Upload
taufan-lutfi
View
549
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
STROKE PADA ANAK
Tinjauan PustakaSubbagian Kimia Klinik
Oleh:
M. Taufan Lutfi
Pembimbing:
dr. Nina Tristina, SpPK, MKM
23 September 2010
BAGIAN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKINB A N D U N G
2010
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3
2.1 Definisi Stroke Pada Anak ........................................................................ 8
2.2 Epidemiologi ............................................................................................. 3
2.3 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Otak .......................................... 4
2.4 Patofisiologi Stroke .................................................................................. 10
2.4.1 Stroke Iskemik ............................................................................ 10
2.4.2 Stroke Hemoragik ....................................................................... 10
2.5 Etiologi
11
2.5.1 Stroke Iskemik ............................................................................ 13
2.5.2 Stroke Hemoragik ....................................................................... 14
2.6 Faktor Risiko Stroke Pada Anak ............................................................... 15
2.7 Gejala Klinis Stroke Pada Anak ............................................................... 17
2.8 Diagnosis Stroke ....................................................................................... 18
2.9 Diagnosis Banding .................................................................................... 18
2.10 Pemeriksaan Laboratorium pada Stroke ................................................ 19
2.10.1 Pemeriksaan Hematologi ............................................................ 20
2.10.1.1 Pemeriksaan Hematologi Lengkap ............................ 20
2.10.1.2 Laju Endap Darah (LED) ........................................... 22
2.10.1.3 Pemeriksaan Koagulasi .............................................. 22
2.10.2 Pemeriksaan Kimia ..................................................................... 23
2.10.2.1 C-reactive protein (CRP) ........................................... 23
2.10.2.2 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah ........................... 23
2.10.2.3 Pemeriksaan Elektrolit ............................................... 26
3
2.10.2.4 Pemeriksaan Analisa Gas Darah ................................ 28
2.10.2.5 Pemeriksaan Fungsi Ginjal ........................................ 29
2.10.2.6 Pemeriksaan Fungsi Hati ........................................... 30
2.11 Evaluasi Dignostik ................................................................................. 32
2.12 Penatalaksanaan ..................................................................................... 35
2.12.1 Terapi Suportif ............................................................................ 35
2.12.2 Terapi Obat ................................................................................. 36
2.12.3 Transfusi ..................................................................................... 36
2.12.4 Pembedahan ................................................................................ 36
2.13 Prognosis .............................................................................................. 37
BAB III RINGKASAN ................................................................................. 38
SUMMARY ..................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 40
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem Vaskularisasi Utama Pada Jaringan Otak ........................ 11
Gambar 2.2 Faktor-Faktor Promosi Glukoneogenesis Dalam Penyakit Kritis. 25
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Faktor-Faktor yang Mengatur Sirkulasi Serebral ............................... 8
Tabel 2.2 Etiologi Stroke Iskemik ..................................................................... 14
Tabel 2.3 Etiologi Stroke Hemoragik ................................................................ 15
Tabel 2.4 Faktor Risiko Penyakit Serebrovaskular Pada Anak.......................... 16
Tabel 2.5 Diagnosis Banding Stroke .................................................................. 18
Tabel 2.6 Panel Pemeriksaan Laboratorium Dasar Pada Pasien Stroke ............ 19
Tabel 2.7 Nilai Laboratorium Penyakit-Penyakit yang Berhubungan Dengan
Stroke.................................................................................................... 20
Tabel 2.8 Evaluasi Diagnosis Stroke Pada Anak ............................................... 33
Table 2.9 Pemeriksaan Penunjang Stroke Pada Anak ....................................... 34
Tabel 2.10 Evaluasi Diagnosis Penyakit Serebrovaskular Pada Anak.......35
5
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke sering terjadi terutama pada orang tua, namun dapat juga menyerang
bayi, anak, orang dewasa muda dan bahkan dapat terjadi sebelum kelahiran.
Risiko terjadinya stroke dari lahir sampai usia 18 tahun mendekati 11 per 100.000
anak per tahun.1 Stroke adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian pada
anak.1-3 Laporan insidensi dan prevalensi stroke pada anak meningkat sejalan
dengan kemajuan teknik pencitraan.2,4
Stroke pada anak berbeda dengan stroke pada dewasa karena stroke pada
anak terutama disebabkan kelainan kongenital dan genetik.4 Stroke pada anak
lebih sering merupakan komplikasi penyakit lain seperti penyakit jantung sianotik
dan hemoglobinopati.5,6 Secara garis besar penyakit serebrovaskuler pada anak
berbeda dari dewasa dalam hal; pada anak lebih sulit untuk didiagnosis, faktor
risiko yang berbeda, disfungsi yang disebabkan oleh stroke pada anak lebih
sedikit dibandingkan dengan stroke pada dewasa dengan lesi yang sama, upaya
rehabilitasi harus dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan anak. Stroke pada anak
sering tidak memberikan gejala yang jelas, pemeriksaan fisik dan tes pada anak
sulit dilakukan karena anak kurang kooperatif dan banyak dokter yang tidak
memikirkan kemungkinan penyakit serebrovaskular ketika memeriksa anak
dengan defisit neurologis akut dikarenakan pemikiran bahwa stroke pada anak
relatif tidak umum terjadi.6
6
Anak yang hidup pasca stroke, 50% sampai 80% akan memiliki defisit
neurologis permanen, hemiparesis atau hemiplegia. Cacat jangka panjang lainnya
meliputi gangguan kognitif dan sensorik, epilepsi, gangguan bicara atau
komunikasi, gangguan penglihatan, gangguan perhatian, gangguan perilaku dan
rendahnya kualitas hidup. Kecepatan diagnosis, penanganan, rehabilitasi dan
terapi yang tepat dapat meminimalisasi kematian dan cacat pada anak. Dibutuhkan
lebih banyak penelitian untuk mengetahui keunikan aspek diagnosis dan terapi
stroke pada anak.1 Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai stroke yang
terjadi pada anak meliputi definisi, epidemiologi, anatomi dan fisiologi pembuluh
darah otak, patofisiologi, etiologi, faktor risiko, gejala klinis, diagnosis, diagnosis
banding, pemeriksaan laboratorium, evaluasi diagnostik, penatalaksanaan dan
prognosis.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Stroke Pada Anak
Definisi stroke menurut WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan
fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa
ditemukannya penyebab selain dari gangguan vaskular.5,7-10 Stroke pada anak
didefinisikan sebagai gangguan serebrovaskular yang terjadi pada usia antara 30
hari (1 bulan) sampai 18 tahun.2,8,11 Definisi lain menyebutkan stroke pada anak
adalah stroke yang terjadi pada usia antara 28 hari setelah lahir sampai 18 tahun.6
2.2 Epidemiologi
Insidensi stroke pada anak diperkirakan antara 2-3/100.000 anak/tahun di
Amerika Serikat dan 13/100.000 anak/tahun di Perancis. Canadian Pediatric
Ischemic Stroke Registry (CPISR) melaporkan insidensi stroke iskemik pada anak
usia <18 sebesar 2,7/100.000 anak/tahun, 40% pada usia < 1 tahun, perbandingan
laki-laki: perempuan (1,5:1). Survei yang dilakukan NHDS (National Hospital
Discharge Survey), tahun 1980 sampai 1998 pada anak usia 0-18 tahun, rata-rata
insidensi stroke sebesar 13,5/100.000 anak/tahun; disesuaikan dengan
International Classification of Diseases revisi ke-9 didapatkan 2,9 kasus/100.000
anak/tahun dengan stroke hemorragik, dan 7,8/100.000 anak/tahun dengan stroke
iskemik.2,5 Penelitian pada anak-anak Cina di Hong Kong mendapatkan stroke
8
pada anak sebesar 2,1/100.000 anak/tahun dengan 28% diantaranya stroke
hemoragik.5
Risiko stroke pada anak kulit hitam lebih tinggi dengan risiko relatif (RR)
2,12 dibandingkan dengan anak kulit putih. Anak laki-laki mempunyai risiko
1,28 kali lebih tinggi dibanding anak perempuan. Tidak ada perbedaan etnis yang
berhubungan dengan tingkat keparahan yang menyebabkan kematian yang terjadi
pada stroke.3
Mortalitas stroke di AS pada anak (usia 1-15 tahun) sebesar
0,6/100.000 anak/tahun. Mortalitas stroke pada anak laki-laki lebih tinggi
dibanding perempuan, dan lebih tinggi pada anak kulit hitam dibandingkan
dengan kulit putih. Mortalitas stroke pada anak dilaporkan antara 7% sampai
28%.2
Satu dari 10 anak dengan stroke iskemik akan mendapatkan stroke berulang
dalam 5 tahun, meskipun telah diterapi. Gangguan cerebrovaskular merupakan
salah satu dari 10 penyebab utama kematian pada anak, dengan risiko tertinggi
pada 1 tahun pertama kehidupan.3
2.3 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah Otak
Otak memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis otak
memperoleh darah melalui dua sistem, yakni sistem karotis (arteri karotis interna
kanan dan kiri), dan sistem vertebral. Arteri karotis interna, setelah memisahkan
diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui
kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri
9
oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri
anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagian
lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.9
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum kemudian mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu
menjadi arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada
tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri
serebri posterior, yang melayani darah bagian lobus oksipitalis, dan bagian medial
lobus temporalis.9 Gambar 2.1 menjelaskan sistem vaskularisasi utama pada
jaringan otak.
10
Gambar 2.1 Sistem Vaskularisasi Utama Pada Jaringan OtakDisadur dari: Netter FH.13
Ketiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan
otak dan beranastomosis satu dengan lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil
menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-
cabang arteri serebri lainnya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada
11
sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebral,
yaitu:9
1) Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri
serebri media kanan-kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan
kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri posterior, dan arteri
komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan
posterior) kanan dan kiri yang terletak di dasar otak.
2) Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah
orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri
maksilaris eksterna.
3) Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis eksterna (pembuluh
darah ekstrakranial).
Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri
tersebut, sehingga tidak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.9
Bila aliran normal ke suatu bagian tertentu berkurang, maka setahap demi setahap
dapat terbentuk sirkulasi kolateral. Kebanyakan sirkulasi kolateral serebral antara
arteria-arteria utama adalah melalui sirkulus Willisi.12
Sistem karotis terutama melayani kedua hemister otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer.9 Otak yang normal mempunyai kemampuan untuk mengatur
kebutuhan aliran darahnya sendiri. Keadaan patologis tertentu dapat mengubah
atau bahkan menghilangkan sama sekali mekanisme otoregulasi. Bagaimana
mekanisme ini berfungsi sesungguhnya belum dapat dibuktikan.12
12
Faktor-faktor yang mengatur sirkulasi serebral terdiri dari faktor ekstrinsik
atau ekstrakranial dan faktor intrinsik atau intrakranial seperti pada tabel 2.1
berikut:12
Tabel 2.1 Faktor-Faktor yang Mengatur Sirkulasi SerebralFaktor ekstrinsik (ekstrakranial)
Faktor intrinsik (intrakranial)
Tekanan darah sistemik Mekanisme otoregulasi serebral mempunyai hubungan dengan tekanan perfusi serebral
Fungsi kardiovaskular Pembuluh darah serebral
Viskositas darah Tekanan cairan otak atau intrakranial Dikutip dari: Price, Sylvia A.12
Faktor intrinsik yang mengatur aliran darah otak (ADO) terutama berkaitan
dengan sistem kardiovaskular. Jika tekanan rata-rata darah turun sampai di bawah
60 mmHg, mekanisme otoregulasi otak menjadi kurang efektif. Mula-mula otak
berusaha mengkompensasi dengan menarik lebih banyak oksigen dari darah yang
ada, tetapi kalau tekanan rata-rata darah terus menurun hingga aliran darah otak
mencapai sekitar 30 ml/100 gram jaringan per menit, maka mulai tampak gejala-
gejala iskemia serebral. Aritmia jantung dapat mengubah curah jantung. Bila
curah jantung berkurang lebih dari sepertiga, maka ADO akan menurun pula.
Viskositas darah merupakan suatu faktor yang penting. Ini dapat dibuktikan dari
peningkatan ADO pada keadaan anemia. Pada polisitemia, ADO dapat turun
sampai 50%. 12
Faktor intrinsik pertama yang mengatur ADO adalah tekanan perfusi
serebral yang merupakan daya pendorong dalam sirkulasi serebral. Tekanan
perfusi serebral adalah perbedaan tekanan antara tekanan arteria dan tekanan vena
13
serebri. ADO tetap konstan (750 ml/menit) karena adanya otoregulasi, meskipun
tekanan darah sistemik mungkin mengalami fluktuasi. Mekanisme ini tetap efektif
pada tekanan darah sistemik antara 150 sampai 60 mmHg. Jika tekanan darah
sistemik turun, maka terjadi penurunan resistensi vaskular serebral sebagai
kompensasi. Peningkatan tekanan darah akan berakibat peningkatan resistensi
vaskular otak. Faktor intrinsik kedua yang mengatur ADO adalah pembuluh-
pembuluh darah serebral, dianggap sebagai faktor yang paling penting yang
berhubungan dengan faktor resistensi serebrovaskular. Faktor intrinsik ketiga
yang mengatur ADO adalah tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK akan
meningkatkan resistensi serebrovaskular. ADO tidak akan berkurang sampai TIK
mencapai 450 mm H2O. TIK normal berkisar antara 60 sampai 180 mm H2O.12
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
Tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam
(pH rendah) menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan parsial CO2
turun, pO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi.9
Perubahan ADO yang terjadi secara bertahap akan dilawan oleh otak.
Kemampuan otak untuk menyesuaikan diri dan mengkompensasi masih belum
banyak diketahui dan dimengerti, tetapi kemampuan ini jelas merupakan dasar
penentuan luas kerusakan yang diakibatkan gangguan sirkulasi. Kalau perubahan
yang dialami timbul bertahap, maka otak masih dapat menanggulanginya secara
efektif.12
14
2.4 Patofisiologi Stroke
Patofisiologi utama penyakit serebrovaskular adalah gangguan (berkurang
atau terhentinya) aliran darah ke sebagian otak (stroke iskemik) atau pecahnya
pembuluh darah dengan perdarahan pada jaringan otak (stroke hemoragik).4,14
Jenis dan tingkat kerusakan yang dihasilkan oleh salah satu peristiwa tersebut
tergantung pada anatomi sistem vaskular yang terkena dan gangguan metabolisme
otak yang terjadi.4
2.4.1 Stroke Iskemik
Stroke Iskemik pada anak disebabkan oleh penurunan aliran darah arteri
akibat dari trombosis dan emboli. Penurunan aliran darah serebral mengakibatkan
kerusakan otak berhubungan dengan tingkat metabolisme otak yang tinggi dan
kekurangan energi dalam otak.4 Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke
otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-
reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur
pendukungnya.10
2.4.2 Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan
yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ekstravaskular sangat
mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di
sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan
15
sirkulus Willisi.12 Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena
robeknya pembuluh darah otak, diikuti pembentukan edema dalam jaringan otak
di sekitar hematoma. Akibatnya, terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh
hematoma dan edema pada struktur sekitar termasuk pembuluh darah otak dan
menyempitkan/ menyumbat pembuluh darah sehingga terjadi juga iskemi pada
jaringan yang dilayaninya.9
Perdarahan intraserebral dapat terjadi akibat gangguan koagulasi,
perdarahan malformasi arteri atau hemangioma, atau hipertensi berat (yang, pada
remaja, mungkin akibat penyalahgunaan kokain atau amfetamin).14 Perdarahan
subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisma. Kebanyakan
aneurisma mengenai sirkulus Willisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan
mempermudah kemungkinan ruptur.12
2.5 Etiologi
Pada orang dewasa, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan
penyakit serebrovaskular merupakan penyebab paling umum stroke. Walaupun
serangkaian tes diagnostik komprehensif dilakukan, banyak kasus stroke pada
anak yang tidak diketahui penyebabnya.14 Sepertiga kasus stroke pada anak tidak
berhasil diketahui penyebabnya.2,4 Penyakit jantung kongenital dan sickle cell
disease merupakan penyebab tersering stroke pada anak. Aterosklerosis yang
merupakan penyebab umum stroke pada dewasa jarang menjadi penyebab stroke
pada anak.15,16
16
Penyebab paling umum stroke pada anak adalah penyakit jantung bawaan
atau didapat. Menurut Canadian Pediatric Ischemic Stroke Registry, penyakit
jantung ditemukan pada 40 dari 228 (19%) dari anak dengan trombosis arteri.
Banyak dari anak-anak ini sudah diketahui mempunyai penyakit jantung sebelum
stroke terjadi. Komplek anomali jantung yang melibatkan katup dan ruang jantung
secara bersamaan merupakan masalah terbesar, tapi hampir semua lesi jantung
kadang-kadang dapat menyebabkan stroke. Pada lesi sianotik dengan polisitemia
dapat meningkatkan risiko baik trombosis maupun emboli.15
Menurut Canadian Pediatric Ischemic Stroke Registry, hanya 5 (2%) anak
dengan stroke iskemik yang diakibatkan anemia sel sabit. Sebuah rumah sakit
metropolitan besar di Amerika Serikat melaporkan bahwa stroke iskemik terjadi
pada sekitar 17% penderita penyakit sel sabit, lebih tinggi 4-5% dari data di
Jamaika dan Afrika.15
Penyebab stroke pada anak berubah-ubah dari waktu ke waktu. Dahulu,
infeksi seperti Haemophilus influenzae, meningitis merupakan penyebab umum
stroke pada anak; sekarang penyakit jantung kongenital, sickle cell disease,
diseksi karotis ektrakranial, dan infeksi varisela menjadi penyebab utama stroke
pada anak.2 Dari penyebab stroke pada anak yang diketahui, gangguan oklusi
pembuluh darah (stroke iskemik) lebih sering ditemukan (55%) dibandingkan
dengan perdarahan intrakranial (45%).3,4
2.5.1 Stroke Iskemik
17
Tidak ada klasifikasi penyebab stroke pada anak yang diterima secara luas.
Sistem klasifikasi etiologi stroke iskemik yang ada adalah untuk orang dewasa,
tetapi tidak sesuai untuk anak. Penentuan mekanisme stroke memerlukan
penyelidikan yang ekstensif. Evaluasi etiologi stroke pada anak di masa lalu
masih terbatas. Penelitian terbaru dengan dengan menggunakan strategi diagnostik
yang lebih luas telah memberikan informasi penting tentang penyebab dan akibat
stroke pada anak. Mekanisme stroke iskemik yang terjadi pada anak meliputi:
tromboemboli dari intrakranial atau ekstrakranial, atau jantung; arteriopati akut,
sementara, atau progresif, dan penyebab lain yang jarang, tetapi sebagian besar
kasus penyebabnya belum dapat ditentukan.2 Penyebab umum stroke iskemik
pada anak dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Etiologi Stroke Iskemik
18
1. Penyakit Jantung– Penyakit jantung kongenital– Penyakit jantung rematik– Endokarditis– Komplikasi operasi jantung
2. Gangguan hematologi– Anemia sel sabit (Sickle cell anemia)– Trombositosis– Polisitemia– Leukemia– Defisiensi Antitrombin III, Protein C and Protein S– Antibodi Antifosfolipid
3. Vaskulitis Infeksiosa– Piogenik– Tuberkulosa– Jamur– AIDS
4. Vaskulitis Non Infeksiosa– Systemic lupus erythematosus (SLE)– Poliarteritis nodosa– Arteritis Takayasu– Non spesifik
5. Sindrom Moyamoya 6. Trauma
– Trauma tumpul arteri servikal– Diseksi arteri– Trauma pada arteri karotis
7. Gangguan Metabolik Herediter– Homosistinuri– Mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic acidosis and stroke like episodes
(MELAS) 8. Toksik
– Pensiklidin – Fenilpropanolamin – Metamfetamin – Kokain
Disadur dari: Kaul S.4
2.5.2 Stroke Hemoragik
Frekuensi stroke hemoragik pada anak berbeda dengan dewasa. Frekuensi
stroke hemoragik pada anak hampir sama dengan stroke iskemik. Trauma dan
diatesis hemoragik merupakan faktor risiko penting stroke hemoragik pada anak.18
Etiologi yang umum pada stroke hemoragik dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Etiologi Stroke Hemoragik
19
1. Malformasi pembuluh darah– Arteriovenous malformation (AVM)– Aneurisma– Angioma
2. Hematologi– Leukemia– Trombositopeni– Hemofilia– Koagulapati sekunder dari gangguan pada hepar– Disseminated intravascular coagulation (DIC)
3. Trauma Disadur dari: Kaul S.4
2.6 Faktor Risiko Stroke Pada Anak
Perbedaan paling mendasar antara penyakit serebrovaskular pada anak dan
orang dewasa adalah banyaknya faktor risiko pada anak dibandingkan dengan
orang dewasa.15 Faktor risiko penyakit serebrovaskular pada anak dapat dilihat
pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Faktor Risiko Penyakit Serebrovaskular Pada Anak
20
Penyakit jantung bawaanDefek septum ventrikelDefek septum atriumPaten duktus arteriosusStenosis AortaStenosis MitralKoartasioRabdomioma jantung Defek jantung bawaan kompleksPenyakit jantung didapatPenyakit jantung reumatikKatup jantung buatanEndokarditis Libman-SacksEndocarditis BakteriKardiomiopatiMiokarditisMiksioma atrialAritmiaPenyakit sistem vaskularHipertensi sistemikDeplesi volume atau hipotensi sistemikHipernatremiaSindrom vena cava superiorDiabetesVaskulitisMeningitisInfeksi Systemic lupus erythematosusPoliarteritis nodosaGranulomatous angiitisArteritis Takayasu Rheumatoid arthritisDermatomiositisInflammatory bowel diseasePenyalahgunaan obat (kokain, amfetamin)Sindrom Hemolitik-uremik VaskulopatiSindrom Ehlers-Danlos HomosistinuriaSindrom Moyamoya Penyakit FabryMalignant atrophic papulosisPseudoxanthoma elasticurnDefisiensi NADH-CoQ reductase Gangguan VasospastikMigrainKeracunan ergotVasospasm dengan perdarahan subaraknoid
Kelainan hematologi dan koagulopatiHemoglobinopati (sickle cell anemia, sickle cell-hemoglobin C)Immune thrombocytopenic purpuraThrombotic thrombocytopenic purpuraThrombositosisPolisitemiaDisseminated intravascular coagulation (DIC)Leukemia atau neoplasma lainDefek koagulasi bawaanPenggunaan kontrasepsi oralKehamilam dan periode postpartumDefisiensi antithrombin IIIDefisiensi protein SDefisiensi protein C Defisiensi serum C2 bawaanDisfungsi hati dengan kelainan koagulasiDefisiensi vitamin KAntikoagulan Lupus Antibodi antikardiolipin Anomali Struktur Sistem SerebrovaskularArterial fibromuscular dysplasiaAgenesis/ hipoplasi arteri karotis interna atau vertebralisArteriovenous malformation Telangiektasi hemorragik hereditas Sindrom Sturge-Weber Aneurisma IntrakranialTraumaKekerasan pada anakEmboli lemak atau udaraEmboli benda asingLigasi karotisOklusi arteri vertebralis akibat rotasi servikal mendadakDiseksi arteriTrauma tumpul arteri servikalisArteriografiFistula kavernosa karotis post trauma Kelainan koagulasi dengan trauma minorEmboli cairan amnion/ plasenta Trauma tembus intrakranial
Dikutip dari: Roach dan Riela.15
21
2.7 Gejala Klinis Stroke Pada Anak
Dua pertiga anak menunjukkan gejala hemiplegi akut. Kejang, letargi atau
koma merumitkan gejala klinis stroke.17 Pada umumnya gejala klinis stroke pada
anak yang lebih tua mirip dengan stroke pada dewasa. Gejala klinis yang biasa
ditemukan pada pasien dewasa seperti hemiplegi, hemiparesis, hemiparestesi,
afasia dan defisit neurologis fokal lain tergantung dari daerah di otak yang terkena
juga didapatkan pada stroke anak.4 Anak dengan stroke dapat memiliki gejala
serangan stroke pada dewasa seperti sakit kepala hebat (sering menjadi keluhan
utama), afasia, gangguan gerakan bola mata, dan parestesi.20 Namun pada pasien
anak yang lebih muda gejala stroke tidak begitu jelas, dan lebih bervariasi. Bayi
lebih sering menunjukkan gejala kejang, gejala motorik kurang begitu jelas
sampai anak menunjukkan perkembangan motorik. Oleh karena itu dokter harus
sangat teliti untuk menilai seorang anak yang dicurigai stroke.4
Penatalaksanaan stroke paling efektif diberikan dalam 3 jam pertama
setelah gejala awal stroke. Dengan mengenali tanda-tanda stroke pada anak dan
tindakan yang cepat akan mengurangi kerusakan akibat stroke pada otak anak.
Metode FAST (Face, Arms, Speech, Time) dapat membantu untuk mengenali
gejala stroke dengan cepat. Langkah-langkah metode FAST adalah sebagai
berikut: 20,21
– F ace : Ajak anak untuk senyum. Apakah wajah tidak simetris, salah satu
sisi muka tertinggal, mulut mencong?
– A rms : Ajak anak untuk menutup mata dan menahan kedua lengannya
lurus ke depan selama 10 detik apakah salah satu lengan bergerak turun?
22
– S peech: Ajak anak untuk berbicara/ mengulang kalimat sederhana. Apakah
ada kata-kata yang tidak jelas/ bicara rero? Dapatkah anak mengulang
kalimat dengan benar?
– T ime : Jika anak menunjukkan tanda-tanda di atas, waktu adalah sangat
penting, segera bawa anak ke rumah sakit.
2.8 Diagnosis Stroke
Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan gejala klinis, hasil pemeriksaan
fisik neurologis, dan ditunjang dengan pemeriksaan pencitraan seperti CT-scan
(Computed Tomography Scan) dan atau MRI (Magnetik Resonance Imaging).9,22,23
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding stroke dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut:24
Tabel 2.5 Diagnosis Banding StrokeStroke iskemikStroke hemoragikTrauma kranioserebral/ servical Meningitis/ensefalitisMasa Intrakranial
– Tumor– Hematoma subdural
Kejang dengan gejala neurologis menetapMigrain dengan gejala neurologis menetap Metabolik
– Hiperglikemi– Hipoglikemi– Post-cardiac arrest ischemia– Overdosis obat/narkotik
Disadur dari: AHA, Stroke Center.24
2.10 Pemeriksaan Laboratorium pada Stroke
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam beberapa hal antara lain untuk
23
menyingkirkan gangguan neurologis lain, mendeteksi penyebab stroke, dan
menemukan keadaan komorbid. Di samping itu pemeriksaan laboratorium juga
dapat membantu menentukan apakah terdapat kontraindikasi untuk pemberian
trombolitik.23
Pemeriksaan laboratorium dasar yang disarankan pada pasien stroke
ditunjukkan pada tabel 2.6. Tes-tes ini memberi informasi penting mengenai
penyebab stroke (seperti polisitemia, trombositosis, trombositopeni, leukemia,
koagulopati), membedakan dengan keadaan yang menyerupai stroke (seperti
hipoglikemi, hiponatremi) dan untuk mengetahui penyakit-penyakit yang
menyertai (seperti anemia, diabetes).25
Tabel 2.6 Panel Pemeriksaan Laboratorium Dasar Pada Pasien StrokeLEDCRPPemeriksaan hematologiJumlah sel darah (eritrosit, trombosit, lekosit)Konsentrasi hemoglobinNilai hematokritPemeriksaan kimia
– Glukosa– Elektrolit– Fungsi ginjal dan hati
Pemeriksaan koagulasi– PT– PTT– APTT– Fibrinogen
Disadur dari: Castellanos M, et all25
Jika dicurigai terdapat kelainan hematologi yang spesifik menjadi penyebab
stroke, maka diperlukan lebih banyak pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui etiologi stroke. Beberapa kelainan hematologi yang berhubungan
dengan stroke dapat dipertimbangkan jika didapatkan nilai abnormal pada panel
24
pemeriksaan laboratorium dasar (tabel 2.7).25
Tabel 2.7 Nilai Laboratorium Penyakit-Penyakit yang Berhubungan Dengan Stroke
Eritrosit Trombosit Lekosit PT APTTPolisitemia rubra vera ↑↑ N/↑ N/↑ N NTrombositemia esensial N ↑↑ N N NSickle cell disease ↓ N N N NParoxysmal nocturnal hemoglobinuria ↓ N/↓ N/↓ N NThrombotic thrombocytopenia purpura ↓ ↓↓ N N NHemofilia N N N N ↑Von Willebrand’s disease N N N N N/↑Defisiensi faktor X N N N ↑ ↑Defisiensi protrombin N N N ↑ ↑Defisiensi faktor VII N N N ↑ NDefisiensi vitamin K N N N ↑ N/↑Hepatopati kronis N N N ↑ ↑DIC N ↓ N ↑ ↑Terapi heparin N N N N/↑ ↑Terapi warfarin N N N ↑ N/↑Disadur dari: Castellanos M, et al25A
2.10.1 Pemeriksaan Hematologi
2.10.1.1 Pemeriksaan Hematologi Lengkap
Pemeriksaan hematologi lengkap memberi informasi tentang kadar
hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit serta
morfologi sel darah. Polisitemia vera, anemia sel sabit dan trombositemia esensial
adalah kelainan sel darah yang dapat menyebabkan stroke. Pada polisitemia,
nilai hematokrit yang tinggi menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi
aliran darah otak. Iskemik stroke yang ditemukan pada high-altitude dihubungkan
dengan nilai hematokrit yang tinggi. Penyakit sel sabit disebabkan oleh
hemoglobin S yang terjadi akibat substitusi asam glutamat oleh valin pada rantai
globin ß. Penyakit ini banyak dijumpai pada keturunan Afrika, Mediterania dan
25
India. Pada keadaan hipoksia, hemoglobin S mengalami polimerisasi sehingga
morfologi eritrosit berbentuk seperti sabit. Eritrosit yang berbentuk sabit ini
bersifat kaku dan tidak dapat berubah bentuk waktu melalui pembuluh darah
kecil. Adanya HbS dapat dideteksi dengan elektroforesis hemoglobin.23
Trombositemia esensial termasuk kelainan mieloproliferatif yang ditandai
dengan proliferasi abnormal megakariosit. Manifestasi kliniknya berupa
perdarahan dan tromboemboli. Stroke iskemik bisa merupakan manifestasi
pertama dari trombositemia esensial. Pada pemeriksaan hematologi dijumpai
jumlah trombosit sangat meningkat lebih dari 1000.000/ µL dan dapat ditemukan
trombosit dengan morfologi abnormal seperti bentuk bizar, giant platelet, heavy
granulation. Pada trombositemia esensial dapat dijumpai anemia mikrositik
hipokrom kemungkinan akibat perdarahan.23
Jika dijumpai anemia dan trombositopenia dengan fragmentosit pada
sediaan hapus darah tepi disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin, maka
perlu dipikirkan thrombotic thrombocytopenia purpura (TTP). Sindrom ini terdiri
atas trombositopenia, anemia hemolitik mikroangiopatik, gejala neurologis,
kelainan ginjal dan demam. Pada pemeriksaan darah juga dijumpai peningkatan
bilirubin dan LDH. Patofisiologi dari kelainan ini adalah terbentuknya
mikrotrombi yang menyumbat pembuluh darah kecil di ginjal maupun di otak,
dan menyebabkan eritrosit pecah. Trombositopenia terjadi akibat konsumsi yang
meningkat karena komponen utama mikrotrombi adalah trombosit. Pada TTP
trombosit mudah beragregasi karena adanya ultra large von Willebrand
factormultimer (vWF). Hal ini disebabkan oleh defisiensi ADAMTS 13
26
(a disintegrin and metalloproteinase with thrombospondin type 1 motif 13) yaitu
enzim proteolitik yang berfungsi memecah ultra large vWF multimer.23
2.10.1.2 Laju Endap Darah (LED)
Peningkatan laju endap darah (LED) dapat memberi informasi penting
mengenai terdapatnya penyakit inflamasi sistemik atau vaskulitis yang tidak
diduga. Pemeriksaan LED harus dilakukan pada pasien yang dicurigai arteritis
temporalis pada pasien muda dan pasien yang lebih tua (> 40 tahun) dengan
stroke yang tidak diketahui penyebabnya.26 Laju endap darah umumnya sangat
tinggi (>55 mm/jam) pada penderita arteritis temporalis.27
2.10.1.3 Pemeriksaan Koagulasi
Pemeriksaan koagulasi meliputi PT (Prothrombin time), PTT (Partial
thromboplastin time), activated partial thromboplastin time (APTT), INR
(International normalized ratio), dan fibrinogen. Nilai abnormal dapat dihasilkan
dari perdarahan atau pembekuan yang eksesif. Pemeriksaan INR digunakan untuk
penyesuaian dosis obat-obatan pengencer darah seperti warfarin. Pemeriksaan PT
dan PTT atau APTT perlu dikerjakan karena mungkin stroke hemoragik terjadi
pada pasien yang sedang mendapat antikoagulan oral atau heparin.24
Pada pemberian antikoagulan oral golongan antagonis vitamin K, hasil PT
memanjang karena aktivitas faktor VII, faktor X dan protrombin yang menurun.
Pada pasien yang mendapat heparin, APTT memanjang karena heparin
meningkatkan aktivitas antitrombin dalam menetralkan faktor pembekuan yang
27
tergolong protease serin. Selain itu untuk mengambil keputusan apakah pasien
dapat diberi trombolitik, diperlukan data tentang koagulasi.23
Peningkatan kadar fibrinogen dihubungkan dengan peningkatan risiko
stroke. Kadar fibrinogen yang tinggi akan meningkatkan viskositas darah dan
risiko terjadinya trombosis.23
2.10.2 Pemeriksaan Kimia
2.10.2.1 C-reactive protein (CRP)
Peningkatan C-reactive protein (CRP) dan fibrinogen, seperti halnya
homosistein merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner, penyakit arteri
perifer, dan stroke. 26 Setiap keadaan yang memutus integritas lapisan endotel
dinding pembuluh darah otak akan meningkatkan potensi terjadinya trombosis
intralumen dan stroke. Aterosklerosis, salah satu dari penyebab terjadinya stroke
adalah suatu kondisi inflamasi kronik yang dicetuskan oleh berbagai penyebab
yang mencederai permukaan lapisan endotel. Penanda adanya inflamasi pada
dinding pembuluh darah antara lain adalah C reactive protein (CRP). CRP adalah
suatu protein fase akut yang akan meningkat pada inflamasi. Risiko stroke
meningkat bermakna pada kadar CRP > 1.08 mg/L.28
2.10.2.2 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia
maupun hiperglikemia, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala
neurologis. Batasan hipoglikemia adalah jika kadar glukosa darah kurang dari 45
28
atau 50 mg/dL. Hipoglikemia perlu dipertimbangkan jika terdapat gejala
penurunan kesadaran, bingung dan kejang. Pada keadaan hiperglikemia dengan
kadar glukosa darah di atas 300 mg/dL dapat dijumpai gejala neurologi berupa
lemah, perubahan status mental, penurunan kesadaran sampai koma.23
Hiperglikemia (didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma >144 mg/dL
atau kadar plasma puasa >120,6 mg/dL) terjadi pada 43% pasien stroke akut.
Gangguan regulasi gula darah yang sering juga disebut hiperglikemia reaktif dapat
terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stres kerusakan jaringan,
reaksi ini adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu
aspek perubahan biokimiawi multipel yang berhubungan dengan stroke akut.
Dalam keadaan stres terjadi mekanisme respon adaptasi, yaitu; 1) Sistem saraf
otonom simpatis, dan; 2) Corticotropin-releasing hormon (CRH).29,30
Pusat sistem simpatis terletak di batang otak; aktivasi sistem ini akan
menyebabkan terjadinya pelepasan katekolamin (epinefrin) yang mempunyai efek
sangat kuat terhadap reaksi glikogenolisis dan glukoneogenesis dalam hati,
sehingga akan meningkatkan pelepasan glukosa dari hati kedalam sirkulasi, dan
selain menghambat pemakaian glukosa di jaringan perifer juga akan menghambat
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Norepinefrin mempunyai efek lemah
terhadap glikogenolisis dalam hati, tetapi dapat merangsang glikoneogenesis
karena mempunyai efek lipolisis yang kemudian memberi asupan gliserol bagi
hati. Alanin yang berasal dari protein otot juga dapat mengakibatkan peningkatan
proses glukoneogenesis pada keadaan krisis, laktat juga merupakan prekursor
yang penting bagi glukosa dalam hati dan merupakan refleksi peningkatan
29
glikogenolisis di jaringan perifer dan kemungkinan down regulation dari piruvat
dehidrogenase, laktat akan berfungsi sebagai substrat alternatif bagi proses
glukoneogenesis dalam keadaan stres katabolik. Gliserol akan masuk ke dalam sel
hati untuk berpartisipasi dalam proses glukoneogenesis, setelah dilepas dari
jaringan adiposa, karena kecepatan lipolisis akan meningkat sebagai akibat sekresi
hormon counterregulatory.29,30
Gambar 2.2 Faktor-Faktor Promosi Glukoneogenesis Dalam Penyakit KritisDisadur dari: Soegondo30
30
Sistem Corticotropin-releasing hormon (CRH) tersebar di seluruh bagian
otak tetapi paling banyak terdapat di nukleus paraventrikular hipotalamus,
perangsangan sistem CRH akan mengaktivasi aksis hipofisis-adrenal. Hipofisis
akan menghasilkan adrenocorticotrophin hormon ( ACTH ) yang akan
merangsang kortek adrenal untuk melepas kortisol, efek kortisol terhadap
terhadap metabolisme karbohidrat adalah perangsangan proses glukoneogenesis
dan selanjutnya akan menyebabkan peningkatan glukosa dalam darah.29,30
Hipoglikemia dapat menyerupai stroke atau transient ischemic attack (TIA),
namun dapat juga terjadi setelah stroke karena asupan makanan yang kurang atau
akibat pemakaian obat-obatan hipoglikemik. Hipoglikemik dapat memperparah
kerusakan neurologis, sehingga glukosa darah harus dimonitor secara hati-hati
pada pasien diabetes dan pada penggunaan obat-obatan hipoglikemik.22
2.10.2.3 Pemeriksaan Elektrolit
Pemeriksaan elektrolit ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan
elektrolit baik untuk natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium.
Kelainan natrium dan osmolalitas apakah hipernatremia, hiponatremia,
hiperosmolalitas maupun hipoosmolalitas semuanya menghasilkan depresi
susunan saraf pusat dengan manifestasi utama ensefalopati. Jika hiponatremia
mencerminkan hipoosmolalitas maka sel otak mengalami over hidrasi sehingga
menyebabkan sakit kepala, confusion dan bahkan kematian. Sebaliknya
hipernatremia hampir selalu menunjukkan hiperosmolalitas, efeknya adalah sel
otak mengalami dehidrasi sehingga merangsang rasa haus, mental confusion dan
31
selanjutnya koma. Kelainan kalium baik hiperkalemia maupun hipokalemia
menghasilkan depresi saraf perifer dengan manifestasi utama kelemahan otot.
Sebaliknya kelainan magnesium dan kalsium bermanifestasi pada susunan saraf
pusat maupun perifer. Hiperkalsemia dan hipermagnesemia menyebabkan depresi
susunan saraf pusat dan perifer dengan ensefalopati dan kelemahan otot. Sedang
hipokalsemia dan hipomagnesemia menyebabkan perangsangan susunan saraf
pusat dan perifer dengan gejala kejang dan tetani. Hipofosfatemia juga
dihubungkan dengan koma.23
Penelitian di Jepang tentang gangguan alektrolit pada pasien stroke akut
melaporkan kejadian hipernatremia (Na serum ≥ 149 mEq/l ), hiponatremia
(≤134 mEq /l), hiperkalemia (serum K ≥ 4,8 mEq/l) dan hipokalemia (≤3,2
mEq/l) lebih tinggi pada pasien dengan stroke pendarahan dibandingkan pada
pasien dengan stroke iskemik. Hipernatremia, hiponatremia dan hiperkalemia
lebih banyak ditemukan pada stroke hemoragik dengan hematoma berukuran
besar. Pada pasien usia lanjut, gangguan elektrolit yang lebih umum dari pada
pasien usia muda atau setengah baya. Komplikasi insufisiensi ginjal dan diabetes
mellitus sering terjadi pada pasien stroke dengan hipernatremia, yang 57%
meninggal dalam waktu satu bulan.31
Hiponatremia pada pasien stroke dapat disebabkan karena kurang asupan
garam, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIDH), atau disebabkan
cerebral salt wasting (CSW). Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
(SIDH) terjadi akibat tekanan tinggi intrakranial yang merangsang hipotalamus,
sehingga terjadi pelepasan hormon anti diuretik dari neurohipofisis. Cerebral salt
32
wasting (CSW) adalah pengeluaran natrium yang berlebihan oleh ginjal akibat
penyakit intrakranial, akibatnya terjadi hiponatremi dan penurunan volume cairan
ekstraseluler.32,33
2.10.2.4 Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Pemeriksaan analisa gas darah perlu dilakukan, karena selain dapat
mendeteksi asidosis metabolik pada diabetic keto acidosis (DKA), juga dapat
mendeteksi hipoksia dan hiperkapnia, yakni keadaan-keadaan menyebabkan
gangguan neurologis. Pada insufisiensi paru menahun, hipoksia mengakibatkan
ensefalopati yang ditandai dengan sakit kepala, bingung, disorientasi, dan
gangguan fungsi kognitif. Pada pemeriksaan dapat dijumpai myoclonus, refleks
meninggi, kadang-kadang dijumpai edema papil. Penemuan ini bukan hanya
akibat hipoksia serebri tetapi juga akibat hiperkapnia yang menyebabkan
vasodilatasi serebri, tekanan meningkat dan perubahan pH cairan serebrospinalis.
High-altitude sickness dapat menyebabkan ensefalopati yang ditandai dengan
sakit kepala, lelah, anoreksia, mual, konsentrasi menurun dan gangguan tidur.
Pada kasus berat dapat terjadi gangguan kesadaran sampai koma kadang-kadang
fatal. Edema serebri menyebabkan edema papil, perdarahan retina dan neuropati,
gangguan sensorik dan gangguan perilaku. Edema serebri terjadi akibat tekanan
oksigen menurun.23
Stroke secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi fungsi pusat
respirasi di medulla yang menyebabkan bermacam-macam gangguan pernafasan,
diantaranya pernafasan Cheyne-Stokes (pola pernafasan periodik atau teratur
33
dengan hiperventilasi dan hipoventilasi secara bergantian, paling sering terjadi),
hiperventilasi (forced respiration), pernafasan yang tidak teratur, dan sighing
respiration. Pola pernafasan akan mempengaruhi hasil analisis gas darah; pada
pasien stroke dapat dijumpai alkalosis respiratorik maupun asidosis respiratorik.
Analisa gas darah dua kali sehari sangat bermanfaat untuk memantau secara
objektif kecukupan aerasi.22,33,34
2.10.2.5 Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal berguna untuk menyingkirkan uremia, suatu
gangguan metabolik yang menyerupai stroke, mencari etiologi yang mendasari,
menilai faktor risiko, dan dapat berguna untuk memprediksi mortalitas akibat
stroke. 35-38 Pemeriksaan fungsi ginjal yang disarankan pada pemeriksaan awal
pasien stroke adalah ureum dan kreatinin. 37,38
Penurunan fungsi ginjal berhubungan dengan penyakit pembuluh darah
besar, seperti hipertensi, pengerasan dinding arteri, dan penyakit jantung iskemik.
Penurunan fungsi ginjal juga berhubungan dengan penyakit pembuluh darah kecil
serebral.39 Pasien dengan penyakit ginjal kronis merupakan pasien dengan keadaan
inflamasi kronis yang berasal dari berbagai macam faktor (multifaktor). Inflamasi
khususnya keadaan inflamasi kronik akan meningkatkan risiko stroke.40
Penurunan fungsi ginjal akan meningkatkan risiko tinggi terjadinya penyakit
kardiovaskular dan stroke. Penurunan fungsi ginjal pada pasien stroke akan
meningkatkan risiko mortalitas, namun hubungan keduanya belum dievaluasi
secara detail.35,36
34
Terdapat kesamaan hemodinamik antara dinding pembuluh darah ginjal dan
otak, penyakit pembuluh darah kecil di ginjal mungkin menunjukkan adanya
penyakit pembuluh darah kecil di otak. Pemeriksaan laju filtrasi glomerulus
(GFR) dapat digunakan sebagai indikator yang mudah untuk menilai penyakit
pembuluh darah kecil otak, mengingat bahwa penyakit pembuluh darah kecil otak
berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Dua penelitian menunjukkan
bahwa penurunan fungsi ginjal yang dinilai dengan penurunan GFR berkaitan
dengan peningkatan prevalensi infark subklinis pada MRI otak.39
Otak dan ginjal mempunyai struktur vaskular yang serupa dengan tahanan
pembuluh darah yang rendah sehingga sangat mudah dipengaruhi oleh tingginya
fluktuasi tekanan dan aliran darah. Kerusakan mikrovaskular pada kedua organ
tersebut tidak hanya menyebabkan kerusakan ginjal namun juga berakibat pada
infark otak.35,36
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ureum dan
kreatinin, peningkatan rasio ureum kreatinin (≥0.08573 mmol/µmol), dan
penurunan bersihan kreatinin pada pasien stroke akut dapat memperkirakan
mortalitas jangka panjang yang tidak tergantung pada usia, skor neurologis,
penyakit jantung iskemik, hipertensi, merokok, dan diuretik digunakan.37
2.10.2.6 Pemeriksaan Fungsi Hati
Pemeriksaan fungsi hati pada pasien stroke dilakukan untuk menyingkirkan
ensefalopati hepatikum (salah satu keadaan yang dapat menyerupai gejala stroke),
35
dan untuk menyingkirkan etiologi stroke (koagulapati sekunder akibat gangguan
pada hepar).4,38
Ensefalopati hepatikum merupakan gangguan metabolik dengan disfungsi
neuropsikiatrik. Ensefalopati hepatikum dapat terjadi sebagai sindrom akut pada
pasien dengan gagal hati akut akibat hepatitis virus atau hepatitis yang diinduksi
obat-obatan, atau sebagai sindrom kronis pada pasien dengan gagal hati kronis
seperti pada hepatitis fulminan dan sirosis.41
Banyak pemeriksaan biokimia hati dan kinerja ekskretoris hati disebut tes
fungsi hati. Di samping menilai fungsi hati, beberapa tes mengukur enzim hati
yang dilepaskan ke dalam aliran darah (misalnya, pelepasan aminotransferases
dari sel-sel hati cedera atau fosfatase alkali karena kolestasis). Beberapa tes lebih
spesifik menilai fungsi ekskresi hepatobiliar (seperti bilirubin), dan kemampuan
sintetik hati (seperti PT, biasanya dilaporkan sebagai INR; albumin).42
Pemeriksaan laboratorium yang paling berguna untuk menyaring gangguan
hati adalah serum aminotransferase (paling sering digunakan pada tes fungsi hati),
bilirubin, dan fosfatase alkali. Sebuah protokol diagnostik suatu penelitian di
Amerika Serikat hanya menggunakan aminotransferase dalam menilai fungsi hati
pada penilaian awal pasien stroke guna menyingkirkan penyakit-penyakit lain
yang menyerupai stroke.38 Alanine Aminotransferase (ALT) merupakan enzim
dengan konsentrasi tinggi di hati, dan relatif rendah di jantung, otot, dan ginjal.
Aspartate transaminase (AST) merupakan enzim yang terdapat dalam jaringan
dengan aktivitas metabolik tinggi; AST ditemukan di jantung, hati, otot rangka,
ginjal, otak, pankreas, limpa, dan paru-paru. Enzim AST dilepaskan ke dalam
36
sirkulasi setelah cedera atau kematian sel. Setiap penyakit yang menyebabkan
perubahan dalam jaringan yang mempunyai aktivitas metabolik tinggi akan
mengakibatkan kenaikan kadar AST. Jumlah AST dalam darah berhubungan
langsung dengan jumlah sel yang rusak dan waktu antara cedera jaringan dan
waktu dilakukan pemeriksaan. Setelah kerusakan sel yang parah, kadar AST
dalam darah akan meningkat dalam 12 jam dan tetap tinggi selama 5 hari. Pada
stroke AST meningkat sampai 3 kali normal.43,44
2.11 Evaluasi Dignostik
Tidak ada konsensus pedoman evaluasi pada anak, namun beberapa
pendekatan sistematis telah direkomendasikan.2 Tabel 2.8 menampilkan sistem
evaluasi diagnostik stroke pada anak.
37
Tabel 2.8 Evaluasi Diagnosis Stroke Pada Anak1. Anamnesis riwayat trauma kepala, trauma leher, riwayat penyakit, demam dan kelemahan yang
tidak spesifik, pemakaian obat-obatan, perkembangan yang lambat, riwayat gangguan perdarahan pada keluarga, dan sakit kepala.
2. Riwayat keluarga dengan perhatian khusus pada kelainan vaskular, kelainan hematologi, retardasi mental.
3. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan lingkar kepala anak, kelainan kulit, evaluasi jantung dan pemeriksaan arteri karotid.
4. MRI dan MRA (CT-scan jika MR tidak memungkinkan). Jika MRI dan MRA menunjukkan suatu infark dengan distribusi vaskular, dilanjutkan dengan
tes diagnostik berikut:– Echokardiogram, EKG, holter monitor– Pemeriksaan darah meliputi darah lengkap, LED, besi, folat, red cell folate, elektroforesis
Hb, protein S, protein C, antitrombin III, faktor V Leiden, kofaktor Heparin II, plasminogen, faktor VIII, faktor XII, antikardiolipin antibodi, antikoagulan lupus, mutasi protrombin, homosistein, lipoprotein a, kolesterol puasa, skrining infeksi, serum dan antibodi cairan serebrospinal terhadap varisela
– Pungsi lumbal – Doppler transkranial dengan balon – X-ray tulang servikal (pada dugaan infark posterior)
Jika MRI dan MRA menunjukkan suatu infark dengan distribusi non vaskular, dilanjutkan dengan tes diagnostik berikut:– Laktat cairan serebrospinal– Plasma amonia dan asam amino– Asam organik urin
Jika MRI dan MRA menunjukkan suatu perdarahan, dilanjutkan dengan tes diagnostik berikut:– Koagulasi – Angiografi Konvensional
Jika MRA normal, dilanjutkan dengan tes diagnostik berikut:– Angiografi Konvensional
Disadur dari: Lynch.2
Pemeriksaan penunjang mempunyai dua tujuan yaitu menegakkan diagnosis
stroke dan menemukan etiologi stroke. Penyebab stroke pada anak sangat banyak
tetapi biasanya jarang sekali diperlukan pemeriksaan penunjang yang sangat
lengkap pada setiap kasus stroke pada anak. Pada tabel 2.9 di bawah ini
digambarkan alur umum pemeriksaan penunjang stroke pada anak, namun
sebenarnya manajemen yang dilakukan tergantung pada kasus per kasus.
Misalnya pada CT-scan, pemeriksaan dilakukan tanpa kontras sudah cukup untuk
dapat membedakan stroke iskemik dan hemoragik. Kontras hanya dipakai jika ada
keraguan gambaran SOL pada CT-scan polos. Ultrasonografi kranial dapat
38
dilakukan pada bayi dengan fontanela anteriornya masih terbuka, dan dapat
mendiagnosis suatu infark, perdarahan dan malformasi pembuluh darah. Setelah
menegakkan diagnosis stroke, pemeriksaan dilanjutkan untuk menentukan etiologi
dari stroke yang terjadi.4
Tabel 2.9 Pemeriksaan Penunjang Stroke Pada Anak CT- scan (polos)
MRI scan (polos); jika CT-scan normalStroke i s k emi k Stroke Hemor r agi k
Elektrokardiogram Pemeriksaan arteri karotisEchocardiography (TTE) Echocardiography (TEE); jika TTE normal Pemeriksaan darahDarah lengkap dan hitung trombosit Opsional (tergantung keadaan); Elektrolit, BUN, kreatinin, glukosa, total protein, asam urat, kalsium, fosfat, kolesterol, trigliserid Opsional (tergantung keadaan); Pungsi lumbalPemeriksaan pencitraan
– Magnetic resonance angiography– Digital subtraction angiography– CT angiography– Tc-99m HMPO SPECT
Skrining penyakit kolagenFaktor rheumatoidAntinuclear antibody Antikoagulan Lupus Elektroforesis protein serumProfil koagulasi Protein C dan protein S Antitrombin 3 LainnyaVDRL/HIV Kultur darahUrinalisis Kadar Laktat/piruvat
Pemeriksaan darahDarah lengkap, hitung trombosit, faktor-faktor pembekuanPemeriksaan fungsi hatiOpsional (tergantung keadaan); Pemeriksaan pencitraan
– Magnetic resonance angiography– Digital subtraction angiograph– Digital subtraction angiography
Disadur dari: Kaul S.4
39
Tabel 2.10 di bawah menyajikan panel evaluasi diagnosis penyakit
serebrovaskular pada anak yang dibagi menjadi 3 tahap.
Tabel 2.10 Evaluasi Diagnosis Penyakit Serebrovaskular Pada AnakTahap pertama: Dilakukan dalam 48 jam pertama
Tahap kedua: Dilakukan pada minggu pertama sesuai indikasi
Tahap ketiga: Dilakukan secara elektif sesuai indikasi
CT-scan MRI CBCPT/ PTT Elektrolit, Ca, Mg, Phos, glukosa Tes fungsi hati Rontgen thoraks LEDANA UrinalisisBUN, Kreatinin Skrining urin (obat) ekg 12-lead
Echocardiogram (transthoracic) dengan kontras Holter monitor Transkranial/ doppler karotis MR angiogram EEG Evaluasi hypercoaguable (konsultasi hematologi)Antithrombin III Protein C (aktifitas dan antigen) Mutasi faktor V (leiden)Antibodi antifosfolipid Antikardiolipin Antikoagulan Lupus Faktor rheumatoid Asam amino serumAsam organik urin Kultur darah Elektroforesis Hb Profil komplemen VDRL Laktat/ piruvat Amonia Cairan serebrospinal: hitung jenis, protein, glukosa, laktat Profil lipid
HIV Titer Lyme Titer mikoplasma Titer Cat-scratch MRI jantung Echocardiogram (transesophageal) Biopsi otot Tes DNA untuk MELAS Angiogram serebral (transfemoral) Leptomeningeal biopsiHosomosistein serum setelah pemberian metionin
Disadur dari: Abram HS17
2.12 Penatalaksanaan
2.12.1 Terapi Suportif
Terapi umum stroke pada anak bersifat suportif. Prinsip umum
penatalaksanaan sama dengan kasus emergensi anak lainnya yaitu pengontrolan
tanda vital. Bantuan hidup dasar merupakan penatalaksanaan awal anak dengan
stroke. Mengamankan jalan napas, memonitor sistem kardiovaskuler, dan
mengendalikan kejang adalah hal yang terpenting. Setiap anak dengan kecurigaan
40
stroke harus diobservasi secara ketat di ruang yang setara dengan Pediatric
lntensive Care Unit (PICU).4,5
2.12.2 Terapi Obat
Tidak ada uji klinis secara random terhadap pengobatan stroke iskemik akut
pada anak-anak. Rekomendasi terapi didasarkan pada penelitian kecil, non
random atau berdasar pengobatan stroke pada orang dewasa. Obat-obatan yang
umum digunakan dalam penatalaksanaan stroke meliputi: Aspirin, h eparin ,
w arfarin , dan t rombol it i k 2,5,15
2.12.3 Transfusi
Pasien dengan penyakit Sickle Cell yang mengalami stroke mernpunyai
risiko stroke ulang sebanyak 50%. Risiko tersebut dapat dikurangi dengan
transfusi berulang untuk mensupresi pembentukan hemoglobin sickle sampai di
bawah kadar 30%. Hb Sickle tidak dapat dikurangi secara mendadak, oleh karena
itu transfusi packed rel cell (PRC) dapat diberikan satu kali per bulan. Terapi
regimen transfusi selama 4 tahun dilaporkan berhasil mencegah stroke ulang pada
15 pasien dengan penyakit Sickle Cell.4,5
2.12.4 Pembedahan
Pengobatan untuk malformasi vaskular meliputi pembedahan, embolisasi
endovaskular, dan radiosurgery.2 Kebanyakan kasus stroke anak tidak
menimbulkan efek dari masa yang terbentuk yang membutuhkan penanganan.
41
Namun lesi hemisfer yang luas dan lesi di cerebelum baik itu infark ataupun
perdarahan dapat menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial yang cepat yang
membutuhkan pemasangan shunt intraventrikular ataupun evakuasi bedah. Pada
kasus seperti ini dibutuhkan konsultasi dengan ahli bedah saraf.4
2.13 Prognosis
Mortalitas pada stroke anak berkisar antara 20-30% dengan stroke
hemoragik memiliki angka mortalitas lebih tinggi dibandingkan dengan stroke
iskemik. Pada stroke hemoragik disebutkan sequele lebih sering terjadi, yakni
lebih dari 50% kasus. Prognosis yang buruk didapati pada anak dengan gejala
onset berupa kejang dan hemiplegia. Biasanya setelah stroke anak tersebut akan
tetap menderita kejang berulang, mengalami gangguan motorik dan gangguan
kognisi. Sekitar 20 % anak tanpa gejala kejang akan menderita epilepsi. Epilepsi
pasca stroke umumnya terjadi dalam 1 tahun pertama setelah serangan.4 Anak
dengan ukuran dan lokasi lesi yang sama dengan dewasa menunjukkan perbaikan
yang lebih menonjol, hal tersebut disebabkan adanya plastisitas dan susunan saraf
yang sedang berkembang, di mana bagian otak yang normal mengambil alih
fungsi area otak yang rusak. 4 Anak memiliki kemampuan yang lebih baik untuk
sembuh karena plastisitas atau fleksibilitas sistem saraf dan otak anak yang lebih
besar. Otak anak masih berkembang, sehingga memiliki kemampuan yang lebih
besar untuk memperbaiki sendiri.20
42
BAB III
RINGKASAN
Stroke adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian pada anak.
Perbedaan paling mendasar antara penyakit serebrovaskular pada anak dan orang
dewasa adalah banyaknya faktor risiko pada anak dibandingkan dengan orang
dewasa. Etiologi dan faktor risiko utama stroke pada anak adalah penyakit jantung
(kongenital atau didapat), dan kelainan hematologi dan koagulopati.
Metode FAST dapat membantu untuk mengenali gejala stroke dengan cepat.
Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan
ditunjang dengan pemeriksaan pencitraan seperti CT-scan atau MRI. Pemeriksaan
laboratorium dasar pada stroke meliputi pemeriksaan hematologi ( CBC, LED,
dan faktor-faktor koagulasi), pemeriksaan kimia (CRP, glukosa, elektrolit, fungsi
ginjal dan hati). Evaluasi diagnostik mempunyai tujuan untuk menegakkan
diagnosis stroke dan menemukan etiologi stroke. Penyebab stroke pada anak
sangat banyak tetapi manajemen yang dilakukan tergantung pada kasus per kasus.
Terapi umum stroke pada anak bersifat suportif. Penggunaan obat-obatan
stroke pada anak belum sepenuhnya aman dan efektif. Anak yang hidup pasca
stroke, 50% sampai 80% akan memiliki defisit neurologis permanen, hemiparesis
atau hemiplegi. Kecepatan diagnosis, penanganan, rehabilitasi dan terapi yang
tepat dapat meminimalisasi kematian dan cacat. Kerjasama antar berbagai pusat
kesehatan diperlukan untuk memberikan informasi faktor-faktor risiko, hasil
pengobatan, dan rekurensi.
43
SUMMARY
Stroke is one of the top 10 causes of death in children. The differences
between cerebrovascular diseases in children and adults are more risk factors
seen in children than adults. The most common etiology and risk factors stroke in
children are congenital or acquire heart disease, hematologic disorders and
coagulopathies.
FAST method can detect signs of stroke in children. The diagnosis of stroke
based on clinical manifestations, physical examination, and with imaging studies
i.e. CT-scan or MRI. Basic laboratory tests include hematological test (CBC,
ESR, and coagulation tests), and biochemistry tests (CRP, Glucose levels,
electrolytes, renal and hepatic function tests). Diagnostic evaluation can confirm
the diagnosis of stroke and to find etiology of stroke. There are many causes of
stroke in children, but the management of stroke is very individualized.
The treatment are mostly supportive. Medication is not free from side effect.
From all survivor, 50% to 80% will have permanent neurological deficits, most
commonly hemiparesis or hemiplegia. Promtly diagnosis, treatment, appropriate
rehabilitation and therapy can minimize mortality and disability. Collaboration
among multidicipline practitioners is needed to provide adequate information on
risk factors, outcome, and recurrence os stroke in children.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. American Heart Association. Knowing No Bounds: Stroke in Infants and Children. AHA 2010 (diunduh 20 Mei 2010). Tersedia dari: http://www.americanheart.org/downloadable/heart/1246466787464FACTS%20-%20Stroke%20in%20Infants%20and%20Children.pdf
2. Lynch JK, Hirtz DG, DeVeber G, Nelson KB. Report of the National Institute of Neurological Disorders and Stroke Workshop on Perinatal and Childhood Stroke. Pediatrics 2002;109;116-123 (diunduh 1 Juni 2010). Tersedia dari: http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/109/1/116
3. Jones DL, Adams R, Carnethon M, Simone GD, Ferguson TB, Flegal K, et al. Heart Disease and Stroke Statistics 2009 Update. A Report From the American Heart Association Statistics Committee. 2008 (diunduh 20 Mei 2010). Tersedia dari: http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/109/1/116
4. Kaul S. Cerebrovascular Disease in Children. Indian Pediatrics 2000; 37: 159-171 (diunduh 20 Mei 2010). Tersedia dari: http://www.indianpediatrics.net/feb2000/personal.htm
5. Roach ES, Golomb MR, Adams R, Biller J, Daniels S, DeVeber G, et al. Management of Stroke in Infants and Children. A Scientific Statement From a Special Writing Group of the American Heart Association Stroke Council and the Council on Cardiovascular Disease in the Young. Stroke 2008 (diunduh 22 Mei 2010). Tersedia dari: http://www. stroke .ahajournals.org/cgi/content/full/ STROKE AHA.108.18969 6
6. Roach E.S, Riela AR. Pediatric Cerebrovascular disorders. Futura Publishing Company. New York; 1988. h.2.
7. Truelsen T, Mähönen M, Tolonen H, Asplund K, Bonita R, Vanuzzo D. Trends in Stroke and Coronary Heart Disease in the WHO MONICA Project, Stroke 2003;34;1346-1352 ( diunduh 22 Mei 2010). Tersedia dari: http://stroke.ahajournals.org/cgi/content/full/34/6/1346
8. The Paediatric Stroke Working Group. Stroke in childhood: Clinical Guidelines for Diagnosis, Management and Rehabilitation. Royal College of Physicians of London. 2004 (diunduh 23 Mei 2010) Tersedia dari: http:// www.rcp london .ac.uk/pubs/.../child stroke /child stroke _ guidelines .pdf
45
9. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran Umum Tentang Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO). Dalam: Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi. Edisi 2. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press; 2003. h. 81-4.
10. Misbach J. Pandangan Umum Mengenai Stroke. Dalam: Al Rasyid, Soertidewi, editor. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. h. 1-6.
11. KidsHaveStrokes.org. Infant and Childhood Stroke Facts. Children's Hemiplegia and Stroke Association (CHASA). 2010 (diunduh 1 Juni 2010). Tersedia dari: http://www.pediatricstroke.org/stroke_facts.htm
12. Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta. EGC; 1995. h. 962-3.
13. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 5th Edition. Elsevier. 2010. h. 136 (diunduh 20 Juni 2010). Tersedia dari: http://www.netterimages.com/product/9781416059516/1-135.htm
14. Heilbroner PL, Castaneda GY. Pediatric Neurology Essentials for General Practice. 1st Edition. Lippincott Williams & Wilkins; 2007. h. 270-5.
15. Roach ES, Veber GD, DeVeber G, Riela AR, Wiznitzer M. Recognition and Treatment of Stroke in Children. Child Neurology Society Ad Hoc Committee on Stroke in Children. 2008 (diunduh 26 april 2010). Tersedia dari: http://www.ninds.nih.gov/news_and_events/proceedings/stroke_proceedings/childneurology.htm
16. Nield LS, Brunner NE, Scott J, Jaynes M. Pediatric Stroke: Evaluation, Treatment, and Follow-up. Psychiatric Times 2006 ( diunduh 28 Mei 2010). Tersedia dari: http://www.psychiatrictimes.com/display/article/10168/56346
17. Abram HS. Childhood Strokes: Evaluation And Management. Jacksonville Medicine; 1998 ( diunduh 1 Juni 2010). Tersedia dari: http://www.dcmsonline.org/jax-medicine/1998journals/november98/childhoodstrokes.htm
18. Carney PR, Geyer JD, Saxonhouse MA, Gomes CR, Malaty I. Pediatric Stroke. Dalam: Geyer JD, Gomes CR, editor. Stroke: A Practical Approuch. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins; 2009. h. 135.
19. Toole JF. Cerebrovascular Disorder. 4th edition. New York. Raven Press books Ltd; 1984. h. 252
46
20. National Stroke Assotiation. Kids and Stroke. Centennial; 2010 (diunduh 26 Juni 2010). Tersedia dari: http://www.stroke.org/site/PageServer?pagename=PEDSTROKE
21. Garnadi Y. Stroke & Apa Yang Harus Anda Ketahui Untuk Mencegah Stroke. Familia Medika; 2005. h. 10.
22. Warlow CP, Dennis MS, van Gijn J, Hankey GJ, Sandercock PAG, Bamford JM, Wardlaw J. What caused this transient or persisting ischaemic event? Dalam: Stroke: A Practical Guide to Management. London. Blackwell Science; 1997. h. 190-1,480, 502.
23. Setiabudy RD, Loho T. Pemeriksaan Laboratorium Pada Stroke akut. Dalam: Setiabudy RD, editor. Hemostasis dan Trombosis. Departemen Patologi Klinik FKUI/ RSCM. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. h. 77-82.
24. American Heart Association. Basic Life Support for Healthcare Providers and Advanced Cardiac Life Support. From: Acute Ischemic Stroke: New Concepts of Care 1998-1999. Genentech Inc. Dalam: The Internet Stroke Center. Emergency Stroke Evaluation & Diagnosis. St. Louis. Washington University School of Medicine Department of Neurology; 2010 (diunduh 26 Juni). Tersedia dari: http://www.strokecenter.org/education/ais_evaluation/diff_diagnosis.htm
25. Castellanos M , Castillo J, Dávalos A. Laboratory studies in the investigation of stroke. Dalam: Aminofe MJ, Boller F, Swaab DF, editor. Handbook of Clinical Neurology. Volume 94. Part 3. Amsterdam. Elsevier Health Sciences; 2009. h. 1081-91.
26. Caplan LR. Caplan’s Stroke: A Clinical Aproach. 4th edition. Philadelphia. Elsivier Saunders; 2009. h. 126-131.
27. Wilson DD. McGraw-Hill’s Manual of Laboratory & Diagnostic Tests. The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2008. h. 253.
28. Goldstein LB, Adams R, Alberts MJ, Appel LJ, Brass LM, Bushnell CD, et al. AHA/ASA Guideline. Primary Prevention of Ischemic Stroke. Stroke. 2006;37:1583-1633 (diunduh 26 Juli 2010). Tersedia dari: http://stroke.ahajournals.org/cgi/content/full/37/6/1583
29. Yanis H. Pola Kadar Glukosa Darah Pada Stroke Akut. Semarang. Bagian/ Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP DR. Kariadi; 2004. h. 9-11.
47
30. Soegondo S. Homeostasis Glukosa Darah pada Stroke. Dalam: Alwi I, Setiati S, Sudoyo A, dkk, editor. Pertemuan Ilrniah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam. FK UI 2001; h. 115-21.
31. Kusuda K, Saku Y, Sadoshima S, Kozo I, Fujishima M. Disturbances of Fluid and Electrolyte Balance in Patients With Acute Stroke. Nippon Ronen Igakkai Zasshi; 1989;26(3):223-7 ( diunduh 20 agustus 2010). Tersedia dari: http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2795972
32. Sobaryati. Penatalaksanaan Umum pada Kegawatdaruratan Neurologi. Dalam: Basuki A, Dian S, editor. Kegawatdaruratan Neurologi. Bandung. Bagian/ UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSHS; 2009. h. 215-216.
33. Kaste M, Roine RO. General Stroke Management and Stroke Unit. Dalam: Mohr J P , Choi DW, Grotta JC, et all, editor. Stroke: Pathophysiology, Diagnosis, and Management. Philadelphia. Elsevier Health Sciences; 2004. h. 383, 977
34. Horne MM. Fluid, Electrolyte, and Acid-Base Balance. Pocket Guide Series. 5th edition. St. Louis. Elsivier Mosby; 2001. h. 175, 189.
35. Mostofsky E, Welleniuset GA, Noheria A, Levitan EB, Burger MR, Schlaug G, et al. Renal Function Predicts Survival in Patients with Acute Ischemic Stroke. UK PubMed Central; 2009 (diunduh 3 Agustus 2010). Tersedia dari: h ttp://www. ukpmc.ac.uk/articlerender.cgi? accid=PMC2700844&tool=pmcentrez
36. Tsagalis G, Akrivos T, Alevizaki M, Manios E, Stamatellopoulos K, Laggouranis A, et al. Renal Dysfunction in Acute Stroke: An Independent Predictor of Long-Term All Combined Vascular Events and Overall Mortality. Nephrology Dialysis Transplantation 2009 24(1):194-200; doi:10.1093/ndt/gfn471 (diunduh 3 Agustus 2010). Tersedia dari: http:// www. ndt.oxfordjournals.org/cgi/reprint/24/1/194
37. MacWalter RS, Wong SYS, Wong KYK, Stewart G, Fraser CG, Fraser HW, et al. Does Renal Dysfunction Predict Mortality After Acute Stroke? Stroke; 2002;33:1630 ( diunduh 3 Agustus 2010). Tersedia dari: http://stroke.ahajournals.org/cgi/reprint/33/6/1630
48
38. Hatzitolios A, Savopoulos C, Ntaios G, Papadidaskalou F, Dimitrakoudi E, Kosmidou M, et al. Stroke and Conditions That Mimic It: A Protocol Secures A Safe Early Recognition. Hippokratia; 2008; 12, 2: 98-102 (diunduh 28 Juli 2010). Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2464301/pdf/hippokratia-12-98.pdf
39. Ikram MA, Vernooij MW, Hofman A, Niessen W, van der Lugt A, Breteler MMB. Kidney Function Is Related to Cerebral Small Vessel Disease. Stroke. 2008;39:55 (diunduh 3 Agustus 2010). Tersedia dari: http://stroke.ahajournals.org/cgi/reprint/39/1/55
40. Arieff AI. Neurologic Aspects of Kidney Disease. Dalam: Brenner BM. Brenner and Rector's The Kidney. 8th ed. Philadelphia. Elsevier Saunders; 2007. h. 1772.
41. Dufour DR. Liver Disease. Dalam: Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE. Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics. 4th ed. St. Louis; Elsevier Saunders; 2006. h. 1790, 1795.
42. The Merck Manuals Online Medical Library. Section: Hepatic and Biliary Disorders. Subject: Testing for Hepatic and Biliary Disorders. Topic: Laboratory Test (diunduh 2 September 2010). Tersedia dari: http://www.merck.com/mmpe/sec03/ch023/ch023b.html#CEGCJEFJ
43. Fischbach FT, Dunning MB. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. 8th Edition. Lippincott Williams & Wilkins; 2009.h. 413, 42.
44. Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta. EGC; 2004.h.352-69.