Upload
achmad-syukran
View
41
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TQM
Citation preview
TOTAL QUALITY MANAGEMENT IN EDUCATION(Manajemen Mutu Pendidikan)
Edward Sallis
Pengantar Penerjemah
Dunia pendidikan di era kontemporer dikejutkan dengan adanya model pengelolaan
pendidikan pendidikan berbasis industri. Pengelolaan ini mengandaikan adanya upaya pihak
pengelola institusi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan manajemen
perusahaan. Dalam disiplin ilmu pendidikan disebut dengan total quality education (TQE). TQE
mengusung filosofi total quality management (TQM) yang semula diterapkan dalam dunia bisnis.
Dalam konteks filosofisnya, konsep ini menekankan prinsip pencarian secara konsistem
terhadap perbaikan secara berkelanjutan dengan tujuan mencapai kebutuhan kepuasan
pelanggan. Ini berarti “kepuasan pelanggan menjadi nomor satu”.
Adapun strategi yang dikembangkan adalah institusi pendidikan memposisikan diri sebagai
penyedia jasa yakni institusi yang memberikan service atau layanan seperti yang diinginkan
pelanggan atau customer. Dalam ruang inilah institusi sebagai penyedia jasa dan para pelanggan
sama-sama membutuhkan sistem manajemen yang mampu membercayakan institusi pendidikan
agar bermutu.
Pelanggan kemudian dibedakan menjadi dua jenis, internal customer dan external
cutomer. Internal customer adalah para pengelola institusi, yakni guru, dosen, staff dan
penyelenggara institusi; external customer adalah masyarakat, pemerintah dan dunia industri
(dalam konteks Pendidikan Kristen dapat ditambahkan: gereja).
Oleh karena itu, apabila memposisikan institusi pendidikan sebagai penyedia jasa maka
harus memenuhi standar mutu, yaitu: mutu sesungguhnya – quality in fact dan mutu persepsi –
quality in perception. Dengan indikator pengukuran: tanpa cacat – zero defect dan baik sejak awal
– right first time and every time.
Dalam ranah pendidikan, quality infact dapat dilihat pada stadar kemampuan dasar yang
dimiliki lulusan atau kualifikasi akademik minimal. Sedangkan quality in perception dapat dilihat
pada kepuasan dan bertambahnya minat pelanggan eksternal terhadap lulusan institusi
pendidikan (X or Y institution).
Dengan demikian apabila TQM diterapkan dalam dunia pendidikan maka harus
memperhatikan:
1. Continuous improvement – perbaikan secara terus menerus
2. Quality assurance – standar mutu. Untuk dapat mencapainya maka pihak manajemen harus
menentukan standar mutu materi kurikulum dan standar evaluasi ang akan dijadikan sebagai alat
untuk mencapai standar kemampuan dasar (standar kompetensi dasar).
Metode pendekatan yang diterapkan atau ditempuh adalah
a. Student active learning – pembelajaran pelar aktif
b. Cooperatif learning dan colaboratif learning
c. Constructive learning
d. Mastery learning – pembelajaran tuntas
Mutu peserta didik dapat diukur dalam tiga bentuk penguasaan:
a. Content objectives
b. Methodological objectives
c. Life skill objectives
Atau dengan kata lain berfokus pada instructional effects (hasil kasat mata) dan nurturent effects
atau hasil-hasil laten proses pembelajaran seperti terbentuknya kebiasaan membaca dan
pemecahan masalah.
3. Change of culture: sebagai bagian dan tujuan membentuk budaya organisasi yang menghargai
mutu dan menjadikan mutu sebagai orientasi semua komponen organisasi. Baik dalam mutu
proses pembelajaran maupun mutu hasil. Untuk mencapai hal ini maka harus melakukan
rekayasa dan motivasi agar secara bertahap dan pasti kultur mutu berkembang dalam organisasi
mutu pendidikan.
4. Upside down organization: perubahan organisasi akan mengikuti perubahan visi dan misi.
5. Keeping close to the customer atau mempertahankan hubungan dengan pelanggan. Karena itu
public relation menjadi unsur penting.
Tanggapan
Total Quality Management (TQM) atau manajemen mutu menyeluruh adalah suatu konsep
manajemen yang telah dikembangkan sejak 50 tahun lalu dari berbagai aspek/praktek
manajemen serta usaha peningkatan dan pengembangan produktivitas. TQM memperkenalkan
pengembangan proses produk dan pelayanan sebuah organisasi secara sistematik dan
bekesinambungan. Pendekatan tersebut ini berusaha untuk melibatkan semua pihak terkait, dan
memastikan bahwa pengalaman dan ide - ide mereka yang memiliki sumbangan dalam
pengembangan mutu.
Di masa lampau, literatur manajemen berfokus pada fungsi - fungsi kontrol kelembagaan,
termasuk perencanaan pengorganisasian perekrutan staf, pemberian arahan, penugasan,
strukturisasi dan penyusunan anggaran. Konsep manajemen ini membuka jalan menuju
paradigma berpikir baru yang memberi penekanan pada kepuasan pelanggan, inovasi, dan mutu
peningkatan pelayanan secara berkesinambungan.
Memperhatikan perkembangan dunia, baik era skolastik, modern, bahkan post modern (era
posmo) atau dalam buku Edward Sillis (pada bagian catatan penerjemah) disebut era
“kontemporer” bahwa dunia pendidikan dikejutkan dengan diterapkannya TQM dalam dunia
pendidikan. Saya kira ini hal yang wajar sebab dunia memang dalam proses perkembangan. Ini
juga berarti ada perubahan budaya (culture change).
Dunia pendidikan harus menyambut baik dan menerapkan TQM dalam pendidikan sebagai
bagian dari keinginan pencapaian mutu baik oleh internal customer maupun external customer. Di
mana mutu sebagai “subjek” yang diacu dan dikontrol. Hal ini tentu dapat ditempuh dengan
menerapkan metode-metode pendekatan yang sesuai dalam TQM. Kita tidak menafikan bahwa
memang mutu menjadi acuan, hanya bagaimana mencapainya maka diperlukan TQE.
Faktor rekayasa dan faktor motivasi harus diperhatikan. Rekayasa dalam konteks
pendidikan dapat dipahami berkaitan dengan tindakan perencanaan secara terstruktur,
komprehensif dan akurat melalui kurikulum dan mata ajar yang dapat diperhatikan dari
kompetensi pencapaian. Di sinilah makna dan maksud faktor rekayasa. Motivasi, di mana mutu
menjadi “subjek” yang diacu sehingga yang terlibat dalam institusi pendidikan paham bahwa mutu
menjadi hal penting. Sehingga peserta didik dapat berhasil baik dari segi hard skill maupun soft
skill.
DAFTAR ISI
Pengantar PenerjemahTanggapan
Bab I: Latar Belakang Lahirnya Gerakan MutuTanggapan
Bab II: Memahami konsep mutuTanggapan
Bab III: TQM dalam Konteks PendidikanTanggapan
Bab IV: Tokoh-tokoh Mutu: Deming, Juran dan CrosbyTanggapan
Bab V:BS5750Tanggapan
Bab VI: Standar Mutu LainnyaikTanggapan
Bab VII: Beberapa pertimbangan OrganisasionalTanggapan
Bab VIII: Kepemimpinan Pendidikan MutuTanggapan
Bab IX: Kerja Tim Bagi MutuTanggapan
Bab X: Alat dan Teknik Peningkatan MutuTanggapan
Bab XI: Perencanaan Strategis MutuTanggapan
24
711
1316
1821
2225
2627
2930
3234
3538
4042
4446
4850
BAB ILATAR BELAKANG LAHIRNYA GERAKAN MUTU
Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri – Tom Peters dan Nancy Austin
Mutu
Bagi setiap institusi, mutu adalah aganda utama dan mutu merupakan tugas yang paling
penting. Walaupun demikian, ada sebagian orang yang menganggap mutu sebuah konsep yang
penuh dengan teka-teki; mutu merupakan hal yang membingungkan dan sulit diukur. Ini berarti
ada perbedaan dalam mendefinisikan mutu.
Bisa saja kita mencapai hasil dan mengetahui mutu ketika kita mengalaminya dan tetap
akan terasa sulit ketika hendak mendeskripsikan dan menjelaskan perihal mutu. Mutu merupakan
suatu hal yang membedakan antara yang baik dan/atau sebaliknya. Dengan demikian mutu
merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status di
tengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang kian keras.
Pelaku-pelaku dunia pendidikan menyadari keharusan mereka untuk meraih mutu tersebut
dan menyampaikannya pada pelajar dan anak didik. Karena itu ada banyak faktor yang dapat
menjadi indikator mutu, misalnya: gedung yang bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang
tinggi, hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan
komunitas lokal, sumber daya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang
baik dan efektif, perhatian terhadap pelajar, dan anak didik, kurikulum yang memadai, atau juga
kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Semua yang disebutkan di atas merupakan hal-hal yang dapat dijadikan sebagai kekuatan
dari setiap institusi untuk mencapai mutu. Namun menjadi problem saat harus memikirkan kembali
“mutu”. Apakah mutu dalam bentuk hasil ataukah ‘sebuah kepuasan’ dari pelanggan. Dan
mungkinkah di sini letaknya kesulitan dalam mendefinisikan mutu?.
Dalam dunia bisnis, misalnya, wakil presiden eksekutif Ford Motor Company mengatakan
bahwa “kita tahu bahwa pada saat ini, masa-masa sulit ini, kita harus benar-benar memuaskan
pelanggan”. Untuk mencapainya tidaklah semudah mendengarkan pelanggan dan memberi
respon yang baik pada mereka maka mutu akan tercapai dengan sendirinya. Tidak. Untuk
mencapainya harus “meniscayakan sebuah langkah awal yang lebih serius”. Sebab itu,
organisasi-organisasi yang menganggap serius pencapaian mutu akan memahami bahwa untuk
mencapai mutu, Anda harus “mendengar dan merespon secara simpatik terhadap kebutuhan dan
keinginan pelanggan”.
Mutu? Ya, mutu adalah ide yang sudah ada di hadapan kita. Bahwa institusi-institusi yang
bergerak dalam assesment mutu telah melakukan berbagai langkah misalnya penghargaan dan
standar mutu yang telah dierkenalkan sebagai bagian dari mempromosikan mutu dan keunggulan.
Misalnya, The Citizen’s Charter, The Parent’s Charter, Investor in People, The European Quality
Award, British Standard BS5750 dan Internasional Standard ISO 9000.
Karena itu, mutu kemudian memasuki dunia pendidikan. Ini sebuah fenomena dalam dunia
pendidikan. Institusi-institusi pendidikan kemudian mengembangkan sistem-sistem mutu dengan
tujuan membuktikan kepada khalayak umum bahwa mereka (institusi X) memberikan layanan
yang bermutu.
Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa mutu bukan sekedar sebuah inisiatif atau
sebuah model baru yang di desain untuk menambah beban kerja guru atau institusi, atau hal lain.
Jika demikian maka kita harus membedakan TQM dalam perusahaan dan TQM dalam
pendidikan. TQM dalam perusahaan hanya sebatas sebuah inisiatif. Sedangkan TQM dalam
pendidikan lebih merupakan sebuah filosofi dan metodologi yang membantu institusi untuk
merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal
yang berlebihan. Esensinya adalah perubahan budaya atau culture change.
Harus dicatat bahwa petualangan mencari mutu bukanlah sebuah ekspedisi baru. Dalam
dunia industri, sejak dulu sudah ada keharusan untuk merasa yakin bahwa produk sudah sesuai
dengan spesifikasinya agar mampu memberikan kepuasan pada para pelanggannya. Jika mutu
produksi terjaga maka akan menyebabkan tingkat kepercayaan pelanggan terhadap produk
meningkat. Untuk mencapainya, maka harus menjaga standar mutunya sehingga dikemudian hari
lahirlah apa yang disebut quality control.
Kontrol mutu adalah proses yang menjamin bahwa hanya produk yang memenuhi
spesfikasi yang boleh keluar dari pabrik dan dilempar ke pasar. Maka kontrol mutu berada di
tahap akhir atau pasca produksi dengan tugas mendeteksi produk yang cacat.
Dalam perkembanganya, mutu mulanya dikembangkan di Barat di era 1930 dan 1940an
oleh W. Edwards Deming. Namun Jepanglah yang memanfatkan keahliannya. Deming
memformulasikan idenya pada tahun 1930-an saat melakukan penelitian tentang metode-metode
menghilangkan variabilitas dan pemborosan dari proses industri. Dari serangkaian penelitian yang
dilakukan Deming, Deming menginginkan kontrol atas industri. Ia kemudian mengembangkan
metode statistik Shewhart yakni teknik-teknik meminimalisasi unsur-unsur tak terduga dari proses-
proses industri sehingga industri dapat dikontrol dan terkontrol. Kontribusinya adalah
mengembangkan metode Shewhart. Metode Shewhart dan Deming kemudian dikenal dengan
Statistic Process Control (SPC).
Kunjungan Deming ke Jepang dalam tugas melakukan statistik usai perang dunia. Maka
Jepang kemudian memintanya untuk membantu dalam proses kontrol industri Jepang. Deming
menganjurkan Jepang agar mulai mengetahui apa yang diinginkan pelanggan. Ia pun
menganjurkan untuk mendesain metode-metode produksi serta produk Jepang dengan standar
tinggi. Sebab hanya itu yang akan memungkinkan mereka memegang kendali. Dalam prediksinya,
jika diterapkan maka hanya membutuhkan lima tahun maka perusahaan-perusahaan Jepang akan
memposisikan diri sebagai pemimpin pasar. Sejalan dengan itu, Juran pun mengunjungi Jepang.
Deming dan Juran kemudian berkolaborasi ide ke dalam apa yang disebut total quality
manajemen (TQM)
Sebagaimana pada organisasi-organisasi lain, kesadaran mengenai kualitas juga telah
merambah dunia pendidikan. Dalam buku ini dikatakan bahwa institusi-institusi pendidikan perlu
mengembangkan sistem kualitasnya agar dapat membuktikan kepada publik bahwa mereka dapat
memberikan layanan yang berkualitas. Kualitas, khususnya dalam konteks TQM dipandang tidak
sekedar sebagai inisiatif belaka, namun dipandang sebagai suatu alat untuk mengubah budaya
dalam institusi pendidikan menjadi budaya yang lebih baik. Namun demikian, total quality
movement dalam pendidikan adalah hal yang masih tergolong baru. Hanya ada sedikit literatur
yang mengemukakannya sebelum tahun 1980.
Sebagian besar praktik kerja TQM diawali oleh komunitas pendidikan di AS dan Inggris di
tahun 1990, dan sekarang ini banyak ide terkait TQM telah dikembangkan dengan baik di
pendidikan tinggi, terbukti dengan adanya EFQM European Quality Management Award (tahun
2001) yang dimenangkan oleh St Mary’s College—sebuah sekolah di Irlandia Utara. Masalah
jaminan kualitas juga mulai menjadi pemikiran utama di sekolah-sekolah di seluruh dunia.
Terkait dengan penerapan TQM sebagai standar jaminan kualitas dalam sebuah institusi
pendidikan, ada beberapa pertanyaan yang perlu dicari jawabannya.
1. Bagaimana kualitas dalam institusi pendidikan dapat dipastikan? Apa indikatornya?
2. Apakah konsep kualitas dalam institusi pendidikan telah benar-benar dipahami oleh mereka
yang berkecimpung didalamnya?
3. Mengapa institusi pendidikan perlu menerapkan sistem manajemen kualitas?
4. Dapatkah konsep manajemen kualitas tersebut dilaksanakan di Indonesia?
Tanggapan
Mutu sebagaimana dikemukakan di atas telah mengalami perkembangan. Para pelaku
industri telah menyadari mutu dan kontrol terhadap menjadi faktor penting sebuah produk diterima
atau tidak oleh pasar. Tahap demi tahap dilakukan hanya dengan satu tujuan kepuasan
pelanggan.
Demikianlah yang dilakukan para pelaku industri di Jepang ketika mereka mengetahui
bahwa Deming memiliki metode pendekatan yang efektif dalam mencapai mutu. Bahwa apabila
mutu produksi terjaga maka akan menyebabkan tingkat kepercayaan pelanggan terhadap produk
meningkat. Untuk mencapainya, maka harus menjaga standar mutunya sehingga dikemudian hari
lahirlah apa yang disebut quality control.
Hal in juga yang harus dipikirkan oleh pelaku pendidikan bila menginginkan mutu dan
kepuasan pelanggan. Tidak ada cara lain kecuali mutu out put harus terjaga. Bila mutu out put
terjaga makan akan berdampak terhadap tingkat kepercayaan pelanggan.
Secara umum, kualitas dalam institusi pendidikan dapat dilihat dari beberapa hal, antara
lain: guru yang baik dan kompeten, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan,
dukungan dari orang tua, bisnis dan komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi
teknologi mutakhir, kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pelajar dan anak
didik, kurikulum yang memadai, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Namun benarkah kita
benar-benar meyakini bahwa kualitas adalah tentang indikator-indikator tersebut?
Fakta sekarang ini kualitas pendidikan ditentukan oleh kebijakan pemerintah terpilih, yang
telah dijanjikan selama masa-masa kampanye. Kasus di Indonesia sendiri, kebijakan mengenai
pendidikan akan berubah seiring dengan seringnya pergantian pemimpin. Masing-masing
pemimpin terpilih yang baru tidak ada yang bersedia meneruskan kebijakan dari pemimpin lama
yang telah terlaksana sebagian. Akibatnya, institusi pendidikan di Indonesia sering sekali harus
menyesuaikan diri dengan kebijakan-kebijakan baru yang terus berubah. Contoh paling nyata
adalah masalah pergantian kurikulum, dari CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) hingga sekarang
menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Melihat situasi politik semacam ini, TQM mungkin dapat menjadi solusi untuk memastikan
kualitas pendidikan di Indonesia. Mengapa? Karena TQM pada dasarnya adalah gabungan dari
filosofi dan metode. TQM dapat membantu institusi untuk mengelola perubahan-perubahan yang
terjadi dan menetapkan agenda mereka sendiri untuk menyesuaikan diri dengan tekanan dari luar
institusi atau organisasi mereka. Meskipun demikian, TQM tidak akan dapat memberikan hasil
yang instan, dan belum tentu juga akan dapat memberikan hasil terbaik bagi institusi pendidikan.
TQM hendaknya dipandang sebagai seperangkat cara atau alat yang dapat diterapkan dalam
manajemen sebuah institusi pendidikan, termasuk di Indonesia. Dengan demikian, institusi
pendidikan akan dikelola dengan manajemen yang lebih baik, sehingga hasil keluarannya (alumni)
akan lebih berkualitas.
BAB II
MEMAHAMI KONSEP MUTU
Konsep Mutu
Mutu memiliki pengertian yang bervariasi. Nomi dan Anna bersepakat bahwa mutu
merupakan konsep yang licin. Mutu mengimplikasikan hal-hal yang berbeda pada masing-masing
orang. Inilah yang kemudian dipahami sebagai masalah disekitar pemahaman terhadap mutu.
Mutu merupakan suatu ide yang dinamis sedangkan definisi-definisi yang kaku sama sekali tidak
akan membantu. Karena itu dibutuhkan suatu pemikiran dan pemahaman yang komprehensif.
Bila demikian maka mutu dapat dilihat sebagai:
1. Konsep yang absolut.
Mutu hanya dapat dilihat dalam contoh berikut: restoran yang mahal, mobil yang mewah.
Prinsipnya adalah memikili sifat baik, cantik dan benar. Ini patokan. Jika demikian, apakah mutu
harus dilihat sebagai nilai? Haruskan menilai mutu dari sesuatu yang bermutu dan merupakan
bagian dari standar yang sangat tinggi dan tidak dapat diungguli? Dan produk-produk bermutu
adalah sesuatu yang dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal? Ya. Penilaiaannya
adalah kepuasan dan kebanggaan dari pemiliknya. Dalam contoh lain, mobil yang bermutu adalah
mobil hasil rancangan istimewa, mahal, dan memiliki interior dari kulit. Mutu dalam contoh ini
hanya dalam kategori langka dan mahal. Intinya “yang sulit dimiliki orang lain” itulah mutu. Dengan
kata lain “mayoritas memujinya, menginginannya namun sebagian kecil di antara kita yang
memilikinya”.
Dalam hubungannya dengan pendidikan maka pendidikan yang bermutu adalah elit karena
hanya sedikit institusi yang dapat memberikan pengalaman pendidikan dengan ‘mutu tertinggi’
kepada para peserta didik. Sedangkan yang lain tidak dapat menjangkaunya.
2. Konsep yang Relatif
Mutu dapat digunakan sebagai sebagai suatu konsep yang relatif. Definisi relatif tersebut
memandang mutu bukan sebagai suatu atribut produk atau layanan tetapi sesuatu yang berasal
dari produk tersebut. Mutu dikatakan ada apabila memenuhi sejumlah kualifikasi dan spesifikasi.
Ini merupakan cara untuk menentukan apakah sudah ada mutu ataukah belum. Misalnya, produk
A tidak harus mahal dan eksklusif tetapi cantik, namun tidak selalu demikian; atau tidak harus
spesial tetapi asli, wajar dan familiar. Dalam kaitannya dengan pendidikan adalah sekolah X
bermutu apabila memenuhi standar. Dengan demikia mutu mengerjakan apa yang seharusnya ia
kerjakan dan mengerjakan apa yang diinginkan pelanggan. Dengan kata lain harus sesuai tujuan.
Atau ketersesuaian tujuan dan manfaat.
Bagi para produsen, mutu memiliki sistem jaminan mutu. Sehingga secara konsisten
produksi menghasilkan produk-produk yang sesuai standar atau spesfikasi tertentu. Artinya
bermutu atau tidaknya sebuah produk ditentukan oleh ketersesuain produk dengan standar.
3. Definisi Menurut Pelanggan
Pihak yang menilai bahwa suatu produk atau universitas bermutu apabila memuaskan
dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Inilah yang disebut quality in perception.
Berarti mutu bersifat relatif yakni hanya di mata orang yang melihatnya.
Kontrol Mutu, Jaminan Mutu dan Mutu Terpadu
Ketiga hal di atas memiliki perbedaan sebagai berikut
Perhatikan di halaman berikutnya
Kontrol mutu Jaminan mutu Mutu terpadu
Menerapkan metode deteksi dan
eliminasi
Dilakukan oleh pemeriksa mutu
Melacak dan menolak item-item yang
cacat
Menekakan kontrol mutu
Mencegah kesalahan sejak awal
proses produksi
Mendesain jaminan mutu utk
menghasilkan produk sesuai
spesifikasi yg ditetapkan
Bebas dari cacat dan kesalahan
Menerapkan prinsip zero defects and
right first time every time
Menekankan tanggungjawab
Prinsip pelanggan adalah raja
Memberikan sesuatu yg diinginkan pelanggan
Mendesain produk untuk memuaskan harapan
pelanggan
Mutu Jasa (Service quality)
Antara karakteristik mutu jasa dan produk, lebih rumit mendefinisikan mutu
jasa bila dibandingkan dengan kualitas produk. Kesulitan tersebut berkaitan dengan
elemen-elemen di dalamnya. Mutu jasa selalu berhubungan dengan “hubungan”
yakni antara pemberi dan pengguna, waktu dan bahwa tidak dapat diperbaiki atau
ditambal. Selalu berhadapan dengan kepastian.
Tanggapan
Dalam konteks pendidikan di Indonesia maka pemerintah kemudian menerapkan
standar pendidikan nasional atau SNP. SNP merupakan patokan untuk menilai
apakah bermutu atau tidak. Yang meliputi:
1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi:
a. standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan
dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi
mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik
pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
b. standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
c. standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
d. standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan
dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
e. standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat
beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat
berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi.
f. standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
g. standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya
operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun; dan
h. standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar
Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Standar Nasional
Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Dan bahwa sekolah harus memiliki visi dan visi yang terejawentahkan dalam
kurikulum.
BAB III
TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM KONTEKS PENDIDIKAN
TQM adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat
memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam
memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggannya, saat ini dan untuk
masa yang akan datang (Edward Sallis).
Dalam konsep TQM, TQM jangan dilihat sebagai beban. Dalam proses
penerapannya, TQM harus diperkenalkan terlebih dahulu. Sebab TQM adalah suatu
keinginan untuk selalu mencoba mengerjakan sgala sesuatu dengan ‘selalu baik
sejak awal’. TQM juga bukan untuk memeriksa kalau-kalau ada yang salah. Juga
bukan bagaimana mengerjakan agenda melainkan tentang agenda yang telah
ditetapkan klien; tidak juga tugs yang hanya dikerjakan oleh manajer senior yang
selanjutnya memberikan arahan kepada bawahannya.
Total (terpadu) menegaskan bahwa setiap orang yang berada di dalam
organisasi harus terlibat dalam upaya melakukan peningkatan terus-menerus. Kata
manajemen dalam TQM berlaku untuk setiap orang. Sebab setiap orang dalam
organisasi dalam level manapun dapat menjadi manejer bagi tanggungjawabnya
masing-masing.
Filosofi dari TQM adalah pertama, perbaikan secara terus menerus dengan
metode pendekatan praktis tetapi strategis dalam menjalankan roda organisasi yang
memfokuskan diri pada kebutuhan pelanggan. Tujuannya adalah untuk mencari
hasil yang lebih baik. TQM bukan sekumpulan slogan namun merupakan suatu
pendekatan sistematis dan hati-hati untuk mencapai peningatan kualitas yang tepat
dengan cara yang konsisten dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Penekanannya adalah perbaikan secara terus menerus dan seluruh komponen
dalam organisasi terlibat.
Kedua, dan untuk mendeskripsikan alat-alat dan teknik-teknik, seperti
brainstorming dan analisa lapangan dengan tujuan membawa peningkatan mutu.
Jadi, TQM adalah sebuah pola pikir sekaligus aktivits berpikir praktis.
Kata kuncinya adalah pendekatan secara sistematis, konsisten, hati-hati, praktis.
TQM juga berkaitan dengan perubahan kultur dan ini tidak dapat dicapai
dengan cepat melainkan memerlukan waktu yang cukup lama, membutuhkan sikap
dan metode, sosialisasi kepada seluruh komponen organisasi sehingga seluruh
komponen mau melaksanakan pesan moral TQM.
Oleh karena itu, ada dua ha penting yang diperlukan staf untuk menghasilkan
mutu. Pertama, staf membutuhkan sebuah lingkungan yang cocok untuk bekerja.
Baik situasi, sistem maupun prosedur. Kedua, staf memerlukan lingkungan yang
mendukung dan menghargai kesuksesan dan prestasi yang mereka raih;
memerlukan pemimpin yang menghargai prestasi dan membimbing untuk meraih
kesuksesan lebih besar.
Kunci sukses kultur TQM adalah mata rantai internal-eksternal yang aktif
antara pelanggan dan produsen. Jika ini berjalan baik maka akan ada implikasi
hebat terhadap organisasi. Hal ini dapat dilihat pada perbandingan struktur
organisasi tradisional dengan hirarki terbalik TQM. Struktur tradisional menekankan
alur kuasa dan direksion. Hirarki TQM menekankan pada pola hubungan yang
berorientasi pada layanan dan pentingnya pelanggan bagi organisasi.
Menjaga hubungan dengan pelanggan merupakan prinsip mutlak dalam TQM
sebab TQM hadir untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya.
Organisasi yang unggul baik negeri maupun swasta harus menekankan ‘hubungn
dengan pelanggan’. Sebab ini merupakan obsesi organisasi terhadap mutu.
Prinsip yang harus diperhatikan ketika muncul kendala-kendala dalam
memperkenalkan TQM adalah harus kerja keras dan waktu menjadi hal penting.
TQM membutuhkan mental juara untuk menghadapi tantangan. Sumber tekanan
tidak hanya dari sisi internal melainkan juga dari sisi eksternal.
Tanggapan
Ketika TQM berada dalam dunia pendidikan maka filosofinya adalah pelajar
menjadi fokus utama. Sebab pelajar nantinya akan menjadi produk dan label
‘bermutu’ ada pada pelajar sebagai out put atau keluarannya. Bila mutu ada pada
out put maka pihak eksternal akan tahu bahwa institusi pendidikan bermutu.
Dengan menekankan pada pola hubungan maka tentu akan memberikan efek
positif kepada pelanggan. Dengan memperhatikan bagan TQM dalam pendidikan
maka TQM membalikan kebiasaan dalam struktur tradisional yang berjalan dari atas
ke bawah (direktif). Manejer senior memberi instruksi dan staf menjalankan. Ini jelas
berbeda dengan struktur TQM yang lebih menekankan hubungan. Ini berarti
komunikasi menjadi unsur penting dalam meraih kesusksesan dalam memberikan
kepuasan kepada pelangga.
BAB IV
TOKOH-TOKOH MUTU: DEMING, JURAN, DAN CROSBY
Deming, Juran dan Crosby merupakan orang-orang penting dibalik mutu.
(mereka bermutu karena telah menjadikan mutu sebagai orientasi). Mereka
berkonsentrasi dalam mutu industri produksi meskipun kemudian juga diterapkan
dalam industri jasa. Juga bahwa mereka tidak menyinggung atau mencoba
menerapkannya dalam pendidikan. Tetapi eksplorasi terhadap pemikiran mereka
memberikan manfaat bagi dunia pendidikan. Sebab berbeda antara produksi industri
dan pendidikan. Produksi industri menghasilkan barang sedangkan pendidikan
mempengaruhi manusia.
Filsafat Mutu Deming
Penerbitan buku Deming, Out of the Crisis, bertujuan untuk mengubah gaya
manajemen Amerika. Kritik Deming tentang manajemen Amerika adalah pada
‘perencanaan masa depan dan peramalan berkaitan dengan persoalan-persoalan
yang belum muncul. Misalnya tentang pemadam kebakaran. Bagi Deming, mereka
justru menerapkan prinsip jangka pendek. Efeknya adalah pada pemborosan biaya
produki dan meningkatnya harga yang harus dibayarkan kepada pelanggan.
Konsekuensinya adalah hilangnya pelanggan dan mengorbankan para pekerja.
Deming kemudian memberikan diagnosanya bahwa masalah mutu ada pada
masalah manajemen.
Manajemen sebagai sumber permasalahan. Deming juga menemukan ada
tujuh penyakit mematikan bagi organisasi. Ketujuh penyakit tersebut adalah:
1. kurang konstannya tujuan
2. Pola pikir jangka pendek
3. Evaluasi prestasi individu melalui proses penilaian atau tinjauan kerja tahunan
4. Rotasi kerja yang terlalu tinggi
5. Manajemen menerapkan prinsip angka yang tampak (ini catatan penting untuk
pendidikan: bahwa jika sekolah-sekolah hanya menekankan pada daftar hasil ujian
maka menurut Deming, mereka akan merasakan bahaya yang sama. Baginya, kita
tidak dapat mengukur kesuksesan dengan menggunakan indikator prestasi;
sebaiknya adalah kegembiraan dan kepuasan pelanggan).
Pada akhirnya Deming memberikan hal-hal penting berkaitan dengan mutu yang
disebut poin Deming:
1. Ciptakan usaha peningkatan produk dan jasa. Tujuannya bisa bersaing dan tetap
menyediakan lowongan kerja.
2. Adopsi falsafah baru. Realnya dalam metode dan cara kerja baru
3. Hindari ketergantungan inspeksi massa untuk mencapai mutu.
4. Akhiri praktek dengan menghargai bisnis dengan harga. Harga mengikuti mutu.
5. Tingkatkan secara konstan sistem produksi dan jasa untuk meningkatkan mutu dan
produktivitas
6. Lembagakan pelatihan kerja. Tidak tergiur menggunakan tenaga ahli secara cepat.
7. Lembagakan kepemimpinan
8. Hilangkan rasa takut
9. Uraikan kendala-kendala antar departemen
10. Hapuskan slogan, desakan dan target
11. Hapuskan standar kerja yang menggunakan quota numerik
12. Hilangkan kendala-kendala yang merampas kebanggaan karyawan atas
keahliannya.
13. Lembagakan aneka program pendidikan yang meningkatkan semangat dan
peningkatan kualitas kerja.
Filafat Mutu Juran
Filsafat mutu Juran lebih dikenal dengan 85/15 atau prinsip 85/15. Angka 85
mengacu pada 85 persen kesalahan ada pada desain proses. Dan bahwa
permasalahan merupakan tanggungjawab manajemen karena manajemen memiliki
85 persen kontrol terhadap sistem. Dalam konteks pendidikan adalah bahwa dewan
rektor sebagai manejer senior bertugas menyusun visi, prioritas dan kebijakan
universitas; manejer menengah, para dekan bertanggungjawab atas jaminan mutu
dengan melibatkan diri dalam penyusunan pembelajaran dan secara sistematis
memeriksa serta menyampaikan hasil tersebut kepada tim penyusun; low
manajemen, guru, staff beroperasi mendesain karakteristik dan standar program
studi. Dengan demikian dapat memenuhi kebutuhan peserta didik.
Filsafat Mutu Crosby
Selain Deming, Crosby menawarkan 14 langkah untuk meraih mutu, yakni:
1. Komitmen manajemen - management commintment
2. Membangun tim peningkatan mutu – quality improvement team
3. Pengukuran mutu – quality measurement
4. Mengukur biaya mutu – the cost of quality
5. Membangun kesadaran mutu – quality awareness
6. Perbaikan - corrective action
7. Perencanaan tanpa cacat – zero defects planning
8. Pengawas – supervisor training
9. Menyelenggarakan hari tanpa cacat – zero defects day
10. Penyusunan tujuan – goal seating
11. Penghapusan sebab kesalahan – error cause removal
12. Pengakuan - recognation
13. Mendirikan dewan-dewan mutu – quality councils
14. Lakukan lagi – do it over again
Tanggapan
Semua komponen dalam pendidikan, baik di tingkat sekolah dasar,
menengah dan perguruan tinggi harus terlibat aktif dalam pencapaian mutu sesuai
tanggungjawab. Menciptakan sistem merupakan hal sangat penting sebab jika
sistem sudah berjalan semestinya maka akan memudahkan di dalam proses dan
kontrol, dapat melakukan rekayasa dan hasil dapat di rencanakan.
Sebaliknya jika terdapat kesalahan maka dengan mudah dapat mendeteksi
kesalahan dan melakukan perbaikan. Permasalahan utamanya adalah sistem. Bila
sistem dapat diciptakan dan berjalan, seyogyanya mutu dapat diprediksi.
BAB VBS5750 DAN ISO9000
Pelanggan membutuhkan jaminan dan kepercayaan bahwa para pemasok memiliki kemampuan untuk memberikan produk atau jasa secara konsisten sesuai dengan
mutu yang telah ditentukan
BS5750 adalah standar mutu Inggris (British Standard) dan ISO9000
(International Standard) merupakan dua jenis standaryang mendapatkan perhatian
serius dari Eropa dan Amerika. Bahwa kemudian pendidikan berkeinginan
menerapkan british standard institution (BSI) merupakan hal baru dalam dunia
pendidikan. Pertanyaan yang sama dengan penulis adalah bahwa apakah BS5750
dapat diterapkan dalam dunia pendidikan dan apakah dapat menciptakan kultur
TQM?
Kedua pertanyaandi atas merupakan dua pertanyaan yang menutut bukti,
yakni dapatkah diterapkan dan mencapai mutu. Konsepnya adalah sistem mutu
harus dapat menghasilkan produk dan mutu yang konsisten dan meyakinkan.
Meskipun kemudian menimbulkan permasalahan metodologis di mana, apakah mutu
diarahkan pada hasil atau nilai siswa sebagai produk dari pendidikan? Tentu tidak
semata-mata ke situ.
Maka proses pembelajaranpun dapat dikualifikasikan sebagai ‘produk’. Ini
akan berbeda dengan produksi industri. Produksi industri menghasilkan barang dan
kemudian di lempat ke pasar, jika cacat, dapat ditarik kembali. Sebaliknya dalam
pendidikan, merupakan jasa sehingga dapat terjalin komunikasi antara pelanggan
dan penyedia sehingga bisa dapat mengubah mutu jasa yang disediakan.
Semua guru tahu bahwa tidak ada dua kelas yang identik. Hal ini disebakan
oleh pengalaman dan suasana interaksi dalam kelas, laboratorium dan wilayah
belajar yang berbeda. Sama sek ali tidak mungkin untuk menyampaikan dan
menyeragamkan pengalaman belajar dengan tingkat yang benar-benar sama.
Motivasi dan sikap peserta didik merupakan aspek penting dalam mutu pendidikan
yang mereka terima.
Argumentasi di atas kemudian menjadi alasan untuk mempertimbangkan
BS5750 maupun ISO9000 atau menolak sambil menunggu standar industri layanan.
TanggapanSeperti argumentasi terhadap dua jenis standar mutu berskala internasional
maka memang harus dibedakan antara industri produksi dan industri jasa. Yang
pertama manusia kepada barang (objek) dan yang kedua subjek kepada subjek.
Barang dapat dibuat sama baik dalam bentuk maupun mutu namun tidak pada
manusia. Hal ini juga berkaitan dengan pendekatan dan pengukuran. Andaikan saja,
jika hasil ujian (daftar nilai: EBTANAS atau UN) menjadi patokan utama maka hanya
ada sedikit orang yang tergolong pintar dan boleh masuk pada sekolah tertentu.
Bahkan bila dilakukan tinjauan secara sosio-geografis maka tentu akan
memunculkan ketimpangan. Jika itu yang diterapkan, dalam konteks Indonesia
maka orang di Indonesia bagian Timur yang distigmakan ‘bodoh’ akan semakin
meningkat. Mengapa? Ada banyak faktor, faktor IPTEK dan arus informasi yang
tidak berimbang menjadi faktor penyebab di antaranya (ambil contoh: dalam konteks
jaringan internet, orang Jakarta lasim mendengar kata ‘modem’ dan tahu barang
tersebut. Setidaknya dapat mendeskripsikannya. Bagaimana dengan orang
Indonesia di belahan lain di Indonesia, apakah juga sama?).
Bila diterapkan maka, peserta didik bermutu menurut siapa dan di mana. Di
sini juga kita diperhadapkan dengan relatifitas dari definisi mutu. Apakah Ujian
Nasional mengambil konsep dua standar tersebut? Ada kemungkinan. Sebab
soalnya sama dan dibagikan kepada seluruh peserta didik di seluruh Indonesia.
Maka kemudian, ini bermutu menurut siapa, bermutu menurut pemerintah pusat dan
berdampak negatif pada siswa?. Jika demikian, maka kebijakan pendidikan nasional
dan assesmentnya harus ditinjau kembali.
Sebagai contoh, pernah saya membaca blog dari Reinhad Kasali, Direktur
Program Pascasarjana Manajemen UI, ia menceritakan perihal anaknya yang studi
di Amerika. Suatu ketika ia diberitahu oleh anaknya bahwa anaknya memperoleh
nilai di awal belajarnya. Kasali kemudian menanyakan nilai tersebut ke sekolah
anaknya. Intinya mempertanyakan, mengapa anaknya mendapat nilai terbaik.
Padahal menurut Kasali anaknya tidak mesti mendapat nilai seperti itu. Sebagai
orang tua yang baik tentu senang. Namun Kasali kaget, ketika mendengar
penjelasan guru dari anaknya. Bahwa nilai yang diperoleh anaknya itu sesuai dan
memang begitu sebab bagi guru tingkat kemampuan anak itu jika di Indonesia itu
level terbaik. Gurunya tidak menilai berdasarkan standar Amerika. Bahwa langkah
gurunya merupakan langkah untuk mengguide dan memotivasi anak untuk terus
belajar.
Oleh sebab itu, benar bahwa standar industri jasa berbeda dengan standar
industri produksi. Industri jasa setidak-tidaknya perlu menyesuaikan diri dengan
tempat di dimana di terapkan. Kata kuncinya adalah interaksi dalam konteks industri
jasa.
BAB VI
STANDAR MUTU LAINNYA
Manajemen mutu merupakan hal yang amat sangat dibutuhkan karena saat ini tidak
ada lagi hal yang sederhana, itu pun kalau hal yang sederhana itu pernah ada
(Crosby)
Sebagaimana telah diketahui bahwa standar mutu memiliki peran dalam
TQM. Standar tersebut dapat memberikan pesan aktual dan potensial kepada
pelanggan bahwa institusi menggunakan mutu secara serius dan bahwa kebijakan-
kebijakan dan peyraktek-prakteknya sesuai dengan standar mutu nasional dan
internasional. Ini dapat membangun kebanggaan eksternal di samping membangun
kebanggaan internal.
Pada bab ini disinggung tentang investor in people (IIP) yang diluncurkan
sebagai pengembangan dan pelatihan sumber daya manusia. IIP dapat diterapkan
melalui empat tahap:
1. Komitmen formal institusi terhadap standar. Untuk merealisasikan point ini maka
disediakan dua alat yang disebt survei manejer – manager survey pada level
manejer senior dan survei pekerja – employee survey. Alat ini dipakai manejer
senior untuk menilai institusinya.
2. Proses perencanaan strategi-strategi untuk meningkatkan prestasi institusi.
Diperuntukan bagi staff
3. Kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur dan praktek-praktek.
4. Evaluasi
Dalam penerapannya di pendidikan, IIP yang semual untuk dunia bisnis dapat
diadaptasikan ke dalam dunia pendidikan yakni investasi orang. Dan kemungkinan
dapat diterapkan dengan mengembangkan kemampuan staf. Tantangannya adalah
adanya kesulitan dari setiap sekolah atau perguruan tinggi yang ingin
mengembangkan sumber daya manusia (SDM) staf secara penuh sesuai dengan
tujuan-tujuan strategis.
Dicatat bawah IIP tidak menjamin mutu hanya memberikan indikasi bahwa
sebuah lembaga dapat mengembangkan sebuah proses manajemen yang
sistematis untuk meningkatkan efektifitas dari SDM terbaik yang dimiliki. Juga
bukanlah sebuah TQM yang komplit melainkan dapat mengarahkan kepada mutu
terpadu.
Sebagai bagian dari kontrol dan pengembangan mutu maka muncullah apa yang
dinamakan award (penghargaan).
1. The Deming Prize diberikan apabila perusahaan dapat menguasai total quality
control (TQC) dengan kategori, divisi, pabrik, perusahaan besar, menengah dan
kecil. Diterapkan di Jepang
2. The Malcolm Baldrige Award. Merupakan penghargaan di Amerika setara Deming.
Dengan fokus penilaian: kesadaran mutu, pemahaman terhadap syarat-syarat mutu,
pemberian informasi tentang strategi-strategi yang jitu dan menguntungkan selama
pelaksanaan.
3. The European Quality Award. Merupakan penghargaan mutu di Eropa dengan fokus
penilaian: kepuasan pelanggan, kepuasan karyawan, prestasi bisnis dan pengaruh
organisasi terhadap masyarakat
4. The Citizen’s Charter. Piagam ini diberikan kepada lembaga yang menjaga
keunggulan dalam pemberian layanan publik. Prinsip penilaiannya diarahkan pada
enam hal: publikasi standar layanan dan prestasi, konsultasi pelanggan, informasi
yang jelas tentang layanan, layanan pelanggan yang efisien dan jelas, prosedur
pengaduan atau komplain dan pengesahan prestasi yang independen dan komitmen
terhadap nilai uang.
Tanggapan
Harus diingat bahwa penghargaan apapun yang diraih dalam jenis
standarisasi apapun tidak berarti sudah menjain keberadaan mutu dengan
sendirinya. Ini diperlukan tindakan melakukannya terus menerus. Meskipun
demikian, standar mutu eksternal tersebut setidak-tidaknya menegakan kedisiplinan,
penilaian eksternal, dan proses yang jelas untuk memperoleh.
Artinya ada keseriusan dari pihak penyelenggara berkaidan dengan mutu.
Bahwa ada tujuan dan acuan yang jelas sehingga memiliki nilai publisitas potensial
yang luarbiasa dalam institusi dan publik umum. Standar mutu nasional maupun
internasional tentu memberikan nilai tambah dan merupakan marketing tidak
langsung sebagai bentuk penyampaian pesan perihal mutu.
BAB VII
BEBERAPA PERTIMBANGAN ORGANISASIONAL
Institusi yang sukses menuju masa depan adalah istitusi yang responsif dan
berubah sesuai dengan tuntutan dunia sekitarnya.
Teori Sikus Kehidupan dalam Institusi
Insitusi pendidikan ada bukan untuk tidak berubah. Lembaga pendidikan akan
eksis selama ia dapat meraih tujuan yang bermanfaat. Ia dan lingkungannya berada
dalam suatu kondisi perubahan yang konstan dan jika dianalogikan dengan
kehidupan biologis maka akan memiliki lingkaran kehidupan atau life cycle yang
meliputi formasi, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan (di tahap akhir
dibutuhkan pembaharuan dan revitalisasi).
Dengan analogi lingkaran kehidupan, pendidikan harus siap dengan berbagai
tantangan dan kegagalan dan dan tentu akan berimbas pada institusi. Di sinilah
dibuthkan TQM pada prinsip perencanaan jangka panjang yang strategis dan
keterlibatan karyawan dalam upaya peningkatan yang berkesinambungan. Jika
terjadi, maka akan memberikan efek positif sehingga dengan demikian dapat
menghadapi perubahan-perubahan dalam setiap tahapan.
Fase pertama: kelahiran dan formasi institusi.
Institusi yang baru lahir membutuhkan strategi untuk memperoleh pengakuan
dan dukungan. Di fase ini harus mencari pola yang pas di pasaran sebagai bagian
dari penemuan pelanggan. Jika mutu baik di mana pelanggan puas maka dengan
sendirinya akan menemukan pelanggannya. Jika berhasil di fase ini maka tidak
terasa sulit untuk memasuki fase kedua.
Fase kedua: pertumbuhan dan perkembangan. Dalam fase ini, akan menghadapi
berbagai tantangan. Di fase ini dibutuhkan keyakinan bahwa institusi akan
berkembang. Jika dipetakan maka masalah-masalah di tahap ini meliputi:
bagaimana mengatasi tuntutan peningkatan layanan pelanggan, ketidakmampuan
pendelegasian tugas, etos kerja karyawan yang rendah akan menjadi penyebab
kegagalan. Sebab itu di tahap ini pun hubungan personal harus dibangun sebagai
tindakan terencana yang berkesinambungan untuk memperluas hubungan dengan
pelanggan.
Fase ketiga: kedewasaan. Fase kedewasaan juga dapat menjadi salah satu bentuk
fase pembaharuan jika institusi terkait mengadopsi pesa mutu terpadu dan
mengembangkan strategi-strategi untuk beradaptasi dan menemukan cara yang
tepat untuk menjaga hubungan dengan palanggan. Ini fase dinamis di mana
ekspansi dapat terjadi. Untuk menjaganya, maka tujuan-tujuan institusi harus
dievaluasi demi kontinuitas keberhasilan lembaga.
Dalam catatan TQM seputar struktur maka TQM tidak menjanjikan struktur
baku versi TQM. Ini berarti tidak ada struktur baku. Dengan kata lain struktur yang
diterapkan harus sesuai disesuaikan untuk mempermudah proses TQM. Institusi
yang mengembangkan TQM harus bersedia menghilangkan sistem hirarki dan
menggantinya dengan sistem yang sejajar. Prinsip dalam menciptakan struktur ala
TQM adalah bentuk yang sederhana, ramping, dan dibangun di dalam tim kerja yang
kuat.
Dalam TQM , struktur mengikuti proses:
1. Optimisasi unit
2. Penjajaran vertikal. Dengan catatan setiap anggota harus mengerti strategi institusi,
visi, misi tetapi tidak harus detail mengetahui tujuan.
3. Penjajaran horizontal. Catatan: harus menghilangkan kompetisi antar unit dan divisi,
departemn, dll
4. Satu komando pada setiap proses. Dilihat pada proses kunci, baik kurikulum,
pastoral, maupun administrasi harus dirancang dan diorganisir sehingga setiap
proses ada di bawah satu komando
Tanggapan
Kalimat kunci insitusi adalah bahwa Institusi yang sukses menuju masa
depan adalah istitusi yang responsif dan berubah sesuai dengan tuntutan dunia
sekitarnya. Dengan kata lain tidak ada perubahan tidak ada pertumbuhan (hasil)
dan pengembangan atau ekspansi. Dan akan diindikasikan sebagai institusi yang
kerdil, membengkak (tidak ramping). Sehingga antara jumlah atau volume job
seimbang dengan jumlah pekerja sehingga institusi tidak membengkak dan
berimbas pada over cost.
Prinsip TQM berkaitan dengan struktur harus diperhatikan sehingga struktur
tidak membengkak dan pada akhirnya melahirkan birokrasi yang rumit. Pada
akhirnya berimbas pada layanan customer. Meniadakan yang tidak harus ada dan
mengadakan yang mutlak harus ada.
Ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pengoperasian Total
Quality Management, pertama Perbaikan secara terus menerus, kedua menentukan
standar mutu, ketiga perubahan kultur, keempat perubahan organisasi, kelima
mempertahankan hubungan dengan pelanggan.
Untuk keberhasilan penerapan Manajemen Mutu Terpadu memang tidak
mudah, diperlukan komitmen dan kerjasama yang baik antara departemen terkait,
antara departemen pusat dengan departemen pendidikan di daerah serta institusi
pendidikan setempat sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan
masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya kejelasan secara sistemik dalam
memberikan kewenangan antar institusi terkait.
Jika manajemen ini diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada dengan
segala dinamika dan fleksibilitasnya, maka akan menjadi perubahan yang efektif
bagi pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan nasional.
Buku terjemahan karya Edward Sallis ini sangat layak dikonsumsi oleh para
praktisi dan pemerhati pendidikan maupun pengguna jasa pendidikan dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan. Saya sendiri merekomendasikan buku ini sebagai
bacaan wajib bagi siapa saja yang berkecimpung di dunia pendidikan, walaupun
pada dasarnya buku ini bisa dibaca oleh semua kalangan karena pada dasarnya
industri pendidikan telah memasuki semua ranah kehidupan bangsa.
BAB VIII
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN MUTU
Kepemimpinan adalah unsur penting dalam TQM. Pemimpin harus memiliki
visi dan mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jels dan
tujuan yang spesifik.
Pemimpin Pendidikan
Mutu terpadu merupakan sebuah gairah dan pandangan hidup bagi
organisasi yang menerapkannya. Peters dan Austin dalam penelitian mereka telah
menunjukkan suatu keyakinan bahwa yang menentukan mutu dalam sebuah institusi
adalah kepemimpinan. Mereka berpendapat bahwa gaya kepemimpinan tertentu
dapat mengantarkan institusi pada revolusi mutu. Gaya tersebut diakronimkan
dengan MBWA (management by walking about atau manajemen dengan
melaksanakan).
Agar dapat merealisasikan keunggulan maka tidak cukup dari balik meja
melainkan kehadiran pemimpin dan pemahaman terhadap karyawan dan proses
insititusi menjadi undur terpenting dari MBWA. Hal yang harus dikomunikasikan
adalah visi dan nilai-nilai institusi pada pihak lain dengan cara berbaur dengan para
staf dan pelanggan.
Dalam konteks kepemimpinan pendidikan, pemimpin pendidikan
membutuhkan perspektif-perspektif berikut ini:
a. Visi dan simbol-simbol. mengkoomunikasikan secara kontinua nilai-nilai institusi .
b. MBWA adalah gaya kepemimpinan yang dibutuhkan bagi sebuah institusi.
c. Untuk para pelajar, istilah ini sama dengan dekat dengan para pelanggan dalam
pendidikan.
d. Otonomi, eksperimentasi dan antisipasi terhadap kegagalan.
e. Menciptakan rasa ‘kekeluargaan’. Ini harus terjalin antara pelanggan internal dan
eksternal
f. Ketulusan, kesabaran, semangat, intensitas dan antusiasme.
Ini berarti tanpa kepemimpinan semua level dalam institusi dan proses peningkatan
mutu tidak akan tercapai.
Mangkomunikasikan Visi
Ini hal penting dan tidak boleh diabaikan. Manejer senio harus memberikan
arahan, visi dan inspirasi. Dalam budaya organisasi TQM, seluruh manejer harus
menjadi pemimpin dan pejuang proses mutu. Ini membutuhkan keterampilan
komunikasi sehingga visi dapat dikomunikasikan dan diturunkan ke bawah. Dan
bahwa harus ada perubahan mentalitas dari saya adalah ‘bos’ menjadi pendukung
dan pemimpin staf. Fungsi pemimpin adalah mempertinggi mutu dan mendukung
para staf yang menjalankan roda mutu.
Oleh karena itu, pemimpin memiliki peran dalam mengembangkan sebuah
budaya mutu. Fungsi kepemimpinan pendidikan adalah:
1) Memiliki visi mutu terpdu bagi institusi
2) Memiliki komitmen yang jelas terhada proses peningkatan mutu
3) Mengkomunikasikan pesan mutu
4) Memastikan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi
5) Mengarahkan perkembangan karyawan
6) Berhati-hati dengan tidak menyalahkan orang lain
7) Memimpin inovasi dalam institusi
8) Mampu memastikan bahwa struktur organisasi secara jelas dan mampu
mempersiapkan delegasi secara tepat
9) Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan, baik yang bersifat organisasional
maupun kultural
10) Membangun tim yang efektif
11) Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi
kesuksesan.
Selain yang menyangkut pemimpin pendidikan dalam tugas pokoknya maka
pemimpin dalam pendidikan harus mampu membercayakan guru dan memberi
mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan pembelajaran para pelajar
(learning to learn).
Tanggapan
Kendala peningkatan mutu pendidikan ini, perlu di teliti dan di cermati agar
kelak bangsa Indonesia dapat meningkatkan mutu pendidikan dengan lancar dan
dapat bersaing di Era Globalisasi. Sallis melalui buku ini Total Quality Management
in Education menyebutkan, kondisi yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan
dapat berasal dari berbagai macam sumber, yaitu miskinnya perancangan
kurikulum, ketidak cocokan pengelolaan gedung, lingkungan kerja yang tidak
kondusif, ketidaksesuaian system dan prosedur (manajemen), tidak cukupnya jam
pelajaran, kurangnya sumber daya, dan pengadaan staf.
Karena itu kepemimpinan pendidikan memiliki tugas:
a. Membantu masyarakat untuk menetapkan tujuan pendidikan, meliputi:
1) Mencari penjelasan mengenai nilai-nilai yang dijadikan pegangan dalan pendidikan;
2) Mencari dasar yang rasional untuk kesepakatan dalam tujuan dan cara untuk
mencapainya;
3) Mencari dasar rasional untuk persamaan pendapat mengenai peranan sekolah
sebagai lembaga pendidikan dari masyarakat.
b. Memperlancar proses belajar mengajar sehingga lebih efektif;
c. Menyusun kesatuan organisasi yang produktif;
d. Mengkreasikan iklim perkembangan dan kesempatan tumbuhnya kepemimpinan;
e. Menyediakan sumber-sumber yang baik untuk mengajar yang efektif.
Pemimpin dalam pendidikan harus tahu memberdayakan bukan memperdaya
para guru. Bila guru dapat diberdaya secara professional maka:
1) Guru-guru akan merasa bahwa suasana sekolah memungkinkan kreativitas,
percobaan/penelitian, dan penjabaran kecakapan dan bakat masing-masing.
2) Guru-guru yang menghadapi kesulitan dalam mengajar akan merasa bebas untuk
meminta bantuan.
3) Bantuan yang diberikan memiliki tujuan merealisasikan integritas program sekolah.
4) Kepercayaan akan diberikan kepada kepemimpinan yang muncul/tumbuh.
BAB IX
KERJA TIM BAGI MUTU
Kerja tim dalam sebuah organisasi merupakan komponen penting dari implementasi
TQM mengingat kerja tim akan meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi, dan
mengembangkan kemandirian – John S. Oakland.
Sebuah organisasi yang terlibat dalam TQM akan memperoleh manfaat
dengan memiliki tim-ti yang efektif di semua tingkatan. Dalam beberapa sektor
pendidikan, tim telah dikembangkan sebagai unit dasar dari penyampaian kurikulum.
Dengan demikian pendidikan memiliki sebuah awal yang baik mengingat kerja tim
adalah sebuah fakta yang sudah terbukti berhasil. Meskipun demikian, dalam
penerapannya kerja tim hanya dibatasi pada fungsi kurikulum dan manajemen.
Dalam penegakan TQM, tim tidak hanya berfungsi menjalankan sebuah tugas
tertentu melainkan untuk mencapai proyek yang spesifik. Proyek ad hoc dan
berjangka pendek serta tim peningkatan merupakan elemen kunci dalam
meningkatkan mutu. Dengan melibatkan jumlah maksimum orang dalam proses
mutu terpadu maka sebuah tim memiliki nilai tambahan. Tim yang dibentuk dapat
menjadi motor penggerak dan saling melengkapi.
Ini berarti mutu digerakan oleh sekelompok tim yang memang didesain untu
menyelesaikan masalah, meningkatkan proses yang sudah ada atau merancang
proses baru. Dalam merancangkan proses dan menjalankan proses maka harus
diperhatikan agar memberikan manfaat bagi pelanggan
Tim sebagai dasar bangunan mutu
Peningkatan mutu adalah sebuah kerja keras dan mendapatkan dukungan
semua pihak merupakan pendekatan terbaik. Miller, Dower dan Inniss dalam
Strategic Quality Managemet (SQM) menjadikan tim penyusun mata pelajaran
sebagai dasar bangunan yang penting untuk menyampaikan mutu dalam
pendidikan. Tim tersebut berfungsi untuk:
a. Bertanggungjawab pada mutu pembelajaran
b. Bertanggungjawab pada pemanfaatan waktu para guru, material serta ruang yang
dimanfaatkan
c. Menjadi sarana untuk mengawasi, mengevaluasi dan meningkatkan mutu
d. Bertindak sebagai penyalur informasi kepada pihak manajemen tentang perubahan-
perubahan yang diperlukan dalam peningkatan mutu.
Tim adalah cara yang solid untuk membuat perubahan dan tidak hanya sebatas
menjadi instrumen pengumpulan data melainkan menggunakan data tersebut untuk
meningkatkan kesempatan-kesempatan bagi pelajarnya.
Tim yang efektif adalah tim yang:
1. Membutuhkan peran anggota yang telah didefinisikan secara jelas
2. Membutuhkan tujuan yang jelas
3. Membutuhkan sumber daya dasar untuk beroperasi
4. Mengetahui tanggungjawab dan batas-batas otoritasnya
5. Memerlukan rencana kerja
6. Membutuhkan seperangkat aturan untuk kerja
7. Menggunakan alat-alat yang tepat untuk mencapai masalah dan menemukan solusi.
8. Mengembangkan sikap tim yang baik dan bermanfaat.
Lingkaran Mutu
Mutu bagi sebagian orang sinonim dengan lingkaran mutu. Sebab lingkaran
mutu merupakan ciri penting dari metode kontrol mutu terpadu (TQC). Filosofi TQC
sebenarnya merupakan perpaduan teori Deming dan lingkaran mutu. Namun teori ini
lebih berhasil di Jepang daripada negara asalnya, Amerika.
BAB X
ALAT DAN TEKNIK
PENINGKATAN MUTU
Para pendidik harus belajar dalam menggunakan dan menafsirkan strategi dasar
yang sering digunakan untuk peningkatan mutu.
Strategi dan Alat-alat Dasar
Untuk mencapai perbaikan mutu, tim-tim dalam institusi pendidikan harus dan
perlu mengarahkan filosofi TQM kepada dataran yang lebih praktis. Alat dan teknik
mutu adalah media untuk dapat mengidentifikasikan dan memecahkan persoalan
secara kreatif. Salah satu aspek terpenting TQM adalah mengumpulkan sejumlah
alat-alat yang bermanfaat mengimplementasikan konsep yang sudah ditentukan.
Meskipun demikian kekuatan alat yang dijamin sejauh digunakan secara
teratur. Alat yang sudah biasa digunakan adalah brainstorming. Yang terpenting di
sini adalah menemukan alat untuk menyelesaikan pekerjaan.
Brainstorming
Brainstorming merupakan alat ideal TQM. Efek dari alat ini adalah
meningkatkan kreatifitas dan mengembangkan ide-ide atau isu-isu secara cepat.
Sebab mampu membuat para staf berdaya cipta dan terbebas dari segala bentuk
tekanan. Meskipun demikian alat ini bukan alat analisis.
Prinsip dari brainstorming adalah
a. Harus benar-benar memahami brainstorming
b. Menetapkan seseorang untuk mencatat ide-ide nyata
c. Mendata semua ide yang muncul
d. Tidak mendiskusikan atau mengkritik ide-ide
e. Membangun ide berdasarkan ide-ide sebelumnya.
Brainstorming bisa dapat dilakukan dalam bentuk aktivitas yang terstruktur
atau tidak terstruktur. kegiatan terstruktur adalah kegiatan yang melibatkan setiap
anggota dalam memberikan dan memunculkan ide. Kegiatan tidak terstruktur secara
sederhana mempersilahkan setiap orang untuk mengekspresikan ide-idenya seperti
yang ada dalam pikirannya. Metode ini memang merangsang kreatifitas namun bagi
anggota-anggota yang vokal pasti akan memegang kendali. Baik terstruktur
maupun tidak, tidak boleh lebih dari 10-15 menit.
Tanggapan
Brainstorming digunakan untuk mengetahui apa akar penyebab terjadinya
masalah. Brainstorming adalah cara untuk memacu pemikiran yang kreatif guna
mengumpulkan ide-ide dari suatu kelompok dalam waktu yang relatif singkat
terutama untuk pemecahan masalah.
Beberapa gagasan untuk meningkatkan hasil teknik ini adalah:
a. Masalah harus spesifik. Jika masalah terlalu luas, maka masalah tersebut harus
dipilah menjadi beberapa masalah kecil.
b. Peserta curah pendapat/brainstorming harus diseleksi dengan hati-hati. Orang
dengan keahlian dalam bidang ini maupun yang tidak berpengetahuan sama sekali
harus dilibatkan.
c. Kelompok tersebut harus cukup besar untuk menghasilkan gagasan-gagasan tapi
tidak terlalu besar untuk dikelola.
Sebelum sesi dimulai pertama-tama peserta diberi briefing mengenai
masalah yang akan dibrainstormingkan. Sesi yang sesungguhnya harus dilakukan
dengan minimal 4 aturan dasar brainstorming dengan bantuan fasilitator. Aturan
dasar tersebut:
a. Tidak ada kritik ataupun kecaman.
b. Mendorong pemikiran yang tidak terbatas.
c. Cari sebanyak mungkin gagasan dari banyak orang.
d. Gabungkan gagasan yang ditawarkan oleh orang yang berbeda-beda. Keunggulan
teknik ini adalah:
Menciptakan kesempatan seluas-luasnya bagi ide-ide kreatif.
Memfasilitasi lingkungan dimana para individu merasa tidak terancam.
Dapat membuka jalan baru untuk memecahkan masalah-masalah lama.
Kelemahan dari teknik ini antara lain:
Ada kemungkinan sulit untuk menunjukkan masalah.
Keengganan berpartisipasi/takut akan celaan atau komentar yang negatif.
Kecaman selama sesi berlangsung.
Penghindaran masalah memerlukan judgment nilai.
Kesulitan dalam memilih macam masalah.
Ide-ide yang telah terkumpul dari brainstorming sering digunakan pada piranti lain
guna analisis selanjutnya.
BAB XI
PERENCANAAN
STRATEGIS MUTU
Jika kita sepakat bahwa TQM adalah sebuah perubahan kultur berjangka panjang
maka harus direncanakan.
Perencanaan Mutu
Mutu tidak terjadi begitu saja atau dengan kata lain “mutu tidak akan jatuh
dari langit”. Ia harus direncanakan dan menjadi bagian penting dari strategi institusi
secara sistematis. Atau perencanaan yang strategis dan sistematis (bagaimana jika
strategis tetapi tidak sistematis atau sistematis tetapi tidak strategis).
Dalam hal ini, kekuatan TQM terletak pada perencanaan jangka panjang yang
jelas, terstruktur, sistematis guna mencapai mutu. Dalam pemikiran Deming (14)
adalah menciptakan tujuan secara konstan. Hal ini dapat diterawang melalui visi
yang terejawentahkan dalam perencanaan strategis. Dengan demikian kesuksesan
dapat diramalkan.
Manajemen Mutu Strategis
Perencanaan strategis memungkinkan formulasi prioritas-prioritas jangka
panjang dan perubahan institusional berdasarkan pertimbangan rasional. Sallis
menekankan bahwa tanpa perencanaan strategis tidak mungkin isntitusi dapat
memanfaatkan peluang-peluang baru.
Baik proses perencanaan strategis maupun Sallis menekankan tentang perencanaan strategis yang sistematis. Hal ini tentu akan memudahkan dalam pengukuran mutu atau ukuran sukses.
Tanggapan
Dalam Pengembangan institusi atau rencana strategis, kita harus memperhatikan
dan memberikan perhatian pada:
Visi. visi jangka panjang dari institusi dan memberi konteks dimana program
dapat dilaksanakan. Ini mendefinisikan pasar dan budaya yang diharapkan. Ini
adalah penting untuk mengembangakn pelayanan yang berkualitas karena hanya
perencanaan yang dapat memberikan perspektif jangka panjang sehingga penting
di dalam pemberian layanan kualitas secara terpadu.
Kebijakan kualitas. Ini mempersiapkan standard untuk program-program
utama dan bisa berisi statemen dari penamaan pembelajar. Kebijakan ini adalah
statemen umum dari komitmen insitusi kepada kustomernya, baik internal maupun
eksternal.
Tanggungjawab manajemen. Ini menyusun peran dari lembaga yang
memerintah, dan tim manajemen senior dan tanggung jawabnya. Ini
mendefinisikan dimana anggota dari tim senior memikul jabatan kualitas.
Pengorganisasian kualitas. Garis besar ini meliputi tanggung jawab dari
kelompok pengarah kualitas, representasi dan pertanggung jawaabannya. Badan ini
diperlukan untuk mengarahkan permulaan kualitas, mengatur transformasi
budaya, mendukung inisiatif di dalam departemen dan untuk memonitor
perkembangan inisiatif.
Pemasaran dan publisitas. Sebuah institusi harus memberikan potensi yang
dimiliki kustomer dengan informasi tentang apakah itu memajukan program-
program belajar. Informasi ini perlu untuk menjadi terdokumentasikan secara jelas
dan pasti. Cara pemasaran bisa menggunakan leaflet, brosur, dan sebagainya,
harus jelas dan akurat dan diperbaharui secara reguler.
Pelahiran kurikulum. Ini adalah tingkatan dimana sistem adalah vital.
Metode belajar perlu diatur sedemikian rupa sehingga dan diikuti untuk setip aspek
program. Jenis informasi yangperlu menjadi bagian dari ini, antaralain: silabus,
kepatuhan, skema kerja, pencatatan kerja, pencatatan penilaian, rencana tindakan,
dan pencatatan prestasi. Pencatatan kesalahan dan kinerja rata-rata berikutnya dan
tindakan yang benar harus didokumentasikan.
Manajemen pembelajaran. Proses aktual dari kurikulum dan manajeme n
program perlu dispesifikasi, termasuk ranacangan untuk teamwork. Aturan di
dalam tim, tanggung jawab dan tingkat otoritasnya juga dapat jabarkan. Laporan
dari penguji eksternal, moderator dan pemverivikasi akan memberikan bukti-bukti
penting, dimana terdapat kualitas manajemen belajar.
Desain kurikulum. Termasuk dokumentasi maksud dan tujuan setiap
program, dan spesifikasi program. Spesifikasi program dapat mengambil bentuk
silabus atau dokumen kurikulum yang valid. Apa yang perlu di dalamnya, dimana
yang relevan, adalah keterangan yang diperlukan dari program dan sunber-sumber
dapat diberikan.
Monitoring dan evaluasi. Putaran umpan balik adalah vital untuk penilaian
dan penegasan kualitas. Sistemn kualitas perlu dokumen mekanisme evaluasi
bahwa institusi memiliki tempat untuk memonitor prestasi individual dan
kesuksesan program-programnya. Partisipasi pembelajar di dalam penilaian
perkembangan dan pengalamannya dari program adalah elemen penting di dalam
evaluasi. Metode yang dipakai harus termasuk pencatatan prestasi, review
pertemuan, kuesioner dan audit internal. Apa saja metode yang dipakai harus cocok
dengan proses.
Dengan demikian mutu bukan lagi menjadi khayalan melainkan benar-benar
berada di depan mata, demikian kata Sallis. Di sini kembali ditekankan bahwa mutu
tidak akan terjadi dengan sendirinya alias jatuh dari langit melainkan harus
melakukan perencanaan strategis sistematis terukur atau akurat terhadap
mutu.
C
ACATAN AKHIR
Tentang Buku ini dan Edward Sallis
Buku ini merupakan sebuah hand book yang telah digunakan banyak orang
dan telah memberikan banyak informasi dengan memperkenalkan filosofi TQM
dalam dunia pendidikan. Sallis dengan teliti melampirkan point-point penting dari
pemikiran Deming, Juran, Shewhart dalam buku ini. Sehingga informasi yang
diperoleh secara lengkap ada di dalamnya. Yang diawali dari pemaparan tentang
latarbelakang lahirnya mutu, konsep mutu, pemikiran Deming, Juran dan Shewhart.
Yang menarik adalah Sallis mencoba memberikan benang merah antara TQM dan
TQM dalam konteks pendidikan Kristen.
Selanjutnya Sallis mengemukakan standar-standar mutu bertaraf
internasional beserta jenis-jenis penghargaan seputar mutu. Obyektifitas Sallis
terlihat ketika ia tidak hanya menawarkan TQM dalam bukunya namun juga
memperkenalkan prinsip pencapain mutu dengan cara yang lain. Ia juga
mengetengahkan langkah-langkah membuat penilaian atau evaluasi bahkan
analisis. Dan menguncinya dengan kepemimpinan mutu.
Bahasa yang lugas mewarnai pemaparannya sehingga buku yang terkesan
teknis dapat tersaji dengan baik dan dipahami dengan baik pula. Ini sebuah seni
mengelola bahasa teknis.
Akhirnya yang tidak kalah pentingnya adalah, Pdt. Dr. Sentot Sadono, M.Th
dengan jeli memilih dan memilah sumber bacaan bagi mahasiswa program doktoral.
Sehingga benar-benar menjadi sumber informasi standar dalam pengembangan
strategi, mutu dan kepemimpinan dalam dunia pendidikan.