32
Reformasi Sektor Keamanan dan Gender Geneva Centre for the Democratic Control of Armed Forces (DCAF) Reformasi Sektor Keamanan dan Gender Reformasi Sektor Keamanan dan Gender Tool 7 Toolkit Gender dan RSK Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender Ilja Luciak

Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Reformasi Sektor Keamanan dan Gender

Geneva Centre for the

Democratic Control of

Armed Forces (DCAF)

Reformasi Sektor Keamanan dan GenderReformasi Sektor Keamanan dan GenderTool 7 Toolkit Gender dan RSK

Pengawasan

Parlementer atas

Sektor Keamanan

dan GenderIlja Luciak

Page 2: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender
Page 3: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Pengawasan

Parlementer atas

Sektor Keamanan

dan GenderIlja Luciak

Geneva Centre for the Democratic Control of Armed Forces (DCAF)

Page 4: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

i

Toolkit RSK dan Gender

Tentang PenulisDr. Ilja Luciak adalah Dosen dan Ketua Jurusan Ilmu Politik, Institut Politeknik dan Universitas Negeri Virginia. Penelitiannya berfokus pada politikkomparatif, politik Amerika Latin, teori pembangunan, gender dan demokratisasi, dan perubahan politik yang kejam. Ia telah menerbitkan sejumlahbuku dan artikel mengenai berbagai isu seperti kesetaraan gender dan perjanjian perdamaian, gender dan demokrasi di negara-negara AmerikaLatin, tata pemerintahan yang demokratis dan pembangunan aliansi perempuan untuk rekonstruksi pasca-perang di Amerika Tengah. Ilja mendapatgelar doktor (PhD) bidang Ilmu Politik dari Universitas Iowa.

PenyuntingMegan Bastick dan Kristin Valasek, DCAF.

Ucapan Terima KasihKami mengucapkan terima kasih kepada para pihak berikut atas komentar berharga mereka mengenai rancangan tool (alat) ini: Hans Born,Willem F. Van Eekelen, Mahitab Mekkawi, Rita Taphorn, Tone Tingsgard, dan UN-INSTRAW. Selain itu, kami juga menyampaikan terima kasihkepada Benjamin Buckland, Anthony Drummond, dan Mugiho Takeshita atas bantuan penyuntingan mereka, dan Anja Ebnöther atas bimbingannyadalam proyek ini.

Beberapa bagian dari Tool (Alat) ini bersumber dari tulisan Ilja A. Luciak berjudul “Konflik dan Respons Parlemen Bergender,” yang merupakanlaporan Konsultan yang disusun untuk proyek Program Pembangunan PBB mengenai Penguatan Peran Parlemen dalam Pencegahan danPemulihan Krisis, (New York: UNDP), April 2006.

Gender dan Toolkit RSKTool (alat) mengenai Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender ini merupakan bagian dari Toolkit Gender dan RSK. Dirancanguntuk memberikan pengantar praktis isu gender bagi para praktisi dan pembuat kebijakan reformasi sektor keamanan, Toolkit ini terdiri dari 12Tool (Alat) berikut dan Catatan Praktiknya:

DCAF, OSCE/ODIHR dan UN-INSTRAW mengucapkan terima kasih atas bantuan Departemen Luar Negeri Norwegia dalam pembuatan Toolkitini.

DCAFPusat Kendali Demokratis atas Angkatan Bersenjata Jenewa (DCAF) mempromosikan tata kelola pemerintahan yang baik dan reformasi sektorkeamanan. Pusat ini melakukan penelitian mengenai praktik yang baik, mendorong pengembangan norma-norma yang sesuai di tingkat nasionaldan internasional, membuat rekomendasi kebijakan dan mengadakan program konsultasi dan bantuan di negara yang membutuhkan. Para mitraDCAF meliputi pemerintah, parlemen, masyarakat sipil, organisasi internasional, dan para aktor sektor keamanan seperti polisi, lembaga peradilan,badan intelijen, badan keamanan perbatasan, dan militer.OSCE/ODIHRKantor Lembaga Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (ODIHR) adalah lembaga utama untuk dimensi manusiawi keamanan OSCE: suatu konsepumum yang mencakup perlindungan HAM; pengembangan masyarakat yang demokratis, dengan penekanan pada pemilihan umum,pembangunan lembaga, dan tata kelola pemerintahan; penguatan pemerintahan berdasarkan hukum; dan mempromosikan rasa saling hormatyang tulus dan saling pengertian antar individu, dan juga negara. ODIHR ikut berperan dalam penyusunan Toolkit ini.

UN-INSTRAWInstitut Penelitian dan Latihan Kemajuan Wanita Internasional PBB (UN-INSTRAW) adalah satu-satunya lembaga PBB yang diberi tugas untukmenyusun program penelitian yang berperan bagi pemberdayaan wanita dan pencapaian kesetaraan gender di seluruh dunia. Melaluipembangunan aliansi dengan Negara-negara Anggota PBB, organisasi-organisasi internasional, akademisi, masyarakat sipil dan para aktorlainnya, UN-INSTRAW:• Melakukan penelitian berorientasi aksi dari perspektif gender yang memberikan dampak nyata terhadap berbagai kebijakan, programdan proyek;• Menciptakan sinergi untuk manajemen pengetahuan dan pertukaran informasi;• Memperkuat kemampuan para stakeholder (pihak yang berkepentingan) utama dalam memadukan perspektif gender ke dalam berbagaikebijakan, program dan proyek.Gambar sampul © Keystone, AP, Herwig Vergult, 2006.© DCAF, OSCE/ODIHR, UN-INSTRAW, 2008.

Hak cipta dilindungi undang-undang.ISBN 978-92-9222-074-7.Dokumen ini diterbitkan secara asli oleh DCAF, OSCE/ODIHR dan UN-INSTRAW pada tahun 2008 sebagai bagian dari Toolkit Gender dan RSK.Versi bahasa Indonesia ini diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Catherine Muir dan diterbitkan oleh IDSPS atas nama DCAF.

Kutip sebagai: Ilja Luciak, “Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender.” Toolkit Gender dan Reformasi Sektor Keamanan.Penyunting Megan Bastick dan Kristin Valasek. Jenewa: DCAF, OSCE/ODIHR, UN-INSTRAW, 2008.Dicetak oleh SRO-Kundig.

1. Reformasi Sektor Keamanan dan Gender2. Reformasi Kepolisian dan Gender3. Reformasi Pertahanan dan Gender4. Reformasi Peradilan dan Gender5. Reformasi Hukum Pidana dan Gender6. Manajemen Perbatasan dan Gender7. Pengawasan Parlementer terhadap Sektor Keamanan dan Gender8. Pembuatan Kebijakan Keamanan Negara dan Gender

9. Pengawasan Masyarakat Sipil terhadap Sektor Keamanandan Gender

10. Perusahaan-perusahaan Militer dan Keamanan Swasta danGender

11. Penilaian, Pemantauan dan Evaluasi RSK dan Gender12. Pelatihan Gender untuk Personil Sektor KeamananLampiran Undang-undang dan Instrumen Internasional danRegional

Page 5: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

i

DAFTAR ISIDaftar Akronim iii

1. Pendahuluan 1

2. Apa itu pengawasan parlementer atas sektor keamanan? 1

3. Mengapa gender penting dalam pengawasan parlementer atas sektor keamanan? 3

3.1 Undang-undang dan kebijakan keamanan yang inklusif dan berbasis kebutuhan 3

3.2 Lembaga-lembaga sektor keamanan yang efektif dan bersifat mewakili 3

3.3 Penyusunan anggaran dan manajemen sumber daya yang adil 4

3.4 Kesetaraan gender dalam pembuatan keputusan parlemen 5

4. Bagaimana memadukan gender ke dalam pengawasan parlementer atas sektor keamanan? 6

4.1 Rumuskan undang-undang dan kebijakan keamanan yang inklusif dan berbasis kebutuhan 6

4.2 Bentuk lembaga-lembaga sektor keamanan yang bersifat mewakili dan efektif 7

4.3 Tangani kekerasan berbasis gender 8

4.4 Tingkatkan keterwakilan wanita di parlemen dan dalam pembuatan keputusan keamanan parlemen 10

4.5 Laksanakan penyusunan anggaran dan pengadaan barang yang adil 11

5. Memadukan gender ke dalam pengawasan parlementer atas

sektor keamanan dalam konteks khusus 13

5.1 Negara-negara pasca-konflik 13

5.2 Negara-negara maju 16

6. Rekomendasi pokok bagi anggota parlemen 17

7. Sumber daya tambahan 18

Page 6: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

iii

Toolkit RSK dan Gender

SINGKATAN DAN AKRONIM

CEDAW Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (KonvensiPenghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan)

DDR Disarmament, Demobilisation, and Reintegration Processes (Proses Perlucutan Senjata,Demobilisasi dan Reintegrasi)

GBV Gender-Based Violence (Kekerasan Berbasis Gender)

IPU Inter-Parliamentary Union (Persatuan Antar-Parlemen)

LSM Non-Governmental Organisations (Lembaga Swadaya Masyarakat)

NATO North Atlantic Treaty Organization (Organisasi Perjanjian Atlantik Utara)

OMS Civil Society Organisation (Organisasi Masyarakat Sipil)

OSCE Organisation for Security and Cooperation in Europe (Organisasi Keamanan dan KerjaSama di Eropa)

PBB United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa)

Page 7: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

1Pendahuluan

Parlemen memainkan peran penting dalam reformasisektor keamanan. Sebagai wakil kepentingan warganegara, anggota parlemen memainkan peran legislatifdan pengawasan yang sangat penting, yang memintapertanggungjawaban lembaga eksekutif. Parlemenmenyetujui anggaran, mengkaji dan melaksanakanperundang-undangan yang berkaitan dengan sektorkeamanan, dan menjalankan fungsi penjembatananpenting antara pemerintah dan warga negara dalammenentukan dialog nasional mengenai keamanan.Parlemen adalah satu-satunya lembaga yang dipilihsecara nasional yang dapat berbicara atas namasemua warga negara dan membela kepentingankeamanan mereka. Bila anggota parlemen mem -bahas isu gender – yang mencakup pemahamanmengenai kebutuhan keamanan pria, wanita, anakperempuan dan anak lelaki yang berbeda – merekamemperkuat pengawasan mereka atas sektorkeamanan. Pengawasan yang tanggap terhadapgender dapat menjamin kebijakan yang inklusif danberbasis kebutuhan; memperkuat efektivitasoperasional lembaga-lembaga sektor keamanan; danmeminta mereka bertanggung jawab atas penyusunananggaran yang adil.

Tool (alat) ini berusaha menyoroti pentingnyapengawasan parlementer atas sektor keamanan danmanfaat yang diperoleh anggota parlemen daripemasukan perspektif gender ke dalam program kerjamereka. Kelompok sasaran utama pada tingkatnasional meliputi anggota parlemen, staf parlemen,dan partai politik. Para anggota dan staf lembagaparlemen regional, seperti Parlemen Pan Afrika,Parlemen Amerika Tengah, Parlemen Eropa sertaMajelis Parlemen OSCE dan NATO juga menjadikelompok sasaran; begitu pula lembaga-lembaga dankelompok-kelompok anggota parlemen, sepertiAssociation of European Parliamentarians for Africa(Perhimpunan Anggota Parlemen Eropa untuk Afrika),yang melakukan kegiatan bantuan parlemen. Parapejabat reformasi sektor keamanan pemerintah danproyek pemerintahan, organisasi masyarakat sipil,peneliti dan akademisi yang meneliti saling keterkaitanantara keamanan, parlemen dan gender juga dapatmemperoleh manfaat dari tool (alat) ini.

Setelah pembahasan singkat mengenai sifat daripengawasan parlementer atas sektor keamanan, tool(alat) ini menguraikan pentingnya dan manfaat daripemaduan gender ke dalam program kerja parlemenmengenai isu-isu gender. Tool (alat) ini memberikansaran-saran mengenai bagaimana memadukangender ke dalam pengawasan parlementer dan

meliputi suatu bagian yang membahas gender danpengawasan parlementer dalam konteks khususnegara-negara pasca-konflik dan negara-negara maju.Tool (alat) ini ditutup dengan beberapa rekomendasipokok dan memberikan sejumlah sumber dayatambahan bagi para praktisi.

2Apa itu pengawasanparlementer atas sektorkeamanan?

Definisi umum pengawasan parlementer atas sektorkeamanan menyatakan: ‘Lembaga legislatifmelakukan pengawasan parlementer denganmenyetujui undang-undang yang merumuskan danmengatur lembaga-lembaga keamanan dankekuasaan mereka maupun apropriasi anggaran yangpadan dengannya. Kontrol ini dapat juga mencakuppembentukan ombudsman parlemen atau komisi yangdapat melakukan penyelidikan mengenai pengaduanmasyarakat.’1

Tata pemerintahan yang baik memerlukanpengawasan parlementer. Parlemen berada di pusatdemokrasi, yang berperan sebagai benteng melawanpemerintahan autokratis. Parlemen memilikikekuasaan anggaran dan dengan demikianmenentukan anggaran sektor keamanan. Selanjutnya,parlemen menciptakan parameter hukum untuk isu-isukeamanan. Tergantung pada negara yangbersangkutan, berikut ini adalah beberapa tindakanyang dapat diambil parlemen untuk mengawasi sektorkeamanan:2

n Menyetujui, menolak atau mengusulkan perubahanatas kebijakan keamanan dan undang-undangpertahanan.

- Mengadakan debat parlemen

- Mengajukan pertanyaan parlemen dan melakukaninterpelasi (meminta pejabat pemerintah menje -las kan suatu tindakan atau kebijakan)

- Meminta konsultasi nasional mengenai isukeamanan

- Meminta penelitian

n Menggunakan dan mengawasi ketentuan anggaranyang berkaitan dengan keamanan

n Mengesahkan atau mengakhiri keadaan daruratatau perang

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

1

Pengawasan Parlementer atasSektor Keamanan dan Gender

Page 8: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

n Menyetujui atau menolak proposal pemerintahmengenai:

- Perjanjian, aliansi internasional, dan pengirimanpasukan ke luar negeri

- Pengangkatan personel keamanan tingkat tinggi

- Pembelian senjata berat

n Memantau dan mengevaluasi kebijakan danprogram keamanan

- Melakukan penyelidikan atau dengar pendapatparlemen

- Meminta evaluasi mengenai pelaksanaankebijakan/program dari pemerintah ataumengangkat konsultan untuk melakukan auditkinerja khusus

- Melakukan atau mengkaji fungsi mekanismeaudit, misalnya ombudsman pertahanan

Ada berbagai aktor penting di dalam sistem parlemen:

n Anggota parlemen adalah para wakil yang dipilih olehpara pemilih anggota parlemen. Mereka dapat me -mastikan bahwa pengaduan warga diper timbangkandalam kebijakan yang berkaitan dengan keamananyang diajukan oleh lembaga eksekutif. Mereka dapatmengadakan dengar pendapat publik, memberikaninformasi penting kepada kelompok-kelompokmasyarakat sipil, dan dalam beberapa kasus anggotaparlemen menggunakan pertemuan di balai kotauntuk membahas kebijakan pemerintah dengankonstituen mereka. Fungsi terakhir ini, yang berperansebagai jembatan penghubung dengan masyarakat– baik pada tingkat partai atau anggota parlemen –sangat memperkuat legitimasi pem buatan keputusanparlemen mengenai isu-isu ke amanan.

n Partai politik adalah unsur utama dari parlemen.Struktur organisasi kebanyakan parlemen dibangundi sekitar partai politik. Dalam kebanyakan sistempolitik, partai politik, bukannya parlemen itu sendiri,adalah penghubung utama antara pembuatkeputusan dan masyarakat sipil. Partai politikmemiliki posisi khusus mereka sendiri di sektorkeamanan dan menggunakan lembaga legislatifsebagai forum untuk menyampaikan pandanganmereka kepada masyarakat.

n Staf parlemen memainkan peran penting dalammenjalankan fungsi parlemen. Staf parlemenmemiliki berbagai macam keahlian yang diman -faatkan oleh anggota parlemen dan partai politik.Staf profesional menjamin keberlanjutan dalampembahasan isu-isu keamanan yang kompleks dandapat memberikan konteks historis. Dengandemikian, para staf merupakan unsur penting dalammemberikan pengawasan yang efektif atas sektorkeamanan.

n Ombudsman parlemen sudah sangat umum diEropa sebagai mekanisme untuk memperkuatfungsi pengawasan parlementer. Di Eropa Barat,kecuali Jerman, Yunani, Italia, Luxemburg, danSwis, semua negara memiliki ombudsman di tingkatnasional. Italia dan Swis memiliki ombudsman ditingkat daerah atau kota, sedangkan Bundestag

Jerman memiliki Komite Petisi yang ‘berperan se -bagai padanan fungsional sebagaimanaom bud s man militer untuk pengaduan dari angkatanber senjata’.3

n Masyarakat sipil bisa menjadi mitra efektif dalammendukung para anggota parlemen dalam usahamembenahi sektor keamanan. Parlemen dapatmenggunakan cara yang berbeda untuk berinteraksidengan masyarakat sipil, yang meliputi menga -dakan dialog nasional, menyelenggarakan dengarpendapat publik parlemen mengenai undang-undang yang diajukan, atau meminta presentasipara pakar. Hubungan seperti ini merupakan tradisiyang telah lama berlangsung di banyak negara.

Perbedaan kemampuan pengawasan parlementer diseluruh dunia sangat jelas. Parlemen dengan sejarahkekuasaan membuat undang-undang yang kuat,legitimasi yang didasarkan pada mandat rakyat danriwayat pengawasan yang ketat terhadap lembagaeksekutif, akan lebih efektif dalam melakaukan kontrolterhadap reformasi sektor keamanan dibandingkandengan parlemen di banyak negara berkembang dannegara yang sedang dalam masa transisi yang tidakbekerja dalam kondisi yang mendukung. Lembagalegislatif di negara-negara yang mengalami konflik dannegara-negara yang sedang dalam masa transisimenghadapi masalah politik, konstitusi, dan sumberdaya yang menghambat efektivitasnya. Meskipunmengalami hambatan struktural dan institusional,parlemen memainkan peran penting dalam menjaminagar reformasi sektor keamanan menjadi suatu prosesyang inklusif.

Semua parlemen terhambat oleh kompleksitas inherendari isu-isu yang berkaitan dengan reformasi sektorkeamanan dan dengan demikian menghadapitantangan yang sama dalam usaha mereka mela -kukan pengawasan yang efektif. Apakah itu KongresAmerika Serikat yang berusaha merevisi Undang-Undang PATRIOT Amerika Serikat untuk mengimbangilembaga eksekutif yang terlalu bersemangat segerasetelah kasus 11 September, parlemen Eropa yangmengkhawatirkan kebijakan pertahanan Uni Eropaatau lembaga legislatif Arab yang berusahamenunjukkan kekuasaannya segera setelah terjadinyakonflik, semua lembaga legislatif sama-samamemahami kompleksitas yang dihadapi parlemenketika mereka berusaha melakukan kontrol ataskekuatan militer dan kepolisian. Parlemen ter hambatoleh kurangnya keahlian mereka maupun dominasilembaga eksekutif di bidang keamanan. Mi salnya,presiden dan kabinetnya sering meng gu nakanundang-undang kerahasiaan untuk meng hambatakses bebas parlemen atas informasi.

Kadang-kadang, tantangan besar juga memberikanpeluang besar. Misalnya, situasi konflik memberikanpeluang penting kepada parlemen untuk terlibatsecara efektif dalam reformasi sektor keamanan.Segera setelah berakhirnya perang saudara ataubentuk-bentuk perubahan politik yang kejam lainnya,parlemen mendapat mandat kuat untuk mewakilikepentingan warga negara dengan melaksanakanfungsi pengawasan dan legislatifnya untuk mening -katkan keamanan manusia.

Toolkit RSK dan Gender

2

Page 9: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

3Mengapa gender pentingdalam pengawasanparlementer atas sektorkeamanan?

3.1 Undang-undang dan kebijakanyang inklusif dan berbasis kebutuhan

Parlemen yang terlibat dalam reformasi sektor ke -amanan mendapatkan manfaat dari pemaduanperspektif gender ke dalam fungsi inti mereka. Sebagaiwakil yang dipilih konstituen mereka, anggota parlemenbertanggung jawab menjamin kebutuhan keamananwanita, pria, anak perempuan, dan anak lelakidimasukkan ke dalam pembuatan kebijakan keamanan.Pria, wanita, anak perempuan, dan anak lelaki meng -hadapi ancaman keamanan yang berbeda. Kekerasanberbasis gender (GBV) adalah salah satu dari ancamankeamanan manusia yang paling umum di dunia. Wanitadan pria memiliki akses yang berbeda atas layanankesehatan, pendidikan, kekuasaan membuat ke pu -tusan, dan sumber daya lainnya, yang mem pengaruhisetiap aspek keamanan mereka. Proses pembuatankebijakan keamanan nasional sering berfokus padapembahasan ancaman keamanan eksternal sepertiterorisme dan senjata pemusnah massal, dan kesiapankekuatan militer. Undang-undang dan kebijakan yangmengatur perpolisian, lembaga peradilan, lembaga pe -ma sya ra kat an, otoritas per batasan, intelijen, kekuatanper tahanan dan agen keamanan swasta sering diru -mus kan tanpa mem perhatikan bagaimanaun dang-undang dan kebijakan tersebut dapat me nim -bulkan pengaruh yang berbeda terhadap berbagailapisan masyarakat. Namun demikian, anggotaparlemen dapat menggunakan ke kuasaan legislatif,anggaran, dan kekuasaan penga wasan lainnya untukmenjamin agar undang-un dang dan kebijakankeamanan memenuhi kebutuhan semua konstituenmereka, dengan mempertimbangkan GBV dan aspek-

aspek lainnya dari akses keamanan pria dan wanitayang berbeda.

Peningkatan keterlibatan wanita di sektor keamananmenimbulkan pertanyaan baru yang harus diper -timbangkan anggota parlemen, yang meliputi isu-isupelatihan, ketentuan berpakaian, dan perumahan. Padasaat yang sama, ada kebutuhan sektor ke amanantradisional yang baru belakangan ini saja men dapatbanyak perhatian, seperti pelatihan memadai personelpolisi untuk menanggapi kekerasan dalam rumahtangga dan bentuk-bentuk GBV lainnya. Per hatianterhadap isu-isu penting ini menimbulkan ke ya kinan dankepercayaan di kalangan kelompok-ke lom pok yangselama ini terpinggirkan di lem baga-lembaga pe me -rintahan. Perhatian ini juga mem perkuat legitimasiparlemen.

Selanjutnya, bila parlemen mencakup berbagai aktorma syarakat sipil, yang meliputi wakil-wakil dari or ga -nisasi wanita, dalam proses pembuatan un dang-un dangdan kebijakan, hal ini meningkatkan res ponsivitas danlegitimasi kebijakan keamanan, lem ba ga keamanan,dan parlemen itu sendiri (lihat Kotak 1).

3.2 Lembaga sektor keamanan yangefektif dan bersifat mewakili

Parlemen dapat melakukan pengawasan terhadapkinerja lembaga dan personel keamanan denganmeningkatkan pendidikan, memperkenalkan kodeperilaku, menentukan mekanisme pertanggung ja wab -an, dan mengkaji ulang kebijakan sumber dayamanusia. Pemaduan isu gender sangat penting demiefikasi dan efisiensi operasional di sektor keamanan –yang meliputi angkatan bersenjata, kepolisian, otoritasperbatasan, lembaga peradilan dan lembagapemasyarakatan – dan dengan demikian harus dipan -tau oleh parlemen. Lembaga-lembaga sektorke amanan telah terbukti lebih efektif secara ope -rasional bila mereka meningkatkan partisipasi wanitadan menurunkan tingkat diskriminasi, pelecehanseksual dan kekerasan. Partisipasi wanita di lembagakeamanan juga menjadi aspek penting dalammenciptakan lembaga sektor keamanan yang bersifatmewakili, yang akan mendapatkan kepercayaanmasyarakat.

Anggota parlemen dapat mengambil langkah-langkahpertanggungjawaban proaktif untuk meningkatkanpartisipasi wanita dan menurunkan tingkat diskriminasidan kekerasan. Misalnya, parlemen berperanmenyetujui undang-undang yang menjamin semuajabatan di lembaga-lembaga sektor keamanan,termasuk jabatan tempur, terbuka bagi wanita. Padatahun 2000, Parlemen Israel menyetujui amandementerhadap Undang-Undang Lembaga Keamanan yang

Lihat Tools (Alat-alat) mengenai

Reformasi Kepolisian dan Gender

serta Reformasi Pertahanan dan Gender

Untuk informasi lebih lanjut lihat

Tool (Alat) mengenai RSK dan

Gender

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

3

Gender merujuk pada peran dan hubungan, ciri kepribadian, sikap,tingkah laku dan nilai-nilai tertentu yang dihubungkan masyarakatdengan pria dan wanita. Karena itu, ‘gender’ merujuk pada perbedaanyang dipelajari antara pria dan wanita, sedangkan ‘jenis kelamin’merujuk pada perbedaan biologis antara pria dan wanita. Perangender sangat bervariasi di dalam dan antarkebudayaan dan dapatberubah sepanjang waktu. Gender tidak hanya merujuk pada wanitaatau pria tapi juga merujuk pada hubungan di antara mereka.

Pengarusutamaan gender adalah proses menilai implikasi terhadapwanita dan pria dari suatu tindakan yang terencana, yang meliputipembuatan undang-undang, kebijakan, atau program di semuabidang dan pada semua tingkatan.4

Page 10: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

membuka semua profesi militer bagi wanita.6 Bilaparlemen melakukan kontrol terhadap komposisi danmandat misi pemeliharaan perdamaian, merekaberpeluang menyerukan peningkatan partisipasiwanita.

Parlemen juga memainkan peran penting dalammencegah dan meminta pertanggung-jawabanlembaga sektor keamanan atas terjadinya diskriminasi,pelecehan seksual dan kekerasan. Dari skandalpersonel pemelihara perdamaian yang terlibat dalameksploitasi seksual dan perdagangan manusia, tingkatpelecehan seksual yang tinggi terhadap wanita dalamangkatan bersenjata, sampai penganiayaan seksual

oleh staf penjara, bentuk-bentuk GBV ini adalah tindakpidana yang mengurangi efektivitas lembaga ke -amanan. Sebagai respons, anggota parlemen dapatmenyetujui kebijakan yang menetapkan kode perilaku,membuat undang-undang mengenai tindakan hu -kuman, menetapkan ombudsman pertahanan dan/atau gender, menyerukan penyelidikan mendalam danmemantau pelaksanaan sanksi.

Salah satu contohnya adalah resolusi Parlemen Eropamengenai partisipasi wanita dalam penyelesaiankonflik secara damai, yang disetujui pada tahun 2000.Resolusi ini meminta negara-negara anggota untukmelakukan berbagai tindakan untuk meningkatkanpartisipasi wanita dan responsivitas gender dalamkonteks prakarsa yang berkaitan dengan perdamaiandan keamanan. Selain meminta pelatihan gender bagipersonel dan staf militer yang terlibat dalam pe nyu -sunan kebijakan mengenai konflik, resolusi inimenyerukan perekrutan dan pencalonan lebih banyakwanita di lembaga-lembaga diplomatik dan mem pro -mosikan penggunaan tim pemelihara perdamaian, timpencari fakta dan tim bantuan yang semua ang go -tanya wanita. Sehubungan dengan pelanggaran HAM,

Proses reformasi sektor keamanan Afrika Selatan pasca-apartheid sering digunakan sebagai contoh inklusivitas dan partisipasi gender.

Buku Putih tahun 1996 mengenai Pertahanan Nasional Republik Afrika Selatan dirancang oleh Laurie Nathan dari Universitas Cape Town. Rancanganpertama buku tersebut ditanggapi secara luas oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil dan perusahaan-perusahaan industri pertahanan. Bukuini meliputi pembahasan mengenai keamanan manusia dan menekankan penciptaan budaya institusi non-seksis, yang meliputi kewajibanKementerian Pertahanan mengidentifikasi dan menghapuskan praktik dan sikap diskriminatif di angkatan bersenjata. Selain itu, buku ini menyerukanprogram tindakan afirmatif dan peluang setara serta pengakuan hak wanita untuk bertugas di semua pangkat dan jabatan, termasuk peran tempur.

Buku Putih ini juga menyerukan pengkajian ulang sistem pertahanan untuk menguraikan rincian operasional seperti doktrin, rancangan kekuatan,logistik, persenjataan, sumber daya manusia dan peralatan. Berkat desakan para anggota parlemen wanita dan pihak-pihak lainnya, Komite TetapGabungan Parlemen bidang Pertahanan menyerukan konsultasi nasional sebagai bagian dari proses pengkajian ulang sistem pertahanan. Berbagailangkah diambil untuk menjamin partisipasi masyarakat, yang meliputi penggunaan pesawat dan bus militer untuk mengangkut para pemuka agamadan pemuka masyarakat, aktivis LSM dan wakil-wakil organisasi wanita untuk menghadiri pertemuan dan lokakarya daerah.

Organisasi-organisasi wanita tingkat akar rumput sangat penting dalam menarik perhatian terhadap isu-isu yang sebelumnya diabaikan sepertidampak lingkungan dari kegiatan militer dan pelecehan seksual terhadap wanita yang dilakukan oleh personel militer. Untuk menanggapi isu-isu ini,dua sub-komite baru dibentuk di Sekretariat Pertahanan. Setelah proses selama dua tahun, pengkajian ulang sistem pertahanan partisipatif telahmembantu mewujudkan konsensus nasional mengenai isu-isu pertahanan dan menghasilkan legitimasi publik atas struktur keamanan baru tersebut.

Kotak 1 Membuat kebijakan keamanan yang tanggap terhadap gender di Afrika Selatan 5

Setelah genosida Rwanda, pembenahan pemilihan umum yang mene -n tukan kuota legislatif membantu membuat Rwanda menjadi pemimpindunia dalam hal keterwakilan wanita di parlemen, di mana 48,8 per sendari anggota parlemen adalah wanita. Pengalaman Rwanda mem -perlihatkan perbedaan yang dapat diwujudkan para anggota parlemenwanita dalam rekonstruksi pasca-konflik. Anggota parlemen wanitamembentuk kaukus parlemen pertama yang melintasi garis partai danmencakup suku Hutu dan Tutsi. Kaukus ini membahas isu-isukeamanan wanita, tanpa memperhatikan etnis atau afiliasi partaimereka, dengan memprakarsai undang-undang mengenai hak wanitauntuk mewarisi harta dan hak janda untuk menuntut bagian harta darikeluarga pria suaminya yang sudah meninggal, dan undang-undangmengenai GBV.9 Pemerintah membentuk sebuah departemen yangditujukan untuk pemberdayaan wanita dan kebijakan gender nasionaldibuat pada tahun 2001. Hal ini memberikan peluang bagi gender untuk

dijadikan salah satu dari tiga prioritas utama dalam proses pengkajianulang strategi penu runan kemiskinan. Pemerintah mensponsoripenelitian ekstensif mengenai berbagai aspek dari kekurangan yangberkaitan dengan gender. Temuan penelitian tersebut dimasukkandalam pembahasan di setiap departemen dan lembaga Pemerintahmengenai hambatan-hambatan terhadap pencapaian kesetaraangender dan bagaimana mengatasinya. Karena itu, DepartemenPertanian bertekad mening katkan jumlah wanita yang dijangkaudengan program penyuluhannya; Departemen Pendidikan berusahameningkatkan retensi anak perem puan di sekolah-sekolah; lembaga-lembaga pemerintah daerah bertekad meningkatkan keterwakilanwanita dalam proses pembuatan keputusan daerah; dan langkah-langkah penyusunan anggaran gender dilakukan untuk melatih parapegawai negeri sipil untuk mengubah keputusan kebijakan menjaditindakan nyata melalui alokasi sumber daya.10

Kotak 2 Kontribusi anggota parlemen wanita Rwanda terhadap rekonstruksi pasca-konflik

Toolkit RSK dan Gender

4

Terjadi peningkatan kesadaran bahwa misi ini lebih efektif bila paraanggotanya telah mendapatkan pelatihan gender dan pasukan itusendiri melibatkan wanita dalam struktur komando dan juga dalampasukan yang sesungguhnya. Prajurit wanita cenderung lebihmemahami kebutuhan bergender penduduk yang mereka layani danlebih mungkin didekati oleh kelompok-kelompok masyarakat yangterpinggirkan.7

Page 11: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

resolusi ini mengutuk pelanggaran seksual prajurityang terlibat dalam operasi pemeliharaan per damaian;me nyerukan tindakan terhadap per da gangan ma -nusia; dan mere komen dasikan agar pengamat HAMmenyertai personel pemelihara perdamaian untukmenjamin penegakan hukum internasional.

3.3 Penyusunan anggaran danmanajemen sumber daya yang adil

Parlemen menyetujui dan mengawasi anggaran yangberkaitan dengan keamanan. Pengawasan anggaranmerupakan salah satu cara paling penting bagaimanaparlemen dapat mempengaruhi kebijakan peme -rintah.11 Komite-komite parlemen juga memain kanperan penting dalam pengadaan senjata dan peralatanmiliter. Analisis anggaran militer dan kepolisian melaluilensa gender – yang dinamakan penyusunan ang -garan gender – dapat menjadi alat penting untukmembantu parlemen mengidentifikasi kebutuhan ke a -manan wanita, pria, anak lelaki dan anak perempuanyang berbeda dan memastikan agar kebutuhantersebut cukup diprioritasikan dan diberikan sumberdaya. Analisis ini juga dapat menyoroti apakah cukupdana yang earmarked (disediakan) untuk prakarsagender, seperti pemberian pelatihan gender bagipersonel sektor keamanan.

Penyusunan anggaran gender masih menjadi tan -tangan karena pembuatan keputusan ekonomi itusendiri jauh dari seimbang gender. Sebagaimanadalam kasus jabatan penting di sektor keamanan,wanita sangat kurang terwakili dalam pembuatankeputusan ekonomi. Pada tahun 2005, hanya duapuluh wanita di seluruh dunia yang memegang jabatanmenteri di bidang keuangan dan anggaran.12 Namundemikian, lebih lima puluh negara telah menerimaprakarsa penyusunan anggaran gender, di manasekitar setengah di antaranya telah melaksanakanprogram ini.13 Di antara negara-negara anggotaDewan Eropa, negara-negara Nordik, Austria, Belgia,Perancis, Jerman, Inggris, Irlandia, Polandia, Spanyol,Swis dan Turki semuanya telah melaksanakan pra -karsa penyusunan anggaran gender.14

3.4 Kesetaraan gender dalampembuatan keputusan parlemen

Untuk memperkuat legitimasi dan representativitaspengawasan parlementer atas sektor keamanandiperlukan peningkatan jumlah anggota parlemenwanita. Meskipun telah terjadi peningkatan keter -wakilan wanita belakangan ini, keseimbangan genderformal dalam pembuatan keputusan politik masihmerupakan tujuan yang belum tercapai. Secara sig -nifikan, persentase anggota parlemen denganketer wakilan wanita kurang dari 10% telah turun dari63% pada tahun 1995 menjadi sekitar 30% pada tahun2007.15 Pada saat yang sama, masih ada tujuh

negara (di antara negara-negara yang memberikandata kepada Inter-Parliamentary Union [IPU] (Per sa -tuan Antar-Parlemen) yang belum memiliki satu punwanita di parlemen.

Pada tahun 2007, kurang dari 20% dari anggotaparlemen dunia adalah wanita (lihat Tabel 1).

Hanya negara-negara Nordik yang memiliki parlemendengan komposisi gender yang selalu mendekatikeseimbangan gender. Belakangan ini Rwanda sudahmasuk ke dalam kelompok elit ini dan telah memilihparlemen yang memiliki keterwakilan pria dan wanitayang setara (lihat Kotak 2). Walaupun kemajuan besartelah terjadi sejak tahun 1995, ketika proporsi wanita diparlemen hanya sedikit di atas 11%, kesenjangangender masih signifikan.

Kurangnya keseimbangan gender di lembaga-lembaga pembuat keputusan legislatif dan eksekutifdunia merupakan hambatan struktural dalam usahamembuat proses pembuatan keputusan keamanandan pertahanan parlemen lebih bersifat mewakili.Umumnya, wanita hanya memegang sebagian keciljabatan menteri di seluruh dunia, ketidakseimbanganyang sangat jelas di bidang pertahanan dan peradilan.Pada tahun 2005, dari 183 negara yang diteliti, hanya12 wanita memimpin departemen urusan pertahanandan veteran dan hanya terdapat 29 menteri kehakimanwanita. Dari 97 parlemen yang melaporkan datamengenai komposisi gender komite parlemen merekapada tahun 1997, hanya 3% yang memiliki wanitayang memimpin komite pertahanan. Secara ke -seluruhan, kurang dari 20% dari pejabat pemimpinsemua komite parlemen adalah wanita.17 Dengandemikian, salah satu tantangan yang dihadapi adalahmemasukkan lebih banyak anggota parlemen wanitake dalam komite keamanan dan mengangkat parawanita untuk jabatan-jabatan keamanan penting dilembaga pertahanan, kepolisian dan peradilan.

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

5

Tabel 1 Komposisi gender parlemendunia tahun 2007 (majelistunggal atau rendah)16

Kawasan % AnggotaParlemen Wanita

% AnggotaParlemen Pria

Negara-negara Nordik 41,6 58,4

OSCE Eropa (termasuknegara-negara Nordik)

20,4 79,6

Negara-negara Amerika 20,0 80,0

OSCE Eropa (tidaktermasuk negara-negaraNordik)

18,4 81,6

Afrika Sub-Sahara 17,2 82,8

Asia 16,6 83,4

Pasifik 13,1 86,9

Negara-negara Arab 9,6 90,4

Rata-rata dunia 19,6 80,4

Page 12: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Partisipasi wanita dan pria yang lebih setara dalamproses pengawasan yang demokratis memperkuatlegitimasi pembuatan keputusan parlemen. Karena itu,parlemen itu sendiri dapat memperoleh manfaat daripembahasan hubungan kekuasaan yang tidak setaradi dalam masyarakat dan perwujudan kesetaraanformal dan legal antara wanita dan pria.

Sebagai kesimpulan, memadukan gender ke dalampengawasan parlementer atas sektor keamanansangat penting untuk menciptakan tata pemerintahanyang baik dan pembangunan yang berkelanjutan.Misalnya, terdapat hubungan antara kesetaraangender dan tingkat konflik bersenjata intra-negarayang lebih rendah. Mempertimbangkan aspek-aspekgender dengan sungguh-sungguh saat membenahisektor keamanan memperkecil kemungkinanterjadinya konflik di masa depan. Kesetaraan genderdalam pembuatan keputusan, termasuk dalam sektorkeamanan, menguntungkan bagi semua anggotamasyarakat. Seperti yang telah dijelaskan, ’semakintinggi tingkat keterwakilan wanita di parlemen, akansemakin rendah tingkat konflik bersenjata intra-negara’.19

4Bagaimana memasukkangender ke dalam pengawasanparlementer atas sektorkeamanan?

Semua negara, apakah mereka telah lama menikmatimasa kedamaian dan pemerintahan yang demokratisatau baru saja terlepas dari konflik yang kejam, harusmenghadapi isu-isu yang kompleks dan sulit mengenaisektor keamanan. Pada saat yang sama, tantangandan peluang khusus yang melibatkan pengawasanparlementer atas sektor keamanan berbeda antar-negara. Dengan demikian, segala strategi harusdisesuaikan dengan konteks khusus pembenahannya.Misalnya, di banyak negara maju, isu pelibatan wanitasecara lebih penuh ke dalam kekuatan militer dankepolisian, dan juga peluang gaji atau promosi yangsetara sering lebih diutamakan, sementara di negara-negara pasca-konflik pertanyaan-pertanyaan sepertibagaimana melindungi wanita dan anak perempuandari GBV, yang diperparah oleh perang, mungkin lebihmendominasi agenda kerja. Bagian ini menyajikanbeberapa strategi praktis sedangkan konteks khususdijelaskan pada Bagian 5.

4.1 Rumuskan undang-undang dankebijakan keamanan yang inklusif danberbasis kebutuhan

Parlemen berperan mewakili berbagai kepentinganmasyarakat dan menggunakan ‘kemampuannya untukmembangun hubungan di dalam parlemen dan didalam masyarakat yang lebih luas’.20 Pada tahap ini,parlemen ‘sering kurang melibatkan aktor non-pemerintah’.21 Parlemen, khususnya di negara-negarayang mengalami konflik, cenderung memiliki hu bung -an yang lemah dengan konstituen mereka. Banyakanggota parlemen berusaha menjalin hubungandengan pemilih mereka hanya selama masakampanye pemilihan umum. Untuk memperkuat le -gitimasi mereka, parlemen harus menjangkaukon stituen mereka, ‘dengan meningkatkan hubunganantara parlemen dan mitra pemerintah lainnya sepertimasyarakat sipil’.22

Dalam konteks negara yang mengalami peperangandan negara yang sedang dalam masa transisi,masyarakat sipil mulai memainkan peran yang lebihaktif. Beberapa parlemen Afrika, termasuk parlemenLiberia, Somalia dan Zimbabwe, sudah semakin dekatdengan organisasi-organisasi masyarakat sipil. Begitupula, di Amerika Tengah kami menemukan hubunganserupa antara parlemen dan LSM. Namun demikian,prakarsa dialog seperti ini jarang berasal dariparlemen.23

Dari perspektif gender, organisasi-organisasi wanitamerupakan mitra utama dalam usaha parlemen

Toolkit RSK dan Gender

6

‘Sebagai anggota parlemen, wanita dapat memainkan peran pentingdalam menuntut pertanggungjawaban dan transparansi dari lembagakeamanan; menentukan anggaran dan kebijakan untuk memastikanpengeluaran militer tidak menjauhkan sumber daya dari isu-isupembangunan seperti pendidikan, lingkungan, layanan sosial danlayanan kesehatan; melibatkan masyarakat dalam debat dan dialogmengenai isu-isu ini; dan memastikan keterwakilan yang demokratisdi dalam struktur keamanan baru. Di Afrika Selatan, anggotaparlemen wanita mempromosikan partisipasi masyarakat dalamproses pembenahan dengan memasukkan LSM saat merumuskankebijakan baru. Mereka juga menyampaikan pendapat, denganmeminta kejujuran dan transparansi bila suatu kesepakatanpengadaan senjata dicapai tanpa debat publik dan tuduhan korupsisemakin banyak. Wanita juga mengritik pe merintah ataspembelanjaan dana yang terbatas untuk membeli senjata ketimbangmengurangi kemiskinan, dan salah satu anggota penting parlemenwanita mengundurkan diri sebagai protes atas kesepakatantersebut.’18

Kepatuhan terhadap kewajiban menurut undang-undang daninstrumen hukum internasional

Memadukan gender ke dalam pengawasan parlementer atas sektorkeamanan diperlukan juga untuk mematuhi undang-undang,instrumen hukum dan norma internasional dan regional mengenaikeamanan dan gender. Instrumen hukum utama meliputi:

n Konvensi mengenai Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasiterhadap Wanita (1979)

n Deklarasi dan Pijakan Aksi Beijing (1995)

n Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1325 mengenaiPerempuan, Perdamaian, dan Keamanan (2000)

Untuk informasi lebih lanjut, silakan lihat Lampiran Toolkit tentangUndang-undang dan Instrumen Hukum Internasional dan Regional.

Page 13: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

memperkuat kesetaraan gender. Kebijakan yangtanggap terhadap gender yang disetujui parlemensering berasal dari proposal yang diajukan masyarakatsipil, yang pada gilirannya, berkepentingan men du -kung pelaksanaannya. Misalnya, kelompok-kelompokwanita di banyak negara terlibat secara aktif dalamkam panye menentang GBV. Karena itu, parlemenyang telah memperkuat undang-undang tentang keke -ra s an dalam rumah tangga mereka dapat me ngan dalkandukungan kelompok-kelompok wanita da lam pelak -sanaan undang-undang ini.

Parlemen memainkan peran penting dalam mencapaikeamanan yang inklusif dengan menyetujui undang-undang dan kebijakan yang tanggap terhadap gender.Strategi praktis yang dapat diterapkan meliputi:

Proses partisipatif

n Siapkan mekanisme untuk debat dan konsultasipub lik, seperti dengar pendapat publik, untuk me li -bat kan ma syarakat sipil dalam pembuatan ke bijakanme nge nai isu pertahanan, perpolisian, ma na jemenper ba tas an, peradilan dan hukuman pi da na.

n Dorong organisasi-organisasi wanita untuk ber par -tisipasi dalam proses konsultasi kebijakan.

n Setiap anggota parlemen dapat menyediakan waktuluang untuk mendengarkan pengaduan yang disam -paikan organisasi-organisasi wanita perkotaan danpedesaan.

Undang-undang dan kebijakan keamanan yangtanggap terhadap gender

n Masukkan materi yang berkaitan dengan genderdalam undang-undang dan kebijakan keamanan,seperti penanganan GBV dan promosi partisipasipenuh dan setara pria dan wanita di lembaga-lembaga sektor keamanan.

n Gunakan bahasa yang inklusif gender (‘personelpolisi’) dan spesifik gender (‘personel militer pria danwanita’) sesuai keperluan.

n Minta pendapat pakar gender dalam merancangdan mengkaji ulang kebijakan keamanan.

n Lakukan penilaian dampak gender dari kebijakankeamanan yang diajukan dan yang sudah dite rap -kan.

Pelatihan gender dan mandat bagi pembuat kebijakankeamanan

n Pastikan para anggota parlemen dan staf mereka,terutama mereka yang menjadi anggota komitepertahanan dan keamanan, mendapat pelatihanmengenai isu gender dan keamanan.

n Pastikan komite pertahanan dan keamanan mema -sukkan isu gender dalam mandat mereka.

4.2 Bentuk lembaga-lembaga sektorkeamanan yang bersifat mewakili danefektif

Lembaga keamanan yang efektif adalah lembagayang bersifat mewakili dan memahami kebutuhankeamanan bergender masyarakat yang mereka layani.Efikasi dan efektivitas operasional dapat diperkuat bilagender dipertimbangkan, terutama melalui usahauntuk meningkatkan keterwakilan wanita dan melak -sa nakan pelatihan gender.

Wanita cenderung menjadi kelompok minoritas yangterpinggirkan di lembaga-lembaga sektor keamanan,yang meliputi kepolisian, kekuatan militer, lembagaperadilan, lembaga pemasyarakatan, dan otoritasperbatasan. Misalnya, personel wanita hanya empatper sen dari keseluruhan personel Kepolisian NegaraRwanda.24 Parlemen dapat meminta kuota danlangkah-langkah diskriminasi positif lainnya untukmengubah komposisi aparat keamanan. Misalnya,sebelum perang tidak ada personel polisi wanita diKosovo.25 Kuota berhasil didapatkan, dan sekarangpara wanita merupakan 14% dari keseluruhanpersonel kepolisian negara yang di bawah penga -wasan PBB ini, yang tercapai berkat pember lakuankuota wajib.26 Dengan sistem baru ini, 20% dari semuapersonel baru harus wanita.27 Liberia telahmenerapkan kuota 20% untuk pelibatan wanita dalamkepolisian dan angkatan bersenjata. Pada tahun 2004,hanya ada 11 hakim wanita dibandingkan dengan 32hakim pria di Pengadilan HAM Eropa. MajelisParlemen Eropa menyetujui resolusi yangmenyatakan bahwa majelis tersebut tidak lagi akanmem per tim bang kan daftar calon yang tidak mencakupsetidaknya satu kandidat dari setiap jenis kelamin.Peraturan ini diubah setahun kemudian untukmemungkinkan daftar kandidat satu jenis kelamin,asalkan daftar tersebut berasal dari jenis kelamin yangkurang terwakili di Pengadilan tersebut (saat iniwanita).

Selain memusatkan perhatian pada peningkatanperekrutan wanita, prakarsa lainnya diperlukan untukmenciptakan budaya institusi non-diskriminatif yangdapat membantu menjamin retensi dan kemajuanwanita. Salah satu prakarsa penting di bidang iniadalah pelatihan gender. Parlemen menyetujui ang -garan untuk program pelatihan sektor keamanan dandapat menggunakan fungsi pengawasan merekauntuk meminta pemasukan pelatihan gender khususdan juga pengarusutamaan isu gender ke dalam ku -rikulum inti pelatihan. Misalnya, selama perundinganperdamaian para pemimpin wanita di Burundi me nya -takan bahwa pasukan keamanan harus me nga da kan‘pelatihan teknis, moral, dan ke war ga-ne ga raan . . .dengan penekanan khusus pa da perlindungan wa nitadan anak-anak’.28

Strategi praktis yang dapat diterapkan meliputi:

Pelatihan gender untuk personel sektor keamanan

n Pastikan semua personel sektor keamananmendapat pelatihan mengenai sensitivitas gender.

Lihat Tool (Alat) mengenai

Pembuatan Kebijakan Keamanan

Nasional dan Gender

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

7

Page 14: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Prakarsa untuk meningkatkan perekrutan, retensi,dan kemajuan wanita

n Pantau pelaksanaan komitmen internasional,regional, dan nasional sehubungan denganpartisipasi penuh dan setara wanita.

n Pastikan bahwa undang-undang yang mengaturpartisipasi di lembaga-lembaga sektor keamananmempromosikan partisipasi wanita dan kelompoklainnya yang kurang terwakili dan terpinggirkan.

n Lakukan pengawasan terhadap kebijakan sumberdaya manusia dan perekrutan, pelatihan danmanajemen lembaga-lembaga sektor keamanan. Inimerupakan unsur penting untuk menjamin agarlembaga-lembaga sektor keamanan mempro mo -sikan partisipasi penuh dan setara wanita dan pria,bekerja secara efektif, tidak diskriminatif, danmenangani ketidakamanan berbasis gender.

n Minta target wajib untuk meningkatkan keterwakilanwanita di lembaga-lembaga sektor keamanan.

4.3 Tangani kekerasan berbasisgender

Para anggota parlemen yang terlibat dalam reformasisektor keamanan harus memberikan perhatian khususterhadap GBV, dan juga terhadap undang-undangmengenai kepemilikan tanah, warisan, perkawinan,dan orientasi seksual.

Caroline Moser menekankan bahwa ‘wanita dan priasebagai aktor sosial masing-masing mengalamikekerasan dan konflik dengan cara yang berbeda, baiksebagai korban maupun sebagai pelaku.’29 Pasukankeamanan yang bersifat mewakili lebih mungkinmenyadari dan peka terhadap dampak GBV, baik yangberkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga diEropa Barat dan Amerika Serikat atau pun akibat daripemerkosaan pada masa perang di Afrika ataukawasan Balkan.

Parlemen dapat menangani GBV dengan memastikanagar undang-undang yang ada membahas pelang -garan ini dan dengan menyetujui undang-undang baruyang mencakup segala bentuk GBV dan menetapkansanksi yang setimpal kepada pelakunya. Ketikamembangun kembali sistem peradilan pasca-konflik,para anggota parlemen dapat memastikan agar GBVdimasukkan dalam mandat komisi kebe naran dan

pengadilan khusus yang dibentuk tidak lama setelahperang berakhir. Selanjutnya, parlemen dapat ber -peran sebagai forum untuk meningkatkan ke sa daransosial mengenai dampak kekerasan bergender.

Bouta, Frerks, dan Bannon menekankan bahwa‘kebijakan GBV harus menargetkan pria maupunwanita’ untuk ‘menjangkau semua aktor yang terlibat(para penyintas dan keluarganya, saksi dan pelaku)’.30

Walaupun diakui bahwa pria juga mengalami GBV,kebijakan yang sudah diterapkan tidak mempertim -bangkan kebutuhan korban pria.31 Karena itu, untukmendukung keamanan yang inklusif, para anggotaparlemen harus mengarahkan perhatian padapenyintas kekerasan seksual wanita maupun pria.

Personel polisi baru perlu mendapat pelatihan agarlebih efektif dalam memberikan respons terhadapkejahatan berbasis gender. Dengan menyadarikenyataan ini, program pelatihan khusus telahdilaksanakan di berbagai negara di seluruh dunia.Misalnya, pada tahun 2002, sepertiga dari kepolisianRwanda mendapat pelatihan untuk memperkuatrespons mereka terhadap kasus-kasus yang berkaitandengan kejahatan seksual dan kejahatan berbasisgender.32 Mekanisme juga perlu ditetapkan untukmencegah agar personel sektor keamanan tidakmelakukan GBV dan untuk meminta pertanggung -jawaban atas kejahatan yang mereka lakukan.

Strategi praktis yang dapat diterapkan meliputi:

Setujui undang-undang yang komprehensif untukmencegah dan menghukum GBV

n Pastikan segala bentuk kekerasan berbasis gender,yang meliputi pemerkosaan dalam perkawinan,pemerkosaan pria terhadap pria, kehamilan paksadan aborsi, serta ‘pembunuhan demi kehormatan’adalah kejahatan, dengan hukuman yang setimpaldengan beratnya kejahatan.

n Pastikan rumusan hukum mengenai pemerkosaandan kejahatan seksual lainnya bersifat netral genderdan kejahatan seksual diperlakukan sama baik yangterjadi dengan atau tanpa hubungan perasaan.

n Pantau pelaksanaan komitmen internasional, re gi o naldan nasional berkaitan dengan penghapusan GBV.

Minta pertanggungjawaban lembaga dan personelkeamanan atas pencegahan dan respons terhadapkekerasan berbasis gender

n Pastikan terdapat undang-undang dan kodeperilaku yang jelas mengenai tanggung jawabpersonel sektor keamanan atas pelanggaran HAM,termasuk prosedur penjatuhan hukumannya.

n Pantau pengaduan, penyelidikan dan hukuman ataspelanggaran HAM yang dilakukan personel sektorkeamanan, dengan tujuan mengakhiri kekebalanhukum atas GBV.

n Lakukan penyelidikan/penelitian mengenai sifat dantingkat kejadian GBV dan disikriminasi di lembaga-lembaga sektor keamanan.

Lihat bagian Reformasi Hukum

pada Tool (Alat) mengenai

Reformasi Peradilan dan Gender

Lihat Tool (Alat) mengenai

Pelatihan Gender

untuk Personel Sektor Keamanan

Toolkit RSK dan Gender

8

Page 15: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

9

NegaraSistem pemilihan

umumKeberadaan kuota(1) % Wanita di

Majelis Nasional(2)

Rwanda Pluralitas: yangmendapat suaraterbanyak jadi pemenang

YA Tipe 1: Konstitusi menetapkan kuota untuk wanita.

Tipe 2: 24 kursi dari 80 kursi yang ada disediakan untuk wanita diMajelis Nasional.

Tipe 3: 20% anggota dewan daerah disediakan untuk wanita

48,8 (2005)

Swedia Perwakilan proporsional:sistem daftar

YA Tipe 4: kuota 50% untuk wanita di Partai Buruh Sosial Demokrat, PartaiKiri dan Partai Hijau

47,3 (2006)

Finlandia Perwakilan proporsional:sistem daftar

TIDAK 42,0 (2007)

Kosta Rika Perwakilan proporsional:sistem daftar

YA Tipe 2: kuota 40% untuk wanita dalam semua pemilihan umum

Tipe 4: kuota 40% untuk wanita di Partai Pembebasan Nasional danPartai Persatuan Kristen-Sosial 50% di Partai Aksi Rakyat

38,6 (2006)

Norwegia Perwakilan proporsional:sistem daftar

YA Tipe 4: kuota 40% untuk wanita di Partai Kiri Sosialis, Partai BuruhNorwegia, Partai Tengah, dan Partai Rakyat Kristen

37,7 (2005)

Denmark Perwakilan proporsional:sistem daftar

TIDAK Dulu menerapkan kuota Tipe 4

Sistem kuota tidak lagi diterapkan sekitar tahun 1996.

36,9 (2005)

Belgia Perwakilan proporsional:sistem daftar

YA Tipe 2: Kuota minimum sepertiga untuk setiap jenis kelamin dua posisipuncak di daftar calon anggota legislatif partai tidak boleh dipegangoleh anggota dari jenis kelamin yang sama.

Tipe 4: kuota 50% untuk wanita di Partai Sosialis Flemish dan PartaiSosialis Perancis

36,7 (2007)

Belanda Perwakilan proporsional:sistem daftar

YA Tipe 4: Partai Buruh menyediakan kuota 50% untuk wanita Partai KiriHijau juga menyediakan kuota untuk wanita (% tidak disebutkan).

36,7 (2005)

Kuba Suara mayoritas: sistemdua putaran

TIDAK 36,0 (2005)

Spanyol Perwakilan proporsional:sistem daftar

YA Tipe 4: Partai Pekerja Sosialis Spanyol menyediakan kuota 40% untuksetiap jenis kelamin.

36,0 (2005)

Argentina Perwakilan proporsional:sistem daftar

YA Tipe 1: Konstitusi menetapkan kuota untuk wanita.

Tipe 2: 30% daftar calon anggota legislatif partai harus memasukkanwanita di nomor jadi.

Tipe 3: Undang-undang nasional dan peraturan daerah menetapkan kuota.

Tipe 4: Sebagian besar partai menerapkan kuota 30% untuk wanita.

35,0 (2005)

Mozambik Perwakilan proporsional:sistem daftar

YA Tipe 4: Partai Front Pembebasan Mozambik menyediakan kuota 30%untuk wanita.

34,8 (2005)

Afrika Selatan Perwakilan proporsional:sistem daftar

YA Tipe 4: Partai Kongres Nasional Afrika menyediakan kuota 30% untukwanita, kuota 50% untuk wanita pada daftar calon anggota legislatifpartai di tingkat daerah.

32,8 (2005)

Austria Perwakilan proporsional:sistem daftar

YA Tipe 4: Partai Alternatif Hijau menyediakan kuota 50% untuk wanita,Partai Rakyat Austria menyediakan kuota 33,3% dan Partai SosialDemokrat Austria menyediakan kuota 40%.

32,2 (2006)

Selandia Baru Sistem proporsionalanggota campuran

YA Tipe 4: Kuota partai sukarela 32,2 (2005)

Islandia Perwakilan proporsional:sistem daftar

YA Tipe 4: Partai Aliansi Rakyat dan Partai Sosial Demokrat menyediakankuota 40% untuk wanita.

31,7 (2007)

Jerman Perwakilan proporsional:sistem anggotacampuran

YA Tipe 4: Partai Sosialisme Demokrat dan Partai Hijau menyediakankuota 50% Partai Uni Demokrat Kristen menyediakan kuota 33,3%Partai Sosial Demokrat Jerman menyediakan kuota 40%.

31,6 (2005)

Tabel 2 Transformasi parlemen: negara-negara yang mencapai keterwakilan wanita30% pada tahun 200734

Page 16: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Ombudsman

n Pertimbangkan penetapan jabatan, seperti jabatanombudsman, dengan kekuasaan khusus untukmengawasi pemaduan isu gender di lembaga-lembaga pertahanan dan lembaga-lembaga sektorkeamanan lainnya, dan/atau pastikan agar jabatanpengawas seperti ini menangani isu-isu gender.Jabatan ombudsman parlemen dijadikan lembagadi banyak negara. Misalnya, di Jerman seorangombudsman khusus menangani isu-isu angkatanbersenjata. Para ombudsman bisa menjadi pen -dukung efektif dan memainkan peran penting dalammenyoroti dampak kekerasan dalam rumah tanggamaupun kejahatan yang berkaitan dengan konflik.

4.4 Tingkatkan keterwakilan wanita diparlemen dan dalam pembuatankeputusan keamanan parlemen

Parlemen dapat mengambil berbagai jenis tindakanuntuk meningkatkan jumlah anggota parlemen wanitadan juga meningkatkan partisipasi mereka dalamkomite yang berkaitan dengan pertahanan dan ke -amanan. Misalnya, anggota parlemen dapat mem buatundang-undang pembenahan pemilihan umum untukmenjamin keterlibatan penuh wanita dan kelompokminoritas dalam proses politik. Pertim bangan pentingbagi parlemen melibatkan jenis sistem pemilihanumum yang akan digunakan dan penerapan kuotapemilihan umum dan partai.

Kuota elektoral memainkan peran penting dalammengubah komposisi gender parlemen dunia. Sekitarempat puluh negara telah memiliki kuota genderkonstitusional atau elektoral untuk pemilihan umumparlemen.33 Sebagaimana yang sering dikemukakan,keterwakilan wanita di parlemen perlu mencapai suatu‘massa kritis’ – yang diperkirakan sebesar 30%.‘Argumen massa kritis’ menyatakan bahwa agar wa nitamemberikan pengaruh signifikan terhadap pem buatankeputusan parlemen, mereka harus hadir da lam jumlahyang signifikan. Pada bulan Agustus 2007, delapanbelas negara telah mencapai atau me lebihi 30%keterwakilan wanita di parlemen (lihat Tabel 2).

Komite parlemen memberikan kesempatan kepadapara anggota parlemen untuk menyusun programkerja mereka dan memusatkan perhatian padakeahlian. Para anggota parlemen dapat menggunakan

komite pertahanan dan keamanan untuk melak -sanakan fungsi pengawasan mereka dengan memintapara anggota lembaga keamanan untuk memberikankesaksian mengenai efisiensi operasional daripasukan keamanan, atau dengan meminta masukanpakar dari para pakar luar mengenai masalahkeamanan. Partisipasi anggota parlemen wanita dikomite ini merupakan aspek penting dari partisipasipenuh wanita dalam pembuatan keputusan sektorkeamanan.

Berbagai prakarsa dapat diambil untuk memastikanagar komite parlemen seimbang gender, termasukprakarsa penetapan kuota. Misalnya, pada tahun 2005Knesset, parlemen Israel, menyetujui amandemenatas undang-undang Keterwakilan Setara Wanitatahun 1956 yang memerintahkan pelibatan wanitadalam tim-tim yang dibentuk untuk pelaksanaanperundingan kebijakan dan perdamaian dalam negeri,luar negeri, atau keamanan. Dua anggota parlemenmemprakarsai undang-undang tersebut bekerja samadengan Isha L’Isha, sebuah organisasi wanita tingkatakar rumput. Supaya undang-undang tersebutdisetujui, sebuah koalisi ad hoc organisasi wanita danorganisasi perdamaian dibentuk dan lobi sertakampanye media yang ekstensif dilakukan.35

Strategi berikut dapat digunakan untuk meningkatkanpartisipasi wanita (dan kelompok masyarakat yangkurang terwakili lainnya) di parlemen dan di komitekeamanan dan pertahanan:

Tingkatkan partisipasi wanita di parlemen

n Tentukan kuota, apakah dalam Konstitusi, undang-undang partai politik atau peraturan pemilihanumum, yang menyediakan kursi di parlemen untukwanita.

n Adakan kerja sama dengan masyarakat sipil untukmelaksanakan program, pada tingkat parlemen danjuga partai politik, untuk mendorong dan membekaliwanita agar mau mencalonkan diri untuk suatujabatan (lihat Kotak 3).

n Berikan insentif kepada partai-partai politik agarmencalonkan wanita untuk suatu jabatan.

n Bentuk kaukus parlemen wanita, sehingga paraanggota parlemen wanita dapat saling mendukungdan bekerja sama sehubungan dengan berbagaikebijakan untuk mempromosikan isu-isu gender;dan/atau bentuk kaukus parlemen wanita yangditujukan untuk mengemukakan isu-isu gender (lihatKotak 5).

Toolkit RSK dan Gender

10

Burundi Perwakilan proporsional YA Tipe 4: Undang-undang menetapkan kuota 30% untuk calon anggotalegislatif wanita.

30,5 (2005)

Catatan 1: Tipe-tipe kuota berikut dipertimbangkan:

Tipe 1 = Kuota konstitusi untuk parlemen nasional

Tipe 2 = Kuota undang-undang atau peraturan pemilihan umum untuk parlemen nasional

Tipe 3 = Kuota konstitusi atau legislatif untuk pemerintah daerah

Tipe 4 = Kuota partai politik untuk calon peserta pemilihan umum

Catatan 2: Tahun pemilihan umum terakhir di dalam tanda kurung

Page 17: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

n Lakukan audit implikasi gender dari sistem pe milih -an umum.

n Para anggota parlemen wanita yang berpenga la -man dapat membimbing anggota parlemen wanitayang belum berpengalaman atau wanita yang inginmen jadi anggota parlemen.

Tingkatkan partisipasi wanita dalam komitekeamanan dan pertahanan parlemen dan dalampembuatan keputusan keamanan

n Setujui undang-undang yang mengharuskan pe -ning katan partisipasi wanita dalam komite yangberkaitan dengan pertahanan dan keamanan.

n Pertimbangkan penetapan kuota gender untuksemua struktur komite.

n Minta lebih banyak wanita pada berbagai jabataneksekutif tingkat tinggi, yaitu di kabinet dan di dewankeamanan nasional.

4.5 Laksanakan penyusunananggaran dan pengadaan barangyang adil

Anggota parlemen dapat melaksanakan prakarsapenyusunan anggaran gender untuk memperkuatpenggunaan dana yang adil dan sesuai. Penyusunananggaran gender merupakan ‘penerapan penga -rusutamaan gender dalam proses penyusunananggaran. Artinya, penilaian berbasis gender atasanggaran, yang memasukkan perspektif gender padasemua tingkat proses penyusunan anggaran danrestrukturisasi pendapatan dan pengeluaran untukmempromosikan kesetaraan gender.’37

Parlemen dapat memberikan masukan untukpenyusunan anggaran yang berkaitan dengankeamanan dalam empat tahap utama proses penyu -sunan anggaran:38

n Persiapan anggaran: pada tahap ini lembagaeksekutif mengajukan alokasi dana untuk beberapakeperluan tapi parlemen dan para anggotanyadapat memainkan peran dalam proses tersebutmelalui berbagai mekanisme formal dan informal.

n Persetujuan anggaran: parlemen harus mampumeneliti dan menentukan kepentingan umum dankesesuaian alokasi dana dan, dalam konteks ter -tentu, dapat melengkapi peruntukan dana yangber kaitan dengan keamanan dengan panduantertentu.

n Pelaksanaan atau pengeluaran: parlemen mengkajidan memantau pengeluaran pemerintah dan dapatmeningkatkan transparansi dan pertang gung ja wab -an. Bila ada permintaan penambahan ang garan,par lemen memantau dan meneliti per mintaan ini un -tuk mencegah pemborosan anggaran.

n Audit atau pengkajian: parlemen meneliti apakahter jadi penyalahgunaan dana yang dialokasikanoleh pemerintah. Parlemen juga mengevaluasi se -ca ra berkala seluruh anggaran dan proses auditun tuk menjamin pertanggungjawaban, efisiensi danakurasi.

Instrumen yang sering digunakan dalam penyusunananggaran gender adalah Laporan Anggaran SadarGender. Laporan ini dapat dibuat berdasarkan seluruhanggaran atau bidang-bidang tertentu saja sepertisektor keamanan. Pengeluaran dan pendapatandianalisis menurut kemungkinan dampaknya terhadapberbagai kelompok wanita dan pria, anak lelaki dananak perempuan. Tujuannya adalah memastikan agarkebutuhan wanita dan pria dipertimbangkan dengansetara.39

Dewan Eropa menjelaskan bahwa parlemen ‘merun -ding kan, mengubah dan akhirnya menyetujuiang garan yang diajukan oleh lembaga eksekutif, tapime reka bisa juga mengajukan permintaan dan mela -kukan kegiatan lobi, dengan berpartisipasi dalampem bentukan kemauan politik dan penguatan komit -men pemerintah terhadap penyusunan anggarangen der.’40 Di dalam pemerintahan, prakarsa anggarangen der memberikan perhatian pada isu kesetaraangen der dalam alokasi sumber daya. Bagi para pe n -dukung masyarakat sipil dan anggota parlemen,pra karsa tersebut merupakan alat yang berguna untukme nyerukan transparansi yang lebih besar dalampem buatan keputusan anggaran dan pertanggung-ja -waban terhadap wanita.41 Prakarsa penyusunanang garan gender bertujuan mengubah proses pe nyu -sun an anggaran itu sendiri dengan me ningkatkanperan lembaga legislatif dan masya ra kat sipil.42

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

11

Tidak adanya kerja sama lintas-partai di Kamboja dan dominasi satu partai telah menimbulkan dampak negatif terhadap aliansi wanita di berbagaipartai dengan tujuan mempromosikan isu-isu gender, terutama pada tingkat nasional. Meskipun demikian, melalui berbagai LSM, wanita Kambojamemelopori pembangunan jembatan penghubung antar-garis partai. Wanita untuk Kesejahteraan (WfP – Women for Prosperity) merupakan salahsatu dari organisasi yang paling efektif di bidang ini. Dipimpin oleh tokoh wanita yang baru kembali dari pengasingan, Pok Nanda, WfP telah merintisprogram-program yang tidak hanya mendorong dan membantu wanita memasuki dunia politik, tapi juga menjembatani perbedaan lintas-partai padatingkat komune. Di antara jaringannya adalah para anggota dewan wanita dari semua kelompok, termasuk tiga partai politik utama. WfP memusatkanperhatian pada tantangan bersama yang dihadapi wanita di bidang politik tanpa memperhatikan ideologi dan memberikan pelatihan berkelanjutansehingga dapat membangun keterampilan mereka sepanjang waktu. Dalam persiapan menghadapi pemilihan umum dewan komune, WfP mendukung5.527 calon, dengan memberikan bantuan untuk pidato di depan umum, membantu penulisan naskah pidato, menjawab pertanyaan dari pemilih danmengatasi tantangan dari para anggota partai pria yang tidak bersimpati dengan partisipasi wanita. WfP telah menciptakan landasan politik baru untukpartisipasi wanita dan juga memberikan model yang efektif untuk kerja sama lintas-partai.36

Kotak 3 LSM Kamboja: mempromosikan partisipasi wanita dan kerja sama lintas-partai

Page 18: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Sistem penyusunan anggaran yang sensitif terhadapgender mulai mendapat dukungan dan dilaksanakan disejumlah negara di seluruh dunia. Misalnya, di Brazil,organisasi-organisasi masyarakat sipil bekerja samadengan para anggota parlemen wanita men dukunganggaran yang tanggap terhadap gender.44 Di Filipina,kelompok-kelompok wanita mem bangkitkan kesadaranmengenai pentingnya pe nyu sunan ang gar an gender

dan menekankan peran penting yang dimainkanketentuan-ketentuan legislatif dalam mendukungpencapaian kesetaraan gender.45 Afrika Selatanadalah salah satu negara pertama yang menerapkanperspektif gender dalam pembuatan kebijakan

ekonominya. Prakarsa Anggaran Wanita Afrika Selatanadalah hasil dari usaha bersama para anggota par -lemen dan beberapa organisasi masyarakat sipil.Prakarsa ini berfokus pada dimensi gender perpajakandan pengeluaran dan berusaha memastikan agarproses penyusunan anggaran sesuai dengan prinsipke setaraan gender. Ini adalah usaha partisipatif, yangme libatkan pembahasan pada tingkat pemerintah pu -sat dan daerah dan mencari masukan dari ma sya ra kat. Kelompok-kelompok masyarakat sipil ditu - gas kan menganalisis anggaran dan kebijakan dibe lakangnya untuk memperkirakan dampaknya, danpara anggota parlemen menggunakan temuan pe -nelitian tersebut dalam usaha mereka mempe ngaruhi

Toolkit RSK dan Gender

12

Analisis pengeluaran/pendapatan. Untuk menganalisis keadaan wanita dan pria atau anak perempuan dan anak lelaki di sektor tertentu – ataumenilai pengaruh gender dari kebijakan atau langkah-langkah kebijakan – langkah-langkah selanjutnya telah disiapkan yang menghubungkananggaran dengan kebijakan, yang berfokus pada aspek yang berbeda (pendapatan, pengeluaran, layanan publik atau penggunaan waktu).

Gender-disaggregated revenue incidence analysis (Analisis kejadian pendapatan yang dipisahkan menurut gender) adalah teknik penelitianyang meneliti pajak langsung dan tak langsung dan juga uang yang dibayarkan oleh wanita dan pria.

Gender-disaggregated public expenditure analysis (Analisis pengeluaran publik yang dipisahkan menurut gender) membandingkanpengeluaran publik untuk program tertentu, biasanya disertai data dari survei rumah tangga, untuk mengetahui distribusi pengeluaran antara wanitadan pria atau anak perempuan dan anak lelaki.

Gender-disaggregated beneficiary assessment (Penilaian sasaran program yang dipisahkan menurut gender) adalah teknik penelitian yangdigunakan untuk mengajukan pertanyaan kepada sasaran program mengenai sejauh mana program pemerintah dan/atau layanan publik memenuhikebutuhan, keinginan dan prioritas mereka.

Gender impact assessment (Penilaian dampak gender) adalah evaluasi ex post (yang memandang ke belakang) atas anggaran atau evaluasiex ante (yang memandang ke depan) atas proposal anggaran dan mungkin merupakan alat yang paling ekstensif dan kompleks untuk penyusunananggaran gender karena penilaian ini merujuk pada pengaruh anggaran jangka pendek dan jangka panjang terhadap distribusi dan askes atassumber daya (termasuk waktu) dan terhadap peran dan norma gender.

Gender-aware policy appraisal (Penilaian kebijakan sadar gender) melibatkan penelitian kebijakan dari berbagai jabatan dan program sertamemberikan perhatian pada isu-isu gender implisit dan eksplisit yang terlibat. Penilaian ini mempertanyakan asumsi bahwa kebijakan menimbulkanpengaruh yang ‘netral gender’ dan sebaliknya mengajukan pertanyaan bagaimana kebijakan dan alokasi sumber dayanya dapat mengurangi ataumeningkatkan ketidaksetaraan gender.

Kotak 4 Alat dan metode yang digunakan parlemen untuk penyusunan anggarangender43

Para anggota parlemen pria dan wanita sama-sama bertanggung jawab memadukan perspektif gender ke dalam program kerja mereka.Donna Paknhurst menegaskan bahwa ‘peluang keberhasilan sangat meningkat bila tanggung jawab perubahan budaya lembaga tidakdiserahkan seluruhnya kepada wanita, tapi juga menjadi tanggung jawab pria’.47 Agar berhasil dalam mengubah parlemen menjadilembaga yang tanggap terhadap gender, pria dan wanita harus sama-sama memahami analisis gender.

Transformasi menuju kesetaraan gender yang lebih besar ini hanya mungkin terjadi bila pria dan wanita bekerja sama untuk mengubahkesadaran masyarakat. Sebagai suatu kelompok, pria cenderung diistimewakan dalam jenjang kekuasaan saat ini dan diperkirakan dapatmenentang perubahan. Karena itu, perlu ditunjukkan pentingnya analisis gender kepada pria. Para anggota parlemen mendapatkan manfaatbila menerapkan perspektif gender dalam program kerja parlemen mereka karena analisis gender membantu mereka lebih memahamikebutuhan konstituen wanita dan pria. Tsjeard Bouta dan Georg Frerks menegaskan bahwa ‘kebijakan sensitisasi gender memerlukananalisis gender yang komprehensif yang menjelaskan saling keterkaitan antara gender, situasi konflik tertentu, dan kemungkinan dampakyang berbeda dari intervensi eksternal terhadap wanita dan pria.48 Misalnya, analisis gender mengungkapkan berbagai cara bagaimanawanita dan pria mengalami kekerasan seksual selama terjadinya konflik bersenjata atau menyoroti kebutuhan reintegrasi khusus anakperempuan dan anak lelaki yang telah diculik dan dipaksa bertugas dalam gerakan bersenjata yang terjadi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.

Contoh keberhasilan anggota parlemen wanita dan pria yang menyatukan kekuatan untuk memperkuat kesetaraan gender adalahKelompok Parlemen Gabungan bidang urusan Wanita, Perdamaian dan Keamanan Inggris. Kelompok ini dibentuk dengan tujuan menjaminpelaksanaan efektif Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1325. Komite yang dipimpin oleh anggota parlemen dari Partai Buruh JoanRuddock tersebut terdiri dari enam belas wanita dan enam pria. Komposisi gender dan fokus utama kelompok tersebut menonjol,mengingat komposisi gender tradisional berbagai komite di Inggris, termasuk komposisi gender di komite keamanan. Sebaliknya, KomiteGabungan Parlemen Inggris bidang Pertahanan hanya melibatkan satu anggota wanita dari lima belas anggotanya. Begitu pula, KomitePertahanan yang dibentuk Majelis Rendah hanya melibatkan satu anggota parlemen wanita.

Kotak 5 Pembangunan Aliansi

Page 19: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

debat anggaran di parlemen.46

Strategi untuk mencapai penyusunan anggaran danpengadaan barang yang lebih adil meliputi:

Penyusunan anggaran gender

n Lakukan audit gender atas semua anggaran yangdiajukan dan anggaran yang sudah berjalan untukmemastikan penyediaan dana untuk menanganikeamanan wanita, pria, anak lelaki, dan anakperempuan.

n Arusutamakan isu gender ke dalam anggaran yangdiajukan.

Gender dan pengadaan peralatan pertahanan

n Pastikan tersedia dana yang akan dibelanjakanuntuk seragam dan peralatan yang sesuai denganwanita dan fasilitas yang terpisah untuk wanita dankebutuhan kesehatan reproduksi wanita.

n Pastikan peraturan perdagangan senjata nasionalmelarang perdagangan dengan rezim atau orangyang melakukan GBV.

5Memadukan gender kedalam pengawasanparlementer atas sektorkeamanan dalam kontekskhusus

5.1 Negara-negara pasca-konflik

Negara-negara yang dicabik perang menghadapitantangan khusus dalam memenuhi kebutuhankeamanan rakyatnya. Para anggota parlemen dapatmemainkan peran konstruktif dalam menjamin agarisu-isu gender dipadukan ke dalam ketentuan yangberkaitan dengan keamanan dalam proses per da -maian seperti perlucutan senjata, demobilisasi, danreintegrasi (DDR) dan mekanisme peradilan transisi,dan dipertimbangkan saat membahas ke keras an dankejahatan pasca-konflik. Konteks pasca-konflik jugamemberikan peluang untuk me ningkatkan jumlahanggota parlemen wanita sebagai bagian daripembenahan politik dan pemilihan umum.

Selain menangani kejahatan yang dilakukan selamaterjadinya perang, parlemen dapat mengambil pra -karsa dalam menangani lingkungan keamanan yangmuncul menyusul konflik. Kekerasan pasca-perang,apakah yang dilakukan di lingkungan publik ataupribadi, menghinggapi banyak negara. Parlemendapat menangani isu-isu keamanan masyarakatmelalui pembenahan kekuatan militer dan kepolisian,

lembaga peradilan dan pemasyarakatan, dan denganmenyetujui undang-undang yang menangani keja hat -an dengan lebih baik.

Proses perdamaian

Idealnya, parlemen memainkan peran dalampencegahan konflik atau keamanan preventif. Namundemikian, bila konflik terjadi, parlemen dapat me main -kan peran konstruktif dalam perundingan perdamaiandan perjanjian perdamaian selanjutnya. Perjanjianperdamaian ini sering berperan sebagai kerangka bagireformasi sektor keamanan dan dengan demikianpemaduan isu-isu gender pada tahap awal sangatpenting. Para anggota parlemen dapat melibat kan dirisecara langsung ke dalam proses perundingan danmerupakan forum penting untuk membangkitkankesadaran masyarakat mengenai proses perdamaianformal dan informal yang terjadi di negara mereka.

Misalnya, para anggota parlemen dapat menjadipendukung proses perundingan yang sepenuhnyamelibatkan wanita. Dalam kasus di mana parlemen itusendiri sudah mendapatkan keterwakilan di mejaperundingan, para anggota parlemen wanita harusdilibatkan dalam delegasinya. Komposisi tim perundingyang lebih seimbang memberikan isyarat awal pentingbahwa dimensi gender suatu konflik akan dipertim -bangkan selama proses perundingan dan memberikanpeluang yang lebih besar bahwa perspektif gendermempengaruhi perjanjian perda maian dan kese pakat -an keamanan yang dicapai. Anggota parlemenmemainkan peran penting karena mereka dapatmenunda persetujuan perjanjian yang tidak didasarkanpada proses yang inklusif gender dan, oleh karena itu,sah. Parlemen yang menekankan dimensi gender daripenyelesaian konflik didukung oleh konsensusinternasional yang menyatakan bahwa segala prosesperdamaian yang ‘tidak melibatkan wanita dalampenetapan agenda, pembicaraan penting danpelaksanaan tidak memiliki legitimasi demokratis’.49

Bila wanita tidak dilibatkan, ada kecenderungan alamiuntuk hanya berfokus pada pengalaman konflik priadan harapan mereka terhadap penyelesaian konflik,yang tidak mempertimbangkan kebutuhan aktor priadan wanita dan posisi mereka masing-masing dalamstruktur masyarakat.50 Partisipasi wanita melengkapiproses tersebut karena wanita ‘mungkin memberikankontribusi yang berbeda terhadap proses perdamaian.Bila dibandingkan dengan pria, wanita lebih mungkinmemasukkan isu gender ke dalam agenda, me masuk -kan pengalaman konflik yang lain, dan me nen tukanprioritas yang berbeda untuk pem bangunan per da mai -an dan rehabilitasi, dan mereka dapat menjembataniper bedaan politik dengan lebih baik.’51

Di negara-negara yang mengalami konflik, tahappelaksanaan perjanjian perdamaian memerlukanperhatian khusus parlemen. Perjanjian perdamaiandan pembentukan konstitusi selanjutnya memberikanpeluang penting bagi negara-negara yang baru keluardari konflik untuk mengubah sistem politik merekamenuju kesetaraan gender yang lebih besar. Parlemendapat memantau perundingan perdamaian resmi danmendukung prakarsa informal yang berasal darimasyarakat sipil.

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

13

Page 20: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Perlucutan senjata, demobilisasi dan reintegrasi

Penyelesaian konflik yang kejam melibatkanperlucutan senjata dan demobilisasi pasukankombatan. Proses DDR yang efektif mengakui bahwawanita dan pria mengalami dampak perang yangberbeda dan memenuhi kebutuhan mantan kombatanpria maupun wanita, dan juga wanita dan anak-anakyang berkaitan dengan angkatan bersenjata dankelompok-kelompok perlawanan. Parlemen dapatmemainkan peran konstruktif sebagai pendukungproses DDR yang tanggap terhadap gender (lihatKotak 6). Kebutuhan wanita dan anak perempuanyang menjadi bagian dari atau berkaitan denganangkatan bersenjata non-reguler sering terabaikandalam proses DDR. Aspek gender lainnya meliputikonsultasi, pendidikan, dan reintegrasi efektif mantankombatan pria untuk menghilangkan risiko merekamenjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga danbentuk-bentuk kekerasan lainnya dalam kehidupanmereka pasca-konflik.

Restrukturisasi sektor keamanan segera setelahberkakhirnya konflik merupakan peluag penting bagiparlemen untuk menciptakan pasukan keamanan yangbersifat mewakili. Menyusul konflik, negara-negaraseperti El Salvador, Guatemala, Mozambik atauLiberia memadukan para mantan kombatan ke dalamkepolisian dan kekuatan militer yang sudah terbentuk.Data demobilisasi yang dikumpulkan oleh misi per -damaian PBB di seluruh dunia menunjukkan bahwawanita mencapai 30% dari petempur berbagaikekuatan pemberontak. Dengan demikian, terdapatsumber perekrutan, yang memungkinkan transformasikepolisian dan kekuatan militer tradisional menjadikepolisian dan kekuatan militer dengan komposisigender yang lebih seimbang.

Peradilan transisi

Parlemen memainkan peran penting dalam memas -tikan agar pertimbangan gender diperhatikan dalampe lak sanaan peradilan pasca-konflik. Pertang gung -jawaban publik atas kejahatan yang dilakukan selamaterjadinya konflik, termasuk kejahatan yang berbasisgender, sangat penting demi keberhasilan rekonstruksisosial. Walaupun wanita cenderung menjadi sasaranutama prakarsa peradilan gender, perspektif genderjuga membantu lebih memahami korban kekerasan

pria. Fungsi legislatif dan penga wasan parlementer,ditambah dengan kewe nangan anggarannya, membe -rikan peluang kepada anggota parlemen untukmenangani isu-isu peradilan pasca-perang. Parlemenbisa menjadi tempat debat publik mengenai berbagaiisu pasca-konflik yang menjadi pemecah-belah, danmemainkan peran penting dalam mempromosikantoleransi.53

Parlemen ikut bertanggung jawab membentuk lem ba -ga pencari fakta, seperti komisi kebenaran, yangmen catat kasus kejahatan yang dilakukan selama ter -jadinya konflik. Mereka juga berpartisipasi dalampem bentukan pengadilan khusus untuk menuntut parape langgar hukum. Parlemen dapat menuntut agarkom posisi gender lembaga-lembaga ini setara danagar perspektif gender mempengaruhi program kerjadan kebijakan mereka. Parlemen melakukan kontrolsig nifikan atas kerja komisi-komisi ini karena merekame nyetujui enabling legislation (perundang-undanganyang memungkinkan), berpartisipasi dalam pengang kat -an anggota komisi, mengalokasikan dana o pe ra sional,dan mengawasi pelaksanaan temuan ko misi.54

Selama 30 tahun terakhir, lebih dari dua lusin komisikebenaran dan pencari fakta telah dibentuk padatingkat internasional dan nasional untuk menyelidikipelanggaran HAM yang terjadi selama konflik.55Wanita telah memimpin dua dari komisi tersebut,Komisi Penyelidikan Internasional PBB, yang me nye -lidiki pelanggaran Undang-Undang Kema nu si a anInternasional di Timor Timur, dan Komisi Provinsi Baratdan Selatan Sri Lanka.56

Parlemen juga dapat menjamin akses setara ataslaporan kepada komisi kebenaran dan rekonsiliasidengan memperhatikan kebutuhan khusus korban priadan wanita (lihat Kotak 7). Misalnya, anggota parlemendapat mendesak agar sebagian sesi disediakankhusus untuk mendengarkan kesaksian dari korbanwanita dan/atau mendesak agar satu bab dari laporankomisi tersebut disediakan untuk GBV. Dibandingkandengan korban pria, wanita yang menjadi korban lebihkecil kemungkinannya mendapatkan akses atasproses peradilan karena mereka biasanya tidakmemiliki kemampuan ekonomi dan harus mengerjakanlebih banyak tugas keluarga dan rumah tangga, yangmembatasi mobilitas mereka.61 Parlemen juga dapatmemasukkan kompensasi korban ke dalam agendanasional, yang berhasil dilakukan parlemen IvoryCoast (Pantai Gading) ketika lembaga eksekutif tidakdapat bertindak.62 Sekelompok anggota parlemenberperan sebagai pembela korban dan melobiparlemen agar bertindak. Skema kompensasi juga

Lihat Tool (Alat) mengenai

Reformasi Pertahanan dan

Gender

Toolkit RSK dan Gender

14

Kotak 6 Transformasi proses DDR: peran parlemen52

Fungsi legislatif dan pengawasan parlementer memberi mereka peran institusi penting dalam menjamin agar gender benar-benar dipertimbangkandalam proses DDR. Anggota parlemen dapat memastikan agar kebutuhan kombatan pria dan wanita masing-masing diidentifikasi sejak awal.Perhatian khusus harus diberikan untuk memastikan agar proses perlucutan senjata itu sendiri sensitif terhadap gender. Di Uganda, parlemenmemainkan peran aktif mengunjungi kamp-kamp demobilisasi untuk menyelidiki kondisi para petempur pria dan wanita. Selanjutnya, parlemenmendesak pemerintah mengambil tindakan. Di Amerika Latin, anggota parlemen Kolombia semakin tertarik pada isu-isu demobilisasi yang dihadapikonstituen mereka. Untuk memainkan peran konstruktif dalam demobilisasi kombatan, anggota parlemen harus memahami peran kompleks wanitadan pria dalam perang, dan juga kebutuhan bergender mereka pada masa damai.

Page 21: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

15

harus dirancang dengan cara yang sensitif terhadapgender, yang mengakui penganiayaan tertentu yangdialami pria dan wanita selama terjadinya konflik dankebutuhan pemulihan khusus mereka.

Kekerasan dan kejahatan pasca-konflik

Meskipun kejahatan berbasis gender yang dilakukanselama perang telah diakui sebagai kejatahan perang,sedikit sekali perhatian yang diberikan terhadapbagaimana kondisi yang berkaitan dengan konflikmempengaruhi keberlanjutan kekerasan di dalamrumah tangga setelah berakhirnya permusuhan.63

Peningkatan pemahaman mengenai isu gender dapatmembantu anggota parlemen memahami pentingnyapenanganan kekerasan dalam rumah tangga dan strespasca-konflik yang dialami oleh mantan kombatan priamaupun wanita dan orang-orang yang terusir darikampung halamannya Penelitian PBB menemukanpeningkatan besar kekerasan dalam rumah tangga didaerah yang pernah mengalami konflik, yang semakindiperparah oleh tersedianya senjata, kekerasan yangdialami atau dilakukan anggota keluarga, kurangnyalapangan kerja, tempat tinggal, dan fasilitas pokok.Orang-orang yang terusir dari kampung halamannyasangat rentan terhadap kekerasan.64

Amerika Tengah pasca-konflik memberikan contohtransformasi kekerasan yang berkaitan dengan perangmenjadi gelombang kejahatan yang mempengaruhisektor publik maupun sektor pribadi.65 Meskipunkekerasan politik mereda menyusul tercapainyaperjanjian perdamaian, kekerasan kriminal meningkat.Semakin banyak wanita yang menjadi korban.Guatemala mencatat kasus pembunuhan 383 wanitapada tahun 2003, yang meningkat 135% dibandingkandengan tahun 2002. Pada tahun 2004, 527 wanitadibunuh. Selama delapan bulan pertama tahun 2005,korban tewas mencapai 427, yang membuktikanbahwa tingkat pembunuhan terus meningkat.66Walaupun kekerasan yang ditujukan terhadap wanitamerupakan bagian dari gelombang kejahatan umum

yang melanda negara tersebut, tingkat pembunuhanwanita lebih tinggi daripada tingkat pembunuhan pria.

Walaupun wanita sangat menderita dalam kondisikekerasan pasca-konflik, perlu disadari bahwa kasuskekerasan yang terjadi di negara-negara yang pernahdicabik perang juga dialami pria dalam jumlah yangtidak seimbang. Misalnya, di Kolombia seperempatdari semua kematian pria berkaitan dengankekerasan, begitu pula 60% dari kematian pria berusiaantara 15 sampai 44 tahun.67 Pria Kolombia empat kalilebih rentan mengalami kematian akibat kekerasandibandingkan dengan wanita.68 Secara umum,sebagian besar korban kekerasan senjata dankekerasan gang adalah pria, namun sebagian besarpelaku utama kekerasan juga pria.

Para anggota parlemen di Amerika Tengah dankawasan lainnya di dunia semakin khawatir terhadappenyebaran senjata api kecil, yang digunakan dalamsebagian besar kasus pembunuhan ini. Belakanganini, para anggota Kongres Guatemala meminta danmengarahkan penelitian mengenai kasus ‘femicide’(pembunuhan wanita) di Guatemala. Hasil penelitianini telah disampaikan dalam sejumlah forum yangmenyoroti masalah kekerasan senjata pria dankorbannya.

Parlemen yang bersifat mewakili

Konteks pasca-konflik juga memberikan peluangtransformasi parlemen itu sendiri. Konteks inimemberikan peluang kepada anggota parlemen untukmengubah komposisi mereka dan untuk menjadilembaga yang benar-benar bersifat mewakili (lihatTabel 3). Transformasi parlemen menuju komposisigender yang lebih setara merupakan indikator pentingbahwa kesetaraan gender diberi prioritas dalamrekonstruksi sosial.

Fokus internasional pada usaha meningkatkan peranwanita dalam pembuatan keputusan politik telahmenjadi pendorong bagi pemerintah di negara-negarayang mengalami konflik untuk memperkuat keseim -bangan gender parlemen mereka. Ini umumnyadilaku kan dengan bantuan kuota legislatif dan kons -titusi. Afghanistan dan Irak adalah contoh keberhasilanter baru pelaksanaan kuota konstitusi (lihat Kotak 8).

Lihat Tool (Alat) mengenai

Reformasi Peradilan dan Gender

Pengalaman Afrika Selatan memberikan contoh keberhasilan keterlibatan parlemen dalam memasukkan dimensi gender dalam pembentukan komisikebenaran dan rekonsiliasi. Para anggota parlemen Afrika Selatan, yang mewakili partai-partai politik negara tersebut, bersama dengan parapemimpin organisasi masyarakat sipil, membentuk komite seleksi yang memainkan peran penting dalam menentukan komposisi anggota komisikebenaran. Berdasarkan 300 calon yang diterima dalam proses publik, komite seleksi menetapkan daftar 25 finalis.57 Presiden Nelson Mandelamemilih 15 anggota komisi dari daftar ini. Sepertiga dari anggota komisi tersebut adalah wanita.58 Kuota ini mencerminkan komitmen Partai KongresNasional Afrika untuk menyediakan sepertiga jabatan pembuat keputusan kepada wanita. Komitmen untuk memperkuat kesetaraan gender diubahmenjadi suatu keseimbangan gender yang jauh lebih baik di parlemen di mana wanita mendapatkan hampir 33% dari kursi yang tersedia pada tahun2006.

Meskipun telah dilakukan pelibatan signifikan wanita dalam komisi tersebut, komisi tersebut melakukan penyelidikan ketika organisasi-organisasiwanita melaporkan bahwa pria mendapatkan akses istimewa dan pengalaman wanita dipinggirkan. Para wanita enggan membicarakan pemerkosaandan kejadian kekerasan seksual lainnya di depan para anggota komisi pria. Gerakan wanita tersebut berhasil mendesak pemasukan isu genderdalam agenda komisi tersebut.59 Dalam usaha untuk lebih sensitif terhadap kebutuhan wanita, semua anggota komisi mendapat pelatihan genderdan komisi tersebut mengadakan beberapa sesi khusus wanita.60

Kotak 7 Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan: memadukan isu gender

Page 22: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

5.2 Negara-negara maju

Parlemen di negara-negara maju menghadapi ber -bagai tantangan dalam negeri yang sama sehubungandengan reformasi sektor keamanan seba gaimanarekan mereka di negara-negara berkembang, walau -pun dengan posisi yang berbeda. Misalnya, parlemenEropa dan Amerika Utara harus menun jukkankewenangan mereka dalam mengawasi misi per da -maian atau intervensi militer. Misi NATO di Afghanistandan kawasan Balkan, intervensi pimpinan AmerikaSerikat di Irak atau intervensi kemanusiaan pimpinanPBB di Haiti adalah sebagian contoh terbaru. Per jan ji -an kerja sama internasional dan regional me nim bulkantantangan terhadap efektivitas penga wasan par le -menter. Dalam semua kasus tersebut, par lemen harusmemastikan agar kebijakan ke amanan dilak sa nakansesuai dengan prinsip dan Hukum Ke ma nusiaanInternasional.71 Instrumen hukum internasional –terutama Resolusi Dewan Ke a manan PBB Nomor1325 – yang memerintahkan per tim bang an sungguh-sungguh atas isu-isu gender da lam se mua operasiperdamaian dan keamanan, sa ngat relevan.

Beberapa negara telah menggunakan Resolusi DewanKeamanan PBB Nomor 1325 sebagai titik mula pentinguntuk melakukan reformasi dan telah menyusunRencana Aksi Nasional untuk pelak sanaannya atausedang dalam proses pe nyu sunannya. Dalamkebanyakan kasus rencana tersebut merujuk padapembahasan isu gender di sektor keamanan negarabersangkutan dan pada as pek gender dari pe me -liharaan perdamaian dan rekonstruksi pasca-konflik

(dalam sebagian kasus ter masuk reformasi sektorkeamanan). Austria, Denmark, Norwegia, Swedia,Swis, dan Inggris semuanya telah selesai menyusunRencana Aksi dari Resolusi Dewan Keamanan PBBNomor 1325, dan Kanada sedang dalam prosesmenyusun rencana aksi serupa.

Fokus utama rencana Swedia, yang dimulai padatahun 2006, berkaitan dengan operasi pemeliharaanper damaian. Rencana tersebut mengarahkan Ang kat -an Bersenjata untuk mempersiapkan ‘usaha-usahaterencana untuk meningkatkan jumlah wajib militer danperwira wanita yang dapat berpartisipasi dalamoperasi pemeliharaan perdamaian’ dan mem buatproyek seperti GenderForce (Pasukan Gender) untukmempersiapkan langkah-langkah untuk ‘memasukkanperspektif gender ke dalam operasi internasional’.Begitu pula, Badan Kepolisian Negara ‘melakukanusaha-usaha khusus untuk meningkatkan jumlah wa -nita dalam kontingen Swedia dalam operasi dukunganper damaian’.72 Selanjutnya, semua anggota operasipe meliharaan perdamaian diharap kan akan mendapatpelatihan gender.

Para anggota parlemen ikut bertanggung jawab ataspenyusunan rencana aksi nasional. Usaha-usahauntuk menyusun rencana aksi nasional Kanadamenekankan pentingnya dukungan dan dorongananggota parlemen terhadap usaha untuk menyusunrencana tersebut, dengan meminta Komite Tetapbidang Urusan Luar Negeri dan Perdagangan Interna -sional dan Kaukus Anggota Parlemen Wanita untuk‘memberikan perhatian mengenai masalah ini danbahkan memainkan peran dalam pelaksanaannya’.73

Afghanistan berubah dari negara di mana hak-hak wanita sangat dibatasi menjadi negara yang menjamin kesetaraan gender menurut undang-undang. Dalam bidang keterwakilan politik, konstitusi baru tersebut menjamin pelibatan formal wanita dalam proses pembuatan keputusan politik.Pasal 82 menyatakan bahwa sekurang-kurangnya dua calon wanita dari setiap provinsi harus dipilih sebagai anggota parlemen. Ketentuan konstitusiini berhasil dilaksanakan. Pada pemilihan umum bulan September 2005, 69 wanita terpilih sebagai anggota Wolesi Jirga (majelis rendah parlemen),yang merupakan sekitar 27% dari 249 anggota majelis tersebut.

Begitu pula, konstitusi baru Irak, yang disahkan pada bulan Oktober 2005, menjamin seperempat dari 275 kursi parlemen untuk wanita. Kuotakonstitusi juga diterapkan di Irak. Setelah pemilihan umum bulan Desember 2005, wanita mencapai seperempat dari keseluruhan anggota DewanPerwakilan Nasional. Dua hasil pemilihan umum ini sangat signifikan di kawasan di mana wanita tetap kurang terwakili dalam pembuatan keputusanpolitik dan, dalam sebagian kasus, wanita tidak mendapatkan semua haknya sebagai warga negara.

Toolkit RSK dan Gender

16

Tabel 3 Memprakarsai perubahan menyusul perang: komposisi gender parlemenpasca-konflik69

Negara % Wanita % Pria

Rwanda (2003)

Mozambik (2004)

Afrika Selatan (2004)

Burundi (2005)

Uganda (2006)

Timor-Leste (2007)

Afghanistan (2005)

Irak (2005)

48,8

34,8

32,8

30,5

29,8

27,7

27,3

25,5

52,2

65,2

67,2

69,5

70,2

72,3

72,7

74,5

Kotak 8 Penerapan kuota konstitusi: pembenahan di Afghanistan dan Irak70

Page 23: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

6Rekomendasi penting bagianggota parlemen

1. Dukung penandatanganan, pengesahan, danpelaksanaan perjanjian dan konvensi internasionaldan regional yang memerintahkan pemasukan isugender ke dalam reformasi sektor keamanan,seperti Konvensi Penghapusan Segala BentukDiskriminasi terhadap Wanita (CEDAW).

2. Tingkatkan keterwakilan anggota parlemen wanitamelalui penerapan kuota, dengan memperbaikisistem pemilihan umum dan mendukung pem -bangunan kemampuan di kalangan calon wanita.

3. Tingkatkan keterwakilan anggota parlemen wanitadalam komite yang berkaitan dengan pertahanandan keamanan, termasuk persetujuan undang-undang mengenai keterwakilan setara wanita danpria atau sistem kuota komite parlemen.

4. Bangun kemampuan gender anggota parlemenpria dan wanita, terutama para anggota komitepertahanan dan keamanan, melalui pengarahan,pelatihan dan prakarsa peningkatan kesadaranlainnya.

5. Libatkan masyarakat sipil, terutama organisasi-organisasi wanita, dalam pembuatan kebijakankeamanan melalui konsultasi secara luas, dengarpendapat publik, dan mekanisme formal daninformal lainnya.

6. Bentuk kaukus gender yang melibatkan wanitamaupun pria untuk membangkitkan kesadaranmengenai dan dukungan terhadap penyusunananggaran dan pembuatan undang-undang yangtanggap terhadap gender.

7. Terapkan dan perkuat prakarsa anggaran genderdan lakukan penilaian dampak gender darikebijakan keamanan.

8. Minta data yang dipisahkan menurut jenis kelaminmengenai pengarusutamaan gender dankomposisi lembaga-lembaga sektor keamananagar para pembuat kebijakan dapat membuatkeputusan yang tepat.

9. Pantau pengerahan dan pelaksanaan misi pe me -liharaan perdamaian untuk memastikan agarwa nita benar-benar terwakili dalam pasukan pe -meliharaan perdamaian dan agar berbagaipra kar sa diambil untuk mencegah eksploitasi danpenganiayaan seksual, dan bangun kemampuanstaf pemeliharaan perdamaian untuk memadukanisu gender.

Khusus untuk konteks pasca-konflik:

10. Gunakan parlemen sebagai forum untuk mema -dukan isu gender dan menjamin partisipasi wanitadalam proses perdamaian.

11. Minta agar wanita dilibatkan sepenunya dan isu

gender dimasukkan dalam komisi kebenaran,pengadilan khusus, dan program pemulihan,termasuk melalui pembuatan undang-undangyang mendukung pembentukannya.

12. Reformasi sistem peradilan agar lebih efektifmemberantas kekerasan berbasis gender.

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

17

Page 24: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

7Sumber Daya Tambahan

Situs yang Berguna

Association of European Parliamentarians for Africa(Perhimpunan Anggota Parlemen Eropa untuk Afrika)- http://www.awepa.org

I Know Politics (Saya Tahu Politik) -http://www.iknowpolitics.org

Initiative for Inclusive Security (Prakarsa Keamananyang Inklusif) -

http://www.womenwagingpeace.net

International Development Research Center (PusatPenelitian Pembangunan Internasional) -

http://www.idrc.ca

International Institute for Democracy and ElectoralAssistance (IDEA) (Institut Demokrasi dan BantuanElektoral Internasional) –

http://www.idea.int

Inter-Parliamentary Union (IPU) (Persatuan Antar-Parlemen) - http://www.ipu.org

UNDP (Program Pembanguan PBB), ‘In focus:Parliaments and Gender Mainstreaming’ (‘DalamSorotan: Parlemen dan Pengarusutamaan Gender) -

http://www.undp.org.vn/projects/vie02007/in_focus/gender.htm

UNIFEM (Dana Pembangunanan PBB untukPerempuan) -

http://www.unifem.org/www/genderbudgets/work/html

Panduan praktis dan buku pedoman

Byanyima, W. dan Wehner, J., Parliament, theBudget and Gender (Parlemen, Anggaran, danGender), Buku Pedoman IPU, 2004.http://www.ipu.org/PDF/publications/budget_en.pdf

Born, H., Fluri, P. dan Johnson, A. penyunting,Parliamentary Oversight of the Security Sector:Principles, mechanisms and practices(Pengawasan Parlemen atas Sektor Keamanan:Prinsip, mekanisme, dan praktik), DCAF dan IPU,2003.http://dcaf.dev.isn.ch/publications/kms/details.cfm?lng=en&id=25289&nav1=4

Freeman, M., Making Reconciliation Work: theRole of Parliaments (Mewujudkan Rekonsiliasi:Peran Parlemen), Buku Pedoman IPU, 2005.http://www.ipu.org/PDF/publications/reconciliation_en.pdf

Artikel dan laporan online

Luciak, I.A., Conflict and a GenderedParliamentary Response (Konflik dan ResponsBergender Parlemen), April 2006.http://www.parlcpr.undp.org/docs/conference/Luciak.pdf

O’Brien, M., Report on Wilton Park ConferenceWP784: Promoting Good Governance andDevelopment in Conflict-Countries: The Role ofParliament and Government (Laporan KonferensiWilton Park WP784: Mempromosikan TataPemerintahan yang Baik dan Pembangunan diNegara-negara yang Mengalami Konflik: PeranParlemen dan Pemerintah), 2005.http://www.iraqitradeunions.org/archives/cat_activities_abroad.html

Buku dan publikasi non-onlinelainnya

IPU/Institute for Democracy and Electoral Assistance(Institut Demokrasi dan Bantuan Elektoral), MakingReconciliation Work: The Role of Parliaments(Mewujudkan Rekonsiliasi: Peran Parlemen),2005.

Anderlini, S.N., Women at the Peace Table: Makinga Difference (Wanita di Meja PerundinganPerdamaian: Menciptakan Perbedaan), New York:UNIFEM, 2000.

World Bank Institute and CommonwealthParliamentary Association (Institut Bank Dunia danPerhimpunan Parlemen Persemakmuran),Parliaments as Peacebuilders. The Role ofParliaments in Conflict-Affected Countries(Parlemen sebagai Pembangun Perdamaian.Peran Parlemen di Negara-negara yangMengalami Konflik). The International Bank forReconstruction and Development/The World Bank(Bank Rekonstruksi dan PembangunanInternasional/Bank Dunia), 2005.

Toolkit RSK dan Gender

18

Page 25: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

CATATAN AKHIR

1 Geneva Centre for the Democratic Control of ArmedForces (Pusat Kendali Demokratis atas AngkatanBersenjata) (DCAF) dan Inter-Parliamentary Union(Persatuan Antar-Parlemen) (IPU), ParliamentaryOversight of the Security Sector: Principles,Mechanisms and Practices (Pengawasan Parlemen atasSektor Keamanan: Prinsip, Mekanisme, dan Praktik),(DCAF dan IPU: Jenewa), 2003, h. 22.

2 DCAF dan IPU, ‘Parliamentary Oversight of the SecuritySector: Principles, Mechanisms and Practices’(‘Pengawasan Parlemen atas Sektor Keamanan:Prinsip, Mekanisme, dan Praktik), (DCAF dan IPU:Jenewa), 2003.

3 Saalfeld, T., ’Members of Parliament and Governmentsin Western Europe: Agency Relations and Problems ofOversight’ (‘Anggota Parlemen dan Pemerintah diEropa Barat: Hubungan Lembaga dan MasalahPengawasan), European Journal of Political Research(Jurnal Penelitian Politik Eropa) 37 (2000), h. 372.

4 UN Economic and Social Council, Report of theSecretary-General (Dewan Ekonomi dan Sosial PBB,Laporan Sekretaris Jenderal), Coordination of thePolicies and Activities of the Specialized Agencies andOther Bodies of the United Nations System:Mainstreaming the Gender Perspective into all Policiesand Programmes in the United Nations system(Koordinasi Kebijakan dan Kegiatan Lembaga Khususdan Lembaga Lainnya dalam Sistem PBB:Pengarusutamaan Perspektif Gender ke dalam semuaKebijakan dan Program dalam Sistem PBB), 12 Juni1997.

5 Anderlini, S.N. dan Conaway, C.P., Negotiating theTransition to Democracy and Reforming the SecuritySector: The Vital Contributions of South AfricanWomen (Perundingan Transisi menuju Demokrasi danReformasi Sektor Keamanan: Kontribusi PentingWanita Afrika Selatan), (Initiative for Inclusive Security[Prakarsa Keamanan yang Inklusif], Washington DC),2004, h.17-18; 23-25.

6 Werczberger, R., ’The Advancement of the Status ofWomen in Israel’ (‘Peningkatan Status Wanita diIsrael’), 2001.http://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Society_&_Culture/women2001.html

7 Untuk masalah ini lihat laporan terbaru dariDepartemen Operasi Pemeliharaan Perdamaian PBB.Untuk pengakuan tingkat nasional, lihat misalnya, ‘TheSwedish Government’s action plan to implementSecurity Council Resolution 1325 on Women, Peaceand Security’ (‘Rencana Aksi Pemerintah Swedia untukMelaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor1325 mengenai Perempuan, Perdamaian danKeamanan).

8 IPU, tanggal 31 Agustus 2007.http://www.ipu.org/wmn-e/classif.htm

9 Luciak, I., Conflict and a Gendered ParliamentaryResponse (Konflik dan Respons Bergender Parlemen),h.39; Perhimpunan Anggota Parlemen Eropa untukAfrika (AWEPA), The Role of Parliaments in ConflictManagement and Peacebuilding (Peran Parlemendalam Manajemen Konflik dan PembangunanPerdamaian), September 2006, h.66; Powley, E.,Rwanda: The Impact of Women Legislators on PolicyOutcomes Affecting Children and Families (Rwanda:Pengaruh Anggota Parlemen Wanita terhadap Hasil

Kebijakan yang Mempengaruhi Anak-anak danKeluarga), Dana Anak-anak PBB (UNICEF), Desember2006, h.11.

10 Report of the Learning-Oriented Assessment of GenderMainstreaming and Women’s Empowerment Strategiesin Rwanda (Laporan Penilaian Berorientasi Belajarmengenai Pengarusutamaan Gender dan StrategiPemberdayaan Wanita di Rwanda), 2-12 September2002, (UNIFEM, New York) 2003, dikutip olehAnderlini, S.N. dan El-Bushra, J. dalam ‘Post-ConflictReconstruction’ (‘Rekonstruksi Pasca-Konflik) dalamInclusive Security, Sustainable Peace: A Toolkit forAdvocacy and Action (Keamanan Inklusif, PerdamaianBerkelanjutan: Toolkit Dukungan dan Tindakan),International Alert and Initiative for Inclusive Security(Kewaspadaan dan Prakarsa Internasional untukKeamanan Inklusif), 2004, h.64.

11 DCAF dan IPU, Parliamentary Oversight of the SecuritySector: Principles, Mechanisms and Practices(Pengawasan Parlemen atas Sektor Keamanan: Prinsip,Mekanisme, dan Praktik), (DCAF dan IPU: Jenewa),2003, h.130.

12 IPU, ‘The Participation of Women and Men in Decision-Making: The Parliamentary Dimension’ (‘PartisipasiWanita dan Pria dalam Pembuatan Keputusan: DimensiParlemen’), Makalah pendukung, The Expert GroupMeeting on ‘Equal Participation of Women and Men inDecision-making Processes, with Particular Emphasison Political Participation and Leadership’ (PertemuanKelompok Pakar Membahas ‘Partisipasi Setara Wanitadan Pria dalam Proses Pembuatan Keputusan, denganPenekanan Khusus pada Partisipasi dan KepemimpinanPolitik), Addis Ababa, Ethiopia, 24-27 Oktober 2005,h.6.

13 IPU/UNDP/World Bank Institute (Institut BankDunia)/UNIFEM, Parliament, the Budget and Gender(Parlemen, Anggaran, dan Gender), h. 69.

14 Council of Europe (Dewan Eropa), Gender Budgeting(Penyusunan Anggaran Gender) (Council of Europe[Dewan Eropa]: Strasbourg), 2005, h. 28-36.

15 IPU, ‘The Participation of Women and Men in Decision-Making: The Parliamentary Dimension’ (‘PartisipasiWanita dan Pria dalam Pembuatan Keputusan: DimensiParlemen’), h.2.

16 IPU, Agustus 2007.17 IPU melaporkan dalam IPU dan DCAF, Parliamentary

Oversight of the Security Sector (PengawasanParlemen atas Sektor Keamanan), 1997, h. 46.

18 Anderlini, S.N. dan Conaway, C.P., ‘Security SectorReform’ (‘Reformasi Sektor Keamanan’), InclusiveSecurity, Sustainable Peace: A Toolkit for Advocacy andAction (Keamanan Inklusif, Perdamaian Berkelanjutan:Toolkit Dukungan dan Tindakan), International Alertand Women Waging Peace (KewaspadaanInternasional dan Wanita Pejuang Perdamaian), 2004,h.35-36.

19 Melander, E., ‘Gender Equality and Intrastate ArmedConflict’ (‘Kesetaraan Gender dan Konflik BersenjataIntra-Negara), International Studies Quarterly (JurnalTriwulan Kajian Internasional), 49.4 (2005), h.706.

20 O’Brien, M., ‘Parliaments as Peacebuilders: The Role ofParliaments in Conflict-Affected Countries’ (‘Parlemensebagai Pembangun Perdamaian: Peran Parlemen diNegara-negara yang Mengalami Konflik), WorkingPapers (Makalah Kerja), Series on ContemporaryIssues in Parliamentary Development (Seri Isu-isuKontemporer dalam Pembangunan Parlemen), WorldBank Institute (Institut Bank Dunia) dan

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

19

Page 26: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Commonwealth Parliamentary Association(Perhimpunan Parlemen Persemakmuran), (World Bank[Bank Dunia]: Washington DC), 2005, h.1.

21 UNDP/IPU, ‘Global Study Group Meeting:Strengthening the Role of Parliaments in Conflict andPost-Conflict Situations (‘Pertemuan Kelompok KajianGlobal: Penguatan Peran Parlemen dalam SituasiKonflik dan Pasca-Konflik), Final Draft Report(Rancangan Akhir Laporan) ’, (IPU: Jenewa), 20-22 Juli2005, h.14.

22 UNDP/IPU, ‘Global Study Group Meeting:Strengthening the Role of Parliaments in Conflict andPost-Conflict Situations (‘Pertemuan Kelompok KajianGlobal: Penguatan Peran Parlemen dalam SituasiKonflik dan Pasca-Konflik), Final Draft Report(Rancangan Akhir Laporan)’, (IPU: Jenewa), 20-22 Juli2005, h.12.

23 Van Brabant, K., ‘Strengthening Parliaments in Conflictand Post-Conflict Situations: Drawing on SelectExperiences from Africa’ (‘Penguatan Parlemen dalamSituasi Konflik dan Pasca-Konflik: MemanfaatkanBeberapa Pengalaman dari Afrika’), Rancangan yangdisiapkan untuk the UNDP/UPI Global Study GroupMeeting on Strengthening the Role of Parliaments inConflict and Post-Conflict Situations (‘PertemuanKelompok Kajian Global: Penguatan Peran Parlemendalam Situasi Konflik dan Pasca-Konflik), Jenewa, 20-22 Juli 2005 (tak diterbitkan), h.24.

24 Human Rights Watch (Pengawas HAM), ‘Struggling ToSurvive: Barriers to Justice for Rape Victims in Rwanda’(‘Berjuang untuk Bertahan Hidup: Hambatan Keadilanbagi Korban Pemerkosaan di Rwanda), Laporan HumanRights Watch 16:10(A)(2004).http://hrw.org/reports/2004/rwanda0904/rwanda0904.pdf

25 Novovic S. dan Petrovic, D., ‘Women in Policing’(‘Wanita dalam Perpolisian’) (Republic of SerbiaMinistry of Interior Police College [Sekolah TinggiKepolisian Departemen Dalam Negeri Serbia]:Belgrad), April, 2006, h.35.

26 Potter, A., We the Women: Why Conflict Mediation isNot Just a Job for Men (Kita para Wanita: MengapaMediasi Konflik Bukan Hanya Tugas Pria) (Centre forHuman Dialogue [Pusat Dialog Kemanusiaan]:Jenewa), 2005, h.16.

27 Lithander A. dan lainnya., Engendering the PeaceProcess: A Gender Approach to Dayton and Beyond(Penggenderan Proses Perdamaian: PendekatanGender pada [perjanjian perdamaian] Dayton danMelewatinya) (Yayasan Kvinna till Kvinna: Stockholm),2001, dikutip oleh Bouta, T. dan Frerks, G. dalamWomen’s Role in Conflict Prevention, ConflictResolution and Post-Conflict Reconstruction: LiteratureReview and Institutional Analysis (Peran Wanita dalamPencegahan Konflik, Penyelesaian Konfli, danRekonstruksi Pasca-Konflik: Tinjauan Literatur danAnalisis Kelembagaan) (Netherlands Institute ofInternational Relations [Institut HubunganInternasional Belanda] – Clingendael Conflict ResearchUnit (Unit Penelitian Konflik Clingendael): Denhag),2002, h. 45. Perlu ditegaskan bahwa pelibatan wanitadalam kepolisian dalam konteks pasca-perang mungkindisebabkan oleh tekanan yang dilakukan masyarakatinternasional. Misalnya, di Kosovo OSCEmemerintahkan pemasukan wanita maupun kelompoketnis minoritas ke dalam kepolisian. (Untuk masalah inisaya mengucapkan kasih kepada Rita Taphorn.)

28 Burke, E., Klot, J. dan Ikaweba, B., Engendering Peace:

Reflections on the Burundi Peace Process(Penggenderan Perdamaian: Pemikiran mengenaiProses Perdamaian di Burundi), African Women forPeace Series (Seri Wanita Afrika untuk Perdamaian)(UNIFEM: Nairobi), 2001, Lampiran 1.

29 Moser, C. dan Clark, F.C., ‘The Gendered Continuum ofViolence and Conflict: An Operational Framework’,(‘Rangkaian Kekerasan dan Konflik Bergender:Kerangka Operasional’), Victims, Perpetrators orActors? (Korban, Pelaku atau Aktor?) Gender, ArmedConflict and Political Violence (Gender, KonflikBersenjata dan Kekerasan Politik), (Zed Books: Londondan New York), 2001, h.30.

30 Bouta, Frerks dan Bannon, h.34.31 Bouta, Frerks dan Bannon, h.47.32 Human Rights Watch (Pengawas HAM), ‘Struggling To

Survive: Barriers to Justice for Rape Victims in Rwanda’(‘Berjuang untuk Bertahan Hidup: Hambatan Keadilanbagi Korban Pemerkosaan di Rwanda), Supra, h.32.

33 Dahlerup, D. dan Freidenvall, L., ’Quotas as a fast trackto equal representation for women’ (‘Kuota sebagaijalur cepat menuju keterwakilan setara bagi wanita’),International Feminist Journal of Politics (Jurnal PolitikFeminis Internasional) 7.1 (2005), h.26.

34 Institut Pembangunan Sosial PBB (UNRISD) (2005);IPU, ‘Women in National Parliaments’ (‘Wanita diParlemen Nasional’), 31 Agustus 2007; IDEA, ProfilNegara, 2007.

35 Siaran Berita Isha L’Isha, ’Parliament/Knesset PassesNew Law Mandating Inclusion of Women for Peace andSecurity Negotiations & Policy’ (Parlemen/KnessetMenyetujui Undang-undang Baru yang MengharuskanPelibatan Wanita dalam Perundingan dan PembuatanKebijakan Perdamaian dan Keamanan), 21 Juli 2005.http://www.peacewomen.org/news/Israel-OPT/July05/Knesset.html

36 McGrew, L., Frieson, K. dan Chan, S., GoodGovernance from the Ground Up: Women’s Roles inPost Conflict Cambodia (Tata Pemerintahan yang Baikdari Bawah ke Atas: Peran Wanita di Kamboja Pasca-Konflik), Washington DC: dikutip oleh Powley, E. danAnderlini, S.N. dalam ‘Democracy and Governance’(‘Demokrasi dan Tata Pemerintahan’) dalam InclusiveSecurity, Sustainable Peace: A Toolkit for Advocacy andAction (Keamanan Inklusif, Perdamaian Berkelanjutan:Toolkit Dukungan dan Tindakan), International Alertand Initiative for Inclusive Security (Kewaspadaan danPrakarsa Internasional untuk Keamanan Inklusif),2004, p.36.

37 Council of Europe (Dewan Eropa), Gender Budgeting(Penyusunan Anggaran Gender), (Council of Europe[Dewan Eropa]: Strasbourg), 2005, h.10.

38 DCAF dan IPU, Parliamentary Oversight of the SecuritySector: Principles, Mechanisms and Practices(Pengawasan Parlemen atas Sektor Keamanan: Prinsip,Mekanisme, dan Praktik), (DCAF dan IPU: Jenewa),2003, h.130.

39 IPU/UNDP/World Bank Institute (Institut BankDunia)/UNIFEM, Parliament, the Budget and Gender(Parlemen, Anggaran, dan Gender), (IPU: Jenewa),2004, h.61.

40 Council of Europe (Dewan Eropa), Gender Budgeting(Penyusunan Anggaran Gender), (Council of Europe[Dewan Eropa]: Strasbourg), 2005, h.14.

41 Byanyima, W., ’Politics, Good Governance and Gender:Gender Budgeting Experiences in Three AfricanCountries’ (‘Politik, Tata Pemerintahan yang Baik danGender: Pengalaman Penyusunan Anggaran Gender di

Toolkit RSK dan Gender

20

Page 27: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Tiga Negara Afrika’), Fifth Global Forum on Re-Inventing Government: “Innovation and Quality in theGovernment of the 21st Century’ (Forum Global Kelimamengenai Perombakan Pemerintahan: ‘Inovasi danKualitas Pemerintahan Abad 21’), Mexico City 3-7November 2003, h.3.

42 IPU/UNDP/World Bank Institute (Institut BankDunia)/UNIFEM, Parliament, the Budget and Gender(Parlemen, Anggaran, dan Gender), h.75.

43 Council of Europe (Dewan Eropa), Gender Budgeting(Penyusunan Anggaran Gender), (Council of Europe[Dewan Eropa]: Strasbourg), 2005), h.17-18.

44 IPU/UNDP/World Bank Institute (Institut BankDunia)/UNIFEM, Parliament, the Budget and Gender(Parlemen, Anggaran, dan Gender), h.44.

45 Reeves, H. dan Watch, H., Women’s and GenderBudgets: An Annotated Resource List (AnggaranWanita dan Gender: Daftar Sumber Daya Tambahan),Institute of Development Studies (Institut KajianPembangunan), (BRIDGE: Sussex), 1999, h.14.

46 Byanyima, ‘Politics, Good Governance and Gender’(‘Politik, Tata Pemerintahan yang Baik dan Gender),h.6-9; World Bank Policy Research Report (LaporanPenelitian Kebijakan Bank Dunia), EngenderingDevelopment (Penggenderan Pembangunan), 270;PU/UNDP/World Bank Institute (Institut BankDunia)/UNIFEM, Parliament, the Budget and Gender(Parlemen, Anggaran, dan Gender), h. 28.

47 Pankhurst, h.20.48 Bouta dan Frerks, h.42.49 UN Division for the Advancement of Women (Divisi

PBB untuk Kemajuan Wanita), Laporan, Expert GroupMeeting on Peace Agreements as a Means forPromoting Gender Equality and Ensuring Participationof Women. A Framework of Model Provisions(Pertemuan Kelompok Pakar membahas PerjanjianPerdamaian sebagai Cara Mempromosikan KesetaraanGender dan Menjamin Partisipasi Wanita. KerangkaModel Ketentuan), Ottawa, 10-13 November 2003,h.12.

50 UN Division for the Advancement of Women (DivisiPBB untuk Kemajuan Wanita), Laporan, Expert GroupMeeting on Peace Agreements as a Means forPromoting Gender Equality and Ensuring Participationof Women. A Framework of Model Provisions(Pertemuan Kelompok Pakar membahas PerjanjianPerdamaian sebagai Cara Mempromosikan KesetaraanGender dan Menjamin Partisipasi Wanita. KerangkaModel Ketentuan), Ottawa, 10-13 November 2003, h.8.

51 Bouta, T., Frerks, G. dan Bannon, I., Gender, Conflict,and Development (Gender, Konflik, danPembangunan), (World Bank [Bank Dunia]:Washington DC), 2004, h.49.

52. Kadaga, A., Deputy Speaker of Parliament (Wakil JuruBicara Parlemen), Uganda, wawancara pribadi,Jenewa, 19 Oktober 2005.

53 IPU/IDEA, Making Reconciliation Work: The Role ofParliaments (Mewujudkan Rekonsiliasi: PeranParlemen), 2005, h.10.

54 Freeman, M., Making Reconciliation Work: The Role ofParliament (Mewujudkan Rekonsiliasi: PeranParlemen), Handbook for Parlementarians No. 10(Buku Pedoman bagi Anggota Parlemen No 10),(IPU/IDEA: Jenewa), 2005, h.11.

55 Freeman, M., Making Reconciliation Work: The Role ofParliament (Mewujudkan Rekonsiliasi: PeranParlemen), Handbook for Parlementarians No. 10(Buku Pedoman bagi Anggota Parlemen No 10),

(IPU/IDEA: Jenewa), 2005, h.11.56 Anderlini, S.M., Conaway, C.P. dan Kays, L.,

‘Transitional Justice and Reconciliation’ (‘PeradilanTransisi dan Rekonsiliasi’), Inclusive Security,Sustainable Peace: A Toolkit for Advocacy and Action(Keamanan Inklusif, Perdamaian Berkelanjutan: ToolkitDukungan dan Tindakan), (International Alert andWomen Waging Peace [Kewaspadaan Internasionaldan Wanita Pejuang Perdamaian]: Washington DC),2004, h.9.http://www.womenwagingpeace.net/content/toolkit/chapters/Transitional_Justice.pdf

57 Freeman, M., Making Reconciliation Work: The Role ofParliament (Mewujudkan Rekonsiliasi: PeranParlemen), Handbook for Parlementarians No. 10(Buku Pedoman bagi Anggota Parlemen No 10),(IPU/IDEA: Jenewa), 2005, h.12.

58 Anderlini, S.M., Conaway, C.P. dan Kays, L.,‘Transitional Justice and Reconciliation’ (‘PeradilanTransisi dan Rekonsiliasi), Inclusive Security,Sustainable Peace: A Toolkit for Advocacy and Action(Keamanan Inklusif, Perdamaian Berkelanjutan: ToolkitDukungan dan Tindakan), (International Alert andWomen Waging Peace [Kewaspadaan Internasionaldan Wanita Pejuang Perdamaian]: Washington DC),2004, h.12.http://www.womenwagingpeace.net/content/toolkit/chapters/Transitional_Justice.pdf

59 Goldblatt, B. dan Meintjes, S., ’South African WomenDemand the Truth’ (‘Wanita Afrika Selatan MenuntutKebenaran’), What Women Do in Wartime: Gender andConflict in Africa (Apa yang Dilakukan Wanita di MasaPerang: Gender dan Konflik di Afrika), penyuntingTurshen, M. dan Twagiramariya, C., (Zed Books: NewYork), 1998, h.29.

60 Pankhurst 21; Anderlini, S.N, Conaway, C.P. dan Kays,L., ‘Transitional Justice and Reconciliation’ (‘PeradilanTransisi dan Rekonsiliasi’), Inclusive Security,Sustainable Peace: A Toolkit for Advocacy and Action(Keamanan Inklusif, Perdamaian Berkelanjutan: ToolkitDukungan dan Tindakan), (International Alert andWomen Waging Peace [Kewaspadaan Internasionaldan Wanita Pejuang Perdamaian]: Washington DC),2004, h.6.http://www.womenwagingpeace.net/content/toolkit/chapters/Transitional_Justice.pdf

61 Bastick, M., ‘Ensuring Women’s Involvement in the FullReconciliation Process’ (‘Menjamin Keterlibatan Wanitadalam Proses Rekonsiliasi Penuh’), Presentasi dalamSeminar Regional mengenai Peran Anggota Parlemendalam Proses Rekonsiliasi Nasional di Afrika (Role ofParliamentarians in the National Reconciliation Processin Africa), Bujumbura, Burundi, 7-9 November 2005,h.5.

62 Akoun, L., Anggota Parlemen Ivory Coast (PantaiGading), wawancara pribadi, 19 Oktober 2005.

63 Strickland, R. dan Duvvury, N., Gender Equity andPeacebuilding: From Rhetoric to Reality (KesetaraanGender dan Pembangunan Perdamaian: Dari Retorikamenuju Kenyataan) (International Center for Researchon Women [Pusat Penelitian Wanita Internasional:Washington DC), 2003, h.7-8.

64 Rehn, E. dan Sirleaf, E.J., Women, War, Peace (Wanita,Perang, Perdamaian) (UNIFEM: New York), 2002, h.11,13, 16.

65 Paragraf ini didasarkan pada Luciak, I., ‘Joining Forcesfor Democratic Governance: Women’s Alliance Buildingfor Postwar Reconstruction in Central America’

Pengawasan Parlementer atas Sektor Keamanan dan Gender

21

Page 28: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

(‘Menyatukan Kekuatan demi Tata Pemerintahan yangDemokratis: Pembangunan Aliansi Wanita untukRekonstruksi Pasca-Perang di Amerika Tengah’),Makalah pakar yang disusun untuk Evaluasi 10-TahunUNRISD atas Konferensi Wanita tahun 2004 di Beijing,UN Research Institute for Social Development (InstitutPenelitian Pembangunan Sosial PBB), 2004, h.30.

66 Congreso de la República (Parlemen Republik),Bancada de la Unidad Revolucionaria NacionalGuatemalteca (Partai Persatuan Revolusi NasionalGuatemala [URNG]), Feminicidio en Guatemala:Crimenes contra la humanidad (Pembunuhan KaumPerempuan Guatemala: Kejahatan terhadapKemanusiaan), (URNG: Guatemala City), 2005, h.54-56.

67 Bouta, Frerks dan Bannon, h.149.68 Correira, M., ‘Gender’, Colombia: The Economic

Foundation of Peace (Kolombia: Landasan EkonomiPerdamaian), penyunting Guigale, M. Lafourcade, 0.dan Luff, C., (World Bank [Bank Dunia]: WashingtonDC), 2003, h.146, dikutip dalam Bouta, Frerks danBannon.

69 IPU, Aug. 2007.70 IPU, ‘Women in Politics’ (‘Wanita dalam Politik’),

http://www.ipu.org/wmn-e/suffrage.htmMosadiq, ‘The New Afghan Constitution’ (‘KonstitusiBaru Afghan’).

71 DCAF dan IPU, Parliamentary Oversight of the SecuritySector: Principles, Mechanisms and Practices(Pengawasan Parlemen atas Sektor Keamanan: Prinsip,Mekanisme, dan Praktik), (DCAF dan IPU: Jenewa),2003, h.27.

72 ‘The Swedish Government’s Action Plan to ImplementSecurity Council Resolution 1325 on Women, Peaceand Security’ (‘Rencana Aksi Pemerintah Swedia untukMelaksanakan Resolusi Dewan Keamanan Nomor 1325mengenai Wanita, Perdamaian, dan Keamanan’), h.3-4.http://www.osce.org/documents/odihr/2006/10/20979_en.pdf

73 Urusan Luar Negeri - Kanada, ‘Towards a CanadianNational Action Plan to Implement Security CouncilResolution 1325 on Women, Peace and Security’(‘Menuju Rencana Aksi Nasional Kanada untukMelaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor1325 mengenai Wanita, Perdamaian, dan Keamanan’),Simposium Tahunan Ketiga Komite urusan Wanita,Perdamaian, dan Keamanan Kanada, Oktober 2005.

Toolkit RSK dan Gender

22

Page 29: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender
Page 30: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender
Page 31: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender
Page 32: Tool 7 - Parliamentary Oversight of the Security Sector and Gender

Toolkit RSK dan Gender

26