan diri (Mayer dkk., 1995; Rousseau, 1998) berdasarkan

ekspektasi positif terhadap perilaku pihak lain (Rotter, 1967; Rousseau, 1998)

dalam situasi atau kondisi tertentu (Wrightsman, 1991). Perilaku yang

dimaksudkan dapat berupa kata-kata, janji, pernyataan lisan maupun tulisan oleh

individu atau kelompok lain (Rotter, 1967). Individu atau kelompok lain dinilai dapat

diandalkan (Rotter, 1967; Wrightsman, 1991), sehingga individu mau untuk

bertindak berdasarkan perilaku mereka (Lewicki, dkk., 1998). Dengan demikian,

kepercayaan melibatkan sikap penerimaan resiko terhadap perilaku pihak yang

dipercaya (Mayer dkk., 1995).

Penerimaan individu akan kerentanannya bergantung pada persepsinya

terhadap trustworthiness orang lain (Faturochman dkk., 2000). Trustworthiness

merupakan kualitas pihak yang dipercaya (trustee) yang membuat orang lain

(trustor) mempercayainya. Trustworthiness dapat dilihat dari kemampuan (ability),

kebaikan, dan integritas trustee (Davis, Schoorman, Mayer, & Tan, 2000; Mayer

dkk., 1995). Ketika individu ingin meningkatkan kepercayaan orang lain

terhadapnya, maka ia harus meningkatkan kualitas trustworthiness-nya (Johnson

& Johnson, 1997; Lewicki & Tomlinson, 2003).

Dari berbagai definisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kepercayaan

(trust) merupakan ekspektasi positif individu akan perilaku orang lain dalam suatu

konteks tertentu, sedangkan trustworthiness merupakan kualitias pribadi yang

dimiliki individu yang membuat orang lain dapat mempercayainya.

Page 40: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

26

2.1.3.2. Dimensi Trust dan Trustworthiness

McKnight, Kacmar, dan Choudry (dalam Bachmann & Zaheer, 2006)

menyatakan beberapa dimensi kepercayaan, yaitu sebagai berikut.

1. Trusting belief, merupakan taraf kepercayaan individu dan kepercayaan

terhadap orang lain pada situasi atau kondisi tertentu.

2. Trusting intention, merupakan intensi individu untuk bergantung pada orang

lain dalam situasi tertentu.

Pendapat lain dikemukakan oleh Lewicki dan Tomlinson (2003) yang

menyatakan bahwa kepercayaan individu kepada orang lain dapat didasarkan

pada evaluasi kemampuan (ability), integritas (integrity), dan kebaikannya

(benevolence), sehingga dimensi kepercayaan dibagi berdasarkan ketiga

komponen tersebut.

1. Kemampuan (ability), mengacu pada penilaian terhadap pengetahuan,

keterampilan, atau kompetensi trustee. Dimensi ini menyatakan bahwa

kepercayaan dipengaruhi oleh kemampuan (ability) trustee untuk bertindak

dengan cara yang sesuai dengan ekspektasi.

2. Integritas (Integrity), mengacu pada sejauh mana trustee mematuhi prinsip-

prinsip yang dapat diterima oleh trustor. Dimensi ini mengarah pada

kepercayaan berdasarkan konsistensi tindakan masa lalu, kredibilitas

komunikasi, komitmen terhadap standar keadilan, dan kesesuaian perilaku

lainnya.

3. Kebaikan (Benevolence), mengacu pada penilaian bahwa trustee cukup peduli

tentang kesejahteraan trustor untuk memajukan kepentingan bersama, atau

setidaknya tidak menghalangi. Komunikasi jujur dan terbuka, mendelegasikan

keputusan, dan berbagi kontrol menunjukkan bukti kebaikan seseorang.

Page 41: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

27

2.1.3.3. Faktor-faktor yang Melatabelakangi Trust

Mayer, dkk. (1995) mengemukakan bahwa kepercayaan dilatarbelakangi

oleh karakteristik dari kedua pihak yang terlibat, yaitu trustor dan trustee. Adapun

faktor-faktor tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Karakteristik Trustor. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kepercayaan salah satu pihak terhadap pihak lain yang melibatkan sifat dari

trustor. Beberapa pihak lebih cenderung percaya dibandingkan dengan pihak

lain. Faktor karakteristik dari trustor ini berupa kesediaan individu secara umum

untuk mempercayai orang lain. Kepercayaan dipandang sebagai sifat yang

mengarah kepada ekspektasi umum terhadap trustworthiness orang lain. Sifat

ini kemudian disebut sebagai kecenderungan untuk percaya (prospensity to

trust). Kecenderungan untuk percaya merupakan sebuah faktor yang stabil di

dalam diri individu yang akan mempengaruhi kemungkinan mereka untuk

percaya. Individu beragam dalam sifat kecenderungan mereka untuk percaya.

Kecenderungan akan mempengaruhi seberapa besar kepercayaan seseorang

terhadap pihak lain yang didasarkan pada pengetahuan yang mereka miliki

mengenai pihak tersebut. Individu dengan pengalaman perkembangan, tipe

kepribadian, dan latar belakang yang berbeda akan beragam dalam

kecenderungan mereka untuk percaya (Hofstede dalam Mayer dkk., 1995).

2. Karakteristik Trustee (Konsep Trustworthiness). Besar kecilnya tingkat

kepercayaan individu terhadap orang lain bergantung pada sifat-sifat trustee.

Karakteristik dan perilaku trustee akan mengarahkan seseorang menjadi lebih

terpercaya atau kurang terpercaya. Mayer dkk. (1995) menyebutkan tiga faktor

trustworthiness, yaitu kemampuan (ability), kebaikan (benevolence), dan

integritas (integrity). Kemampuan (ability) merupakan kumpulan keterampilan,

Page 42: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

28

kompetensi, dan karakteristik yang memungkinkan satu pihak memiliki

pengaruh dalam bidang tertentu. Kebaikan merupakan keadaan di mana

trustee diyakini ingin berbuat baik terhadap trustor, terlepas dari motif

keuntungan yang egosentris. Kebaikan mengindikasikan bahwa trustee

memiliki kelekatan (attachment) dengan trustor. Integritas merupakan prinsip-

prinsip yang dimiliki oleh individu. Dalam kaitannya dengan kepercayaan,

prinsip-prinsip trustee harus dapat diterima oleh trustor, dengan demikian akan

sangat bergantung pada persepsi trustor.

Faktor-faktor yang melatarbelakangi kepercayaan juga dikemukakan oleh

Lewicki, dkk. (1998). Individu dalam mengembangkan tingkat kepercayaannya

kepada orang lain bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut.

1. Predesposisi Kepribadian (Personality Predisposition). Semakin tinggi tingkat

predisposisi individu untuk dipercaya, maka semakin besar harapan untuk

dipercaya oleh orang lain.

2. Reputasi dan Stereotip (Reputation and Stereotype). Meskipun individu tidak

memiliki pengalaman langsung dengan orang lain, ekspektasi individu dapat

terbentuk melalui informasi dari pengalaman orang lain.

3. Pengalaman Aktual (Actual Experience). Sepanjang berjalannya waktu,

elemen kepercayaan (trust) maupun ketidakpercayaan (distrust) akan

mendominasi pengalaman, untuk menstabilkan dan mendefinisikan sebuah

hubungan. Ketika polanya sudah stabil, individu cenderung

menggeneralisasikan hubungan tersebut dan menggambarkannya dengan

tinggi rendahnya tingkat kepercayaan atau ketidakpercayaan.

4. Orientasi Psikologis (Psychological Orientation). Individu membangun dan

mempertahankan hubungan sosial berdasarkan orientasi psikologisnya.

Page 43: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

29

Orientasi ini dipengaruhi oleh hubungan yang terbentuk dan sebaliknya. Agar

orientasinya tetap konsisten, maka individu akan mencari hubungan yang

sesuai dengan diri mereka.

2.1.3.4. Mekanisme Pembentukan Trust

Zucker (dalam Faturochman, dkk., 2000) mengemukakan tiga mekanisme

dasar pembentukan kepercayaan, yaitu characteristic-based trust, process-based

trust, dan institutional-based trust. Berikut ini diuraikan ketiga mekanisme tersebut.

1. Characteristic-Based Trust, yaitu pembentukan kepercayaan atas dasar latar

belakang individu dan berbagai stereotipe yang menyertainya. Kelompok-

kelompok tertentu, baik yang beratribusi etnis, sosial, dan ekonomi, serta

demografi, dapat menjadi dipercaya atau kurang dipercaya.

2. Process-Based Trust, yaitu pembentukan kepercayaan berdasarkan

pengalaman seseorang dalam melakukan pertukaran sosial, seperti

berdagang, saling memberi hadiah, dan kontrak kerja. Dasarnya adalah

konsep resiprositas atau pertukaran yang seimbang. Pembentukan

kepercayaan ini dilakukan melalui proses jangka panjang yang memungkinkan

terjadinya lebih dari satu transaksi sosial. Keterjaminan dan stabilitas akan

hubungan yang resiprokal merupakan faktor yang mempengaruhi tinggi-

rendahnya kepercayaan.

3. Institutional-Based Trust, atau pembentukan kepercayaan formal, yaitu

pembentukan kepercayaan berdasarkan atribut resmi seperti ijazah, sertifikat,

surat pernyataan, akreditasi, dan seterusnya.

Sejalan dengan mekanisme di atas, Creed dan Miles (dalam Faturochman,

dkk., 2000) menilai bahwa perubahan kepercayaan terhadap pihak lain

Page 44: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

30

bergantung pada dua hal, yaitu kesamaan karakteristik dan pengalaman

melakukan hubungan resiprositas. Secara singkat dapat diformulasikan sebagai

berikut.

𝑇 = 𝑓(𝑝, 𝑠, 𝑟)

T : Trust

p : embedded predisposition to trust

s : characteristic similarity

r : experience of reciprocity

2.1.3.5. Tipe-Tipe Trust

Lewicki dan Bunker (dalam Faturochman, dkk., 2000) mengelompokkan

kepercayaan ke dalam tiga tipe, yaitu calculus-based trust (CBT), knowledge-

based trust (KBT), dan identification-based trust (IBT). Tipe kepercayaan ini dapat

berubah seiring dengan berjalannya waktu, sehingga dapat juga dikatakan

sebagai proses pembentukan kepercayaan hingga level tertinggi (Lewicki &

Tomlinson, 2003; Lewicki, dkk., 2006).

1. Calculus-Based Trust (CBT). Pada CBT, seseorang memperhitungkan

bagaimana pihak lain akan berperilaku dalam situasi tertentu. Individu yang

memutuskan untuk mempercayai orang lain akan mempertimbangkan manfaat

dan biaya dari hubungan tersebut. Kepercayaan hanya akan dipertahankan

jika hubungan dianggap menguntungkan. Ketika kepercayaan yang diberikan

tidak sesuai dengan imbalan yang diperoleh, maka dapat terjadi

ketidakpercayaan.

2. Knowledge-Based Trust (KBT). KBT dapat dibangun berdasarkan

pengetahuan atas pihak lain. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk

Page 45: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

31

memprediksi perilaku pihak lain. Dengan demikian, perkiraan akan perilaku,

karakteristik, dan perkembangan pihak lain sangat mempengaruhi tingkat

kepercayaan terhadapnya. Konsistensi perilaku dari interaksi berulang atau

melalui proses yang panjang akan sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan

individu. CBT dan KBT adalah fenomena kepercayaan berbasis kepercayaan

secara kognitif, didasarkan pada penilaian prediktabilitas dan keandalan

trustee.

3. Identification-Based Trust (IBT). Pada IBT, kedua pihak telah saling

menginternalisasi keinginan dan niat masing-masing. Mereka mengerti apa

pihak lain benar-benar peduli sepenuhnya sehingga masing-masing pihak

dapat bertindak sebagai agen untuk pihak lain. Kepercayaan pada tahap

lanjutan ini juga diperkuat oleh ikatan emosional yang kuat antara para pihak,

berdasarkan tujuan dan nilai bersama. Jadi, berbeda dengan CBT, IBT adalah

fenomena yang didorong secara emosional, didasarkan pada persepsi

kepedulian dan perhatian interpersonal, dan saling membutuhkan kepuasan.

2.1.3.6. Model Trust

Mayer, dkk. (1995) menyusun sebuah model integratif dari kepercayaan

dalam konteks organisasi (An Integrative Model for Oganizational Trust) yang

hingga kini masih menjadi model yang populer digunakan dalam penelitian. Model

ini (Gambar 2.3) berangkat dari definisi Mayer, dkk. (1995) mengenai kepercayaan,

yaitu sebuah kerelaan satu pihak untuk menjadi rentan akan tindakan dari pihak

lain yang didasarkan pada ekspektasi bahwa pihak lain akan melakukan tindakan

tertentu yang penting bagi trustor, terlepas dari kemampuannya (ability) untuk

memantau atau mengendalikan pihak lain tersebut.

Page 46: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

32

Gambar 2.3. Model Kepercayaan (Mayer, dkk., 1995)

Kepercayaan individu tidak hanya dilatarbelakangi oleh kecenderungan

pribadinya untuk percaya. Kepercayaan ini bervariasi tingkatannya untuk trustee

yang berbeda-beda. Tinggi rendahnya kepercayaan terhadap suatu pihak

dipengaruhi oleh sifat dari trustee itu sendiri, yang kemudian dinyatakan sebagai

trustworthiness dari trustee. Terdapat tiga karakteristik trustee yang menentukan

tingkat trustworthiness-nya, yaitu kemampuan (ability), kebaikan (benevolence),

dan integritas (integrity). Persepsi trustor kemampuan (ability), kebajian, dan

integritas pihak lain inilah yang akan menentukan tinggi rendahnya kepecayaan

trustor pada trustee (Mayer, dkk., 1995).

Adanya kerelaan trustor untuk rentan terhadap trustee berarti bahwa ada

kemungkinan trustor kehilangan sesuatu yang berharga. Dengan demikian,

kepercayaan melibatkan perilaku mengambil resiko. Namun, individu tidak perlu

mengambil resiko untuk mempercayai seseorang, melainkan harus mengambil

resiko untuk dapat berada dalam tindakan yang melibatkan kepercayaan.

Kepercayaan merupakan kehendak untuk menerima resiko. Mengambil resiko

Page 47: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

33

dalam sebuah situasi melibatkan perhitungan terhadap kemungkinan hasil positif

dan negatif yang dapat terjadi (Coleman dalam Mayer dkk., 1995).

2.2. Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, dapat dilihat bahwa hubungan

bisnis (business relationship) pada etnis Tionghoa dicirikan oleh adanya

kepercayaan bisnis yang dibangun atas dasar hubungan personal melalui jaringan

guanxi, yang dipengaruhi oleh nilai-nilai Konfusianisme. Salah satu aspek yang

terlihat dalam kewirausahaan etnis Tionghoa adalah adanya kepercayaan yang

sangat kuat dalam hubungan bisnisnya. Kepercayaan yang dibangun dalam

hubungan bisnis salah satunya ditentukan oleh persepsi individu terhadap

trustworthiness partner kerjanya.

Adanya pertukaran sosial (social exchange) yang terjadi dalam suatu

hubungan bisnis mempengaruhi bagaimana kepercayaan bisnis yang terbentuk.

Pertukaran sosial yang baik akan meningkatkan kepercayaan yang dijalin dalam

hubungan bisnis, atau sebaliknya. Demikian pula halnya, kepercayaan yang telah

terbangun dari pertukaran-pertukaran sebelumnya juga akan mempengaruhi

BUSINESS RELATIONSHIP

TRUST

VALUES (CONFUCIANISM)

SOCIAL EXCHANGE TRUSTWORTHINES

S

Page 48: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

34

bagaimana kualitas pertukaran-pertukaran setelahnya, sehingga dengan kata lain

kualitas kepercayaan yang telah dimiliki juga mempengaruhi pertukaran sosial

yang akan terjadi di kemudian hari. Peneliti mengasumsikan bahwa wirausahawan

etnis Tionghoa di Kota Makassar, memiliki dinamika kepercayaan bisnis yang unik

untuk mencapai kesuksesan dalam berwirausaha.

Page 49: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

35

BAB III

MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1. Materi Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, diidentifikasi dua unit analisis,

yaitu trust dan trustworthiness. Berikut ini definisi unit analisis tersebut.

1. Trust merupakan keyakinan individu atas individu lain dalam suatu konteks

tertentu (bisnis) di mana kedua pihak bersifat interdependen dengan maksud

untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Trustworthiness merupakan kualitias personal dalam diri individu yang

membuat individu lain dapat mempercayainya.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode

kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena konstruk

yang ingin diteliti mencakup konstruk budaya yang melibatkan nilai-nilai yang

diyakini oleh individu secara pribadi sehingga sulit untuk digeneralisasi dan

dikuantifikasikan. Pendekatan kualitatif lebih peka dan dapat lebih menyesuaikan

diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang

dihadapi dan situasi yang berubah-ubah selama penelitian berlangsung (Moleong,

2007).

Desain penelitian ini ialah deskriptif-eksploratif. Desain penelitian deskriptif

yaitu desain penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status

fenomena dalam situasi tertentu (Suryabrata, 2013). Peneliti ingin

Page 50: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

36

menggambarkan trust dan trustworthiness yang dimiliki wirausahawan etnis

Tionghoa. Lebih lanjut peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

trust dan trustworthiness wirausahawan dalam kewirausahaannya, bagaimana

mereka membangun dan memeliharanya, serta bagaimana pertukaran sosial

(social exchange/renqing) yang digunakan, sehingga perlu dilakukan eksplorasi

lebih dalam. Adapun penelitian eksploratif merupakan metode penelitian yang

bertujuan untuk menggali secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang

mempengaruhi terjadinya sesuatu (Arikunto, 2006).

3.2.2. Subyek Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang trust dan

trustworthiness dalam kewirausahaan etnis Tionghoa di Kota Makassar.

Berdasarkan tujuan tersebut, maka populasi yang menjadi unit analisis dalam

penelitian ini adalah wirausahawan yang beretnis Tionghoa di Kota Makassar.

Tidak ada kriteria tertentu untuk jenis kewirausahaan yang dijalankan oleh subyek

penelitian.

Teknik sampling unit analisis wirausahawan etnis Tionghoa di Kota

Makassar yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling

diartikan sebagai teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2013). Adapun kriteria dari wirausahawan tersebut ialah menjalankan

usaha bersama atau melakukan kerja sama bisnis dengan orang lain dan lama

usaha minimal lima tahun. Lama usaha lima tahun dipilih atas pertimbangan

kestabilan kewirausahaan yang telah berdiri.

Page 51: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

37

3.2.3. Teknik Penggalian Data

Proses pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam (in-

depth interview), dengan tipe wawancara bersifat semi terstruktur. Tujuan dari

wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,

di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam

melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat

apa yang dikemukakan oleh informan (Sugiyono, 2013). Adapun pencatatan

selama proses wawancara dibantu dengan penggunaan alat perekam untuk

membantu proses pengumpulan data.

3.2.4. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus

sampai tuntas, hingga datanya jenuh (Sugiyono, 2007). Miles dan Huberman

(dalam Sugiyono, 2007) mengatakan bahwa teknik analisis data penelitian

kualitatif meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan

penarikan kesimpulan/verifikasi (conclusion drawing/verification).

1. Reduksi data (data reduction)

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul

dari data di lapangan. Inti dari reduksi data adalah proses penggabungan dan

penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan

(script) yang akan dianalaisis. Hasil dari wawancara, observasi, dan

dokumentasi diubah menjadi bentuk tulisan (script) sesuai dengan formatnya

masing-masing. Hasil dari rekaman wawancara akan diformat menjadi bentuk

Page 52: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

38

verbatim wawancara. Hasil observasi diformat menjadi tabel hasil observasi

disesuaikan dengan metode observasi yang digunakan.

2. Penyajian data (data display)

Penyajian data adalah mengolah data setengah jadi yang sudah seragam

dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas ke dalam suatu

matriks kategorisasi sesuai tema-tema yang sudah dikelompokkan dan

dikategorikan, serta akan memecah tema-tema tersebut ke dalam bentuk yang

lebih konkret dan sederhana yang disebut dengan sub-tema, yang diakhiri

dengan pemberian kode (coding). Dengan demikian, terdapat tiga tahapan

dalam penyajian data, yaitu kategori tema, sub-kategori tema, dan proses

pengodean (coding).

3. Penarikan kesimpulan/verifikasi (conclusion drawing/verification)

Di tahap yang terakhir, data yang telah diperoleh kemudian dikategorikan,

dicari tema dan polanya kemudian ditarik kesimpulan. Kesimpulan awal masih

bersifat sementara, dan akan berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti kuat

yang mendukung tahap pengumpulan data selanjutnya. Oleh karena itu, tahap

ini akan menjawab rumusan persoalan berdasarkan data-data di lapangan.

3.2.5. Teknik Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini, dilakukan teknik

triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu (Setyohadi dalam Tamar, dkk, 2015).

Adapun triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu triangulasi

dengan sumber dan triangulasi dengan penyidik (rater). Triangulasi dengan

Page 53: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

39

sumber yaitu dengan membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode

kualitatif. Triangulasi dengan penyidik yaitu dengan memanfaatkan peneliti atau

pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data

(Tamar, dkk, 2015).

Triangulasi dengan sumber dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

menanyakan kembali pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada subyek dalam

proses pengambilan data kepada partnernya untuk mengetahui bagaimana

kepercayaan bisnis subyek dari sudut pandang partnernya sehingga dapat

memperkuat keabsahan jawaban subyek. Selain itu, peneliti juga menanyakan

secara langsung pendapat partner bisnis subyek mengenai kebenaran jawaban

subyek penelitian atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam proses

pengambilan data. Triangulasi dengan penyidik dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara melakukan kroscek data penelitian dengan dua orang intercoder yang

peneliti anggap kompeten.

3.2.6. Prosedur Kerja

Berikut ini adalah prosesdur kerja yang direncanakan dalam penelitian ini

beserta timeline-nya.

Tabel 3.1. Timeline Penelitian

No. Waktu

Juni Juli Agust. Sept. Okt. Nov. Des.

Pekan Pekan Pekan Pekan Pekan Pekan Pekan

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1.

Revisi proposal pasca seminar dan persetujuan pembimbing

2. Penyelesaian instrumen penggalian data

Page 54: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

40

(guideline interview)

3. Pengambilan data

4. Analisis data penelitian

5. Penyusunan laporan penelitian

Adapun penjelasan dari prosedur kerja yang direncanakan akan

dilaksanakan dalam penelitian ini.

1. Revisi proposal pasca seminar dan persetujuan pembimbing. Proposal yang

telah diseminarkan lalu direvisi kembali berdasarkan umpan balik penguji

seminar. Hasil revisi tersebut dikonsultasikan kepada pembimbing hingga

mendapatkan persetujuan pembimbing yang menandakan bahwa proposal

penelitian telah disetujui.

2. Penyelesaian instrumen penggalian data (guideline interview). Instrumen

penggalian data berupa guideline interview divalidasi oleh validator ahli hingga

memenuhi syarat untuk dilanjutkan dalam proses pengambilan data penelitian.

3. Pengambilan data. Peneliti melakukan pengambilan data penelitian terhadap

4 orang wirausahawan etnis Tionghoa selama kurang lebih 3 bulan.

4. Analisis data. Peneliti akan melakukan pengambilan data penelitian terhadap

4 orang wirausahawan etnis Tionghoa selama kurang lebih 8 minggu. Proses

analisis data dilakukan setelah pengambilan data selesai.

5. Penyusunan laporan penelitian. Data yang telah dianalisis kemudian disusun

untuk laporan penelitian yang selanjutnya diserahkan kepada panitia skripsi

Prodi Psikologi Universitas Hasanuddin.

Page 55: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Karakteristik Subyek

Subyek yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah empat orang

yang berada dalam empat klan usaha yang berbeda di Makassar. Adapun daftar

subyek pada penelitian ini yaitu sebagai berikut.

Tabel 4.1. Tabel Inisial Pemilik Usaha Klan

No. Pemilik Usaha

1. R

2. T

3. W

4. F

Usaha klan yang merupakan unit analisis penelitian ini memiliki

karakteristik sebagai berikut.

1. Subyek R

Subyek R merupakan salah satu wirausahawan etnis Tionghoa di kota

Makassar yang memiliki usaha di bidang alat elektronik, khususnya lampu. Toko

ini berdiri sejak tahun 1978 dan sudah dijalankan selama dua generasi, di mana

subyek merupakan generasi kedua setelah orang tuanya. Saat ini, toko tersebut

masih dikelola oleh kedua generasi secara bersama-sama. Salah satu orang tua

subyek (pemilik toko generasi pertama), selain berwirausaha dengan mengelola

toko, juga memiliki latar belakang sebagai dosen, sedangkan subyek sendiri hanya

membantu kedua orang tuanya dalam mengelola usaha tersebut setelah

menyelesaikan pendidikannya.

Usaha keluarga ini sudah berkembang hingga memiliki beberapa toko yang

tersebar di kota Makassar. Jaringan guanxi yang digunakan dalam mengelola

Page 56: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

42

usaha ini terdiri dari keluarga, yaitu orang tua, istri, dan anak-anaknya. Di toko

sentralnyai yang terdiri dua toko, masing-masing dikelola oleh subyek dan orang

tuanya, sedangkan untuk toko yang lainnya dikelola bersama, namun dijaga oleh

karyawan yang dipekerjakan. Di toko yang dikelola subyek, subyek dibantu oleh

istri dan anak-anaknya dalam mengatur keuangan dan hal-hal penting lainnya.

Hubungan yang dibangun subyek dengan keluarganya dalam konteks usahanya

sangat dipengaruhi oleh ikatan kekeluargaan yang mereka miliki. Subyek masih

melihat mereka sebagai keluarga dalam pekerjaannya, sehingga tidak ada kontrol

atas pekerjaan yang mereka lakukan. Keputusan untuk melibatkan keluarga dalam

usahanya didasarkan oleh keyakinan bahwa individu harus memiliki kontrol atas

kesejahteraan keluarganya, dan setiap generasi harus diajarkan untuk mampu

bekerja keras dan menghargai sebuah usaha sehingga mereka harus melibatkan

keluarganya dalam setiap usaha yang dijalankan.

Di luar jaringan guanxi-nya, subyek merekrut beberapa orang sebagai

karyawan. Jumlah karyawan yang dipekerjakan saat ini sekitar 20 orang. Tugas-

tugas yang dilakukan karyawan antara lain menjaga toko, membantu dalam

melayani pembeli, serta mengurus pengepakan dan pengantaran barang. Dalam

merekrut karyawan, subyek tidak mempertimbangkan latar belakang

pendidikannya, namun hanya melihat bagaimana sikap mereka dalam bekerja.

Adapun karakteristik pribadi yang dianggap penting bagi subyek ialah kerajinan,

kejujuran, dan hemat.

Lokasi toko yang berada di antara toko-toko lainnya yang menjual barang

serupa membuat interaksi subyek tidak terbatas hanya dalam lingkup internal.

Subyek sering berinteraksi dengan pemilik toko lainnya yang notabene merupakan

tetangganya dan termasuk ke dalam jaringan guanxi-nya. Adapun interaksi yang

Page 57: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

43

terjalin bersifat transaksional, di mana subyek seringkali meminta stok barang

tertentu di toko lain ketika stok miliknya telah habis. Interaksi ini berjalan dua arah,

di mana sama halnya dengan subyek, pemilik toko lain juga akan meminta stok

barang tertentu ketika stok barang miliknya sedang kosong. Hal ini didukung oleh

pernyataan partner bisnis subyek yang memiliki toko di seberang toko subyek yang

membenarkan adanya permintaan barang secara timbal-balik oleh kedua toko

ketika salah satu pihak kehabisan stok barang. Hubungan transaksional ini

berjalan tanpa terikat kontrak fisik, namun hanya berdasarkan perjanjian non-

formal yang ditentukan oleh kualitas hubungan keduanya dalam memenuhi

permintaan masing-masing pihak.

2. Subyek T

Subyek T merupakan salah satu wirausahawan etnis Tionghoa di kota

Makassar yang memiliki usaha di bidang bahan bangunan. Toko bangunan milik

subyek telah dibangun sejak awal tahun 2000an. Adapun subyek membangun

usahanya ini dengan istrinya sebagai bagian dari jaringan guanxi-nya, dan

memiliki sebuah toko di kota Makassar. Subyek memilih toko bangunan karena

melihat kesuksesan saudaranya yang terlebih dahulu membuka toko di bidang

bahan bangunan. Selanjutnya, kemudian semakin banyak keluarganya yang juga

membangun usaha di bidang yang sama.

Di samping toko masing-masing, subyek memanfaatkan jaringan guanxi-

nya yang lain, yaitu dua orang anggota keluarganya, dengan membangun usaha

bersama yang juga bergerak di bidang bahan bangunan. Adapun mereka sama-

sama berkontribusi dalam usaha bersama tersebut. Tidak ada kontrol mutlak oleh

salah satu pihak, namun masing-masing memiliki tugasnya sendiri. Hanya saja,

terkadang mereka saling menggantikan tugas ketika salah satu pihak berhalangan

Page 58: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

44

dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini juga didukung oleh pernyataan anggota

keluarga subyek yang menjadi partner kerjanya yang membenarkan adanya

pengalihan tanggung jawab untuk sementara ketika salah satu pihak sedang

berhalangan.

Usaha bersama ini juga dimanfaatkan oleh subyek dan keluarganya

sebagai sumber stok barang untuk toko pribadinya. Seringkali subyek lebih

memilih mengambil barang di usaha bersama mereka dibandingkan mengambil

barang secara langsung di distributor. Alasannya, karena subyek menganggap

hubungan yang dibangun dengan keluarga itu lebih pengertian, sehingga kerja

sama yang dibangun pun menjadi lebih fleksibel, meskipun harga barang yang

diperoleh lebih tinggi.

3. Subyek W

Subyek W merupakan salah satu wirausahawan etnis Tionghoa di kota

Makassar yang bergerak di berbagai macam bidang. Usaha yang dijalankan

subyek saat ini awalnya dijalankan oleh kedua orang tuanya. Toko yang dirintis

kedua orang tuanya merupakan toko yang bergerak di bidang ATK. Hingga kini,

toko tersebut sudah berdiri hampir 40 tahun.

Subyek memutuskan untuk berwirausaha setelah berhenti dari bangku

kuliah di Surabaya. Di sana, subyek melihat peluang untuk membuka usaha laser

disk, yang saat itu sedang booming. Subyek memulai usahanya pada tahun 1996

bersama salah satu guanxi keluarga, yaitu kakak sepupunya. Usahanya terus

mengalami pengembangan hingga akhinya subyek mulai memproduksi DVD

bajakan pada tahun 1998. Usahanya mengalami pengembangan hingga berhasil

membangun usaha di lima daerah. Di tahun 2007, mengalami masalah karena

adanya pelanggaran hak cipta melalui DVD bajakan. Selain membangun usaha

Page 59: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

45

tersebut, subyek telah mencoba menjajaki berbagai bidang usaha, mulai dari

usaha ekspor sirip ikan dan teripang ke luar negeri, usaha hasil bumi, cokelat dan

pala, hingga usaha helm. Selama membangun usaha-usaha tersebut, subyek

tidak pernah bekerja sendirian, melainkan bekerja dengan memanfaatkan jaringan

guanxi-nya yang lain, yaitu dua orang teman yang dikenalnya di perantauan dan

kedua adiknya.

Subyek kembali ke Makassar setelah usaha DVD bajakannya di Surabaya

mulai terhambat. Subyek mulai melihat peluang yang ada dalam usaha kedua

orang tuanya, di mana muncul permintaan dari salah satu Perguruan Tinggi di

Makassar untuk memenuhi kebutuhan ATK mereka. Kerja sama di bidang ATK

berjalan lancar hingga berlangsung sekitar satu setengah tahun. Dalam kurun

waktu satu setengah tahun tersebut, subyek masih belum fokus mengerjakan

usaha ATK karena masih mengurus usahanya di Surabaya. Akhirnya, ketika

kembali lagi ke Makassar dan mulai fokus dalam usaha ATK, subyek melihat

adanya masalah dalam bidang distribusi komputer. Subyek memutuskan untuk

terjun ke dalam usaha komputer dan kembali memperoleh kepercayaan dari pihak

Perguruan Tinggi tersebut. Kepercayaan yang telah terjalin membuat kerja sama

subyek dengan pihak Perguruan Tinggi tersebut dapat berlangsung hingga saat

ini.

Subyek tidak hanya berhenti pada usaha penyediaan ATK dan komputer,

namun terus memberikan inovasi penyediaan barang-barang baru bagi perguruan

tinggi rekanannya. Usaha subyek ini menciptakan suatu kepercayaan yang besar

hingga subyek sering dipanggil dalam berbagai situasi dan acara yang

diselenggarakan pihak perguruan tinggi tersebut. Selain usaha di bidang ATK dan

komputer, subyek juga telah menjalin kerja sama dalam bidang lainnya. Subyek

Page 60: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

46

sangat terbuka dalam menjalin kerja sama dengan pihak lain di luar jaringan

guanxi-nya dan juga dalam bidang-bidang yang baru.

Dalam bekerja, subyek memberikan kepercayaan dan tanggung jawab

penuh pada partnernya untuk mengurus tugas-tugas mereka. Kontrol yang

dilakukan hanya berupa komunikasi atas progress yang telah dilakukan partner

dalam tugasnya. Subyek menekankan pentingnya kejujuran dan komunikasi

terbuka yang dijalin dengan partnernya dalam hubungan kerja samanya. Hal ini

dibenarkan oleh partner subyek, di mana ia mengaku seringkali mendapatkan

kepercayaan penuh untuk mengelola salah satu proyek penting yang mereka

jalankan bersama.

Selama menjalani usahanya, subyek membangun hubungan jangka

panjang dengan partner-partner kerjanya, yang membuat subyek membentuk

banyak jaringan guanxi yang baru. Salah satu guanxi yang berhasil dibangun

setelah membangun usaha bersama, saat ini sudah ia kenal selama hampir 19

tahun. Hubungan yang dibangun ini tidak hanya terbatas pada hubungan kerja

sama dalam pekerjaan, melainkan juga hubungan personal yang lebih dalam.

Partner sudah dianggap sebagai keluarga dan diperlakukan layaknya keluarga

dengan mengajak partner dalam setiap kegiatannya di luar negeri dan

membebaskan partner untuk keluar-masuk rumahnya meski tanpa kehadiran

subyek.

4. Subyek F

Subyek F merupakan salah satu wirausahawan etnis Tionghoa di kota

Makassar yang pernah bergerak di berbagai bidang. Adapun bidang usaha yang

penah dijajaki antara lain usaha di bidang properti, sosial, maupun investasi.

Subyek mulai membangun kewirausahaannya pada tahun 1999.

Page 61: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

47

Berbeda dengan ketiga subyek lainnya, subyek F tidak menjalankan usaha

keluarga, melainkan menjalin usaha kongsi (kerja sama) dengan jaringan guanxi

yang ia miliki yaitu teman-temannya. Meskipun lebih cenderung menjalin kerja

sama dengan teman dekatnya, namun tidak menutup kemungkinan subyek

menjalin usaha dengan orang baru. Hanya saja, subyek meminimalisir resiko yang

mungkin ditemui dalam kerja sama dengan menjalin kerja sama dalam usaha yang

berskala lebih kecil. Hubungan kerja sama yang dibangun lebih berjangka pendek

dibanding ketiga subyek lainnya karena subyek tidak memiliki usaha yang tetap

melainkan menjalankan usaha mengikuti peluang yang ada. Setelah satu kerja

sama dengan kongsinya selesai, maka hubungan yang dijalin pun berakhir.

Kerja sama dengan kongsi dibangun dengan pembagian tugas dan kontrol

bersama. Subyek menekankan pentingnya perjanjian di awal usaha agar tidak

terjadi perbedaan-perbedaan keputusan dan masalah dalam kerja samanya.

Subyek juga menekankan pentingnya kontrol bersama dalam melaksanakan tugas

masing-masing, karena bagi subyek, dalam kerja sama tidak dimungkinkan

pemberian kepercayaan secara penuh kepada partner. Namun hal ini tidak

membawa subyek dan partnernya ke dalam hubungan yang penuh

ketidakpercayaan dan rasa curiga, melainkan mengantarkan mereka ke dalam

hubungan yang lebih terbuka dengan menjalin komunikasi dan intens, baik dalam

hal pengelolaan usaha maupun dalam menghadapi masalah yang terjadi. Hal ini

didukung oleh pernyataan partner bisnis subyek saat ini, di mana mereka selalu

melakukan komunikasi yang intens untuk mengetahui perkembangan kerja

mereka.

Hubungan jangka pendek subyek dengan partner tidak berarti terjadi

pemutusan hubungan secara total. Ketika hubungan dan kerja sama sebelumnya

Page 62: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

48

dianggap memuaskan, maka subyek akan memutuskan untuk menjalin kerja sama

kembali dengan partner tersebut. Sedangkan ketika hubungan dan kerja samanya

tidak memuaskan, maka subyek akan benar-benar memutuskan hubungannya.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Deskripsi Penemuan

Berikut ini merupakan keseluruhan tema yang terbentuk dari data penelitian

yang terkumpul melalui proses wawancara. Terdapat lima tema yang teridentifikasi

dalam penelitian ini, yaitu Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Kepercayaan

(Trust Antecendents), Konsekuensi dari Kepercayaan (Trust Consequences),

Faktor-Faktor Kontekstual Kepercayaan (Contextual Factors of Trust),

Pelanggaran dan Perbaikan Kepercayaan (Trust Violation and Repair), dan

Pemeliharaan Kepercayaan dalam Budaya Tionghoa. Tema-tema yang dihasilkan

dalam penelitian ini akan dijelaskan secara terpisah untuk memahami bagaimana

wirausahawan etnis Tionghoa dalam membangun dan memelihara kepercayaan

di klan usaha atau kongsinya.

4.2.1.1. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Kepercayaan (Trust

Antecendents)

Kepercayaan (trust) pada dasarnya dilatarbelakangi oleh berbagai macam

faktor, yang kemudian disebut sebagai trust antecendents (Mayer, dkk., 1995).

Penelitian ini mengidentifikasi sejumlah kategori yang terbentuk dari tema trust

antecendents wirausahawan etnis Tionghoa di Kota Makassar, seperti yang dapat

dilihat pada tabel 4.2. Adapun kategori yang terbentuk dapat dibagi menjadi dua,

yaitu kecenderungan trustor untuk percaya (prospensity to trust) dan karakteristik

trustee yang dapat dipercaya (trustworthiness).

Page 63: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

49

Tabel 4.2. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Kepercayaan Wirausahawan Etnis Tionghoa di Kota Makassar

TEMA KATEGORI SUB

KATEGORI VERBATIM

Trust Antecendents

Prospensity to Trust

Kerelaan untuk Bergantung pada Orang

Lain

…jadi, tarik mereka masuk (kerja sama)

…kamu urus ini, saya nanti lihat hasilnya, gitu.

Kurang Informasi

Terkait Trustee

Kebetulan saya lagi makan ada orang Bangkok… akhirnya saya panggil, ngomong, ngomong, bagaimana kalau kita join

Situasi Ambigu Dia... saya pertama mau ambil computer

Trustworthiness

Potensi …mereka punya potensi apa sih, nda mungkin kamu ambil tukang becak

Performa Kerja …mereka kerjanya kayak bagaimana, bagus nda

Kejujuran …saya taruh itu uang, ternyata nda ada hilang

Kebaikan Hati orang saya itu baik… semua respon intinya bagus

Keterbukaan …harus tebuka, transparan, jadi semua tau kerjanya

Ketersediaan …saya nda sempat, yah kamu lah yang handle gituloh

Keadilan

...untungnya misalnya 3 juta yah berarti kalau saya join 3 orang yah bagi 1 juta perorang

Komitmen mereka punya komitmen

Kebenaran

harus menanamkan bahwa orang baik belum tentu benar, tapi orang benar sudah pasti baik

Pemenuhan Janji

…kita mesti tepat janji apa segala macam

Kesamaan Pandangan

…pertama itu mesti ada pandangan yang selaras

Kesamaan Tujuan

Bukan kalau saya kerja kamu saja nikmati. Jadi kita ada kebersamaan untuk bentuk ini perusahaan

Page 64: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

50

Prospensity to trust pada penelitian ini mengacu pada hal-hal yang

berkaitan dengan kecenderungan individu (trustor) untuk percaya. Trustworthiness

pada penelitian ini merupakan kualitas diri yang dimiliki pihak lain (trustee) yang

membuatnya dinilai dapat dipercaya. Berikut akan dijelaskan mengenai masing-

masing kategori yang terbentuk tersebut.

1. Prospensity to trust

Pada penelitian ini, keempat wirausahawan mengatakan bahwa mereka

memiliki kecenderungan untuk bekerja sama dengan orang lain daripada bekerja

sendirian. Mereka cenderung mengajak orang lain untuk bekerja sama kemudian

memberikan kepercayaan pada mereka untuk bertanggung jawab atas tugas

tertentu. Berikut ungkapan beberapa subyek.

“Saya nda suka kalau kerja sendiri, lebih suka kalau berinteraksi dengan orang lain. (F)” “Kebetulan, gini, koko waktu di Surabaya itu banyak anak-anak Makassar, saya bukan bicara sombong yah, banyak anak-anak Makassar itu belum ada apa-apa... datang tinggal di rumahnya koko, datang tinggal di rumahnya koko... Jadi, tarik mereka masuk (kerja sama), kan koko tinggal di sana cuma sendiri, sendiri di Surabaya. (145-172W)”

Kecenderungan untuk percaya pada umumnya berlaku terhadap orang-

orang yang telah dikenal sebelumnya, seperti keluarga, teman, ataupun kenalan.

Berikut ungkapan subyek tersebut.

“saya merasa paling dapat percaya pada keluarga saya. (R)” “Kebetulan, gini, koko waktu di Surabaya itu banyak anak-anak Makassar, saya bukan bicara sombong yah, banyak anak-anak Makassar itu belum ada apa-apa... datang tinggal di rumahnya koko, datang tinggal di rumahnya koko... Jadi, tarik mereka masuk (kerja sama), kan koko tinggal di sana cuma sendiri, sendiri di Surabaya. (145-172W)” “nda ada, hanyakan kita merasa cocok aja, dan daripada kerja dengan orang lain yang belum kita tau sifat tanduknya atau apa, kalau kita ini kerja sama saudarakan, untuk artinya untuk ditelikung atau dicurangi istilahnya yah, sangat kecil sekali. (302-305T)”

Page 65: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

51

Pada salah satu subyek, kecenderungan untuk percaya terhadap orang

lain tetap berlaku meskipun informasi mengenai partner masih sangat sedikit.

Dengan kata lain, subyek dapat mempercayai orang yang baru saja dikenalnya

atau orang-orang yang tidak memiliki kedekatan yang besar dengannya untuk

membangun sebuah hubungan bisnis. Berikut ungkapan subyek tersebut.

“Waktu ini orang, ini orang, koko juga kenal dari saya punya rental, di salah satu rental gerai saya, to. Saya kenal dari salah satu gerai, termasuk dia, termasuk dia. Dia... saya pertama mau ambil komputer, ambil komputer untuk mau produksi itu film. Kan dulukan... apa dulu alatnya itu namanya itu yang satu jadi, keluar sekali banyak? Plester, playster, playstore namanya itu barang. Waktu saya sudah beli itu playstore, ternyata harus pakai komputer. Saya cari dia. Akhirnya, saya ketemu dia di pameran, akhirnya dia, pertama saya ambil itu, itu komputer pada saat itu masih kurang lebih 20 juta. Uang dulu loh, untuk, mau jalankan ini sistem, toh. (149-157W)” “Kebetulan saya lagi makan ada orang Bangkok, asli orang Bangkok saya ngomong, ngomong!! Terus dia tegur, loh orang Indonesia yah oh ia, saya orang Indonesia bapak orang Jakarta? Bukan saya orang lokal, loh kok bisa tau bahasa Indonesia? …akhirnya saya panggil, ngomong, ngomong, bagaimana kalau kita join ya toh. (212-229W)

Selain pada konteks informasi yang kurang, kecenderungan untuk percaya

terhadap orang lain juga berlaku pada situasi-situasi yang belum pasti atau ambigu,

di mana ada kemungkinan partner tidak dapat dipercaya. Berikut ungkapan subyek

tersebut.

“…dia cerita kalau dia itu disini biasa ba botoro’ juga tapi basic-nya tidak terlalu dia perhatikan karna anak orang kaya setelah itu dia cerita kalau dia suka kalah main judi apa segala macam, semalam habiskan uangnya bisa sampai 200 juta kan eman, iakan, makanya saya rubah, mindset-nya saya rubah, sekarang kalau kamu terus begitu, kamu mau harapkan siapa? …akhirnya saya panggil, ngomong, ngomong, bagaimana kalau kita join ya toh kita join tapi satu hal saya minta sama kamu jangan terus judi, kalau kita sdh kerja gak bisa judi karna kita pasti habis, sudah akhirnya dia respon sama saya oke. (219-212; 228-231W)”

2. Trustworthiness

Kelima subyek penelitian ini menyatakan bahwa kepercayaan yang mereka

berikan kepada partner bergantung dari bagaimana karakteristik partner itu sendiri.

Page 66: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

52

Ketika subyek merasa seseorang dapat dipercaya (trustworthy), maka subyek

tidak akan ragu percaya pada mereka dan menjadikan mereka sebagai partner

dalam bekerja sama. Mayer dkk. (1995) menyebutkan bahwa karakteristik individu

yang dievaluasi sebagai trustworthiness-nya yaitu kemampuan (ability), kebaikan

(benevolence), dan integritas (integrity). Ketiga karakteristik ini dapat ditemukan

dalam penelitian ini.

Dua dari empat subyek menyatakan pentingnya kemampuan (ability)

partner dalam bekerja, yang dapat dilihat dari status atau gelarnya. Persepsi atas

kemampuan (ability) partner ini utamanya dipertimbangkan pada partner yang

baru dikenalnya. Berikut ungkapan subyek.

“Begini, satu hal, dua hal itu manusia dari cara bicara kita mengetahui mereka punya potensi apa sih, ya, nda mungkin kamu ambil tukang becak baru kamu, yakan, kita lihat dulu. Begini, satu hal, dua hal itu manusia dari cara bicara kita mengetahui mereka punya potensi apa sih, ya, nda mungkin kamu ambil tukang becak baru kamu, yakan, kita lihat dulu. (294-296W)”

Selain dari status yang dimiliki oleh partner, evaluasi terhadap kemampuan

(ability) pihak lain juga dapat dilihat dari performa kerjanya (work performance).

Work performance pihak lain dapat diketahui melalui informasi dari pihak lain

maupun dari pengalaman pribadi dengan pihak tersebut, dan terus

dipertimbangkan selama hubungan berjalan. Berikut ungkapan beberapa subyek.

“makanya kenapa saya seringnya kongsi sama teman, karena kalo teman dekatku itu saya taumi mereka kerjanya kayak bagaimana, bagus nda. (F)”

“Kan dari kamu punya hasil saya bisa baca, oh kerjamu ini kok kamu dari jam sekian sampe jam sekian ini aja kamu kerja apa… (348-349W)”

Karakteristik lain yang dianggap penting ialah kejujuran (honesty).

Karakteristik ini ditemukan dalam ungkapan setiap subyek. Berikut ungkapan

beberapa subyek.

“…kalau kerja itu satu, kejujuran aja… (261-262W)”

Page 67: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

53

“… itu driver jujur, berapa kali saya sengaja test pake dia, sengaja saya kasi lebih uangnya dia gak mau akhirnya saya pikir oh ia ini ini bisa diajak kerja sama ini… (273-275W)” “Kedua kali, saya panggil dia datang lagi, sengaja saya nda kunci, saya taruh itu uang, ternyata nda ada hilang, dari sanalah saya punya hubungan ini, ada percaya sama dia… (330-332W)” “Yang penting intinya kita kasi tau mereka, kau rajin, kau jujur, kau hemat. Itu. Rajin, jujur, hemat, sudah. (R)” “yang harus ada, kepercayaan, kejujuran, pengertian itu aja kalau untuk kerja yah harus giat. (133-134T)” “semua ada tugasnya masing-masing, tapi dalam mengerjakan itu harus jujur, harus tebuka, transparan, jadi semua tau kerjanya itu bagaimanami (F)”

Karakteristik lain yang dianggap penting ialah kebaikan hati (kindness).

Berikut ungkapan beberapa subyek.

“…orang saya itu baik, saya puji diri saya, gak, semua yang ikut saya … semua respon intinya bagus sama koko gitu… (355-358W)”

Karakteristik lain yang dianggap penting ialah keterbukaan (openness).

Berikut ungkapan beberapa subyek.

“semua ada tugasnya masing-masing, tapi dalam mengerjakan itu harus jujur, harus tebuka, transparan, jadi semua tau kerjanya itu bagaimanami. (F)” “lebih bisa kita tau ininya, gerak-geriknya itu maunya kemana. (258W)”

Karakteristik lain yang dianggap penting ialah ketersediaan (availability).

Berikut ungkapan beberapa subyek.

“yah itu sa bilang, sama sama mengerti kalau misalnya saya nda sempat, yah kamu lah yang handle gituloh. (128-129T)” “kita itu berbisnis kongsi begini, gunanya juga supaya bisa saling melengkapi kalau ada yang kurang (F)” “Karna mobilku, na lihat merapat di sana, sudah, bos saya pake saya dia yang bantu angkat… (294-295W)” “kalo kita kerja sama, kalo kita butuh, mereka kasi, kalau mereka butuh, saya kasi. (R).

Page 68: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

54

Bila dikaitkan dengan ketiga faktor trustworthiness yang dikemukakan oleh

Mayer, dkk. (1995), kejujuran (honesty), kebaikan hati (kindness), keterbukaan

(openness), dan ketersediaan (availability) dapat digolongkan sebagai bentuk

kebaikan (benevolence) seseorang. Kelima subyek menyatakan pentingnya

karakteristik ini dalam diri seseorang agar mereka dapat mempercayainya.

Karakteristik kebaikan (benevolence) yang paling sering muncul dalam pernyataan

kelima subyek ialah kejujuran (honesty).

Selain karakteristik-karakteristik di atas, terdapat beberapa karakteristik

yang hanya ditemukan dalam pernyataan salah satu subyek saja. Salah satu

subyek mengungkapkan bahwa keadilan (fairness) merupakan karakteristik yang

menentukan trustworthiness pihak lain. Berikut ungkapan subyek tersebut.

“... misalnya 2 juta biaya perjalanan yah, masukin di perusahaan biaya perjalanan 2 juta, kalau ko untung misalnya 5 juta yah bagi, lah, potong biayamu baru untungnya misalnya 3 juta yah berarti kalau saya join 3 orang yah bagi 1 juta perorang, contohnya begitu. (102-106T)”

Subyek lainnya mengemukakan bahwa komitmen (commitment)

merupakan karakteristik yang menentukan trustworthiness pihak lain. Berikut

ungkapan subyek tersebut.

“mereka punya komitmen, mau jalankan ini usaha betul-betul (F)”

Subyek lainnya mengemukakan bahwa kebenaran (rightenousness)

merupakan karakteristik yang menentukan trustworthiness pihak lain. Berikut

ungkapan subyek tersebut.

“harus menanamkan bahwa orang baik belum tentu benar, tapi orang benar sudah pasti baik (F)”

Subyek lainnya mengemukakan bahwa pemenuhan janji (promise

fulfillness) merupakan karakteristik yang menentukan trustworthiness pihak lain.

Berikut ungkapan subyek tersebut.

Page 69: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

55

“… kita mesti tepat janji apa segala macam, gak bisa bilang ehh, aduh jangan mi dulu urus ini, tidak bisa. (360-362W)”

Bila dikaitkan dengan ketiga faktor trustworthiness yang dikemukakan oleh

Mayer, dkk. (1995), keadilan (fairness), komitmen (commitment), kebenaran

(rightenousness), dan pemenuhan janji (promise fulfillness) dapat digolongkan

sebagai bentuk integritas (integrity) seseorang. Meskipun masing-masing subyek

mengemukakan karakteristik yang berbeda, namun kesamaan masing-masing

karakteristik yang merupakan bentuk dari integritas (integrity) mengindikasikan

adanya peranan integritas (integrity) dalam penilaian trustworthiness individu.

Selain karakteristik-karakteristik yang dapat digolongkan ke dalam

kemampuan (ability), kebaikan (benevolence), dan integritas (integrity), yang

sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mayer, dkk. (1995), peneliti juga

menemukan beberapa karakteristik lain yang tidak dapat dimasukkan ke dalam

ketiga kelompok karakteristik tersebut. Adapun karakteristik tersebut ialah

kesamaan pandangan dan kesamaan tujuan (common goals). Berikut ungkapan

beberapa subyek.

“saya tidak susah ji, itu pertama pandangan kita sama mereka selaras nda? Sepadan gak, kalau bila mana kita bisa sepadan berartikan kalau kita keluar sama-sama kan cocok, kita baik, makan kita jalan-jalan, kan cocok, itulah yang menjalin hubungan lebih baik yatoh. ... pertama itu mesti ada pandangan yang selaras, nah kalau pandangan sudah sama kita bisa jalin hubungan, bisa jadi teman. Jadi bukan dibilang bekerja itu antara saya penjual dan anda pembeli, tetapi yang kita kembalikan itu dari hubungan kecocokannya kita. (547-550; 555-557W)” “keputusan itu harus selalu sama, biar tidak ribut nanti kalau ada masalah. (F)” “…jadi kalau kamu mau ngerti saya baru saya nda ngerti kamu bagaimana kita mau jalan sama-sama tidak cocok kita namanya join kalau yang namanya join yah sependapat. (111-113T)” “Karna kan untuk perusahaan kita juga untuk kemajuan bersama. Bukan kalau saya kerja kamu saja nikmati. Saya nda maulah. Jadi kita ada kebersamaan untuk bentuk ini perusahaan. (134-136T)”

Page 70: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

56

4.2.1.2. Konsekuensi dari Kepercayaan (Trust Consequences)

Kepercayaan yang dimiliki terhadap pihak lain menimbulkan konsekuensi

tersendiri bagi trustor. Pada tabel 4.3 dapat diidentifikasi satu kategori yang

terbentuk dari tema trust consequences wirausahawan etnis Tionghoa di Kota

Makassar. Adapun kategori yang terbentuk yaitu kategori pengambilan resiko

dalam hubungan (risk taking in relationship/RTR), pertukaran sosial (social

exchange), dan hubungan jangka panjang (long-term relationship). RTR

merupakan pengambilan resiko yang dilakukan oleh kedua pihak yang terlibat

dalam suatu hubungan kepercayaan. Pertukaran sosial merujuk pada pertukaran

dalam bentuk barang atau jasa dalam kerja sama. Hubungan jangka panjang

merujuk pada hubungan bisnis yang dibawa ke dalam hubungan bisnis dan

personal jangka panjang.

Tabel 4.3. Konsekuensi dari Kepercayaan

TEMA KATEGORI SUBKATEGORI VERBATIM

Trust Consequences

Risk Taking in

Relationship (RTR)

Dorongan Pihak Ketiga

...Prof minta dia diterbangkan ke Makassar

Perhitungan Resiko

...sampaikan ke koko, bahwa ini barang, yang... komputer yang ko ambil in semua, barang ee, rekondisi dari Singapura. …bagaimana boss, ko rugi karna sering hang hang trouble. Sudah gitu, saya bilang, “jadi menurut versimu gimana?”, dia bilang “ambil saja komputer bos, yang baru saya rakitkan.”

…sudah gitu nda lama kemudian dia main itu hasil bumi ternyata respon, bagus, maksudnya ada putaran, ada keuntungan, ehh, jadi saya bilang apa, ya sudahlah kamu coba jalankan…

Page 71: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

57

Social Exchange

Pertukaran Barang

Cuma pasti mengertimi lah, kalo kita kerja sama, kalo kita butuh, mereka kasi, kalau mereka butuh, saya kasi.

Long-term Relationship

Hubungan Kerja Jangka Panjang

Dan inilah orang yang ikut koko sampai saat ini sudah mau 19 tahun.

1. Risk Taking in Relationship (RTR)

RTR yang dilakukan oleh subyek dilakukan atas pertimbangan

kemungkinan-kemungkinan positif dan negatif yang dapat terjadi. Berikut

ungkapan beberapa subyek.

“... akhirnya, si eksa ini, sampaikan ke koko, bahwa ini barang, yang... komputer yang ko ambil in semua, barang ee, rekondisi dari Singapura. Akhirnya dia bilang, kasi tau saya, bagaimana boss, ko rugi karna sering hang hang trouble. Sudah gitu, sudah gitu, saya bilang, ‘jadi menurut versimu gimana?’, dia bilang ‘ambil saja komputer bos, yang baru saya rakitkan.’ (158-163W)” “Kita mulai pelan-pelan dulu, stop itu, abis itu dia pergi kerja hasil bumi, coklat sama pala yahh, dia selalu gabung sama adeknya koko yang kedua ini si Wandi jadi pagi kalau kita keluar, pagi kalau misalkan koko sudah buka semua kita sudah jalan keluar kemana pergi liat barang apa yang bisa di jual yang bisa untung gitu, jadi kalau sore sudah ketemu di rumahnya koko sudah gitu si Wandi sama Yandi, koko sama si Alfa, sudah gitu nda lama kemudian dia main itu hasil bumi ternyata respon, bagus, maksudnya ada putaran, ada keuntungan, ehh, jadi saya bilang apa, ya sudahlah kamu coba jalankan… (189-197W)”

Adapun RTR juga dapat terjadi karena adanya pengaruh sosial dari

lingkungan sekitar, maupun pihak ketiga yang terlibat. Berikut ungkapan beberapa

subyek.

“... dia sebenarnya basic-nya atur barang saya di Surabaya, untuk masuk Makassar. Karna ada keperluan acara di Bantaeng, yang itu ping Oktober penyuluhan kanker payudara, apa, segala macam. Prof minta dia diterbangkan ke Makassar karena basic-nya memang untuk, ee... Apa, kamera. Jadi dia penyutingan sistem drone, apa, segala macam gitu loh. (121-126W)”

Page 72: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

58

2. Social Exchange

Kepercayaan yang dibangun dalam sebuah hubungan bisnis juga

menimbulkan adanya pertukaran sosial (social exchange) yang terjadi antara

kedua belah pihak. Berikut ungkapan beberapa subyek.

“Cuma pasti mengertimi lah, kalo kita kerja sama, kalo kita butuh, mereka kasi, kalau mereka butuh, saya kasi. (R)” “…saya rencananya buka di Bali saya kasi link dia di Bali jadi tamu yang masuk, e tamu yang dari Indonesia lari ke Bangkok, tamu yang dari Bangkok lari ke Bali. (270-278W)”

3. Long-Term Relationship

Hubungan kepercayaan yang mampu dijaga dengan baik pada akhirnya

dapat membawa hubungan bisnis menjadi hubungan jangka panjang. Berikut

ungkapan beberapa subyek.

“Dan inilah orang yang ikut koko sampai saat ini sudah mau 19 tahun. (119-120W)”

4.2.1.3. Faktor-Faktor Kontekstual Kepercayaan (Contextual Factors of

Trust)

Kepercayaan pada dasarnya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.

Selain faktor utama yang melatarbelakangi kepercayaan dari karakteristik trustor

dan trustee, terdapat faktor-faktor lain dari luar diri kedua pihak. Pada tabel 4.4

dapat diidentifikasi sejumlah kategori yang terbentuk dari tema contextual factors

of trust wirausahawan etnis Tionghoa di Kota Makassar. Adapun kategori yang

terbentuk dapat dibagi menjadi empat, yaitu karakteristik hubungan terdahulu

dengan partner (past relationship between the parties), proses komunikasi yang

terjadi (communication processes), bentuk hubungan yang dimiliki kedua pihak

(relationship form between the parties), dan parameter struktural yang

mempengaruhi hubungan kedua pihak (structural parameters).

Page 73: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

59

Tabel 4.4. Faktor-Faktor Kontekstual Kepercayaan (Contextual Factors of Trust)

TEMA KATEGORI SUBKATEGORI VERBATIM

Contextual Factors of

Trust

Past relationship between the parties

Kerjasama yang Berhasil

…responnya bagus sampe bisa menghasilkan omset perbulan 1,6M sampe sekarang. Akhirnya kita selalu kerja sama

Communication processes

Pemberian Dukungan

…dukungan kalau biasa orang sudah down, sudah capek atau apa yah kita membangun begitu

Pertukaran Pendapat

…ada keputusan yang mau diambil, dirundingkan dulu, dimusyawarahkan

Penginformasian Terkait

Pekerjaan

…dalam mengerjakan itu harus jujur, harus tebuka, transparan, jadi semua tau kerjanya itu bagaimanami

Pemberian Umpan Balik

…ada sesuatu yang salah, kamu lah tegur

Penyelesaian Masalah Bersama

kalau ada clash, itu biasanya kita diam dulu, ada waktunya, tunggu tenang lalu kita selesaikan bersama

Membuat Janji

…tapi satu hal saya minta sama kamu jangan terus judi …sudah akhirnya dia respon sama saya oke

Relationship form between the parties

Keluarga

…papa mama

iya saudara

…sama saya punya kakak sepupu

Ponakan gue juga bekerja

…saya punya adik, punya istri

Sahabat …sama teman dekat

Teman …dengan teman yang nda terlalu dekat

Pihak Profesional

Karna ada dari distributor

Rekan Kerja …sama rekan kerjaku di tempat lain

Kenalan …kebetulan ketemu itu orang di Bali

Structural parameters

Ketersediaan Mekanisme Komunikasi

…saya minta sama dia, kamu bicara sama ini hotel

Page 74: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

60

Ketersediaan Pihak Ketiga

…artinya ada koneksi ke pihak-pihak lain nda

Past relationship between the parties pada penelitian ini merupakan

karakteristik hubungan terdahulu yang pernah dijalin kedua pihak. Communication

processes pada penelitian ini merupakan proses komunikasi yang terjalin antara

kedua pihak. Relationship form between the parties mencakup jenis ikatan

hubungan yang dimiliki oleh kedua pihak. Structural parameters merupakan

parameter struktural yang mendukung hubungan antara kedua pihak. Berikut akan

dijelaskan mengenai masing-masing kategori yang terbentuk tersebut.

1. Past relationship between the parties

Pada penelitian ini, dua dari lima subyek menyatakan bahwa faktor kerja

sama yang sukses pada hubungan sebelumnya juga mempengaruhi kepercayaan

mereka terhadap partner dan keputusan mereka untuk menjalin hubungan

berikutnya. Kerja sama yang berhasil pada hubungan bisnis terdahulu mendorong

adanya kepercayaan untuk membangun hubungan bisnis berikutnya. Berikut

ungkapan beberapa subyek.

“biasa ganti-ganti, nda sama yang itu-itu saja, tapi biasanya itu sama yang pernahji juga kongsi sebelumnya. kalau berhasil, selesaimi bisnisnya, selesai urusan, diajak lagi kongsi dalam bisnis lain yang masih satu bidang dengan bisnis sebelumnya (F)” “Yah kita pas kapan hari booming-nya helm yah coba-cobalah kita kerja, ternyata kita bagi divisi yang Yandi itu dia pegang luar pulau sedangkan kita pegang dalam kota dan luar kota ternyata responnya bagus sampe bisa menghasilkan omset perbulan 1,6M sampe sekarang. Akhirnya kita selalu kerja sama. (200-204W)”

2. Communication processes

Proses komunikasi yang dijalin subyek dengan partnernya berupa

komunikasi terbuka secara dua arah. Adapun bentuk komunikasi yang terjalin yaitu

berupa memberikan dukungan emosional, saling bertukar pendapat,

Page 75: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

61

memberitahukan perkembangan dalam pekerjaan yang dilakukan, saling

memberikan umpan balik, melakukan penyelesaian masalah secara bersama,

serta membuat janji-janji terkait pekerjaan.

Komunikasi terbuka dilakukan dalam situasi kerja sehari-hari dengan saling

menginformasikan apa yang telah dikerjakan oleh masing-masing pihak. Berikut

ungkapan beberapa subyek.

“semua ada tugasnya masing-masing, tapi dalam mengerjakan itu harus jujur, harus tebuka, transparan, jadi semua tau kerjanya itu bagaimanami (F)” “…waktu dia mulai kenal sama koko, dia mulai kerja itu komputer, dia bilang ada ini bos saya kasi masuk barang, barang rekondisi dari Singapura akhirnya dia minta saya nge-tour… (321-322W)”

Tidak hanya sebatas menginformasikan pekerjaan, komunikasi terbuka

juga dilakukan ketika menghadapi suatu situasi tertentu dalam hubungan

bisnisnya. Kedua pihak saling bertukar pendapat ketika hendak mengambil

keputusan dan ketika ingin menyelesaikan suatu masalah yang sedang terjadi.

Berikut ungkapan beberapa subyek.

“… saya sampaikan itu driver… apa saya mesti siapkan mobil atau apa? Dia bilang… (282-284W)” “kalau misalnya ada keputusan yang mau diambil, dirundingkan dulu, dimusyawarahkan, sampai akhirnya ada keputusan yang sama (F)” “Kita pasti cari jalan keluarnya, kenapa bisa begitu, paling kita berembukmi, kumpul mi, ngopi kah, sambil ngomong mi, oh kamu begini salahnya bgini harusnya nda bisa bgini, tukar-tukar pikiran tukar pendapat. (150-153T)” “kalau ada clash, itu biasanya kita diam dulu, ada waktunya, tunggu tenang lalu kita selesaikan bersama (F)”

Apabila terjadi ketidakcocokan atau perbedaan pendapat antara kedua

belah pihak, mereka akan mengungkapkannya secara langsung dengan saling

memberikan umpan balik secara langsung satu sama lain. Berikut ungkapan

beberapa subyek.

Page 76: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

62

“Artinya kalau misalnya saya ada sesuatu yang salah, kamu lah tegur. (129-130T)” “paling kalau mahal, barang kita tau ini harganya misalnya 9.000, tapi kamu jual misalnya 18.000 yah saya protes dong orang barang 9.000, masa ko kasi, kalau kasi misalnya 11.000 yah oke lah. (56-58T)”

Adanya pemberian umpan balik mendorong timbulnya janji-janji yang

dilakukan oleh salah satu pihak. Berikut ungkapan subyek.

“…tapi satu hal saya minta sama kamu jangan terus judi, kalau kita sdh kerja gak bisa judi karna kita pasti habis, sudah akhirnya dia respon sama saya oke (228-231W)”

Komunikasi yang terbuka tidak hanya berfokus pada pekerjaan, melainkan

juga pada partner kerja itu sendiri. Mereka akan memberikan dukungan emosional

kepada partner ketika sedang mengalami masalah dalam pekerjaan. Pemberian

dukungan emosional ini dilakukan oleh subyek yang melakukan hubungan bisnis

dengan keluarganya. Berikut ungkapan beberapa subyek.

“yahh salah satu dukungan kalau biasa orang sudah down, sudah capek atau apa yah kita membangun begitu. Maksudnya kasi nasehat, kasi semangat. (281-282T)” “yah, jadi saling pengertian, saling support, pasti ada pertamanya pasti ada percikan-percikan. (289-290T)”

Di samping adanya komunikasi terbuka, peneliti juga menemukan bahwa

ada subyek yang merasa kesulitan berkomunikasi dengan partnernya yang

merupakan keluarganya. Berikut ungkapan subyek.

“kalo ada sesuatu kita mau agak keras, kita straight, susah, karena keluarga. (R)”

3. Relationship form between the parties

Bentuk ikatan hubungan yang dimiliki subyek dengan partnernya beragam,

mulai dari keluarga, teman dekat/sahabat, teman, hingga pihak-pihak yang baru

ditemui baik melalui salah satu partner yang sudah ada maupun yang ditemui

sendiri. Berikut ungkapan beberapa subyek.

Page 77: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

63

“Sama papa mama ji. (52W)” “iya saudara. (21T)” “ya ini usaha keluarga to, dari papa. Terus ini istri sama anak-anakku juga kerja di toko yang ini. (R)” “Saya kerja sama saya punya kakak sepupu… (80-81W)” “kalau saya sendiri lebih suka kongsi dengan teman (F)” “… kebetulan ketemu itu orang di Bali, itu driver… (273W)”

Karakteristik ikatan yang dimiliki berbeda-beda untuk dapat dipercaya,

namun demikian, salah satu subyek menyatakan bahwa kepercayaan yang

diberikan pada teman dan teman dekat sedikit berbeda. Subyek hanya melakukan

kerja sama yang tidak terlalu beresiko atau tidak terlalu besar. Berikut ungkapan

beberapa subyek.

“pernahji juga kongsi dengan teman yang nda terlalu dekat, tapi palingan untuk bisnis yang nda terlalu besar (F)”

4. Structural parameters

Penelitian ini menemukan dua jenis parameter struktural yang mendukung

hubungan antar kedua pihak, yaitu ketersediaan mekanisme komunikasi dan

ketersediaan pihak ketiga. Berikut ungkapan beberapa subyek.

“… jadi pertama-tama persiapan office apa saya minta sama dia, kamu bicara sama ini hotel yang saya tinggali, itu ada satu office satu tempat yang kosong, itu saya itung itung untuk office sudah cukup, jadi saya ajak, saya sampaikan ke dia mau tidak, saya bikin office di sini tapi kompensasinya semua saya punya customer Indonesia saya kasi tinggal di sini, akhirnya pihak hotel itu hari masih mikir mikir apa, akhirnya sudah gitu, mau sebulan dia respon, akhirnya tek, jalan, akhirnya kompensasinya semua tamu yang dia tidak rewel biaya untuk urusan kamar apa kita kasi masuk di sana semua… (231-239W)” “melihat dia punya lingkungan bagus atau nda, artinya ada koneksi ke pihak-pihak lain nda, biar mudah dalam pekerjaan (F)” “…saya rencananya buka di Bali saya kasi link dia di Bali jadi tamu yang masuk, e tamu yang dari Indonesia lari ke Bangkok, tamu yang dari Bangkok lari ke Bali. (270-278W)”

Page 78: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

64

“Saya kerja sama sama dia, ambil-ambil barang. Baku ambil-ambil barang. Selama itu menguntungkan, kita ambil. Kita kan lihat juga, kalo ini orang ambil barang sama saya, dia menguntungkan, saya kasi barang. (R)”

4.2.1.4. Pelanggaran dan Perbaikan Kepercayaan (Trust Violation and

Repair)

Kepercayaan menjadi rusak karena adanya pelanggaran-pelanggaran

yang dilakukan salah satu pihak. Kondisi ini akan mempengaruhi tingkat

kepercayaan terhadap partner dan kelangsungan hubungan yang telah dijalin.

Pada tabel 4.5 dapat diidentifikasi dua kategori yang terbentuk dari tema trust

violation and repair wirausahawan etnis Tionghoa di Kota Makassar. Adapun

kategori yang terbentuk dapat dibagi menjadi dua, yaitu trust violation dan trust

repair.

Tabel 4.5. Pelanggaran dan Perbaikan Kepercayaan (Trust Violation and Repair)

TEMA KATEGORI SUBKATEGORI VERBATIM

Trust Violation

and Repair

Violation Context

Kerugian Finansial

…kerja samanya tidak bagus, merugi

Tidak Menepati Janji

…sudah mulai mengutang, kita gak kasi

... karna repot dikasi waktu satu jam dua jam kumpul di sini tidak tau dimana semua

Kesalahan dalam Bekerja

…barangnya sospol dikasi turun di pertanian, barangnya pertanian turun di sospol, barangnya ekonomi lari ke sastra

Strategy Forgiveness

saya juga mengerti, sama-sama ngerti, karna saudara jeki begitue, di sana adik, yah bagaimana, mau harus ngomong kalaupun misalnya dikecewakan yah elus dada saja.

Pemutusan Hubungan

…akhirnya saya kasi putus di sana jaringannya…

Violation context pada penelitian ini merupakan bentuk-bentuk

pelanggaran terhadap kepercayaan pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan

Page 79: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

65

kepercayaan. Strategy pada penelitian ini mengacu pada strategi yang dilakukan

salah satu atau kedua pihak ketika dihadapkan pada situasi trust violation. Berikut

akan dijelaskan mengenai masing-masing kategori yang terbentuk tersebut.

1. Violation context

Penelitian ini menemukan beberapa bentuk pelanggaran terhadap

kepercayaan yang dilakukan oleh salah satu pihak. Bentuk pelanggaran tersebut

yaitu kerugian finansial, tidak menepati janji, dan kesalahan dalam bekerja. Kondisi

pertama yang berpengaruh terhadap kepercayaan yang telah dibangun ialah

terjadinya kerugian finansial dalam hubungan bisnis. Berikut ungkapan beberapa

subyek.

“biasa kalau kerja samanya tidak bagus, merugi. Kita kan pebisnis cari untung. (F)” “Intinya semua kita dagang-dagang begini harus lihat untung saya untung tidak. Oh untung, oke kita jalan. Eh sudah mulai tidak untung mungkin kita cari orang lain lagi. Cari usaha lain lagi. Pas usaha lain, kita ketemu, eh kita untung ini, kita kerja sama. (R)” “…lambat laun, lambat laun, orang luar sudah mulai mengutang, kita gak kasi. Karna pasti intinya itu gak bayar sudah, hilang pasti, oke. (188-189W)”

Kondisi kedua yang berpengaruh terhadap kepercayaan yang telah

dibangun ialah terjadinya situasi di mana partner tidak disiplin atau tidak menepati

janji. Berikut ungkapan subyek.

“... karna repot dikasi waktu satu jam dua jam kumpul di sini tidak tau dimana semua eh sekarang begini etionary dari tur kan kamu pasti baca semua, etionary kita kemana hari pertama, hari kedua, “sekarang kamu diberikan waktu untuk jalan-jalan untuk shopping, saya lepas ji kamu satu tempat, kita kumpul sebentar di sini nah, 2 jam, lihat jamnya semua, 2 jam, oke”. Nanti tiba 2 jam tidak ada yang pada datang lewat semua lost toh? (442-448W)”

Kondisi terakhir yang berpengaruh terhadap kepercayaan yang telah

dibangun ialah ketidakmampuan partner untuk bekerja dengan efektif, di mana

Page 80: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

66

partner melakukan kesalahan-kesalahan yang dianggap fatal. Berikut ungkapan

subyek.

“… barangnya sospol dikasi turun di pertanian, barangnya pertanian turun di sospol, barangnya ekonomi lari ke sastra… (468-469W)”

2. Strategy

Strategi dalam menghadapi pelanggaran kepercayaan yang ditemukan

dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu pemaafan (forgiveness) dan pemutusan

hubungan. Adapun pemilihan strategi cenderung berdasarkan jenis ikatan yang

dimiliki dalam hubungan. Pada hubungan kepercayaan yang dibangun dengan

keluarga, subyek cenderung memilih untuk memaafkan partnernya dan tetap

melanjutkan hubungannya. Berikut ungkapan subyek.

“saya juga mengerti, sama-sama ngerti, karna saudara jeki begitue, di sana adik, yah bagaimana, mau harus ngomong kalaupun misalnya dikecewakan yah elus dada saja. (146-148T)”

Di lain pihak, pada hubungan kepercayaan yang dibangun dengan pihak di

luar jaringan guanxi-nya, subyek memilih untuk memutuskan hubungan. Berikut

ungkapan beberapa subyek.

“… itu kalau kita bicara di travel, itu vocation apa segala macam, itu satu orang Indonesia susah diatur, akhirnya saya kasi putus di sana jaringannya, saya mundur sudah (440-442W)” “Intinya semua kita dagang-dagang begini harus lihat untung saya untung tidak. Oh untung, oke kita jalan. Eh sudah mulai tidak untung mungkin kita cari orang lain lagi. Cari usaha lain lagi. Pas usaha lain, kita ketemu, eh kita untung ini, kita kerja sama. (R)”

4.2.1.5. Pemeliharaan Kepercayaan dalam Budaya Tionghoa

Kepercayaan merupakan konsep yang dinamis yang dapat berubah-ubah

seiring berjalannya waktu. Untuk itu, penting bagi kedua belah pihak untuk

memelihara kepercayaan yang telah ada, bahkan membawanya ke level kualitas

yang lebih baik. Pada tabel 4.6 dapat diidentifikasi kategori yang terbentuk dari

Page 81: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

67

tema maintaining trust oleh wirausahawan etnis Tionghoa di Kota Makassar.

Adapun kategori yang terbentuk yaitu trustor work ethic.

Tabel 4.6. Pemeliharaan Kepercayaan dalam Budaya Tionghoa

TEMA KATEGORI SUBKATEGORI VERBATIM

Maintaining Trust

Work Ethic

Hard Working hidup itu penuh tantangan memang, makanya kita butuh kerja keras

Concern for Social Propriety

kita kalau kerja, terus curiga sama orang, kapan kamu bisa maju

Social Harmony …untuk perusaan kita juga untuk kemajuan bersama. Bukan kalau saya kerja kamu saja nikmati

Love of Learning

…bekerja sama orang berbeda-beda, otomatis akan banyak pengalaman yang kita dapatkan. …bisa kita jadikan pembelajaran, di bisnis selanjutnya, selain itu kita juga bisa jadi lebih dewasa

Being Trustworthy

...karna karakternya satu orang chinese itu kalau kerja itu satu kejujuran aja, bilamana bukan dikata bilang kamu ambil barang sama saya kamu percaya sama saya, nggak, kamu yang seharusnya memberikan saya kepercayaan, bukan saya yang memberikan kamu kepercayaan

Work ethics pada penelitian ini mencakup work ethic yang dimiliki trustor

dalam menjalin kerja sama dengan partnernya yang berdasarkan atas hubungan

kepercayaan. Berikut akan dijelaskan mengenai masing-masing kategori yang

terbentuk tersebut.

1. Work ethic

Penelitian ini menemukan beberapa bentuk work ethic yang dimiliki trustor

dalam menjalin kerja sama dengan partnernya. Bentuk work ethic tersebut meliputi

hard working, concern for social propriety, social harmony, love of learning, dan

being trustworthy. Berikut ungkapan beberapa subyek.

Page 82: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

68

“hidup itu penuh tantangan memang, makanya kita butuh kerja keras (F)” “Intinya gini, kita kalau kerja ibaratnya gini, kita kalau kerja, terus curiga sama orang, kapan kamu bisa maju, intinya itu. (343-344W)” “Karna kan untuk perusahaan kita juga untuk kemajuan bersama. Bukan kalau saya kerja kamu saja nikmati. Saya nda maulah. Jadi kita ada kebersamaan untuk bentuk ini perusahaan. (134-136T)” “karena kita banyak bekerja sama orang berbeda-beda, otomatis akan banyak pengalaman yang kita dapatkan. Nah dari situ bisa kita jadikan pembelajaran, di bisnis selanjutnya, selain itu kita juga bisa jadi lebih dewasa (F)” “Kaya ini juga gitu, kenal ama dia juga, geng-geng juga ini liat-liat dia bisa dipercaya karna karakternya satu orang Chinese itu kalau kerja itu satu kejujuran aja, bilamana bukan dikata bilang kamu ambil barang sama saya kamu percaya sama saya, nggak, kamu yang seharusnya memberikan saya kepercayaan, bukan saya yang memberikan kamu kepercayaan. (260-264W)”

Page 83: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

69

4.2.2. Hasil Analisis Data

4.2.2.1. Trustworthiness dalam Kewirausahaan Etnis Tionghoa

Gambar 4.1. Trustworthiness dalam Kewirausahaan Etnis Tionghoa

Pada gambar 4.1. terlihat beberapa karakteristik trustee yang

mempengaruhi persepsi wirausahawan etnis Tionghoa (trustor) terhadap

trustworthiness yang dimilikinya. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah

potensi, performa kerja (work performance), kejujuran (honesty), kebaikan hati

(kindness), keterbukaan (openness), ketersediaan (availability), keadilan

(fairness), komitmen (commitment), kebenaran (righteousness), pemenuhan janji

(promise fulfillment), kesamaan pandangan (similar thought), dan kesamaan

tujuan (common goals).

Instrumental Tie dan Non-

Guanxi

Mixed Tie

Expressive

Tie

Potensi

Performa Kerja

Kejujuran

Kebaikan Hati

Keterbukaan

Ketersediaan

Keadilan

Komitmen

Kebenaran

Pemenuhan Janji

Kesamaan

Pandangan

Kesamaan Tujuan

ABILITY

BENOVELENCE

INTEGRITY

SHARED

PERSPECTIVE

Page 84: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

70

Bila dikaitkan dengan konsep trustworthiness Mayer, dkk (1995),

karakteristik-karakteristik tersebut dapat digolongkan ke dalam karakteristik

kemampuan (ability), kebaikan (benevolence), dan integritas (integrity), di mana

potensi dan work performance dapat digolongkan sebagai kemampuan (ability);

kejujuran, kebaikan hati, keterbukaan, dan ketersediaan dapat digolongkan

sebagai kebaikan (benevolence); sedangkan keadilan, komitmen, kebenaran, dan

pemenuhan janji dapat digolongkan sebagai integritas (integrity). Dua karakteristik

lainnya, yaitu kesamaan pandangan dan kesamaan tujuan dinilai tidak dapat

digolongkan ke dalam ketiga kategori tersebut, sehingga dibentuk kategori yang

baru dalam penelitian ini, yaitu shared perspective.

Karakteristik-karakteristik trustee yang dipersepsikan sebagai kualitas

trustworthiness-nya nyatanya berbeda-beda, tergantung dari jenis ikatan personal

yang dimiliki kedua pihak. Adapun seperti yang telah dikemukakan pada tinjauan

pustaka, jenis-jenis ikatan yang dimiliki etnis Tionghoa dapat dijelaskan melalui

konsep guanxi. Jenis-jenis ikatan tersebut yaitu ikatan instrumental (instrumental

tie), ikatan campuran (mixed tie), dan ikatan ekspresif (expressive tie) (Hwang,

1986).

Pada jenis ikatan yang pertama, yaitu ikatan instrumental, berlaku pada

hubungan dengan orang-orang yang bukan anggota keluarga, orang-orang yang

baru dikenal, hingga orang-orang di luar jaringan guanxi. Trustworthiness yang

dimiliki orang-orang dalam hubungan ini ditentukan oleh potensi, performa kerja,

dan pemenuhan janji yang telah dibuat. Potensi dan performa kerja dapat diketahui

baik dari status partner, informasi dari pihak ketiga, maupun dari pengalaman

pribadi dalam berhubungan dengan partner. Kedua karakteristik ini tergolong

Page 85: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

71

kemampuan (ability) yang dimiliki oleh partner, sedangkan pemenuhan janji

merupakan salah satu bentuk kebaikan (benevolence) partner.

Kemampuan (ability) menjadi karakteristik yang memiliki pengaruh besar

dalam mempersepsikan trustworthiness orang lain. Hal ini dipengaruhi oleh

karakteristik hubungan ini sendiri, yang berorientasi pada tugas dan pencapaian

tujuan masing-masing, sehingga wirausahawan etnis Tionghoa berfokus mencari

partner yang dianggap mampu melakukan pekerjaan dengan baik. Terlebih,

orang-orang yang masuk ke dalam ikatan ini adalah orang-orang yang tidak

dikenal dan tidak memiliki kedekatan khusus dengan mereka. Oleh sebab itu,

untuk dapat menyelesaikan tugas dan mencapai tujuannya, wirausahawan etnis

Tionghoa perlu mencari orang yang benar-benar dapat dipercaya secara obyektif,

yang secara nyata memiliki keahilan di bidangnya.

Jenis ikatan guanxi yang kedua, yaitu ikatan campuran, berlaku pada

hubungan dengan keluarga jauh, tetangga, teman sejawat, guru, murid, orang-

orang dengan latar belakang daerah yang sama, dan sejenisnya. Trustworthiness

yang dimiliki orang-orang dalam hubungan ini ditentukan oleh potensi, kejujuran,

kebaikan hati, keterbukaan, ketersediaan, komitmen, dan kebenaran yang

dimilikinya. Potensi dapat digolongkan sebagai kemampuan (ability) yang dimiliki

oleh partner. Kejujuran, kebaikan hati, keterbukaan, dan ketersediaan merupakan

salah satu bentuk kebaikan (benevolence) partner. Terakhir, kebenaran

merupakan salah satu bagian dari integritas (integrity) partner.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi trustworthiness pada jenis

ikatan campuran sangat beragam dengan kadar yang seimbang. Wirausahawan

etnis Tionghoa tidak hanya mempertimbangkan kemampuan (ability) dari orang-

orang yang sudah dikenalnya, melainkan juga mempertimbangkan bagaimana

Page 86: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

72

kebaikan (benevolence) serta integritas (integrity) yang mereka miliki. Hal ini

didiorong oleh karakteristik hubungan ini yang memiliki komponen ekspresif atau

emosional di dalamnya, sehingga wirausahawan etnis Tionghoa tidak bisa lagi

sepenuhnya hanya mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki partner.

Jenis ikatan yang ketiga, yaitu ikatan ekspresif, berlaku pada hubungan

dengan keluarga inti dan teman dekat. Trustworthiness yang dimiliki orang-orang

dalam hubungan ini ditentukan oleh kejujuran, keterbukaan, ketersediaan,

kesamaan pandangan, dan kesamaan tujuan. Kejujuran, keterbukaan, dan

ketersediaan merupakan salah satu bentuk kebaikan (benevolence) partner,

sedangkan memiliki kesamaan pandangan dan kesamaan tujuan merupakan

salah satu bentuk dari perspektif bersama (shared perspective) antara trustor

dengan partnernya.

Jenis ikatan ini menjadi yang paling berbeda dari kedua ikatan lainnya.

Dalam ikatan ini, komponen ekspresif atau emosional yang dominan membuat

persepsi terhadap trustworthiness pihak lain sangat bergantung dari kebaikan

mereka. Wirausahawan etnis Tionghoa tidak mempertimbangkan kualitas lain

seperti kemampuan (ability) maupun integritas (integrity), melainkan lebih

memperhatikan bagaimana perspektif bersama yang dimiliki untuk menjamin

pencapaian tujuan. Terkhusus untuk hubungan dalam bisnis klan vertikal, yaitu

dalam bisnis yang dijalankan secara turun-temurun, karakteristik keluarga bahkan

tidak dipertimbangkan dalam pembangunan kepercayaan.

Secara keseluruhan, faktor yang sangat mempengaruhi persepsi terhadap

trustworthiness dalam wirausahawan etnis Tionghoa adalah kebaikannya

(benevolence). Hal ini dapat dipengaruhi oleh budaya etnis Tionghoa sendiri, yang

menekankan pentingnya harmoni sosial dalam kehidupan, termasuk dalam

Page 87: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

73

berwirausaha (Hwang, 1986). Adapun salah satu karakteristik yang paling penting

yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kejujuran. Wirausahawan etnis

Tionghoa menganggap bahwa kejujuran merupakan kunci dari kepercayaannya

terhadap partner kerjanya.

4.2.2.2. Pembangunan Kepercayaan dalam Kewirausahaan Etnis Tionghoa

Gambar 4.2. Pembangunan Kepercayaan dalam Kewirausahaan Etnis Tionghoa

Wirausahawan etnis Tionghoa membangun dalam membangun hubungan

bisnisnya sangat diwarnai oleh nilai-nilai Konfusius, seperti yang dapat dilihat pada

gambar 4.2. Hubungan bisnis dapat bertahan dengan menjaga kepercayaan yang

Business

Relation Personal

Relation

Mutual Trust

Long-term

Relationship

Work Ethics: Social

Harmony

- Memberikan informasi

pekerjaan

- Disiplin waktu

- Menepati janji

- Membayar pinjaman

tepat waktu

- Saling memenuhi

kebutuhan

barang/jasa

- Inovatif

- Menjaga kenyamanan

dalam bekerja

- Memberikan

dukungan emosional

- Memberikan tempat

tinggal

- Memperlakukan

seperti keluarga

- Mementingkan

kesejahteraan

bersama

- Mengajak ke luar

negeri bersama

Work Ethics: - Being Trustworthy

- Concern of Social

Propriety

TRUST

Confucian Values

Page 88: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

74

telah dibangun di awal hubungan dengan berbagai macam cara seperti

memberikan informasi pekerjaan, disiplin waktu, menepati janji, membayar

pinjaman tepat waktu, saling memenuhi kebutuhan, inovatif, dan menjaga

kenyamanan satu sama lain dalam bekerja. Ini didukung dengan pernyataan

partner, di mana mereka merasa dapat percaya kepada subyek karena adanya

usaha-usaha tersebut. Usaha-usaha ini perwujudannya dipengaruhi oleh work

ethic etnis Tionghoa yang menekankan pentingnya kepercayaan dan menjaga

kesopanan dalam bekerja. Adapun hal ini juga dipengaruhi oleh nilai-nilai

Konfusius.

Untuk membangun hubungan kepercayaan yang kuat, wirausahawan etnis

Tionghoa tidak hanya membawa hubungan bisnis ke dalam lingkungan pekerjaan

itu sendiri, melainkan membawanya ke dalam hubungan personal yang lebih

mendalam. Tentunya hal ini dapat dilakukan ketika kepercayaan yang ada dalam

hubungan bisnis terlah terjalin cukup kuat. Di level hubungan personal, usaha-

usaha yang dilakukan untuk menjaga kepercayaan tidak lagi didasarkan oleh

kepentingan bisnis, melainkan lebih kepada kebutuhan personal. Adapun usaha-

usaha yang dilakukan antara lain memberikan dukungan emosional, memberikan

tempat tinggal, memperlakukan partner seperti keluarga, mementingkan

kesejahteraan bersama dalam bisnis, dan mengajak partner ke kegiatan-kegiatan

yang tidak berhubungan dengan bisnis yang sedang dilakukan. Usaha-usaha ini

juga dilakukan atas dasar work ethic etnis Tionghoa yang menekankan pentingnya

menjaga harmoni sosial dalam kehidupan, yang juga merupakan ajaran utama dari

Konfusius.

Ketika wirausahawan etnis Tionghoa telah mampu membawa hubungan

kepercayaan bisnis ke dalam hubungan personalnya, mereka akan memiliki

Page 89: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

75

mutual trust yang kuat satu sama lain. Hal ini sejalan dengan yang dirasakan oleh

partner subyek. Adanya mutual trust yang kuat akan menjadi dasar dari

pembangunan hubungan jangka panjang dalam kerja sama bisnis. Selain itu,

mutual trust yang terbentuk juga dapat menjadi dasar pembentukan guanxi yang

baru dari partner kerja yang sebelumnya tidak termasuk dalam jaringan guanxi

wirausahawan etnis Tionghoa.

4.2.2.3. Pemanfaatan Jaringan Guanxi dalam Kewirausahaan Etnis Tionghoa

Gambar 4.3. Pemanfaatan Jaringan Guanxi di Kewirausahaan Etnis Tionghoa

Pada gambar 4.3, dapat dilihat bahwa kerja sama dalam kewirausahaan

etnis Tionghoa di kota Makassar tidak hanya dilakukan dengan orang-orang yang

masuk ke dalam jaringan guanxi yang telah dimiliki, melainkan juga dengan orang-

orang di luar jaringan guanxi-nya. Adapun seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, jenis-jenis ikatan dalam jaringan guanxi tersebut yaitu ikatan

instrumental (instrumental tie), ikatan campuran (mixed tie), dan ikatan ekspresif

Guanxi

Non-Guanxi

Kerja sama

Kepercayaan

Kepercayaan

Peningkatan

Kepercayaan

Expressive Tie

Mixed Tie

Instrumental Tie

Guanxi

Kerja sama

Personal

Relation

Long-term

Relationship

Page 90: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

76

(expressive tie) (Hwang, 1986). Ikatan ekspresif ialah ikatan yang dibangun

dengan keluarga inti dan teman dekat. Ikatan campuran ialah ikatan yang

dibangun dengan keluarga jauh, tetangga, teman sejawat, guru, murid, orang-

orang dengan latar belakang daerah yang sama, dan sejenisnya. Ikatan

instrumental berlaku pada hubungan dengan orang-orang yang bukan anggota

keluarga, orang-orang yang baru dikenal, hingga orang-orang di luar jaringan

guanxi.

Hubungan yang dimiliki dalam jaringan guanxi telah mengandung

kepercayaan di dalamnya, karena hubungan telah terjalin sebelumnya. Beberapa

hubungan bahkan memiliki dasar kepercayaan yang sangat erat dan tidak dapat

tergantikan, seperti initial trust yang telah dimiliki dalam keluarga, serta

kepercayaan yang mendalam yang telah dijalin dengan teman dekat. Dengan

demikian, mereka tidak perlu membangun sebuah kepercayaan lagi dari awal

untuk menjalin hubungan bisnis. Mereka hanya perlu mempertimbangkan

beberapa karakteristik guanxi yang telah diketahui dan dianggap mendukung

hubungan kerja sama yang akan dibangun, baik itu dari kemampuan (ability),

kebaikan (benevolence), integritas (integrity), maupun persepsi bersama yang

dimiliki (shared perspective).

Untuk hubungan di luar jaringan guanxi, wirausahawan etnis Tionghoa

perlu membangun hubungan kepercayaan dari awal untuk dapat menjalin sebuah

kerja sama bisnis. Mereka perlu mencari tahu dan mengevaluasi karakteristik

orang lain yang akan dijadikan partner kerjanya, baik itu kemampuan (ability),

kebaikan (benevolence), integritas (integrity), maupun persepsi bersama yang

dimiliki (shared perspective) orang lain yang akan dijadikan partner kerjanya.

Adapun kriteria-kriteria yang diperlukan akan dijelaskan secara lebih terperinci

Page 91: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

77

pada bagian selanjutnya. Namun dalam hubungan ini, biasanya mereka akan sulit

untuk memberikan kepercayaan yang besar terhadap pihak lain dan lebih

mempertimbangkan keuntungan bisnis yang dapat terjadi sehingga kerja sama

yang dilakukan dimulai dengan kerja sama yang kurang beresiko.

Apabila kerja sama yang dilakukan dengan pihak-pihak di luar jaringan

guanxi dianggap memuaskan, serta kedua belah pihak dapat saling menjaga dan

merawat kepercayaan yang dimiliki satu sama lain selama hubungan bisnis

berlangsung, maka partner dapat dimasukkan ke dalam lingkup jaringan guanxi

yang baru. Partner dimasukkan ke dalam jaringan guanxi artinya hubungan terus

berlanjut meskipun kerja sama bisnis telah selesai, yang dapat menimbulkan

peningkatan kepercayaan dan ikatan emosional terhadap partner. Selanjutnya, hal

ini dapat mendorong munculnya hubungan kerja sama berikutnya seperti yang

terjadi dalam hubungan guanxi pada umumnya.

Kerja sama yang berlandaskan hubungan kepercayaan di dalam jaringan

guanxi ini dapat membawa hubungan bisnis menjadi bagian dari hubungan

personal mereka sehingga hubungan kedua pihak dapat menjadi hubungan jangka

panjang. Hal inilah yang membuat jaringan kerja wirausahawan etnis Tionghoa

sangat kuat, karena mereka mampu membangun dan memelihara kepercayaan di

dalamnya dengan baik, tidak hanya kepercayaan dalam konteks bisnis, melainkan

juga dalam kehidupan personalnya.

4.3. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk memahami trust dan trustworthiness dalam

kewirausahaan etnis Tionghoa di kota Makassar, baik itu dalam membangun

maupun memelihara kepercayaan dalam hubungan bisnis. Hasil penelitian

Page 92: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

78

menunjukkan bahwa nilai-nilai Konfusius mewarnai proses pembangunan dan

pengelolaan kepercayaan dalam kewirausahaan etnis Tionghoa di kota Makassar.

Pentingnya membangun dan mempertahankan kepercayaan dalam hubungan

bisnis menjadi fokus utama dalam pengelolaan hubungan bisnis kewirausahaan

etnis Tionghoa di kota Makassar karena kepercayaan dianggap sebagai dasar dari

semua hubungan bisnis.

Berdasarkan hasil penelitian, wirausahawan etnis Tionghoa meyakini

bahwa kepercayaan merupakan hal yang penting dalam membangun suatu usaha.

Kepercayaan yang dibangun dalam lingkungan bisnis dianggap dapat

memudahkan proses bisnis di dalamnya, seperti dalam mengakses informasi,

barang dan jasa, maupun dalam mendapatkan pelanggan. Untuk membangun

kepercayaan dalam bisnis, wirausahawan etnis Tionghoa cenderung membangun

usaha bersama orang lain, terutama dengan orang-orang yang memiliki hubungan

personal dengan mereka, yang dalam budaya etnis Tionghoa disebut sebagai

guanxi.

Usaha bersama guanxi selanjutnya akan membentuk sebuah jaringan

guanxi dalam usaha yang merupakan bentuk pemanfaatan social capital.

Hubungan bisnis dengan jaringan guanxi dilakukan untuk memudahkan

pembangunan kepercayaan dalam bisnis, karena adanya jaminan berupa

kepercayaan yang telah dibangun sebelumnya dalam hubungan personal,

sehingga dianggap dapat mengurangi resiko untuk dicurangi atau mengalami

kerugian. Hal ini selanjutnya diyakini dapat memudahkan terciptanya hubungan

bisnis jangka panjang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hwang

(1986), di mana pembangunan jaringan guanxi pada dasarnya merupakan strategi

Page 93: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

79

bisnis untuk meningkatkan kepercayaan interpersonal dan mengurangi

ketidakpastian dalam lingkungan bisnis.

Pemanfaatan jaringan guanxi dalam kewirausahaan etnis Tionghoa di kota

Makassar menciptakan model-model bisnis yang unik. Pembangunan bisnis

bersama keluarga membentuk suatu model usaha klan (vertikal dan horizontal),

sedangkan pembangunan bisnis bersama teman atau pihak lainnya disebut

sebagai usaha kongsi. Di samping membangun hubungan bisnis dalam jejaring

guanxi, peneliti menemukan bahwa ternyata sebagian wirausahawan etnis

Tionghoa juga terbuka untuk membangun bisnis dengan orang-orang di luar

jaringan guanxi-nya.

Hasil analisis menemukan bahwa model kepercayaan wirausahawan etnis

Tionghoa memiliki kemiripan dengan model integratif kepercayaan organisasional

yang dirumuskan oleh Mayer, dkk. (1995). Pada gambar 4.4., peneliti memodifikasi

model integratif kepercayaan organisasional Mayer, dkk. (1995). Perbedaan model

kepercayaan organisasional Mayer dan hasil modifikasi peneliti terletak pada

dinamika yang terjadi. Penelitian ini menemukan adanya karakteristik pribadi baru

yang mempengaruhi trustworthiness pihak lain, yaitu shared perspective, adanya

pengaruh budaya Konfusius terhadap kecenderungan wirausahawan etnis

Tionghoa untuk percaya pada pihak lain, serta adanya pengaruh faktor-faktor lain

yang mempengaruhi proses kepercayaan bisnis mereka.

Page 94: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

80

Gambar 4.4. Kerangka Hipotetik Model Trust dan Trustworthiness Wirausahawan Etnis Tionghoa

Relationship Form

GUANXI

Expressive Ties

Mixed Ties

Instrumental Ties

Ability

Benevolence

Integrity

Shared Perspective

Factors of

Perceived

Trustworthiness

TRUST RTR

Trustor Propensity

Experience Personality Culture

Past Relationship

Communication Process

Structural Parameter

Outcomes

Unsuccessful

Successful

Distrust

Trust Repair

Trust Violation

Confucian Values

Work Ethics

Social Harmony

Being Trustworthy

NON-GUANXI

Page 95: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

81

Jaringan guanxi atas dasar ikatan ekspresif (expressive ties) mencakup

keluarga dan sahabat dekat. Ikatan keluarga pada dasarnya telah mengandung

kepercayaan berupa kinship trust, yang hanya dapat ditemukan pada hubungan

kekeluargaan (Wang dalam Hwang, 1986). Pada usaha klan dengan hubungan

vertikal, yaitu usaha yang dibangun secara turun-temurun dalam satu klan

keluarga, tidak ada karakteristik tertentu (trustworthiness) pihak lain yang

mempengaruhi kepercayaan wirausahawan etnis Tionghoa dalam membangun

hubungan bisnis dengan keluarganya. Keputusan membangun usaha bersama

didasarkan pada keyakinan mengenai pentingnya keteraturan dalam keluarga,

dalam hal ini kesejahteraan bersama. Keyakinan ini sejalan dengan nilai-nilai

Konfusius, di mana individu diyakini harus dapat mengatur keluarganya sendiri

untuk dapat menciptakan keteraturan dalam masyarakat atau harmoni sosial

(Hwang, 1986).

Di samping usaha klan dengan bentuk hubungan vertikal, wirausahawan

etnis Tionghoa juga membangun usaha klan dengan hubungan horizontal, yaitu

usaha bersama yang dibangun oleh anggota-anggota keluarga sebagai

wirausahawan mandiri dan yang memiliki kedudukan yang sama dalam usaha

bersamanya. Kepercayaan (kinship trust) sudah dijalin sejak dahulu dalam

hubungan ini, mengingat kerja sama juga dibangun bersama anggota keluarga.

Keputusan untuk membangun usaha bersama didasarkan pada persepsi

wirausahawan etnis Tionghoa terhadap karakteristik pribadi (trustworthiness)

keluarganya. Ketika anggota keluarga dinilai memiliki kebaikan-kebaikan

(benevolence) serta pandangan dan tujuan yang sama dengan mereka (shared

perspective), maka mereka akan memiliki kepercayaan bisnis terhadap anggota

keluarga tersebut.

Page 96: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

82

Hubungan kepercayaan bisnis dengan sahabat dekat dalam ikatan

ekspresif (expressive ties) membentuk sebuah usaha kongsi. Kepercayaan bisnis

dalam usaha kongsi dengan ikatan ekspresif (expressive ties) mirip dengan

kepercayaan yang dijalin dalam hubungan bisnis klan dengan hubungan horizontal.

Adanya komponen ekspresif yang dominan membuat persepsi terhadap

trustworthiness pihak lain dalam berbisnis sangat bergantung dari kebaikan

(benevolence) mereka. Wirausahawan etnis Tionghoa tidak mempertimbangkan

kualitas lain seperti kemampuan (ability) maupun integritas (integrity), melainkan

lebih memperhatikan bagaimana perspektif bersama (shared perspective) yang

dimiliki. Kemiripan-kemiripan sifat dengan teman dekat sangat dibutuhkan untuk

mendukung kepercayaan.

Model usaha kongsi tidak hanya dapat dibangun dengan jaringan guanxi

dengan ikatan ekspresif (expressive ties), namun juga dapat dibangun bersama

jenis ikatan dalam jaringan guanxi lainnya (mixed ties dan instrumental ties),

maupun di luar jaringan guanxi. Berbeda dengan karakteristik kepercayaan pada

jenis ikatan ekspresif (expressive ties), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

trustworthiness pada jenis ikatan campuran (mixed ties) sangat beragam.

Wirausahawan etnis Tionghoa tidak hanya mempertimbangkan kebaikan

(benevolence) dari orang-orang yang sudah dikenalnya, melainkan juga

mempertimbangkan bagaimana kemampuan (ability) serta integritas (integrity)

yang mereka miliki. Hal ini didorong oleh karakteristik hubungan ini yang memiliki

komponen ekspresif atau emosional yang seimbang di dalamnya. Apabila

hubungan kerja sama dalam ikatan campuran (mixed ties) dianggap berhasil,

maka kepercayaan bisnis wirausahawan etnis Tionghoa terhadap partnernya akan

semakin besar, sehingga memungkinkan adanya hubungan bisnis selanjutnya.

Page 97: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

83

Pada hubungan bisnis kongsi berdasarkan atas ikatan instrumental

(instrumental ties) dan hubungan bisnis di luar jaringan guanxi, kebaikan

(benevolence) dan integritas (integrity) pihak lain tetap dipertimbangkan, namun

kemampuan (ability) menjadi hal yang dominan dalam mempersepsikan

trustworthiness pihak lain. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik hubungan ini

sendiri, yang berorientasi pada tugas dan pencapaian tujuan masing-masing.

Wirausahawan etnis Tionghoa membangun hubungan kerja sama dengan orang-

orang yang tidak dikenal dan tidak memiliki kedekatan khusus dengan mereka.

Oleh sebab itu, mereka mencari orang yang benar-benar dapat dipercaya secara

obyektif, yang secara nyata memiliki keahilan di bidangnya.

Secara umum, meskipun memiliki karakteristik yang berbeda-beda pada

masing-masing jenis hubungan, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa

kepercayaan bisnis wirausahawan etnis Tionghoa sangat dipengaruhi oleh

persepsi terhadap kebaikan (benevolence) partnernya. Schoorman, dkk. (2007)

menyatakan bahwa pada budaya yang kolaboratif, trustworthiness lebih

dipengaruhi oleh persepsi terhadap kebaikan (benevolence) pihak lain.

Karakteristik-karakteristik lain seperti performa kerja (work performance) tidak

dianggap sebagai hal yang penting dalam membangun sebuah hubungan

kepercayaan bisnis, selama hubungan tersebut dianggap dapat berfungsi dengan

efektif (Rarick, 2007). Hasil penelitian ini tidak sepenuhnya sejalan dengan

pernyataan tersebut, meskipun persepsi terhadap kebaikan (benevolence) pihak

lain dipertimbangkan dalam semua jenis hubungan, namun tidak semua hubungan

mengutamakannya. Pada hubungan instrumental tie dan hubungan di luar jaringan

guanxi, kebaikan (benevolence) hanya menjadi salah satu kriteria yang

dipertimbangkan, namun bukan menjadi yang utama. Kepercayaan pada jenis

Page 98: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

84

ikatan ini justru lebih ditentukan oleh persepsi terhadap kemampuan (ability) yang

dimiliki oleh pihak tersebut, yang salah satunya mencakup work performance.

Dengan demikian, work performance hanya dapat dikesampingkan dalam

kepercayaan bisnis yang berlandaskan pada hubungan emosional, namun tidak

pada jenis kepercayaan bisnis dalam hubungan lainnya.

Pemanfaatan jaringan guanxi untuk membangun sebuah kepercayaan

bisnis mengindikasikan rendahnya kecenderungan mereka untuk percaya

terhadap pihak lain dalam membangun usahanya (Hwang, 1986). Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa dalam kewirausahaan etnis Tionghoa di kota Makassar,

tidak semua hubungan bisnis dibangun berdasarkan atas jaringan guanxi yang

telah ada. Sebagian wirausahawan etnis Tionghoa justru cenderung menjalin

hubungan bisnis dengan orang-orang di luar jaringan guanxi-nya, meskipun

mereka tetap berusaha meminimalisasi resiko dengan melakukan kerja sama

dalam skala kecil pada kerja sama untuk pertama kalinya. Hal ini mengindikasikan

bahwa tidak semua wirausahawan etnis Tionghoa memiliki kecenderungan untuk

percaya yang rendah. Pengaruh faktor-faktor lain seperti kepribadian masing-

masing individu (Lewicki, 2006) mungkin saja dapat menyebabkan tingginya

kecenderungan untuk percaya pada wirausahawan etnis Tionghoa.

Adanya kepercayaan bisnis di luar jaringan guanxi ini lebih lanjut

mengindikasikan terjadinya pergeseran makna guanxi itu sendiri, di mana guanxi

tidak lagi dilihat sebagai dasar dalam membangun suatu usaha melainkan hanya

sebagai suatu pilihan apabila hubungan yang dimiliki dinilai dapat menguntungkan

dalam bisnis. Apabila ada hubungan lain yang dinilai lebih menguntungkan, maka

mereka akan memilih menjalin hubungan yang baru dalam bisnis mereka daripada

membangun hubungan bisnis dengan jaringan guanxi yang telah dimilikinya. Hal

Page 99: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

85

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jacobsen (2006) terhadap

wirausahawan etnis Tionghoa di kota Manado, di mana pemanfaatan jaringan

guanxi hanya menjadi salah satu pilihan dalam membangun usaha kongsi, dan

jaringan guanxi tersebut hanya digunakan ketika dianggap dapat menguntungkan.

Peneliti menemukan bahwa satu-satunya bentuk usaha wirausahawan

etnis Tionghoa di kota Makassar yang masih belum mengalami pergeseran makna

guanxi hanyalah bentuk usaha klan vertikal, yang membangun usaha bisnisnya

secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada bentuk

usaha ini, wirausahawan etnis Tionghoa tidak mempertimbangkan untung-rugi

yang mungkin terjadi dalam membangun hubungan bisnis dengan keluarganya,

melainkan lebih mengutamakan kebutuhan bersama. Hal ini sejalan dengan yang

dikemukakan oleh Hwang (1986), dimana aturan yang berlaku dalam ikatan

ekspresif jaringan guanxi adalah aturan kebutuhan (need rules).

Pembangunan dan pemeliharaan kepercayaan dalam kewirausahaan etnis

Tionghoa tidak lepas dari nilai-nilai Konfusius yang mewarnai kehidupan etnis

Tionghoa pada umumnya. Schoorman, dkk. (2007) menyatakan bahwa budaya

senyatanya dapat mempengaruhi kecenderungan individu untuk percaya kepada

pihak lain. Pentingnya pembangunan kepercayaan (xin/being trustworthy) dalam

nilai budaya Konfusius (Hwang, 2005) mewarnai kewirausahaan etnis Tionghoa

yang menekankan pentingnya kepercayaan dalam hubungan bisnis, baik dalam

jaringan guanxi maupun tidak. Oleh karena itu keyakinan itu, mereka berusaha

menjaga kepercayaan yang telah dibangun dengan melakukan komunikasi secara

terbuka, menyediakan akses terhadap pihak ketiga, dan lain-lain, sehingga

akhirnya dapat membentuk hubungan bisnis jangka panjang.

Page 100: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

86

Nilai-nilai Konfusius dalam kewirausahaan etnis Tionghoa juga dapat

dilihat dari sikap wirausahawan etnis Tionghoa yang memandang hubungan

bisnisnya sebagai bagian dari hubungan personalnya. Ketika kepercayaan sudah

terjalin, mereka akan membawa hubungan bisnis ke dalam hubungan personal

yang menekankan pentingnya harmoni sosial. Oleh karena itu, untuk menjaga

kepercayaan yang telah dibangun, wirausahawan etnis Tionghoa tidak hanya

memperlihatkan kemampuan (ability) dan integritas (integrity) mereka dalam

bekerja, atau kebaikan (benevolence) dalam konteks pekerjaan, melainkan juga

menunjukkan kebaikan-kebaikan (benevolence) secara personal dengan

memberikan dukungan emosional saat sedang mengalami masalah atau

memperlakukan partner layaknya bagian dari keluarga sendiri. Harmoni sosial juga

memungkinkan adanya perbaikan kepercayaan ketika terjadi pelanggaran

kepercayaan selama hubungan bisnis berlangsung sehingga dapat dibangun

hubungan bisnis jangka panjang. Pada akhirnya, pemeliharaan kepercayaan

bisnis yang demikian akan memungkinkan terbentuknya jaringan guanxi yang baru

dari hubungan kepercayaan yang telah kuat dengan orang-orang di luar jaringan

guanxi.

Bila dibandingkan dengan model kepercayaan organisasional Mayer, dkk.

(1995), model kepercayaan wirausahawan etnis Tionghoa dalam

kewirausahaannya berbeda dari beberapa aspek. Kecenderungan trustor untuk

percaya (trustor prospensity) diwarnai oleh nilai budaya Konfusius, di mana di

dalamnya terkandung work ethic etnis Tionghoa yang pada akhirnya

mempengaruhi cara mereka dalam memelihara kepercayaan bisnis sehingga

mereka dapat membangun kerja sama jangka panjang. Persepsi terhadap

trustworthiness pihak lain tidak hanya ditentukan oleh karakteristik kemampuan

Page 101: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

87

(ability), integritas (integrity), dan kebaikan (benevolence) (Mayer, dkk., 1995),

melainkan juga berdasarkan perspektif bersama yang dimiliki (shared perspective).

Masing-masing karakteristik tersebut berbeda-beda pengaruhnya untuk setiap

hubungan bisnis dengan dasar ikatan yang berbeda, di luar dan di dalam jaringan

guanxi (expressive ties, mixed ties, dan instrumental ties). Selain itu, penelitian ini

menemukan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepercayaan bisnis

dalam kewirausahaan etnis Tionghoa, yaitu hubungan terdahulu (past

relationship), proses komunikasi (communication process), dan parameter

structural (structural parameter). Evaluasi terhadap hubungan terdahulu dapat

mempengaruhi keputusan untuk membangun kepercayaan bisnis selanjutnya,

sedangkan proses komunikasi yang terbuka dan ketersediaan parameter

struktural dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan bisnis yang telah

dibangun.

Wirausahawan etnis Tionghoa pada akhirnya tidak membedakan

hubungan bisnis dengan hubungan personalnya. Pembentukan hubungan bisnis

dari hubungan personal serta pembangunan hubungan personal dari hubungan

bisnis menunjukkan pentingnya pemanfaatan jaringan guanxi dalam

kewirausahaan etnis Tionghoa di kota Makassar. Adanya perbedaan jenis ikatan

dalam jaringan guanxi menyebabkan adanya perbedaan wirausahawan etnis

Tionghoa dalam membentuk suatu kepercayaan bisnis. Namun, secara umum

mereka cenderung membangun kepercayaan bisnis dengan orang-orang yang

dipandang memiliki kebaikan (benevolence).

Kepercayaan dalam bisnis dapat dibawa ke level yang lebih tinggi dan

dipertahankan dalam hubungan bisnis jangka panjang karena mereka tidak lagi

hanya melihat partner kerjanya sebagai partner dalam berbisnis, melainkan juga

Page 102: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

88

partner dalam hubungan personal. Hal inilah yang memungkinkan adanya kerja

sama yang kuat dan jangka panjang dalam kewirausahaan etnis Tionghoa di kota

Makassar. Lebih lanjut, hasil penelitian ini pada akhirnya tidak mendukung

stereotip-stereotip yang dimiliki sebagian orang mengenai eksklusivitas etnis

Tionghoa dalam berbisnis, di mana etnis Tionghoa ternyata tidak hanya

membangun hubungan bisnis dengan sesama etnis Tionghoa. Kenyataannya,

mereka tidak membangun kepercayaan bisnis dengan orang lain dengan hanya

berdasarkan latar belakang etnis, melainkan lebih kepada kualitas personal

(trustworthiness) yang dimiliki oleh orang tersebut.

4.4. Limitasi Penelitian

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, kondisi

beberapa subyek yang memiliki kesibukan yang sangat padat sehingga tidak

memungkinkan untuk melakukan wawancara di luar waktu kerjanya. Wawancara

dilakukan ketika subyek sedang menjaga toko sehingga mengganggu fokus

subyek dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Selain itu, waktu yang

diberikan juga sangat terbatas sehingga menyulitkan peneliti untuk menggali data

secara mendalam.

Kedua, ketidaksediaan salah satu subyek untuk direkam proses

wawancaranya yang menyulitkan peneliti untuk merangkum semua detil isi

wawancara dalam proses transkrip data sehingga besar kemungkinan banyak

data yang tidak disertakan. Ketiga, adanya perbedaan banyaknya data yang

diperoleh dari keempat subyek. Terdapat satu subyek yang dominan memberikan

data dalam penelitian ini.

Page 103: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

89

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian kualitatif mengenai Trust dan Trustworthiness

dalam Kewirausahaan (Studi Kasus terhadap Kewirausahaan Etnis Tionghoa di

Kota Makassar), kepercayaan bisnis wirausahawan etnis Tionghoa di kota

Makassar dipengaruhi oleh karakteristik trustor (propensity to trust), karakteristik

trustee (trustworthiness), jenis hubungan trustor-trustee (relationship form),

hubungan terdahulu (past relationship), proses komunikasi (communication

process), dan parameter struktural (structural parameter). Wirausahawan etnis

Tionghoa cenderung lebih mudah membangun kepercayaan bisnis dengan orang-

orang yang masuk ke dalam jaringan guanxi-nya untuk meminimalkan

pengambilan resiko yang mungkin terjadi dalam bisnis. Pembangunan

kepercayaan bisnis di luar jaringan guanxi dilakukan secara perlahan, dengan

membangun kerja sama dalam skala kecil di awal hubungan. Ketika partner dinilai

dapat dipercaya selama menjalin hubungan bisnis, maka kepercayaan bisnis akan

meningkat sehingga memungkinkan adanya kerja sama jangka panjang.

Karakteristik trustworthiness dalam kepercayaan bisnis wirausahawan

etnis Tionghoa di kota Makassar yaitu kemampuan (ability), integritas (integrity),

kebaikan (benevolence), dan perspektif bersama (shared perspective).

Kemampuan (ability) merupakan karakteristik trustworthiness yang utama dalam

membangun sebuah kepercayaan bisnis dengan orang lain yang tidak memiliki

hubungan emosional dengan mereka (instrumental ties dan non-guanxi). Di lain

pihak, kebaikan (benevolence) dipertimbangkan dalam semua hubungan

Page 104: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

90

kepercayaan bisnis, dan menjadi karakteristik trustworthiness yang utama dalam

membangun kepercayaan bisnis dengan keluarga atau teman dekat (expressive

ties). Dalam jenis hubungan ini pula muncul karakteristik trustworthiness yang baru,

yaitu perspektif bersama (shared perspective), menggantikan pertimbangan atas

karakteristik kemampuan (ability) dan integritas (integrity) yang ada pada jenis

hubungan kepercayaan bisnis yang lain.

5.2. Saran

Berdasarkan temuan hasil penelitian ini, diajukan sejumlah saran sebagai

berikut:

1. Untuk kepentingan penelitian lebih lanjut disarankan:

a. Untuk memperoleh data yang lebih mendalam, dapat dilakukan building

rapport beberapa minggu atau bulan sebelum melakukan penelitian.

b. Untuk memperoleh gambaran kepercayaan pada masing-masing bentuk

usaha dan jenis ikatan hubungan yang lebih komprehensif, penelitian dapat

diperluas dengan menambah sampel untuk masing-masing kriteria subyek.

c. Untuk kepentingan studi kewirausahaan berbasis budaya Tionghoa yang

lebih kental akan nilai-nilai Konfusius, penelitian dapat memilih subyek

yang lebih mendalami nilai budaya tersebut.

d. Penelitian selanjutnya juga dapat memperluas penelitian pada

pembangunan kepercayaan dalam jaringan guanxi sebelum melakukan

hubungan kewirausahaan.

2. Untuk kepentingan praktis disarankan:

a. Pemilik usaha yang ingin mengembangkan usahanya menjadi usaha besar,

perlu lebih terbuka dalam membangun relasi bisnis yang baru.

Page 105: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

91

b. Pemilik usaha perlu lebih terbuka dalam menyampaikan pendapat dan

umpan balik terhadap partner kerja yang merupakan keluarganya agar

hubungan bisnis dan relasi dapat menjadi lebih efektif.

Page 106: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Bachmann, R., & Zaheer, A. (Eds.). (2006). Handbook of trust research. Edward

Elgar Publishing. Badan Pusat Statistik. (2016). Kota Makassar dalam Angka. Makassar: BPS Kota

Makassar. Baum, J. R., Frese, M., & Baron, R. A. (2014). The psychology of entrepreneurship.

Psychology Press. Bond, M. H., & Hwang, K. K. (1986). The social psychology of Chinese people.

Oxford University Press. Chen, C. C., Chen, Y. R., & Xin, K. (2004). Guanxi practices and trust in

management: A procedural justice perspective. Organization Science, 15, 200–209.

Davis, J. H., Schoorman, F. D., Mayer, R. C., & Tan, H. H. (2000). The trusted

general manager and business unit performance: Empirical evidence of a competitive advantage. Strategic management journal, 563-576.

Faturochman. (2000). Dinamika psikologis dan sosial kepercayaan. Dalam

Supratiknya, Faturochman, & Sentot Haryanto (eds.). Tantangan Psikologi Menghadapi Millenium Baru. Yogyakarta: Yayasan Pembina Fakultas Psikologi UGM.

Frazier, M. L., Johnson, P. D., & Fainshmidt, S. (2013). Development and

validation of a propensity to trust scale. Journal of Trust Research, 3(2), 76-97.

Frese, M., Gielnik, M. M. (2014). The psychology of entrepreneurship. Annu. Rev.

Organ. Psychol. Organ. Behav., 1(1), 413-438. Holmlund, M., Törnroos, J. Å. (1997). What are relationships in business

networks?. Management decision, 35(4), 304-309. Hu, H. C. (1944). The Chinese concepts of “face”. American anthropologist, 46(1),

45-64. Hwang, K. K. (1987). Face and favor: The Chinese power game. Am J Sociol, 92,

944–974. Hwang, K. K. (1990). Modernization of the Chinese family business. International

Journal of Psychology, 25(3-6), 593-618.

Page 107: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

Jacobsen, M. (2006). Doing Business the Chinese Way? On Manadonese Chinese

Entrepreneurship in North Sulawesi. The Copenhagen Journal of Asian Studies, 24, 72-104.

Johnson, D. W., Johnson, F. P. (2009). Joining together: Group theory and group

skills, 10th ed. New Jersey: Pearson Education Kelley, H. H., & Thibaut, J. W. (1978). Interpersonal relations: A theory of

interdependence. New York: Wiley. Kiong, T. C., & Kee, Y. P. (1998). Guanxi bases, Xinyong and Chinese business

networks. Br J Sociol, 49, 75–96. Lewicki, R. J., & Bunker, B. B. (1996). Developing and maintaining trust in work

relationships. Trust in organizations: Frontiers of theory and research, 114, 139.

Lewicki, R. J., Tomlinson, E. C. (2003, Desember). Trust and Trust

Building. Beyond Intractability. Eds. Guy Burgess and Heidi Burgess. Conflict Information Consortium, University of Colorado, Boulder [on-line]. Diakses pada tanggal 2 April 2017 dari http://www.beyondintractability.org/essay/trust-building.

Lewicki, R. J., Tomlinson, E. C., & Gillespie, N. (2006). Models of interpersonal

trust development: Theoretical approaches, empirical evidence, and future directions. Journal of management, 32(6), 991-1022.

Lewicki, R. J., McAllister, D. J., & Bies, R. J. (1998). Trust and distrust: New

relationships and realities. Academy of Management Review, 23, 438-458. Mayer, R. C., Davis, J. H., & Schoorman, F. D. (1995). An integrative model of

organizational trust. Academy of management review, 20(3), 709-734. Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Offset. Naisbitt, J. (1997). Megatrends Asia. New York: Simon and Schuster. Pena, I. (2002). Intellectual capital and business start-up success. Journal of

intellectual capital, 3(2), 180-198. Peña, N., de Arroyabe, J. F., & de Arroyabe, J. C. F. (2002). Business Cooperation:

from theory to practice. New York: Springer. Pye, L. (1992). Chinese Commercial Negotiating Style. New York: Quorum Books. Rarick, C. A. (2007). Confucius on management: Understanding Chinese cultural

values and managerial practices.

Page 108: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

Redding, S. G. (1990). The spirit of Chinese capitalism. Berlin: Walter de Gruyter. Rotter, J. B. (1967). A new scale for the measurement of interpersonal

trust. Journal of personality, 35(4), 651-665. Rousseau, D. M., Sitkin, S. B., Burt, R. S., and Camerer, C. (1998). "Not so

Different After All: A Cross-Discipline View of Trust," in Academy of Management Review, 23, 393-404.

Schoorman, F. D., Mayer, R. C., & Davis, J. H. (2007). An integrative model of

organizational trust: Past, present, and future. Academy of Management review, 32(2), 344-354.

Stam, W., Arzlanian, S., & Elfring, T. (2014). Social capital of entrepreneurs and

small firm performance: A meta-analysis of contextual and methodological moderators. Journal of Business Venturing, 29(1), 152-173.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sunaryo, L. (2005). Managing a Complex Environment: Social Cultural

Perspectives. The case of Indonesia. MCom thesis, University of Otago, Dunedin, New Zealand.

Suryabrata, S. (2013). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Suryadinata, L. (Ed.). (1997). Ethnic Chinese as Southeast Asians. Institute of

Southeast Asian Studies. Tamar, M., Hasniar, Wahyuni, S., Arfah, T., Arafat, Y. (2015). Panduan Teknis

Penyusunan Skripsi. Program Studi Psikologi Universitas Hasanuddin, Makassar.

Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2012). Social Psychology. New Jersey:

Pearson Prentice Hall. Tsang, E. (1998). Can Guanxi Be A Source Of Sustained Competitive Advantage

For Doing Business In China? The Academy of Management Executive, 12(2), 64-73

Wang, C. L. (2007). Guanxi vs. relationship marketing: Exploring underlying

differences. Industrial Marketing Management, 36 , 81–86. Wrightsman, L.S. (1993). Social Psychology in the 90’s. USA: Brooks/Cole Pub.Co. Wong S. L., (1988). Emigrant Entrepreneurs: Shanghai Industrialists in Hong Kong.

Hong Kong: Oxford University Press

Page 109: TRUST DAN TRUSTWORTHINESS DALAM KEWIRAUSAHAAN …

Yang, M. M. H. (1994). Gifts, favors, and banquets: The art of social relationships in China. Ithaca: Cornell University Press.