11
37 TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. OE.TANEKO UBL Bleeding Tragedy in Anomie by Rilda A. Oe.Taneko Dian Anggraini Kantor Bahasa Lampung Jalan Beringin II Nomor 40 Kompleks Gubernuran, Telukbetung Utara, Bandarlampung Telepon (0721) 486408, faksimile (0721) 486407, pos-el: [email protected] Diajukan: 18 Januari 2019, direvisi: 2 Mei 2019 Abstract Historical literature binds facts in society in the frame of the author's imagination. Therefore, this study aims to describe the tragedy of the UBL that occurred in 1998. The researcher used a historical and mimetic approach. The data is used, namely bleeding events that occur in the Anomie novel. The results of the analysis indicate that the Lampung student demonstration took place as a form of solidarity of the Draft Law on the Prevention of Hazards (PKB) in Jakarta. As a result of the iron hands of the security forces, two Lampung students had to lose their lives, the outbreak of clashes between students and security forces allegedly involved the involvement of people who wanted to get a one-sided profit. This novel reveals that the ruler is the owner of all powers that can easily exert the power to take action. Keywords: history, tragedy of UBL, Lampung Abstrak Sastra sejarah membalut fakta yang ada di masyarakat dalam bingkai imajinasi penulis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tragedi UBL yang terjadi pada tahun 1998. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan historis dan mimetik. Data yang digunakan ialah peristiwa berdarah yang terjadi dalam novel Anomie. Hasil analisis menunjukkan bahwa aksi mahasiswa Lampung terjadi sebagai bentuk solidaritas terhadap demontrasi RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) di Jakarta. Dalam peristiwa tersebut, dua orang mahasiswa Lampung harus kehilangan nyawa. Pecahnya bentrok antara mahasiswa dan aparat keamanan ditenggarai adanya keterlibatan oknum yang ingin mendapat keuntungan sepihak. Novel ini mengungkapkan bahwa penguasa adalah pemilik segala kuasa yang dapat dengan mudah mengerahkan kekuatan untuk melakukan tindakan. Kata kunci: sejarah, tragedi UBL, Lampung

TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

37

TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. OE.TANEKO

UBL Bleeding Tragedy in Anomie by Rilda A. Oe.Taneko

Dian Anggraini

Kantor Bahasa Lampung

Jalan Beringin II Nomor 40 Kompleks Gubernuran, Telukbetung Utara, Bandarlampung Telepon (0721) 486408, faksimile (0721) 486407, pos-el: [email protected]

Diajukan: 18 Januari 2019, direvisi: 2 Mei 2019

Abstract

Historical literature binds facts in society in the frame of the author's imagination. Therefore, this study aims to describe the tragedy of the UBL that occurred in 1998. The researcher used a historical and mimetic approach. The data is used, namely bleeding events that occur in the Anomie novel. The results of the analysis indicate that the Lampung student demonstration took place as a form of solidarity of the Draft Law on the Prevention of Hazards (PKB) in Jakarta. As a result of the iron hands of the security forces, two Lampung students had to lose their lives, the outbreak of clashes between students and security forces allegedly involved the involvement of people who wanted to get a one-sided profit. This novel reveals that the ruler is the owner of all powers that can easily exert the power to take action. Keywords: history, tragedy of UBL, Lampung

Abstrak Sastra sejarah membalut fakta yang ada di masyarakat dalam bingkai imajinasi penulis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tragedi UBL yang terjadi pada tahun 1998. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan historis dan mimetik. Data yang digunakan ialah peristiwa berdarah yang terjadi dalam novel Anomie. Hasil analisis menunjukkan bahwa aksi mahasiswa Lampung terjadi sebagai bentuk solidaritas terhadap demontrasi RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) di Jakarta. Dalam peristiwa tersebut, dua orang mahasiswa Lampung harus kehilangan nyawa. Pecahnya bentrok antara mahasiswa dan aparat keamanan ditenggarai adanya keterlibatan oknum yang ingin mendapat keuntungan sepihak. Novel ini mengungkapkan bahwa penguasa adalah pemilik segala kuasa yang dapat dengan mudah mengerahkan kekuatan untuk melakukan tindakan. Kata kunci: sejarah, tragedi UBL, Lampung

Page 2: TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

Kelasa, Vol.14, No.1, Juni 2019: 37—47

38

1. Pendahuluan Karya sastra hadir untuk

memunculkan kehidupan masyarakat yang ada di sekitar penulis. Kehidupan tersebut diolah berdasarkan imajinasi, rekaan, dan ungkapan, dalam sudut pandang pengarang.

Teeuw (1988:247) mengatakan bahwa kenyataan yang ditulis pengarang merupakan kenyataan yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Pemakaian realita masa lampau atau sejarah dalam sastra dapat melahirkan karya sastra sejarah. Tempat kejadian, tokoh, peristiwa dalam sejarah dipakai sastrawan menulis karyanya.

Sementara itu, Kuntowijoyo (2004:22) mengatakan sastra memang lahir untuk suatu nilai kesadaran dan kebenaran. Semua itu adalah pengadilan. Kalau sejarah adalah rekaman tentang perbuatan, perkataan, dan pemikiran yang terjadi, maka sastra adalah strukturisasi dari apa yang seharusnya terjadi, yang seharusnya “dikatakan, diperbuat, dan dipikirkan” orang.

Sastra sejarah dan sejarah sastra tidaklah sama. Sastra sejarah mengandung sejarah yang dibalut fakta dalam pemikiran pengarang, sedangkan sejarah sastra berisi tentang perkembangan periodisasi sastra yang tumbuh di dalam masyarakat.

Fakta yang tertuang dalam karya sastra merupakan fakta dalam pemikiran pengarang. Nugraha (2015: 68) mengatakan bahwa perjuangan para pahlawan untuk merebut kemerdekaan yang tertuang dalam novel terbitan Balai Pustaka merupakan hasil kepiawaian pengarang untuk membuat peristiwa itu hadir di dalam karyanya. Novel berjudul Pertempuran Ambarawa karya A. Soeroto berisi tentang perjuangan dua orang sahabat untuk

menyelamatkan diri dari kekejaman Jepang. Begitupula novel karya Muh. Sunardiyanto berjudul Lembah di Kaki Bukit bercerita tentang penjajah Belanda yang memonopoli perdagangan di Indonesia.

Pengarang tidak hanya menampilkan kembali fakta yang terjadi dalam kehidupan, tetapi juga telah membalurinya dengan imajinasi dan wawasannya, sehingga teks sastra yang dihasilkan tidak sama persis dengan kehidupan nyata. Akan tetapi, tetap saja dalam menghasilkan karya, pengarang dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam menghasilkan sebuah karya sastra, pengalaman, pengetahuan, dan wawasan pengarang sangat menentukan mutu kreasinya (Wahyuni, 2013:112).

Rilda A. Oe. Taneko mengungkapkan fakta sejarah yang terjadi tahun 1999 melalui realitas yang ada dalam pikirannya. Meskipun tidak secara eksplisit menyebut “Tragedi Universitas Bandar Lampung (UBL) Berdarah”, latar, tokoh, dan peristiwa yang disajikan merujuk pada peristiwa yang menyita perhatian banyak pihak kala itu.

Non-Government Organization (NGO) kontras menyatakan bahwa Tragedi UBL Berdarah sebagai aksi kekerasan aparat TNI/POLRI terbesar yang menimpa gerakan mahasiswa di Lampung. Tragedi UBL Berdarah merupakan sejarah yang harus diingat semua orang.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti melakukan penelitian terhadap historisitas tragedi UBL Berdarah dalam novel Anomie. Untuk mendapatkan deskripsi tragedi tersebut, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut. Bagaimanakah tragedi UBL Berdarah dalam novel Anomie?

Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan tersebut, peneliti

Page 3: TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

Tragedi UBL Berdarah…(Dian Anggraini)

39

merujuk pula pada literatur yang memuat tragedi UBL Berdarah ketika dan setelah peristiwa tersebut terjadi. Dengan demikian, pemaparan peristiwa tragedi UBL Berdarah dapat dengan jelas tergambar baik dalam realitas maupun fakta yang digambarkan oleh pengarang.

Penelitian ini diharapkan memberikan banyak manfaat tidak hanya bagi penulis, tetapi juga masyarakat luas. Bagi penulis, penelitian ini dapat mengasah keterampilan menulis peneliti dalam hal penelitian sejarah dan bagi masyarakat penelitian ini dapat menjadi refrensi untuk mengetahui Tragedi UBL Berdarah dalam fakta yang disajikan pengarang.

Novel sejarah menurut Wellek dan Warren (2015:284) memiliki isi yang tidak terbatas. Novel ini menceritakan peristiwa yang terjadi pada masa silam. Membaca novel sejarah akan membawa pembaca ke dalam dunia yang penuh dengan estetika. Peristiwa masa silam yang terjadi seolah-olah dapat dirasakan langsung oleh pembaca melalui pengalaman tokoh, latar tempat, latar waktu, dan peristiwa. Munculnya novel yang berisi tentang sejarah tak lain karena untuk mengabadikan peristiwa sejarah dalam persepsi yang berbeda. Persepsi yang dituangkan pengarang dalam realitasnya. Menurut George Lukacs (dalam Kuntowijoyo,1987:133)realitas sejarah muncul dalam novel sejarah yang di dalamnya terdapat historical authenticity (keaslian sejarah), yaitu kualitas dari kehidupan batin, moralitas, heroisme, kemampuan untuk berkorban, keteguhan hati, dan sebagainya, yang khas untuk suatu zaman, historical faithfulnes (kesetiaan sejarah) yaitu keharusan-keharusan sejarah yang didasarkan pada basis sosial ekonomi rakyat yang

sesungguhnya, dan local colour (keadaan tempat) yaitu deskripsi yang setia tentang keadaan-keadaan fisik, tata cara, peralatan, dan sebagainya, novel sejarah membantu memudahkan penghayatan sejarah. Untuk mengetahui fakta sejarah yang tertuang dalam balutan imajinasi pengarang, pendekatan historis merupakan pendekatan yang paling tepat. Pendekatan historis akan menguraikan sejarah yang terdokumentasikan dalam realitas yang ada dalam pemikiran pengarang. Realitas tersebut merupakan bagian dari sejarah yang terdokumentasikan. Kendati demikian, dokumentasi sejarang tersebut tetaplan bagian dari pemikiran pengarang saat memandang peristiwa sejarah tersebut. Ratna (2015:65) mengungkapkan bahwa pendekatan sejarah menelusuri arti dan makna bahasa sebagai mana yang sudah tertulis. Dipahami pada saat ditulis, oleh pengarang yang benar-benar menulis dan sebagaimana dalam hubungan ini perlu juga menghubungkannya dengan karya-karya lain. Berbeda dengan sejarah sastra pendekatan historis memusatkan perhatian pada masalah bagaimana hubungannya terhadap karya yang lain, sehingga dapat diketahui kualitas unsur-unsur kesejarahannya. Lebih lanjut Ratna (2015: 66) menyatakan bahwa pendekatan historis sangat menonjol pada abad ke-19 dengan konsekuensi karya sastra sebagai sarana untuk memahami aspek-aspek kebudayaan yang lebih luas. Dalam hubungan inilah pendekatan historis pada umumnya dikaitkan dengan kompetensi sejarah umum yang dianggap relevan, sastra lama dengan kerajaan-kerajaan besar, sastra modern dengan gerakan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan pada umumnya. Hakikat karya sastra adalah

Page 4: TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

Kelasa, Vol.14, No.1, Juni 2019: 37—47

40

imajinasi, tetapi imajiasi memiliki konteks sosial dan sejarah.

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan juga pendekatan mimetik. Abrams (1981: 89) menyatakan pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dan realitas.

Penelitian ilmiah yang terkait dengan novel Anomie telah dilakukan Erwin Wibowo. KTI berjudul Simbol Semiotik dalam Novel Anomie karya Rilda A. Oe. Taneko terbit dalam Jentera Volume 6 tahun 2017. Dalam artikel ilmiah tersebut, Wibowo mengungkapkan bahwa terdapat simbol semiotik yang meliputi ikon berupa lembaga pendidikan, lembaga sosial, dan tempat hiburan.

2. Metode Penelitian

Metode merupakan upaya strategis untuk memecahkan masalah yang meliputi penyediaan data, analisis data, dan penyajian data (Sudaryanto, 2015: 6). Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu peristiwa yang terjadi dalam novel Anomie. Untuk mendapatkan data tersebut, penelitian menggunakan teknik baca catat agar data yang didapat mampu menjawab permasalahan penelitian. Untuk mengolah data, peneliti menggunakan pendekatan historis dan mimetik. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan literatur lain untuk memperkaya deskpripsi tragedi UBL Berdarah yang terjadi tahun 1999. Data pada peneltian ini adalah data kualitatif, yakni data yang berisi tentang kata-kata bukan dalam bentuk angka ataupun numerik. Hasil analisis dituangkan secara deskriptif berupa pemaparan gambaran mengenai peristiwa yang

terjadi dalam Tragedi UBL Berdarah yang merupakan gambaran fakta dari hasil pemikiran pengarang. 3. Hasil dan Pembahasan Rilda A. Oe. Taneko

Rilda A. Oe. Taneko merupakan salah satu sastrawan perempuan yang berasal dari Provinsi Lampung. Kendati kini bermukim di Eropa, Rilda memiliki perhatian khusus pada tempat di mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan terbitnya cerita pendek Rilda berjudul “Bukan Sebambangan" pada tahun 2018. Cerita pendek ini mengisahkan tentang perkawinan yang mengatasnamakan kawin lari. Ia berhasil menyabet juara pertama pada “Lomba Cipta Cerpen Krakatau Award 2018”. Ia berhasil menyingkirkan 100 peserta yang mengikuti rangkaian kegiatan tersebut. Rilda menjalani pendidikan S-1 Jurusan Sosiologi di Universitas Lampung dengan meraih predikat lulusan terbaik tingkat universitas. Oleh karena itu, ia kerap fokus membicarakan masalah yang berkaitan dengan masyarakat. Karena memiliki perhatian pula pada perjuangan perempuan, Rilda lalu menempuh pendidikan pascasarjana jurusan Women, Gender, and Development di Institute of Social Studies of Erasmus University. Untuk menyelesaikan pendidikannya, Rilda mendapat dukungan dari Ford Foundation International.

Sejak di bangku kuliah, Rilda telah mengandrungi dunia kepenulisan. Ia bahkan pernah memenangkan lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa dan menjadi koordinator di sebuah NGO Anti Kekerasan. Berbagai karya Rilda telah dipamerkan di pameran cerita rakyat “100 faces, 100 stories”sastra di Newcastle upon Tyne dan pada

Page 5: TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

Tragedi UBL Berdarah…(Dian Anggraini)

41

pameran “Castle Park Stories: An Exhibition” di Lancaster Inggris. Kelahiran Novel Anomie memakan waktu hingga satu dekade. Berkali-kali Rilda mengubahnya dalam bentuk cerpen. Namun, endapan peristiwa yang berulang kali menari dalam imajinasinya akhirnya menjelma menjadi novel. Tragedi UBL Berdarah September 1999, gelombang penolakkan terhadap RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) menggema di seluruh pelosok tanah air. Sayangnya, aksi tersebut diwarnai tindakan represif aparat keamanan. Seorang mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yap Yun Hap, gugur di tangan aparat keamanan.

Sebagai bentuk solidaritas dan keprihatinan atas tindakan tersebut, gelombang protes meluas hingga seantero Indonesia. Tak terkecuali di Provinsi Lampung. Mahasiswa yang tergabung dari beberapa universitas, baik universitas negeri maupun universitas swasta, melakukan unjuk rasa.

Mahasiswa tersebut berkumpul di kampus masing-masing. Mereka mengenakan jas almamater untuk menjaga peserta aksi dalam satu komando dan menghindari penyusup dari tempat lain.

Lalu, para mahasiswa melakukan long-march menuju kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung yang berada di Telukbetung, Bandarlampung. Saat tiba di jalan Zainal Abidin Pagar Alam, tepatnya di depan Universitas Bandarlampung, rombongan bertemu dengan aparat keamanan.

Menurut Cahyo (2013), ratusan gabungan aliansi mahasiswa tersebut meminta bendera merah putih dikibarkan setengah tiang dan

komandan Koramil menandatangani surat dukungan penolakan RUU PKB.

Perundingan pun terjadi. Berdasarkan kesepakatan bersama, para mahasiswa tersebut akan menumpang dua puluh bus menuju kantor gubernur dan melanjutkan aksinya di sana. Namun, mendadak situasi berubah menjadi ricuh.

Cahyo (2013) mengatakan kericuhan itu tiba-tiba saja terjadi. Mahasiswa kemudian berlindung di areal kampus UBL. Sayangnya, aparat tetap saja masuk dan melakukan penembakan, penangkapan, pemukulan, serta perusakan kendaraan sehingga aktivitas kegiatan belajar mengajar dihentikan.

Akibat peristiwa tersebut sebanyak 44 mahasiswa terluka dan dua mahasiswa yang berasal dari Universitas Lampung kehilangan nyawa,yakni Saidatul Fitria “Atul” dan M. Yusuf Rizal “Ijal”. Atas peristiwa ini, NGO kontras menyatakan tragedi UBL Berdarah sebagai aksi kekerasan aparat TNI / POLRI terbesar yang menimpa gerakan mahasiswa di Lampung (Cahyo: 2013).

Dalam peristiwa ini, ada pihak yang secara tak langsung mengaku bertanggung jawab, yakni pernyataan Dandenpom II/3 Sriwijaya Lampung Letkol CPM Bagus Heru Sucahyo. Ia menyatakan telah mengamankan proyektil peluru pada tubuh korban. Danrem 043 Gatam, Kol. Inf. Mudjiono, juga melayangkan surat permintaan maaf atas peristiwa tersebut. Sayangnya, hingga kini pelaku penembakkan belum terungkap (Cahyo: 2013).

Untuk mengenang perjuangan Atul dan Ijal, Rektor Unila berjanji akan mengabadikan nama Atul sebagai nama gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Unila dan Ijal sebagai nama gedung di Fisip Universitas Lampung. Namun, janji tersebut hingga kini

Page 6: TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

Kelasa, Vol.14, No.1, Juni 2019: 37—47

42

belum terealisasi meskipun desakkan banyak pihak terus saja terdengar setiap tahunnya.

Berbeda dengan Aliansi Jurnalias Independen (AJI) Lampung, organisasi jurnalis ini menamai acara penghargaan tahunan bagi karya jurnalistik yang bertanggung jawab dan memiliki dampak perubahan di masyarakat dengan menggunakan salah satu nama dari korban dalam tragedi tersebut, yaitu penghargaan Saidatul Fitria.

Sinopsis Novel Anomie

Novel Anomie bercerita tentang perjuangan tokoh Rosie mencari keluarga kandungnya. Rosie dibesarkan dalam keluarga yang bergelimang harta dan kekuasaan. Keluarganya sangat dekat dengan penguasa orde baru. Apa pun yang diinginkan Rosie semua akan terwujud, semudah menjentikkan jari. Namun, keadaan berubah setelah pertengkaran antara paman Joe dan papa terjadi. Dari pertengkaran yang berlangsung di ruang kerja Papa yang berada di bagian depan rumah, terungkap sebuah kenyataan bahwa Rosie hanyalah seorang anak angkat. Papa dan Mama mengangkat Rosie dari sebuah panti asuhan.

Walaupun berusaha menyembunyikan identitas Rosie, papa tak kuasa menolak saat Rosie memutuskan untuk mencari keluarga kandungnya. Menurut penjelasan papa, beberapa tahun yang lalu, Rosie diambil dari sebuah panti asuhan di sebuah pulau dekat perkampungan nelayan. Pulau tersebut berada di ujung teluk di bagian selatan Sumatra.

Juni 1999, Rosie memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Sumatra. Sebelumnya, Rosie tinggal di Jakarta. Kepergiannya sekaligus dalam rangka mencari identitas diri yang hilang. Rosie ingin mengetahui tempat di

mana ia dilahirkan. Ia ingin bertemu dengan orang tua serta saudara kandungnya. Kepergian Rosie inilah yang menjadi titik awal perjuangan seorang Rosie.

Rosie terlibat dalam aksi demonstrasi mahasiswa yang memakan korban. Empat puluh empat mahasiswa menderita luka parah dan dua mahasiswa, Hamza dan Lara, harus kehilangan nyawa. Peristiwa ini terus menjadi mimpi buruk bagi Rosie. Lara, fotografer sebuah universitas negeri di Lampung, adalah korban salah sasaran karena Rosielah yang seharusnya dicari oleh tentara. Tragedi UBL Berdarah dalam Anomie karya Rilda. Oe.Taneko

Karya Rilda. Oe. Taneko ini membuka kenangan pada Tragedi UBL Berdarah yang terjadi pada September 1999. Pengarang membalut tragedi tersebut dalam imajinasi yang apik. Susanto (2012:44) mengatakan bahwa fiksi dapat menjadi fakta sejarah. Dalam novel sebanyak 303 halaman, terdapat beberapa latar tempat, seperti Jakarta yang disebutkan sebagai Ibu kota Negara, Lancaster, dan ujung selatan Sumatra. Meskipun secara tidak lugas menyebutkan latar tempat di Provinsi Lampung,beberapa peristiwa yang dihadirkan mengindikasikan peristiwa bentrokan antara mahasiswa dan aparat terjadi di Bumi Ruwa Jurai. “Bundaran pertama yang aku lihat adalah bundaran air mancur yang dikelilingi empat ekor patung gajah dengan bolah hitam-putih di kaki mereka, dan tiga buah payung berbeda warna-merah, emas dan putih. Sebuah monumen penghargaan Adipura”. (Anomie: hal 109) Peristiwa yang terjadi di akhir September 1999 ini merupakan gelombang aksi solidaritas setelah tanggal 24 September 1999, aparat menembak mati Yap Yun Han,

Page 7: TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

Tragedi UBL Berdarah…(Dian Anggraini)

43

mahasiswa teknik Universitas Indonesia di Jakarta. Demontrasi penolakkan RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) juga merenggut korban sipil lainnya.

“Rezim pemerintah yang lalu adalah rezim militer, dan salah satu tujuan reformasi adalah menarik kekuasaan yang dimiliki militer dan mengantikannya dengan pemerintahan sipil. Namun, kami yakin pihak militer belum menyerah. Mereka mencoba melegalkan kebijakan tentang cara menanggulangi keadaan bahaya, yang menurut kami adalah salah satu cara membawa kembali kekuasaan milter. Kami melakukan long march demi menolak proses legalisasi kebijakan tersebut. Dan kami tidak sendiri. Mahasiswa di seluruh Indonesia bergerak melakukan penolakan UU PKB. Seorang mahasiswa tewas dalam aksi di ibukota, beberapa waktu lalu”. (Anomie: hal 46) Karena peristiwa tersebut, aksi demonstrasi tanpa dikomando berlangsung di seluruh wilayah di Indonesia. Di Lampung, organisasi kemahasiswaan sepakat berkumpul dan melakukan aksi penolakkan terhadap RUU PKB tersebut. Aksi long march dimulai dari dalam kampus universitas negeri. Mahasiswa membawa poster dengan berbagai macam tulisan, seperti “Tolak UU Penanggulangan Keadaan Bahaya”, Tolak Dwifungsi ABRI, dan People Power”. “Kami berkumpul di bundaran kampus, berdiri bersisian melingkari kolam air mancur yang tidak lagi terpakai. Di bawah pimpinan Andi, kami bergantian berorasi menggunakan pengeras suara. Beberapa kawan mengibarkan sang saka yang diikat erat di batang bambu. Bendera-bendera itu berkibar dihembus angin kemarau”. (Anomie: hal 46)

Mahasiswa dengan semangat yang membara berjalan beriringan. Lagu-lagu reformasi terus berkumandang membakar semangat untuk berjuang. Terik matahari yang garang tak dihiraukan para mahasiswa tersebut meskpuni peluh mengalir dengan deras. Bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan berseragam seperti tentara berlangsung tepat di depan sebuah universitas swasta. Suasana sekitar begitu kacau. Aksi pembakaran ban oleh mahasiswa bercampur dengan tembakan gas air mata oleh petugas. Seketika udara menjadi pekat membuat semua orang menjadi sulit bernafas dan panik.

Keadaan cerita digambarkan pengarang begitu kacau. Aksi penembakkan akhirnya terjadi. Seorang mahasiswa terbaring berlumuran darah di jalan hitam beraspal. Aparat berseragam tentara juga menggunakan senjata berpeluru tajam untuk menghadapi aksi mahasiswa. Peluru tersebut mereka tembakkan dari markas tentara, tempat bentrokan tersebut terjadi. “Kami sedang mengelar aksi di depan markasa tentara, saat kerusuhan pecah. Peluru tajam ditembakkan dari arah pemakaman umum sebelah markas. Aku dapat melihat beberapa tentara bersembunyi di balik hijau dan putihnya bunga kamboja, tepat di belakang pagar kuburan.” (Anomie: hal 8) Pengunaan peluru tajam oleh aparat keamanan juga terjadi di Jakarta dalam bentuk demonstrasi serupa. Demontrasi penolakkan RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) juga merenggut nyawa Yap Yun Hap, mahasiswa jurusan teknik Universitas Indonesia. Dalam demo yang berlangsung sehari sebelum tragedi UBL berdarah, aparat

Page 8: TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

Kelasa, Vol.14, No.1, Juni 2019: 37—47

44

menggunaan senjata tajam secara nyata. “Ketika sepasukkan tentara mulai menembak ke arah demonstran, Yap Yun Hap menghindar bersama dua kawannya, Kokom dan Arif. Namun, karena keadaan kacau mereka berpisah satu sama lain. Kokom dan Arif akhirnya bertemu kembali di RSJ sekitar ukul 22.30, tetapi Yup Hap tak jelas ada dimana . Hingga tengah malam kabar Yup Hap tetap sumir”. “Harian kompas memberitakan, “Pihak UGD RSCM mengonfirmasi bahwa korban masuk pukul 21.30. Dari hasil pemeriksaan foensik oleh dr. Agus P. dan dr. Jaya dari RSCM disebutkan bahwa korban meninggal akibat penembakkan dengan menggunakan peluru tajam .P eluru tersebut diperlihatkan kepada saksi-saksi mahasiswa.”(Tirto: 2018). Mahasiswa berteriak dan berlari ke segala arah untuk menyelamatkan diri. Namun, tempat yang seharusnya menjadi perlindungan bagi mahasiswa justru tidak luput dari tangan keras aparat. Aparat melakukan penerobosan ke wilayah kampus yang seharusnya netral dari aksi kekerasan. “Teriakkan orang-orang dan pekik alarm mobil mengiringi langkahku menuju gedung. Aku terus berlari cepat dan tidak berani melihat apayang terjadi di sekitarku. Segalanya terlihat tidak nyata dalam penglihatanku. Benakku menolak kenyataan bahwa tentara telah masuk ke dalam kampus.” (Anomie: hal 9) Berbagai sumber menyebutkan bahwa keadaan tidak terkendali karena Koramil menolak kehendak mahasiswa untuk menandatangani penolakkan diberlakukannya UU PKB. Sebelumnya, mahasiswa pun telah menurunkan bendera merah putih setengah tiang di kantor koramil sebagai bentuk penghormatan kepada

mahasiswa (Yap Yun Hap ) yang tertembak beberapa hari sebelumnya. Bukti-bukti kekerasan aparat juga tercantum dalam artikel yang dirilis oleh Wikipedia. Dalam peristiwa tersebut dua korban jiwa jatuh, yaitu Muhammad Yusuf Rizal, mahasiswa jurusan FISIP Unila angkatan 1997. Yusuf meninggal dunia karena luka tembak di dada yang tembus hingga belakang dan sebutir peluruh yang menembus leher. Rizal tertembak tepat di depan Koramil Kedaton. Beberapa hari kemudian, Siadatul Fitriah juga kehilangan nyawa karena mengalami luka berat akibat korban kekerasan aparat. Rilda A. Oe. Taneko kembali mengungkapkan jatuhnya korban kedua. Seorang mahasiswi yang sedang melakukan peliputan harus kehilangan nyawa karena tangan besi aparat. Identitas di leher sebagai tanda pengenal tidak lagi menjadi benteng perlindungan. Kebebasan Pers telah tercerabut. “Namun, kemudian, di saaat kritis itu, mahasiswi berkerudung biru yang bersembunyi di bilik sebelah menangis keras. Setelah itu, terdengar suara pintu didobrak, beberapa pukulan kuat dan cerita kesakitan yang panjang. Yang tersisa kemudian hanya kensunyian yang mencekam”. (Anomie: hal 12). Pecahnya bentrok antara aparat dan mahasisa disusupi oleh aktor intelektual. Aktor yang memiliki nafsu untuk mengorbankan kedamaian dan mengeruk keuntungan pribadi semata. “Mereka memberiku kehidupan yang baru, Rosie. Kehidupan yang lebih layak. Aku memiliki apartemenmeah di ibukota, mobil, kekuasaan. Aku memiliki kekuasaa...”. (Anomie: hal 231). Tuntutan pengusutan terhadap pelaku penembakkan terus berlangsung. Mahasiswa dengan tegas meminta agar pemerintah membentuk

Page 9: TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

Tragedi UBL Berdarah…(Dian Anggraini)

45

Tim Ad Hoc guna mengusut tragedi UBL berdarah. Namun, tuntutan tersebut hanya tinggal sejarah. Pemerintah tak kunjung melakukan pengusutan dan tersangka pun bebas berkeliaran. Peristiwa yang hanya menjadi sejarah ini dituturkan pengarang, Rilda, dalam novelnya. “Mungkin saja aku akan bergabung di setiap acara peringatan tahunan tragedi ini. Jika ku tidak tenggelam dalam tragedi dan masalah hak asasi manusia yang lain, yang sudah banyak dan tak henti-henti terjadi di negara ini, yang membawaku menjauh dari mengingat Hamza. Atau sederhana saja, mungkin aku terlalu sibuk memikirkan hidupku sendiri. Ttragedi ini mungkin hanya akan menjadi sekadar sejarah, yang hanya dikenang oleh segelintir orang. Sesederhana orang-orang meluparakan tragedi-tragedi lainnya, tak lama pula tragedi ini akan dilupakan” (Anomie: hal 15). Penguasa Pemilik Kuasa

Anomie juga mengungkapkan kerusuhan yang terjadi di Lampung Timur tahun 1998. Peristiwa Talangsari merupakan insiden antara kelompok Warsidi dan aparat keamanan. Wikipedia menyebutkan bahwa gerakan Talangsari yang dimotori oleh Warsidi tercium oleh aparat keamanan. Sayangnya, kedatangan aparat keamanan untuk bermusyawarah berujung bentrok. Kedatangan Kapten Soetiman disambut hujan panah dan perlawanan golok. Tewasnya Kapten Soetiman membuat Komandan Korem (Danrem) 043 Garuda Hitam Lampung Kolonel AM Hendropriyono mengambil tindakan tegas terhadap kelompok Warsidi. Dalam peristiwa tersebut banyak korban yang jatuh termasuk perempuan dan anak-anak. Rilda A.

Oe. Taneko mengutarakan hal tersebut dalam novelnya. “Rezim terdahulu telah mengonfirmasi bahwa kelompok militan di dusun itu adalah target operasi, sementara korban dari penduduk sipil adalah dampak sampingan yang tak bisa dihindari. Meski begitu, tetapi saja tidak ada hak rezim untuk menangkap, menyiksa, membunuh, atau membakar penduduk sipil yang tak bersenjata, bahkan kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak”(Anomie: hal 210). Drama penculikan terhadap aktivis mahasiswa yang marak terjadi di era orde baru juga tersistematis. Mahasiswa yang vokal dan kerap mengkritis pemerintah akan berhadapan dengan penguasa. Rilda A. Oe. Taneko juga membalut tragedi tersebut dalam novelnya. Tokoh Andi adalah satu dari lima aktivis kampus yang diculik oleh aparat keamanan. “Mereka membuat aku menjadi diriku hari ini.” Andi tersenyum sinis dan kemudian tergelak. “Mereka menangkap kami, kami berlima. Mereka menyiksa dan membunuh yang lain, kecuali aku. Kau pasti menduga-duga mengapa mereka melepaskanmu” (Anomie: hal 230). Simanjuntak (2017) menyatakan kritis terhadap penguasa adalah kenekatan yang penuh risiko di era orde baru. Kebebasan berpendapat dan berserikat adalah barang mewah. Kekuasaan yang menakutkan minus kontrol adalah wajah Demokrasi Indonesia itu. Tidak ada kebebasan dalam nalar kebebasan yang hadir adalah kontrol ketat kekuasaan terhadap masyarakat. Keterlibatan penguasa dalam segala lini juga diungkapkan dalam novel ini. Para pemilik kuasa dapat bertindak dengan kewenangan yang dimiliki padahal merugikan orang lain.

Page 10: TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

Kelasa, Vol.14, No.1, Juni 2019: 37—47

46

Pengarang mengkritisi ulah oknum tersebut dalam cerita ini. “Papa hanya menginginkan tanah itu. Hanya itu. Sesederhana itu. Itulah yang Papa katakan pada Pakde. Tapi Papa tidak menduga tentara akan menyerang dusun. Papa tidak menginginkan mereka membakar dusun itu” (Anomie: hal 292). Kondisi ini juga tidak hanya dimanfaatkan oleh penguasa tetapi juga kerabatnya. Nepotisme semakin mengakar. Kerabat penguasa tak ayal seperti penguasa kecil. Memanfaatkan situasi dan kondisi. “Aku menelepon sebentar boleh ya?” tanyanya. Lalu tanpa menunggu jawaban, Om Jo beranjak ke arah bar dan meminjam telepon. Ia kemudian melambai, meminta pria yang tadi membentaknya datang, dan menyerahkan gagang telepon padanya. Oom Jo kembali merebahkan tubuh ke sofa dan menyilangkan kaki. Ia melihat ke arah bar dan tampak menunggu”. (Anomie: hal 56).

“Kamu harus cerita apa yang telah terjadi, darling. Kenapa tentara-tentara itu bertanya tentang kamu?” tanya Ella, menaikkan suaranya yang feminim, hampir-hampir seperti menjerit (Anomie: hal 112).

Paman Rosie yang notabene memiliki kedekatan dengan oknum aparat keamanan memanfaatkan situasi tersebut.

4. Simpulan Novel Anomie membuka nostalgia pembaca pada tragedi UBL Berdarah tahun 1999. Bukan itu saja, pengarang juga “memaksa” pembaca untuk mengenang pula peristiwa Talangsari yang pecah satu tahun sebelumnya, yakni 1998. Setiap perjuangan tentu saja membutuhkan kegigihan, strategi, dan air mata. Kendati demikian, pengorbanan juga bukan satu-satunya

alat untuk meraih kemenangan apalagi melibatkan pihak ketiga yang berupaya untuk mendapatkan keuntungan semata. Namun, kembali ke hakikatnya, novel sejarah adalah karya imajinasi pengarang maka tidak penting untuk melakukan pembuktian. Novel sejarah menggunakan fakta sejarah yang bersarang di dalam pemikiran pengarang bukan pada fakta sejarah yang ada. DAFTAR ACUAN Abrams, M. H. 1981. A Glossary of Literary

Terms. New York: Harcourt, Brace 7. World, Inc

Kuntowijoyo. 2004. Sejarah/Sastra. Jurnal

Humaniora Volume 16 Nomor 1. Yogyakarta: UGM.

Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat.

Yogyakarta: Tiara Wacana Nugraha, Latief S. 2015. Potret Perjuangan

Kemerdekaan Indonesia dalam Novel Terbitan Balai Pustaka Tahun 1976-1996. Jurnal Gramatika Volumen III Nomor 1. Maluku Utara: Kantor Bahasa

Ratna, Nyoman Kutha. 2015.Teori, Metode,

dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Simanjutak. 2017. Kritis Kepada Penguasa

Adalah Kenekatan yang Penuh Risiko.https://kumparan.com/@kumparannews/kritis-kepada-penguasa-adalah-kenekatan-yang-penuh-risiko. diakses 3 Januari 2019.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik

Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Page 11: TRAGEDI UBL BERDARAH DALAM ANOMIE KARYA RILDA A. …

Tragedi UBL Berdarah…(Dian Anggraini)

47

Susanto, Dwi. 2012. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Caps Taneko, Rilda A.Oe. 2017. Anomie. Depok: Koekosan Teeuw, A. 2015. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya Wahyuni, Dessy. 2013. Potret Kerusuhan

Mei 1999 dalam Luka Beku. Jurnal Widyariset Volume 16 no 1 2013. Bogor: Pusbindiklat LIPI.

Wellek, Rene dan Warren, Austin. 2015.

Teori Kesustraan. (Diterjemahkan oleh Melani Budianta). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Indonesia.

Wibowo, Erwin. 2017. Makna Semiotik

dalam Anomie Karya Rilda A. Oe. Taneko. Jurnal Jentera Volume 6 Nomor 2 Halaman 129-141. Jakarta: Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Wikipedia. Peristiwa Talangsari 1998.

https:/id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_Talangsari_1989. diakses 5 januari 2019.

Cahyo, Sadam. 2013. 28 September 1999,

Malapetaka ‘UBL Berdarah’ yang Dilupakan. http://www.berdikarionline.com/28-september-1999-malapetaka-ubl-berdarah-yang-dilupakan/. Diakses 3 Januari 2019.

Firdausi, Fadrik Aziz. 2018. Tragedi

Semanggi II dan Suramnya Kasus Pelanggaran HAM oleh Aparat. https://tirto.id/tragedi semanggi-ii-dan-suramnya-kasus –pelanggaran –ham-oleh-aparat-c1ga. diakses 3 Januari 2019.