Upload
hathu
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TINJAUAN SUSUT REPAIR MORTAR DENGAN BAHAN TAMBAH POLYMER
(Observation of Shrink age Repair Mortar Con taining Polymer)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Ole h :
RIKA RINAYANTI PRAHESTININGRUM NIM. I 0106119
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
TINJAUAN SUSUT REPAIR MORTAR DENGAN BAHAN
TAMBAH POLYMER
(Observation of Shrink age Repair Mortar Con taining Polymer)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
RIKA RINAYANTI PRAHESTININGRUM NIM. I 0106119
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan:
Dosen Pembimbing I
S A Kristiawan, ST, MSc, Ph.D NIP. 19690501.199512.1.001
Dosen Pembimbing II
Ir. Sunarmasto, MT NIP. 19560717.198703.1.003
iii
HALAMAN PENGESAHAN
TINJAUAN SUSUT REPAIR MORTAR DENGAN BAHAN
TAMBAH POLYMER
(Observation of Shrink age Repair Mortar Con taining Polymer)
SKRIPSI
Disusun Oleh :
RIKA RINAYANTI PRAHESTININGRUM NIM. I 0106119
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari : Se lasa, 29 Juni 2010
1. S A Kristiawan, ST, MSc, Ph.D _____ _______ __ __ __
NIP. 19690501 199512 1 001
2. Ir. Sunarmasto, MT _____ _______ __ __ __ NIP . 19560717 198703 1 003
3. Achmad Basuki, ST, MT _____ _______ __ __ __ NIP . 19710901 199702 1 001
4. Edy Purwanto, ST, MT _____ _______ __ __ __ NIP . 19680912 199702 1 001
Mengetahui, Disahkan, a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Bambang Santosa, MT NIP. 19561112 198403 2 007 NIP. 19590823 198601 1 001
iv
MOTTO
Orang yang mendaki tangga, harus mulai dengan langkah pertama
( Walter Scott )
Tolak ukur keberhasilan adalah suatu perubahan
( penyusun )
PERSEMBAHAN
ALLAH SWT
Ayahanda dan ibunda tercinta atas do’a, petuah dan kasih sayang
yang kalian berikan selama ini
Adik2ku tersayang dan seluruh keluargaku
My Lovely Agung Budiyanto, atas support, kesabaran dan
pengertiannya selama ini
Teman-teman skripsi: “kelompok bahagia dunia akhirat”
Saptadhi, Wira, Hasan, Samuri, Prima, Ratna, Metty, Panjul, Joni
Teman-teman satu angkatan: Trisno, Ridho, Setyo, Pamuko,
Anshori, Rizky, Winny, Jupri, Yuni, Winda, Aryu dan temen-temen
yang lain yang tidak saya sebutkan
Special thanks to
PAK IWAN & PAK MASTO sebagai dosen pembimbing
PAK ACHMAD BASUKI & PAK EDY sebagai dosen penguji
Almamater, Universitas Sebelas Maret Surakarta
v
ABSTRAK RIKA RINAYANTI PRAHESTININGRUM, 2010. TINJAUAN SUSUT REPAIR MORTAR DENGAN BAHAN TAMB AH POLYMER. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penggunaan polymer sebagai bahan tambah pada repair mortar diharapkan dapat menjadi bahan tambah yang berfungsi sebagai bahan pengikat butiran agregat dengan semen, sehingga campuran lebih liat, tidak getas dan lebih elastis sehingga dapat mengimbangi susut (shrinkage) yang terjadi pada repair material yang dapat mengakibatkan terlepasnya ikatan repair material dengan bagian yang diperbaiki (delaminasi). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh proporsi campuran polymer terhadap besarnya susut (shrink age) pada repair mortar bila dibandingkan dengan mortar tanpa polymer dan produk repair mortar Emacco Nanocrete, nilai prediksi shrink age jangka panjang yang dievaluasi menggunakan rumus ACI 209R-92, serta memodifikasi rumus ACI 209R-92 hingga menghasilkan nilai error prediksi shrinkage jangka panjang yang tidak melebihi batas kewajaran (30%). Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan mengadakan suatu percobaan di laboratorium secara langsung. Variasi kadar polymer yang digunakan adalah 0%, 2%, 4%, dan 6% dari berat semen, dan dari percobaan akan diperoleh data atau hasil yang menghubungkan variabel-variabel yang diamati. Dalam percobaan ini akan dicatat perubahan panjang sampel sehingga didapat nilai shrink age. Dengan nilai shrink ag e tersebut dapat dicari nilai prediksi shrinkage jangka panjang menggunakan rumus ACI 209R-92. Untuk mengetahui besarnya nilai penyimpangan atau tingkat kesalahan penggunaan rumus ACI 209R-92 perlu dilakukan evaluasi ataupun modivikasi rumus tersebut sehingga didapatkan nilai shrinkage ultimit dengan nilai error yang wajar.
Dari hasil analisis diketahui bahwa setelah mortar polymer mencapai umur pengeringan lebih dari 30 hari, mortar polymer 2% berpengaruh dalam menurunkan nilai susut bila dibandingkan dengan mortar po lymer 0%, sedangkan yang berpengaruh dalam menurunkan susut bila dibandingkan dengan mortar Emaco Nanocrete adalah mortar po lymer 2% dan 4%. Nilai susut tergantung dari kadar polymer yang digunakan, dimana semakin tinggi kadar po lymer yang digunakan maka semakin besar nilai susut yang terjadi. Prediksi shrinkage jangka panjang dengan metode ACI 209R-92 tidak dapat diaplikasikan pada benda uji karena menghasilkan nilai error yang terlalu besar dan melebihi batas kewajaran (30%). Dapat diketahui pula modifikasi rumus ACI 209R-92 yaitu dengan mengganti perkiraan waktu paruh tercapainya ultimate shrink ag e menghasilkan bahwa pada benda uji berbahan tambah polymer memiliki nilai error op timum pada 5 hari, sedangkan pada benda uji non polymer mempunyai nilai error op timum pada 14 hari. Kata kunci: po lymer, prediksi, repair mortar, shrink age.
vi
ABSTRACT Rika Rinayanti Prahe stiningrum, 2010. OBSERVATION OF SHRINKAGE REPAIR MORTAR CONTAINING POLYMER. Thesis of Civil Engineering Department of Engineering Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. The use of polymer as supplement material in repair mortar is expected to be supplement material functioning as the aggregate grain adhesive with cement, so that the mixture is more tough, not brittle and more elastic so that can compensate the shrinkage occurring in the repair material that can result in the detachment of repair material binding and the delaminated part. The objective of research is to find out the effect of polymer mixture proportion on the shrinkage size in repair mortar compared with the mortar without polymer and repair mortar product Emacco Nanocrete, the prediction value of long term shrinkage is evaluated using ACI 209R-92, as well as modifying the ACI 209R-92 formula so that the error value of long term shrinkage prediction not exceeding the fairness limit (30%) is obtained. The method employed in this study was direct experiment in laboratory. The variations of polymer level used were 0%, 2%, 4%, and 6% of cement weight, and from the experiment the data or result was obtained connecting the variables observed. In this experiment, the sample length change will be recorded so that the shrinkage value will be obtained. With such shrinkage value, the long term shrinkage prediction value can be estimated using ACI 209R-92. In order to find out the deviation value or standard error of the use ACI 209R-92 formula, an evaluation or formula modification needs to be done so that the ultimate shrinkage value is obtained with the fair error value. From the result of analysis, it can be found that polymer mortar reaches the drying time length more than 30 days, polymer mortar 2% affects the declining shrinkage value compared with the polymer mortar 0%, meanwhile the one affecting the declining shrinkage compared with Emaco Nanocrete is mortar polymer 2% and 4%. The shrinkage value depends on the polymer level used, in which the higher the polymer level used, the higher is the shrinkage value occurring. The long term shrinkage prediction with ACI 209R-92 cannot be applied in the tested object because it results in too high error value and exceeding the fairness limit (30%). It can also be found that the modification of ACI 209R-92, that is, by replacing the half time estimation of ultimate shrinkage achievement shows that in the tested object with polymer supplement material has optimum error value of 5 days, while the non polymer tested object has optimum error value of 14 days. Keywords: polymer, prediction, repair mortar, shrinkage.
vii
PENGANTAR
Puji Syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi
ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar
kesarjanaan S-1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Penyusun mengambil judul skripsi “Tinjauan Susut Repair Mortar dengan
Bahan Tambah Polymer”.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka
banyak kendala yang sulit untuk penyusun pecahkan hingga terselesaikannya
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta Staf.
2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
beserta Staf.
3. Bapak S A Kristiawan, ST, MSc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I.
4. Bapak Ir. Sunarmasto, MT selaku Dosen Pembimbing II.
5. Tim Dosen Penguji Pendadaran.
6. Bapak Agus Setiya Budi, ST, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Staf pengelola/laboran Laboratorium Bahan Bangunan dan Struktur Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
8. Teman-teman angkatan 2006, kakak-kakak senior dan semua pihak yang telah
membantu penyusun dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penyusun
sebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena itu saran dan
kritik yang membangun akan penyusun terima dengan senang hati demi kesempurnaan
penelitian selanjutnya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya.
Surakarta, Juni 2010
Penyusun
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vii
DAFTAR ISI.........................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ....................................................................xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3. Batasan Masalah .......................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
BAB 2 LANDASAN TEORI ................................................................................. 5
2.1. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 5
2.2. Beton ............................................................................................................ 6
2.2.1. Kerusakan Beton .......................................................................................... 6
2.2.2. Metode Perbaikan Beton .............................................................................. 8
2.2.3. Metode Patch Repair ................................................................................. 11
2.3. Mortar ........................................................................................................ 13
2.3.1. Material Penyusun Mortar ......................................................................... 13
2.4. Polymer............. ......................................................................................... 16
ix
2.5. Susut (Sh rinkage) ....................................................................................... 17
2.5.1. Definisi Susut (Shrinkage) ......................................................................... 17
2.5.2. Macam-Macam Susut (Shrinkage)............................................................. 18
2.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi S usut (Shrinkage) ............................. 20
2.5.4. Efek Susut (Sh rinkage) .............................................................................. 22
2.5.5. Prediksi Shrinkage Jangka Panjang ........................................................... 22
BAB 3 METODE PENELITIAN........................................................................ 25
3.1. Umum......................................................................................................... 25
3.2. Tahap dan P rosedur Peneletian .................................................................. 25
3.3. Benda Uji ................................................................................................... 29
3.3.1. Alat yang D igunakan ................................................................................. 29
3.3.2. Bahan yang Digunakan .............................................................................. 30
3.3.3. Pembuatan Benda Uji ................................................................................ 31
3.4. Prosedur Pengujian Susut (Shrinkage)....................................................... 34
BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ............................................. 35
4.1. Hasil P engujian Susut (Shrinkage) ............................................................ 35
4.2. Perhitungan Prediksi Susut (Shrinkage) .................................................... 38
4.3. Perhitungan Nilai Error Prediksi ............................................................... 40
4.4. Perhitungan Nilai Error Optimum dengan Memodifikasi Perkiraan Waktu
Paruh Ultimate Shrinkage .......................................................................... 42
4.5. Pembahasan ............................................................................................... 55
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 57
5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 57
5.2. Saran........................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Hubungan Susut (shrinkage) dengan waktu...................................... 23
Gambar 3.1. Diagram Prosedur dan Tahapan Penelitian ....................................... 28
Gambar 3.2. Sketsa Benda Uji untuk Pengujian Susut .......................................... 31
Gambar 4.1. Grafik Hubungan S usut dengan Umur Mortar .................................. 35
Gambar 4.2. Grafik Rasio Shrinkage Mortar 0% dengan Mortar Polymer ........... 37
Gambar 4.3. Grafik Rasio Shrinkage Mortar Emaco Nanocrete dengan Mortar
Polymer ............................................................................................. 37
Gambar 4.4. Grafik Prediksi Susut Mortar Dengan Metode ACI 209R-92
Dengan Data Jangka Pendek 28 Hari ................................................ 39
Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Sh rink age MS Hasil Prediksi dengan Hasil
Observasi............................................................................. 40
Gambar 4.6. Grafik hubungan nilai error MS dengan modifikasi waktu paruh
ultimate shrinkage. ............................................................................ 46
Gambar 4.7.Grafik hubungan nilai error MP-0% dengan modifikasi waktu
paruh ultimate shrinkage. .................................................................. 47
Gambar 4.8. Grafik hubungan nilai error MP-2% dengan modifikasi waktu
paruh ultimate shrinkage. .................................................................. 48
Gambar 4.9. Grafik hubungan nilai error MP-4% dengan modifikasi waktu
paruh ultimate shrinkage. .................................................................. 49
Gambar 4.10. Grafik hubungan nilai error MP-6% dengan modifikasi waktu
paruh ultimate shrinkage. .................................................................. 50
Gambar 4.11. Grafik hubungan nilai error EM dengan modifikasi waktu paruh
ultimate shrinkage. ............................................................................ 51
Gambar 4.12.Grafik Hubungan nilai error benda uji berbahan polymer dengan
variasi umur data shrink age yang digunakan untuk memprediksi
shrinkage pada modifikasi waktu paruh ultimate shrinkage 5 hari .. 52
Gambar 4.13.Grafik Hubungan nilai error benda uji no n polymer dengan
variasi umur data shrink age yang digunakan untuk memprediksi
shrink ag e pada modifikasi waktu paruh ultimate shrink ag e 14
hari. .................................................................................................... 53
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Cara P erhitungan Nilai Shrinkage..................................................... 23
Tabel 3.1. Proporsi Campuran Benda Uji .......................................................... 33
Tabel 4.1. Nilai Susut Ultimit Metode ACI 209R–92 ....................................... 39
Tabel 4.2. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrinkage dengan metode ACI 209R–92 ........ 41
Tabel 4.3. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrinkage dengan modifikasi perkiraan
waktu paruh ultimate shrinkage 1 hari.............................................. 43
Tabel 4.4. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrinkage dengan modifikasi perkiraan
waktu paruh ultimate shrinkage 3 hari.............................................. 43
Tabel 4.5. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrinkage dengan modifikasi perkiraan
waktu paruh ultimate shrinkage 5 hari.............................................. 43
Tabel 4.6. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrinkage dengan modifikasi perkiraan
waktu paruh ultimate shrinkage 7 hari.............................................. 44
Tabel 4.7. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrinkage dengan modifikasi perkiraan
waktu paruh ultimate shrinkage 10 hari............................................ 44
Tabel 4.8. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrinkage dengan modifikasi perkiraan
waktu paruh ultimate shrinkage 14 hari............................................ 44
Tabel 4.9. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrinkage dengan modifikasi perkiraan
waktu paruh ultimate shrinkage 21 hari............................................ 45
xii
Tabel 4.10. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrink age pada
perhitungan prediksi shrinkage dengan modifikasi perkiraan
waktu paruh ultimate shrinkage 28 hari............................................ 45
Tabel 4.11. Nilai error MS dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrinkage. .......................................................................................... 46
Tabel 4.12. Nilai error MP-0% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrinkage. .......................................................................................... 47
Tabel 4.13. Nilai error MP-2% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrinkage. .......................................................................................... 48
Tabel 4.14. Nilai error MP-4% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrinkage. .......................................................................................... 49
Tabel 4.15. Nilai error MP-6% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrinkage. .......................................................................................... 50
Tabel 4.16. Nilai error EM dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrinkage. ......................................................................................... .51
Tabel 4.17. Hubungan nilai error benda uji berbahan tambah polymer dengan
variasi umur data shrink age yang digunakan untuk memprediksi
shrinkage pada modifikasi waktu paruh ultimate shrinkage 5 hari .. 52
Tabel 4.18. Hubungan nilai error benda uji non polymer dengan variasi umur
data shrinkage yang digunakan untuk memprediksi shrinkage
pada modifikasi waktu paruh ultimate shrinkage 14 hari ................. 53
Tabel 4.19. Nilai ultimate shrink age benda uji non polymer dengan
modifikasi waktu paruh tercapainya ultimate shrink ag e 14 hari
dengan data jangka pendek 28 hari ................................................... 54
Tabel 4.20. Nilai ultimate shrinkage benda uji polymer dengan modifikasi
waktu paruh tercapainya ultimate shrinkage 5 hari dengan data
jangka pendek 28 hari ....................................................................... 54
xiii
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL
εsh = Nilai susut (microstra in )
εSh(t) = Nilai susut saat umur t diukur saat t0 (microstra in )
εSh(u) = Nilai Ultima te shrink a ge (microstra in )
= Perubahan panjang setelah t waktu (mm).
= Panjang mula-mula (mm).
(t-t0) = Waktu Pengeringan
M = Nilai error prediksi
ε’sh(t) = Shrinkage prediksi umur t (microstrain)
= Nilai rata-rata Shrinkage observasi (microstrain)
n = Jumlah nilai Shrinkage
TUSh = Modifikas i waktu paruh ultimate sh rink age
G0 = Berat pasir sebelum dicuci (gr)
G1 = Berat pasir setelah dicuci (gr)
D = Pasir kondisi SSD (gr)
A = Pasir kering oven (gr)
B = Berat volumetric + Air (gr)
C = Berat volumetric + Pasir + Air (gr)
d = Diameter (cm)
t = Panjang (cm)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beton merupakan bahan struktur yang sering digunakan dalam sebuah konstruksi.
Hal ini disebabkan beton mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
bahan-bahan lain. Dari segi ekonomis harga beton relatif murah dikarenakan
material dasar beton dari bahan-bahan lokal. Selain itu beton memiliki kuat desak
yang tinggi, kemampuanya untuk dicetak menjadi bentuk yang sangat beragam,
serta ketahanannya yang baik terhadap cuaca dan lingkungan sekitar. Namun
kelemahan dari beton itu sendiri antara lain mempunyai kuat tarik yang sangat
rendah sehingga mudah retak apabila menerima beban tarik yang cukup besar,
terjadinya deformasi yang dapat berupa rangkak (creep) dan susut (shrink ag e).
Suatu konstruksi bangunan sering terjadi kegagalan-kegagalan akibat kerusakan
yang terjadi pada struktur baik pada tahap pelaksanaan maupun setelah selesai
dikerjakan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya perencanaan
yang kurang tepat, pengaruh mekanis, pengaruh kimia serta pengalaman pekerja.
Kerusakan-kerusakan yang timbul diantaranya terjadi retak-retak, delaminasi,
spalling (terlepasnya bagian beton atau rontok), scalling (pengelupasan), void
(berlubang). Oleh karena itu perlu adanya metode yang tepat dalam memperbaiki
beton yang telah rusak agar beton dapat berfungsi kembali seperti sebelum
mengalami kerusakan.
Perbaikan atau retrofit adalah salah satu usaha untuk mengembalikan kemampuan
dan penampilan suatu bangunan yang telah rusak ke kondisi normal atau
mendekati normal, sehingga bangunan tersebut akan mampu mendukung beban
yang bekerja sesuai rencana awal dengan tingkat keamanan dan kenyamanan yang
2
diharapkan. Perbaikan beton dapat dilakukan dengan cara penambalan ( pa tch
repair ). Untuk itu diperlukan repair material yang sesuai dan mampu
memperbaiki beton yang rusak ke kondisi normal atau mendekati normal.
Mortar merupakan bahan dasar dari repair material yang terbuat dari campuran
agregat halus dan semen yang bereaksi dengan air sebagai pengikat. Sebagai
bahan yang terbuat dari cement based (pengikat), mortar mempunyai sifat
mengembang dan menyusut. Penyusutan yang terjadi pada mortar harus
diperhitungkan karena dapat menyebabkan retak. Susut itu sendiri dipengaruhi
oleh berbagai faktor diantaranya faktor air semen, kualitas material, jenis semen,
kondisi kelembapan disekitar, dan proses perawatan (curing).
Mortar diharapkan harus memenuhi syarat-syarat agar dapat digunakan sebagai
repair material yaitu diantaranya mampu menyatu atau melekat erat dengan beton
yang akan di patch repair, dapat menyesuaikan bentuk beton yang akan di pa tch
repair , tidak mengurangi kekuatan beton setelah dilakukan patch repair, dan
tidak mengalami susut. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya susut yang
terjadi pada repair mortar diantaranya adalah modulus elastisitas agregat, faktor
air semen, kehalusan semen, kondisi kelembaban sekitar serta bahan tambah yang
digunakan.
Polymer merupakan salah satu bahan yang dapat diaplikasikan sebagai bahan
tambah pada campuran repair mortar karena polymer mempunyai sifat elastis dan
liat, oleh karena itu polymer biasa dipakai sebagai bahan pengikat dan pemberi
bentuk pada struktur komposit. Polymer diharapkan dapat menjadi bahan
tambahan pada material retrofit beton yang berfungsi sebagai bahan pengikat
butiran agregat dengan semen, sehingga campuran lebih liat, tidak getas dan lebih
elastis sehingga dapat mengimbangi susut (shrinkage) yang terjadi pada repair
material yang dapat mengakibatkan terlepasnya ikatan repair material dengan
bagian yang diperbaiki (delaminasi).
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka diambil suatu rumusan
masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana pengaruh proporsi campuran polymer terhadap besarnya susut
(shrinkage) pada campuran mortar berbahan polymer bila dibandingkan
dengan mortar tanpa polymer dan produk repair mortar Emacco Nanocrete ?
b. Apakah rumus ACI 209R-92 dapat menghasilkan nilai yang tepat untuk
digunakan dalam memprediksi nilai shrinkage jangka panjang pada repair
material yang digunakan dalam penelitian ini ?
c. Bagaimanakah modifikasi rumus ACI 209R-92 apabila rumus ACI 209R-92
tidak dapat digunakan, karena menghasilkan nilai error prediksi shrinkag e
jangka panjang yang melebihi batas kewajaran (30%) ?
1.3. Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan
masalah sebagai berikut :
a. Lamanya pengujian susut adalah 84 hari dimulai dari hari ke-1 setelah benda
uji selesai dibuat.
b. Tidak dilakukan penelitian tentang sifat kimia dari material penyusun mortar.
c. Tidak dilakukan kontrol terhadap kondisi lingkungan, seperti suhu ruangan
dan kelembapan udara.
d. Tidak dilakukan Perawatan (curing ) pada benda uji.
4
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk:
a. Mengetahui pengaruh proporsi campuran polymer terhadap besarnya susut
(shrinkage) pada campuran mortar berbahan polymer bila dibandingkan
dengan mortar tanpa polymer dan produk repair mortar Emacco Nanocrete.
b. Mengevaluasi rumus ACI 209R-92 yang digunakan dalam memprediksi nilai
shrinkage jangka panjang pada repair material.
c. Memodifikasi rumus ACI 209R-92 hingga menghasilkan nilai error prediksi
shrinkage jangka panjang yang tidak melebihi batas kewajaran (30%).
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
1) Memberi informasi tentang pengaruh proporsi campuran po lymer terhadap
besarnya susut (shrinkage) pada campuran mortar berbahan po lymer bila
dibandingkan dengan mortar tanpa polymer dan produk repair mortar Emacco
Nanocrete.
2) Menarik kesimpulan atas ketepatan atau ketidaktepatan penggunaan rumus
ACI 209R-92 untuk memprediksi nilai shrink age jangka panjang pada repair
material.
3) Mendapatkan modifikasi rumus ACI 209R-92 yang lebih tepat sehingga
dihasilkan nilai error prediksi shrink age jangka panjang yang tidak melebihi
batas kewajaran (30%).
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi petunjuk praktis di lapangan mengenai
penggunaan polymer sebagai bahan tambah repair mortar yang digunakan
sebagai repair material.
5
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Beton merupakan bahan gabungan yang terdiri partikel-pertikel agregat halus (pasir)
dan agregat kasar (Kerikil) yang dilekatkan oleh pasta yang terbuat dari semen
Portland dan air. Pasta tersebut mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel
agregat dan setelah beton segar (fresh) dicorkan, pasta mengeras sebagai akibat dari
reaksi-reaksi kimia eksotermis antara semen dan air dan membentuk suatu bahan
struktur yang padat dan dapat tahan lama.(Ferguson, 1991).
Beton kuat terhadap tekan, tetapi lemah terhadap tarik. Oleh karena itu perlu tulangan
untuk menahan gaya tarik dan untuk memikul beban-beban yang bekerja pada beton.
(Nawy, 1998).
Beton adalah material yang tahan lama namun terkadang masih ada beton yang perlu
diperbaiki, masalahnya adalah defisiensi secara structural, estetika atau keduanya.
Secara umum defisiensi dapat disebabkan oleh desain yang salah, kualitas kerja yang
jelek, lingkungan agresif yang tidak normal, beban struktural yang berlebihan,
kecelakaan, dan kombinasinya. Perbaikan dan restorasi menjadi perlu untuk
mengembalikan beton kepada kondisi yang memuaskan dari kemampuan struktural,
ketahanan, maupun penampilan. (Paul Nugraha & Antoni, 2007:226).
Keretakan pada selimut beton bisa diatasi dengan menambal keretakan (patching)
menggunakan bahan material perbaikan struktur berbahan dasar polymer. Atau bisa
juga menggunakan campuran semen dan air. Bila ternyata keretakan ada pada
6
“daging” betonnya, maka metode perbaikannya bisa menggunakan metode grouting
atau injection. (Sondra Gosali, Sales dan Marketing Manager PT Sika
Indonesia).
2.2. Beton
2.2.1. Kerusakan beton
Macam-macam kerusakan beton :
a. Retak ( Crack )
Retak (crack) terjadi pada permukaan beton karena mengalami penyusutan,
lendutan akibat beban hidup (live load)/ beban mati (dead load), akibat gempa
bumi maupun perbedaan temperatur yang tinggi pada waktu proses pengeringan.
b. Pengelupasan beton ( Spalling )
Pengelupasan (spalling) pada struktur yaitu terkelupasnya selimut beton besar
atau kecil sehingga tulangan pada beton tersebut terlihat, hal ini apabila dibiarkan
dengan bertambahnya waktu, tulangan akan berkarat / korosi akhirnya patah.
c. Disintegrasi
Bagian yang terlemah dari beton akan mengalami disintegrasi, permukaan beton
menjadi kasar, karena umur akan terjadi proses alami yang mengalami pelapukan
pada bidang-bidang terluar beton, proses pelapukan beton akibat lingkungan
agresif antara lain air laut, karbonasi dan lain-lain. Beton yang berhubungan
dengan lingkungan yang berkadar asam akan lebih cepat mengalami disintegrasi.
7
d. Patah
Patah yang terjadi pada beton biasanya dikarenakan struktur beton yang tidak
mampu untuk menahan beban. Kerusakan ini bisa terjadi karena pada saat
pembuatan campuran beton (mix design) kurang diperhatikan proporsi yang
digunakan. Sebelum pembuatan campuran beton harus menghitung beban-beban
yang akan menimpa struktur beton tersebut agar patah pada beton tidak terjadi.
e. Keropos
Keropos merupakan jenis kerusakan yang disebabkan salah satunya karena umur
beton yang terlalu lama. Jenis kerusakan ini juga bisa timbul karena pengerjaan
beton yang kurang baik, agregat terlalu kasar, kurangnya butiran halus yang
termasuk semen, faktor air semen tidak tepat, pemadatan yang tidak sempurna
karena rapatnya tulangan, pasta semen keluar dari cetakan yang tidak rapat.
f. Delaminasi
Beton mengelupas sampai kelihatan tulangannya disebut delaminasi. Kerusakan
ini bisa terjadi pada konstruksi bangunan dikarenakan, kegagalan pada pembuatan
campuran, reaksi kimia, kelebihan beban dan sebagainya, sehingga perlu
diperhitungkan agar kerusakan ini tidak terjadi pada konstruksi bangunan.
Penyebab kerusakan beton :
a. Pengaruh Mekanis
Beton dapat mengalami kerusakan karena adanya pengaruh mekanis, seperti :
pengikisan permukaan oleh air, ledakan, gempa bumi dan pembebanan yang
berlebihan. Kerusakan beton akibat pengaruh mekanis ini dapat bervariasi dari
kerusakan permukaan sampai hancur berkeping-keping.
8
b. Pengaruh fisik
Pengaruh fisik yang dapat menyebabkan kerusakan pada beton antara lain
pengaruh temperatur (panas hidrasi, kebakaran), susut dan rayap, pelesakan yang
tidak sama dari pondasi atau perletakan.
c. Pengaruh kimia
Pengaruh kimia yang bisa merusak beton antara lain serangan asam karena semen
portland dan semen campuran mempunyai ketahanan yang rendah terhadap asam.
Pengaruh lain adalah serangan sulfat yang mana hampir semua sulfat dapat
merusak pasta semen. Terjadinya korosi juga dapat menjadi penyebab kerusakan
pada beton.
d. Kerusakan akibat pengaruh pekerja
Pekerja yang berpengalaman sangat penting dalam proses pelaksanaan beton.
Banyak kerusakan akibat dari ketidaktelitian pelaksanaan seperti kurangnya
kekokohan dari bekisting, tidak tepatnya pemilihan jenis semen, penggunaan
bahan kimia tambahan yang mengandung sulfat.
2.2.2. Metode Perbaikan Beton
Pemilihan metode perbaikan beton umumnya tergantung pada jenis kerusakannya,
luas kerusakan, lokasi kerusakan, lingkungan, kemampuan tenaga kerja, serta batasan
– batasan lainnya seperti waktu pelaksanaan maupun biaya perbaikan.
Macam – macan metode perbaikan beton :
a. Patching
Patching adalah metode perbaikan manual dengan melakukan penempelan mortar
secara manual pada area yang tidak terlalu luas dan tidak terlalu dalam (kurang
9
dari selimut beton). Pada saat pelaksanaan yang harus diperhatikan adalah
penekanan pada saat mortar ditempelkan, sehingga benar-benar didapatkan hasil
yang padat. Material yang digunakan harus memiliki sifat mudah dikerjakan,
tidak susut dan tidak jatuh setelah terpasang (lihat maksimum ketebalan yang
dapat dipasang tiap lapis), terutama untuk pekerjaan perbaikan overhead.
Umumnya yang dipakai adalah monomer mortar, polymer mortar dan epoxy
mortar.
b. Grouting
Grouting adalah metode perbaikan manual (gravitasi) atau menggunakan pompa
pada daerah perbaikan yang sulit (melebihi selimut beton). Pada saat pelaksanaan
yang perlu diperhatikan adalah bekisting yang terpasang harus benar-benar kedap,
agar tidak ada kebocoran spesi yang mengakibatkan terjadinya keropos dan harus
kuat agar mampu menahan tekanan dari bahan grouting. Material yang dipakai
adalah berbahan dasar semen dan epoxy.
c. Shot-crete (Beton Tembak)
Beton Tembak (Shot-crete) adalah metode perbaikan yang tidak memerlukan
bekisting seperti pengecoran pada umumnya yang digunakan untuk memperbaiki
kerusakan pada area yang sangat luas. Metode shotcrete terdiri dari dry-mix dan
wet-mix. Perbedaan kedua sistem ini adalah pada cara dan tempat di mana air
dimasukkan ke dalam campuran. Metode dry-mix adalah campuran semen dan
bahan tambahan dengan tekanan udara dihembuskan ke kepala semprot air yang
bertekanan rendah ditekankan ke dalam campuran. Metode wet-mix adalah
campuran semen dan bahan tambahan dialirkan melalui pompa ke kepala semprot
air yang bertekanan tinggi disemprotkan ke lapisan dasar.
10
d. Grout Preplaced Aggregat (Beton Prepack)
Grout Preplaced Aggregat (Beton Prepack) adalah metode perbaikan beton
dengan cara menempatkan sejumlah agregat (umumnya 40% dari volume
kerusakan) ke dalam bekisting, setelah itu melakukan pemompaan bahan grout ke
dalam bekisting. Pada umumnya digunakan untuk memperbaiki kerusakan pada
area yang cukup dalam. Material yang digunakan adalah polymer grout dengan
flow cukup tinggi dan tidak susut.
e. Coating
Coating adalah metode perbaikan beton dengan cara melapisi permukaan beton
(mengoleskan atau menyemprotkan) menggunakan bahan yang bersifat plastik
dan cair. Lapisan ini digunakan untuk menyelimuti beton terhadap lingkungan
yang merusak beton.
f. Injeksi (injection)
Injeksi (injection) adalah metode perbaikan beton dengan memasukkan bahan
yang bersifat encer ke dalam celah atau retakan pada beton, kemudian
menyuntikkannya dengan tekanan, sampai lubang atau celah lain telah terisi atau
mengalir ke luar. Metode injeksi ini merupakan metode yang digunakan untuk
perbaikan beton yang terjadi retak-retak ringan. Material yang digunakan adalah
polymer mortar atau polyurethane sealant dan epoxy.
g. Overlay
Overlay adalah metode perbaikan kerusakan beton pada seluruh permukaan, oleh
karena itu sebelum dilakukannya metode ini perlu persiapan-persiapan permukaan
yang akan diperbaiki.
11
h. Jacketting
Jacketing adalah perlindungan beton terhadap kerusakan dengan menggunakan
bahan selubung yang berupa baja, karet dan beton komposit. Pekerjaan jacketing
bisa dilaksanakan untuk permukaan beton yang mengalami pelapukan atau
disintegrasi.
2.2.3. Metode Patch Repair
Metode patch repair adalah metode perbaikan manual dengan melakukan
penempelan mortar secara manual dan harus memperhatikan penekanan pada saat
mortar ditempelkan, sehingga benar-benar didapatkan hasil yang padat.
Permukaan beton yang akan diperbaiki atau diperkuat perlu dipersiapkan dengan
tujuan agar terjadi ikatan yang baik, sehingga material perbaikan atau perkuatan
dengan beton lama menjadi satu kesatuan. Permukaan tersebut harus merupakan
permukaan yang kuat, padat, tidak keropos ataupun bagian lemah lainnya serta harus
bersih dari debu dan kotoran lainnya.
Persiapan-persiapan permukaan beton yang akan diperbaiki antara lain:
a. Erosion (pengikisan)
Erosion dilakukan untuk meratakan atau pengasaran permukaan beton.
Pengikisan dilakukan dengan menggunakan gerinda atau sejenisnya.
b. Impact (kejut)
Impact pada permukaan beton yang akan diperbaiki dilakukan untuk
mendapatkan nilai kuat tarik dan kuat tekan beton yang lebih baik.
c. Pulverization (menghancurkan permukaan beton)
Penghancuran ini dilakukan dengan cara menabrakan partikel kecil dengan
kecepatan yang tinggi ke permukaan beton.
12
d. Expansive pressure
Persiapan ini bisa dilakukan dengan dua cara yaitu steam dan water. Steam
dilakukan dengan temperatur sumber panas yang tinggi, sedangkan cara water
dilakukan menggunakan water jetting yang bekerja dengan tekanan yang tinggi
sama dengan cara steam.
Permukaan yang sudah dipersiapkan sangat tergantung pada material yang
digunakan. Untuk material berbahan dasar semen atau polymer, permukaan beton
harus dijenuhkan terlebih dahulu, tetapi bila material yang digunakan berbahan dasar
epoxy, maka permukaan beton harus dalam keadaan kering.
Adapun syarat-syarat material patch repair, yaitu :
a. Daya lekat yang kuat.
Kelekatan antara material repair dengan beton yang akan diperbaiki harus
menyatu dengan baik sehingga menjadi satu kesatuan beton yang utuh.
b. Deformable pada beton.
Material repair harus menyesuaikan bentuk beton yang akan diperbaiki.
c. Tidak mengurangi kekuatan beton.
Material repair yang akan digunakan untuk memperbaiki beton mampu menahan
beban yang sama pada beton yang akan diperbaiki.
d. Tidak susut.
Material repair tidak terjadi susut agar beton yang akan diperbaiki tidak
kehilangan kekuatan sebagian.
Ada beberapa material patch repair yang dapat digunakan, antara lain :
1. Portland Cement Mortar.
2. Portland Cement Concrete.
3. Microsilica-Modified Portland Cement Concrete.
13
4. Polymer-Modified Portland Cement Concrete.
5. Polymer-Modified Portland Cement Mortar.
6. Magnesium Phosphate Cement Concrete.
7. Preplaced aggregate Concrete.
8. Epoxy Mortar.
9. Methyl Methacrylate (MMA) Concrete.
10. Shotcrete.
2.3. Mortar
Mortar merupakan campuran antara semen portland atau semen hidrolis yang lain,
agregat halus, dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa
padat. Campuran mortar dengan penambahan bahan tambahan akan diperoleh
perubahan sifat sifat tertentu dari mortar tersebut.
2.3.1. Material Penyusun Mortar
a. Agregat Halus Atau Pasir
Agregat halus dalam beton adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari
batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh pemecah batu. Agregat
halus berperan penting sebagai pembentuk beton dalam pengendalian workability,
kekuatan dan keawetan beton, oleh karena itu pemakaian pasir sebagai
pembentuk beton harus dilakukan secara selektif.
Syarat – syarat agregat halus (pasir) sebagai bahan material pembuatan beton
sesuai dengan ASTM C 33 adalah:
1) Material dari bahan alami dengan kekasaran permukaan yang optimal
sehingga kuat tekan beton besar.
2) Butiran tajam, keras, kekal (durable) dan tidak bereaksi dengan material beton
lainnya.
14
3) Berat jenis agregat tinggi yang berarti agregat padat sehingga beton yang
dihasilkan padat dan awet.
4) Gradasi sesuai spesifikasi dan hindari gap graded aggregate karena akan
membutuhkan semen lebih banyak untuk mengisi rongga.
5) Bentuk yang baik adalah bulat, karena akan saling mengisi rongga dan jika
ada bentuk yang pipih dan lonjong dibatasi maksimal 15% berat total agregat.
6) Kadar lumpur agregat tidak lebih dari 5 % terhadap berat kering karena akan
berpengaruh pada kuat tekan beton.
a. Air
Air merupakan bahan dasar penyusun mortar yang paling penting. Air diperlukan
untuk bereaksi dengan semen dan menyebabkan terjadinya pengikatan antara
pasta semen dengan agregat, sedangkan fungsi lain sebagai bahan pelumas antara
butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Proporsi air yang
sedikit akan memberikan kekuatan pada beton, tetapi kelemasan atau daya
kerjanya akan berkurang. Sedang proporsi yang besar akan memberikan
kemudahan pengerjaan, tetapi kekuatan hancur mortar menjadi rendah.
c. Semen
Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang
memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi satu massa yang
padat. Meskipun definisi ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan, semen
yang dimaksudkan untuk konstruksi beton adalah bahan jadi dan mengeras
dengan adanya air yang dinamakan semen hidraulis. Salah satu jenis semen yang
biasa dipakai dalam pembuatan beton adalah semen Portland ( Portland cement).
Bahan baku semen yaitu kapur (CaO), Silika (S1O2), dan Alumina (Al2O3) dan
bahan tambahan lain pada suhu tertentu dipertahankan hingga terjadi butiran
semen.
15
d. Bahan Tambah (Admixture)
Bahan tambah (admixture) ialah bahan selain unsur pokok (air, semen, dan
agregat) yang ditambahkan pada adukan mortar maupun beton, sebelum, segera
atau selama pengadukan beton. Tujuannya adalah untuk mengubah satu atau lebih
sifat-sifat mortar sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras.
Dengan penggunaan bahan tambah diharapkan dapat membuat campuran mortar
menjadi lebih liat dan lengket, selain itu diharapkan pula tercapai workabilitas
yang tinggi umtuk mempermudah proses perbaikan beton. Dalam penelitian ini
digunakan superplasticizer yaitu Sikament NN dan accelerator jenis Sikaset.
Menurut ASTM C-194, superplasticizer adalah campuran atau bahan aditif
pengurang air yang sangat efektif. Superplasticizer mempunyai tingkat dosis yang
dapat meningkatkan workability, kuat desak, daya kedap air, nilai slump, serta
kepadatan dan kerapatan beton dan sebagainya.
Sikament NN adalah bahan tambah untuk campuran beton maupun mortar yang
berbentuk cairan, sehingga bahan tambah ini akan lebih dapat bercampur dan
bereaksi dengan campuran mortar yang lain di dalam adukan mortar. Maka
diharapkan dapat menghasilkan mortar yang cair sehingga memiliki tingkat
pengerjaan yang tinggi dan memiliki mutu yang tinggi dengan faktor air semen
seminimal mungkin.
Accelerator adalah bahan tambah yang berfungsi untuk untuk mempercepat
proses ikatan dan pengerasan beton maupun mortar, bahan ini digunakan untuk
mengurangi lamanya waktu pengeringan dan mempercepat pencapaian kekuatan
pada beton maupun mortar. Bahan ini digunakan jika penuangan adukan
dilakukan dibawah air, atau pada struktur beton yang memerlukan pengerasan
segera.
16
2.4. Polymer
Retak pada beton dapat mempengaruhi ketahanan beton itu sendiri. Semakin kecil
dan sedikit retakan pada beton maka ketahanan beton akan meningkat. Penambahan
polymer pada repair material ini bertujuan untuk memperkuat dan sekaligus mengikat
repair mortar dengan beton pada lapisan overlay. Polymer memberikan sifat yang
flexible pada mortar sehingga material yang dihasilkan setelah kering memiliki
flexibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan material yang terbentuk dari
campuran semen biasa. Bahan polymer yang terkandung di dalam campuran repair
material diharapkan mampu memodifikasi kelemahan komposit beton normal dengan
repair mortar. Diharapkan polymer tersebut mampu mengisi porositas, sehingga total
porositas yang terbentuk dapat berkurang. Dengan adanya penambahan polymer pada
repair material, diharapkan retakan yang mungkin timbul akan berkurang, sehingga
selain kekuatan meningkat, ketahanan komposit beton normal dengan repair material
akan meningkat pula (Andayani, 2007).
Dalam penelitian ini, modifier polymer yang digunakan adalah resin bening produk
dari PT. Brataco. Resin bila dicampurkan dengan hardener akan membentuk epoxy
resin. Epoxy resin merupakan komponen yang mempunyai daya rekat yang sangat
tinggi antara beton normal dengan repair material serta memiliki sifat permeabilitas
yang rendah. Namun sering kali epoxy tidak kompatibel dengan beton normal,
sehingga menghasilkan kegagalan di awal perbaikan. Penggunaan agregat yang lebih
besar dapat meningkatkan kompatibilitas termal dengan beton dan mengurangi resiko
debond. Pemilihan campuran epoxy tertentu harus didasarkan pada kondisi
lingkungan.
17
Epoxy secara substansial meningkatkan kualitas mortar semen, seperti :
1) Lapisan tahan abrasi
2) Memiliki kekuatan awal tinggi
3) Kuat tekan, tarik dan lentur tinggi
4) Memiliki ketahanan kimia yang cukup baik
5) Tahan air
6) Dapat mengurangi terjadinya penyusutan
Modifikasi polymer dalam campuran repair material dapat meningkatkan kekuatan
tarik dan lentur pada komposit beton normal dengan mortar serta dapat mengurangi
sifat rapuh. Penambahan polymer pada repair material akan memperkuat ikatan
antara repair material dengan beton pada saat proses pelapisan atau penambalan.
2.5. Susut (shrinkage)
2.5.1. Definisi Susut (shrinkage)
Proses susut secara umum didefinisikan sebagai perubahan volume yang tidak
berhubungan dengan beban. Pada umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi
rangkak
juga mempengaruhi susut, khususnya faktor-faktor yang berhubungan dengan
hilangnya kelembaban. (Istimawan Dipohusodo, 1994).
Apabila beton mulai mengeras, berarti beton tersebut akan mengalami susut.
Shrinkage atau susut pada beton dapat disebabkan air karena proses evaporasi, serta
disebabkan oleh karbonasi (reaksi antara CO2 yang ada di atmosfer dan yang ada di
pasta semen). Satuan shrinkage dinyatakan dalam mm per mm (in per in), tetapi
biasanya dinyatakan dalam microstrain.
18
Proses kehilangan air dari dalam mortar sehingga menyebabkan penyusutan
merupakan sesuatu yang menarik untuk diketahui. Berikut ini adalah mekanisme
penyusutan dalam mortar:
1. Pasta semen terdiri dari pori-pori kapiler besar dan kecil. Seiring bertambahnya
umur mortar, pori-pori yang terisi air tersebut akan menguap. Air yang pertama
menguap adalah air yang terdapat pada pori yang besar, berlangsung pada pori
yang besar habis. Berkurangnya air dari pori yang besar ini belum menyebabkan
timbulnya tegangan kapiler yang cukup untuk menimbulkan shrinkage, ketika
sudah tidak ada lagi sumber air dalam pori yang besar, air dari kapiler mortar
yang lebih kecil dan lebih halus secara berangsur angsur akan mulai menguap.
Kehilangan air dari kapiler kecil inilah yang menimbulkan tegangan signifikan
sehingga menyebabkan penyusutan.
2. Luas permukaan dari sistem koloid pasta semen cukup luas, karena itu air yang
terserap di permukaan akan mempengarungi keseluruhan sifat koloidal tersebut.
Ketika air menguap maka terjadi perubahan energi di dalam sistem koloid silikat
hidrat. Perubahan energi ini akan menyebabkan penyusutan.
2.5.2. Macam-Macam Susut (shrinkage)
Macam-macam susut yang terjadi pada beton adalah :
a. Susut plastic (plastic shrinkage)
Adalah perubahan volume akibat berkurangnya air dalam beton segar (fresh
concrete) pada proses hidrasi. Berkurangnya air tersebut diakibatkan adanya
penguapan air dari permukaan beton (evaporasi) dan penyerapan air (absorbsi)
oleh cetakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi susut plastik antara lain suhu
udara, kelembaban relatif, dan kecepatan angin. Susut plastik terjadi beberapa jam
setelah beton di cor ke dalam cetakan. (Nawy, 2001)
19
b. Susut pengeringan (drying shrinkage)
Adalah penyusutan yang disebabkan oleh keluarnya air pori karena penguapan
(evaporasi). Drying shrinkage merupakan susut yang terjadi setelah beton
mencapai bentuk proses hidrasi pasta semen telah selesai, dan terjadi kehilangan
uap air karena penguapan.(Nawy, 2001)
Drying shrinkage dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis kehalusan
semen, jumlah dan modulus elastisitas agregat, kelembaban udara, faktor air
semen, ukuran dan bentuk beton dan campuran kimia.
c. Susut Karbonasi (carbonation shrinkage)
Karbonasi adalah reaksi kimia antara CO2 dengan hasil hidrasi semen, dimana
gas CO2 berasal dari udara sekitar. Pada daerah lembab gas CO2 membentuk
asam karbonat yang akan bereaksi dengan Ca(OH)2 dan membentuk CaCO3,
sedangkan komponen semen yang lain akan terurai. Hal ini akan mengakibatkan
terjadinya susut dari proses karbonasi tersebut.
d. Autogenous Shrinkage
Adalah penyusutan yang disebabkan oleh berkurangnya air pori karena di
konsumsi semen untuk proses hidrasi sehingga menyebabkan naiknya tegangan
pori. Autogenous shrinkage dimulai beberapa jam setelah beton di cor kedalam
cetakan. Pada awal proses hidrasi rongga-rongga dipenuhi oleh partikel semen
secara bertahap diganti oleh rongga yang di isi oleh produk-produk hasil hidrasi.
Pada awal pengerasan, sebagian besar pori-pori kapiler dan partikel agregat dalam
keadaan jenuh, ketika proses hidrasi berlanjut air yang dibutuhkan untuk proses
hidrasi ini tersedia cukup dengan adanya external curing, namun bila beton
tertutup rapat dan tidak mendapatkan external curing, maka semen
mengkonsumsi air pori yang ada dalam beton untuk proses hidrasi tersebut (self
20
desiccation). Sebagai akibat dari proses ini, kelembaban relative dari beton turun
dan di dalam pori-pori kapiler timbul tegangan, tegangan pori ini disebabkan oleh
adanya gaya kapiler. Gaya kapiler ini menarik dinding-dinding pori sehingga
beton akan mengalami penyusutan.
2.5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Susut (Shrinkage)
Menurut (Edward G. Nawy, 2001) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya susut
adalah :
1. Agregat
Agregat bereaksi menahan susut pasta semen, jadi beton dengan kandungan lebih
banyak agregat akan lebih sedikit mengalami susut. Selain itu, derajat
pengekangan suatu beton ditentukan oleh besaran agregat. Beton dengan modulus
elastisitas tinggi atau dengan permukaan kasar akan lebih dapat menahan proses
susut.
2. Rasio air semen
Semakin tinggi rasio air semen, semakin tinggi pula susut.
3. Banyaknya penulangan
Beton bertulang menyusut lebih sedikit dari pada beton polos, perbedaan
relatifnya merupakan fungsi dari persentase penulangan.
4. Ukuran elemen beton
Baik laju maupun besar total susut berkurang apabila volume elemen beton
semakin besar. Namun durasi susut akan lebih lama untuk komponen struktur
yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang dibutuhkan dalam pengeringan
untuk mencapai pengeringan daerah dalam. Mungkin saja satu tahun dibutuhkan
21
untuk proses pengeringan pada kedalaman 10 in dari permukaan yang di ekspos,
dan 10 tahun untuk mulai pada 24 in di bawah permukaan yang di ekspos.
5. Bahan tambahan
Efek ini bervariasi bergantung pada jenis bahan tambahan, accelerator seperti
kalsium klorida yang digunakan untuk mempercepat pengerasan beton, ternyata
memperbesar susut. Pozzolan juga dapat memperbesar susut pengeringan,
sedangkan bahan-bahan pemerangkap udara hanya sedikit mempunyai pengaruh.
6. Kondisi kelembaban sekitar
Kondisi relatif pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi besarnya susut.
Laju penyusutan lebih kecil pada kelembaban relatif yang lebih tinggi.
Temperatur lingkungan juga merupakan faktor. Itu sebabnya susut menjadi stabil
pada temperatur rendah.
7. Jenis semen
Semen yang cepat mengering akan susut lebih banyak dibandingkan jenis-jenis
lainnya. Sedangkan semen pengkompensasi susut akan mengurangi atau
mengeliminasi retak susut apabila digunakan bersama tulangan pengekang.
8. Karbonasi
Banyaknya susut gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan
pengeringan, susut karbonasi disebabkan oleh reaksi antar karbon dioksida (CO)2
yang ada di atmosfer dan yang ada di pasta semen. Apabila kedua fenomena
tersebut terjadi secara simultan, maka susut yang terjadi akan lebih sedikit. Proses
karbonasi dapat sangat tereduksi pada kelembaban relatif di bawah 50 persen.
22
2.5.4. Efek Susut (Shrinkage)
Gejala susut terjadi karena beton kehilangan kelembabannya yang disebabkan oleh
penguapan ataupun digunakan untuk hidrasi semen. Adanya susut yang berlebihan
pada struktur akan menyebabkan deformasi seiring bertambahnya umur beton. Pada
beton bertulang susut yang terjadi dapat menimbulkan tegangan tekan pada baja dan
tegangan tarik pada beton. Efek yang paling terlihat pada struktur yaitu timbulnya
retak-retak pada struktur dalam jangka waktu yang relatif lama. Pada struktur beton
prategang susut dapat menyebabkan kehilangan prategang, dimana kehilangan
prategangnya harus dibatasi.
2.5.5. Prediksi Shrinkage Jangka Panjang
Shrinkage yang terjadi pada beton tidak hanya terjadi sesaat setelah beton selesai
dicor atau dicetak, namun akan terjadi sepanjang waktu seiring dengan bertambahnya
umur beton tersebut. Besarnya nilai shrinkage yang akan terjadi sepanjang waktu
harus diperhitungkan dengan memprediksikan nilai shrinkage jangka panjang. Salah
satu cara memprediksikan penyusutan beton jangka panjang menurut ACI 209R-92.
Didalam memprediksikan shrinkage jangka panjang, diperlukan data atau nilai
shrinkage yang telah diteliti dari pengujian jangka pendek (28) hari.
Pengukuran shrinkage pada beton dilakukan dengan membandingkan antara selisih
panjang awal dan panjang akhir dengan panjang mula-mula benda uji tanpa
pembebanan.
23
Gambar 2.1. Hubungan Susut (shrinkage) dengan waktu
Tabel 2.1. Cara Perhitungan Nilai Shrinkage
Time Length Perubahan Panjang Dari L0 Shrinkage
t0
L0
0 0
t1
L1
L0 – L1
( L0 – L1 ) / L0
t2
L2
L0 – L2
( L0 – L2 ) / L0
Dari gambar diatas dapat diambil rumus sebagai berikut :
Dengan : εsh = Besar nilai shrinkage
ΔL = Perubahan Panjang setelah t waktu (mm)
L0 = Panjang mula-mula (mm)
L0 L1
L2
t0 t1 t2 Waktu
Shrinkage
24
ACI 209R-92 merekomendasikan untuk memprediksi penyusutan beton jangka
panjang dari data-data jangka pendek dengan rumus sebagai berikut :
Dengan : t = Umur pengujian
εsh(t) = Shrinkage umur t (selama pengujian)
εsh(u) = Ultimate Shrinkage
……………………………………………………………(2.2)
25
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Umum
Metode penelitian adalah langkah-langkah atau cara-cara penelitian suatu
masalah, kasus, gejala atau fenomena dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan
jawaban yang rasional. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode eksperimental laboratorium, yaitu mengadakan suatu percobaan di
laboratorium untuk mendapatkan data-data sebagai hasil penelitian. Pengujian
dilakukan terhadap beberapa tipe sampel mortar dengan bahan tambah polymer
maupun pembandingnya.
3.2. Tahap dan Prosedur Penelitian
Sebagai penelitian ilmiah, penelitian harus dilaksanakan dalam sistematika dan
urutan yang jelas dan teratur sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk itu pelaksanaan percobaan dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
I. Tahap I (Persiapan)
Pada tahap ini dilaksanakan pengumpulan dan mempersiapkan bahan-bahan
yang akan digunakan agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.
II. Tahap II (Uji Bahan)
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap bahan penyusun mortar untuk
mengetahui kelayakan dari material tersebut sebagai bahan penyusun mortar.
Pengujian untuk masing-masing bahan antara lain :
1) Semen, pengujian yang dilakukan :
- Uji vicat yaitu untuk mengetahui waktu pengikatan awal.
2) Pasir, pengujian yang dilakukan :
- Kad ar lumpur, bertujuan untuk mengetahui kadar lumpur dalam pasir.
26
- Kad ar organik , bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan zat
organik dalam pasir.
- Grada si, bertujuan megetahui susunan diameter butiran pasir dan
persentase modulus kehalusan butir (menunjukkan tinggi rendahnya
tingkat kehalusan butir dalam suatu agregat).
- Specific gravity, bertujuan untuk mengetahui barat jenis pasir serta daya
serap pasir terhadap air.
III. Tahap III (Mix Design)
Dalam tahap ini dilakukan pembuatan mortar dengan f.a.s yang diinginkan
yaitu sebesar 0,35 dengan data-data yang diperoleh dari tahap pengujian
bahan.
IV. Tahap IV (Pembuatan Benda Uji)
Pada tahap ini dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1) Pembuatan adukan mortar dengan rancangan campuran mortar sesuai
dengan mix design yang telah direncanakan.
2) Pengecoran ke dalam bekisting.
3) Pelepasan benda uji dari cetakan.
V. Tahap Persiapan Pengujian
Pekerjaan yang dilakukan pada tahap ini adalah :
1) Pemasangan demec point dengan cara memberi tanda pada bar reference
pada titik yang akan ditumpu kemudian menempelkan demec po int di atas
titik-titik tersebut.
2) Menginstal alat uji.
VI. Tahap Pengujian
Pekerjaan yang dilakukan pada tahap ini diantaranya adalah :
Melakukan pengamatan terhadap shrink age pada benda uji, dimulai pada saat
umur mortar 1 hari selama 3 bulan dengan alat demec gau ge.
27
VII. Tahap Analisa data dan Pembahasan
pada tahap ini dilakukan analisa terhadap hasil pengujian shrink age untuk
mengetahui pengaruh proporsi po lymer terhadap besarnya nilai shrinkage.
Selain itu juga untuk memprediksi nilai shrink ag e jangka panjang dengan
menggunakan data-data jangka pendek. Setelah hasil pengujian dianalisis,
kemudian dilakukan pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian.
VIII. Tahap kesimpulan
Pada tahap ini dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan
penelitian berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada tahap
sebelumnya.
Untuk memperjelas tahapan-tahapan tersebut, maka dalam penelitian ini disajikan
secara skematis dalam bentuk bagan alir prosedur penelitian.
28
Gambar 3.1. Diagram Prosedur dan Tahapan Penelitian
IV
V
VI
VII
VIII
Pembuatan adukan mortar
Pembuatan Benda Uji
Persiapan Pengujian
• Menginstal alat
Pengujian Benda Uji
Analisa Data dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Hasil Pengujian
Perhitungan Rencana Campuran dan Pembuatan Mix Design
Polymer
Air Superplasticizer, Accelerator
Pencucian
agregat
Uji : Kadar lumpur, Kadar organik
Uji : Specific grafity,
Gradasi
Penggantian dgn agregat baru
Yes
No
Yes
No
Semen
Uji Vicat
II
III
Repair material buatan sendiri Repair material pabrikan
Agregat Halus
Persiapan I
29
3.3. Benda Uji
3.3.1. Alat yang Digunakan
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Bangunan jurusan Teknik Sipil
Universitas Sebelas Maret Surakarta, sehingga menggunakan alat-alat yang
tersedia pada laboratorium tersebut. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Timbangan
1) Neraca merk Murayama Seisakusho Ltd Japan, dengan kapasitas 5 kg.
Ketelitian sampai 0,1 gram, digunakan untuk mengukur berat material
yang berada dibawah kapasitasnya.
2) Timbangan Bascule merk DSN Bola Dunia dengan kapasitas 150 kg,
dengan ketelitian 0,1 kg.
b. Ayakan
Ayakan yang digunakan adalah ayakan dengan merk Con trol, Italy. Bentuk
lubang ayakan adalah bujur sangkar dengan ukuran 25mm, 19mm, 9.5mm,
4.75mm, 2.36mm, 1.18mm, 0.85mm, 0.35mm, 0.15mm, dan pan.
c. Mesin Penggetar
Mesin penggetar ayakan yang digunakan adalah mesin penggetar dengan merk
Control, Italy. Mesin dugunakan sebagai dudukan sekaligus penggetar ayakan.
Penggunaannya untuk uji gradasi agregat halus maupun kasar.
d. Oven
Untuk keperluan pengeringan agregat maupun benda uji digunakan oven
listrik merk “Binder” dengan temperatur maksimum 300° C, daya listrik 2200
Watt.
e. Corong Konik /Conical Mould
Alat ini digunakan untuk mengukur Saturated Surface Dry (SSD) agregat
halus. Berupa corong konik dengan ukuran diameter atas 3,8cm, diameter
bawah 8,9cm, panjang 7,6cm, dilengkapi dengan alat penumbuk. Alat ini
digunakan untuk mengukur keadaan SSD agregat halus.
30
f. Cetakan benda uji
Digunakan untuk mencetak benda uji. Bentuk cetakan adalah silinder dengan
diameter 75mm, tinggi 275mm.
h. Demountable Mechanical Strain Ga uge
Demountable Mechanical Strain Gauge digunakan untuk mengukur
perubahan panjang mortar sehingga didapatkan nilai susut.
i. Untuk kemudahan dan kelancaran penelitian, digunakan beberapa alat bantu,
yaitu :
1) Cetok, digunakan untuk memasukkan campuran repair mortar ke cetakan.
2) Gelas ukur kapasitas 1000 ml, digunakan untuk menakar air yang akan
dipakai dalam campuran repa ir mortar.
3) Ember untuk tempat air dan sisa adukan.
3.3.2. Bahan yang Digunakan
Bahan – bahan yang digunakan adalah :
a. Semen
b. Pasir
c. Superplastisizer
d. Accelerator
e. Polymer
f. Emaco Nanocrete R4 BASF
31
3.3.3. Pe mbuatan Benda Uji
Pada penelitian ini digunakan benda uji silinder dengan ukuran diameter 75mm
dan tinggi 275mm seperti pada Gambar 3.2 .
Gambar 3.2 . Sketsa Benda Uji untuk Pengujian Susut
Pembuatan campuran adukan mortar dilakukan setelah menghitung proporsi
masing-masing bahan yang digunakan, kemudian mencampur dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Mengambil bahan-bahan pembentuk mortar berbahan po lymer yaitu : semen,
air dalam kondisi jenuh serta bahan-bahan tambah superplasticizer,
accelera tor, dan polymer dengan berat yang ditentukan sesuai rencana
campuran.
b. Mencampur dan mengaduk semen, pasir sampai benar-benar homogen.
c. Menambah air sedikit demi sedikit sesuai dengan jumlah faktor air semen
yang telah ditentukan serta mengaduk campuran tersebut sehingga menjadi
adukan mortar homogen.
200 mm
32
d. Menambahkan bahan-bahan tambah yaitu superplasticizer, accelerator,
po lymer ke dalam adukan mortar sesuai dengan kebutuhan dan komposisi
volume yang telah ditentukan untuk masing-masing benda uji.
e. Memasukkan adukan ke dalam cetakan silinder beton yang telah disiapkan.
Pada penelitian ini, bahan untuk cetakan adalah pipa paralon yang dipotong
sesuai ukuran dan salah satu ujungnya ditutup plastik kemudian di selotip.
Adukan beton dimasukkkan ke dalam cetakan secara berlapis dan tiap lapis
dipadatkan agar pemadatannya sempurna. Permukaan adukan diratakan
dengan sendok semen.
f. Bekesting atau cetakan dapat dibuka apabila pengerasan sudah berlangsung
selama satu hari.
Benda uji yang digunakan pada penelitian ini, dibuat dengan faktor air semen 0,35
dan konsentrasi polymer yang berbeda-beda. Jenis benda uji dan proporsi bahan
dasar yang digunakan selengkapnya disajikan dalam Tabel 3.1.
33
Tabel 3.1. Proporsi Campuran Benda Uji
Kode Be nda Uji Proporsi Campuran Jumlah benda uji
MS – 1
MS – 2
MS – 3
Perbandingan semen : pasir : 1 : 2
Superplasicizer 2%
Fas 0,35
3 buah
MP – 0% 1
MP – 0% 2
MP – 0% 3
Perbandingan semen : pasir : 1 : 2
Polymer 0%
Superplasicizer 2%
Accelerator 5%
Fas 0,35
3 buah
MP – 2% 1
MP – 2% 2
MP – 2% 3
Perbandingan semen : pasir : 1 : 2
Polymer 2%
Superplasicizer 2%
Accelerator 5%
Fas 0,35
3 buah
MP – 4% 1
MP – 4% 2
MP – 4% 3
Perbandingan semen : pasir : 1 : 2
Polymer 4%
Superplasicizer 2%
Accelerator 5%
Fas 0,35
3 buah
MP – 6% 1
MP – 6% 2
MP – 6% 3
Perbandingan semen : pasir : 1 : 2
Polymer 6 %
Superplasicizer 2%
Accelerator 5%
Fas 0,35
3 buah
EM – 1
EM – 2
EM – 3
Produk BASF Repair Mortar
Emaco Nanocrete R4
3 buah
Jumlah 18 buah
34
3.4. Prosedur Pengujian Susut ( Shrinkage )
Dalam pengujian susut ini digunakan benda uji berbentuk silinder dengan ukuran
diameter 7,5 dan tinggi 27,5 cm dimana di keempat sisi-sisinya akan dipasang
demec po int, sedangkan pengukuran susut dilakukan dengan menggunakan
Demountable Mechanical Strain Gauge (Demec Gaug e).
Langkah-langkah pemasangan demec point pada benda uji:
1. Meletakkan benda uji pada dudukan.
2. Memberi tanda pada titik titik yang akan ditinjau sejarak 200 mm dan agar
tepat digunakan alat bar reference.
3. Demec point yang berupa butiran berbentuk silinder terbuka di kedua sisinya
dan berdiameter 3 mm, ditempelkan dengan lem tepat diatas titik-titik
tersebut.
4. Setelah proses pemasangan selesai, benda uji didiamkan selama kira-kira 4
jam sampai lem mengeras sehingga posisi demec point benar-benar stabil.
Langkah-langkah pengujian shrinkage adalah sebagai berikut :
1. Benda uji dikeluarkan dari begesting 1 hari setelah proses pembuatan untuk
menjalani uji shrinkage.
2. Setting alat Demoun table Mechan ical Strain Gauge. Dimana digunakan nilai
bar reference sebesar 200 μmm.
3. Mengatur nilai dial gau ge yang terdapat pada Demountable Mechanical
Strain Gaug e dan jarum disetel pada posisi angka nol.
4. Kemudian pengujian siap dilakukan dengan membaca dan mencatat
perubahan jarum pada angka yang ditunjukkan oleh dia l ga ug e setelah jarum
berhenti atau dalam keadaan stabil.
5. Mengulangi pengukuran pada masing-masing demec point sebanyak 3 kali.
6. Menghitung nilai shrink age mortar.
35
BAB 4
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Susut (shrinkage)
Pada penelitian digunakan benda uji silinder dengan ukuran diameter 75 mm dan
tinggi 275 mm. Pengujian shrinkage pada mortar dimulai saat mortar berumur 1
hari. Pengujian shrink ag e dilakukan pada umur mortar mencapai 1, 2, 3, 7, 10, 14,
21, 28, 35, 42, 49, 56, 70, dan 84 hari. Shrinkage didapat dari perhitungan antara
selisih perubahan panjang dibagi panjang mula-mula. Data pengujian shrinkag e
selengkapnya terdapat pada Lampiran B. Berikut ini grafik hubungan antara
shrink ag e dengan umur mortar.
Gambar 4.1 . Grafik Hubungan Susut dengan Umur Mortar
36
Keterangan :
1) MS = Mortar + Superplasticizer
2) MP-0% = Mortar + Superplasticizer + Accelerator
3) MP-2% = Mortar + Superplasticizer + Accelerator + Polymer 2%
4) MP-4% = Mortar + Superplasticizer + Accelerator + Polymer 4%
5) MP-6% = Mortar + Superplasticizer + Accelerator + Polymer 6%
6) EM = Repair material pabrikan Emaco Nanocrete
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa repair mortar dengan bahan tambah
polymer tidak dapat mengurangi susut pada awal umur pengeringan, namun
mampu mengurangi susut setelah umur mortar mencapai 2 bulan. Penambahan
polymer dapat mengurangi terjadinya shrinkage secara drastis saat umur mortar
lebih dari 1 bulan dibandingkan benda uji non polymer, hal ini dapat dilihat pada
grafik mortar berbahan tambah polymer yang mengalami penambahan nilai
shrink ag e yang sangat kecil setelah umur 1 bulan.
Dalam penelitian ini repair mortar yang mengalami susut paling kecil adalah
mortar dengan bahan tambah polymer 2% yaitu 860 microstrain pada saat umur
mortar 84 hari, sedangkan yang mengalami susut paling besar adalah mortar
dengan bahan tambah polymer 6% yaitu sebesar 1177 microstrain, hal ini
mengindikasikan bahwa semakin tinggi kadar polymer yang digunakan maka nilai
rasio shrinkage akan semakin besar, sedangkan produk repair mortar Emacco
Nanocrete yang beredar di pasaran mengalami susut sebesar 1155 microstrain
atau nilai susutnya masih lebih besar diatas nilai susut mortar berbahan tambah
polymer 2% dan 4%.
37
Gambar 4.2. Grafik Rasio Sh rink age Mortar 0% dengan Mortar Polymer
Gambar 4.3 . Grafik Rasio Sh rink age Mortar Emaco Nanocrete dengan Mortar
Polymer
Dari Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pada awal umur
pengeringan (kurang dari 30 hari), mortar polymer dengan variasi kadar polymer
2%, 4% dan 6% mempunyai nilai rasio shrinkage yang lebih tinggi ( >1 )
dibandingkan mortar po lymer 0% ataupun mortar Emaco Nanocrete. Namun
penggunaan polymer dengan kadar berbeda-beda akan berpengaruh terhadap nilai
38
rasio shrinkage yang terjadi, dimana semakin tinggi kadar polymer yang
digunakan maka nilai rasio shrinkage akan semakin besar. Meskipun demikian
setelah mortar polymer mencapai umur pengeringan lebih dari 30 hari, nilai rasio
shrink ag e pada mortar polymer semakin lama semakin mengecil yang ditunjukkan
dengan nilai rasio yang semakin menurun dan cenderung konstan.
Dari Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 terlihat bahwa setelah mortar polymer
mencapai umur pengeringan lebih dari 30 hari, mortar polymer 2% mempunyai
nilai rasio shrinkage yang lebih rendah terhadap mortar polymer 0% maupun
mortar Emaco Nanocrete. Mortar polymer 4% mempunyai nilai rasio shrinkag e
yang hampir sama teahadap mortar po lymer 0% namun lebih kecil terhadap
mortar Emaco Nanocrete, sedangkan mortar polymer 6% mempunyai nilai rasio
shrink ag e yang lebih tinggi teahadap mortar polymer 0% namun hampir sama
teahadap mortar Emaco Nanocrete.
4.2. Perhitungan Prediksi Susut (shrinkage)
Hitungan prediksi shrinkage menggunakan metode ACI 209R-92, susut Sh(t-t0)
saat waktu t (hari) diukur dari permulaan pengeringan saat t0 (hari) dengan rumus
sebagai berikut:
…..………………....…………4 .1
Dengan: εSh(t) = Nilai susut saat umur t diukur saat t0
(t-t0) = Waktu pengeringan
εSh(u) = Susut ultimit
Hitungan prediksi shrinkage mortar akan ditinjau jangka panjang sampai umur
1000 hari, dimana jangka panjang ini akan diprediksi dengan metode ACI 209R-
92 dengan data jangka pendek 28 hari. Data hitungan prediksi shrinkag e
39
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C. Berikut ini grafik hasil hitungan
prediksi shrinkage.
Gambar 4.4. Grafik Prediksi Susut Mortar dengan Metode ACI 209R-92 dengan
Data Jangka Pendek 28 Hari
Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa setelah mengalami pengeringan dalam
jangka waktu yang relatif lama, maka susut pada mortar akan semakin kecil
seiring dengan bertambahnya umur mortar. Nilai shrinkage akhir yang tidak akan
bertambah lagi disebut dengan shrinkage ultimit. Prediksi ACI 209R–92 tersebut
diatas menghasilkan nilai shrinkage ultimit yang disajikan dalam Tabe l 4 .1
Tabel 4.1. Nilai Susut Ultimit Metode ACI 209R–92
KODE BENDA UJI SHRINKAGE ULTIMIT
( Metode ACI 209R–92 )
MS 1714
MP-0% 1989
MP-2% 2110
MP-4% 2552
MP-6% 2951
Emaco Nanocrete 2183
40
4.3. Perhitungan Nilai Error Prediksi
Pada perhitungan prediksi shrinkage dengan ACI 209R-92 setelah dibandingkan
dengan nilai shrink age yang diperoleh melalui pengukuran secara langsung pada
benda uji ternyata diperoleh hasil yang tidak sepenuhnya sama, sehingga terjadi
penyimpangan atau perbedaan nilai shrinkage hasil prediksi ACI 209R-92
dengan nilai shrink ag e hasil pengukuran langsung. Sebagai contoh adalah
perbandingan nilai shrinkage pada Mortar + Superplasticizer (MS) seperti yang
terlihat pada Gambar 4.5 dibawah ini.
Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Shrinkage Benda Uji MS Hasil Prediksi dengan Hasil Observasi
Untuk membandingkan dengan lebih jelas perbedaan nilai shrink age hasil
prediksi ACI 209R-92 dengan nilai shrink ag e hasil pengukuran langsung atau
observasi, maka besarnya nilai penyimpangan perlu diketahui. Besarnya nilai
penyimpangan atau tingkat kesalahan dapat dianalisa dengan menggunakan
rumus:
41
.................................................................................................. 4. 2
Dengan:
M = Nilai error prediksi
εsh(t) = Sh rink age observasi umur t (microstrain)
ε’sh(t) = Sh rink age prediksi umur t (microstrain)
= Nilai rata-rata Shrinkage observasi (microstrain)
= Jumlah nilai Shrink ag e
Perhitungan prediksi shrink age dan nilai error dengan ACI 209R-92 akan
menggunakan data perhitungan prediksi shrinkage 14, 28, 42, 56, dan 84 hari.
Hubungan antara nilai error prediksi dengan variasi umur data shrinkage yang
dievaluasi dengan rumus diatas diperlihatkan pada tabel berikut:
Tabel 4 .2. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan prediksi shrink age dengan metode ACI 209R-92
SAMPEL 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
MS 138.0% 80.4% 59.5% 49.9% 46.5%
MP-0% 146.7% 85.3% 62.9% 53.5% 49.6%
MP-2% 224.2% 144.3% 105.2% 89.1% 83.1%
MP-4% 250.8% 154.3% 111.7% 94.7% 87.7%
MP-6% 255.0% 156.1% 113.1% 95.8% 88.5%
EM 110.2% 66.1% 51.7% 43.8% 43.4%
Dari Tabel 4 .2 terlihat bahwa nilai error pada perhitungan prediksi shrinkag e
dengan metode ACI 209R-92 menghasilkan nilai error yang terlalu besar, karena
itu rumus pada metode ACI 209R-92 kurang tepat digunakan untuk menghitung
prediksi shrinkage pada penelitian ini.
42
4.4. Perhitungan Nilai Error Optimum dengan Memodifikasi
Perkiraan Waktu Paruh Ultimate Shrinkage
Pada perhitungan nilai prediksi dengan metode ACI 209R-92 ternyata didapat
nilai error yang terlalu besar, oleh karena itu diperlukan modifikasi rumus agar
mendapatkan nilai prediksi yang lebih tepat. Pada rumus ACI 209R-92 nilai 35
adalah perkiraan waktu paruh tercapainya nilai ultimate shrinkage pada sebuah
mortar ataupun beton. Untuk mendapatkan nilai error prediksi dengan tepat
digunakan modifikasi perkiraan waktu paruh tercapainya ultimate shrinkage yaitu
dengan mengganti nilai waktu paruh dengan beberapa variasi, pada modifikasi ini
digunakan variasi 1, 3, 5, 7, 10, 14, 21, dan 28 hari..
Hitungan prediksi shrinkage dengan variasi 1, 3, 5, 7, 10, 14, 21, dan 28 hari
didapat rumus sebagai berikut :
…..……………... .….. . .. . . ..………4.3
Dengan: εSh(t) = Nilai susut saat umur t diukur saat t0
(t-t0) = Waktu pengeringan
εSh(u) = Susut ultimit
TUSh = Modifikasi w aktu paruh u ltima te shrink a ge
Dengan cara yang sama seperti perhitungan prediksi shrinkag e dan nilai error ACI
209R-92, maka perhitungan prediksi shrink age dan nilai error pada modifikasi
perkiraan waktu paruh ultimate shrink ag e juga akan menggunakan data
perhitungan prediksi shrink age 14, 28, 42, 56, dan 84 hari. Data hasil prediksi
shrink ag e dengan berbagai variasi waktu paruh ultimate shrinkage yang didapat
dapat dilihat pada Lampiran C, sedangkan hubungan antara nilai error prediksi
dengan variasi umur data shrinkage yang dievaluasi dengan modifikasi perkiraan
waktu paruh ultimate shrinkage dapat dilihat pada tabel – tabel berikut ini :
43
1) Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan
prediksi shrink ag e dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate
shrink age 1 hari.
Tabel 4 .3 . Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan prediksi shrink age dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate shrink age 1 hari.
SAMPEL 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
MS 153.4% 126.8% 110.4% 101.5% 96.9% MP-0% 148.0% 122.0% 106.4% 98.0% 93.8% MP-2% 109.0% 84.5% 72.8% 67.3% 63.1% MP-4% 92.4% 72.2% 62.2% 57.3% 53.6% MP-6% 89.0% 69.5% 60.3% 55.5% 51.9%
EM 167.9% 138.6% 120.2% 111.2% 106.7%
2) Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan
prediksi shrink ag e dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate
shrink age 3 hari.
Tabel 4 .4 . Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan prediksi shrink age dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate shrink age 3 hari.
SAMPEL 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
MS 105.8% 84.3% 71.2% 64.8% 62.4% MP-0% 100.3% 79.9% 67.6% 61.2% 59.2% MP-2% 60.1% 39.1% 32.1% 28.7% 26.2% MP-4% 44.5% 31.3% 25.4% 22.5% 20.8% MP-6% 42.0% 30.4% 24.7% 21.9% 20.4%
EM 121.6% 97.2% 81.3% 74.1% 71.5%
3) Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan
prediksi shrink ag e dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate
shrink age 5 hari.
Tabel 4 .5 . Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan prediksi shrink age dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate shrink age 5 hari.
SAMPEL 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
MS 80.0% 62.7% 50.3% 43.9% 41.7% MP-0% 74.9% 59.7% 48.4% 41.9% 38.9% MP-2% 31.6% 20.2% 17.1% 16.7% 16.3% MP-4% 15.9% 13.9% 13.8% 13.6% 13.5% MP-6% 14.1% 13.9% 13.8% 13.7% 13.6%
EM 96.3% 73.3% 58.7% 52.7% 50.6%
44
4) Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan
prediksi shrink ag e dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate
shrink age 7 hari.
Tabel 4 .6 . Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan prediksi shrink age dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate shrink age 7 hari.
SAMPEL 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
MS 58.2% 47.8% 39.1% 34.8% 32.5% MP-0% 52.9% 44.8% 37.2% 33.1% 31.2% MP-2% 21.2% 19.7% 18.8% 18.1% 17.3% MP-4% 34.0% 26.8% 21.2% 19.1% 18.7% MP-6% 37.4% 28.6% 22.1% 20.4% 19.9%
EM 75.4% 58.5% 45.4% 39.7% 37.1%
5) Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan
prediksi shrink ag e dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate
shrink age 10 hari.
Tabel 4 .7 . Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan prediksi shrink age dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate shrink age 10 hari.
SAMPEL 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
MS 30.4% 29.5% 25.6% 23.2% 22.3% MP-0% 27.2% 26.7% 23.8% 21.6% 21.1% MP-2% 49.6% 39.1% 31.7% 29.2% 28.6% MP-4% 69.6% 48.9% 39.3% 35.8% 34.2% MP-6% 73.0% 51.3% 41.0% 37.1% 35.3%
EM 48.1% 39.9% 31.0% 27.8% 26.4%
6) Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan
prediksi shrink ag e dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate
shrink age 14 hari.
Tabel 4 .8 . Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan prediksi shrink age dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate shrink age 14 hari.
SAMPEL 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%) MS 20.1% 12.2% 12.1% 11.5% 11.4% MP-0% 27.0% 14.1% 13.9% 13.9% 13.8% MP-2% 87.9% 63.9% 50.7% 45.7% 43.8% MP-4% 110.2% 74.9% 58.5% 52.0% 49.1% MP-6% 114.0% 76.9% 60.1% 53.3% 50.2%
EM 20.4% 19.3% 16.9% 16.6% 16.5%
45
7) Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan
prediksi shrink ag e dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate
shrink age 21 hari.
Tabel 4 .9 . Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan prediksi shrink age dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate shrink age 21 hari.
SAMPEL 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%) MS 67.9% 38.6% 30.2% 26.2% 23.4% MP-0% 75.3% 43.5% 33.9% 29.7% 26.5% MP-2% 143.5% 98.2% 74.9% 65.4% 61.7% MP-4% 167.6% 108.9% 82.2% 71.5% 66.8% MP-6% 171.7% 110.7% 83.7% 72.7% 67.9%
EM 43.5% 24.5% 23.0% 20.7% 20.5%
8) Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan
prediksi shrink ag e dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate
shrink age 28 hari.
Tabel 4 .10. Hubungan nilai error dengan variasi umur data shrinkage pada perhitungan prediksi shrink age dengan modifikasi perkiraan waktu paruh ultimate shrink age 28 hari.
SAMPEL 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
MS 106.4% 62.0% 46.5% 39.5% 36.6% MP-0% 114.2% 66.8% 50.2% 43.1% 39.7% MP-2% 187.9% 124.0% 91.8% 79.1% 73.8% MP-4% 213.3% 134.3% 99.0% 84.9% 78.7% MP-6% 217.2% 136.1% 100.4% 86.0% 79.8%
EM 79.9% 47.8% 39.0% 33.5% 32.9%
Untuk dapat melihat dengan mudah nilai error optimum berdasarkan modifikasi
waktu paruh ultimate shrinkage yang telah ditentukan, maka nilai error yang
didapat dengan menggunakan variasi umur data shrinkage 14, 28, 42, 56, dan 84
hari dikelompokkan pada setiap jenis benda uji. Didapat hasil sebagai berikut :
46
1) Nilai error MS dengan berbagai modifikasi waktu paruh ultimate shrinkage.
Tabel 4.11. Nilai error MS dengan modifikasi waktu paruh ultimate shrinkage.
TUSh 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
1 153.4% 126.8% 110.4% 101.5% 96.9%
3 105.8% 84.3% 71.2% 64.8% 62.4%
5 80.0% 62.7% 50.3% 43.9% 41.7%
7 58.2% 47.8% 39.1% 34.8% 32.5%
10 30.4% 29.5% 25.6% 23.2% 22.3%
14 20.1% 12.2% 12.1% 11.5% 11.4%
21 67.9% 38.6% 30.2% 26.2% 23.4%
28 106.4% 62.0% 46.5% 39.5% 36.6%
35 138.0% 80.4% 59.5% 49.9% 46.5%
Gambar 4.6. Grafik hubungan nilai error MS dengan modifikasi waktu paruh
ultimate shrinkage
47
2) Nilai error MP-0% dengan berbagai modifikasi waktu paruh ultimate
shrink age.
Tabel 4 .12. Nilai error MP-0% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrinkage.
TUSh 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
1 148.0% 122.0% 106.4% 98.0% 93.8%
3 100.3% 79.9% 67.6% 61.2% 59.2%
5 74.9% 59.7% 48.4% 41.9% 38.9%
7 52.9% 44.8% 37.2% 33.1% 31.2%
10 27.2% 26.7% 23.8% 21.6% 21.1%
14 27.0% 14.1% 13.9% 13.9% 13.8%
21 75.3% 43.5% 33.9% 29.7% 26.5%
28 114.2% 66.8% 50.2% 43.1% 39.7%
35 146.7% 85.3% 62.9% 53.5% 49.6%
Gambar 4.7. Grafik hubungan nilai error MP-0% dengan modifikasi waktu
paruh ultimate shrinkage
48
3) Nilai error MP-2% dengan berbagai modifikasi waktu paruh ultimate
shrink age.
Tabel 4 .13. Nilai error MP-2% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrinkage.
TUSh 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
1 109.0% 84.5% 72.8% 67.3% 63.1%
3 60.1% 39.1% 32.1% 28.7% 26.2%
5 31.6% 20.2% 17.1% 16.7% 16.3%
7 21.2% 19.7% 18.8% 18.1% 17.3%
10 49.6% 39.1% 31.7% 29.2% 28.6%
14 87.9% 63.9% 50.7% 45.7% 43.8%
21 143.5% 98.2% 74.9% 65.4% 61.7%
28 187.9% 124.0% 91.8% 79.1% 73.8%
35 224.2% 144.3% 105.2% 89.1% 83.1%
Gambar 4.8. Grafik hubungan nilai error MP-2% dengan modifikasi waktu
paruh ultimate shrink ag e
49
4) Nilai error MP-4% dengan berbagai modifikasi waktu paruh ultimate
shrink age.
Tabel 4 .14. Nilai error MP-4% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrinkage.
TUSh 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
1 92.4% 72.2% 62.2% 57.3% 53.6%
3 44.5% 31.3% 25.4% 22.5% 20.8%
5 15.9% 13.9% 13.8% 13.6% 13.5%
7 34.0% 26.8% 21.2% 19.1% 18.7%
10 69.6% 48.9% 39.3% 35.8% 34.2%
14 110.2% 74.9% 58.5% 52.0% 49.1%
21 167.6% 108.9% 82.2% 71.5% 66.8%
28 213.3% 134.3% 99.0% 84.9% 78.7%
35 250.8% 154.3% 111.7% 94.7% 87.7%
Gambar 4.9. Grafik hubungan nilai error MP-4% dengan modifikasi waktu
paruh ultimate shrinkage
50
5) Nilai error MP-6% dengan berbagai modifikasi waktu paruh ultimate
shrink age.
Tabel 4 .15. Nilai error MP-6% dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrinkage.
TUSh 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
1 89.0% 69.5% 60.3% 55.5% 51.9%
3 42.0% 30.4% 24.7% 21.9% 20.4%
5 14.1% 13.9% 13.8% 13.7% 13.6%
7 37.4% 28.6% 22.1% 20.4% 19.9%
10 73.0% 51.3% 41.0% 37.1% 35.3%
14 114.0% 76.9% 60.1% 53.3% 50.2%
21 171.7% 110.7% 83.7% 72.7% 67.9%
28 217.2% 136.1% 100.4% 86.0% 79.8%
35 255.0% 156.1% 113.1% 95.8% 88.5%
Gambar 4.10. Grafik hubungan nilai error MP-6% dengan modifikasi waktu
paruh ultimate shrinkage
51
6) Nilai error EM dengan berbagai modifikasi waktu paruh ultimate shrinkage.
Tabel 4.16. Nilai error EM dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrinkage.
TUSh 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
1 167.9% 138.6% 120.2% 111.2% 106.7%
3 121.6% 97.2% 81.3% 74.1% 71.5%
5 96.3% 73.3% 58.7% 52.7% 50.6%
7 75.4% 58.5% 45.4% 39.7% 37.1%
10 48.1% 39.9% 31.0% 27.8% 26.4%
14 20.4% 19.3% 16.9% 16.6% 16.5%
21 43.5% 24.5% 23.0% 20.7% 20.5%
28 79.9% 47.8% 39.0% 33.5% 32.9%
35 110.2% 66.1% 51.7% 43.8% 43.4%
Gambar 4.11. Grafik hubungan nilai error EM dengan modifikasi waktu
paruh ultimate shrink age
52
Dengan melihat grafik-grafik diatas, kita dapat melihat bahwa pada benda uji
dengan bahan tambah polymer memiliki kecenderungan nilai error yang sama
yaitu mempunyai nilai error optimum pada waktu paruh ultimate shrink age 5 hari
sehingga waktu paruh ultimate shrink ag e 5 hari dapat dijadikan sebagai prediksi
shrink ag e. Hubungan nilai error benda uji berbahan tambah po lymer dengan
variasi umur yang digunakan untuk memprediksi shrinkage pada waktu paruh
ultimate shrinkage 5 hari dapat dilihat pada Tabel 4.17 dan Gambar 4 .12 berikut
ini:
Tabel 4 .17. Hubungan nilai error benda uji berbahan tambah po lymer dengan variasi umur data shrinkage yang digunakan untuk memprediksi shrink age pada modifikasi waktu paruh ultimate shrink ag e 5 hari
SAMPEL 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
MP-2% 31.6% 20.2% 17.1% 16.7% 16.3%
MP-4% 15.9% 13.9% 13.8% 13.6% 13.5%
MP-6% 14.1% 13.9% 13.8% 13.7% 13.6%
Gambar 4.12. Grafik Hubungan nilai error benda uji berbahan tambah polymer dengan variasi umur data shrinkage yang digunakan untuk memprediksi shrinkage pada modifikasi waktu paruh ultimate shrink age 5 hari
53
Sedangkan untuk jenis benda uji yang lain juga memiliki nilai error yang
cenderung sama yaitu benda uji MS, MP-0%, dan EM mempunyai nilai error
optimum pada waktu paruh ultimate shrink ag e 14 hari sehingga waktu paruh
ultimate shrinkage 14 hari dapat dijadikan sebagai prediksi shrink age. maka dari
itu untuk benda uji non polymer dapat dikelompokkan menjadi satu. Hubungan
nilai error benda uji non polymer dengan variasi umur yang digunakan untuk
memprediksi shrink ag e pada waktu paruh ultimate shrink ag e 14 hari dapat dilihat
pada Tabel 4.18 dan Gambar 4.13 berikut ini:
Tabel 4.18. Hubungan nilai error benda uji non polymer dengan variasi umur data shrink age yang digunakan untuk memprediksi shrink age pada modifikasi waktu paruh ultimate shrinkage 14 hari.
SAMPEL 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari 84 hari
M (%) M (%) M (%) M (%) M (%)
MS 20.1% 12.2% 12.1% 11.5% 11.4%
MP-0% 27.0% 14.1% 13.9% 13.9% 13.8%
EM 20.4% 19.3% 16.9% 16.6% 16.5%
Gambar 4.13. Grafik Hubungan nilai error benda uji non polymer dengan variasi umur data shrink age yang digunakan untuk memprediksi shrinkage pada modifikasi waktu paruh ultimate shrinkage 14 hari
54
Namun demikian pada jenis benda uji berbahan tambah polymer, waktu paruh
ultimate shrink age hingga 7 hari masih dapat digunakan sebagai perhitungan
prediksi shrinkage karena mempunyai nilai error yang masih wajar atau tidak
terlalu besar. Sedangkan untuk jenis benda uji non polymer tidak dapat
menggunakan waktu paruh lebih dari 14 hari untuk digunakan sebagai
perhitungan prediksi shrinkage karena memiliki nilai error yang sudah tidak
wajar. Dengan didapat nilai error yang wajar maka kesalahan dalam
memprediksikan shrinkage jangka panjang dapat diminimalisir, nilai-nilai
prediksi shrinkage jangka panjang dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrink ag e dapat dilihat pada Lampiran C.
Dengan diketahui nilai error optimum maka dapat diketahui pula nilai ultimate
shrink ag e baru yang mempunyai nilai error lebih wajar. Nilai ultimate shrinkag e
yang menggunakan nilai error optimum disajikan dalam Tabel 4 .19 dan Tabe l
4.20 berikut ini:
Tabel 4.19 . Nilai ultimate shrinkage benda uji non po lymer dengan modifikasi waktu paruh tercapainya ultimate shrinkag e 14 hari dengan data jangka pendek 28 hari.
Tabel 4.20 . Nilai ultimate shrinkage benda uji polymer dengan modifikasi waktu
paruh tercapainya ultimate shrink age 5 hari dengan data jangka pendek 28 hari.
KODE BENDA UJI SHRINKAGE ULTIMIT ( Modifikasi ACI 209R–92 )
MS 1043 MP-0% 1211
EM 1323
KODE BENDA UJI SHRINKAGE ULTIMIT ( Modifikasi ACI 209R–92 )
MP-2% 891,9 MP-4% 1088
MP-6% 1261
55
4.5. Pembahasan
Shrink ag e adalah penyusutan volume yang yang tidak berhubungan dengan
beban. Dalam hal ini kita melakukan penelitian pada mortar, jadi shrinkage dapat
diartikan sebagai penyusutan mortar yang diakibatkan oleh banyak faktor
diantaranya hilangnya air dalam mortar atau karena hidrasi semen. Seperti terlihat
pada Gambar 4.1 bahwa semakin lama umur mortar akan semakin besar nilai
susut (shrinkage) yang terjadi.
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa susut yang terjadi pada umur 28 hari mencapai
600-1100 microstrain, menurut International Con crete Repair Institute
diklasifikasikan sebagai moderate shrinkage sedangkan bulletin HPM&S
memberi batas maksimum shrinkage pada umur mortar 28 hari sebesar 400
microstain. Hal ini menunjukkan material patch ini cenderung mengalami susut
yang tinggi. Susut yang tinggi dapat menyebabkan pengelupasan, retak pada
material patch, dan penampilan yang buruk akibat retak.
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa pada awal umur pengeringan (kurang dari
30 hari) mortar polymer dengan variasi kadar polymer 2%, 4%, dan 6%
mempunyai nilai rasio shrink age yang lebih tinggi (>1) dibandingkan mortar
polymer 0%. Namun setelah umur pengeringan lebih dari 30 hari, mortar polymer
2% mempunyai nilai rasio lebih rendah (<1), hal ini dapat diartikan bahwa repair
mortar dengan penggunaan kadar po lymer sebesar 2% berpengaruh dalam
mengurangi susut bila dibandingkan dengan mortar po lymer 0%. Sedangkan
mortar polymer 4% dan 6% tidak dapat dikatakan berpengaruh dalam mengurangi
susut, karena mortar polymer 4% mempunyai nilai rasio shrinkage yang hampir
sama terhadap mortar polymer 0%, dan mortar polymer 6% mempunyai nilai
rasio shrink ag e yang lebih tinggi terhapap mortar polymer 0%.
56
Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pada awal umur pengeringan (kurang dari
30 hari) mortar polymer dengan variasi kadar polymer 2%, 4%, dan 6%
mempunyai nilai rasio shrink age yang lebih tinggi (>1) dibandingkan mortar
Emaco Nanocrete. Namun setelah umur pengeringan lebih dari 30 hari, mortar
polymer 2% dan 4% mempunyai nilai rasio lebih rendah (<1), hal ini dapat
diartikan bahwa repair mortar dengan penggunaan kadar po lymer sebesar 2%
dan 4% berpengaruh dalam mengurangi susut bila dibandingkan dengan mortar
Emaco Nanocrete. Sedangkan mortar polymer 6% tidak dapat dikatakan
berpengaruh dalam mengurangi susut, karena mortar po lymer 6% mempunyai
nilai rasio shrink age yang hampir sama terhadap mortar Emaco Nanocrete.
Dari Gambar 4.4 dapat dilihat prediksi nilai shrinkage mortar hingga 1000 hari
berdasarkan metode ACI 209R-92, namun dari hasil prediksi ternyata didapat
nilai error yang terlalu besar sehingga diperlukan modifikasi rumus pada metode
ACI 209R-92 yaitu dengan memodifikasi waktu paruh u ltimate shrinkage dengan
waktu paruh 1, 3, 5, 7, 10, 14, 21, dan 28 hari. Modifikasi rumus ini berfungsi
untuk mengetahui nilai error optimum sehingga didapat nilai error yang lebih
tepat dan wajar. Dari hasil modifikasi rumus diketahui bahwa benda uji berbahan
tambah po lymer dapat diprediksikan dengan modifikasi waktu paruh ultimate
shrink ag e 5 hari karena memiliki nilai error yang tepat dan wajar, sedangkan
untuk benda uji yang lain dapat diprediksikan dengan dengan modifikasi waktu
paruh ultimate shrink ag e 14 hari.
57
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari seluruh pengujian, analisis data, dan pembahasan yang dilakukan dalam
penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1) Penambahan kadar po lymer dengan persentase tertentu pada repair mortar
mempengaruhi nilai shrink ag e, dimana semakin tinggi kadar polymer yang
digunakan maka nilai shrinkage akan semakin besar. Pada awal umur
pengeringan (kurang dari 30 hari), mortar polymer dengan variasi kadar
po lymer 2%, 4% dan 6% mempunyai nilai rasio shrink ag e yang lebih tinggi
(>1) dibandingkan mortar po lymer 0% ataupun mortar Emaco Nanocrete.
Setelah mortar polymer mencapai umur pengeringan lebih dari 30 hari,
mortar po lymer 2% dapat berpengaruh dalam mengurangi susut pada repair
mortar bila dibandingkan dengan mortar polymer 0%, sedangkan bila
dibandingkan dengan mortar Emacco Nanocrete, yang dapat berpengaruh
dalam mengurangi susut pada repair mortar adalah mortar polymer 2% dan
mortar polymer 4%.
2) Prediksi shrink age jangka panjang dengan metode ACI 209R-92 tidak dapat
diaplikasikan pada benda uji karena menghasilkan nilai error yang terlalu
besar dan melebihi batas kewajaran (30%).
3) Modifikasi rumus ACI 209R-92 yaitu dengan mengganti perkiraan waktu
paruh tercapainya ultimate shrink age pada benda uji dengan nilai 1, 3, 5, 7,
10, 14, 21, dan 28 hari menghasilkan bahwa pada benda uji berbahan tambah
po lymer memiliki nilai error op timum pada 5 hari, sedangkan pada benda uji
non po lymer mempunyai nilai error optimum pada 14 hari.
58
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diberikan saran yang
diharapkan berguna dalam penerapannya di lapangan , saran-saran yang diberikan
sebagai berikut:
1) Untuk memperkecil kesalahan yang ada sebaiknya perlu penelitian lebih
lanjut tentang penambahan kadar polymer dengan variasi hari yang lebih lama
untuk mengetahui karakteristik sifat polymer.
2) Agar kesalahan dalam pengamatan lebih kecil sebaiknya pemeliharaan alat-
alat observasi dapat ditingkatkan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1991, ACI Con crete Repair Basics. Anonim, 2005, Buku Pedoman Penulisan Tugas Ak hir, Jurusan Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Dipohusodo, I. 1994. Struktur Beton Bertulang. Jakarta: Gramedia. Fattuhi, NI and Al-Khaiat, H, 1999 ”Shrinkage of Concrete Exposed to Hot and
Arid Climate”, Journal of Materials in Civil Engineering. Mosley, W.H. dan Bungey, J.H, 1989, Perencanaa n Beton Bertulang, Edisi
ketiga, Erlangga, Jakarta Murdock, L.J., and Brook, K, M, (alih bahasa : Stephanus Handoko), 1991, Bah an
dan Praktek Beton, Erlangga, Jakarta Nawy E. G.(Alih Bahasa: Bambang Suryatmono), 1990, Beton Bertulang Su atu
Pendekatan Da sar, Eresco, Bandung. Neville, A.M, and Brooks, J.J, 1997, Con crete Technology, London. Paul Nugraha dan Antoni, 2007, Tek no logi Beton, Andi, Yogyakarta. Sagel, R., Kole. P., dan Kusuma. G., 1994, Pedoman Pengerjaan Beton
berdasarkan SK-SNI T-15-1991-03, Edisi keempat, Erlangga, Jakarta Sulistya Krisna, 2010, Susut Repair Mortar dengan Bah an Tambah Polymer.
Skripsi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Tjokrodimuljo Kardiyono, 1996, Tek nologi Beton. Yogyakarta : Penerbit Andi.