Upload
phars
View
1.804
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
Macam-macam metode Titrimetri yaitu:
A. Asidi-alkalimetri
Termasuk reaksi netralisasi yakni rteaksi antara ion hydrogen yang
berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat dikatakan sebagai
reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa-senyawa yang bersifat baa dengan menggunakan baku asam.
Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa
yang bersifat asam dengan menggunakan bahan baku basa.
Titrasi Langsung Asam-Basa Dalam Larutan Air
1) Titrasi asam kuat/basa kuat
Titrasi yang biasa digunkan adalah asam kuat (HCl) dan dengan basa
kuat (NaOH). Pada awal titrasi perubahan nilai pH berlangsung lambat
sampai menhjelang titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen, nilai pH
meningkat secara drastis. Untuk mengamati titk akhir titrasi dapat
digunakan indikator atau menggunakan metode elektrokimia. Suatu
indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna
diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Sebagai
contoh, Fenolftalein (PP) mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara
pH 8,4-10,4). Struktur fenolftalein akan melakukan penataan ulang pada
kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari struktur fenolftalein dari PP
sehingga pH-nya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna.
Metil Orange (MO) mempunyai pKa 3,7 (perubahan antara pH 2,7 dan
pH 4,7), mengalami hal yang serupa terkait dengan perubahan warna
yang tergantung pada pH. Kedua indikator ini berada pada kisaran titik
balik (titik infeksi) pada titrasi asam kuat dan basa kuat.
2) Titrasi asam lemah dengan basa kuat dan titrasi basa lemah dengan
asam kuat
Jika sejumlah kecil volume asam kuat atau basa kuat ditambahkan
pada basa lemah atau asam lemah maka nilai ph akan meningkat secara
drastis disekitar 1 unit pH, di bawah atau di atas nilai pKa. Seringkali
pelarut organik yang dapat dicampur dengan air, seperti etanol
ditambahkan untuk melarutkan analit sebelum dilakukan titrasi.
3) Titrasi Tidak Langsung Dalam Pelarut Air
Titrasi tidak langsung ini dapat dilakukan untuk titrasi-titrasi asam
lemah dengan basa kuat, ataupun titrasi basa lemah dengan asam kuat.
Contoh yang paling umum dilakukan adalah titrasi asam lemah dengan
basa kuat.
Pemilihan Indikator
Selain indikator tunggal, dalam asidi alkalimetri juga digunakan indicator
campuran dengan tujuan untuk memberikan perubahan warna yang tajam
pada titik akhir titrasi. Beberapa contoh indikator campuran adalah:
1) Campuran yang sama banyak antara merah netral (0,1% dalam etanol)
dan biru metilen (0,1% dalam etanol). Indikator campuran ini akan
memberika perubahan warna yang tajam dari biru violet menjadi hijau
ketika beralih dari larutan asam menjadi larutann basa pada pH sekitar 7.
Indikator ini dapat digunakan untuk mentitrasi asam asetat dengan larutan
ammonia atau kebalikannya. Baik asam atau basa, kekuatannya hamper
sama akibatnya titik ekivalen akan berada pada pH sekitar 7.
2) Campuran antara 3 bagian Fenolftalein (0,1% dalam larutan etanol)
dengan 1 bagian alfa naftoftalein (0,1% dalam etanol) akan memberikan
perubahan warna yang tajam dari merah muda ke ungu padda pH 8,9.
Indikator ini baik untuk titrasi asam fosfat dari tribasik menjadi dibasic
yang mana titik ekivalennya terjadi pada pH 8,7.
3) Campuran antara 3 bagian biru timol (0,1% larutan dari garam
natriumnya) dengan 1 bagian kresol merah (0,1% larutan garam
natriumnya) akan memberikan perubahan warna dari kuning ke ungu
pada pH 8,3. Indikator campuran ini baik untuk titrasi karbonat menjadi
bikarbonat.
Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya secara Asidi-alkalimetri
dalam Farmakope Indonesia Edisi IV adalah: amfetamin sulfat dan sediaan
tabletnya, ammonia, asam asetat, asam asetat glasial, asam astil salisilat,
asam benzoate, asam fosfat, asam klorida, asam nitrat, asam retinoat
(tretionin), asam salisilat, asam sitrat, asam sorbet, asam sulfat, asam tartrat,
asam undesilenat, benzyl benzoate, busulfan dan sediaan tabletnya, butyl
paraben, efedrin dan sediaan tabletnya, etenzamida, etil paraben, etisteron,
ekuinin, furosemida, glinbenklamida, kalamin, ketoprofen, kloralhidrat,
klonidin hidroklorida, magnesium oksida, levamisol HCl, linestrenol,
magnesium hidroksida, meprobamat, metenamin, metal paraben, metal
salisilat, naproksen, natrium bikarbonat serta sediaan tablet dan injeksinya,
natrium hidroksida, natrium tetraborat, neostigmin, metilsulfat, propel
paraben, propel tiourasil, sakarin natrium, dan zink oksida.
B. Titrasi bebas Air (TBA)
Titrasi bebas Air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling umum
digunakan untuk uji-uji dalam Farmakope. Metode ini mempunyai 2
keuntungan: (i)metode ini cocok untuk titrasi asam-asam atau basa-basa
yang sangat lemah, dan (ii) pelarut yang dugunakan adalah pelarut organik
yang juga mampu melarutkan analit-analit organik. Prosedur-prosedur umum
paling umum digunakan untuk titrasi basa-basa organik adalah dengan
menggunakan titrasi asam perklorat dalam asam asetat. Teori TBA sangat
singkat sebagai berikut: air dapat bersifat asam lemah dan basa lemah. Oleh
karena itu, dalam lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-asam
atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau member
proton.
1) Titrasi Bebas Air Basa Lemah
Asam asetat merupakan penerima proton yang sangat lemah sehingga
tidak berkompetisi secara efektif dengan basa-basa lemah dalam hal
menerima proton. Hanya asam yang sangat kuat yang mampu
memprotonisasi asam asetat.
2) Titrasi Bebas Air Asam-asam lemah
Untuk titrasi bebas air (TBA) asam-asam lemah, pelarut yang digunakan
adalah pelarut-pelarut yang tidak berkompetisis secara kuat dengan asam
lemah dalam hal memberika proton. Alkohol dan pelarut-pelarut aprotik dapat
digunakan sebagai pelarut. Pelarut aprotik adalah pelarut yang dapat
menrunkan ionisasi asam-asam dan basa-basa. Termasuk dalam kelompok
pelarut ini adalah pelarut-pelarut non polar seperti benzene, karbon
tetraklorida serta hidrokarbon alifatik.
Titran yang sering digunakan pada TBA senyaw-senyawa yang bersifat
asam lemah adalah natriu metoksida, lithium metoksida dalam methanol,
atau tetrabutil ammonium hidroksida dalam dimetilformamid. Kalium
metoksida yang merupakan basa yang lebih kuat, tidak digunakan karena
dapat membentuk endapan gelatinus. Dalam beberapa keadaan yang mana
natrium metoksida juga membentuk enadapan gelatinus maka lithium
metoksida merupakan pilihan. Titran-titran basa lainnya adalah natrium
aminometoksida (meruapakan basa paling kuat), dan natrium trifenilmetan
yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah seperti
fenol dan pirol. Sebagai titik akhir deteksi dapat digunakan indicator timol biru
atau secara potensiometri.
Beberapa Senyawa yang Ditetapkan Kadarnya Secara Titrasi Bebas
Air (TBA) dalam Farmakope Indonesia Edisi IV adalah: Allopurinol, Alprenolol
hidroklorida, Amantadin hidroklorida, amilorid hidroklorida, apomorfin
hidroklorida, amitriptilin hidroklorida, amomarbital, antazolin hidroklorida,
asam nalidiksat, asam valproat, atenolol, atrofin sulfat, azatiprin, bisakodil,
bromfeniramin maleat, bromokreptin masilat, endrofonium klorida, feniramin
maleat fenitoin, flufenazin hidroklorida, fluoro urasil, injeksi amfetamin sulfat,
inositol nikotinat, kofein, kodein sulfat, kokain hidroklorida, kuinidin sulfat,
kuinin hidroklorida, lisin asetat, loperamid hidroklorida, prometazin
hidroklorida, tomolol maleat, topikamida, trifluoroperazin hidroklorida,
trimetoprim, tripolidin hidroklorida, dan verapamil hidroklorida.
C. Titrasi Argentometri
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar
halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan
perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut
juga metode pengenadapan karena pada argentometri memerlukan
pembentukkan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang
mendasari reaksi argentometri adalah:
AgNO3 + Cl- → AgCl + NO3-
Sebagai indikator dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan
warna merah dengan adanya kelebiha ion Ag+.
Metode argentometri yang paling luas digunakan adalah metode titrasi
kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahakn ke dalam sampel
yang mengandung ion klorida atau bromida.Sisa AgNO3 selanjutnya
dititrasi kembali dengan ammonium tiosianat menggunakan indicator besi
(III)ammonium sulfat. Reaksi yang terjadi pada penentuan ion klorida
dengan cara titrasi kembali adalah sebagai berikut:
AgNO3 berlebih + Cl- → AgCl + NO3-
Sisa AgNO3 + NH4SCN → AgSCN + NH4NO3
3NH4SCN + FeNH4(SO4)2 → Fe(SCN)3 merah + 2(NH4)2SO4
Sebelum dilakukan titrasi kembali, endapan AgCl harus disaring terlebih
dahulu atau dilapisis dengan penambahan dietilftalat untuk mencegah
disosiasi AgCl oleh ion tiosianat. Halogen yang treoikat dengan cincin
aromatis tidak dapat dibebaskan dengan hidrolisis sehingga harus dibakar
dengan labu oksigen untuk melepaskan halogen sebelum dititrasi.
Metode-meotde Dalam Titrasi Argentometri
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr,
metode Volhard, metode K.Fajans, dan metode Leibig.
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromida dalam suasanan netral dengan larutan baku perak nitrat dengan
penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan
titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik
ekuivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan
kromat dengan membentu endapan perak kromat yang berwarna merah.
Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang
asam adalah dengan menambahakan CaCO3 atau NaHCO3 secar
berlebihan. Untuk larutan yang asam, dialkaliskan dulu dengan asam
asetat kemudian ditambahakan sedikit berlebihan CaCO3.
Kerugian metode Mohr:
a. Bromida dan klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr
akan tetapi untuk iodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang
maksimal dan memuaskan, karena endapan perak iodide atau perak
tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat sehingga akan memberikan
titik akhir yang kacau.
b. Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat, dan arsenat, juga akan
mengendap.
c. Titik akhir kurang sensitive jika menggunakan larutan yang encer.
d. Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan
mengakibatkan hasil yang rendah sehingga penggojogan yang kuat
mendekati titik akhir titrasi diperlukan untuk membebasakan ion yang
terjebak tadi.
Titrasi langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan
penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna
biru akan hilang pada saat titik akhir dan warna putih-kuning endapan
perak iodida (agI) akan muncul.
2. Metode Volhard
Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan
larutan baku kalium dan ammonium tiosianat yang mempunyai hasil kali
kelarutan 7,1x10-13. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas
dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) ammonium sulfat sebagai
indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III) tiosianat
dalam lingkungan asam nitrat 0,5-1,5N. Titrasi ini harus dilakukan dalam
suasana asam sebab ion besi (III) akan dendapkan menjadi Fe(OH)3 jika
suasananya basa, sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukkan. Untuk
mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan dicapai titik akhir titrasi,
titrasi digojog kuat-kuat supaya ion perak yang diadsorbsi oleh enadapn
perak tiosianat dapat berekasi dengan tiosianat. Metode Volhard dapat
digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromide, dan iodida dalam
suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat
berlebihan, kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali
dengan larutan baku tiosianat.
3. Metode K.Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi yang mana pada titik
ekivalen, indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak
memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan
endapan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah endapan harus
dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah
besar dan ion bervalensi banyak harus dihindarkan karena mempunyai
daya mengkoagulasi. Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan
yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna
indikator tidak jelas. Ion indikator harus bermuatan berlawanan dengan
ion pengendap. Ion indikator harus tidak teradsorbsi sebelum tercapai
titik ekivalen, tetapi haru segera teradsorbsi kuat setelah tercapai titik
ekivalen. Ion indicator tidak boleh teradsorbsi terlalu kuat, seperti
misalnya pada titrasi klorida dengan indikator eosin, yang mana indikator
teradsorbsi lebih dulu sebelum titik ekivalen tercapai.
4. Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator,
akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan
perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk
endapan putih, tetapi pada penggojogan akan larut kembali karena
terbentuk terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut.
Cara leibeg hanya akan menghasilkan titik akhir yang memuaskan
apabila pemberian pereaksi pada saat mendekati titik akhir titrasi
dilakukan perlahan-lahan. Cara Leibeg ini tidak dapat dilakukan pada
keadaan larutan amoni-alkalis karena ion perak akan membentuk
kompleks Af(NH3)2- yang larut.Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan
sedikit larutan kalium iodida.
Dalam Farmakope Indonesia, titrasi argentometri digunakan untuk
penentuan kadar:ammonium klorida, fenoterolhidrobromida, kalium
klorida, klorbutanol, melfalan, metenamin mandelat,dan sediaan
tabletnya, natrium klorida, natrium nitroprusida, sistein hidroklorida, dan
tiamfenikol.
D. Titrasi Kompleksometri
Titrasi Kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan
garam-garam logam. Etilen diamin tetra asetat (EDTA) merupakan titran
yang sering digunakan. Struktur EDTA adalah
EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua
logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Laogam-logam
alkali tanah seperti kaium dan magnesium membentuk kompleks
yang tidak stabil dengan EDTA pada pH rendah, karena titrasi logam-
logam ini dengan EDTA dilakukan pada larutan buffer ammonia pH
10. Persamaan reaksi umum pada titrasi kompleksometri adalah:
Mn+ + Na2EDTA (MEDTA)n-4 + 2H+
Untuk titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna. Indikator zat
warna ditambahakan pada larutan logam pada saat awal sebelum
dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna dengan
sejumlah kecil logam. Pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit
kelebihan EDTA) maka kompleks indikator logam akan pecah dan
menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang dapat digunakan
untuk titrasi kompleksometri ini antara lain: Hitam eriokrom
(Eriochrom Black T, Mordant Black II, Solochrome Black); mureksid;
jingga pirokatekol; jingga xilenol; asam kalkon; karbonat; kalmagit;
dan biru hifroksi naftol.
Macam-macam Titrasi Komplekosmetri
Ada berbagai jenis titrasi komplekosmteri yaitu: titrasi langsung;
titrasi kembali; titrasi substitusi, titrasi tidak langsung, dan titrasi
alkalimetri.
1. Titrasi Langsung
Titrasi langsung merupakan metode yang paling sederhana.
Larutan ion yang akan ditetapkan ditambah dengan buffer, misalnya
buffer pH 10 lalu ditambaha indicator logam yang sesuai dan dtitrasi
langsung dengan larutan baku dinatrium edetat. Pada titik ekivalen,
kadar ion logam yang ditetapkan berkurang dengan sekonyong-
konyong yang ditunjukkan oleh perubahan warna indikator logam
yang dipengaruhi oleh perubahan pM=-log(Mn-). Indikator juga dapat
ditetapkan secara ampetometri, konduktometri, spektrofotometri, atau
potensiometri.
2. Titrasi Kembali
Cara ini penting untuk logam yang mengendap pada hidroksida
pada pH yang dikehendaki untuk titrasi, untuk senyawa, yang
membentuk kompleks yang sangat lambat dan ion logam yang
membentuk kompleks lebih stabil dengan natrium edetat daripada
dengan indikator. Pada keadaan demikian dapat ditambahkan larutan
baku dinatrium edetat berlebihan kemudian larutan ditambaha buffer
pada pH yang diinginkan, dan kelebihan dinatrium edetat dititrasi
dengan larutan baku ion logam. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan
pertolongan indikator logam.
3. Titrasi Substitusi
Cara ini dilaukan bila ion logam tersebut tidak memberikan titik
akhir yang jelas apabila dititrasi secara langsung atau dengan titrasi
kembali, atau jika ion logam tersebut membentuk kompleks dengan
dintrium edetat lebih stabil daripada logam lain seperti magnesium
dan kalium. Kalsium, timbale dan raksa dapat ditetapkan dengan cara
ini dengan indicator hitam eriokrom dengan hasil yang memuaskan.
4. Titrasi Tidak Langsung
Cara titrasi tidak langsung (indirect titration) dapat digunakan
untuk menentukan kadar ion-ion seperti anion yang tidak bereaksi
denga pengkhelat. Seperti contoh barbiturate tidak bereaksi dengan
EDTA, akan tetapi secara kuantitatif dapat diendapkan dengan ion
merkuri dalam keadaan basa sebagai kompleks 1:1. Setelah
pengendepan dengan kelebihan Hg (II), kompleks dipindahkan
dengan cara penyaringan dan dilarutkan kedalam larutan baku EDTA
berlebihan. Larutan baku Zn(II) dapat digunakan untuk mentitrasi
kembali kelebihan EDTA ini menggunakan indikator yang sesuai
untuk mendeteksi titik akhir. Reaksi yang terjadi dapat ditulis sebagai
berikut:
B- + Gh2+ KompleksHg-B
Anion Babrbiturat
Kompleks Hg-B+>>EDTA2- B- + Hg-EDTA+EDTA2-
EDTA2- + Zn2+ Zn-EDTA + 2H-
Pendekatan lain adalah pengendapan anion dengan kelebihan
logam yang sesuai dengan kelebihan ion logam dan filtrat ini dititrasi
dengan larutan baku EDTA. Sebagai contoh sulfat dapat diendapkan
dengan Ba(II) berlebihan, dan kelbihan Ba(II) dititrasi dengan larutan
baku EDTA.
5. Titrasi Alkalimetri
Pada metode ini, proton dari dinatrium edetat Na2H2Y
dibebaskan oleh logam berat dan dititrasi dengan larutan baku alkali
sesuai dengan persamaan reaksi berikut:
Mn+ + H2Y2- (MY)+n-4 + 2H-
Larutan logam yang ditetapkan denagn metode ini sebelum dititrasi
harus dalam suasanan netral terhadap indicator yang digunakan.
Penetapan titk akhir ini menggunakan indikator asam-basa atau
secara potensiometri.
E. Titrasi Redoks
Titrasi redokas berdasarkan pada perpindahan elketron antara titran
dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk
mendeteksi titk akhir, meskipun demikian pengguanaan indicator yang
dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering
digunakan.
1. Titrasi yang melibatkan Iodium
Titrasi yang melibatkan Iodium dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu titrasi langsung (Iodimetri) dan titrasi tidak langsung
(iodometri)
a) Titrasi Langsung
Iodium merupakan ioksidator yang relative kuat dengan nilai
potensial oksidator sebesar +0,535V. Pada saat reaksi oksidasi,
iodium akan direduksi menajdi iodida sesuai dengan reaksi:
I2 + 2e 2I-
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan
untuk membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir
pada iodometri ini dapat dilakukan dengan menggunakan
indicator amilum yang memberikan warna biru pada saat tercapai
titik akhirnya.
b) Titrasi Tidak Langsung (Iodometri)
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan
untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O.
Pada iodometri, sampek yang bersifat oksidator direduksi dengan
kalium iodide yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku
natrium tiosulfat. Sebagai contoh penentuan kadar klorin (Cl2)
dalam agen pemutih. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Cl2 + 2I- 2Cl- + I2
Selanjutnya iodium yang dibebasakn dititrasi dengan larutan baku
natrium tiosulfat menurut reaksi:
2S2O32- + I2 S4O6
2- 2I-
2. Permanganometri
Selain lebih dari satu abad, kalium permanganate telah
digunakan sebagai alat pengoskidasi yang penting dalam reaksi
redoks. Dalam suasana asam reaksi paro kalium permanganate
adalah sebagai berikut:
MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O
Asam sulfat merupakan asam yang paling cocok digunakan
sebagai pelarutnya karena jika digunakan asam klorida maka akan
kemungkinan terjadi reaksi seperti di bawah ini:
2MnO4- + 16 H+ + 10 Cl- 2Mn2- + 5Cl2 + 8H2O
Dengan demikian, sebagian permanganatnya digunakan untuk
pembentukkan klorin. Reaksi ini terutama terjadi dengan garam-
garam besi. Adanya mangan dioksida dapat mempercepat
terjadinya permanganate karena mangan dioksida tersebut
memeprbanyak pembentukkan mangna dioksid sehingga peruraian
tambah cepat.
Kalium Permanganat jika digunakan sebagai oksidator dalam
larutan alkalis kuat, maka ada dua kemungkinan bagian reaksi,
yaitu pertama reaksi:reaksi yang berjalan lebih cepat:
MnO4- + e- MnO4
2-
Dan reaksi kedua yang berlangsung realtif lambat:
MnO42- 2H2O +2e- MnO2 + 4OH-
Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV larutan baku kalium
permanganat hanya digunakan untku menetapkan kadar hydrogen
peroksida dengan cara sebagai berikut: Timbang saksama lebih
kurang 1 ml hydrogen peroksida dalam labu tentukur (labu takar)
yang telah ditara sebelumnya dan diencerkan dengan air
secukupnya hingga 100 ml. Pada 20,0 ml larutan ini ditambahkan
20ml asam sulfat 2N, titrasi dengan kalium permanganate 0,1N
sampai terbentuk warna pink permanen pertama kali tiap ml larutan
kalium permanganate 0,1N setara dengan 1,701 mg hidrogen
peroksida.
3. Serimetri
Larutan serium (IV) sulfat dalam larutan encer merupakan zat
pengoksidasi yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium
permanganate, dengan suatu syarat bahwa asam sulfat cukup
mampu menghindari hidrolisis dan pengendapan garam
basanya. Kalau larutan kalium permanganat dapat direduksi
menjadi beberapa macam keadaan hasil reduksi larutan serium
(IV) sulfat menghasilkan ion serium (III).
Jika dibandingkan dengan kalium permanganate dan kalium
bikromat, maka penggunaan larutan baku serium (IV) sulfat
mempunyai beberapa keuntungan:
1. Larutan serium (IV) sulfat sangat stabil pada penyimpanan
yang lama dan tidak perlu terlindung dari cahay seperti
larutan permanganate bahkan pada pendidihan yang terlalu
alam tidak mengalami perubahan konsentrasi. Asam sulfat
yang diperlukan untuk pengasaman sekitar 10 sampai 40 ml
asam sulfat tiap liter larutan. Dengan demikian terbukti
bahwa larutan serium (IV) sulfat lebih stabil jika
dibandingkan dengan larutan kalium permanganat.
2. Larutan serium (IV) sulfat dapat digunakan untuk
menetapkan kadar larutan yang mengandung klorida yang
konsentrasinya tinggi.
3. Reaksi ionserium (IV) dengan reduktor dalam larutan asam
memberikan perubahan valensi yang sederhana (valensinya
satu).Sehingga berta ekivalennya adalah sama dengan
berat molekulnya, sehingga pada permanganate karena
hasiln reduksinya bermacam-macam, maka berat
ekivalennya tergantung pada kondisi percobaan.
4. Larutan serium (IV sulfat) merupakan pengoksidasi
(oksidator) yang baik sehingga semua senyawa yang dapat
ditetapkan dengan kalium permanganat dapat ditetapkan
dengan serium (IV) sulfat bahkan dengan reduktor yang lain.
5. Larutan serium (IV) sulfat kurang berwarna sehingga tidak
mengkaburkan pengamatan titik akhir dengan indikator.
Penggunaan indicator ion fero fenantrolin sangat
memuaskan pada saat titrasi dengan larutan baku serium
(IV)sulfat..