75
TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR (KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 1/G/ 2017) PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: SYUKRIAN RAHMATUL ULA NIM. 11160454000029 PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M/ 1442 H

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR

(KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 1/G/ 2017) PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

SYUKRIAN RAHMATUL ULA

NIM. 11160454000029

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021 M/ 1442 H

Page 2: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

i

Page 3: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Syukrian Rahmatul Ula

NIM : 11160454000029

Tempat, Tanggal Lahir : Bukittinggi, 15 November 1996

Program Studi : Hukum Pidana Islam

Fakultas : Syariah dan Hukum

Dengan ini Saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli Saya diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana yang Sarjana Hukum di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang Saya gunakan dalam penulisan ini telah Saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli Saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka Saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 18 Juni 2021

Syukrian Rahmatul Ula

NIM : 11160454000029

Page 4: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

iii

ABSTRAK

SYUKRIAN RAHMATUL ULA, NIM: 11160454000029, TINJAUAN

YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR (KEPUTUSAN

PRESIDEN NOMOR 1/G/ 2017) PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN

HUKUM POSITIF Program Studi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H/2021.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui grasi Antasari Azhar oleh Presiden

dalam hukum Islam dan Hukum Positif yakni untuk mengetahui bagaimana

pandangan hukum Islam dan hukum positif tentang grasi dan keabsahan grasi

yang berikan Presiden kepada Antasari Azhar.

Metodologi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah

normatif yuridis yaitu mendekati permasalahan dengan norma atau kaidah hukum

yang berlaku menurut hukum dengan menggunakan teknik studi pustaka (library

research). Penulis menggunakan dua jenis sumber data, data primer berupa Al-

Qur’an, buku hukum, dan Keputusan Presiden No 1/G tahun 2017 dan data

sekunder kamus hukum, jurnal hukum dan berupa sumber lainnya yang berkaitan

secara langsung dengan objek yang diteliti.

Hasil Penelitian ini menunjukan, grasi dalam pandangan hukum Islam

disebut al-syafa’at, grasi dalam hukum positif merupakan pengampunan berupa

perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana

kepada terpidana yang diberikan Presiden. Bahwa Pemberian grasi kepada

Antasari Azhar yang tidak sesuai dengan pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2010 yang telah melebihi 1 kali permohonan grasi, yang pertama ditolak

dan yang kedua diterima grasinya oleh Presiden Jokowi. Pandangan hukum Islam

lebih mementingkan kemaslahatan umat dibanding kepentingan individu

terhukum dan pandangan hukum positif grasi tersebut cacat yuridis karena

bertentangan dengan pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010.

Kata kunci : Grasi, Hukum Pidana Islam, dan Hukum Positif.

Pembimbing : - Dr. Burhanuddin, S.H., M.Hum.

- Dr. KH. Mujar Ibnu Syarif, S.H, M.Ag.

Daftar Pustaka : 1970 s.d 2020

Page 5: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

ii

بسم الله الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis haturkan hanya kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, taufiq serta ni’mat-Nya, sehingga penulis alhamdulillah

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar guna memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada program studi Hukum Pidana Islam

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta

salam semoga selalu tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad

SAW, keluarga, dan para sahabatnya, sebagai pelindung orang-orang tertindas dan

pejuang keadilan bagi seluruh manusia serta yang mengamalkan sunnahnya dan

menjadi pengikut setia hingga akhir zaman. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas

dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung

maupun tidak langsung, sehingga hal-hal tersebut dapat penulis atasi dengan

sebaik-baiknya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis dengan tulus

menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A, Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Qosim Arsadani, M.A, Ketua Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Mohammad Mujibur Rohman, M.A, Sekretaris Prodi Hukum

Pidana Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak

membantu penulis untuk melengkapi berbagai macam keperluan berkas-

berkas persyaratan untuk menggapai studi Hukum Pidana Islam.

4. Bapak Dr. Burhanuddin, S.H., M.Hum., Pembimbing 1 yang selalu

bijaksana memberikan bimbingan, memberikan nasihat serta meluangkan

waktunya selama penelitian dan penlisan skripsi ini.

5. Bapak Dr. KH. Mujar Ibnu Syarif, S.H, M.Ag, Pembimbing II yang

dengan sabar meluangkan waktu dan bimbingan, arahan sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Page 6: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

iii

6. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu

serta membekali penulis dengan berbagai pengetahuan selama mengikuti

perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi ini. Serta Pimpinan dan

Pengurus Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Perpustakaan UIN

Syarif Hidayattullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas dan

meminjamkan buku-buku yang diperlukan oleh penulis.

7. Seluruh keluarga penulis tercinta, terutama kedua orang tuaku Ayahanda

Sukiman dan Ibunda Jawanis, S.Ag., M.Pd., yang selalu mendoakan dan

memberikan dukungan yang sangat baik, sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi pada Prodi Hukum Pidana Islam UIN Syarif

Hidayatullah tepat pada waktunya.

8. Teman-teman yang sering menyemangati dan memotivasi untuk

menyelesaikan skripsi ini, serta teman-teman LKBHMI Cabang Ciputat.

9. Teman seperjuangan Prodi Hukum pidana Islam angkatan 2016.

10. Teman-teman KKN Respektor kelompok 184.

11. Dini Mardina yang tak bosan memberikan semangat dan motivasi dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis hanya dapat berdoa semoga mereka yang telah maupun yang

belum disebutkan yang belum sempat disebutkan nama-namanya

mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Hanya kepada

Allah penulis serahkan segalanya, mudah-mudahan hadirnya skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jakarta, 18 Juni 2021

Syukrian Rahmatul Ula

NIM : 1110454000029

Page 7: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................ ii

ABSTRAK ....................................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................................................ 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................................. 5

D. Review Studi Terdahulu ......................................................................................... 6

E. Metode Penelitian .................................................................................................. 7

F. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 8

BAB II TINJAUAN UMUM GRASI PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

A. Definisi Grasi ....................................................................................................... 11

B. Sejarah Grasi ......................................................................................................... 13

C. Dasar Hukum Grasi ............................................................................................... 14

D. Prosedur Pemberian Grasi ..................................................................................... 17

E. Kewenangan Presiden dalam Memberikan Grasi ................................................... 20

BAB III TINJAUAN UMUM GRASI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Grasi Perspektif Hukum Islam ............................................................................... 31

B. Dasar Hukum Grasi Perspektif Hukum Islam ........................................................ 33

C. Alasan Memberikan Grasi ..................................................................................... 36

D. Pemberian Pengampunan Dalam Islam .................................................................. 37

BABIV TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI KEPADA

ANTASARI AZHAR (KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 1/G/

2017)

A. Tuntutan Jaksa....................................................................................................... 41

B. Pidana Pembunuhan Berencana ............................................................................. 48

C. Keabsahan Grasi Antasari Azhar Keputusan Presiden No. 1/G Tahun 2017 ........... 53

Page 8: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

v

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 63

B. Saran ................................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 64

Page 9: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menyatakan Indonesia sebagai negara hukum, memberikan pengakuan,

jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap setiap warga

negara atas hukum dan keadilan negara hukum adalah negara yang berdiri di

atas hukum yang menjamin keadilan kepada seluruh warganya. Aristoteles

menekankan bahwa yang memerintah dalam negara bukanlah manusia, tetapi

pikiran yang adil, sedangkan penguasa hanya memegang hukum dan

keseimbangan belaka1.

Hak untuk mendapatkan keadilan adalah hak setiap warga negara tanpa

kecuali terutama warga negara yang sedang memperjuangkan keadilan dan

siapapun tidak boleh menghalangi warga negara atau pencari keadilan untuk

mendapatkan keadilan. Hal ini, selaras dengan pernyataan yang menyatakan

bahwa Indonesia sebagai negara hukum terutama dalam arti materil melihat

bahwa hukum itu bukan hanya yang secara formal ditetapkan oleh lembaga

legislatif tetapi yang nilai keadilannya dijadikan hal penting2.

Kejahatan merupakan fenomena yang kompleks, salah satunya

pembunuhan merupakan salah satu kejahatan yang sering terjadi di dalam

masyarakat, penyebab terjadi dan faktornya beragam. Pembunuhan juga

merupakan perbuatan yang dilarang oleh perundang-undangan Indonesia,

yakni tertuang di dalam pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dalam ini disebutkan: “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana

terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

1 Krisna Harahap, Konstitusi Republik Indonesia Sejak Proklamasi Hingga Reformasi.

PT. Grafitri Budi Utami, (Bandung; 2004), h.11

2 Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi. Pustaka

LP3ES, (Jakarta; 2006), h. 187-188.

Page 10: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

2

berencana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama

waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Dalam hukum Islam dikenal dengan istilah Jarimah dan Jinayah. Menurut

pakar hukum pidana Islam bahwasanya Jarimah dan Jinayah adalah segala

perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik berupa melakukan ataupun tidak3.

Grasi merupakan hak konstitusional Presiden sebagai kepala negara dalam

memberikan grasi yaitu pengampunan berupa perubahan, peringanan,

pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang

diberikan oleh Presiden4. Sebelum memberikan grasi kepada terpidana

Antasari Azhar dengan status terpidana dengan Nomor Putusan

1532/PID.B/2009/PN.JKT.SEL/ tanggal 11 Februari 2010 jo. Putusan

Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 71/PID/2010/PT.DKI/ tanggal 17 Juni 2010

jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1429/k/Pid/2010 tanggal 21

September 2010 jo. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor

117 PK/PID/2011 tanggal 13 Februari 2012 kemudian Presiden menolak grasi

Antasari Azhar dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 27/G

Tahun 2015 tanggal 27 juli 2015 telah dijatuhi pidana penjara selama 18

tahun di kurangi dengan waktu selama berada dalam tahanan, sementara sebab

di persalahkan melakukan tindak pidana “turut serta menganjurkan

pembunuhan berencana” berupa pengurangan jumlah pidana selama 6 tahun

sehingga hukuman yang di jatuhkan terpidana dari pidana penjara 18 tahun

menjadi pidana penjara 12 tahun. Kemudian Antarasari Azhar diberikan grasi

oleh Presiden Jokowi pada tahun 2017 dengan Keputusan Presiden Nomor

1/G tahun 2017 yang dikurangi pidana 6 tahun sehingga hukuman pidana

penjara dijatuhkan selama 18 tahun menjadi pidana penjara 12 tahun .

Bahwa pada pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 tahun 2010 tentang

grasi permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

diajukan 1 (satu) kali. Sehingga secara tegas dan pasti dalam asas ( lex stricta,

lex scripta, lex certa ) grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali saja.

3 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah,2016), h. 12.

4 Lihat pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.22 Tahun 2002

Page 11: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

3

Terdapat indikasi penyalahgunaan kewenangan oleh Presiden Joko

Widodo ketika mengabulkan grasi kedua Antasari azhar karena hanya 1 (satu)

kali saja dapat mengajukan grasi. Bahwa terdapat larangan untuk mengajukan

permohonan grasi lebih dari 1 (satu) kali dengan alasan untuk memberikan

kepastian hukum dan menghindari pengaturan diskriminatif5.

Kewenangan Presiden ketika mengabulkan grasi Antasari Azhar

bertentangan dengan aturan hukum positif tentang cara pemberian grasi

sebagaimana di atur dalam UU No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi. Sehingga

melahirkan cacat yuridis dalam keputusan Presiden No. 1/G/2017.

Dalam hukum pidana Islam pembahasan grasi dikenal dengan istilah

Syafa’at atau al-afwu (pengampunan). Rasulullah membatalkan putusan

hukuman mati terhadap orang kafir yang yang harus dibunuh karena masuk

catatan hitam, akan tetapi mereka mau bertaubat salah satunya Abdullah bin

Sa’ad bin Abi Sarah, maka Rasulullah memberikan maaf pada waktu peristiwa

Fath al-Makkah6.

Adapun kata al-‘afwu dan al-syafa‘at dalam dunia peradilan Islam

mempunyai arti khusus. Kata al-‘afwu menurut Abu al-Husain Ahmad bin

Faris bin Zakariyya al-Razy adalah setiap pembuat dosa (pelaku kejahatan)

yang seharusnya menjalani hukuman menjadi terhapuskan sebab telah

mendapatkan pengampunan7.

Sebagaimana yang disebut dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 178 :

اص في القتلى الحر بالحر والعبد بالعبد والنثى ياأيها الذين آمنوا كتب عليكم القص

لك تخف ن بالنثى فمن عفي له من أخيه شيء فات باع بالمعروف وأداء إليه بإحسان ذ م ي

فمن اعتدى بع ب كم ورحمة لك فله عذاب أليم د ر

(١٧٨)البقرة . ذ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu

qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka

dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.

5 Lihat penjelasan Pasal 2 ayat (3) UU No. 5 Tahun 2010 tentang Grasi

6 Munawar Chalil, Kelengkapan tarikh Nabi Muhammad SAW, (Jakarta : Bulan Bintang,

1997), jus 2. h. 81

7 Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyya al-Razy, Majm’ al- Lughah, (Beirut:

Daar al-Fikr, 1414 H/1994 M), h. 472

Page 12: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

4

Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya,

hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan

hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af

dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan

dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas

sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. (Q.S Al Baqarah: 178).

Dalam praktek grasi terhadap hukum Islam, ulama fiqih saling berbeda

pendapat satu sama lain, ada yang mengatakan bahwa pengampunan (al-Afwu

al-Syafa’at) diperbolehkan, selama perkara tersebut belum diajukan ke

pengadilan untuk disidangkan. Meskipun jarimah tersebut yang berkaitan

dengan hudud, dan jarimah yang diancam hudud8.

Dalam perkara ta’zir para ulama sepakat bahwa penguasa memiliki hak

pengampunan yang sempurna pada semua tindak pidana ta’zir. Karena itu,

penguasa boleh mengampuni suatu tindak pidana ta’zir dan hukumannya, baik

sebagian maupun keseluruhannya. Meskipun demikian, para fuqaha ada yang

berbeda pendapat tentang boleh tidaknya penguasa memberikan pengampunan

terhadap semua tindak pidana ta’zir atau terbatas pada sebagian saja9.

Berdasarkan dari persoalan yang telah di jelaskan, maka penulis sangat

terpacu untuk mengkaji dan mendalami tentang grasi yang diajukan lebih dari

1 (satu) kali oleh Antasari Azhar dalam turut serta tindak pidana pembunuhan

berencana dalam bentuk Skripsi yang berjudul: “TINJAUAN YURIDIS

PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR (KEPUTUSAN PRESIDEN

NOMOR 1/G/ 2017) PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM

POSITIF.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan di atas, maka

penulis mengidentifikasi beberapa masalah, diantaranya sebagai berikut:

8 Muhammad Abu Zahrah, al-Jarimah wa al-Uqubah fi al-Fiqh al-Islam,(Beirut: Daar al-

Fikr al- Arabi, 1998), h. 73

9 Abdul Qadir, Audah, al-Tasyri al- Jina al- Islamy Muqaranan bil Qanun al-Wad’iy,

Penerjemah Tim Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III, (Bogor; P.T. Kharisma Ilmu,

t.th), h. 171

Page 13: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

5

a. Kejahatan merupakan tindakan yang sangat sering terjadi dalam

kalangan masyarakat.

b. Kejahatan pembunuhan berencana disebabkan bukan hanya satu

sebab, melainkan banyak faktor yang mendorong seseorang

melakukan tindak pidana pembunuhan berencana.

c. Membuktikan turut serta pembunuhan berencana.

d. Pemberian grasi Antasari Azhar lebih dari 1 (satu) kali oleh

Presiden Joko Widodo.

e. Keputusan presiden bertentangan dengan hukum positif dan cacat

yuridis.

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, agar

tidak melebar jauh, maka penulis membatasi masalah tersebut pada grasi

yang diberikan Presiden kepada terpidana turut serta tindak pidana

pembunuhan berencana dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif.

Maksud hukum Islam adalah mengacu pada dalil-dalil Al-Quran dan

Hadis serta kaidah-kaidah hukum yang berkaitan pada pemberian grasi

oleh Presiden terhadap pelaku kejahatan.

Sedangkan yang dimaskud hukum positif dalam batasan ini yakni

mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 5 Tahun

2010, dan keputusan Presiden Nomor 1/G Tahun 2017 serta teori-teori

tentang grasi dimana menjadi bahasan dalam skripsi ini.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka untuk mempermudah

dalam memahami pembahasan skripsi ini, maka penulis memberikan

rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif tentang grasi?

b. Bagaimana keabsahan grasi Antasari Azhar berdasarkan Keputusan

Presiden Nomor 1/G/2017 yang telah melakukan lebih dari 1 (satu)

kali permohonan grasi ?

Page 14: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan penelitian secara pragmatis

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu

persyaratan kelulusan dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum di

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

b. Tujuan penelitian secara keilmuan

Dalam skripsi ini ada beberapa tujuan yang bersifat keilmuan yang

hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan Hukum positif

pemberian tentang grasi.

2) Untuk mengetahui keabsahan Presiden dalam memberikan grasi

kepada Antasari Azhar Keputusan Presiden Nomor 1/G/2017 yang

telah melakukan lebih dari 1 (satu) kali permohonan grasi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diharapkan penulis dapat berpengaruh

secara obyektif bagi yang membacanya, anatara lain adala sebagai berikut:

a. Secara teoritis, penelitian diharapkan memberikan wawasan dan

pengetahuan yang lebih luas dalam memahami tentang grasi

khususnya dalam pandangan hukum Islam dan Hukum Positif.

b. Secara praktik, penelitian ini diharapkan menjadi bahan sosialisasi

dan diskusi tentang pemberian grasi yang bertentangan dengan pasal 2

ayat (3) UU No. 5 Tahun 2010, agar masyarakat serta akademisi

maupun praktisi terpicu untuk mengetahui dan mengkaji lebih dalam.

D. Review Studi Pendahulu

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba melakukan review kembali

studi terdahulu guna memperdalam kajian yang pembahasannya hampir

Page 15: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

7

memiliki kesamaan dengan pembahasan yang penulis angkat. Dalam hal ini

penulis meneukan dan me-review beberapa skripsi, diantaranya sebagai

berikut :

Karya ilmiah mahasiswa (skripsi) yang ditulis pada tahun 2003 oleh

zubaedah, di fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang berjudul “ Grasi dan Amnesti Dalam Kaitannya Dengan Pengahapusan

Hukuman Tindak Pidana(Komparasi Hukum Islam dan Hukum Pidana

Indonesia). Skripsi ini hanya membahas tentang perbandiangan hukum Islam

dan hukum pidana Indonesia dalam menghapus hukuman dalam tindak

pidana.

Skripsi yang ditulis pada tahun 2014 oleh Fuji Abdul Rohman, di Fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul

Kewenangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Dalam Memberikan

Grasi Kepada Terpidana Narkotika (Analisis Kasus Pemberian Grasi Kepada

Terpidana Narkotika, Schapelle Leigh Corby Tahun 2012). Skripsi ini

membahas mengenai grasi secara normatif berdasarkan peraturan perundang-

undangan tentang grasi dengan mengaitkan dengan kasus hukum.

Skripsi yang ditulis pada tahun 2015 oleh Wilda Azizah , di Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Pemberian

Grasi Terhadap Terpidana Mati Narkoba Keputusan Presiden Nomor

7/G/2012 (Kajian Hukum Pidana Islam). Skripsi ini membahas mengenai grasi

secara normatif berdasarkan hukum pidana Islam dengan mengaitkan kasus

hukum terpidana mati narkoba.

Skripsi yang ditulis pada tahun 2015 oleh Andi Nurhaerurruijal Amin,

Universitas Hasanudin Makasar yang berjudul Eksistensi Sebagai Bentuk

Upaya Hukum Terhadap Proses Pelaksanaan Pemidanaan. Skripsi ini

membahas Upaya hukum biasa, luar biasa dan upaya hukum diluar hukum

pidana yaitu Grasi.

Dari pemaparan di atas dapat dibedakan dengan peneliian penulis yang

mengkaji tentang tinjauan padangan hukum Islam dan hukum positif tentang

grasi (studi kasus pemberian grasi terpidana turut serta dalam pembunuhan

Page 16: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

8

berencana Keppres Nomor 1/G/2017) yang bertentangan dengan pasal 2 ayat

(3) UU No. 5 Tahun 2010.

E. Metode Penelitian

Dalam suatu karya ilmiah, metode merupakan strategi yang utama dan

mempunyai peran yang sangat penting, karena dalam penggunaan metode

adalah upaya untuk memahami dan menjawab persoalan yang diteliti10

. Maka

dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yakni melalui pendekatan kualitatif

dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif11

,

yaitu penelitian yang memuat deskripsi tentang masalah yang diteliti

berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis. Penelitian ini bersifat

kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji buku,

jurnal, literature, dan bahan pustaka yang ada relevansinya dengan judul

skripsi.

2. Teknik Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kepustakaan dan studi terhadap putusan kasus dengan cara

mengidentifikasi dan melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen

yang berkaitan12

.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

teknik studi pustka (library research)13

, baik berupa buku, peraturan

perundang-undangan, majalah surat kabar, mengakses internet dan sumber

10 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Grafindo Prasada, 1997),

h. 27-28

11 Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), Cet I, h. 10

12

Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), Cet I, h. 17

13 Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), Cet I, h. 10

Page 17: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

9

lainnya yang berkaitan secara langsung dengan objek yang diteliti. Data-

data yang telah terkumpul diperiksa kembali mengenai kelengkapan

jawaban yang diterima kejelasannya.

4. Sumber data

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data, data

primer dan data sekunder, yaitu:

a. Data primer, yaitu data yang didapat dari bahan-bahan yang diperlukan

dalam hal ini adalah Al-Qur’an, Hadis, kaidah-kaidah fiqih, pendapat

Ulama, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2010 tentang Grasi jo. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002, Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan buku buku yang

berkaitan serta masalah-masalah kejahatan Pembunuhan Berencana

yang ada relevansinya dengan skripsi ini.

b. Data Sekunder, merupakan bahan-bahan yang memberikan penjelasan

dalam mengkaji data primer, yaitu data-data yang diperoleh dari buku-

buku yang masih memiliki keterkaitan dengan pokok masalah yang

akan diteliti.

5. Analisa data

Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode analisa

normatif-yuridis. Maksudnya adalah penelitian ini mengacu pada norma-

norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan pengadilan14

.

6. Teknik Penulisan

Adapun mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu

kepada buku “Pedoman Penulis Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017”.

F. Sistematika Penulisan

14 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 24

Page 18: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

10

Dalam mempermudah pembahasan untuk memahami skripsi dan tersusun

dengan sistematis, maka penulis membagi isi dari pada skripsi menjadi lima

BAB yang masing-masing BAB terdiri dari sub BAB. Adapun sistematika

penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Penulis pada bab ini menguraikan latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan masalah dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi

terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GRASI

Menguraikan tinjauan umum tentang grasi yang meliputi

defenisi, sejarah penerapan grasi di Indonesia, dasar hukum

grasi, syarat dan pemberian grasi, prosedur pemberian

grasi, pemberian grasi terhadap terpidana pembunuhan

berencana, penyertaan dan kewenangan Presiden dalam

memberikan grasi.

BAB III TINJAUAN UMUM GRASI PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM

Menguraikan tentang Grasi dalam Islam dan alasan faktor

memberikan grasi dalam Islam.

BAB IV TINJAUAN YURIDIS KEPUTUSAN PRESIDEN

TENTANG PEMBERIAN GRASI TERHADAP

ANTASARI AZHAR yang mencakup grasi menurut

perspektif Islam dan Hukum Positif dan keabsahan

Keputusan Presiden Nomor 1/G/2017.

BAB V PENUTUP

Pada bagian meliputi kesimpulan serta saran-saran yang

sesuai dengan pokok permasalahan yang penulis kaji

sehingga tercapai tujuan dilakukannya

Page 19: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

11

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG GRASI

A. Defenisi Grasi

Secara etimologi Grasi berasal dalam kata Bahasa Belanda (gratie),

diartikan dengan pengurangan hukuman yang diberikan kepala negara

kepada seorang terhukum.1 Grasi berarti anugerah, dan dalam terminologi

hukum, grasi diartikan sebagai bentuk pengampunan kepada para terhukum

yang diberikan oleh kepala negara.2 Adapun pengertian grasi dalam kamus

hukum merupakan wewenang dari kepala negara untuk memberi

pengampunan terhadap hukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim untuk

menghapuskan seluruhnya, sebagian, atau merubah sifat atau bentuk hukuman

itu.3

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 memberikan defenisi grasi yaitu

pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan

pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden.4Pengertian

grasi dalam arti sempit merupakan tindakan pengampunan berupa perubahan,

peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana atau

hukuman yang telah diputuskan oleh hakim.

Menurut Jimly Asshiddiqe, grasi merupakan kewenangan presiden yang

bersifat judisial dalam rangka pemulihan keadilan yang terkait dengan putusan

pengadilan yaitu untuk mengurangi hukuman, memberikan pengampunan

ataupun menghapuskan hukuman yang terkait dengan kewenangan peradilan.5

1 Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 149

2 Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus Besar Indonesia Kontemporer Edisi 1 (Jakarta:

Modern English Press.1991), h.154.

3 JCT Simorangkir, Rudy T Erwin dan JT Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Bumi

Aksara. 1995), h. 58

4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi, Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2002 Nomor 108.

5 Jimly Ashiddieqe, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi R.I., 2006), h. 175-176.

Page 20: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

12

Menurut Rudy T Erwin, JCT Simorangkir, dan JT Prasetyo, dalam kamus

hukum bahwa grasi adalah wewenang dari kepala negara untuk memberikan

pengampunan terhadap hukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim untuk

menghapuskan seluruhnya, sebagian atau merubah bentuk dan sifat hukuman

itu.6 Beberapa istilah yang merujuk pada pengertian grasi tersebut, diantaranya

negara Filipina dan Amerika Serikat adanya istilah pardon yang berarti

pengampunan dan istilah executive clemency atau clemency yang artinya

pengampunan secara luas. Sedangkan di negara yang bentuk sistem monarki,

seperti Spanyol dipergunakan istilah pardon (indulto) dan derecho de gracia

(right of grace), di Inggris digunakan istilah pardon dan royal prerogative

mercy atau clemency atau graces begitu pula berlaku di Kanada, Perancis, dan

Iran.

Penerapan pardon dan clemency mempunyai arti yang berbeda masing-

masing negara. Secara umum dibeberapa negara hanya digunakan istilah

pardon saja, seperti Afrika Selatan, Rusia, chile, Swiss. Istilah-istilah yang

berkaitan dengan terminologi pardon (pengampunan) adalah

pergantian/perubahan atau peringanan jenis hukuman yang disebut dengan

istilah commutation, remission yang artinya pengurangan atau penghapusan

hukuman atau denda, repreve yang artinya penundaan sementara atas

hukuman.7

Di Indonesia, istilah yang terkait dengan grasi adalah amnesti, abolisi dan

rehabilitasi, serta remisi. Istilah amnesti, berasal dari bahasa Yunani amnestia

yang artinya melupakan. Pengertian amnesti, ialah hak yang diberikan

presiden untuk menghapuskan hak penuntutan dari penuntut umum dan

penghentiannya sekaligus penghapusan hak (menyuruh) melaksanakan pidana

dari penuntut umum terhadap pelaku-pelaku dari suatu tindak pidana tertentu

6 JCT Simorangkir, Rudy T Erwin dan JT Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Bumi

Aksara. 1995), h. 58

7 Amnesty and pardon- Terminology and Etymology’ lihat

http:/law.jrank.org/pages/505/Amnesty-Pardon-Terminology-Etymology.html, diakses pada

pukul 07.58 wib, tanggal 24 September 2020.

Page 21: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

13

demi kepentingan negara. Amnesti ini biasanya diberikan pada hari peringatan

Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Istilah abolisi berasal dari kata abolition yang berarti tindakan untuk

mengakhiri sesuatu atau untuk menghentikan sesuatu. Pengertian abolisi,

merupakan hak yang di berikan presiden untuk menghapuskan hak penuntutan

dari penuntut umum dan penggantiannya apabila sudah dimulai, terhadap

pelaku- pelaku tindak pidana tertentu8. Istilah rehabilitasi berasal dari kata

rehabilitation yang artinya pengembalian hak. Pengertian rehabilitasi

merupakan suatu tindakan presiden dalam rangka mengembalikan hak

seseorang yang telah hilang karena suatu keputusan hakim yang ternyata

dalam waktu berikutnya terbukti bahwa kesalahan yang telah dilakukan

tersangka tidak bisa dibandingkan dengan perkiraan awal atau bahkan ia

ternyata tidak bersalah sama sekali. Fokus rehabilitasi ini pada nilai

kehormatan yang diperoleh kembali dan hal ini tidak tergantung kepada

Undang-Undang tetapi pada pandangan masyarakat sekitarnya.

Sedangkan istilah remisi berasal dari kata remission yang artinya

pengurangan, peringanan, pengampunan. Jadi pengertian remisi adalah

pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana

yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana9.

B. Sejarah Grasi

Pemberian Grasi telah dikenal dan diberlakukan sejak lama yaitu di abad

ke-18 di zaman kerajaan absolut di Eropa. Pada mulanya Grasi merupakan

hadiah atau anugerah pada raja (Vorstelike gunst) yang memberikan

pengampunan kepada orang yang dijatuhi hukuman. Tindakan pengampunan

ini didasarkan kepada kemurahan hati raja yang berkuasa. Pemimpin dianggap

sebagai sumber dari kekuasaan termasuk sumber keadilan dan hak mengadili

sepenuhnya dikendalikan oleh raja, di Eropa abad pertengahan kekuasaan

8 Ishaq dan Efendi , Pengantar Hukum Indonesia (Cet. IV; Depok : Rajawali Pers , 2017),

h. 237. 9 Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun 1999 Tentang Remisi,

pasal 1 ayat (1)

Page 22: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

14

untuk memberikan pengampunan dilaksanakan oleh berbagai institusi,

termasuk Gereja Katolik Roma dan otoritas lokal tertentu, tetapi pada abad ke-

16 biasanya kekuasaan ini terkonsentrasi di tangan raja. Dalam pasca

reformasi Inggris, hak prerogatif kerajaan sebagai kemurahan hati raja/ratu

digunakan untuk tiga tujuan utama:

1. Sebagai pendahuluan pada pembelaan diri yang belum diakui,

kegilaan, dan minoritas.

2. Mengembangkan cara-cara baru menangani para pelaku yang belum

diakui oleh Undang-undang.

3. Untuk menghilangkan atas diskualifikasi tuduhan kriminal.10

Selama abad kedelapan belas kekuasaan penguasa untuk memberikan

pengampunan, menjadi perdebatan anatara para sarjana. Dukungan datang dari

sarjana penganut aliran hukum (natuurrechtelike school) sementara kritikan

datang dari filsuf dan pakar ilmu kejahatan.11

Dalam kasus-kasus

pengampunan individu mendapat kritikan tajam, terutama oleh Cesare

Beccaria dalam esai terkenalnya On Crimes and Punishments. Hak penguasa

untuk mencampuri pelaksanaan Undang-undang dianggap sebagai macam bagi

konsep pemisahan kekuasaan dalam pengurangan otonomi baik legislatif dan

yudikatif, meskipun Montesquieu, sebagai penggagas konsep pemisahan

kekuasaan, tidak menentang kekuasaan untuk memberikan grasi atau

memberikan pengampunan.

C. Dasar Hukum Grasi

Aturan mengenai grasi sebelumnya diatur dalam Undang-undang Nomor 3

Tahun 1950 Tentang Permohonan Grasi lahir pada 5 Juli 195012

. Undang-

undang ini berlaku sampai 52 Tahun, diganti kemudian dengan Undang-

10

Amnesty and pardon “Terminology and Etymologi”. http://law.jrank.org/pages/505/ Amnesty-Pardon-Terminology-etymologi.html/http://en.wikipedia.org/wiki/pardons(diakses

pukul 21.00 Wib 10 Oktober 2020.

11

Muhammad Ridhwan Indra dan Satya Arinanto, Kekuasaan Presiden dalam UUD 1945

(Jakarta: CV Trisula, 1998), h. 20.

12

Kobar Hari, Hukum dan Ketahanan Nasional, (Jakarta: Sinar harapan, 1992), h. 99.

Page 23: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

15

undang Nomor 22 Tahun 2002 tanggal 22 oktober 2002, karena Undang-

undang Nomor 3 Tahun 1950 dalam pasal-pasalnya tidak banyak membahas

tentang ketentuan formil, namun lebih banyak mengatur ketentuan sifatnya

materil. Tidak ada ketentuan umum yang dapat menjelaskan defenisi dari hal-

hal yang diatur didalamnya. Undang-undang ini dibentuk pada masa Repbulik

Indonesia Serikat sehingga tidak sesuai lagi dengan sistem ketenagakerjaan

Indonesia yang berlaku pada saat itu dan substansinya sudah tidak sesuai

denga perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Kemudian Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 diganti dengan Undang-

undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi didalamnya diatur mengenai

ketentuan umum, ruang lingkup permohonan dan pemberian grasi, tata cara

pengajuan dan penyelesaian permohonan grasi.

Grasi diatur juga dalam UUD 1945 pasal 14 ayat (1) yang menyatakan

bahwa presiden diberikan hak untuk memberikan grasi dan rehabilitasi

berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung. Hak tersebut merupakan hak

istimewa bagi kepala Negara karena hal tersebut harus ditangani oleh

kehakiman. Ketentuan grasi juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) pasal 33 a bahwa: jika orang yang ditahan sementara

di jatuhi pidana penjara atau orang lain dengan persetujuannya mengajukan

permohonan ampun, waktu mulai permohonan diajukan hingga ada putusan

presiden, tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana, kecuali jika presiden

mengingat keadaan perkaranya, menentukan bahwa waktu itu seluruhnya atau

sebagian dihitung sebagai waktu menjalani pidana.

Selain KUHP, grasi diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Acara

Hukum Pidana (KUHAP) pasal 196 ayat (3) bahwa : segera setelah putusan,

hakim ketua sidang wajib memberitahu terdakwa haknya, yaitu : menerima

dan menolak putusan, mempelajari putusan, mengajukan banding dan

permohonan grasi, dan lain-lain.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 perubahan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, kesempatan mendapatkan pengampunan

dari Presiden atau grasi dibatasi, batsannya adalah lama hukuman dan

Page 24: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

16

hukuman mati. Menurut Undang-Undang grasi menyebutkan bahwa terpidana

yang dapat dimohonkan grasi adalah:

a. Pidana mati.

b. Penjara seumur hidup.

c. Penjara paling rendah 2 tahun.13

Sebagaimana kita ketahui bahwa upaya hukum grasi sebagai salah satu

dari upaya hukum atas putusan hakim dalam perkara pidana, mempunyai sifat

yang berbeda dibandingkan dengan upaya hukum banding dan kasasi. Karena

didalam upaya hukum banding dan kasasi pihak pemohon pada dasarnya tidak

mengakui dirinya bersalah dan meminta kepada pengadilan yang lebih tinggi

(Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung) untuk memeriksa dan mengadili

sendiri atas perkara yang dimohonkan tersebut.14

Mengingat dalam upaya

hukum grasi, pemohon grasi pada prinsipnya telah mengakui dirinya bersalah

dan menerima putusan hukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim, dan atas

kesalahannya tersebut pemohon mengajukan pemohonan grasi kepada

Presiden dan meminta agar hukuman yang telah dijatuhkan atas dirinya dapat

dikurangi atau dihapuskan.15

Tujuan dari adanya grasi adalah untuk memperbaiki putusan hakim agar

lebih sesuai dengan rasa keadilan sebagai dasar segala hukum16

, untuk

menjamin kemaslahatan dan rasa keadilan serta ketentraman individu di

masyarakat, untuk membina keselarasan social atara pihak yang bersangkutan

dengan peristiwa kejahatan, untuk mencari peluang atau memberi pelajaran

13

Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

14

Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia, h.90

15 Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia, h.91

16 Wirjono Prodjodikiro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, h.105

Page 25: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

17

kepada penjahat untuk kembali kejalan yang benar dan menghindari

kemudharatan akibat terlalu beratrnya hukuman yang dijatuhkan.17

D. Prosedur Pemberian Grasi

Terpidana dapat mengajukan permohonan grasi terhadap putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kepada Presiden

sesuai pasal 2 ayat (1) satu. Dengan demikian Presiden mempunyai hak

memberikan grasi berupa:

a. Perubahan, dari jenis pidana yang telah diajtuhkan oleh hakim bagi

seorang narapidana. Contoh perubahan hukuman mati menjadi pidana

penjara seumur hidup.

b. Peringanan, pengurangan pidana penjara sebagai pengganti denda atau

karena telah menyerahkan suatu benda yang telah dinyatakan sebagai

disita untuk kepentingan negara seperti yang telah diputuskan hakim

atau pengurangan besarnya hukuman denda.

c. Pengahpusan, meniadakan pelaksanaan pidana baik hukuman penjara

atau denda yang telah dijatuhkan oleh hakim kepada seseorang

pengampunan menghapuskan akibat-akibat pemidanaan, bukan karena

pemidanaannya sendiri.

Presiden berhak untuk memberikan grasi dari hukuman yang dijatuhkan

oleh pengadilan. Hal ini dilakukan oleh Presiden setelah meminta

pertimbangan dari Mahkamah Agung, bahkan hukuman mati dijatuhkan

kepada narapidana, maka hukuman tersebut tidak dapat dijalankan sebelum

Presiden diberi kesempatan untuk memberikan grasi.18

Dalam konsideran huruf b, dan huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2010 tentang Grasi menyebutkan bahwa grasi dapat diberikan oleh Presiden

untuk mendapatkan pengapunan dan/atau untuk menegaskan keadilan hakiki

dan penegakan hak asasi manusia terhadap putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, bahwa grasi yang berikan kepada

17 Muhammad Ash-Shan’ani, Subulussalam, (Beirut, Lubna: Daar al Fikr) Juz 4, h.21 18 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung,

1983), h. 153

Page 26: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

18

terpidana harus mencerminkan keadilan, perlindungan hak asasi manusia dan

kepastian hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Permohonan grasi harus memenuhi syarat sebelum diajukan ke Presiden

sebagai berikut:

1) Diajukan atas suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap, terpidana dapat mengajukan permohonan grasi kepada

Presiden.19

2) Pihak yang dapat mengajukan grasi adalah terpidana, kuasa hukum

atau keluarga terpidana. Untuk terpidana mati keluaraga dapat

mengajukan permohonan grasi tanpa persetujuan terpidana.20

3) Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati,

penjara seumur hidup dan penjara paling rendah 2 (dua) tahun. 21

4) Grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali.22

5) Permohonan grasi diajukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu)

tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pemberian grasi dapat diberikan dengan alasan bahwa keputusan hukum

yang sudah benar menurut hukum positif yang berlaku, tapi dirasakan terlalu

berat dan tidak sesuai dengan keadaan masyarakat pada waktu putusan hakim

dijalankan, yang mana keadaan ini dapat merubah pada saat putusan hakim

dijatuhkan.23

Ada beberapa alasan sebagai pertimbangan pemberian grasi bagi

terhukum, yaitu:24

1) Permohonan grasi berdasarkan alasan kepentingan keluarga, bahwa

terhukum merupakan tulang punggung di dalam keluarganya.

19 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002.

20 Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002.

21 Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002.

22 Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010.

23

Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Tata Negara di Indonesia, (Jakarta: Dian

Rakyat.1980), h. 104

24 E. Utrecht, Rangkaian Sari Hukum Kuliah Hukum Pidana II, (Surabaya: Pustaka Tinta

Mas,1987), Cet. Ke-3, h. 251

Page 27: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

19

2) Permohonan grasi berdasarkan alasan bahwa terhukum pernah

sangat berjasa bagi masyarakat.

3) Permohonan grasi berdasarkan alasan bahwa terhukum menderita

penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

4) Permohonan grasi berdasarkan alasan bahwa terhukum berkelakuan

baik selama di penjara.

Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 dan Undang-undang

Nomor 5 Tahun 2010 tentang grasi diatur tentang prosedur dan mekanisme

pengajuan grasi. Beberapa proses permohonan grasi sebagai berikut:

1) Hak untuk mengajukan grasi diberitahukan oleh hakim atau ketua

sidang yang memutus perkara pada tingkat pertama kepada

terpidana, apabila pada waktu putusan pengadilan dijatuhkan

terpidana tidak hadir, hak terpidana untuk mengajukan grasi

diberitahukan secara tertulis oleh panitera dari pengadilan yang

memutus perkara pada tingkat pertama.25

2) Permohonan grasi diajukan kepada Presiden oleh terpidana, kuasa

hukumnya, atau keluarga terpidana. Permohonan grasi tersebut

dapat diajukan sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan

hukum tetap.26

3) Permohonan grasi dapat diajukan paling lama dalam jangka waktu 1

(satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

4) Permohonan grasi melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan

diajukan kepada Presiden secara tertulis oleh terpidana, kuasa

hukumnya atau keluarganya. Selanjutnya Salinan permohonan grasi

disampaikan kepada pengadilan tingkat pertama untuk diteruskan

kepada Mahkamah Agung, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak

diterimanya permohonan grasi dan salinannya.

25 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002.

26 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010.

Page 28: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

20

5) Pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan permohonan dan

berkas terpidana kepada Mahkamah Agung mengirimkan

pertimbangan tertulis kepada Presiden dalam jangka waktu paling

lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimannya

salinan permohonan dan berkas perkara.

6) Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah

memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Keputusan

Presiden dapat berupa pemberian atau penolakan grasi, dengan

jangka awktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak

diterimanya pertimbangan Mahkamah Agung.

7) Keputusan Presiden tersebut disampaikan kepada terpidana dalam

jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak

ditetapkannya keputusan Presiden. Salinan keputusan disampaikan

kepada Mahkamah Agung, pengadilan yang memutus perkara pada

tingkat pertama, kejaksaan negeri menuntut perkara terpidana, dan

lembaga pemasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana.

E. Kewenangan Presiden dalam Memberikan Grasi

1. Kepala Negara

Kepala Negara yaitu Jabatan secara individual atau kolektif yang

mempunyai peran sebagai wakil tertinggi dari sebuah negara seperti:

sistem republic, monarki, federasi, persekutuan atau bentuk-bentuk

lainnya. Kepala negara harus mempunyai tanggung jawab dan hak politis

sesuai yang ditetapkan dalam konstitusi negara. Maka pada dasarnya

kepala negara dapat dibedakan dengan melalui konstitusi negara

tersebut.27

Sedangkan Negara Indonesia dipimpin oleh Presiden sebagai

lembaga pemerintahan yang mempunyai kekuasaan dan memegang

kekuasaan. Kemudian dalam UUD 1945 pasal 4 ayat 1 yang berbunyi :

27 https://id.wikipedia.org/wiki/Kepala_negara

Page 29: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

21

“Presiden Republik Indonesia memgang kekuasaan pemerintahan

menurut UUD”

Kekuasaan Presiden sebagai pemegang kekuasaan yang mana

pemerintah yang dilaksanakan Presiden dibagi menjadi dua yaitu:

pemerintahan yang bersifat umum dan pemerintahan yang bersifat khusus.

Pemerintahan yang bersifat umum adalah kekuasaan yang

menyelenggarakan administrasi negara. Sedangkan pemerintahan yang

bersifat khusus adalah Presiden memiliki hak prerogative dalam

pemerintahan dalam tugas dan wewenang yang secara konstitusional.28

Kemudian Presiden mempunyai kekuasaan dalam bidang perundang-

undangan yaitu pembentukan Undang-Undang, pembentukan PERPU (

Peraturan Pengganti Undang-Undang), pembentukan PP (peraturan

pemerintah), dan pembentukan peraturan Presiden yaitu keputusan

presiden.

Kemudian kekuasaan Presiden yang tertulis dalam pasal 14 ayat 1

UUD 1945 yaitu:“Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan

memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung” dan pasal 14 ayat 2

yaitu: “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”.

Dalam Islam pengampunan oleh pemimpin atau khalifah atau imam

dalam sejarah Islam secara keseluruhan kewenangan untuk memutuskan

suatu sengketa peradilan baik masalah pidana hingga perdata sepenuhnya

kewenangan khalifah atau imam itu sendiri, hingga sampai khalifah atau

imam mengangkat seorang hakim pada setiap peradilan yang ada dalam

wilayah kekuasaan khalifah tersebut. Sehingga khalifah atau imam yang

memutuskan seseorang berbuat yang didatangkan kepadanya bersalah atau

tidaknya.

28 Masriyani, , “Kewenangan Presiden Dalam Bidang Kehakiman Setelah Amandemen

UUD 1945”. Jurnal Legalitas, Volume VI Nomor 1 Juni 2014, h. 124.

Page 30: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

22

Ada kaidah fiqih menyebutkan yaitu “kebijakan seorang pemimpin

terhadap rakyatnya tergantung kepada kemaslahatan umat.”29

Kekuasaan Presiden dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

kekuasaan yang diperoleh secara atributif dan kekuasaan yang diperoleh

secara derivatif. Perolehan kekuasaan secara atributif menyebabkan

terjadinya pembentukan kekuasaan, karena berasal dari keadaan yang

belum ada menjadi ada. Kekuasaan yang timbul karena pembentukan

secara atributif bersifat asli (oorspronkelijk) dan pembentukan kekuasaan

secara atributif menyebabkan adanya kekuasaan baru. Sedangkan

kekuasaan secara derivatif disebut pelimpahan kuasa, karena dari

kekuasaan yang telah ada dialihkan kepada pihak lain dan sifatnya

derivatif (afgeleid).

Kekuasaan yang afgeleid adalah kekuasaan yang diturunkan atau

diderivasikan kepada pihak lain. Kekuasaan yang diperoleh secara atributif

melalui UUD 1945 juga dimiliki oleh Presiden selaku kepala

pemerintahan (eksekutif) dan selaku Kepala Negara. Kekuasan Presiden

yang diperoleh melalui pelimpahan kekuasaan secara teoritis hanya dapat

dilaksanakan oleh Presiden dalam fungsi selaku kepala eksekutif.

Ditinjau dari sumber formalnya, kekuasaan Presiden dapat dibedakan

menjadi tiga macam, yaitu: kekuasaan yang berdasarkan UUD 1945,

kekuasaan yang berdasarkan ketetapan MPR dan kekuasaan yang

berdasarkan undang-undang. Menurut Suwoto Mulyosudarmo untuk

menentukan kekuasaan yang diperoleh secara atributif yang dilaksanakan

dalam tugasnya selaku kepala eksekutif, adalah: Sifat kekuasaan yang asli,

29

A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih; Kaidah-Kaidah Hukum Islam dama Menyelesaikan

Masalah Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 147.

Page 31: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

23

Sumber formal yang utama, untuk jenis kekuasaan ini adalah UUD 1945

dan Undang-undang.30

Menurut Bagir Manan, jenis-jenis kekuasaan yang dilekatkan kepada

Presiden oleh UUD 1945 maupun ketentuan di luar UUD, dapat dirinci

sebagai berikut:31

1. Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan;

2. Kekuasaan di bidang Perundang-undangan, meliputi; Kekuasaan

membentuk undang-undang, Kekuasaan membentuk Peraturan

Pemerintah, Kewenangan menetapkan Keputusan Presiden dan,

Kewenangan menetapkan Perpuu;

3. Kekuasaan di bidang yustisial;

4. Kekuasaan Presiden dalam hubungan luar negeri, meliputi; Kekuasaan

mengadakan perjanjian dengan negara lain, Kekuasaan menyatakan

perang dengan negara lain, Kekuasaan mengadakan perdamaian dengan

negara lain.

Kekuasaan Presiden yang berkaitan dengan tugas selaku kepala

pemerintahan adalah:

a. Kekuasaan membuat undang-undang yang meliputi kekuasaan

mempersiapkan dan mengusulkan pembentukan undan-undang dan

menetapkan undang-undang.

b. Kekuasaan menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti

undang-undang.

c. Kekuasaan menetapkan peraturan pemerintah.

d. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.

30

Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan, Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap

Pidato Nawaksara, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, h. 5

31 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, dalam Sumali, Reduksi Kekuasaan Eksekutif di

Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu), h. 41

Page 32: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

24

Pembuat UUD 1945 mengatur secara rinci macam substansi yang

harus ditetapkan dengan bentuk UU. Substansi yang harus ditetapkan

dengan UU, menurut pembuat UUD 1945 adalah:

a. Menyatakan keadaan perang, membuat perdamaian dan perjanjian

dengan negara lain.

b. Menetapkan syarat-syarat dan akibat negara dalam keadaan bahaya

dalam bentuk UU.

c. Menetapkan dan menyusun Anggaran Pendapatan Negara dan Belanja

Negara yang dimintakan persetujuan kepada DPR.

d. Menetapkan segala macam pajak untuk keperluan negara dengan

undang-undang.

Kekuasaan atributif Kepala Negara digunakan untuk kepanjangan

kekuasaan Presiden yang diperoleh secara atributif. Kekuasaan yang

bersifat atributif Kepala Negara itu adalah:

a. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

b. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Untuk menyatakan negara

dalam keadaan bahaya, Presiden tidak perlu minta persetujuan terlebih

dahulu dari DPR. Namun syarat dan akibat keadaan bahaya harus

diatur dengan undang-undang. Ini berarti memerlukan persetujuan

DPR.

c. Presiden mengangkat duta dan konsul, serta menerima duta dari negara

lain.

d. Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

2. Dasar Hukum Kewenangan Presiden dalam Grasi

Kewenangan pemberian grasi tersebut ditinjau dari 3 hal, yaitu:

a. Kewenangan Konstitusional Presiden

Page 33: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

25

Bahwa pasal 1 ayat (1) UUD 1945 berbunyi, Negara Indonesia

adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, dan kedudukan

Presiden adalah sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai

kepala negara.

Dalam kewenangan Presiden secara Konstitusional sebagai kepada

negara dan kepala pemerintahan diatur dalam UUD 1945. Sebagai

kepala negara yang bertindak untuk dan atas nama negara yang

ditentukan dalam Pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13, pasal 14, dan

pasal 15 UUD 1945, dan sebagai kepada pemerintahan ada dalam

ketentuan pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Dua kewenagan tersebut ada

pada satu tangan dan tunggal Presiden Republik Indonesia.

b. Kewenangan Pemberian Grasi Berdasarkan Undang-Undang;

c. Kewengan Mengabulkan atau Menolak Permohonan Grasi

Kewenangan Presiden dalam memberikan grasi merupakan hak kepala

negara dan hak prerogatif Presiden untuk memberikan pengampunan

kepada terpidana yang dijatuhi hukuman dengan pertimbangan Mahkamah

Agung. Pemberian grasi merupakan campur tangan Presiden dalam bidang

yudisial, melainkan hak kepala Negara dalam memberikan pengampunan

yaitu grasi, yang dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau

menghapuskan pidana yang dijatuhkan, tetapi tidak menghilangkan

kesalahan terpidana.32

Pemberian grasi bukan merupakan persoalan teknis

yuridis peradilan dan tidak terkait dengan penilaian terhadap putusan

hakim. Pemberian grasi melainkan sebagai hak prerogative Presiden untuk

memberikan ampunan yang direalisasikan dalam bentuk Keputusan

Presiden.33

dalam rangka pengaturan terkait pemberian grasi oleh Presiden

terdapat pada pasal 14 ayat 1 UUD 1945, dan UU Nomor 22 Tahun 2002

jo UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang perubahan atas UU Nomor 22 tahun

32 Niklas Bantika / D101 09 124, Pemberian Grasi Oleh Presiden Republic Indonesia

Berdasarkan UUD 1945 h. 2

33

Pemberian Grasi Oleh Presiden bagi Terpidana Antasari Azhar, Mimbar Yustitia Vol.

1 No. 1 Juni 2017

Page 34: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

26

2002 Tentang Grasi, bahwa mengatur mengenai prinsip umum grasi serta

tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan grasi. Salah satunya

mengatur pembatasan permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu)

kali. Grasi diberikan dengan syarat formil sebagaimana diatur dalam pasal

2 UU No.5 Tahun 2010 tentang Grasi bahwa ditujukan kepada terpidana

yang memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap yang kenakan sanksi

pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling

rendah 2 (dua) tahun. Selain itu permohonan grasi diajukan oleh kuasa

hukum, terpidana, atau keluarga terpidana kepada Presiden. Permohonan

grasi dapat diajukan Cuma 1 (satu) kali saja sesuai pasal 2 ayat 3.

Sebelum berkas permohonan grasi sampai kepada Presiden, dalam

jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari permohonan grasi setelah

diterima pengadilan yang memutuskan perkara pada tingkat pertama.34

Kemudian dikirimkan kepada Mahkamah Agung agar dilakukan

pertimbangan hakim Mahkamah Agung. Setelah mendapat pertimbangan

Mahkamah Agung, Presiden dapat memberikan keputusan bahwa

permohonan grasi dapat menolak atau memberikan grasi tersebut. Jangka

waktu pemberian atau penolakan ditentukan paling lambat 3 (tiga) bulan

terhitung sejak diterimanya pertimbangan Mahkamah Agung.35

Kemudian Presiden berhak untuk mengabulkan atau menolak

permohonan grasi yang di sebut hak prerogratif Presiden yang diberikan

oleh konstitusi kepada Presiden.36

Pengaturan terkait pemberian grasi oleh

Presiden terdapat pada pasal 14 ayat 1 UUD 1945, dan UU Nomor 22

Tahun 2002 jo UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang perubahan atas UU

Nomor 22 tahun 2002 Tentang Grasi, bahwa mengatur mengenai prinsip

umum grasi serta tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan grasi.

Salah satunya mengatur pembatasan permohonan grasi hanya dapat

34 Pasal 9 UU No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi

35

Pasal 11 UU No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi

36 Niklas Bantika / D101 09 124, Pemberian Grasi Oleh Presiden Republic Indonesia

Berdasarkan UUD 1945 h. 9

Page 35: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

27

diajukan 1 (satu) kali. Grasi diberikan dengan syarat formil sebagaimana

diatur dalam pasal 2 UU No.5 Tahun 2010 tentang Grasi bahwa ditujukan

kepada terpidana yang memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap yang

kenakan sanksi pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling rendah 2 (dua) tahun. Selain itu permohonan grasi diajukan

oleh kuasa hukum, terpidana, atau keluarga terpidana kepada Presiden.

Permohonan grasi dapat diajukan Cuma 1 (satu) kali saja sesuai pasal 2

ayat 3.

Ketentuan Pasal 4 UU No. 2 Tahun 2002 menyebutkan bahwa

‚Presiden berhak mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang

diajukan terpidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 setelah mendapat

pertimbangan dari Mahkamah Agung. Hak Presiden untuk mengabulkan

atau menolak permohonan grasi disebut dengan hak prerogatif Presiden,

yang mana hak Prerogatif tersebut merupakan hak khusus yang diberikan

oleh konstitusi kepada Presiden. Kemudian Presiden berhak untuk

mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang di sebut hak

prerogratif Presiden yang diberikan oleh konstitusi kepada Presiden.37

Ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai grasi tidak

menyebutkan secara eksplisit alasan-alasan yang digunakan agar

seseorang dapat diberikan grasi. Dalam konsiderans huruf b dan huruf c

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi menyebutkan bahwa grasi

dapat diberikan oleh Presiden untuk mendapatkan pengampunan dan/atau

untuk menegakkan keadilan hakiki dan penegakan hak asasi manusia

terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap, bahwa grasi yang diberikan kepada terpidana harus mencerminkan

keadilan, perlindungan hak asasi manusia, dan kepastian hukum

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.15 Menurut Utrecht ada 4 (empat)

alasan pemberian grasi yaitu sebagai berikut:

37 Niklas Bantika / D101 09 124, Pemberian Grasi Oleh Presiden Republic Indonesia

Berdasarkan UUD 1945 h. 9

Page 36: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

28

1. Kepentingan keluarga dari terpidana.

2. Terpidana pernah berjasa bagi masyarakat.

3. Terpidana menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

4. Terpidana berkelakuan baik selama berada di Lembaga

pemasyarakatan

Utrecht mendasari alasan-alasan pemberian grasi berdasar faktor

internal yang terdapat dalam diri pribadi terpidana. Menurut J.E. Sahetapy,

alasan yang memungkinkan Presiden untuk memberikan grasi adalah

sebagai berikut :

a. Bila seorang terhukum tiba-tiba menderita penyakit parah yang tidak

dapat disembuhkan.

b. Hakim adalah seorang manusia yang mungkin saja khilaf atau ada

perkembangan yang belum dipertimbangkan oleh hakim pada waktu

mengadili si terdakwa.

c. Perubahan ketatanegaraan atau perubahan kemasyarakatan sedemikian

rupa misalnya ketika Soeharto dijatuhkan oleh kekuatan-kekuatan

Reformasi, maka kebutuhan grasi tiba-tiba terasa mendesak, terlepas

dari kasus Abolisi dan Amnesti.

d. Bila terdapat ketidakadilan yang begitu mencolok misalnya sehabis

revolusi atau peperangan.

Menurut Pompe terdapat keadaan-keadaan tertentu yang dapat dipakai

sebagai alasan untuk memberikan grasi yaitu:

a. Ada kekurangan di dalam perundang-undangan, yang di dalam suatu

peradilan telah menyebabkan hakim terpaksa menjatuhkan suatu

pidana tertentu, yang apabila kepada hakim itu telah diberikan

kebebasan yang lebih besar akan menyebabkan seseorang harus

dibebaskan atau tidak akan diadili oleh pengadilan atau harus dijatuhi

pidana yang lebih ringan.

Page 37: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

29

b. Adanya keadaan-keadaan yang telah tidak ikut diperhitungkan oleh

hakim pada waktu menjatuhkan pidana, yang sebenarnya perlu

diperhitungkan untuk meringankan atau untuk meniadakan pidana

yang telah ia jatuhkan. Tentang hal ini Pompe telah meyebutkan

beberapa contoh, yaitu misalnya keadaan terpidana yang sedang sakit

atau keadaan terpidana yang tidak mampu untuk membayar pidana

yang telah dijatuhkan oleh hakim.

c. Terpidana baru saja dibebaskan dari lembaga pemasyarakatan oleh

Pompe telah dikatakan bahwa pasal 15 dari keputusan mengenai grasi

yang berlaku di negeri Belanda itu telah selalu menunjuk kepada hal

tersebut.

d. Pemberian grasi setelah terpidana selesai menjalankan suatu masa

percobaan, yang menyebabkan terpidana memang dapat dipandang

sebagai pantas untuk mendapatkan pengampunan

Masih menurut pompe, mengenai pemberian grasi yang dikaitkan

dengan hari besar yang bersejarah. grasi seperti ini dapat membuat

terpidana selalu ingat kepada hari bersejarah yang bersangkutan dan dapat

membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya apabila grasi seperti itu

diberikan kepada orang orang terpidana yang telah melakukan tindak

pidana-tindak pidana yang bersifat politis.

3. Keputusan Presiden

Keputusan Presiden atau biasa disingkat Keppres adalah norma hukum

yang bersifat konkret, individual, dan sekali selesai. Secara umum,

keputusan Presiden bersifat mengatur. Isi Keppres berlaku untuk orang

atau pihak tertentu yang disebut dalam Keppres tersebut kecuali Keppres

memiliki muatan seperti Peraturan Presiden, maka keberlakuannya juga

sama seperti Peraturan Presiden.38

Keputusan Presiden sebagaimana

38 https://id.wikipedia.org/wiki/Keputusan_Presiden_(Indonesia) diakses pada 12 Januari

2021

Page 38: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

30

maksud dalam pasal 97 UU Nomor 12 Tahun 2011 yang sifatnya

mengatur, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak bertentangan

dengan Undang-Undang ini.39

39 Pasal 100 UU Nomor 12 Tahun 2011

Page 39: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

31

BAB III

TINJAUAN UMUM GRASI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Grasi Perspektif Hukum Islam

Dalam hukum pidana Islam istilah-istilah pengampunan tidak banyak di

rumuskan oleh ulama fiqh, meskipun demikian tetap ada penjelasan mengenai

pengampunan tersebut, dengan maksud untuk mengetahui batasan dan jenis

pengampunan yang dapat diberikan atas jarimah atau tindak pidana yang

dilakukan.

Kata grasi sebagaimana yang termaktub dalam konstitusi dan Undang-

undang, bahwa grasi merupakan suatu pengampunan yang diberikan oleh

seorang penguasa yang dalam hal ini seorang Presiden. Maka, dalam Islam

suatu bentuk pengampunan, dengan istilah al-afwu dan al-syafa’ah ( الشفاعة),

baik pengampunan diberikan oleh pihak korban atau yang diberikan oleh

penguasa kepada pelaku dari tindak kejahatan.

Grasi dikenal dalam sistem hukum dunia, bahwa grasi diberikan oleh

Presiden dalam kedudukan sebagai Kepala Negara meskipun ada nasihat atau

pertimbangan dari Mahkamah Agung, grasi pada dasarnya adalah bukan suatu

tindakan hukum, melainkan suatu tindakan non hukum berdasarkan hak

prerogatif Kepala Negara. Artinya grasi bersifat pengampunan dengan

mengurangi pidana atau meringankan pidana atau penghapusan pelaksanaan

pidana yang telah diputuskan oleh Mahkamah Agung. Kemudian grasi secara

etimologi berasal dari bahasa Belanda berarti anugerah atau rahmat dan dalam

terminologi hukum yaitu keringanan hukuman yang diberikan oleh Kepala

Negara kepada terhukum setelah mendapatkan keputusan Hakim.

Dalam hukum Islam terdapat fikih dusturiyah dan didalamnya membahas

tentang seorang khalifah yang memiliki untuk mengampuni seseorang atau

meringankan hukuman bagi seseorang yang telah melakukan suatu tindak

Page 40: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

32

pidana.1 Dalam istilah pengampunan tidak banyak dirumuskan oleh ulama

Fikih, meskipun tetap ada penjelasan mengenai pengampunan tersebut,

dengan maksud untuk mengetahui batasan dan jenis pengampunan yang dapat

diberikan atas jarimah atau tindak pidana yang dilakukan. Maka arti kata grasi

sebagaimana yang tertulis dalam konstitusi dan Undang-Undang, bahwa grasi

merupakan suatu pengampunan yang diberikan seorang penguasa yang dalam

hal ini seorang Presiden.2

Dalam Islam dasar adanya pengampunan menurut Ahmad Fathi Bahansi Allah

berfirman dalam QS ali-Imran/3:155:

غفور حليم عنهم إن ٱلل (١٥٥: )ال عمران . ولقد عفا ٱلل

Artinya: Sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka.

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS Ali-

Imran:155) Senada dengan ayat yang diatas Allah berfirman dalam Q.S al-Baqarah 237:

بما تعملون بصير (٢٣٧ : . )البقرةوأن تعفوا أقرب للتقوى ول تنسوا ٱلفضل بينكم إن ٱلل

Artinya: dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah

kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha

Melihat segala apa yang kamu kerjakan. (Q.S al-Baqarah: 237)

Kata al-‘afwu ( العفو ) merupakan bentuk isim yang mendapat imbuhan

kata al ( ال ) di depannya, atau disamakan dengan kata ‘afwun ( عفو) dalam

bentuk masdarnya, yang secara bahasa mengandung arti hilang, terhapus, dan

pemaafan.3 Sementara kata al-‘afwu ( العفو ) menurut istilah yang

didefinisikan oleh ulama usul, Abi al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyya

al-Razy, adalah setiap pembuat dosa (pelaku kejahatan) yang seharusnya

1 Mujar Ibnu Syarif , Fikh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Hukum Islam, (Jakarta:

Erlangga, 2009), h. 69.

2 Mujar Ibnu Syarif, Fikih Siyasah Doktrin Dan Pemikiran Politik Hukum Islam,

(Jakarta:Erlangga, 2009), h. 69

3 Abdul Aziz Dahlan (et,al.), Ensiklopedi Hukum Islam, h. 30

Page 41: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

33

menjalani hukuman menjadi terhapuskan sebab telah mendapatkan

pengampunan.4

Selanjutnya, kata al-syafa’ah ( الشفاعة ) dalam kamus bahasa arab lawan

kata dari al-witru ( الوتر ) atau ganjil yang mengandung arti genap, sepasang,

sejodoh, perantaraan, pertolongan dan bantuan.5 Sebagaimana pertolongan

dari seseorang dalam menyampaikan kebaikan atau menolak kejahatan.

Adapun kata al-syafa’ah ( الشفاعة ) sendiri berasal dari kata syafa’a ( شفع )

yang juga berarti menghimpun, mengumpulkan atau sesuatu dengan

sejenisnya.

Sehingga dari pengertian diatas dalam penelusuran kepustakaan hukum

Islam kata al-‘afwu ( العفو ) dan kata al-syafa’at ( الشفاعة) mempunyai kesamaan

makna dengan grasi sebagaimana yang didefinisikan Fakhruddin al-Razi

dengan makna, suatu permohonan dari seseorang kepada orang lain agar

keinginannya dipenuhi.6 Dengan kata lain, al-‘afwu dan al-syafa’at, dalam

dunia peradilan Islam juga mempunyai arti khusus, seperti yang dijabarkan

oleh al-Syarif Ali bin Muhammad al-Jurjani, ahli ilmu kalam serta ahli

hukum mazhab Maliki sekaligus pengarang kitab al-Ta’rifat menurutnya al-

syafa’at yaitu suatu permohonan untuk dibebaskan atau dikurangi dari

menjalani hukuman terhadap suatu tindak pidana yang telah dilakukan.

B. Dasar Hukum Grasi

Pengampunan yang mempunyai padanan arti dengan istilah ‘afwu dan al-

syafaat berdasarkan pada:

1. Al-Quran

Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah: 178

4 Abi al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyya al-Razy, Mujmal al-Lughat, (Beirut: Dar

al- Fikr, 1414 H/ 1994 M), h. 472.

5 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap

(Surabaya:Pustaka Progressif, 1997), h. 729.

6 Abdul Aziz Dahlan (et,al.), Ensiklopedi Hukum Islam, h. 411

Page 42: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

34

أيها ٱلذين ءامنوا كتب عليكم ٱلقصاص في ٱلقتلى ٱلحر بٱل حر وٱلعبد بٱلعبد وٱلنثى ي

لك ت ذ ن بٱلمعروف وأداء إليه بإحسن بٱلنثى فمن عفي لهۥ من أخيه شيء فٱت باع م خفي

لك فلهۥ عذاب أل فمن ٱعتدى بعد ذ ب كم ورحمة (١٧٨ . ) البقرة:يم ر

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka

barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah

(yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang

diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang

baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan

suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya

siksa yang sangat pedih. (Q.S Al-Baqarah: 178)

Dalam ayat ini Allah telah memberikan hak dan wewenang kepada ahli

waris korban, tetapi tidak boleh melampaui batas dalam melaksanakan qishas.

Wewenang di sini adalah justifikasi sebagai ahli waris korban untuk menuntut

qishas atau memberikan pengampunan terhadap pelaku pembunuhan tersebut,

dari sinilah timbul suatu prinsip hukum Islam bahwa dalam hal pembunuhan

di mana pelaku pembalas (penuntut) bukanlah negara melainkan ahli waris

dari yang terbunuh. Oleh karena itu, negara sendiri tidak berhak untuk

memberikan ampunan.7

Dalam surat lain Allah juga menganjurkan pada kita untuk lebih dapat

memaafkan dari pada membalas terhadap orang yang melakukan keburukan.

Allah berfirman dalam Q.S Al-A’raf ayat 199 :

هلين ( ١٩٩ . )الٲعراف:خذ ٱلعفو وأمر بٱلعرف وأعرض عن ٱلج

Artinya: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang

ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (Q.S Al-A’raf:

199)

Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa ayat 85:

نه عة سي ئة يكن لهۥ كفل م نها ومن يشفع شف عة حسنة يكن لهۥ نصيب م

ن يشفع شف على كل م ا وكان ٱلل

قيتا ( ٨٥ ) النساء: .شيء م

7 Departemen Agama Republik Indonesia, Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an, Jakarta,

Syaamil Cipta Media, 1984, h.55

Page 43: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

35

Artinya: Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia

akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa

memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari

padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S An-Nisa : 85)

Syafa’at dalam surah al-Nisa’ ayat 85 ini supaya orang yang telah

melakukan tindak pidana dapat kembali memperoleh hak-haknya sebagai

warga negara, karena syafa’at diberikan supaya kembali untuk berbuat

kebaikan. Dapatlah dijabarkan makna dari ayat tersebut; barangsiapa yang

memberikan dari saat ke saat, untuk siapa dan kapan saja syafa’at yang baik,

yakni menjadi perantara sehingga orang lain dapat melaksanakan tuntunan

agama, baik dengan mengajak maupun memberikan sesuatu yang

memungkinkan orang lain dapat mengerjakan kebajikan, niscaya ia akan

memperoleh bahagian pahala darinya yang disebabkan oleh upayanya menjadi

perantara. Dan barangsiapa yang memberi syafa’at, yakni menjadi perantara

untuk terjadinya suatu pekerjaan yang buruk bagi siapa dan kapanpun,

niscaya ia akan memikul bahagian dosa dari usahanya. Allah sejak dulu

hingga kini dan seterusnya Maha kuasa atas segala sesuatu.8

Dalam Tafsir al-Azhar menafsirkan ayat ini dengan menyatakan bahwa

siapa yang sudi menggenapkan yang ganjil, menyamai Rasulullah dalam

perjuangannya sebab beliau sendiri yang bermula-mula diperintahkan Tuhan,

maka orang yang menggenapkan panggilan itu dengan baik, niscaya dia akan

mendapati keuntungan atau nasib. Barang siapa yang menggenapkan itu tidak

baik, tidak jujur, setengah hati mundur ditengah jalan, niscaya dia akan

menanggung dan dia akan menderita sebab syafaat yang buruk itu.9

2. Al-Hadis

Ada sejumlah keterangan dalam beberapa hadis terkait pengampunan,

yaitu bahwa pengampunan juga dianjurkan dalam suatu perkara tindak pidana

8 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet 1 Vol 2 h. 511

9 Hamka, Tafsir al-Azhar Cet IV Juz V, (Jakarta: PT, Pustaka Panjimas), 2004, h. 235.

Page 44: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

36

selama itu memang masih bias dimungkinkan sebagaimana dalam hadis yang

diriwayatkan Aisyah r.a sebagai berikut Artinya: Hindarilah hudud sebisa

mungkin atas orang-orang muslim, jika kalian menemukan alibi, lepaskan.

Sesungguhnya seorang penguasa yang salah dalam memaafkan lebih baik

daripada salah menghukum.10

Sabda Nabi di atas merupakan suatu sandaran hukum bagi seseorang

yang mempunyai otoritas dalam memutuskan suatu perkara, baik oleh seorang

hakim maupun penguasa, bilamana menemukan keraguan dalam menilai

suatu jarimah yang dilakukan dan dituduhkan pada seseorang yang telah

melakukan tindak pidana yang akan diputuskannya. Sehingga seorang imam

atau qadli dituntut supaya lebih cermat dan penuh kehati-hatian dalam

memutuskan suatu perkara.

3. Pendapat Fuqaha

Pengampunan dalam jarimah hudud, fuqaha sepakat dalam hal

pemberian pengampunan diperbolehkan mesikupun jarimah tersebut yang

berkaitan dengan perkara hudud selama perkara tersebut belum dijukan ke

pengadilan untuk disidangkan. Maka dengan perkara jarimah yang diancam

dengan hukuman hudud yang lain juga diperkenankan pemberian

pengampunan.

Dalam jarimah hudud yang berkaitan jiwa jelas adanya pemaafan

sebagaimana dalam Alquran al-Baqarah ayat 178 bahwa pemberian maaf

lebih diutamakan dari melakukan pembalasan (qishas). Namun dengan

mekanisme dan tauran yang sesuai dengan apa yang diajarkan dalam al-Quran

dan Hadis, yang mana pengampunan hanya dapat dilakukan oleh korban atau

wali dari korban itu sendiri, bukan dari ulil amri atau lainnya. Fuqaha berbeda

pendapat tentang pengertian pemberian maaf secara cuma-cuma ataupun

meminta dengan ganti diyat sendiri.

10 Ali bin Umar al-Daruqutni, Sunan al-Daruqutni ‚fi Kitab al-Hudud wa al-Diyat wa

Ghayrihi, (Beirut: Dar Ibn Hazm, 2011), h. 665

Page 45: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

37

Sebagaimana pendapat Imam Malik dan Imam Abu Hanifah,

menganggap pelepasan hak qishas dengan ganti diyat sebagai pengampunan

(al-afwu), melainkan rekonsiliasi (alshulh), karena menurut keduanya,

kewajiban qishas atas tindak pidana sengaja bersifat ‘aini (terbatas kepada diri

pelaku sendiri), juga karena diyat tidak wajib dibayarkan kecuali jika pelaku

rela membayarnya. Karena itu, apabila pengguguran qishas dengan ganti yang

murni timbul dari satu pihak yakni korban atauwalinya, tanpa membutuhkan

persetujuan dari pihak lainnya yakni pelaku.

Pengampunan dalam jarimah takzir Abdul Qadir Audah menerangkan,

telah disepakati oleh fuqaha bahwa penguasa memiliki hak pengampunan

yang telah disepakati oleh fuqaha bahwa penguasa memiliki hak

pengampunan yang sempurna pada semua tindak jarimah takzir. Karena itu,

penguasa boleh mengampuni suatu tindak pidana takzir dan hukumannya, baik

sebagian maupun keseluruhannya. Mesikupun demikian, fuqaha berbeda

pendapat tentang boleh tidaknya penguasa memberikan pengampunan

terhadap semua tindak pidana takzir atau terbatas pada sebagian saja.11

C. Alasan Memberikan Grasi

Utrecht mendasari alasan-alasan pemberian grasi berdasar faktor internal

yang terdapat dalam diri pribadi terpidana. Menurut J.E. Sahetapy, alasan

yang memungkinkan Presiden untuk memberikan grasi adalah sebagai berikut:

1. Bila seorang terhukum tiba-tiba menderita penyakit parah yang tidak

dapat disembuhkan.

2. Hakim adalah seorang manusia yang mungkin saja khilaf atau ada

perkembangan yang belum dipertimbangkan oleh hakim ada waktu

mengadili si terdakwa.

3. Perubahan ketatanegaraan atau perubahan kemasyarakatan sedemikian

rupa misalnya ketika Soeharto dijatuhkan oleh kekuatan-kekuatan

11 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam terjemah Tim Tsalisah dari al-

Tasyri’ al-Jina’i al-Islamiy Muqaranan bil Qanunil Wad’iy, (Bogor: P.T. Kharisma Ilmu, tth),

Jilid III h. 171.

Page 46: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

38

Reformasi, maka kebutuhan grasi tiba-tiba terasa mendesak, terlepas

dari kasus Abolisi dan Amnesti.

4. Bila terdapat ketidakadilan yang begitu mencolok misalnya sehabis

revolusi atau peperangan.

Menurut Pompe, terdapat keadaan-keadaan tertentu yang dapat dipakai

sebagai alasan untuk memberikan grasi yaitu:

1. Ada kekurangan di dalam perundang-undangan, yang di dalam suatu

peradilan telah menyebabkan hakim terpaksa menjatuhkan suatu

pidana tertentu, yang apabila kepada hakim itu telah diberikan

kebebasan yang lebih besar akan menyebabkan seseorang harus

dibebaskan atau tidak akan diadili oleh pengadilan atau harus dijatuhi

pidana yang lebih ringan.

2. Adanya keadaan-keadaan yang telah tidak ikut diperhitungkan oleh

hakim pada waktu menjatuhkan pidana, yang sebenarnya perlu

diperhitungkan untuk meringankan atau untuk meniadakan pidana

yang telah ia jatuhkan. Tentang hal ini Pompe telah meyebutkan

beberapa contoh, yaitu misalnya keadaan terpidana yang sedang sakit

atau keadaan terpidana yang tidak mampu untuk membayar pidana

yang telah dijatuhkan oleh hakim.

3. Terpidana baru saja dibebaskan dari lembaga pemasyarakatan oleh

Pompe telah dikatakan bahwa pasal 15 dari keputusan mengenai grasi

yang berlaku di negeri Belanda itu telah selalu menunjuk kepada hal

tersebut.

4. Pemberian grasi setelah terpidana selesai menjalankan suatu masa

percobaan, yang menyebabkan terpidana memang dapat dipandang

sebagai pantas untuk mendapatkan pengampunan.

D. Pemberian Pengampunan dalam Islam

Dalam hukum Islam pertimbangan Presiden dalam grasi bagi pelaku

tindak pidana pembunuhan berencana merupakan hal yang dibenarkan prinsip

Page 47: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

39

keadilan merupakan hal yang harus ditegakkan, dan tentunya lebih ditekankan

kepada para pemimpin dan penguasa yang senantiasa melayani kepentingan

masyarakat.

Fuqaha dalam pemberian pengampunan sepakat diperbolehkan meskipun

jarimah tersebut yang berkaitan dengan perkara hudud selama perkara tersebut

belum diajukan ke pengadilan untuk disidangkan, yang mana dinisbatkan

dengan dasar hadis yang berkaitan dengan pencurain. Maka dengan perkara

jarimah yang diancam dengan hukuman hudud yang lain juga diperkenankan

pemberian pengampunan.12

Pemberian pengampunan mempunyai ketentuan kepada pelaku tindak

pidana yang telah dilakukan oleh sebagian besar para sahabat Nabi dan

Fuqaha. Mereka memberikan syafaat (pengampunan) kepada pelaku tindak

pidana tersebut, karena memberikan ‘amaliyah yang dianjurkan Allah SWT

sebagaimana firmannya dalam surat Al-A’raf ayat 199 :

مر بعرض عن ٱلجهلين خذ ٱلعفو وأ

(١٩٩: الاعراف ) ١٩٩ٱلعرف وأ

Artinya: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang

ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (Q.S Al-A’raf

199).

Pengampunan dalam Jarimah hudud yang berkaitan jiwa qishas-diyat telah

jelas adanya pemaafan sebagaimana tuntutan yang diajarkan Allah dalam surat

Al-Baqarah ayat 17 dan sabda Nabi bahwa pemberian maaf lebih diutamakan

dari pada melakukan pembalasan. Namun dengan aturan dan mekanime yang

sesuai dalam Al-Quran dan Hadis, yang mana pengampunan hanya dapat

dilakukan oleh korban atau wali dari korban itu sendiri, bukan dari ulil amri

atau lainnya.13

Pengampunan dalam Islam sudah disepakati oleh para fukaha bahwa

penguasa memiliki hak pengampunan yang sempurna pada tindak pidana

12

Muhammad Abu Zahra, Al-Jamiah wa al-Uqubah fi al-Fiqh al-Islam: al-Jarimah,(

Beirut: al-Dar al-Fikr al-Farabi, 1998), h. 73.

13 Muhammad Abu Zahra, Al-Jamiah wa al-Uqubah fi al-Fiqh al-Islam: al-Jarimah,(

Beirut: al-Dar al-Fikr al-Farabi, 1998), h. 73-74.

Page 48: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

40

ta’zir. Karena itu14

, penguasa boleh mengampuni suatu tindak pidana ta’zir

dan hukumannya, baik sebagiannya maupun keseluruhannya. Meskipun

demikian, para fukaha berbeda pendapat tentang bisa tidaknya penguasa

memberikan pengampunan terhadap semua tindak pidana ta’zir atau terbatas

pada sebagiannya saja. Sebagian ulama (kelompok pertama) berpendapat

bahwa penguasa tidak memiliki hak pengampunan pada tindak pidana kisas

dan hudud yang sempurna yang tidak boleh dijatuhi hukuman kisas dan

hudud, tetapi ia harus dijatuhi hukuman ta’zir yang sesuai dengan tindak

pidana yang telah dilakukannya.

Dalam hal ini, penguasa boleh mengampuni tindak pidana dan

hukumannya jika ia melihat ada kemaslahatan umum di dalamnya dan setelah

menghilangkan dorongan hawa nafsu15

. Sementara itu, sebagaian ulama yang

lain (kelompok kedua) berpendapat bahwa penguasa memiliki hak untuk

memberikan pengampunan atas seluruh tindak pidana yang diancam dengan

hukuman ta’zir dan juga hak mengampuni hukumannya jika di dalamnya

terdapat kemaslahatan umum. Dari kedua pendapat ulama tersebut, dapat kita

lihat bahwa kelompok pertama lebih dekat dengan logika hukum Islam yang

berkaitan dengan tindak pidana hudud dan qisas.

Kekuasaan korban dalam memberikan pengampunan terhadap tindak

pidana ta’zir hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan haknya

(dirinya), seperti pemukulan dan pencacian. Kerana itu, pengampunan korban

tidak berpengaruh pada hak masyarakat, yaitu mendidik pelaku dan

memperbaikinya, sehingga jika korban mengampuni pelaku, pengampunannya

itu tertuju pada hak pribadi korban saja. Sebaliknya, pengampunan penguasa

atas tindak pidana atau hukuman tidak berpengaruh pada hak-hak korban.16

14 Abdul Qadir Al Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam. Jakarta: PT Kharisma

Ilmu, 2008, Jilid 3, h. 171.

15

Abdul Qadir Al Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam. Jakarta: PT Kharisma

Ilmu, 2008, Jilid 3, h. 171.

16 Abdul Qadir Al Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam. Jakarta: PT Kharisma

Ilmu, 2008, Jilid III, h. 171.

Page 49: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

41

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS PEMEBERIAN GRASI KEPADA ANTASARI

AZHAR (KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 1/G/ 2017)

A. Tuntutan Jaksa

Bahwa perbuatan terdakwa Antasari Azhar, SH.MH. tersebut

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP Jo. Pasal 340 KUHP. Membaca

tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta

Selatan tanggal 19 Januari 2010 sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa Antasari Azhar, SH.MH. terbukti secara sah

dan menyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana “Orang yang

Turut Melakukan Perbuatan Membujuk Orang Lain Melakukan

Pembunuhan Berencana” seabagimana diatur dan diancam pidana

dalam pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-2 Jo. Pasal 340

KUHP sebagaimana dalam surat dakwaan;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Antasari Azhar, SH.MH.

dengan Pidana Mati;

3. Menyatakan barang bukti berupa:

a. 3 (tiga) buah kartu Access Card Hotel Grand Mahakam, 1(satu)

buah kardus Handphone Nokia 6300 Nomor IMEI :

355714022899576.

b. 1 (satu) Amplop Cokelat dari Sigid Haryo Wibisono kepada

Antasari Azhar berisi satu bendel Hasil Pemeriksaan Asset Eks

Pemegang Saham dari BPK, satu bendel Hasil Pemeriksaan

Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dari BPK dan

satu surat berjudul The Untouchable Salim Bersaudara

Dikembalikan kepada Chesna F. Anwar.

c. 1 (satu) Amplop Cokelat dari Mega Simarmata Watawati

inilah.com kepada Antasari Azhar private and confidential

diserahkan via Ibu Ida (Sekretaris) berisi Print Out Email dari

Page 50: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

42

Microsoft Outlook Inbox dan Exhibit S-GSM off-air intercept 1

(satu) buah Map Warna Biru berisi copy Surat Nota Kesepahaman

antara PT. Graha Artha Citra Mandiri dan PT. Rajawali Nusantara

Indonesia Nomor : 78/Spj.PNRNI/X/2002 dan copy Surat

Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor

KEP-/MBU/2007 dan Copy Surat PT. Rajawali Nusantara

Indonesia Nomor S 20/RNI.00/VI/2004 tanggal 2 Juni 2005, Hal

Tanggapan Komisaris Atas Laporan Tahunan Tahun Buku 2004

dan Copy Surat Daftar Riwayat Hidup Nasrudin Zulkarnaen.

d. 1 (satu) buah Hardisk Merk Western Digital, Model WD 800ZD

Serial

NumberWMAM9X647149,MD5HASH6D42AE68F9DE4CB2C0

CC60f7B488ZC4.

e. Kapasitasnya 80 Gb. - DVDR : 8088E4123-03271E21 yang berisi

159 File Voice dan satu file print out com list, dari nomor

6281381202747 berikut print outnya DVDR 8088E4124-

03271E21 yang berisi 217 File Voice dan satu file print out com

list, dari nomor 6281311695795 berikut print outnya.

f. DVDR : 8088E4125-03271E22 yang berisi 2506 File Voice dan

satu file print out com list, dari nomor 628111978245 berikut print

outnya, DVDR : 8088E4125-03271E22 yang berisi 182 File Voice

dan satu file print out com list, dari nomor 628161113244 berikut

print outnya.

g. 1 Keping CD Serial No. ZA3131LL20352551H yang berisi 2

CDZR dan 4 data pelanggan.

h. Surat Perintah Penyelidikan No.13C/01/XI/2008 tanggal 10

Nopember 2008, surat Perintah Penyadapan No.1B/01/22/I/2009

tanggal 6 Januari 2009, surat Perintah Penyadapan

No.18/01/22/I/2008 tanggal 6 Februari 2009.

i. 3 (tiga) lembar Chart pecakapan Handphone tertanggal 8, 9 dan 12

Januari 2009. Permintaan CDR, SMS dan data pelanggan No. R-

Page 51: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

43

0023/32/I/2009 tanggal 6 Januari 2009 periode untuk tanggal 3

Januari 2009.

j. Permintaan CDR, SMS No. R-0110/32/1/2009 tanggal 9 Januari

2009 periode untuk tanggal 1 Januari 2009 s/d 9 Januari 2009.

Permintaan data Pelanggan No. R-0024/32/I/2009 tanggal 6

Januari 2009 untuk No. HP 081381202747, 081311695795 dan

0811978245. Permintaan data Pelanggan No. R-0024/32/I/2009

tanggal 6 Januari 2009 untuk No. HP 0818883155.

k. Dikembalikan kepada saksi Budi Ibrahim 1 (Satu) buah flashdisk

merk MY FLASH warna hitam dan putih kapasitas 2GB. 1 (satu)

buah Flashdisk merk Kingston warna hijau dan putih kapasitas

2GB. 1 (Satu) buah flashdisk merk Nexus warna biru muda

kapasitas 1 GB, 1 (Satu) buah flashdisk merk Kingstone warna

hitam; Dikembalikan kepada saksi Setyo Wahyudi. 1 (Satu) buah

HP merk Nokia Type 6300 C berikut Simcard 0818777889 2 (dua)

unit HP Nokia type 6275i.

l. 1 (Satu) unit HP Black Berry warna hitam, 1 (Satu) buah HP Nokia

E.90 dengan ID Card 0811175211, 1 (Satu) unit HP merk Nokia

type 6235 berikut Simcard. 1 (Satu) buah HP Nokia E.90 dengan

nomor 0818736666, 1 (Satu) unit HP Fren ZTE type C330 Nomor

08889656751, 1 (Satu) unit HP merek Nokia type 6275i nomor

08889968899, 1 (Satu) HP Black Berry type 8310, 1 (Satu) unit

HP Nokia type 6800, 1 (Satu) HP CDMA merk Nokia Type 2228,

1 (Satu) buah Simcard Esia No. 021-97361984, 1 (Satu) buah

carger Nokia.

m. 1 (Satu) buah printer merk HP PhotoSmart C. 6180 All-in-One

dirampas untuk Negara, 1 (Satu) lembar amplop putih bertuliskan

no HP 08121050456, 0818883155, 081381202747,

081311695795, dan 0811978245, 1 (Satu) buah amplop besar

warna coklat kosong, 1 (Satu) lembar print out (area parkir

Bowlling Ancol) kendaraan B 8214-QD, 1 (Satu) lembar foto copy

Page 52: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

44

email INA SUSANTI kepada BUDI IBRAHIM tanggal 20 Januari

2009 Jam : 12.39 PM serta balasan dari BUDI IBRAHIM kepada

INA SUSANTI tanggal 20 Januari 2009 jam 19:51 dengan subjek

batu sari. 1 (Satu) buah alat rekam dengan panjang, lebar, warna

hitam sesuai dengan foto.

n. 1 (Satu) buah alat rekam dengan panjang/lebar, warna merah merk

CREATIVE Type MUVO N.200 1 GB sesuai dengan foto;-

Dirampas untuk dimusnahkan. 1 (satu) buah mobil sedan BMW

warna Silver No. Pol. B-191-E. 1 (satu) tas warna coklat gelap

merk Bally. 1 (satu) buah Handphone Merk Blackberry. 1 (satu)

buah Handphone merk Nokia E.90, 1 (satu) buah Handphone merk

Nokia 623, 1 (satu) buah Handphone CDMA Fren. 1 (satu) buah

Handphone merk Nokia 5250.

o. 1 (satu) celana panjang jeans (milik korban Nasrudin Zulkarnaen

yang dipakai saat terjadi penembakan di Jl. Hartono Raya

Modernland Tangerang. 1 (satu) unit mobil Avanza No. Pol. B-

8870-NP warna silver tahun 2005 Noka

MHFFMRGK35KO39959 Nosin DA60752. 1 (satu) lembar STNK

an. BUSMANTO SATYO alamat Jl. Panglima Polim No.127-A3

Rt. 8/1 Jakarta Selatan.

p. 1 (satu) buah buku daftar Nomor Polisi yang keluar masuk

dilapangan parkir Modernland Tangerang. 1 (satu) buah Kompor

Gas merk RINAI, 1 (Satu) unit HP merk MITO warna hitam dan 2

Simcard, 1 (satu) dompet warna hitam berisi uang tunai Rp.

2.600.000, 1 (satu) unit HP merk Sony Ericson dan Simcard, 1

(satu) dompet berisi uang Rp. 300.000,

q. 1 (satu) sepeda motor Yamaha Scorpio No. Pol. B-6862-SNY

warna hitam tahun 2008 Noka : MH35BP0068K110463, 1 (satu)

lembar STNK No. Pol. B-6862-SNY atas nama Risty. Primasty

alamat Jl. Jambu Kalibata Indah U/26 Rt. 014/06 Jaksel, 1 (satu)

buah Helmet warna merah maron dengan pelindung mika warna

Page 53: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

45

gelap dan ada stiker dibagian belakang tertulis WTM Helmet, 1

(satu) unit HP Nokia Type 2600 nomor 981213397901.

r. 1 (satu) unit Yamaha Jupiter MX No.Pol B 6081 BVG warna abu-

abu tahun 2009 Noka: MH31S70059K500121 Nosin: 1S7499348,

1 (satu) lembar STNK No. Pol B-6081-BVG an. Fransiskus T.

Kerans alamat Jl. Sanat Dalam Rt. 03/03 Tangki Jakarta Barat.

Uang tunai 74.000.000, 1 (satu) buah dompet berisi uang Rp.

1.278.000, 1 (satu) unit HP Fren warna silver dan 2 (dua) buah

kartu (Esia dan Simpati), 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Mio

berikut STNK No. Pol. B-6118 SSE, 2 (dua) butir anak peluru.

s. 1 (satu) pucuk senjata api jenis Revolver, merk S & W 6 (enam)

silinder berikut peluru sebanyak 27 (dua puluh tujuh) butir dan 2

(dua) selongsong peluru. 1 (satu) buah proyektil peluru; Sebuah

serpihan/pecahan anak peluru; Dipergunakan dalam perkara

Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo.1

Putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Membaca Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.

1532/Pid.B/2009/PN. JKT. SEL tanggal 11 februari 2010 amar putusan

sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa Antasari Azhar. Yang identitasnya disebutkan di

muka, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “Turut Serta Menganjurkan Pembunuhan Berencana”,

2. Memidana terdakwa tersebut, dengan pidana penjara selama: 18

(delapan belas) tahun.

3. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani terdakwa

dikurangkan seluruhanya dari pidana yang dijatuhkan.

4. menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahanan.

5. Menetapkan barang bukti berupa:

1 Putusan Nomor.1429 K/Pid/2010

Page 54: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

46

6. Menyatakan gugatan ganti rugi pemohon tidak dapat diterima;

B. Pembunuhan Berencana

Tindak pidana pembunuhan Tindak pidana menurut Wirjono Prodjodikoro

berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.2

Kata bunuh berarti mematikan, menghilangkan nyawa, membunuh artinya

membuat seseorang mati, pembunuhan berarti perkara membunuh, perbuatan

atau hal membunuh. Perbuatan yang dikatakan pembunuhan adalah perbuatan

oleh seorang yang sengaja merampas nyawa orang lain.3 Pembunuhan adalah

suatu kejahatan terhadap nyawa seseorang, yaitu berupa penyerangan terhadap

nyawa orang lain. Kepentingan hukum yang dilindungi dan merupakan objek

kejahatan ini adalah nyawa manusia.

Untuk memahami arti pembunuhan ini dapat dilihat pada pasal 338 KUHP

yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain,

diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas

tahun”.4

Dalam pasal diatas dapat dipahami bahwa :

a. Pembunuhan merupakan perbuatan yang mengakibatkan kematian

orang lain.

b. Pembunuhan itu disengaja, artinya diniatkan untuk melakukan

pembunuhan.

c. Pembunuhan itu dilakukan dengan segera sesudah timbul maksud

untuk membunuh.5

2 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (Bandung: PT Eresco,

1981), cet ke-3, h. 55. 3 Hilman hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia (Bandung: Alumni, 1992), h. 129.

4 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet ke-11, h. 134.

5 R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal (Bandung:

PT. Karya Nusantara, 1989), h. 207.

Page 55: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

47

Dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) diatur dalam buku II

pasal 338-350 tentang kejahatan terhadap nyawa orang. Pembunuhan adalah

termasuk tindak pidana material, artinya untuk kesempurnaan tindak pidana

ini tidak cukup dengan dilakukan perbuatan itu, akan tetapi menjadi syarat

juga adanya akibat dari perbuatan tersebut.

Pada dasarnya pembunuhan itu terbagi dua bagian, yaitu dilihat dari

kesalahan pelaku dan sasaran. Jika disandarkan pada kesalahan pelakunya,

maka diperinci atas dua golongan, yakni:

a. Kejahatan yang ditunjukan terhadap jiwa manusia yang dilakukan dengan

sengaja. Terdapat pada pasal 338-350 KUHP.

b. Kejahatan yang ditunjukan terhadap jiwa manusia yang terjadi karena

kealpaan, pasal 359 KUHP.6

Kejahatan terhadap nyawa manusia yang dilakukan dengan sengaja dan

yang dilakukan dengan kealpaan. Pembunuhan sengaja adalah perbuatan yang

mengakibatkan kematian orang lain, kematian itu dikehendaki oleh pelaku.

Dalam KUHP pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, dikelempokan

dalam beberapa jenis, yaitu:

a. Pembunuhan Biasa

Pembunuhan biasa ini terdapat dalam pasal 338 KUHP, yang berbunyi:

Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana

karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas

tahun.7

Istilah orang lain dalam pasal 338 itu maksudnya bukan dirinya

sendiri, jadi terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi soal,

meskipun pembunuhan itu dilakukan bapak, ibu, atau anak sendiri.

Dalam pembunuhan biasa, harus terpenuhi beberapa unsur:

1) Bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus timbul

seketika itu juga, ditujukan pada maksud supaya orang itu mati.

6 M. Amin Suma, dkk, Hukum Pidana Islam di Indonesia Peluang, Prospek, dan

Tantangan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h. 143.

7 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 134.

Page 56: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

48

2) Melenyapkan nyawa orang.

3) Perbuatan itu harus menyebabkan matinya seseorang, seketika itu juga

atau beberapa saat setelah dilakukannya perbuatan itu.8

b. Pembunuhan Terkualifikasi

Jenis pembunuhan itu adalah pembunuhan yang dikuti, disertai, atau

didahului dengan perbuatan lain. Sebagaimana dirumuskan dalam pasal

339 yaitu: pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu

delik, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau

mempermudah pelaksanaannya atau untuk mempersiapkan diri sendiri

maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,

ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara

melawan hukum, diancam pidana dengan pidana penjara seumur hidup

atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.9

Apabila rumusan tersebut diperinci, maka terdiri dari beberapa unsur

yaitu:

1) Semua unsur dalam pasal 338

2) Yang diikuti, disertai atau didahului oleh tindak pidana

3) Pembunuhan yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan

tindak pidana lain dan untuk mempermudah pelaksaan tindak pidana

lain dalam hal tertangkap tangan ditunjukan untuk menghindarkan diri

sendiri maupun peserta lainnya dari pidana atau supaya apa yang

didapat dari perbuatan itu tetap ada ditangannya.

c. Pembunuhan Yang Direncanakan

Pembunuhan yang dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu

dalam keadaan tenang untuk melenyapkan nyawa orang atau lebih dikenal

dengan pembunuhan berencana. Pembunuhan ini diatur dalam pasal 340

KUHP dengan ancaman hukuman yang paling berat , yaitu hukuman mati,

8 M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP (Bandung: Remaja

Karya, 1986), cet. ke-2, h. 121.

9 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 134.

Page 57: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

49

atau pidana penjara seumur hidup. Terdapat beberapa unsur dalam

pembunuhan berencana, antara lain:

1) Adanya kesengajaan, yaitu kesengajaan yang disertai dengan suatu

perencanaan terlebih dahulu.

2) Yang bersalah dalam keadaan tenang memikirkan untuk melakukan

pembunuhan itu dan kemudian melakukan tujuanya dan tidak menjadi

soal berapa lama waktunya.

3) Timbulnya pikiran untuk membunuh dan saat melakukan pembunuhan

itu, ada waktu ketenangan pikiran.10

d. Pembunuhan Anak

Pasal ini adalah seorang ibu yang dengan sengaja membunuh anaknya

pada waktu dilahirkan atau tidak beberapa lama setelah melahirkan.

Pembunuhan ini dirumuskan dalam pasal 341 dan 342 KUHP.11

Untuk pembunuhan dalam pasal 341 diancam dengan hukuman selama

tujuh tahun penjara. Pasal 342 memuat perbuatan yang wujudnya sama

dengan dimuat dalam pasal 341 dengan perbedaan bahwa dalam pasal 342

perbuatannya dilakukan untuk menjalankan kehendak yang ditentukan

sebelum anak dilahirkan. Tindak pidana ini diancam dengan maksimum

hukuman Sembilan tahun penjara.

e. Pembunuhan Atas Permintaan Si Korban

Pembunuhan ini dirumuskan dalam pasal 344 yaitu : Barang siapa

yang merampas jiwa orang lain atas permintaan yang sangat tegas dan

sungguh-sungguh, diancam dengan pidana penajra paling lama dua belas

tahun.

Dari bunyi pasal 344 tersebut diketahui bahwa pembunuhan ini

mempunyai unsur yaitu:

1) Atas permintaan yang tegas dari korban;

2) Sungguh-sungguh nyata;

10 M. Bassar Sudrajat, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Didalam KUHP, h. 123-124.

11 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 135.

Page 58: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

50

f. Bunuh Diri Sendiri

Pada dasarnya tidak ada permasalahan dalam kejahatan bunuh diri

karena tidak ada pelaku secara langsung dalam melakukan kejahatan

tersebut. Hanya saja disini akan diancam hukuman bagi orang yang

sengaja menghasut atau menolong orang lain untuk bunuh diri, yaitu akan

dikenakan pasal 345 KUHP yang akan diancam hukuman penjara paling

lama empat tahun. Dengan syarat bunuh diri itu harus benar-benar terjadi

dilakukannya, artinya orangnya sampai mati karena bunuh diri tersebut.

g. Menggugurkan kandungan13

Pembunuhan kandungan atau pengguguran terdapat pada pasal 346-

349 KUHP, dilihat dari subjek hukumnya. Maka pembunuhan jenis ini

dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

1) Yang dilakukan sendiri pada pasal 346 diancam dengan penjara 4

tahun.

2) Yang dilakukan oleh orang lain atas persetujuannya ppada pasal 347

atau tidak atas persetujuannya pada pasal 348 KUHP.

3) Yang dilakukan oleh orang lain yang mempunyai kualitas tertentu

seperti dokter, bidan dan juru obat baik atas persetujuannnya ataupun

tidak.

Kejahatan yang dilakukan Pembunuh disebabkan kealpaan, diatur dalam

pasal 359 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: “barang siapa karena

kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara

selama-lamanya lima tahun.”

Kealpaan terjadi karena tidak berhati-hati dalam melakukan suatu

perbuatan, di samping menduga akibat perbuatan itu. Meskipun suatu

perbuatan dilakukan dengan hati-hati, masih mungkin terjadi kealpaan jika

13 M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP (Bandung: Remaja

Karya, 1986), cet. ke-2, h. 121.

Page 59: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

51

pembuat itu telah mengetahui bahwa dari perbuatan itu mungkin akan timbul

suatu akibat yang dilarang undang-undang.14

Umumnya para pakar hukum sependapat bahwa kealpaan adalah bentuk

kesalahan yang lebih ringan dari pada kesengajaan. Untuk itu, sanksi atau

ancaman hukuman terhadap pelanggaran norma pidana yang dilakukan

dengan kealpaan lebih ringan.

Pembunuhan berencana terdapat dalam Pasal 340 KUHP: “barang siapa

dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa

orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana

mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling

lama dua puluh tahun.

Berdasarkan fakta, bukti dan keterangan para saksi yang terlihat dalam

persidangan, maka dapat dianalisis bahwa tindakan pembunuhan terhadap

Nasrudin Zulkarnaen Iskandar yaitu korban dapat dikategorikan sebagi tindak

pidana turut serta pembunuhan berencana (moord).

Adapun unsur pembunuhan berencana pasal 340 KUHP sebagai berikut:

1. Barang siapa

Unsur “barang siapa” yaitu sebagai subjek hukum atau seseorang

yang melakukan perbuatan pidana yang didakwakan kepadanya.

Subjek hukum tersebut mempertanggungjawabkan perbuatannya.

2. Dengan sengaja merampas nyawa orang lain

Dengan sengaja mempunyai arti adanya niat yang timbul dari

subjek hukum dalam keadaan sadar untuk melakukan perbuatan yang

sudah diketahui akibat perbuatan tersebut. Kemudian niat tersebut

dapat diketahui adanya persiapan perbuatan pelaku atau subjek hukum.

Kesengajaan artinya pelaku sadar perbuatannya yang dilakukan akan

mengakibatkan kematian orang lain.

3. Diancam karena pembunuhan dengan rencana

14 Leden Marpaung, Asas, Teori, Praktek Hukum Pidana (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),

cet. ke-3, h. 25.

Page 60: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

52

Maksud dari direncanakan terlebih dahulu yaitu timbulnya maksud

untuk melakukan perbuatan dengan pelaksanaannya itu masih ada

waktu bagi pembuat untuk memikirkan dengan tenang, seperti cara

perbuatan itu dilakukan, dimana waktu dan tempat dilakukan. Hal

yang penting dalam waktu tenang bagi pelaku atau pembuat masih

dapat berfikir untuk membatalkan niatnya akan melakukan perbuatan

itu, tetapi waktu tersebut tidak digunakan.15

Bahwa Antasari Azhar melakukan turut serta pembunuhan berencana

sesuai putusan Mahkamah Agung No. 1429K/PID/2010. Adapun unsur turut

serta pembunuhan berencana pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-2 Jo.

Pasal 340 KUHP sebagai berikut:

1. Barang siapa;

2. Melakukan atau turut melakukan;

3. Menganjurkan;

4. Dengan sengaja;

5. Dengan direncanakan lebih dahulu;

6. Menghilangkan nyawa orang lain

Bahwa pembunuhan ini dilakukan karena faktor perlakuan Nasrudin

Zulkarnaen Iskandar yaitu korban yang selalu mengancam pelaku karena

hubungan perselingkuhan terhadap istri korban. Sehingga meminta bantuan

kepada Kombes Pol Wiliardi Wizard mengamankan korban.

Sehingga adapun peran dalam pembunuhan berencana tersebut Antasari

Azhar berperan sebagai otak kejahatan yang memberi janji kepada Kombes

Pol Wiliardi Wizard yang berperan sebagai pihak yang mencari orang yang

melakukan perbuatan tersebut atau eksekutor yaitu Heri Santosa bin Rajas

alias Bagol dan Daniel Daen Sabon alias Danil, Fransiskus Tadon kerans

alias Amsi, dan Sigit Haryo Wibisono berperan sebagai pihak yang

memberikan dana operasional untuk membunuh korban.

15 Kajian Yuridis Tindak Pidana Pembunuhan, Recidive Vol 3 No 2 Mei-Agustus 2014

Page 61: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

53

Setelah menjalani proses persidangan, majelis hakim Pengadilan Negeri

(PN) Jakarta Selatan, pada tanggal 11 Februari 2010 ketua majelis hakim

Prasetyo Ibnu Asmara, S.H., M.H. menjatuhkan vonis pidana penjara 18

tahun kepada Antasari Azhar. Keputusan ini dikuatkan oleh Pengadilan

Tinggi (PT) Jakarta Nomor 71/PID/2010/PT.DKI/ tanggal 17 Juni 2010 dan

Mahkamah Agung (MA) Nomor 1429/k/Pid/2010 pada tanggal 21

September 2010 yang mana permohonan kasasi tersebut ditolak. Dalam

ketentuan pokok kekuasaan kehakiman dalam pasal 1 UU Nomor 14 Tahun

1970 bahwa “Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang

merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan

keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum

Republik Indonesia.” Artinya seorang hakim dalam memutuskan perkara

harus dalam keadaan merdeka tanpa intervensi dari pihak manapun demi

terwujudnya keadilan bagi semua pihak.

Putusan hakim merupakan produk hukum hasil dari proses persidangan

dalam pengadilan. Untuk mencapai putusan yang adil, hakim dalam

memutuskan perkara harus berdasarkan tiga unsur yaitu keadilan, kepastian

hukum, dan kemanfaatan.16

Dalam putusan hakim sering terjadi

pertentangan antara tujuan 3 unsur tersebut, terkadang putusan sudah

memenuhi unsur kepastian hukum dinilai belum memenuhi unsur keadilan

atau unsur kemanfaatan dan sebaliknya.

C. Keabsahaan Grasi Antasari Azhar Keputusan Presiden Nomor 1/G

Tahun 2017

Pada hakikatnya grasi merupakan pemberian pengampunan oleh kepala

negara kepada pelaku tindak pidana dengan batasan sebagaimana yang

dijelaskan di dalam undang-undang grasi pasal 2 ayat (2) yakni, putusan

pemidanaan mati, penjara seumur hidup, dan penjara paling rendah 2 (dua)

16

Margono, Asas Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian Hukum dalam Putusan Hakim,

(Jakarta:Sinar Grafika, 2012), h. 37

Page 62: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

54

tahun.17

Kepala Negara atau Presiden dianggap berwewenang dalam hal

memberikan grasi, abolisi dan amnesti untuk kepentingan memulihkan

keadilan terhadap dampak penderitaan yang ditimbulkan oleh putusan

pengadilan terhadap perilaku tindak pidana yang telah terbukti secara hukum

dalam proses peradilan sebelumnya. Namun, dalam sistem presidensil tidak

membedakan antara kedua jenis jabatan tersebut, kewenangan tersebut

dianggap ada pada Presiden yang merupakan Kepala Negara dan sekaligus

Kepala Pemerintahan. Hanya saja untuk membatasi penggunaan kewenangan

ini, sebelum Presiden nenentukan akan memberikan grasi, amnesti dan abolisi

itu, Presiden terlebih dahulu diharuskan mendapat pertimbangan dari

Mahkamah Agung dan Dewan Pertimbangan Rakyat

Kewenangan Presiden dalam memberikan grasi merupakan hak kepala

negara dan hak prerogatif Presiden untuk memberikan pengampunan kepada

terpidana yang dijatuhi hukuman dengan pertimbangan Mahkamah Agung.

Pemberian grasi merupakan campur tangan Presiden dalam bidang yudisial,

melainkan hak kepala Negara dalam memberikan pengampunan yaitu grasi,

yang dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau menghapuskan pidana

yang dijatuhkan, tetapi tidak menghilangkan kesalahan terpidana.18

Pemberian

grasi bukan merupakan persoalan teknis yuridis peradilan dan tidak terkait

dengan penilaian terhadap putusan hakim. Pemberian grasi melainkan sebagai

hak prerogative Presiden untuk memberikan ampunan yang direalisasikan

dalam bentuk Keputusan Presiden.19

Pengaturan terkait pemberian grasi oleh Presiden terdapat pada pasal 14

ayat 1 UUD 1945, dan UU Nomor 22 Tahun 2002 jo UU Nomor 5 Tahun

2010 tentang perubahan atas UU Nomor 22 tahun 2002 Tentang Grasi, bahwa

17 Undang-undang No. 5 Tahun 2010 junto Undang-undang No. 22 Tahun 2002 tentang

grasi 18

Niklas Bantika / D101 09 124, Pemberian Grasi Oleh Presiden Republic Indonesia

Berdasarkan UUD 1945 h. 2

19

Pemberian Grasi Oleh Presiden bagi Terpidana Antasari Azhar, Mimbar Yustitia Vol.

1 No. 1 Juni 2017.

Page 63: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

55

mengatur mengenai prinsip umum grasi serta tata cara pengajuan dan

penyelesaian permohonan grasi. Salah satunya mengatur pembatasan

permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali. Grasi diberikan dengan

syarat formil sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU No.5 Tahun 2010 tentang

Grasi bahwa ditujukan kepada terpidana yang memperoleh kekuatan hukum

tetap terhadap yang kenakan sanksi pidana mati, pidana penjara seumur hidup,

atau pidana penjara paling rendah 2 (dua) tahun. Selain itu permohonan grasi

diajukan oleh kuasa hukum, terpidana, atau keluarga terpidana kepada

Presiden. Permohonan grasi dapat diajukan Cuma 1 (satu) kali saja sesuai

pasal 2 ayat 3.

Sebelum berkas permohonan grasi sampai kepada Presiden, dalam jangka

waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari permohonan grasi setelah diterima

pengadilan yang memutuskan perkara pada tingkat pertama.19

Kemudian

dikirimkan kepada Mahkamah Agung agar dilakukan pertimbangan hakim

Mahkamah Agung. Setelah mendapat pertimbangan Mahkamah Agung,

Presiden dapat memberikan keputusan bahwa permohonan grasi dapat

menolak atau memberikan grasi tersebut. Jangka waktu pemberian atau

penolakan ditentukan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya

pertimbangan Mahkamah Agung.20

Ketentuan Pasal 4 UU No. 2 Tahun 2002 menyebutkan bahwa ‚Presiden

berhak mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan terpidana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 setelah mendapat pertimbangan dari

Mahkamah Agung. Hak Presiden untuk mengabulkan atau menolak

permohonan grasi disebut dengan hak prerogatif Presiden, yang mana hak

Prerogatif tersebut merupakan hak khusus yang diberikan oleh konstitusi

kepada Presiden. Kemudian Presiden berhak untuk mengabulkan atau

19 Pasal 9 UU No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi 20 Pasal 11 UU No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi

Page 64: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

56

menolak permohonan grasi yang di sebut hak prerogratif Presiden yang

diberikan oleh konstitusi kepada Presiden.21

Grasi dalam Islam disebut al-Syafa’at yaitu pengampunan. Defenisi

syafa’at diartikan sebagai permohonan dari seseorang terhadap orang lain agar

keinginannya dikabulkan. Dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 85 bicara

tentang syafa’at yaitu:

عة سي ئة يكن لهۥ كف نها ومن يشفع شف عة حسنة يكن لهۥ نصيب م ن يشفع شف نها وكان م ل م

قيتا على كل شيء م ( ٨٥ :. ) النساءٱلل

Artinya: Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan

memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa'at

yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S An-Nisa :85)

Syafa’at dalam surah al-Nisa’ ayat 85 ini supaya orang yang telah

melakukan tindak pidana dapat kembali memperoleh hak-haknya sebagai

warga negara, karena syafa’at diberikan supaya kembali untuk berbuat

kebaikan. Pengampunan dalam Islam terhadap pelaku tindak pidana

tergantung kepada kemaslahatan umat dan sanksi hukuman yang diterima

berupa Hudud, Qishas, Diyat, dan Takzir. Salah satunya jarimah takzir yaitu

hukuman yang disyariatkan atas tindakan kejahatan yang tidak ada ketentuan

hudud atau kifaratnya.22

Takzir berarti memberi pengajaran atau jera dan

hukuman diberikan oleh pemimpin sebagai pelajaran bagi pelaku.

Dalam jarimah takzir, pemimimpin mempunyai hak untuk mengampuni

tindakan kejahatan dan memberikan hukuman. Pengampunan dalam jarimah

takzir Abdul Qadir Audah menerangkan, telah disepakati oleh fuqaha bahwa

penguasa memiliki hak pengampunan yang telah disepakati oleh fuqaha

bahwa penguasa memiliki hak pengampunan yang sempurna pada semua

21

Niklas Bantika / D101 09 124, Pemberian Grasi Oleh Presiden Republic Indonesia

Berdasarkan UUD 1945 h. 9 22

Mawardi Noor, Garis-Garis Besar Syariat Islam, (Jakarta: Khairul Bayan Sumber

Pemikiran Islam, 2002), h. 30.

Page 65: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

57

tindak jarimah takzir. Karena itu, penguasa boleh mengampuni suatu tindak

pidana takzir dan hukumannya, baik sebagian maupun keseluruhannya.

Karena tindak pidana langsung berhubungan dengan masyarakat,

pengampunan yang diberikan sangat membantu pelaku untuk meringankan

hukuman. Seorang hakim mempunyai kekuasaan pada tindak pidana takzir

dalam mempertimbangkan keadaan yang meringankan serta peringanan

hukuman.23

Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh penulis di atas.

Pertimbangan pemberian grasi bagi pelaku tindak pidana pembunuhan

berencana menurut UndangUndang Nomor 5 Tahun 2010 tentang grasi,

mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Faktor Keadilan.

2. Faktor Kemanusiaan

Jika di tinjau dalam hukum Islam pertimbangan Presiden dalam grasi bagi

pelaku tindak pidana pembunuhan berencana merupakan hal yang dibenarkan

prinsip keadilan merupakan hal yang harus ditegakkan, dan tentunya lebih

ditekankan kepada para pemimpin dan penguasa yang senantiasa melayani

kepentingan masyarakat. Dalam hal ini, ajaran Islam memerintahkan kepada

pemeluknya agar menegakkan dan menjalankan keadilan.24

Pada penjelasan bab sebelumnya, grasi merupakan pengampunan berupa

perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelakasanaan pidana

kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Menurut Jimly Asshiddiqe,

grasi merupakan kewenangan presiden yang bersifat judisial dalam rangka

pemulihan keadilan yang terkait dengan putusan pengadilan yaitu untuk

mengurangi hukuman, memberikan pengampunan ataupun menghapuskan

hukuman yang terkait dengan kewenangan peradilan.25

Menurut Rudy T

Erwin, JCT Simorangkir, dan JT Prasetyo, dalam kamus hukum bahwa grasi

23

Muhammad Ahsin Sakho, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, h. 101

24 Husin Wattimena, Pemberian Dan Pencabutan Grasi Perspektif Hukum Islam. Hlm. 60 25 Jimly Ashiddieqe, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi R.I., 2006), h. 175-176

Page 66: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

58

adalah wewenang dari kepala negara untuk memberikan pengampunan

terhadap hukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim untuk menghapuskan

seluruhnya, sebagian atau merubah bentuk dan sifat hukuman itu.26

Grasi diberikan dengan syarat formil sebagaimana diatur dalam pasal 2

UU No.5 Tahun 2010 tentang Grasi bahwa ditujukan keapda terpidana yang

memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap yang kenakan sanksi pidana mati,

pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling rendah 2 (dua) tahun.

Selain itu permohonan grasi diajukan oleh kuasa hukum, terpidana, atau

keluarga terpidana kepada Presiden. Permohonan grasi dapat diajukan Cuma 1

(satu) kali saja sesuai pasal 2 ayat 3.

Sebelum berkas permohonan grasi sampai kepada Presiden, dalam jangka

waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari permohonan grasi setelah diterima

pengadilan yang memutuskan perkara pada tingkat pertama.27

Kemudian

dikirimkan kepada Mahkamah Agung agar dilakukan pertimbangan hakim

Mahkamah Agung. Setelah mendapat pertimbangan Mahkamah Agung,

Presiden dapat memberikan keputusan bahwa permohonan grasi dapat

menolak atau memberikan grasi tersebut. Jangka waktu pemberian atau

penolakan ditentukan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya

pertimbangan Mahkamah Agung.28

Setelah permohonan kasasi ditolak sesuai putusan Mahkamah agung

Nomor 1429/k/Pid/2010. Antasari Azhar mengajukan peninjauan kembali

(PK) dan permohonan peninjauan kembali tersebut ditolak sesuai dengan

Putusan No. 117 PK/PID/2011 pada rapat permusyawaratan Mahkamah

Agung hari Senin, 13 Februari 2012 diketuai oleh hakim DR. harifin A.

Tumpa, SH.MH.

Kemudian Antasari Azhar mengajukan permohonan grasi pada tanggal 1

Mei 2015 kepada Presiden dan langsung ditolak permohonan grasi tersebut

26

JCT Simorangkir, Rudy T Erwin dan JT Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Bumi

Aksara. 1995), h. 58

27 Pasal 9 UU No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi 28

Pasal 11 UU No. 22 Tahun 2002 Tentang Grasi

Page 67: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

59

melalui Keputusan Presiden Nomor 27/G Tahun 2015 tanggal 27 Juli 2015.

Penolakan grasi tersebut karena pemohon grasi tidak memenuhi syarat formil

yang diatur dalam pasal 7 ayat 2 UU Nomor 5 tahun 2010 tentang grasi yang

berbunyi : Permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan

paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh

kekuatan hukum tetap. Sedangkan permohonan grasi tersebut diajukan setelah

empat tahun sejak putusasn berkekuatan hukum tetap.

Kemudian keluar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-

XIII/2015 pada 15 Juni 2015 yang menyatakan tidak berlaku dan tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat pada pasal 7 ayat 2 UU Nomor 5

Tahun 2010 tentang grasi, sehingga pemohon dapat mengajukan permohonan

grasi dengan berbagai pertimbangan. Kemudian Antasari Azhar mengajukan

grasi kembali 8 Agustus 2016 dan permohonan grasi tersebut disetujui oleh

Presiden Jokowi Keputusan Presiden Nomor 1/G/2017 dengan pertimbangan

Mahkamah Agung yang menyetujui grasi tersebut.

Mahkamah Agung berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk

mengabulkan permohonan terpidana dengan pertimbangan diantaranya bahwa

pemohon pernah mengajukan permohonan grasi kepada Presiden dan ditolak.

Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, alasan pemberian grasi itu semata karena

pertimbangan kemanusiaan.30

Hasil keputusan Presiden bahwa hasil

pengurangan jumlah pidana selama 6 tahun sehingga hukuman pidana penjara

yang diajtuhkan kepada terpidana dari pidana penjara 18 tahun menjadi pidana

penjara selama 12 tahun.

Berdasarkan pasal 2 ayat 3 UU Nomor 5 Tahun 2010 perubahan atas UU

nomor 22 tahun 2002 tentang grasi yaitu permohonan grasi sebagaimana

dimaksud pada ayat 1 hanya dapat diajukan 1 (satu) kali sesuai dengan asas

(lex scripta, lex certa, lex stricta) grasi hanya dapat diajukan 1 kali saja.31

30

https://pinterpolitik.com/menakar-grasi-antasari diakses pukul 12.30 wib tanggal 20

November 2020.

31 Pemberian Grasi Oleh Presiden bagi Terpidana Antasari Azhar, Mimbar Yustitia Vol.

1 No. 1 Juni 2017 h.3.

Page 68: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

60

Sedangkan Antasari Azhar sudah dua kali mengajukan permohonan grasi,

yang pertama ditolak dan yang kedua dikabulkan. Asas Lex Superior Derogat

Legi Inferiori bermakna Undang-Undang yang lebih tinggi meniadakan

keberlakuan Undang-Undang yang lebih rendah. Keputusan tersebut sangat

bertentangan dengan aturan positif pasal 2 ayat 3 UU Nomor 5 tahun 2010

perubahan UU Nomor 22 tahun 2002 Tentang Grasi. Sehingga terdapat cacat

yuridis dan tidak memenuhi asas kepastian hukum dalam Keputusan Presiden

Nomor 1/G/2017.

Analisis Penulis

Bahwa analisis penulis grasi yang diberikan oleh Presiden Jokowi kepada

Antasari Azhar berdasarkan keputusan Presiden Nomor 1/G//2017 sangat

bertentangan dengan pasal 2 ayat 3 UU Nomor 5 tahun 2010 perubahan UU

Nomor 22 tahun 2002 Tentang Grasi. Sehingga secara hukum cacat yuridis

dan tidak memenuhi asas kepastian hukum dalam Keputusan Presiden Nomor

1/G/2017. Karena grasi merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana

diatur dalam pasal 14 UUD 1945, yang berbunyi, Presiden memberi grasi,

rehabilitasi, amnesti, dan abolisi. Grasi bersifat pengampunan berupa

pengurangan pidana atau pengahapusan pelaksanaan pidana yang telah

diputuskan dan berkekuatan hukum tetap. Namun, meskipun grasi merupakan

hak prerogatif Presiden, ada mahkamah agung yang juga perlu memberikan

nasihat hukum kepada Presiden selaku kepala negara dalam rangka pemberian

atau penolakan grasi. Dalam jarimah takzir, pemimimpin mempunyai hak

untuk mengampuni tindakan kejahatan dan memberikan hukuman.

Dalam hukum Islam Pengampunan dalam jarimah takzir Abdul Qadir

Audah menerangkan, telah disepakati oleh fuqaha bahwa penguasa memiliki

hak pengampunan yang telah disepakati oleh fuqaha bahwa penguasa

memiliki hak pengampunan yang sempurna pada semua tindak jarimah takzir.

Karena itu, penguasa boleh mengampuni suatu tindak pidana takzir dan

hukumannya, baik sebagian maupun keseluruhannya. supaya orang yang telah

melakukan tindak pidana dapat kembali memperoleh hak-haknya sebagai

Page 69: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

61

warga negara, karena syafa’at diberikan supaya kembali untuk berbuat

kebaikan. Pengampunan dalam Islam terhadap pelaku tindak pidana

tergantung kepada kemaslahatan umat dan sanksi hukuman yang diterima

berupa Hudud, Qishas, Diyat, dan Takzir. Salah satunya jarimah takzir yaitu

hukuman yang disyariatkan atas tindakan kejahatan yang tidak ada ketentuan

hudud atau kifaratnya. Takzir berarti memberi pengajaran atau jera dan

hukuman diberikan oleh pemimpin sebagai pelajaran bagi pelaku.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 sebagaimana yang telah

berubah menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang grasi, bahwa

grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau

pengahapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh

Presiden. Kemudian jenis yang berikan grasi kepada terpidana mati, tepidana

penjara seumur hidup, dan pidana penjara minimal 2 tahun. Sebagaimana yang

dikatakan Jimly Asshiddiqe, bahwa grasi merupakan kewenangan Presiden

yang bersifat judisial dalam rangka pemulihan keadilan yang terkait dengan

putusan pengadilan yaitu mengurangi hukuman, memberikan pengampunan,

ataupun mengahapuskan tuntutan yang terkait erat dengan kewenangan

peradilan.

Adapun keputusan Presiden Nomor 1/G//2017 yang mempunyai hak

prerogatif ketika mengabulkan permohonan grasi terhadap Antasari Azhar.

Keputusan tersebut sangat bertentangan dengan aturan positif pasal 2 ayat 3

UU Nomor 5 tahun 2010 perubahan UU Nomor 22 tahun 2002 Tentang Grasi

yang secara formil tidak sah karena melebihi permohonan grasi, yang

permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali. Sehingga terdapat cacat

yuridis dan tidak memenuhi asas kepastian hukum dalam Keputusan Presiden

Nomor 1/G/2017.

Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori bermakna Undang-Undang

yang lebih tinggi meniadakan keberlakuan Undang-Undang yang lebih

rendah. Keputusan Presiden No 1/G tahun 2017 sangat bertentangan dengan

aturan positif pasal 2 ayat 3 UU Nomor 5 tahun 2010 perubahan UU Nomor

Page 70: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

62

22 tahun 2002 Tentang Grasi. Sehingga terdapat cacat yuridis dan tidak

memenuhi asas kepastian hukum dalam Keputusan Presiden Nomor 1/G/2017.

Page 71: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

63

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dalam skripsi ini, maka penulis dapat

menyimpulkan, bahwa:

1. Dalam hukum Islam grasi disebut al-syafa’at yang memberi pengampunan

berdasarkan Al-Quran Surat An-Nisa ayat 85. Pengampunan dalam Islam

terhadap pelaku tindak pidana tergantung kepada kemaslahatan umat dan

sanksi hukuman yang diterima berupa Hudud, Qishas, Diyat, dan Takzir.

Salah satunya jarimah takzir yaitu hukuman yang disyariatkan atas

tindakan kejahatan yang tidak ada ketentuan hudud atau kifaratnya. Takzir

berarti memberi pengajaran atau jera dan hukuman diberikan oleh

pemimpin sebagai pelajaran bagi pelaku. Dalam jarimah takzir, pemimpin

mempunyai hak untuk mengampuni tindakan kejahatan dan memberikan

hukuman. Grasi dalam hukum positif sudah diatur dalamUU nomor 22

Tahun 2002 yang diperbaharui UU nomor 5 Tahun 2010 yaitu

pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau

penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan

Presiden.

2. Keabsahan grasi yang diberikan oleh Presiden Jokowi kepada Antasari

Azhar berdasarkan keputusan Presiden Nomor 1/G//2017 sangat

bertentangan dengan pasal 2 ayat 3 UU Nomor 5 tahun 2010 perubahan

UU Nomor 22 tahun 2002 Tentang Grasi. Sehingga secara hukum cacat

yuridis dan tidak memenuhi asas kepastian hukum dalam Keputusan

Presiden Nomor 1/G/2017. Dalam hukum Islam boleh dalam memberikan

grasi karena penguasa memiliki hak pengampunan yang telah disepakati

oleh fuqaha bahwa penguasa memiliki hak pengampunan yang sempurna

pada semua tindak jarimah takzir. Karena itu, penguasa boleh

mengampuni suatu tindak pidana takzir dan hukumannya, baik sebagian

maupun keseluruhannya.

Page 72: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

64

B. Saran

Sebagai tindak lanjut penulisan skripsi ini maka perlu kiranya disarankan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Kepada Presiden RI disarankan dalam pemberian grasi sebaiknya lebih

mempertimbangkan aspek kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan

sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

2. Kepada Penegak hukum khususnya Hakim pengadilan negeri dalam

menegakan hukum harus menjunjung tinggi nilai keadilan demi

terwujudnya ketertiban, kedamaian, dan keadilan bagi seluruh rakyat

indonesia.

Page 73: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

65

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim

A Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih; Kaidah-Kaidah Hukum Islam dama

Menyelesaikan Masalah Praktis, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

2006.

Ahmadi, Fahmi Muhammad, dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum,

(Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Ali bin Umar al-Daruqutni, Sunan al-Daruqutni ‚fi Kitab al-Hudud wa al-Diyat

wa Ghayrihi, Beirut: Dar Ibn Hazm, 2011.

Ashiddieqe, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme (Jakarta: Sekjen dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi R.I., 2006.

Audah, Abdul Qadir al-Tasyri al- Jina al- Islamy Muqaranan bil Qanun al-

Wad’iy, Penerjemah Tim Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III,

(Bogor; P.T. Kharisma Ilmu, t.th.

Bassar, M. Sudrajat, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP Bandung:

Remaja Karya. 1986.

Chalil, Munawar, Kelengkapan tarikh Nabi Muhammad SAW, Jakarta : Bulan

Bintang, 1997.

Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana bag III. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada. 2002.

Departemen Agama Republik Indonesia, Terjemah dan Tafsir Al-Qur’an, Jakarta:

Syaamil Cipta Media. 1984.

Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Harahap,

Krisna, Konstitusi Republik Indonesia Sejak Proklamasi Hingga Reformasi.

Bandung: PT. Grafitri Budi Utami, 2004.

E. Utrecht, Rangkaian Sari Hukum Kuliah Hukum Pidana II, Surabaya: Pustaka

Tinta Mas.1987.

Hadikusuma, Hilman, Bahasa Hukum Indonesia Bandung: Alumni, 1992.

Hamka, Tafsir al-Azhar Juz V, Jakarta: PT, Pustaka Panjimas, Cet. IV, 2004.

Hamzah, Andi, KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta. 2004.

Page 74: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

66

Indra, Muhammad Ridhwan dan Satya Arinanto, Kekuasaan Presiden dalam

UUD 1945 Jakarta: CV Trisula, 1998.

Irfan, M. Nurul, Hukum Pidana Islam, Jakarta:Amzah, 2016.

Ishaq dan Efendi , Pengantar Hukum Indonesia Cet. IV; Depok : Rajawali Pers.

2017.

Kobar, Hari, Hukum dan Ketahanan Nasional, Jakarta: Sinar harapan. 1992

Margono, Asas Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian Hukum dalam Putusan

Hakim, Jakarta:Sinar Grafika, 2012.

Marpaung, Leden, Asas, Teori, Praktek Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika.

2006.

Masriyani, Volume VI Nomor 1, Kewenangan Presiden Dalam Bidang

Kehakiman Setelah Amandemen UUD 1945. Legalitas, Juni 2014.

MD, Moh. Mahfud, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi. Jakarta:

Pustaka LP3ES, 2006.

Mimbar Yustitia Vol. 1 No. 1, Pemberian Grasi Oleh Presiden bagi Terpidana

Antasari Azhar) Juni 2017.

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap

Surabaya:Pustaka Progressif. 1997.

Noor Mawardi, Garis-Garis Besar Syariat Islam, Jakarta: Khairul Bayan Sumber

Pemikiran Islam. 2002.

Razy, al Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyya, Mujmal al-Lughat,

Beirut: Dar al- Fikr, 1414 H/ 1994 M.

Recidive Vol 3 No. Mei-Agustus 2014 Kajian Yuridis Tindak Pidana

Pembunuhan.

Salim, Peter dan Yenni Salim, Kamus Besar Indonesia Kontemporer Edisi 1

(Jakarta: Modern English Press.1991.

Shihab, Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.

2, Jakarta: Lentera Hati, Cet. I, 2002.

Simorangki, JCT, Rudy T Erwin dan JT Prasetyo, Kamus Hukum, Jakarta: Bumi

Aksara. 1995.

Page 75: TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GRASI ANTASARI AZHAR …

67

Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: Rineka Cipta), 2006.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Grafindo Prasada,

1997.

Syarif, Ibnu Mujar, Fikih Siyasah Doktrin Dan Pemikiran Politik Hukum Islam,

Jakarta:Erlangga. 2009.

Wirjono Prodjodikiro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia Bandung: PT

Eresco, 1981.

--------- Hukum Acara Pidana di Indonesia. Bandung: Sumur Bandung, 1983.

Zahrah, Muhammad Abu, al-Jarimah wa al-Uqubah fi al-Fiqh al-Islam, Beirut:

Daar al-Fikr al- Arabi, 1998.

Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Dasar 1945.

UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

UU Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Grasi.

Web

https://pinterpolitik.com/menakar-grasi-antasari, diakses pada 20 November 2020

https://tirto.id/istana-beberkan-dokumen-grasi-antasari-azhar-dari-ma-cjax,

diakses pada tanggal 20 November 2020