114
TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG PEMANFAATANTANAH WAKAF OLEH WAKIF (StudiKasus di DesaPringsewu Utara Kec.PringsewuKab. Pringsewu) SKRIPSI DiajukanUntukdi MunaqosahkandalamMelengkapiTugas- tugasdanMemenuhiSyarat-syaratGunaMemperolehGelarSarjanaHukum (S.H) Oleh: M. ZUHAL HARIS NPM :1421030049 Program Studi :Muamalah FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1439 H/2018 M

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG ...repository.radenintan.ac.id/3768/1/SKRIPSI.pdfABSTRAK TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG PEMANFAATAN TANAH WAKAF OLEH

  • Upload
    lethuan

  • View
    261

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG

PEMANFAATANTANAH WAKAF OLEH WAKIF

(StudiKasus di DesaPringsewu Utara Kec.PringsewuKab. Pringsewu)

SKRIPSI

DiajukanUntukdi MunaqosahkandalamMelengkapiTugas-

tugasdanMemenuhiSyarat-syaratGunaMemperolehGelarSarjanaHukum (S.H)

Oleh:

M. ZUHAL HARIS

NPM :1421030049

Program Studi :Muamalah

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

LAMPUNG

1439 H/2018 M

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG

PEMANFAATANTANAH WAKAF OLEH WAKIF

(StudiKasus di DesaPringsewu Utara Kec.PringsewuKab. Pringsewu)

SKRIPSI

DiajukanUntuk di MunaqosahkandalamMelengkapiTugas-tugasdanMemenuhiSyarat-

syaratGunaMemperolehGelarSarjanaHukum (S.H)

Oleh:

M. ZUHAL HARIS

NPM : 1421030049

Program Studi :Muamalah

Pembimbing I : Drs. Henry Iwansyah, M.A.

Pembimbing II: Drs. H. Zikri

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

LAMPUNG

1439 H/2018 M

ABSTRAK

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TENTANG

PEMANFAATAN TANAH WAKAF OLEH WAKIF (Studi Kasus di Desa

Pringsewu Utara Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu)

Oleh :

Muhammad Zuhal Haris

Pelaksanaan kegiatan wakaf di Desa Pringsewu Utara Kab. Pringsewu dalam

hal ini wakaf sebagai tanah pemakaman umum bagi warga desa

setempat.Pelaksanaan Tanah wakaf ini memang digunakan untuk fasilitas umum

sebagai tanah pemakaman bagi warga desa Pringsewu Utara dan berjalan sesuai

dengan bentuk kepanitian yang telah dibuat dan disepakati bersama dalam

pengelolaannya. Namun, tanah pemakaman itu dimanfaatkan oleh wakif yang tak lain

adalah ketua panitia tersebut sebagai ajang bisnis selain ladang amal bagi diri wakif

dan fasilitas ummat. Wakif memanfaatkan tanah wakaf yang telah ia wakafkan

dengan mengambil keuntungan dari hasil wakaf itu untuk dikomersilkan dan menjadi

ladang untuk memperkaya diri.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana

praktik pemanfaatan tanah wakaf oleh wakif di Desa Pringsewu Utara 2) Bagaimana

praktik pemanfaatan tanah wakaf oleh wakif dilihat dari perspektif hukum Islam dan

hukum positif.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah field research

dengan penelitian yang bersifat deskriptif analitik. Data yang dikumpulkan berupa

data primer, data sekunder, dan tersier juga dari buku-buku maupun literatur lainnya

yang dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi yang kemudian

data tersebut dikelola dengan cara editing dan systematizing, kemudian dianalisis

dalam bentuk analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, pemanfaatan tanah wakaf yang dilakukan

oleh wakif di Desa Pringsewu Utara Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu

dalam hal ini memungut biaya atas pemakaian tanah makam yang sudah

diwakafkanoleh wakif dengan mengambil keuntungan dari hasil wakaf meski

pembayarannya diberikan secara sukarela kepada wakif melalui bendahara yang telah

diatur dan disepakati oleh warga setempat. Pelaksanaan tanah wakaf semestinya tidak

dilakukan dengan cara-cara yang bathil dan bertentangan menurut syari‟ah serta dapat

merugikan pihak-pihak tertentu. Selain itu, pelaksanaan pemanfaatan tanah wakaf

telah diaturdalam PP No.42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004

tentang wakaf yang memuat bahwa wakaf sah apabila dilakukan menurut syari‟ah,

memanfaatkan sesuai dengan fungsinya, mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis

untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.Oleh karena

itu, praktik pemanfaatan tanah wakaf oleh wakif di Desa Pringsewu

Utarabertentangan dengan peraturan yang ada.

MOTTO

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagaian

harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh,

Allah maha mengetahui..” (QS. Al-Imran : 92).1

1Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Al

Waah, 2004). h. 77.

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Zuhal Haris lahir di Putih Dohpadatanggal 20 November 1995.

IaterlahirdaripasanganBpk. TamrindanIbu Hadroorangtua yang

bergituluarbiasadansangatberartibagipenulis. Dan memilikisatu orang kakak yaitu

Muhammad Desta Palisthin dan satu orang adikyaituUswatun Hasanah yang

sangatpenulissayangidancintai.

Pendidikandimulaidari TK Al-Azhar Ramli, SDN 2 Cukuh

Balakdanselesaipadatahun 2008, SMPPonpes Daar El-Qolam

Tangerangdanselesaipadatahun 2011,SMAPonpes Daar El-Qolam Tangerang jurusan

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) danselesaipadatahun 2014,

danmengikutipendidikantingkatperguruantinggipadaFakultasSyari‟ahdanHukumIsntit

ut Agama Islam NegeriRadenIntan Lampung yang sekarangmenjadiUniversitas Islam

NegeriRadenIntan Lampung mengambiljurusanMu‟amalah

(HukumEkonomiSyari‟ah) dimulaipada semester I TA. 2014.

Selamamenempuhpendidikan di Universitas Islam NegeriRadenIntan

Lampung penulispernahmengikuti UKMHIQMA

,meskipunpadaakhirnyapenulistidakaktifmengikutiorganisasitersebutdikarenakanlebih

fokusdenganhal-hal yang berkaitandenganperkuliahan.

KATA PENGANTAR

Denganmenyebutnama Allah SWT yang MahaPengasihlagiMahaPenyayang,

pujisyukurkepada Allah SWT yang telahmelimpahkanrahmatdanhidayah-

Nyaberupailmupengetahuan, petunjuk,

dankesehatansehinggapenulisdapatmenyelesaikanpenulisanskripsi yang berjudul

“TinjauanHukum Islam danHukumPositifTentang Pemanfaatan Tanah Wakaf Oleh

Wakif (Studi Kasus di Desa Pringsewu Utara, Kec. Pringsewu, Kab. Pringsewu)”

inidenganbaik. ShalawatsertasalamsemogatetapterlimpahkankepadaNabi Muhammad

SAW danjugakeluarga, sahabat, sertaparapengikutbeliau.

Skripsiiniditulismerupakanbagiandaripersyaratanuntukmenyelesaikanstudipen

didikan program studi (S1) di FakultasSyari‟ahdanHukum UIN RadenIntan Lampung

gunamemperolehgelarSarjanaHukum (S.H) dalambidangMu‟amalah

(HukumEkonomiSyariah).

Atasterselesaikannyaskripsiinitaklupapenulismengucapkanterimakasihsedala

m-dalamnyakepadasemuapihak yang turutberperandalam proses penyelesaiannya.

Secararincipenulisungkapkanterimakasihkepada :

1. Dr. Alamsyah, S.Ag.,M.Ag. selakuDekanFakultasSyari‟ahdanHukum UIN

RadenIntan Lampung yang senantiasatanggapterhadapkesulitan-

kesulitanparamahasiswa;

2. Dr. H.A. KhumediJa‟far, S.Ag., M.H.

selakuKetuaJurusanMu‟amalahFakultasSyari‟ahdanHukum UIN RadenIntan

Lampung;

3. Drs. Henry Iwansyah, M.A. selakuPembimbing I yang

dengantulustelahmeluangkanwaktunyauntukmembimbingdanmengarahkanp

enulisdari semester II

sampaidenganmembimbingpenulisanskripsiinihinggaselesai;

4. Drs. H. Zikri selakuPembimbingII yang

dengantulustelahmeluangkanwaktunyauntukmembimbingdanmengarahkanp

enulis dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai;

5. Tamrin, S.Pd., M.SI, dan Ibu Hadro, S.Pd, selaku orang tua penulis yang

selalu mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis baik motivasi

secara moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini;

6. BapakdanIbuDosendansegenapcivitasakademikaFakultasSyari‟ahdanHukum

UIN RadenIntan Lampung;

7. Mira Apriani yang

telahmembantupenulisdanmenyemangatipenulisdalammenyelesaikanskripsih

inggaselesai;

8. Ahmad Khoiruman yang

telahbersediamenjaditempatuntukpenulisbertanyatentanghal-hal yang

berkaitandengan Refrensipenulisanskripsi;

9. Teman-Teman Kossan Fahri (Redo Panca, A. Robi, Ahmad, Sandi, Dzikri

Bastian, Arif, Randy, Agung, danBaghda);

10. Keluarga KKN 267 pekon Kutawaringin (Krismanik Aji Candra, M Fauzi

Perdana Alamsyah, Indah Cahyani Putri, Sri Maryani, Tamara Ditha Putri,

Okta Viani, Riang Syah Putri, Bela Suciati Agami, dan Martin);

11. Teman-temanseperjuanganMuamalah D angkatan 2014.

Penulismenyadaribahwadalampenulisanskripsiinimasihjauhdarikesempurnaan.

Untukitupenulisberharappembacakiranyadapatmemberikanmasukan, saran-saran

gunamelengkapidanlebihsempurnanyapenulisanskripsiini.Mudah-

mudahanskripsiinibermanfaat, tidakhanyauntukpenulistetapijugauntukparapembaca.

Bandar Lampung, 2018

Penulis

M. Zuhal Haris

DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................. i

COVER DALAM .............................................................................................. ii

ABSTRAK ......................................................................................................... iii

PERSETUJUAN ................................................................................................ iv

PENGESAHAN ................................................................................................. v

MOTTO ............................................................................................................. vi

PERSEMBAHAN .............................................................................................. vii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. PenegasanJudul ........................................................................... 1

B. AlasanMemilihJudul ................................................................... 5

C. LatarBelakangMasalah ................................................................ 6

D. RumusanMasalah ........................................................................ 10

E. TujuandanKegunaanPenelitian ................................................... 11

F. MetodePenelitian......................................................................... 11

BAB II WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM

POSITIF

A. KetentuanHukum Islam TentangWakaf ...................................... 22

1. Pengertian Wakaf .................................................................. 22

2. PengertianWakif .................................................................... 25

3. Nadzir .................................................................................... 26

4. DasarHukumWakaf ............................................................... 28

5. RukundanSyaratWakaf ......................................................... 32

6. Macam-MacamWakaf ........................................................... 39

7. Bentuk-Bentuk Wakaf ........................................................... 42

B. KetentuanHukumPositifTentangWakaf ...................................... 43

1. PengertianWakaf ................................................................... 43

2. DasarHukumWakaf ............................................................... 44

3. RukundanSyaratWakaf ......................................................... 45

4. Prosedur Ikrar Wakaf ............................................................ 51

C. Kedudukan Tanah Wakaf ............................................................ 53

D. Pemberdayaan Tanah Wakaf....................................................... 59

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. SekilasTentangDesaPringsewu Utara ......................................... 64

B. SejarahPembentukan Tanah WakafdanStruktur

Pengelolaannya ........................................................................... 74

C. PolaPemanfaatan Tanah WakafOlehWakif................................. 77

BAB IV ANALISIS DATA

A. Praktik Pemanfaatan Tanah WakafOlehWakifdi

DesaPringsewu Utara .................................................................. 81

B. PraktikPemanfaatan Tanah WakafOlehWakifdilihat dari

Perspektif Hukum Islam dan HukumPositif ............................... 83

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 91

B. Saran ............................................................................................ 92

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul

Fokus pengamatan skripsi ini adalah pembahasan mengenai bagaimanakah

praktik pemanfaatan tanah wakafolehwakifdi desa Pringsewu Utara dan bagaimana

praktik pemanfaatan tanah wakafolehwakif dilihat dari perspektif hukum Islam

danhukum positif.

Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini terlebih dahulu penulis akan

mengemukakan penegasan judul dengan memberikan pengertian-pengertian sehingga

dapat menghindarkan perbedaan persepsi atau penafsiran terhadap pokok

permasalahan ini. Adapun judul skripsi ini adalah “TINJAUAN HUKUM ISLAM

DAN HUKUM POSITIF TENTANG PEMANFAATAN TANAH WAKAF

OLEH WAKIF”,perlu dikemukakan istilah atau kata-kata penting agar tidak

menimbulkan kesalahpahaman bagi para pembaca sebagai berikut:

Tinjauan menurutkamus besar bahasa Indonesia adalah mempelajari dengan

cermat, memeriksa (untuk memahami), pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki,

mempelajari, dan sebagainya).2

Hukum Islamadalah nama yang biasa di berikan kepada dasar-dasar dan

hukum-hukum yang di wahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad yang

2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Edisi

Keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 147.

diwajibkan kepada umat Islam untuk mematuhinya sebaik-baiknya, baik dalam

hubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia lainnya adalah syari‟ah atau

lengkapnya syari‟ah Islamiyah yang dalam bahasa Indonesia lazim disebut syari‟ah

Islam. Adapun Hukum Islam sebenarnya tidak lain dari fiqh Islam yang dapat

diartikan : “koleksi daya upaya para fuqaha dalam menetapkan Syari‟at Islam sesuai

dengan kebutuhan masyarakat”.3

Jadi, Tinjauan hukum Islam adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa

untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, didasarkan pada wahyu Allah kepada

Nabi Muhammad dengan penafsiran dari daya upaya para fuqaha dalam menetapkan

Syari‟at Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Hukum Positif adalahlawan dari istilah alam dalam kontek hukum alam.

Hukum positif adalah hukum yang dibentuk, dibuat atau ditetapkan, sedangkan

kebalikannya hukum alam adalah hukum yang tidak dibentuk, dibuat atau

ditetapkan.Hukum positif juga diterjemahkan dari bahasa latin ius positum yang

secara harfiah bearti hukum yang ditetapkan (gesteld recht).4 Dengan kata lain, dapat

disimpulkan bahwa hukum positif adalah hukum yang ditetapkan manusia.5 Adapun

pendapat para ahli terkait dengan pengertian hukum positif, diantaranya:

3 Hasby Ash-Shiddiqie, Filsafat Hukum Islam, Jilid II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 44.

4J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum: Pengertian-Pengertian Dasar dalam Teori

Hukum, Alih Bahasa B. Arief Sidharta, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011), h. 152. 5Ibid.

1. Andrew Altman memberikan pengertian hukum positif sebagai legal ruleslaid

down by a state.6Hukum positif adalah aturan-aturan hukum yang ditetapkan

oleh negara.

2. Jhon Austin mengemukakan bahwa hukum positif adalah Law set by political

superiors to political inferiors.7 Hukum Positif adalah hukum yang ditetapkan

oleh mereka yang memiliki kedudukan politik lebih tinggi kepada mereka

yang memiliki kedudukan politik rendah.

Lebih lanjut Jhon Austin menyatakan, setiap hukum positif ditetapkan oleh

orang atau kelompok orang yang berdaulat dan diterapkan kepada anggota

atau anggota masyarakat politik yang independen di mana orang atau

kelompok orang yang berdaulat itu berada.8

3. Menurut Bidzina Savaneli, hukum positif adalah seperangkat aturan hukum

yang ideal, yang mengatur mengenai warga negara, politik, ekonomi, sosial,

dan hubungan budaya antara orang-orang secara in abstracto melalui

pengenalan, pemisahan, dan/atau perlindungan hak dan kewajiban bersama

dengan penggunaan kekuasaan pengadilan jika terjadi pelanggaran terhadap

hukum positif itu.9

6Andrew Altman, Arguing about Law: An Introduction to Legal Philosophy, (Belmont:

Wadsworth Publishing Company, 2007), h. 32. 7Jhon Austin, The province of Jurisprudence Determined, Wilfried E. Rumble (ed),

(Cambridge: Cambridge University Press, 2001), h. 18. 8Ibid.

9A‟an Efendi Freddy Poernomo, IG. NG Indra S. Ranuh, Teori Hukum, (Jakarta Timur: Sinar

Grafika, 2016), h. 63.

Jadi, Tinjauan hukum Positif adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa

untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, yang berlandaskan undang-undang yang

berlaku dan peraturan pemerintah serta peraturan lainnya yang berlaku umum demi

menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Wakaf secara etimologis berasal dari bahasa arab “waqafa, yaqifu, waqfan”

yang artinya berhenti, berdiri, memberhentikan.10

Sedangkan secara terminologis,

wakaf yaitu menahan atau membekukan sesuatu benda yang kekal zatnya dan dapat

diambil faedahnya di jalan kebaikan oleh orang lain.11

Definisi lain, wakaf yaitu

menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nadzir

(penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun berupa badan pengelola dengan

ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan

syari‟at Islam.12

Dari definisi-definisi yang telah dipaparkan di atas, kiranya dapat dipahami

bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal

zatnya dan memungkinkan untuk diambil manfaatnya untuk digunakan dijalan

kebaikan.13

10

Akhmad Khudori, Kamus 3 BahasaArab-Inggris-Indonesia, (Surabaya: Fajar Mulya, 2012),

h. 373. 11

H.A Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Aspek Hukum Keluarga dan

Bisnis) ,(Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN Raden Intan Lampung, 2015), h.

113. 12

Ibid. 13

H. Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,

2012), h. 241.

Wakifadalah orang yang mewakafkan harta wakaf dijalan Allah guna untuk

kepentingan mashlahat ummat.Orang yang mewakafkan hartanya (wakif) disebut

juga sebagai subjek yang dari wakaf itu sendiri.14

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat dipahami bahwa judul yang

dimaksud dalam skripsi ini adalah suatu penelitian tentang praktikpengambilan

manfaat tanah wakaf oleh seorang wakif yang telah mewakafkan tanahnya, dimana

setelah dilakukan ikrar wakaf oleh wakif maka sesungguhnya hak milik atas harta

wakaf tersebut berpindah kepada Allah swt., yang pengelolaannya diserahkan kepada

nadzir yang bersangkutan.

B. Alasan Memilih Judul

Adapun alasan-alasan dalam memilih dan menentukan judul “Tinjauan

Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Pemanfaatan Tanah Wakaf Oleh Wakif”

adalah :

1. Alasan Objektif, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat Pringsewu Utara

Kecamatan Pringsewu dimana seorang wakif mengambil manfaat atas tanah

yang telah diwakafkan untuk pemakaman umum, hal ini menarik untuk diteliti

lebih dalam.

14

Departemen Agama RI, Fiqh Wakaf,Edisi Revisi Cetakan Kelima(Jakarta: Direktorat

Pemberdayaan Wakaf,2007), h. 21.

2. Alasan Subjektif

a. Berdasarkan aspek yang diteliti mengenai permasalahan tersebut, serta

dengan tersedianya literatur yang menunjang, maka sangat memungkinkan

untuk dilakukan penelitian.

b. Referensi yang terkait dengan penelitian ini cukup menunjang sehingga

dapat mempermudah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

c. Pembahasan skripsi ini memiliki relevansi dengan disiplin ilmu yang

ditekuni penulis, yaitu di program studi Muamalah pada Fakultas Syari‟ah

dan Hukum UIN Raden Intan Lampung tempat penulis menimba ilmu dan

memperdalam pengetahuan, dimana kajian tentang wakaf merupakan

kajian dalam bidang Muamalah.

C. Latar Belakang Masalah

Wakaf sebagai wadah atau perwakafan sebagai proses secara normatif di

dalam Islam dipahami sebagai suatu lembaga/institusi keagamaan yang sangat

penting, disamping sebagai lembaga keislaman lainnya seperti perbankan, zakat,

infaq, shadakah. Lembaga wakaf yang dikenal dilingkungan umat Islam berasal dari

bahasa Arab, waqfdari kata kerja waqafa yang berarti menghentikan, berdiam

ditempat atau menahan sesuatu. Sinonim waqf adalahhabs, artinya menghentikan

atau menahan. Bentuk jamak waqfadalah awqafdan bentuk jamak habs adalah

ahbas.15

Arti lain wakaf ialah menahan suatu benda yang kekal zatnya, yang dapat

diambil manfaatnya guna diberikan dijalan kebaikan. Firman Allah Swt:

“Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah tuhanmu;

dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung.”(QS. Al-Hajj: 77).16

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagaian

harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh,

Allah maha mengetahui.” (QS. Al-Imran : 92).17

Didalam Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 1977 tentang Pewakafan Tanah Milikdisebutkan wakaf adalah perbuatan

hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan

sebagian dari hata kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya

15

Moh. DaudAli, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1998), h. 80. 16

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Semarang: CV.

Al Waah, 2004). h. 474. 17

Ibid. h. 77.

untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya

sesuai dengan ajaran Islam.18

Faktanya, pembentukan wakaf dan pertumbuhannya yang sangat pesat dalam

Islam serta pemeliharaannya yang baik, telah menjadikan aset wakaf

berlimpah.Wakaf yang jumlahnya berlimpah ini berasal dari berbagai jenis wakaf,

berbagai macam bentuk, tujuan dan targetnya, subtansi ekonominya, serta bentuk

wakaf berdasarkan jenis wakifnya atau bentuk manajemennya. Berdasarkan bentuk

manajemennya, wakaf bisa dibagi menjadi empat macam:

1. Wakaf dikelola oleh wakif sendiri atau salah satu dari keturunannya, yang

kategorinya ditentukan oleh wakif.

2. Wakaf dikelola oleh orang lain yang ditunjuk wakif mewakili suatu jabatan

atau lembaga tertentu, seperti Imam masjid dimana hasil wakafnya untuk

kepentingan masjid tersebut.

3. Wakaf yang dokumennya telah hilang, sehingga hakim menunjuk seseorang

untuk memanaj wakaf tersebut. Ini biasanya terjadi pada benda wakaf yang

sudah berusia puluhan atau ratusan tahun.

4. Wakaf yang dikelola oleh pemerintah. Hal ini muncul belakangan terutama

setelah terbentuknya Kementrian Wakaf pada masa Utsmani atau pada

pertengahan abad kesembilan belas.

18

Departemen Agama RI,Instruksi Presiden RI NO.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam Di Indonesia, (Jakarta: Dirjen Kelembaagaan Agama Islam, 1998/1999), h. 99.

Kalau kita cermati dalam sejarah perkembangan wakaf Islam, kita tidak

menemukan bentuk pengelolaan wakaf secara kelompok, sehingga untuk mengambil

keputusan tentang wakaf harus dirundingkan terlebih dahulu bersama para

nadzir.Sekalipun demikian, pengelolaan wakaf oleh seseorang yang ditunjuk oleh

wakif bukan berarti bebas menentukan keputusan, karna ia tetap berada dibawah

control seseorang yang pada umumnya adalah hakim atau pengawas yang sengaja

ditunjuk oleh wakif.

Diantara sebab tidak adanya pengelolaan wakaf oleh sekelompok orang dalam

sejarah, barangkali karna pada saat itu pengelolaan wakaf pada umumnya

dipercayakan kepada perorangan yang berasal dari publik maupun dari unsur

pemerintahan yang dianggap mampu untuk mengembangkan wakaf melalui

perdagangan. Sebab lain karna pada saat itu belum ada lembaga-lembaga yang

menangani wakaf seperti sekarang.19

Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan

kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf menjadi sangat

strategis. Di samping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi

spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan

ekonomi (dimensi sosial). Karena itu, pendefinisian ulang terhadap wakaf agar

19

Munzir Qahaf,Manajemen wakaf Produktif, (Jakarta Timur: Khalifa: Cet. III, 2007), h. 20.

memiliki makna yang lebih relevan dengan kondisi rill persoalan kesejahteraan

menjadi sangat penting.20

Berdasarkan Pemaparan tentang wakaf di atas, pelaksanaan wakafyang ada di

desa Pringsewu Utara berbanding terbalik dengan pelaksanaan wakaf pada umumnya

dimana wakif mengambil manfaat dari tanah wakaf tersebut untuk kepentingan

pribadi bukan untuk kepentingan umum. Belum pasti diperuntukkan untuk apa

keuntungan tanah wakaf tersebut. Sejauh ini penulis hanya mengetahui bahwa tanah

wakaf tersebut dikomersilkan oleh wakif untuk kepentingan individu semata.

Mengenai pemanfaatan tanah wakaf yang ada di desa Pringsewu Utara

tersebut menarik bagi penulis untuk meneliti permasalahan di atas dengan judul

“Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif Tentang Pemanfaatan Tanah Wakaf Oleh

Wakif (Studi Kasus di Desa Pringsewu Utara Kec. Pringsewu Kab. Pringsewu).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah penulis ungkapkan padalatar belakang diatas,

maka yang akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana praktik pemanfaatan tanah wakaf oleh wakif di desa Pringsewu

Utara?

2. Bagaimana praktik pemanfaatan tanah wakaf oleh wakif dilihat dari perspektif

hukum Islam dan hukum positif?

20

Departemen Agama RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat

Pemberdayaan wakaf, 2007),h. 2.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Adapun tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana praktik pemanfaatan tanah wakaf oleh di

desa Pringsewu Utara.

b. Untuk mengetahui bagaimana praktik pemanfaatan tanah wakaf oleh wakif

dilihat dari perspektif hukum Islam dan hukum positif.

2. Kegunaan penelitian ini adalah diantaranya :

a. Bagi Lembaga

Dapat memberikan masukan bagi organisasi sebagai dasar pertimbangan

dalam penetapan kebijakan dan keputusan yang berkaitan dengan

pemanfaatan tanah wakaf yang diterapkan di organisasi agar organisasi

mencapai tujuan yang telah ditentukan

b. Bagi Fakultas

Sebagai bahan referensi dan pertimbangan dalam penelitian atau diskusi.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode berfikir induktif, yaitu sama dengan

berangkat dari fakta-fakta yang khusus peristiwa-peristiwa kongkrit kemudian dari

fakta-fakta atau peristiwa yang khusus itu ditarik dari generalisasi-generalisasi yang

mempunyai sifat umum dan menggunakan pendekatan kualitatif yang merupakan

penelitian sistematis kritis dan dapat mengungkapkan gejala yang ada di masyarakat

secara rinci serta dapat mengungkap gejala permasalahan dengan pendekatan yang

sangat akurat bila dilakukan dengan langkah yang benar. Cresswell mengutarakan

perlu adanya addres pada konsep yang bersifat valid dan realibel, dalam rancangan

penelitian kualitatif yang digunakan sebagai kerangka konsep dan prosedur yang

ditimbulkan dari penelitian kualitatif.Penelitian kualitatif dengan gejalanya yang

merupakan suatu system, artinya adanya keterhubungan.21

1. Jenis dan Sifat Penelitian

a. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field

research), yaitu suatu penelitian yang dilakukan sistematis dengan

mengangkat data yang ada dilapangan.Penelitian lapangan dimaksud untuk

menghimpun data lapangan, adapun data yang diperlukan dalam penelitian

ini adalah data tentang pemanfaatan tanah wakaf oleh wakif di desa

Pringsewu Utara.Penelitian lapangan bermaksud mempelajari secara

intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, interaksi suatu sosial,

individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat.22

b. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian yang peneliti gunakan adalah bersifat deskriptif

analitis. Yang dimaksud dengan deskriptif analitis adalah suatu metode dalam

meneliti suatu objek yang bertujuan membuat gambaran, atau lukisan secara

sistematis dan objektif mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, ciri-ciri serta hubungan di

21

Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1995), h. 5. 22

Ibid.h. 4.

antara unsur-unsur yang ada atau fenomena tertentu.23Penelitian deskriptif

analitis berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang

berdasarkan data-data, menyajikan data, menganalisis dan

menginterpretasi.Ia juga dapat bersifat komparatif dan korelatif. Penelitian

deskriptif analitis banyak membantu terutama dalam penelitian yang

bersifat longitudional, genetik, dan klinis.24

Penelitian deskripitif analitis

juga bermaksud membuat pemberiaan atau panyandaraan secara

sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi

tertentu.25

2. Jenis dan Sumber Data

Fokus penellitian ini lebih mengarah pada persoalan pemanfaatan tanah wakaf

yang dilakukan oleh seorang wakif. Oleh karena itu, sumber data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

Dara primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau objek

yang diteliti.26

Dalam hal ini data tersebut didapatkan dari seseoang yang

mewakafkan tanahnya (wakif).

23

Kaelan, M.S., Metode penelitian Kualitatis Bidang Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma,

2005), h. 58. 24

Cholid Nurbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007),

h. 44. 25

Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Op.Cit, h. 4. 26

Muhammad Pabundu Tika, Metodologi Riset Bisnis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 5.

b. Data Skunder

Data skunder yaitu data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung

diperoleh peneliti dari subyek penelitiannya.27

Peneliti menggunakan data

ini sebagai data pendukung yang berhubungan dengan tanah wakaf yang

dimanfaatkan oleh wakif di Desa Pringsewu Utara Kec. Pringsewu Kab.

Pringsewu.

c. Data Tersier

Data tersier adalah data yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan primer dan bahan hukum sekunder dan sebagai tambahan

bagi penulis sepanjang memuat informasi yang relevan, yakni kamus dan

ensiklopedia.

3. Populasi dan Sample

a. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisis yang akan diselidiki

karakteristik atau ciri-cirinya. Sugiono sebagaimana dikutip Ridwan

menyatakan, populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek

atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.28

27

Sugiyono, Metodologi Penelitian Kantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2013),

h. 1. 28

Kholidi, Pengantar Metodologi Penelitian, (Bandar Lampung: Fakultas Dakwah IAIN

Raden Intan Lampung, 2009), h. 62.

Populasi adalah jumlah keseluruhan unit analisis, yaitu objek yang akan

diteliti.29

Populasi dalam penelitian ini adalah mereka yang ada di dalam praktik

pemanfaatan tanah wakaf oleh wakif di desa Pringsewu Utara sebanyak

104 orang.

b. Sample

Yang dimaksud sample adalah “sebagian populasi atau seluruh populasi

yang diselidiki.30

Yaitu 10 (sepuluh) orang, Chudali Muhaimin selaku

wakif, Ujang, Rendra, Untung, Rohil, Rihan, Jumandi, Suyadi, Wiwid dan

Jumali sebagai warga desa Pringsewu Utara yang menggunakan tanah

perwakafan.Skripsi ini dalam menetapkan samplenya menggunakan

Purposive Sampling, artinya pengambilan sample secara sengaja sesuai

dengan persyaratan sampel yang diperlukan31

.Adapun kriteria penarikan

sample yaitu masyarakat desa Pringsewu Utara, yang melakukan transaksi

pembayaran atas penggunaan tanah wakaf yang dijadikan lahan

pemakaman dan panitia pengelola tanah perwakafan tersebut.

29

Ibid. 30

Ibid, h.31. 31

Susiadi, Metode Penelitian ,(LP2M Institut Agama Islam Negeri Raden Intan, Lampung:

2015), h.44.

4. Metode Pengumpulan Data

a. Metode Interview (Wawancara)

Metode interview (Wawancara) ini adalah pengumpulan data dengan

mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpulan

data) kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau

direkam dengan alat perekam. Teknik wawancara dapat digunakan pada

responden yang buta huruf atau tidak bisa membaca dan menulis, termasuk

anak-anak.Wawancara juga dapat dilakukan dengan telepon.32

Interview (wawancara) menurut Nazir adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil

bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab

atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide

(panduan wawancara). Walaupun wawancara adalah proses percakapan

yang berbentuk tanya jawab dengan tatap muka,wawancara adalah suatu

proses pengumpulan data untuk suatu penelitian.33

Wawancara dapat dilakukan dengan berbagai cara. Waawancara dapat

dibedakan menjadi wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.

32

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: Pustaka LP3ES,

2011), h. 265. 33

Teknik Pengumpulan Data (Wawancara, Angket, dan Observasi) (On-line), Tersedia di:

http://www. Karyatulisku.com/2016/04/teknik-pengumpulan data wawancara.html(01 April 2016).

1) Wawancara Terstruktur

Wawancara terstuktur lebih sering digunakan dalam penelitian survei

atau penelitian kuantitatif, walaupun dalam beberapa situasi, wawancara

terstuktur juga dalam penelitian kualitatif.Wawancara bentuk ini sangat

terkesan seperti interogasi karena sangat kaku, dan pertukaran informasi

antara peneliti dengan subyek yang diteliti sangat minim.Dalam

melakukan wawancara terstruktur, fungsi peneliti sebagian besar hanya

mengajukan pertanyaan dan subyek penelitian hanya bertugas menjawab

pertanyaan saja.Terlihat adanya garis yang tegas antara peneliti dengan

subyek penelitian. Selama proses wawancara harus sesuai dengan

pedoman wawancara (guidline interview) yang telah dipersiapkan.

2) Wawancara Tidak Terstruktur

Jenis wawancara tidak terstruktur ini hampir mirip dengan bentuk

wawancara semi terstruktur, hanya saja wawancara semi terstruktur

memiliki kelonggaran dalam banyak hal termasuk dalam pedoman

wawancara. Salah satu kelemahan wawancara tidak terstruktur adalah

pembicaraan akan mudah menjadi “ngalor-ngidul” dengan batasan yang

kurang tegas. Untuk sebuah penelitian kualitatif, tidak disarankan untuk

menggunakan wawancara jenis ini karena kurang terfokus pada apa

yang akan digali. Penggalian akan bersifat meluas, bukan mendalam.

Wawancara tidak terstruktur lebih tepat digunakan dalam konteks

wawancara santai dengan tujuan yang tidak terlalu fokus, konteks talk-

show, konteks seminar atau kuliah umum, dan konteks lainnya yang

bertujuan untuk mencari keluasan bahasan.

Berdasarkan pemaparan tentang jenis metode interview (wawancara)

maka penulis menggunakan metode wawancara terstruktur dalam

melakukan penelitian ini guna mendapatkan data yang valid.

b. Metode Observasi

Observasi adalah pengumpulan bahan keterangan mengenai keterangan

yang hendak dipelajari dengan menggunakan cara pengamatan. Observasi

merupakan proses yang kompleks, yang tersusun dari proses biologis dan

psikologis. Dalam menggunakan teknik observasi yang terpenting ialah

mengandalkan pengamatan dan ingatan si peneliti.Peneliti dalam

menggunakan metode observasi mempunyai empat pola peran, yaitu

sebagian partisipan penuh, partisipan sebagai pengamat, pengamat sebagai

partisipan, dan pengamat penuh.34

Jenis Observasi yang digunakan adalah

observasi non-partisipan yaitu peneliti tidak terlibat langsung secara aktif

dalam objek yang diteliti.

c. Metode Dokumentasi

Menurut Hamidi metode dokumentasi adalah informasi yang berasal dari

catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari

34

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan

Penelitian, (Malang: UMM Press, 2004), h. 70.

perorangan.35

Dokumentasi penelitian ini merupakan pengambilan gambar

oleh peneliti untuk memperkuat hasil penelitian.Dokumentasi juga bisa

berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumentel dari seseorang.36

Menurut Arikunto metode dokumentasi adalah mencari data mengenai

variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat, agenda dan sebagainya.37

Berdasarkan kedua pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengumpulan data dengan cara dokumentasi merupakan suatu hal yang

harus dilakukan oleh peniliti guna mengumpulkan data dari berbagai

narasumber yang akan diteliti. Penulis menggunakan metode dokumentasi

untuk mencari data tentang pemanfaatan tanah wakaf oleh wakif di desa

Pringsewu Utara.

5. Metode Pengolahan Data

a. Pemeriksaan Data (editing)

Pemeriksaan data atau editing adalah pengecekan atau pengoreksian data

yang telah dikumpulkan, karena kemungkinan data yang masuk atau(raw

data) terkumpul itu tidak logis dan meragukan.38

Tujuannya yaitu

menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan di

35

Ibid, h. 72. 36

Ibid. 37

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,

2006), h. 231. 38

Sugiyono, Op.Cit. h. 89.

lapangan dan bersifat koreksi, sehingga kekurangannya dapat dilengkapi

dan di perbaiki.39

b. Sistematika Data (systematizing)

Bertujuan menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan

berdasarkan urutan masalah, dengan cara melakukan pengelompokkan data

yang telah diedit dan kemudian diberi tanda menurut ketegori-kategori dan

urutan masalah.40

6. Analisis Data

Penelitian ilmiah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan

sistematik, obyektif untuk mengkaji suatu masalah dalam usaha mencapai

suatu pengertian mengenai masalah tersebut. Analisis yang dilakukan adalah

gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan masyarakat yang

bersangkutan untuk memperoleh pola yang berlaku, dan pola tersebut

dianalisis dengan teori yang obyektif.41

Menurut Patton yang dikutip Lexy j. Moleong dalam buku Metodologi

Penelitian Kualitatif menjelaskan bahwa, analisis data adalah proses mengatur

urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan

urutan dasar.Ia membedakannya dengan dengan penafsiran, yaitu memberikan

39

Ibid. 40

Ibid. h. 90. 41

Sugiyono, Op. Cit. h. 231.

arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian,dan mencari

hubungan antara dimensi-dimensi uraian.42

Untuk menganalisis data yang diperoleh, penyusun menggunakan pola

berfikir induktif, yaitu menarik kesimpulan, berawal dari yang khusus, lalu

pada yang umum, atau menemukan ciri-ciri yang ada pada masalah hingga

dapat dikelompokan ke dalam nash.43

Metode induktif ini juga dapat digunakan dalam mengolah hasil penelitian

lapangan yang berangkat dari pendapat perorangan kemudian dijadikan

pendapat dan pengetahuan yang bersifat umum.Kemudian penulis

mengadakan perbandingan antara teori dengan kenyataan yang terjadi di

lapangan guna mengambil kesimpulan.

42

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2012, Cet. XVII), h. 98. 43

Ibid,h. 103.

BAB II

WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Ketentuan Hukum Islam Tentang Wakaf.

1. Pengertian Wakaf

Wakafberasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata “Waqafa” bearti

“menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau berdiri”. Kata “Waqafa-

Yaqifu-Waqfan” sama artinya dengan “Habasa-Yahbisu-Tahbisan”.44

Kata Al-Waqf

dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian:

س عى انزذج قف ث م ان انزسج

Artinya: Menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindahmilikkan.45

Dalam peristilahan Syara‟, wakaf adalah sejenis pemberian yang

pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal ( lalu ,(تحبيس الاصل

menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud dengan تحبيس الاصل ialah

menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, digunakan dalam bentuk

dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dipinjamkan, dan sejenisnya. Sedangkan

44

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Wakaf, Ijarah, dan Syirkah, (Bandung: Al-

Maarif, 1977),h. 5. 45

Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia Terlengkap, (Surabaya:

Pustaka Progresif, Cet. 25, 2002), h. 1576.

cara pemanfaatannya adalah dengan menggunakannya sesuai dengan kehendak

pemberi wakaf tanpa imbalan.46

Berdasarkan referensi lain, pengertian wakaf disajikan dalam beberapa

pengertian, sebagai berikut:

a. Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) memeberikan pengertian wakaf adalah

penahanan pokok sesuatu harta dalam tangan pemilikan wakaf dan

penggunaan hasil barang itu, yang dapat disebutkan ariyah dan commodate

loan untuk tujuan-tujuan amal shaleh.

b. Muhamammad al-Syarbini al-Khatib berpendapat bahwa yang dimaksud

dengan wakaf ialah:

ثقطع انزصرف يع ثقبء ع زفبع ث انإ ك دجس يبل

د ج عهى يصرف يجبح ي رقجز ف

Artinya: Penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan

disertai dengan kekalnya zat benda dengan memutuskan (memotong)

tasharruf (penggolongan) dalam penjagaannya atas Mushrif (pengelola)

yang dibolehkan adanya.

c. Imam Taqy al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaeni dalam kitab

Kifayat al-Akhyar berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf

adalah:

46

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 1989), h. 168.

فى انجر رصرف يبفع ع انزصرف ف ع ي ي

رقرثب انى اهلل رعبنى

Artinya: Penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan

dengan kekalnya benda (zatnya), dilarang untuk digolongkan zatnya dan

dikelola manfaatnya dalam kebaikan untuk mendekatkan diri pada Allah

SWT.

d. Ahmad Azhar basyir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf

ialah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tidak musnah seketika,

dan untuk penggunaan yang dibolehkan, serta dimaksudkan untuk

mendapat ridha Allah.

e. Idris Ahmad berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah,

menahan harta yang mungkin dapat diambil orang manfaatnya, kekal zat

(„ain) –nya dan menyerahkannya ke tempat-tempat yang telah ditentukan

syara‟, serta dilarang leluasa pada benda-benda yang dimanfaatkannya

itu.47

Dari definisi-definisi yang telah dipaparkan oleh para ulama di atas, kiranya

dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah menahan sesuatu benda

yang kekal zatnya, dan memungkinkan untuk diambil manfaatnya guna diberikan

dijalan kebaikan.

47

H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), Cet. Ke-9,

h. 239-240

2. Pengertian Wakif

Wakifmenurut bahasa adalah “waqafa-yaqifu-waqfan”, yang artinya berhenti

atau menahan, kemudian ism fa‟il- Nya menjadi “wakif” yang bearti orang yang

menahan atau orang yang memberhentikan.48

Menurut istilah hukum Islam wakif adalah orang yang mewakafkan hartanya.

Seorang wakif haruslah memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya, diantaranya

adalah kecakapan bertindak, telah dapat mempertimbangkan baik buruknya perbuatan

yang dilakukannya dan benar-benar pemilik harta yang diwakafkan itu. Mengenai

kecakapan bertindak, dalam hukum fikih Islam ada dua istilah yang perlu dipahami

perbedaannya yaitu baligh dan rasyid. Pengertian baligh menitikberatkan pada usia,

sedang rasyid pada kematangan pertimbangan akal. Untuk kecakapan bertindak

melakukan tabarru‟ (melepaskan hak tanpa imbalan benda) diperlukan kematangan

pertimbangan akal seorang (rasyid), yang dianggap telah ada pada remaja berumur

antara 15 sampai 23 tahun, mengenai harta yang diwakafkan perlu dicatat bahwa

harta itu harus bebas dari beban hutang pada orang lain.49

Apabila seorang wakif berada dalam keadaan sakit parah ketika mewakafkan

hartanya, perbuatannya itu dapat dikiaskan pada wasiat yang akan berlaku setelah ia

meninggal dunia dan jumlahnya tidak boleh melebihi sepertiga dari jumlah harta

kekayaannya, kecuali kalau perwakafan itu disetujui sepenuhnya oleh ahli warisnya.

48

Munzir Qahaf, Op. Cit, h. 64. 49

Ahmad Azhar Basyir, Op. Cit. h. 10.

Seorang wakif tidak boleh mencabut kembali wakafnya dan dilarang pula menuntut

agar harta yang sudah diwakafkan dikembangkan ke dalam (bagian) hak miliknya.

Agama yang dipeluk seseorang, tidak menjadi syarat bagi seorang wakif. Ini bearti

bahwa seseorang nonmuslim pun dapat menjadi wakif, asal saja tujuan wakafnya itu

tidak bertentangan dengan ajaran Islam.50

Orang yang mewakafkan hartanya (wakif) disyaratkan memiliki kecakapan

hukum atau kamalul ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya.

Kecapan bertindak disini meliputi empat (4) kriteria yaitu:

a. Merdeka

b. Berakal Sehat

c. Dewasa (baligh)

d. Tidak berada di bawah pengampuan (boros/lalai)

3. Nadzir

Kata Nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja Nadzira–

yandzaru yang berarti “menjaga” dan “mengurus”.51

Secara terminologi fiqh, yang

dimaksud dengan Nadzir adalah orang yang diserahi kekuasaan dan kewajiban untuk

mengurus dan memelihara harta wakaf.52

50

Moh. Daud Ali, Op. Cit, h. 85-86. 51

Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agraria Nasional,

(Jakarta: Tatanusa, 2003), h. 97. 52

Ibnu Syihab al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, Juz IV, (Beirut: Daar al-Kitab alAlamiyah,

1996), h. 610.

Jadi, pengertian Nadzir menurut istilah adalah orang atau badan yang

memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf dengan sebaik-

baiknya sesuai dengan wujud dan tujuan harta wakaf.53

Selain kata Nadzir, dalam hukum Islam juga dikenal istilah mutawalli.

Mutawalli merupakan sinonim dari kata Nadzir yang mempunyai makna yang sama

yakni orang yang diberi kuasa dan kewajiban untuk mengurus harta wakaf.54

Lebih

jelas lagi dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 di dalam ketentuan umum,

butir keempat menyebutkan bahwa Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum

yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.

Berdasarkan pasal 9 Undang-undang wakaf bahwa nadzir meliputi:

a. Nadzir perseorangan

b. Nadzir Organisasi

c. Nadzir Badan Hukum.

Adapun jenis nadzir yang digunakan dalam penelitian ini merupakan nadzir

organisasi dimana nadzir ini bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan

dan atau keagamaan Islam.

53

M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1988), h. 91. 54

Abdir Rauf, Al-Qur‟an dan Ilmu Hukum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 147.

4. Dasar Hukum Wakaf

Dalil yang menjadi dasar disyari‟atkannya ibadah wakaf bersumber dari:

a. Aya-ayat al-Quran, antara lain:

1) QS. Al-Hajj ayat 77:

“Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan

sembahlah tuhanmu; dan berbuatlah kebaikan, agar kamu

beruntung.”55

2) QS. Al-Imran ayat 92:

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan

sebagaian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan,

tentang hal itu sungguh, Allah maha mengetahui.”56

55

Departemen Agama Republik Indonesia,Op.Cit. h. 474. 56

Ibid. h. 77.

3) QS. Al-Baqarah ayat 261:

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya dijalan Allah

seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap

tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia

kehendaki, dan Allah Mahaluas, maha Mengetahui.”.57

4) QS. Al-Baqarah ayat 267:

“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil

usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan

dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu

keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan

dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah

bahwa alllah Mahakaya, Maha Terpuji.”58

b. Hadits Rasulullah Saw.

57

Ibid,h. 55. 58

Ibid, h. 56.

سهى قبل عه صهى انه رسل انه رح، أ ر أث : ع

ثهبس" إنب ي ه قطع ع آدو ا صذقخ جبرخ، : إرايبد اث

نذ صبنخ ذع ن ، زفع ث 59عهى

“ Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “ Di

mana anak Adam mati maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara :

sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan

orangtuanya ”. (HR. Muslim).

Dalil secara khusus untuk wakaf ini disampaikan oleh Ibnu Umar menurut

yang diriwayatkan secara muttafaq‟alaih, yang mengatakan:

صهى اهلل عه سهى أ جر فأرى انج ر ارضب ثخ صبة ع

فقبل جر نى : سزأير أصجزأرضب ثخ ل اهلل إ ب رس

فقبل ذي ي فس ع أ ب : أصت يبنب قط دجسذ أصه

نبجبع أ ر ب ع ب قبل فزصذق ث رصذقذ ث شئذ إ

ف ب فى انفقراء ت فزصذق ث نب رس نب ب أصه

59

Imam Abu Khusaini bin Hajjaz, Shoheh Muslim, Jilid II, (Bairut Libanon: Darul Fikr,

1994), h. 639.

انضف م انسج اث م اهلل فى سج فى انرقبة انقرثى

ب ن ريز قبغ أ كهصذ ب أ ن نب دبح عهى ي

ف أ عر ثبن

60يبال “Umar bin Khattab menemukan tanah di Khaibar, kemudian dia datang

kepada Nabiminta petunjuk dan mengatakan: “Ya Rasul Allah, saya

menemukan tanah di Khaibar, dan saya tidak pernah menemukan tanah

yang lebih berharga bagi saya”. Nabi berkata: “jika kamu mau tahanlah

asalnya dan shadaqahkanlah hasilnya” Lalu Umar menshadaqahkannya

dan tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Hasilnya

dishadaqahkan kepada orang faqir, karib kerabat, untuk memerdekaan

hamba, untuk sabilillah dan untuk anak jalanan, untuk tamu. Dia apabila

orang yang mengurusnya memaksanya secara patut; atau memberi makan

kawan-kawan tidak untuk dimiliki.(HR. Muslim).

ر قبل ع اث : ع سهى إ صهى اهلل عه ر نهج قبل ع

جر نى اصت يبنب قط أعجت إنى ن ف خ ى انز يبئخ س

صهى اهلل عه قبل انج ب، ارصذق ث ب قذ اردد ا ي

60

Al-Bukhari Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Abu Abdillah bin Ibrahim bin al-

Mughirah bin Badrdrizbah, Shahih al-Bukhariy Bihasiyah al-Imam as-Sindiy, Juz 4, (Beirut: Darul

Kutub al-Ilmiyah, 1987), h. 45.

ب : سهى رر سجم ث ب را انسبء، كزبة )ادجس اصه

فى61(االدجبس، ثبة دجس انشبع

“Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a;Ia berkata Umar r.a berkata kepada

Nabi SAW, “saya mempunyai seratus saham (tanah, kebun) di Khaibar,

belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi

tanah itu; saya bermaksud menyedekahkannya.” Nabi SAW berkata

“Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah”(H.R. al-

Nasa‟i).

c. Ijma Ulama‟

Selain dari al-Qura‟an dan hadist di atas, para ulama sepakat(ijma‟)

menerima wakaf sebagai satu amal jariyah yang disyari‟atkan dalam Islam.

Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam

Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan

diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimin sejak masa awal

Islam hingga sekarang.62

5. Rukun dan Syarat Wakaf

a. Rukun Wakaf

Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun

wakaf ada empat (4), yaitu:

1) Wakif (orang yang mewakafkan hartanya);

2) Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan);

61

Abu Abdu al-Rahman Ahmad bin Shu‟ayb bin „Ali al-Nasa‟i, Sunan al-Nasa‟i, (Dar al-

Fikr: Beirut, 1995), J. VI, h. 233. 62

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2014), h. 340.

3) Mauquf „Alaih (pihak yang diberi wakaf/ peruntukkan wakaf);

4) Sighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk

mewakafkan sebagian harta bendanya).63

Selain dari rukun di atas, wakaf juga memiliki rukun yang lain seperti,

Redaksi wakaf, orang yang mewakafkan, barang yang diwkafkan, dan

pihak yang menerima wakaf. 64

1) Redaksi Wakaf

Seluruh ulama mazhab sepakatbahwa, wakaf terjadi dengan

menggunakan redaksi waqaftu, “saya mewakafkan,” sebab kalimat ini

menunjukkan pengertian wakaf yang sangat jelas, tanpa perlu adanya

petunjuk-petunjuk tertentu, baik dari segi bahasa, syara‟, maupun

tradisi. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang keabsahannya bila

menggunakan redaksi “habistu”, (saya tahan hak saya), “sabiltu”, (saya

memberikan jalan), dan “abbadtu” (saya menyerahkan selamanya), dan

lain-lain, seraya berpanjang kata tentang masalah tersebut tanpa kata

putus.

Sebenarnya, wakaf bisa terjadi dengan semua kalimat yang

menunjukkan maksud tersebut, bahkan dengan bahasa asing sekalipun.

Sebab, bahasa dalam konteks ini adalah sarana untuk mengucapkan

maksud dan bukan tujuan itu sendiri.

63

Ahmad Rofiq, Fikih Kontekstual: Dari Normative ke Pemahaman Soaial, (Semarang:

Pustaka Pelajar, 2004), h. 23. 64

Ibid, h. 23-26.

2) Orang Yang Mewakafkan (wakif)

Para ulama mazhab sepakat bahwa, sehat akal merupakan syarat bagi

sahnya melakukan wakaf. Dengan demikian, wakaf orang gila tidak sah,

lantaran dia tidak dikenai kewajiban (bukan orang mukallaf), serta tidak

dihukumi maksud, ucapan dan perbuatannya.

Selain itu, mereka juga sepakat bahwa, baligh merupakan persyaratan

lainnya. Dengan demikian anak kecil baik yang sudah pintarmaupun

belum, tidak boleh melakukan wakaf. Sedangkan walinya, tidak berhak

pula melakukannya untuk mewakilinya. Demikian pula halnya dengan

hakim. Dia tidak boleh mewakili anak tersebut atau memberinya izin

untuk melakukan wakaf.

Sementara itu sebagian ulama mazhab Imamiyahmengatakan, wakaf

yang dilakukan oleh anak yang telah berusia sepuluh tahun adalah sah,

tetapi sebagian besar dari mereka tidak memperbolehkan.

Wakaf orang safih (idiot) juga tidak sah, sebab wakaf termasuk kategori

menggunakan harta, yang dilarang atas orang safih.

Hanafi mengatakan, orang safih boleh mewasiatkan sepertiga dari

hartanya, dengan syarat wasiat tersebut untuk sesuatu kebaikan, baik

dalam bentuk wakaf maupun lainnya.65

65

Ibid, h. 26-27.

3) Barang yang Diwakafkan

Para ulama mazhab sepakat bahwa, disyaratkan untuk barang yang

diwakafkan itu persyaratan-persyaratan yang ada pada barang yang

dijual, yaitu bahwasanya barang itu merupakan sesuatu yang kongkret,

yang merupakan milik orang yang mewakafkan. Dengan demikian,

tidak sah mewakafkan hutang atau yang tidak diketahui dengan jelas,

misalnya, sebidang tanah dari tanah-tanah milikku. Juga, tidak sah

mewakafkan sesuatu yang tidak boleh dimiliki orang muslim, misalnya

babi. Para ulama mazhab juga sepakatbahwa, dalam wakaf tersebut

disyaratkan adanya kemungkinan memperoleh manfaat dari barang yang

diwakafkan tersebut, dengan catatan bahwa barang itu sendiri tetap

adanya. Adapun bila pemanfaatan itu menyebabkan barang tersebut

habis, seperti makanan dan minuman, maka barang-barang seperti ini

tidak sah diwakafkan. Termasuk dalam jenis ini adalah mewakafkan

manfaat suatu barang. Maka barangsiapa menyewa rumah atau tanah

untuk waktu tertentu, tidak boleh mewakafkan pemanfaatannya. Sebab,

pengertian “penahanan milik” dan pengalihan barang (yang diwakafkan)

yang ada dalam istilah wakaf tidak bisa diperoleh dengan jalan itu.

Seterusnya, para ulama mazhab juga sepakattentang kebolehan wakaf

dengan barang-barang yang tidak bergerak, misalnya tanah, rumah dan

kebun. Para ulama juga sepakat, kecuali Hanafi, tentang sahnya wakaf

dengan barang-barang bergerak, seperti binatang dan sumber pangan,

manakala pemanfaatannya bisa diperoleh tanpa menghabiskan barang

itu sendiri.

Abu Hanifah mengatakan bahwa, menjual barang bergerak tidak sah.

Akan tetapi muridnya, Abu Yusuf dan Muhammad, memiliki pendapat

yang berbeda dari gurunya. Abu Yusuf berpendapat bahwa, barang yang

bergerak berfungsi sebagai pelengkap sah diwakafkan, misalnya

mewakafkan sebidang kebun sekaligus dengan binatang dan

peralatannya, sedangkan Muhammad menyatakan sah hanya untuk

senjata dan kuda perangnya.

Selanjutnya para ulama mazhab sepakat pula tentang keabsahan

mewakafkan sesuatu dengan ukuran yang berlaku di masyarakat,

misalnya sepertiga, separuh, dan seperempat, kecuali pada masjid dan

kuburan. Sebab kedua benda yang disebut belakangan ini tidak bisa

dijadikan kongsi.

Dalam Mulhaqqat Al-„Urwah yang merupakan kitab fiqh Imamiyah,

dikatakan: Tidak sah mewakafkan barang yang digadaikan, dan tidak

pula barang-barang yang tidak mungkin bisa diterima, seperti di udara

dan ikan dalam air, sekalipun keduanya adalah miliknya. Juga, tidak

boleh mewakafkan binatang yang hilang dan barang rampasan, yang

tidak mungkin dibebaskan oleh orang yang mewakafkan maupun yang

menerima wakaf.66

4) Orang yang Menerima Wakaf

Orang yang menerima wakaf ialah orang yang berhak memelihara

barang yang diwakafkan dan memanfaatkannya. Untuknya disyaratkan

hal-hal berikut ini:

a) Hendaknya orang yang diwakafi tersebut ada ketika wakaf terjadi.

b) Hendaknyaorang yang menerima wakaf itu mempunyai kelayakan

untuk memiliki.

c) Hendaknya tidak merupakan maksiat kepada Allah, seperti tempat

pelacuran, perjudian, tempat-tempat minuman keras, dan para

perampok. Adapun wakaf kepada non-Muslim, seperti orang dzimmi,

disepakati oleh 12 ulama mazhab sebagai sah, berdasar ayat Al-

Qur‟an yang berbunyi:

“Allah tidak melarang kamuberbuat baik dan Berlaku adil terhadap

orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan

tidakmengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah

66

Ibid, h. 28.

mencintai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al-Mumtahanah :

8).67

d) Hendaknya jelas orangnya dan bukan tidak diketahui. 68

b. Syarat Wakaf

Sedangkan syarat-syarat wakaf sebagai berikut:

1) Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf

berlaku untuk selamanya, tidak untuk waktu tertentu. Bila seseorang

mewakafkan kebun untuk jangka waktu 10 tahun misalnya, maka wakaf

tersebut dipandang batal.

2) Tujuan wakaf harus jelas, seperti mewakafkan sebidang tanah untuk

masjid, mushala, pesantren, pekuburan, (makam) dan yang lainnya.

Namun, apabila seseorang mewakafkan sesuatu kepada hukum tanpa

menyebut tujuannya, hal itu dipandang sah sebab pengguna benda-

benda wakaf tersebut menjadi wewenang lembaga hukum yang

menerima harta-harta wakaf tersebut.

3) Wakaf harus segera dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang

mewakafkan, tanpa digantungkan pada peristiwa yang akan terjadi di

masa yang akan datang sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak

milik bagi yang mewakafkan. Bila wakaf digantungkan dengan

kematian yang mewakafkan, ini bertalian dengan wasiat dan tidak

67

Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit, h. 803. 68

Muhammad Jawad Mughniyah, Op. Cit,h. 647-649.

bertalian dengan wakaf. Dalam pelaksanaan seperti ini, berlakulah

ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan wasiat.

4) Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya hak

khiyar (membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan)

sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.69

6. Macam-Macam Wakaf

Menurut para ulama secara umum wakaf dapat dibedakan menjadi wakaf ahli

yang disebut juga wakaf khusus atau keluarga dan wakaf umum atau wakaf khairi.

a. Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli

Yang dimaksud dengan wakaf keluarga atau wakaf ahli(di sebut juga

dengan wakaf khusus) adalah wakaf yang khusus diperuntukkan untuk bagi

orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga wakif maupun

orang lain. Misalnya, seseorang mewakafkan buku-buku yang ada

diperpustakaan pribadinya untuk turunannya yang bisa diergunakan.

Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf

itu adalah orang-orang yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.70

Di beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragam Islam, seperti di

negara-negara Timur Tengah misalnya, wakaf ahli ini setelah bertahun-

tahun lamanya, menimbulkan masalah, terutama kalau wakaf keluarga itu

berupa tanah petanian. Maksud semula sama dengan wakaf umum, untuk

69

H. Hendi Suhendi,Op.cit, h. 243. 70

Ibid.

berbuat baik pada orang lain dalam rangka pelaksanaan amal kebajikan

menurut ajaran Islam. Namun, kemudian terjadilah penyalahgunaan.

Penyalahgunaan itu misalnya:

1) Menjadikan wakaf keluarga itu sebagai alat untuk menghindari

pembagian atau pemecahan harta kekayaan pada ahli waris yang berhak

menerimanya, setelah wakif meninggal dunia; dan

2) Wakaf keluarga itu dijadikan alat untuk mengelakkan tuntutan kreditor

terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh seseorang, sebelum ia

mewakafkan tanahnya.71

Oleh karena itu, di beberapa negara, karena penyalahgunaan tersebut,

wakaf keluarga ini kemudian dibatasi bahkan dihapuskan (di Mesir

misalnya, pada tahun 1952), sebab praktek-praktek menyimpang yang

demikian tidak sesuai dengan ajaran Islam.72

Dalam hubungan dengan wakaf keluarga ini perlu dicatat bahwa

hartapusaka tinggi di Minangkabau misalnya, mempunyai ciri-ciri yang

sama dengan wakaf keluarga. Ia merupakan harta keluarga yang

dipertahankan tidak dibagi-bagi atau diwariskan kepada keturunan

secara individual, karena ia telah diperuntukkan bagi kepentingan

71

Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 223. 72

Ibid, h. 112.

keluarga, memenuhi kebutuhan baik dalam keadaan biasa apalagi dalam

keadaan yang tidak disangka-sangka (darurat).73

b. Wakaf Umum atau Wakaf Khairi

Yang dimaksud dengan wakaf khairi atau wakaf umum adalah wakaf yang

diperuntukkan bagi kepentingan atau kemashlahatan umum. Wakaf jenis

ini jelas sifatnya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam

bentuk masjid, madrasah, pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim-

piatu, tanah pekuburan dan sebagainya. Wakaf khairi atau wakaf umum

inilah yang paling sesuai dengan ajaran Islam dan yang dianjurkan pada

orang yang mempunyai harta untuk melakukannya guna memperoleh

pahala yang terus mengalir bagi orang yang bersangkutan kendatipun ia

telah meninggal dunia, selama wakaf itu masih dapat diambil manfaatnya.

Dari bentuk-bentuknya tersebut di atas, wakaf khairi ini jelas merupakan

wakaf yang benar-benar dapat dinikmati manfaatnya oleh masyarakat dan

merupakan salah satu sarana penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat

baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang ekonomi, sosial,

budaya dan pendidikan.74

73

Ibid, h. 244. 74

Moh. Daud Ali, Op. Cit, h. 89-91.

7. Bentuk-Bentuk Wakaf

a. Berdasarkan Peruntukannya

1) Wakaf Ahli (Wakaf Dzurri/Wakaf „alal aulad) yaitu wakaf yang

diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan

keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri.

2) Wakaf Khairi (kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk

kepentingan agama (keagaman) atau kemasyarakatan (kebajikan

umum).

b. Berdasarkan Jenis Harta

1) Benda Tidak Bergerak

a) Hak atas tanah: hak milik, strata tittle, HGB/HGU/HP

b) Bangunan atau bagian bangunan atau satuan rumah susun

c) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah

d) Benda tidak bergerak lain

2) Benda bergerak selain uang, terdiri dari:

a) Benda dapat berpindah

b) Benda dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan

c) Air dan bahar bakar minyak

d) Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan

e) Surat berharga

f) Hak atas kekayaan intelektual

g) Hak atas benda bergerak lainnya

3) Benda bergerak berupa uang (Wakaf tunai, cash waqf).

c. Berdasarkan Waktu :

1) Muabbad, wakaf yang diberikan untuk selamanya

2) Muaqqat, wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tetentu

d. Berdasarkan Penggunaan Harta yang diwakafkan

1) Ubasyir/dzati; harta wakaf yang menghas75

ilkan pelayanan masyarkat

dan bisa digunakan secara langsung seperti madrasah dan rumah sakit.

2) Mistismary, yaitu harta wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal

dalam produksi barang-barang dan pelayanan yang dibolehkan syara‟

dalam bentuk apapun kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan

pewakaf.

B. Ketentuan Hukum Positif Tentang Wakaf

1. Pengertian Wakaf

Pengertian wakaf menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam

Dalam rumusan yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

dimana disebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau

kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda

miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan

75

Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997), h. 63.

umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. (Pasal 215 ayat (1) Kompilasi

Hukum Islam (KHI).76

b. Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik

Wakaf adalah perbuatan hukum seorang atau badan hukum yang

memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan

kelembagaannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan atau keperluan

ummat lainnya sesuai ajaran Islam.77

c. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

Di dalam pasal 1 ayat 1 Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 42

Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

tentang wakaf, bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan

hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian dari harta

benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu

tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau

kesejahteraan umum menurut syariah.78

2. Dasar Hukum Wakaf

Dasar hukum wakaf menurut peraturan yang berlaku di Indonesia diatur

dalam beberapa perundang-undangan berikut ini:

76

Kompilasi Hukum Islam, Pasal 215 Ayat 1. 77

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, h. 1. 78

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor

41 Tahun 2004 tentang Wakaf, h. 2.

a. Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria;

b. Kompilasi Hukum Islam;

c. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah

Milik;

d. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Perincian

Terhadap Peraturan Pememrintah No. 28 Tahun 1977 Tata Cara

Perwakafan Tanah Milik;

e. Instruksi Bersama Mentri Agama Republik Indonesia dan Kepala Badan

Pertahanan Nasional Nomor 4 Tahun 1990 tentang Sertifikasi Tanah

Wakaf;

f. Badan Pertahanan Nasional Nomor 360.1-2782 tentang Pelaksanaan

Penyertifikatan Tanah Wakaf;

g. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam;

h. Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf;

i. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 2006 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

3. Rukun dan Syarat Wakaf

a. Rukun Wakaf

Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Adapun

rukun wakaf ada empat, yaitu:

1) Waqif (orang yang berwakaf)

2) Mauquf bih (Harta wakaf)

3) Mauquf „alaih (tujuan wakaf)

4) Shigat (pernyataan atau ikrar waqif sebagai suatu kehendak untuk

mewakafkan sebagian harta benda miliknya).79

Namun, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pada Pasal

6 menambahi rukun wakaf dengan:

1) Nadzir (pengelola wakaf)

2) Jangka Waktu Wakaf.80

b. Syarat-syarat Wakaf

Setiap rukun wakaf di atas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut:

1) Syarat Waqif (orang yang berwakaf)

Orang yang mewakafkan (waqif) disyaratkan memiliki kecakapan

hukum atau kamalul ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan

hartanya. Kecakapan bertindak disini meliputi empat kriteria, yaitu:

a) Merdeka

b) Berakal sehat

c) Dewasa (baligh)

79

Farida Prihatini, Hukum Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Papas Sinar Kinanti dan Badan

Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), 2005), h. 110-111. 80

Hadi SetyaTunggal, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang

Wakaf, (Jakarta: Harvarindo, 2005), h. 8.

d) Tidak dibawah pengampuan.

Pada pasal 8 Undnag-Undang No. 41 Tahun 2004 dikemukakan bahwa

waqifPerorangan dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan

dewasa, berakal sehat, tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, dan

pemilik sah harta benda wakaf. Sedangkan bagi waqif yang berasal dari

organisasi dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan

organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai

dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.81

Kemudian bagi waqif yang berasal dari badan hukum dapat melakukan

wakaf pabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk memenuhi harta

benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran badan hukum

yang bersangkutan.82

2) Syarat Mauquf bih (harta wakaf)

Syarat yang harus dipenuhi harta benda wakaf adalah sebagai berikut:

a) Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak habis

sekali pakai.

b) Benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukum.

c) Benda wakaf merupaka benda milik yang sempurna. Ia terbebas dari

segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa.

81

Ahmad Azhar Basyir, Op. Cit. h. 15. 82

Ibid.

d) Benda itu tidak dapat diperjual belikan, dihibahkan atau

dipergunakan selain wakaf.83

3) Tujuan Wakaf

Wakaf dalamimplementasidilapangan merupakan amalkebajikan,baik

yang

mengantarkanseorangmuslimkepadaintitujuandanpilihannya,baiktujuan

umum maupun khusus.84

TujuanwakafdalamUndang-UndangNo.41Tahun2004tentang

wakafPasal 4 menyatakan bahwa, wakafbertujuanmemanfaatkanharta

bendawakaf sesuaidengan fungsinya.

4) Fungsi Wakaf

FungsiwakafdalamKompilasiHukumIslam Pasal216

adalah,mengekalkanmanfaatbenda wakaf sesuaidengan tujuannya.

MenurutPasal5Undang-Undang No.41Tahun2004bahwawakaf

berfungsimewujudkanpotensidanmanfaatekonomihartabendawakaf

untuk kepentingan ibadahdan untuk mewujudkan kesejahteraan

umum.Jadi fungsi wakaf menurutKompilasiHukumIslamPasal216dan

Pasal5Undang-Undang No.41Tahun2004dimaksudkandengan adanya

wakaf terciptanya sarana dan prasarana

bagikepentinganumumsehinggaterwujudnyakesejahteraanbersama

83

Abdul Hakim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat: Ciputat press, 2005), h. 20. 84

Ibid. h. 84.

baikdalamhalibadahataupundalamhalmu‟amalah.Dengandemikianorang

yang

kehidupannyadibawahgariskemiskinandapattertolongkesejahteraannya

denganadanyawakaf.KemudianumatIslamyanglainnyadapatmenggunaka

n bendawakafsebagai fasilitas umum sekaligus dapat

mengambilmanfaatnya.85

5) Syarat Shighat(ikrar)

Ikrarwakafialahpernyataankehendakwaqifyangdiucapankansecara lisan

dan atau tulisan kepadaNazhir untuk mewakafkan harta

bendamiliknya.86

6) Syarat Nadzir

PadaPasal6ayat(1) dalamUUNomor41/2004dicantumkanNadzir sebagai

salah satu unsur ataurukunwakaf.Nadzirdapatberupaperorangan,

organisasiataubadanhukum.87

Adapun,syaratyang

harusdipenuhibagiNazhir perorangan,yakni :

a) WNI

b) BeragamaIslam

c) Dewasa

d) Amanah

85

Depag Republik Indonesia, Tanya Jawab Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Depag, 1997),

h. 508. 86

Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1994). h. 141. 87

PeraturanPemerintahRepublikIndonesianomor41pasal6 ayat(1).

e) Mampu secara jasmani dan rokhani

f) Tidak terhalangmelakukan perbuatan hukum88

Apabila Nadzir berbentuk organisasi makasyarat yangharus dipenuhi

selainpengurusorganisasimemenuhipersyaratanNadzirperorangan,organi

sasi ituharusbergerakdibidang sosial,pendidikan,kemasyarakatandanatau

keagamaanIslam.Jikaberbentukbadan hukum,maka badanhukumtersebut

merupakan badanhukumIndonesiayang dibentuksesuaidenganperaturan

perundang-undanganyang

berlaku.Sertabadanhukumtersebutbergerakdibidang sosial, pendidikan,

kemasyarakatan, dan atau keagamaan Islam.Tentunya

pengurusbadanhukumyangbersangkutantetapmemenuhipersyaratanNadz

irperorangan.89Sedangkan padaKHI Pasal 215 (4) syarat nadzir

peroranganditambahdenganadanyaketentuannadzirbertempattinggaldike

camatantempat letakbendadiwakafkan.90

Kemudian yang berhak menentukan nadzir wakaf adalah waqif.

Mungkin ia sendirimenjadinadzir,mungkindiserahkankepada orang

lainbaikperorangan

maupunorganisasi.Namunagarperwakafandapatterselenggara

dengansebaik- baiknya, maka pemerintah berhak campur tangan

mengeluarkan berbagai peraturan mengenai perwakafan, termasuk

88

Elsa Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 57. 89

Hadi SetyaTunggal,Op. Cit,h.6. 90

Ibid. h. 7.

menentukan nadzirnya melaluipersetujuan PPAIW(Pejabat Pembuat

AktaIkrarWakaf).91

4. Prosedur Ikrar Wakaf

Berdasarkan PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang Tata Cara Parwakafan Tanah

Milik, tata cara mewakafkandan pendaftarannya antara lain:

a. Tatacara perwakafan tanah milik:

1) Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang dihadapan

Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.

2) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (1)

diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.

3) Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.

4) Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf,

dianggap sah, jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2

(dua) orang saksi.

5) Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud di atas, pihak yang

mewakafkan tanah diharuskan membawa serta dan menyerahkan kepada

surat-surat berikut :

a) sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;

b) surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala

Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah

dan tidak tersangkut sesuatu sengketa;

91

Ibid. h. 8.

c) surat keterangan pendaftaran tanah;

d) izin dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub

Direktorat Agrariasetempat.

b. Pendaftaran wakaf tanah milik:

1) Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan di atas,

maka Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atas nama Nadzir yang

bersangkutan, diharuskan mengajukan permohonan kepada

Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat

Agraria setempat untuk mendaftar perwakafan tanah milik yang

bersangkutan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1961.

2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat

Agraria setempat,setelah menerima permohonan tersebut, mencatat

pewakafan tanah milikyang bersangkutan pada buku tanah dan

sertifikatnya.

3) Jika tanah milik yang diwakafkan belum mempunyai sertifikat maka

pencatatan dilakukan setelah untuk tanah tersebut dibuatkan

sertifikatnya.

4) Oleh Menteri Dalam Negeri diatur tatacara pencatatan perwakafan.

5) Setelah dilakukan pencatatan perwakafan tanah milik dalam buku tanah

dan sertifikatnya, maka Nadzir yang bersangkutan wajib

melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama.

C. Kedudukan Tanah Wakaf

Pada zaman kejayaan Islam, wakaf sudah pernah mencapai kejayaan

walaupun pengelolaannya masih sangat sederhana. Pada abad ke-8 dan ke-9 Hijriyah

dipandang sebagai jaman keemasan perkembangan wakaf. Pada saat itu wakaf

meliputi berbagai benda, yakni masjid, musholla, sekolah, tanah pertanian, rumah,

toko, kebun, pabrik roti, bangunan kantor, gedung pertemuan dan perniagaan, bazaar,

pasar, tempat pemandian, tempat pemangkas rambut, gedung beras, pabrik sabun,

pabrik penetasan telur dan lain-lain. Dari data diatas jelas bahwa masjid, musholla,

sekolah hanyalah sebagian dari benda yang diwakafkan. Sudah menjadi kebiasaan

pada waktu itu bahwa sultan (penguasa) pada saat itu selalu berusaha untuk

mengekalkan dan mendorong orang untuk mengembangkan wakaf terus menerus.92

Kebiasaan berwakaf tersebut diteruskan sampai sekarang di berbagai negara

sesuai dengan perkembangan jaman, sehingga sepanjang sejarah Islam, wakaf telah

berperan sangat penting dalam pengembangan kegiatan-kegiatan sosial ekonomi dan

kebudayaan masyarakat Islam, melalui wakaf telah menfasilitasi sarjana dan

mahasiswa dengan sarana dan prasarana yang memadai dan mereka bisa melakukan

berbagai kegiatan riset dan dan menyelesaikan studi mereka. Cukup banyak program-

program yang didanai dari hasil wakaf seperti penulisan buku, penerjemahan dan

kegiatan-kegiatan ilmiah dalam berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan. Wakaf

tidak hanya mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga menyediakan

92

Hasan Wargakusumah, Hukum Agraria I, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995), h.

43.

berbagai fasilitas yang diperlukan mahasiswa maupun masyarakat. Sebagai contoh

misalnya bidang kesehatan masyarakat dan fasilitas pendidikan dengan pembangunan

rumah sakit, sekolah medis, dan pembangunan industri obat-obatan serta kimia.

Dilihat dari segi bentuknya, wakaf tampak tidak terbatas pada benda tidak bergerak,

teteapi juga benda bergerak. Di beberapa Negara seperti Mesir, Yordania, Saudi

Arabia, Turki, wakaf selain berupa sarana dan pra-sarana ibadah dan pendidikan juga

berupa tanah pertanian, perkebunan, flat, uang, saham, real estate dan lain-lain yang

semuanya dikelola secara produktif. Dengan demikian hasilnya benar-benar dapat

dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan ummat.93

Dari sejumlah negara-negara tersebut, Turki merupakan negarayang paling

panjang sejarahnya dalam pengelolaan dan pemberdayaan wakaf serta mencapai

puncaknya pada masa Utsmaniyah. Pada tahun 1925 diperkirakan tanah wakaf

mencapai lebih dari separo tanah produktif.94

Di Turki, pengelolaan wakaf tidak hanya dikelola oleh mutawalli, tapi juga

oleh lembaga Direktorat Jendral Wakaf. Betapa serius Turki mengurusi dan

mengembangkan wakaf. Direktorat Jendral Wakaf tidak hanya mengelola wakaf tapi

juga memberikan supervisi dan kontrol (auditing) terhadap wakaf yang dikelola oleh

mutawalli. Sedangkan sebuah lembaga yang memobilisasi sumber-sumber wakaf

93

Naziroeddin Rachmad, Harta Waakaf:Pengertian, Perkembangan dan Sejarahnya di Dalam

Masyarakat Islam Dulu dan Sekarang, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 453. 94

Ibid.

untuk membiayai bermacam-macam jenis proyek joint venture adalah Waqf Bank &

Finance Corporation.95

Selain Turki, Mesir juga sudah mengelola potensi wakafnya secara produktif.

Awalnya, harta wakaf di Mesir juga tidak teratur. Untuk menertibkan hal itu,

pemerintah Mesir menempuh langkah menertibkan tanah wakaf dan harta wakaf

lainnya, dengan menjaga dan mengawasi serta mengarahkan harta wakaf untuk

tujuan-tujuan kebaikan sesuai dengan garis Undang-undang. Awalnya, persoalan

tanah wakaf ini ditangani oleh sebuah Departemen. Namun, masalah-masalah terus

bermunculan. Sampai pada Tahun 1971 dibentuk sebuah Badan Wakaf yang khusus

menangani masalah wakaf dan pengembangannya.96

Sesuai dengan Qonun No. 80/1971, Badan Wakaf ini bertugas untuk

mengusut dan melaksanakan semua pendistribuan, serta semua kegiatan-kegiatan

perwakafan sesuai dengan tujuan yang diterapkan. Badan ini selain menguasai

pengelolaan wakaf juga diberi kewenangan wakaf juga diberi kewenangan untuk

membelanjakan hasil wakaf setiap bulan dengan diikuti kegiatan di cabang,

membangun dan mengembangkan lembaga wakaf, membuat perencanaan dan

melakukan evaluasi akhir dan membuat laporan dan menginformasikannya kepada

masyarakat.97

Tentang kedudukan harta wakaf, para ahli hukum Islam berbeda pendapat

dalam menerjemahkannya, golongan Hanafiah berpendapat bahwa harta wakaf tetap

95

Ibid, h. 467. 96

Ibid, h. 468. 97

Departemen Agama RI, Op. Cit, h. 91-95.

milik si wakif (orang yang memberi wakaf), hal ini didasarkan kepada hadis dari Ibnu

Abbas r.a di mana Rasulullah pernah bersabda bahwa tidak ada wakaf setelah

turunnya surat an-Nisaa‟ (ayat tentang al-faraidl). Demikian juga pendapat dari

golongan Malikiyah yang mengatakan bahwa harta wakaf dapat kembali kepada si

wakif dalam waktu tertentu, atau waktu yang ditentukan sebagaimana yang di-

ikrarkan oleh si wakif. Sedangkan golongan Syafi‟iyah dan Hanabillah mengatakan

bahwa harta wakaf itu putus atau keluar dari hak milik si wakif dan menjadi milik

Allah atau milik umum. Begitu pula wewenang mutlak si wakif menjadi terputus,

karena setelah ikrar wakaf itu diucapkan, harta tersebut menjadi milik Allah atau

milik umum.98

Dalam pandangan al-Maududi (1985) sebagaimana dikutip oleh imam Suhadi,

bahwa pemilikan harta dalam Islam itu harus disertai dengan tanggungjawab moral.

Artinya, segala sesuatu (harta benda) yang dimiliki oleh seseorang atau sebuah

lembaga, secara moral harus diyakini secara teologis bahwa ada sebagian dari harta

tersebut menjadi hak bagi pihak lain, yaitu untuk kesejahteraan sesama yang secara

ekonomi kurang atau tidak mampu, seperti fakir miskin, yatim piatu, manula, anak-

anak terlantar dan fasilitas sosial.99

Azas keseimbangan dalam kehidupan atau keselarasan dalam hidup

merupakan azas hukum yang universal. Azas tersebut diambil dari tujuan

perwakafan. Allah swt sebagai wahana komunikasi dan keseimbangan spirit antara

98

H. Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Edisi Pertama, Cet.

Ke-2, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h. 242. 99

Ibid.

manusia (makhluq) dengan Allah (Khaliq). Titik keseimbangan tersebut pada

gilirannya akan menimbulkan keserasian dirinya dengan hati nuraninya untuk

mewujudkan ketentraman dan ketertiban dalam hidup. Azas keseimbangan telah

menjadi azas pembangunan, baik di dunia maupun di akhirat, yaitu antara spirit

dengan materi dan individu dengan masyarakat banyak.100

Azas pemilikan harta benda adalah tidak mutlak, tetapi dibatasi atau disertai

dengan ketentuan-ketentuan yang merupakan tanggung jawab moral akibat dari

kepemilikan tersebut. Pengaturan manusia berhubungan dengan harta benda

merupakan hal yang esensiil dalam hukum dan kehidupan manusia. Pemilikan harta

benda menyangkut bidang hukum, sedang pencarian dan pemanfaatan harta benda

menyangkut bidang ekonomi dan keduanya bertalian erat yang tidak bisa

dipisahkan.101

Pemilikan harta benda mengandung prinsip atau konsepsi bahwa semua benda

hakikatnya milik Allah swt. Kepemilikan dalam ajaran Islam disebut juga amanah

(kepercayaan), yang mengandung arti, bahwa harta yang dimiliki harus dipergunakan

sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Allah. Konsepsi tersebut sesuai dengan

firman Allah:

100

Hasan Wargakusumah,,Op. Cit, h. 47. 101

Ibid.

“Milik Allah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya;dan Dia

Mahakuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Maidah: 120).102

Sejalan dengan konsep kepemilikan harta dalam Islam, maka harta yang telah

diwakafkan memiliki akibat hukum, yaitu ditarik dari lalu lintas peredaran hukum

yang seterusnya menjadi milik Allah, yang dikelola oleh perorangan dan atau

lembaga nazhir, sedangkan manfaat bendanya digunakan untuk kepentingan umum.103

Sebagai konsep sosial yang memiliki dimensi ibadah, wakaf juga disebut amal

shadaqah jariyah, dimana pahala yang didapat oleh wakif (orang yang mewakafkan

harta) akan selalu mengalir selama harta tersebut masih ada dan bermanfaat. Untuk

itu harta yang telah diikrarkan untuk diwakafkan, maka sejak itu harta tersebut

terlepas dari kepemilikan wakif dan kemanfaatannya menjadi hak-hak penerima

wakaf. Dengan demikian, harta wakaf tersebut menjadi amanat Allah kepada orang

atau badan hukum (yang berstatus sebagai nazhir) untuk mengurus dan

mengelolanya.104

Apabila seseorang mewakafkan sebidang tanah untuk pemeliharaan lembaga

pendidikan atau balai pengobatan yang dikelola oleh suatu yayasan, misalnya, maka

sejak diikrarkan sebagai harta wakaf, tanah tersebut terlepas dari hak milik si wakif,

pindah menjadi hak Allah dan merupakan amanat pada atau lembaga atau yayasan

yang menjadi tujuan wakaf. Sedangkan yayasan tersebut memiliki tanggung jawab

102

Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit, h. 170. 103

H. Abdul Manan,Op. Cit, h. 244. 104

Ibid.

penuh untuk mengelola dan memberdayakannya secara maksimal demi kesejahteraan

masyarakat banyak.105

Dari penjeleasan-penjelasan di atas telah dipaparkan bahwa kedudukan tanah

wakaf memiliki akibat hukum yaitu ditarik dari lalu lintas peredaran hukum yang

selanjutnya tanah wakaf tersebut menjadi milik Allah swt, sedangkan manfaat

bendanya digunakan untuk kepentingan umum.

D. Pemberdayaan Tanah Wakaf

Pemberdayaan tanah wakaf di Indonesia sudah menjadi hal yang sangat

lumrah dilakukan bahkan wajib untuk diberdayakan demi tercapainya fungsi dan

tujuan dari harta yang diwakafkan bagi kemashlahatan ummat. Namun dalam hal

pemberdayaan dan pengelolaan tanah wakaf di Indonesia masih banyak persoalan

yang belum terselesaikan secara baik.106

Peraturan kelembagaan dan pengelolaan wakaf selama ini masih pada level di

bawah UU, yaitu Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Agama, Peraturan Dirjen

Bimas Islam Depag RI, dan beberapa aturan lain serta sedikit disinggung dalam UU

No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Hingga sampai akhir th. 2004 (27

th) dengan lahir UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf memaksimalkan peran wakaf

mengalami kendala-kendala formil. Tidak seperti kelembagaan di bidang zakat yang

sudah mencapai pada fenomena kemajuan yang cukup baik berdasarkan Kep. Menteri

105

Momon Soetisna Sandjaja, Sjachran Basan, Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan

Pemerintahan Desa, (Bandung, Alimni, 1983), h. 34. 106

Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1989), h. 45.

Agama RI No. 581 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Sehingga kelembagaan

wakaf dan pengelolaan benda-benda wakaf masih jauh dari memuaskan karena masih

diatur oleh beberapa peraturan yang belum integral dan lengkap.107

Paling tidak, sebelum lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

terdapat kendala-kendala formil yang sangat memberikan warna bagi pengelolaan dan

pengembangan wakaf. Ada beberapa alasan dimana kendala formil tersebut menjadi

hambatan pemberdayaan harta wakaf secara maksimal, yaitu:108

1. Masih belum terintegrasikannya peraturan teknis pengelolaan wakaf. Jika

suatu persoalan yang cukup strategis seperti lembaga wakaf tidak diatur secara

integral dan lengkap dalam pengelolaannya, maka lembaga tersebut sulit

diharapkan maju dan berkembang secara baik. Pengintegrasian peraturan dan

penambahan klausul penting secara lengkap dalam suatu undang-undang

sangat mendesak dilakukan agar wakaf bisa tetangani secara terpadu dan

maksimal.

2. Karena masih ada kelemahan dalam pengaturan hukumnya, persoalan hukum

wakaf belum memberikan kepastian jaminan dan perlindungan rasa aman bagi

wakif, nazhir dan mauquf „alaih (penerima wakaf), baik perseorangan,

kelompok orang, organisasi/badan hukum. Sehingga UU 41 wakaf selama ini

belum bisa dijadikan instrumen untuk mengembangkan rasa tanggung jawab

bagi pihak yang mendapat kepercayaan mengelola wakaf. Belum adanya

107

Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Cet. Pertama,

(Depok: Mumtaz Publishing, 2005), h. 55. 108

Ibid.

ketegasan yang utuh dalam memberikan sanksi-sanksi bagi pihak yang tidak

menjalankan amanah perwakafan, membuka peluang terjadinya

penyimpangan yang cukup lebar dalam pengelolaan dan atau pengabaian

tugas-tugas kenazhiran. Sehingga ketika ditemukan penyelewengan yang

dilakukan oleh perseorangan, kelompok orang maupun badan hukum nazhir,

sulit bisa diselesaikan karena belum adanya koridor publik dalam advokasi

persengketaan atau penyelesaian penyelewengan wakaf. Penyelewengan yang

dilakukan oleh para nazhir nakal misalnya, dalam sejarahnya, belum ada yang

diteruskan kepada penyelesaian pidana, karena peraturan perundang-undangan

yang ada belum mampu memberikan sanksi pidana yang tegas dan konkrit.

Hal ini banyak terjadi pada harta wakaf yang dikelola oleh perorangan, seperti

penggunaan tanah untuk kepentingan pribadi, golongan, bahkan diwariskan

kepada keturunannya, sementara bukti perwakafan sulit ditemukan atau

bahkan tidak ada, dan lain-lain.

3. Sebelum UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf hanya mengatur pada lingkup

perwakafan yang sangat terbatas, misalnya hanya pada wakaf tanah hak milik

seperti UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria, PP No. 28 Tahun 1977.

Pengaturan perwakafan yang menyangkut dana cash (cash waqf), hak

kepemilikan intelektual dan surat-surat berharga lainnya belum tersentuh,

sedangkan di era seperti sekarang ini dimana uang dan surat-surat berharga

lainnya menjadi variabel ekonomi yang cukup penting. Sehingga pengelolaan

wakaf ini belum bisa dilaksanakan secara optimal.

Peraturan perundang-undangan tentang wakaf selama ini, seperti PP No. 28

Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, sedikit disinggung dalam UU No. 5

Tahun 1960 Tentang Undang-undang Pokok Agraria dan Inpres RI No. 1 Tahun 1991

Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) ternyata belum memberikan dampak

perbaikan sosial yang berarti bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat. Karena

memang pengelolaan dan pengembangan wakaf masih berkisar pada perwakafan

tanah dan belum menyentuh pada aspek pemberdayaan ekonomi ummat yang

melibatkan banyak pihak. Sehingga perwakafan di Indonesia cukup sulit untuk

dikembangkan karena kendala formil yang belum mengatur tentang harta benda

wakaf bergerak yang mempunyai peran sangat sentral dalam pengembangan ekonomi

makro. Apalagi diperparah oleh kebanyakan nazhir wakaf yang kurang atau tidak

profesional dalam pemberdayaan wakaf.109

Di samping kelemahan formil sebagaimana di atas, political will dari pihak

pemerintah, khususnya pemerintah daerah bersama DPRD kurang memiliki “greget”

tehadap pemberdayaan wakaf secara produktif melalui Perda yang mendukung dalam

pemberdayaan wakaf.110

Setelah masalah peraturan perundangan yang terkait dengan pemberdayaan

wakaf, aspek anggaran juga kurang mendapat perhatian untuk mengadakan proyek-

proyek percontohan. Kita bisa memastikan, belum ada satu pemerintah daerah pun

yang sudah dengan sadar memberikan ruang yang pantas untuk menganggarkan

109

Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara

Kita, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), h. 342. 110

Ibid.

terhadap pemberdayaan wakaf secara produktif. Apalagi selama ini wakaf, termasuk

pemberdayaannya”diselipkan” dalam penganggaran pembangunan dan peningkatan

kehidupan beragama. Padahal kita juga tahu bahwa masalah tersebut sudah

sedemikian banyak aspeknya, sehingga masalah wakaf nyaris tak tersentuh.111

Oleh karena itu, hal yang cukup penting adalah pemberdayaan UU No. 22

Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Perda di setiap provinsi dan kabupaten

secara maksimal. Undang-undang yang mengatur tentang Otonomi Daerah

memberikan peluang atas peran pemerintah daerah secara signifikan dalam upaya

pemberdayaan wakaf secara produktif.112

111

Irfan Syauqi Beik, Wakaf Tunai dan Pengentasan Kemiskinan, (Jakarta: Halal Guide,

2006), h. 55-57 112

Ibid. h . 58.

BAB III

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Sekilas Tentang Desa Pringsewu Utara

1. SejarahAwalDesaPringsewu Utara

Nama desa Pringsewu Utara adalah salah satu desa yang berdiri di wilayah

dataran kecamatan Pringsewu dan terbentuk menjadi kelurahan sejak Pringsewu

menjadi kabupaten pada tahun 2009. Desa Pringsewu Utara merupakan desa yang

menjadi batas dari wilayah kecamatan Pringsewu meski banyak desa-desa lain yang

berdiri setelahnya, akan tetapi Pringsewu Utara menjadi bagian kelurahan yang

dibentuk bersamaan dengan peresmian kabupaten Pringsewu.113

Desa Pringsewu Utara selain berdiri karena putusan pemerintah daerah,

diprakarsai juga oleh tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda dan elemen-

elemen lain yang peduli pada Pringsewu Utara. Maka dibentuklah panitia kelurahan

yang tak lain akan menjadi kandidat pemerintah desa Pringsewu Utara dengan Ketua

Bpk H. Sukrisno, Sekretaris Bpk. Heru Sambodo, Bendahara Chudali Muhaimin.

Pada tanggal 08 Juli 2009 diadakan pemilihan Kepala Desa Pringsewu Utara

yang diadakan dilapangan Pringsewu Utara yang diikuti oleh 4 (empat) calon Kepala

Pekon yaitu: Bpk Heru Sambodo, Bpk Muhamad Yusup, Bpk Ansoruddin dan Bpk

Wasono. Dari pemilihan tersebut dimenangkan oleh Bpk Heru Sambodo untuk

113

Dokumen Pemerintah Desa Pringsewu Utara.

menjadi Kepala Desa Pringsewu Utara pada periode pertama, kemudian dilanjutkan

oleh Bpk Ansoruddin sebagai Kepala Desa Pringsewu Utara pada periode kedua.114

Berikutininama-namakepalaDesa PringsewuUtaradariawal:

TABEL I

SUSUNAN NAMA KEPALA PEKON

NO NAMA KEPALA

PEKON

TAHUN

MEMERINTAH

KETERANGAN

1. Heru Sambodo 2009-2014

KepalaDesa Pringsewu

Utara

2. Ansoruddin 2014-2019

KepalaDesa Pringsewu

Utara

2. PotensiUmum

a. LuasPekon = 181 Ha

1) Tanah Sawah

a) SawahIrigasiTeknis = - Ha

b) SawahIrigasi ½ Teknis = - Ha

c) SawahTadahHujan = 40 Ha

2) Tanah Kering

a) Tegal/Ladang = 35 Ha

b) Pemukiman = 104 Ha

3) Tanah Basah

a) Tanah Rawa = - Ha

b) Asang Surut = - Ha

114

Ibid.

4) Tanah Perkebunan

a) Tanah Perkebunan Rakyat = - Ha

b) Tanah Perkebunan Negara = - Ha

c) Tanah Perkebunan Swasta = - Ha

5) Tanah FasilitasUmum

a) KasPekon = - Ha

b) Lapangan = 2 Ha

c) PerkantoranPemerintah = - Ha

d) Lainnya = - Ha

6) Tanah Hutan

a) HutanLindung = - Ha

b) HutanProduksi = - Ha

c) HutanKonversi = - Ha

7) Tipologi

a) Desakepulauan tidak*

b) Desa pantai/pesisir tidak*

c) Desasekitarhutan tidak*

d) Desaterisolasi tidak*

e) Desaperbatasandengannegara lain tidak*

f) Desaperbatasandengannegara lain tidak*

g) Desaperbatasandenganpropinsi lain tidak*115

b. KondisiUmumPekon

1) Batas Wilayah Desa

LetakgeografiPekonKutawaringin ,terletak diantara:

a) Sebelahutara : Sidoharjo

b) Sebelahtimur : Margakaya

c) Sebelahselatan : Podomoro

d) Sebelahbarat : Fajar Agung

2) GeografisLetakdanLuas Wilayah

Desa Pringsewu Utara merupakansalahsatudari 14Desa di Wilayah

KecamatanPringsewu. DesaPringsewu Utara mempunyai luas wilayah

seluas 181 Hektar. Iklim Desa Pringsewu Utara, sebagaimana desa-desa

lain di wilayah Indonesia mempunyai Iklim Tropis yaitu Musim

Kemarau dan Penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung

terhadap pola tanam yang ada di Desa Pringsewu Utara dimana

mayoritas penduduk berpenghasilan dari pertanian, baik tanaman

pangan, Holtikultura dan perkebunan.116

c. JumlahPenduduk

115

Ibid. 116

Ibid.

Desa Pringsewu Utara memprunyaiJumlahPenduduk8.318Jiwa, yang

tersebardalam5 Wilayah Dusundan31 RT

denganPerinciansebagaimanatabel :

TABEL II

JUMLAH PENDUDUK

NO

NAMA

WILAYAH

JUMLAH PENDUDUK

KET

KK

LAKI-

LAKI

PEREMPUAN JUMLAH

1 DUSUN I 664 754 529 1283

RT 01 354 381 252 633

RT 02 310 373 277 650

2 DUSUN II 751 776 847 1623

RT 03 296 355 416 771

RT 04 455 421 431 852

3 DUSUN III 1142 964 1309 2273

RT 05 280 281 398 679

RT 06 394 277 351 628

RT 07 468 406 560 966

4 DUSUN IV 706 772 674 1446

RT 08 146 139 258 397

RT 09 270 278 228 506

RT 10 290 355 188 543

5 DUSUN V 826 852 841 1693

RT 11 488 490 486 976

RT 12 338 362 355 717

3. PotensiSumberDayaManusia

a. Jumlah

1) Jumlah total = 8.318 orang

2) Jumlahlaki-laki = 4.118 orang

3) Jumlahperempuan = 4.200 orang

4) JumlahKepalaKeluarga = 4.089 KK

b. Umur

TABEL III

JUMLAH UMUR

UMUR JUMLAH

0-10 Tahun 1107 Orang

11-20 Tahun 1799 Orang

21-30 Tahun 2545Orang

31-40 Tahun 1692 Orang

41-50 Tahun 1133 Orang

51-60 Tahun 970 Orang

>60 Tahun 42 Orang

TOTAL 8. 318Orang

c. Pendidikan

1) Belumsekolah = 357 orang

2) Pernahsekolah SD tapitidaktamat = 436 orang

3) Tamat SD/sederajat = 1540 orang

4) SLTP/sederajat = 1472 orang

5) SLTA/sederajat = 1543 orang

6) D-1 = 340 orang

7) D-3 = 2408 orang

8) S-1 = 179 orang

9) S-2 = 43 orang

Jumlah = 8.318 orang/jiwa

d. Mata PencaharianPokok

1) Petani = 2600 orang

2) Buruhtani = 1350 orang

3) Buruh/swasta = 2602 orang

4) PegawaiNegeri = 198 orang

5) Pengrajin = 4 orang

6) Pedagang = 103 orang

7) Peternak = 45 orang

8) Guru = 70 orang

9) Montir = 23 orang

10) Dokter = 5 orang

11) Bidan = 8 orang

12) Perawat = 17 orang

13) Mengurusrumahtangga = 1.118 orang

14) Lain-lain = 175 orang.

e. Agama

1) Islam = 7.816 orang

2) Kristen = 157 orang

3) Katholik = 273 orang

4) Hindu = 55 orang

5) Budha = 17 orang

f. Etnis

1) Lampung = 158 orang

2) Jawa = 5623 orang

3) Sunda = 2464 orang

4) Padang = 12 orang

5) Batak = 8 orang

6) Palembang = 47 orang

7) Dayak = - orang

8) Bugis = 6 orang117

4. PrasaranadanSaranaTransportasi

a. JalanDesa

1) Panjangjalanaspal = - km

2) Panjangjalanmakam = - km

3) Panjangjalan tan = 12 km

4) Jalanaspalkondisirusak = - km

5) Jalanmakamkondisitidaksempurna = - km

6) Jalantanahkondisisulitdilintasi/takjelas = 3,1 km

b. JalanAntarDesa/Kecamatan

1) Panjangjalanaspal = 3 Km

2) Panjangjalanmakm = - km

3) Panjangjalantanah = - km

4) Jalanaspalkondisirusak = 1 km

5) Jalanmakadamkondisitidaksempurna = - km

6) Jalantanahkondisisulitdilintasi/takjelas = - km

c. JembatanDesa

1) Jumlahjembatanbeton = 1 unit

117

Ibid.

2) Jumlahjembatanbesi = - unit

3) Jumlahjembatankayu/bambu = 1 unit

5. SaranadanPrasaranaDesa

KondisisaranadanprasaranaumumDesa Pringsewu Utara

secaragarisbesaradalahsebagaiberikut :

a. LembagaPendidikan

JumlahkeberadaanPrasaranaPendidikan di Desa Pringsewu

Utaraadalahsebagaiberikut :

TABEL VI

PRASARANA PENDIDIKAN

NO NamaPendidikan Jumlahsekolah Lokasi/Dusun

01 TK/PAUD 2 I Dan III

02 SD/MI 3 I II V

03 SMP Muhammadiyah 1 III

04 SMA Muhammadiyah 1 III

05 Lain-lain - -

b. PrasaranaKesehatan

JumlahkeberadaanPrasaranaKesehatan di Desa Pringsewu Utara

adalahsebagaiberikut :118

TABEL VII

PRASARANA KESEHATAN

118

Ibid.

NO TempatIbadah Jumlah

1 Poskespek 1

2 Posyandu 3

3 BalaiPengobatan 1

4 PraktekBidan 3

c. TempatIbadah

JumlahkeberadaanPrasaranaTempatIbadah di Desa Pringsewu Utara

adalahsebagaiberikut :

TABEL VIII

PRASARANA TEMPAT IBADAH

NO TempatIbadah Jumlah

1 MASJID/MUSHOLLA 5/8

2 GEREJA -

3 PURA -

4 Vihara -

d. PrasaranaUmum

JumlahkeberadaanPrasaranaUmum di Desa Pringsewu Utara

adalahsebagaiberikut :

TABEL IX

PRASARANA UMUM

BalaiDesa JalanKabupaten Jalan

Kecamatan

JalanDesa

1

15 Km

4 Km

2 Km

B. Sejarah Pembentukan Tanah Wakaf dan Struktur Pengelolaannya

Tanah wakaf yang ada di pringsewu Utara merupakan Tanah Hak milik dari

seseorang yang bernama Bapak. Alm. Widodo yang dibelinya dari seorang

Pengusaha pada tahun 2005 silam yang sebelumnya menjadi tanah keluarga

sebagaimana tanah-tanah hak milik lainnya yang diperuntukkan untuk wakaf tersebut

luasnya kurang lebih 2.600 m2 kisaran harga Rp. 100.000,00_.

119

Pada tahun 2009 akhir tepatnya di bulan November Bapak Widodo meninggal

dunia, dan secara otomatis hak kepemilikan tanah tersebut jatuh pada anak

pertamanya yaitu Bapak Chudali Muhaimin melalui jalur pewarisan. Pada tahun 2010

tanah tersebut dikelola oleh bapak Chudali Muhaimin seutuhnya.120

Sebagai salah satu keluhan masyarakat di wilayah Pringsewu Utara kecamatan

Pringsewu kabupaten Pringsewu, saat ini telah banyak mengalami pertumbuhan dan

perkembangan di segala aspek termasuk dengan perkembangan di wilayah

pemukiman dan kepadatan akibat pertumbuhan serta pertambahan penduduk

kelurahan Pringsewu Utara. Dan hal ini sudah tentu membawa tuntutan dan

kebutuhan akan adanya sarana maupun fasilitas sosial bagi masyarakat itu sendiri

119

Untung, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.30. 120

Rohil, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.30.

termasuk fasilitas Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang berada di wilayah

kelurahan Pringsewu Utara.121

Kebutuhan ini semakin urgen dan mendesak untuk dipenuhi karena Tempat

Pemakaman Umum (TPU) yang ada pada saat ini yang telah lama menjadi fasilitas

sosial masyarakat kelurahan Pringsewu Utara secara de jure(hukum) dan de

facto(kenyataan) berada di luar wilayah Kelurahan Pringsewu Utara, atau berada di

wilayah kelurahan Pringsewu Barat yang kondisinya sudah semakin menyempit dan

tidak terkelola dengan baik, sehingga memerlukan perluasan lokasi bahkan

pengadaan TPU yang baru yang lebih memadai.

Selain daripada itu patut disadari bahwa TPU yang selama ini digunakan oleh

masyarakat kelurahan Pringsewu Utara, pemanfaatan dan pengelolaan dilakukan

secara bersama-sama oleh warga kelurahan. Dan ini tentu menjadi persoalan

tersendiri terutama mengenai asset kepemilikan, tanggung jawab pengelolaan serta

penataan dan ketertiban secara umum, untuk itu dalam rangka memecahkan

permasalahan masyarakat, memberikan jaminan ketersediaan fasilitas umum melalui

musyawarah yang mencapai kesepakatan secara bulat untuk membentuk panitia

pengadaan lahan TPU yang berada di wilayah Pringsewu Utara.122

Karena sudah adanya kesepakatan bersama maka tanah yang akan digunakan

sebagai TPU adalah tanah hak milik dari Bapak Chudali Muhaimin dengan jalan ia

121

Rihan, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.30. 122

Jumandi, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.30.

mewakafkan tanah tersebut untuk pemakaman di wilayah Pringsewu Utara melalui

pembentukan panitia yang telah disepakati bersama.123

Bapak Chudali Muhaimin mewakafkan tanah wakaf itu atas kemauan sendiri

dan diserahkan kepada nadzir organisasi yang tersusun dalam bentuk kepanitiaan.124

Struktur Pengelolaan Tanah wakaf

Desa Pringsewu Utara Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu

1. Penasehat : Hendarman

: Suhailil Irianto

2. Penanggung Jawab : Lurah Pringsewu Utara

3. Ketua : Chudali Muhaimin

: Ikhsan Isro

4. Sekretaris : Muhajir

: Oki Irawan

5. Bendahara : Maryanto

: Yudimin

6. Seksi-seksi

a. Seksi Penghimpunan Dana

Koordinator : Seluruh Bayan

Anggota - Kolektor Yang ditunjuk

b. Seksi Perlengkapan/Umum

123

Chudali Muhaimin, Sebagai Ketua Panitia,Wawancara, Pringsewu Utara Rabu, 30 januari

2018, pukul 2.00. 124

Jumandi, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.30.

c. Koordinator : Gino Aji Wibowo

d. Anggota - Riyadi

- Patwadi

- Heram Candra S.

e. Seksi Kebersihan

Koordinator : Mukhtajar

Anggota - Hamdan Fibrianto

- Yuli Priono

- Syaifudin Zukhri

- A. Hayun Rifa‟i125

C. Pola Pemanfaatan Tanah Wakaf Oleh Wakif

Tanah wakaf yang ada di desa Pringsewu Utara itu sudah dikelola sejak tahun

2010 oleh bapak Chudali Muhaimin yang dengan membentuk panitia dari

masyarakatat Pringsewu Utara untuk digunakan sebagai Tempat Pemakaman Umum

(TPU) bagi warga setempat yang disaksikan oleh pejabat PPIW.126

Pelaksanaan Tanah wakaf ini memang digunakan sebagai fasilitas umum

sebagai tanah pemakaman bagi warga desa Pringsewu Utara dan berjalan sesuai

dengan bentuk kepanitian yang telah dibuat dan disepakati bersama dalam

pengelolaannya. Namun seiring berjalannya waktu tanah tersebut dimanfaatkan oleh

125

Dokumen Panitia Pemebntukan Wakaf desa Pringsewu Utara. 126

Rendra, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.30.

wakif yang tak lain sebagai ketua panitia tersebut sebagai ladang bisnis selain ladang

amal bagi dan fasilitas ummat.

Wakif mengelola tanah makam ini dengan memungut atau mengambil biaya

pakai atas makam namun secara sukarela, memang proses pembayaran ini sekilas

terlihat seperti sewa-menyewa tetapi hal ini tidak seperti apa yang kita bayangkan,

jika sewa-menyewa ditetapkan biaya serta waktunya dengan kontrak dan sesuai

kesepakatan berbeda halnya dengan masalah tanah wakaf ini. Pembayarannya

diberikan secara sukarela oleh warga desa setempat sebagai biaya pakai dan biaya

kebersihan untuk tanah pemakaman tersebut.127

Sebagaian warga yang penulis wawancarai, yaitu Untung, Rohil, Rihan dan

Jumandi mengatakan bahwa pembayaran atas tanah tersebut sebagai tanda

terimakasih warga atas penggunaan tanah pemakaman yang telah disediakan oleh

wakif, tetapi hal ini dilakukan bukan hanya sekedar tanda terimakasih atas

penggunaan tanah, lebih kepada kewajiban atas warga desa untuk mengeluarkan

biaya penggunaan meski tidak ditetapkan berapa besar nominalnya dan tidak sedikit

dari warga desa setempat mengeluhkan akan ketidakjelasan perkembangan dari tanah

pemakaman tersebut.

Menurut penjelasan wakif biaya yang dikeluarkan oleh warga desa setempat

digunakan untuk perawatan atas tanah pemakaman itu dan wakif berniat untuk

memperluas lahan pemakaman meski sampai saat ini belum terealisasi karena

127

Ujang, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.00.

disebabkan minimnya lahan kosong yang bisa diperuntukkan sebagai tanah makam

dan memilki tempatyang strategis.

Biaya yang telah dibayarkan oleh warga desa setempat melalui bendahara

panitia dialokasikan untuk melakukan perawatan dan kebersihan tanah pemakaman

yang tampak menyelimuti tanah makam tersebut, meski pada kenyataannya

masyarakat yang bertugas sebagai petugas kebersihan untuk tanah pemakaman itu

tidak merasa bahwa biaya yang telah diterima wakif digunakan sebagai perawatan

untuk tanah pemakaman apalagi untuk perluasan lahan pemakaman tersebut. 128

Terkait dengan persoalaan tanah yang diwakafkan oleh wakif bahwa bahwa

penulis sudah mempertanyakan status tanah tersebut, apakah dalam keadaan sengketa

atau tanah milik, apakah tanah wakaf tersebut bersertifikat sah menurut undang-

undang yang berlaku. Menurut keterangan wakif, tanah tersebut merupakan tanah

milik pribadi dan tidak ada sengketa apapun didalamnya, serta sudah didaftarkan

sebagai tanah wakaf untuk dibuatkan sertifikat, tetapi masih dalam proses

penyelesaian pembuatannya, begitu penjelsan yang diutarakan wakif. 129

Pembersihan tanah pemakaman dilakukan oleh bagian kebersihan yang telah

ditentukan tugasnya dalam pembentukan panitia sebagaimana dijelaskan dalam

bahasan sebelumnya. Mereka melakukan kegiatan ini sebulan sekali dan dilakukan

terus menerus, tetapi seringkali kegitan ini malah menjadi kegiatan formal semata,

bukan benar-benar dilakukan secara konsisten, bahkan kegiatan ini bila tidak diawasi

128

Wiwid,Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 03.00. 129

Chudali Muhaimin, Op. Cit, Rabu, 30 januari 2018, pukul 2.30-3.15.

oleh petugas yang telah ditunjuk tidak akan berjalan sesuai dengan ekspektasi serta

bisa berlarut-larut (ngaret) dalam melakukan kegiatan ini.130

Selain dari kegiatan kebersihan yang dilakukan warga desa Pringsewu Utara

secara rutin, mereka juga melakukan perkumpulan setiap pertengahan tahun dalam

rangka memantau perkembangan tanah wakaf yang digunakan sebagai tempat

pemakaman bagi warga desa Pringsewu Utara, namun sudah sekian kali perkumpulan

itu dilakukan oleh warga desa setempat, tidak pula menemukan titik terang akan

perkembangan dari tanah tersebut. Jika ditanya dengan wakif yang sekaligus sebagai

ketua panitia hal ini, ia selalu mengutarakan keluhan dan kendalanya untuk

memperluas lahan pemakaman dengan dalih sulitnya mendapatkan lahan yang

kosong dan strategis untuk digunakan sebagai tanah pemakaman.131

130

Jumali, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018, Pukul 19.45. 131

Suyadi, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 03.30.

BAB IV

ANALISIS DATA

A. Praktik Pemanfaatan Tanah WakafOlehWakifdi Desa Pringsewu Utara

Perwakafanmerupakansuatuperbuatanhukumtersendiriyangdipandang

darisuduttertentuyangbersifat rangkap,karenadisatupihakperbuatantersebut

menyebabkan objeknyamemperoleh kedudukan yang khusus, sedangkan dipihak

lainperbuatantersebutjugamenimbulkansuatubadanhukumdidalamhukum adat

sertasanggupikutsertadalamkehidupansebagaisubjekhukum.

Pelaksanaan kegiatan wakaf di desa Pringsewu Utara Kab. Pringsewu dalam

hal ini wakaf sebagai tanah pemakaman umum bagi warga desa

setempat.Pelaksanaan Tanah wakaf ini memang digunakan untuk fasilitas umum

sebagai tanah pemakaman bagi warga desa Pringsewu Utara dan berjalan sesuai

dengan bentuk kepanitian yang telah dibuat dan disepakati bersama dalam

pengelolaannya. Namun seiring berjalannya waktu tanah pemakaman itu

dimanfaatkan oleh wakif yang tak lain adalah ketua panitia tersebut sebagai ajang

bisnis selain ladang amal bagi diri wakif dan fasilitas ummat.

Dalam hal ini, kaitannya dengan pelaksanaan pemanfaatan tanah wakaf oleh

wakif justru dilakukan dengan membentuk kepanitian dan sekilas terlihat formal,

serta didukung dengan adanya persetujuan dari pejabat desa dalam membentuk

kepanitian tanah wakaf ini dimana wakif turut andil dalam struktur kepanitiaan yang

diketuai oleh wakif itu sendiri.

Pelaksanaan tanah wakaf ini memang seyogyanya dikelola oleh nadzir, dalam

hal ini nadzir organisasi yaitu masyarakat yang tercantum sebagai pengurus dalam

mengelola tanah ini. Karena kelalaian nadzir dalam mengelola tanah tersebut, maka

wakif memanfaatkan tanah wakaf itu dengan menjadikan tanah wakaf ini sebagai

bisnis baginya dan tidak menghiraukan kesepakatan yang telah dibuat dan

mengenyampingkan prosedur ikrar wakaf yang berlaku.

Wakif mengelola tanah makam ini dengan memungut atau mengambil biaya

pakai atas makam namun secara sukarela, memang proses pembayaran ini sekilas

terlihat seperti sewa-menyewa tetapi hal ini tidak seperti apa yang kita bayangkan,

jika sewa-menyewa ditetapkan biaya serta waktunya dengan kontrak dan sesuai

kesepakatan berbeda halnya dengan masalah tanah wakaf ini. Pembayarannya

diberikan secara sukarela oleh warga desa setempat sebagai biaya pakai dan biaya

kebersihan untuk tanah pemakaman tersebut.

Sebagaian warga yang penulis wawancarai mengatakan bahwa pembayaran

atas tanah tersebut sebagai tanda terimakasih warga atas penggunaan tanah

pemakaman yang telah disediakan oleh wakif, tetapi hal ini dilakukan bukan hanya

sekedar tanda terimakasih atas penggunaan tanah, lebih kepada kewajiban atas warga

desa untuk mengeluarkan biaya penggunaan meski tidak ditetapkan berapa besar

nominalnya dan tidak sedikit dari warga desa setempat mengeluhkan akan

ketidakjelasan perkembangan dari tanah pemakaman tersebut.

Menurut penjelasan wakif biaya yang dikeluarkan oleh warga desa setempat

digunakan untuk perawatan atas tanah pemakaman itu dan wakif berniat untuk

memperluas lahan pemakaman meski sampai saat ini belum terealisasi karena

disebabkan minimnya lahan kosong yang bisa diperuntukkan sebagai tanah makam

dan memilki tempat yang strategi, namun pada kenyataannya biaya tersebut dijadikan

sebagai ladang bisnis dan ajang memperkaya diri bagi wakif dalam hal ini sebagai

ketua panitia itu sendiri.

B. Praktik Pemanfaatan Tanah WakafOlehWakif Dilihat dari Perspektif

Hukum Islam dan Menurut Hukum Positif

1. Praktik Pemanfaatan Tanah WakafOlehWakif Dilihat dari Perspektif

Hukum Islam

Islam jelas mengatur tentang perwakafan meski tidak dijelaskan secara rinci

dan masih membutuhkan dalil-dalil, nash serta ijtihad para ulama‟ dalam menjelaska

tatanan perwakafan ini, sebagaimana RasululahSAWmenggunakankataAl-

Habsdalammenunjukkanpengertian

wakaf,makayangdimaksuddenganwakafadalahmenahanyaitumenahansuatu

hartabendayangmanfaatnyadiperuntukkanbagikebajikanyangdianjurkanoleh agama.

Wakaf jelas hukumnya diperuntukkan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan

umum yang mana setiap orang yang berhak memanfaatkannya demi kepentingan

ummat dan menjalankan fungsi wakaf itu sesuai dengan syariat Agama, bukan untuk

di ambil manfaat dari harta benda wakaf itu, seperti halnya yang dilakukan oleh

wakif di desa Pringsewu Utara di mana ia memanfaatkan tanah wakaf itu dengan

mengambil biaya atas penggunaan tanah yang telah ia wakafkan yang seharusnya

tanah pemakaman itu memiliki tujuan yang mulia selain dari peribadatan kepada

Allah, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan

kemashlahatan ummat.

Pelaksanaan tanah wakaf tidak semestinya dilakukan dengan cara-cara yang

bathil dan bertentangan menurut syari‟ah serta dapat merugikan pihak-pihak tertentu,

karena pada hakikatnya tanah wakaf bukan untuk diambil manfaatnya demi

kepentingan pribadi, melainkan demi terwujudnya kemashlahatan ummat. Hal ini

menjadi sangat ironis bila tanah wakaf yang semula menjadi ladang amal serta

jariyah bagi si pemberi wakaf (wakif), justru malah menjadi ladang bisnis dan profit

semata.

Menurut penulis, pelaksanaan pemanfaatan tanah wakaf yang dilakukan oleh

wakif di desa Pringsewu Utara tidak sesuai dengan tuntunan syari‟ah yang berlaku

tentang perwakafan. Tanah wakaf itu seharusnya diberikan dan diperuntukkan untuk

menjadi ladang amal bagi si pemberi wakaf sebagai wujud rasa kecintaannya kepad

Allah demi mendatangkan manfaat bagi kemashlahatan ummat serta mewujudkan

kesejahteraan umum, bukan malah sebaliknya dimanfaatkan untuk kepentingan

pribadi semata dan menjadi ajang mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan hidup.

2. Praktik Pemanfaatan Tanah WakafOlehWakif Dilihat dari Perspektif

Hukum Positif

Pemberdayaan tanah wakaf di Indonesia sudah menjadi hal yang sangat

lumrah dilakukan bahkan wajib untuk diberdayakan demi tercapainya fungsi dan

tujuan dari harta yang diwakafkan bagi kemashlahatan ummat. Namun dalam hal

pemberdayaan dan pengelolaan tanah wakaf di Indonesia masih banyak persoalan

yang belum terselesaikan secara baik.

Peraturan kelembagaan dan pengelolaan wakaf selama ini masih pada level

(tingkatan) di bawah UU, yaitu Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Agama,

Peraturan Dirjen Bimas Islam Depag RI, dan beberapa aturan lain serta sedikit

disinggung dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Hingga

sampai akhir tahun 2004 (27 tahun) lahir UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

memaksimalkan peran wakaf mengalami kendala-kendala formil. Tidak seperti

kelembagaan di bidang zakat yang sudah mencapai pada fenomena kemajuan yang

cukup baik berdasarkan Kep. Menteri Agama RI No. 581 Tahun 1999 Tentang

Pengelolaan Zakat. Sehingga kelembagaan wakaf dan pengelolaan benda-benda

wakaf masih jauh dari memuaskan karena masih diatur oleh beberapa peraturan yang

belum integral dan lengkap.

Peraturan perundang-undangan tentang wakaf selama ini, seperti PP No. 28

Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik, sedikit disinggung dalam UU No. 5

Tahun 1960 Tentang Undang-undang Pokok Agraria dan Inpres RI No. 1 Tahun 1991

Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) ternyata belum memberikan dampak

perbaikan sosial yang bearti bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat. Karena

memang pengelolaan dan pengembangan wakaf masih berkisar pada perwakafan

tanah dan belum menyentuh pada aspek pemberdayaan ekonomi ummat yang

melibatkan banyak pihak. Sehingga perwakafan di Indonesia cukup sulit untuk

dikembangkan karena kendala formil yang belum mengatur tentang harta benda

wakaf bergerak yang mempunyai peran sangat sentral dalam pengembangan ekonomi

makro. Apalagi diperparah oleh kebanyakan nazhir wakaf yang kurang atau tidak

profesional dalam pemberdayaan wakaf.

Di samping kelemahan formil sebagaimana di atas, political will dari pihak

pemerintah, khususnya pemerintah daerah bersama DPRD kurang memiliki “greget”

tehadap pemberdayaan wakaf secara produktif melalui Perda yang mendukung dalam

pemberdayaan wakaf.

Setelah masalah peraturan perundangan yang terkait dengan pemberdayaan

wakaf, aspek anggaran juga kurang mendapat perhatian untuk mengadakan proyek-

proyek percontohan. Kita bisa memastikan, belum ada satu pemerintah daerah pun

yang sudah dengan sadar memberikan ruang yang pantas untuk menganggarkan

terhadap pemberdayaan wakaf secara produktif. Apalagi selama ini wakaf, termasuk

pemberdayaannya”diselipkan” dalam penganggaran pembangunan dan peningkatan

kehidupan beragama. Padahal kita juga tahu bahwa masalah tersebut sudah

sedemikian banyak aspeknya, sehingga masalah wakaf nyaris tak tersentuh.

Oleh karena itu, hal yang cukup penting adalah pemberdayaan UU No. 22

Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Perda di setiap provinsi dan kabupaten

secara maksimal. Undang-undang yang mengatur tentang Otonomi Daerah

memberikan peluang atas peran pemerintah daerah secara signifikan dalam upaya

pemberdayaan wakaf secara produktif.

Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf tidak hanya mengatur

tentang bagaimana wakaf harus di peruntukkan, namun lebih dari itu undang-undang

ini mengatur juga tentang pengelolaanya dan bertujuan memanfaatkan harta benda

wakaf sesuai dengan fungsiyang seharusnya diperhatikan wakif dalam hal ini ketua

panitia pembentukan tanah wakaf. Jadi, tidak ada lagi oknum yang bisa

menyelewengkan suatukebijakan ataupun keadaan yang melanggar hukum demi

memenuhi kebutuhan pribadi dan nafsu semata, sehinggaterciptanya kesejahteraan

umum, dan kemashlahatan ummat.

TujuanwakafdalamUndang-UndangNo.41Tahun2004tentang wakafPasal 4

menyatakan bahwa, wakafbertujuanmemanfaatkanharta bendawakaf sesuaidengan

fungsinya.

FungsiwakafdalamKompilasiHukumIslamPasal216

adalah,mengekalkanmanfaatbenda wakaf sesuaidengan tujuannya.

MenurutPasal5Undang-Undang No.41Tahun2004bahwawakaf

berfungsimewujudkanpotensidanmanfaatekonomihartabendawakaf untuk

kepentingan ibadah dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum.Jadi fungsi wakaf

menurutKompilasiHukumIslamPasal216dan Pasal5Undang-Undang

No.41Tahun2004dimaksudkandengan adanya wakaf terciptanya sarana dan prasarana

bagikepentinganumumsehinggaterwujudnyakesejahteraanbersama

baikdalamhalibadahataupundalamhalmu‟amalah.Dengandemikianorang yang

kehidupannyadibawahgariskemiskinandapattertolongkesejahteraannya

denganadanyawakaf.KemudianumatIslamyanglainnyadapatmenggunakan

bendawakafsebagai fasilitas umum sekaligus dapat mengambilmanfaatnya

Dibentuknya UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, memberikan sedikit

kepastian terkait pelaksaan wakaf terutama dalam hal pengelolaannya meskipun

belum secara rinci. Seiring dengan perkembangan zaman, tentunya semakin banyak

masalah-masalah yang akan timbul. Sehingga pemerintah dianjurkan membuat

peraturan-peraturan yang dapat mendukung pelaksanaan perwakafan terutama dalam

hal pengelolaan dan pemanfaatannya.

Peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-

undang nomor 41 tahun 2004 pasal 22, berisikan tentang hartabendawakafhanyabisa

diperuntukkanbagi: (1). saranadankegiatanibadah; (2)

saranadankegiatanpendidikandankesehatan; (3) bantuankepada fakir miskin,

anakterlantar, yatimpiatu, beasiswa; (4) kemajuandanpeningkatanekonomi; dan (5)

kemajuandankesejahteraanumumlainnya yang

tidakbertentangandengansyari‟ahdanperaturanperundang-undangan, serta Undang-

undang Pokok Agraria (UUPA) masalah wakaf dapat kita ketahui pada pasal 5, No.

60 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria dan PP No.28 Tahun 1997 Tentang

Perwakafan Tanah Milik, dimana seharusnya harta benda wakaf diperuntukkan untuk

kegiatan peribadatan dan lain-lain serta tidak

tidakbertentangandengansyari‟ahdanperaturanperundang-undangan yang berlaku dan

mengatur tentang hukum perwakafan.

Pelaksanaan pemanfaatan tanah wakaf ini juga telah diatur secara jelas dalam

peraturan pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undan No. 41

Tahun 2004 tentang wakaf pasal 2, 4 dan 5 yang memuat bahwa wakaf sah apabila

dilakukan menurut syari‟ah; dan wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf

sesuai dengan fungsinya; serta wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat

ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan

kesejahteraan umum. Maka jika dilihat dari tinjauan hukum positif tentang

pemanfaatan tanah wakaf oleh wakif ini jelas hukumnya tidak diperbolehkan dan

bertentangan dengan syari‟at Agama.

Menurut penulis, pelaksanaan pemanfaatan tanah yang dilakukan oleh wakif

di desa Pringsewu Utara dalam hal ini memungut biaya atas pemakaian tanah makam

yang sudah diwakafkan oleh wakif meski pembayarannya diberikan secara sukarela

kepada wakif melalui bendahara yang diatur dan disepakati oleh warga desa

setempat, tidak lah sesuai dengan peraturan perwakafan yang berlaku secara umum

dan bertentangan dengan UU serta Peraturan Pemerintah yang terkait.

Memungut biaya atas pemakaian tanah makam yang sudah diwakafkan oleh

wakif meski pembayarannya diberikan secara sukarela kepada wakif melalui

bendahara yang diatur dan disepakati oleh warga desa setempat untuk kepentingan

pribadi bertentangan dengan hakikat wakaf yang seharusnya.

Rumusan yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimana

disebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang

atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan

melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan umum lainnya sesuai

dengan ajaran Islam. (Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah No28 Tahun 1977 tentang Perwakafan

Tanah Milik menyebutkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seorang atau badan

hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik

dan kelembagaannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan atau keperluan

ummat lainnya sesuai ajaran Islam.

Di dalam pasal 1 ayat 1 Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 42

Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang

wakaf, bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk

memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian dari harta benda miliknya untuk

dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut

syariah.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelahdilakukanpenelitiantentang Pemanfaatan tanah wakaf oleh wakif di

desa Pringsewu Utara Kec. Pringsewu Kab.Pringsewu,dapat disimpulkan:

1. Pelaksanaan kegiatan wakaf di desa Pringsewu Utara Kab. Pringsewu dalam

hal ini wakaf sebagai tanah pemakaman umum bagi warga desa setempat.

Pelaksanaan Tanah wakaf ini memang digunakan untuk fasilitas umum

sebagai tanah pemakaman bagi warga desa Pringsewu Utara dan berjalan

sesuai dengan bentuk kepanitian yang telah dibuat dan disepakati bersama

dalam pengelolaannya. Namun seiring berjalannya waktu tanah pemakaman

itu dimanfaatkan oleh wakif yang tak lain adalah ketua panitia tersebut

sebagai ajang bisnis selain ladang amal bagi diri wakif dan fasilitas ummat.

2. Ditinjau dari hukum Islam, jelas hukumnya bahwa wakaf diperuntukkan

dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan umum yang mana setiap orang yang

berhak memanfaatkannya demi kepentingan ummat dan menjalankan fungsi

wakaf itu sesuai dengan syariat Agama, bukan untuk di ambil manfaat dari

harta benda wakaf itu, seperti halnya yang dilakukan oleh wakif di desa

Pringsewu Utara di mana ia memanfaatkan tanah wakaf itu dengan

mengambil biaya atas penggunaan tanah yang telah ia wakafkan yang

seharusnya tanah pemakaman itu memiliki tujuan yang mulia.Pelaksanaan

tanah wakaf tidak semestinya dilakukan dengan cara-cara yang bathil dan

bertentangan menurut syari‟ah serta dapat merugikan pihak-pihak tertentu,

karena pada hakikatnya tanah wakaf bukan untuk diambil manfaatnya demi

kepentingan pribadi, melainkan demi terwujudnya kemashlahatan ummat.

Jika ditinjau menurut hukum positif, pelaksanaan pemanfaatan tanah yang

dilakukan oleh wakif di desa Pringsewu Utara dalam hal ini memungut

biaya atas pemakaian tanah makam yang sudah diwakafkan oleh wakif,

tidak lah sesuai dengan peraturan perwakafan yang berlaku secara umum

dan bertentangan dengan PP No.42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU

No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf yang memuat bahwa wakaf sah apabila

dilakukan menurut syari‟ah, memanfaatkan sesuai dengan fungsinya,

mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis untuk kepentingan ibadah dan

untuk memajukan kesejahteraan umum.

B. Saran

1. Masyarakatdesa Pringsewu Utara, hendaknya dapat mengetahui dan

memahami serta mengerti tentang permasalahan yang terjadi, dan

berlandaskan dengan peraturan yang berlaku baik hukum Islam maupun

hukum positif agar tidak terjadi kesalah pahaman dan kesenjangan sosial

dikemudian hari.

2. Wakif, sepatutnya bisa menjadi lebih bijak selaku pewakaf dan sekaligus

ketua panitia tanah wakaf dalam menjaga amanah ummat sesuai dengan

syari‟at agama dengan tujuan untuk kemashlahatan masyarakat banyak serta

menghindari pemikiran/tujuan untuk memperkaya diri.

3. Ulama, diharapkan ikut andil dalam memberikan dan menyampaikan

pencerahan kepada masyarakat dalam materi ceramahnya sehingga

masyarakat mengetahui dan memahami Islam secara utuh, khusunya dalam

hal ini masalah perwakafan.

4. Aparat Desa, diharapkan perannya menjadi fasilitator dalam meningkatkan

mutu dan kualitas masyarakat sehingga masyarakat mengetahui, memahami

serta mengamalkan ajaran Islam tersebut khususnya dalam hal-hal yang

berkaitan dengan wakaf.

DAFTAR PUSTAKA

A‟an Efendi Freddy Poernomo, IG. NG Indra S. Ranuh, Teori Hukum, (Jakarta

Timur: Sinar Grafika, 2016);

Abdir Rauf, Al-Qur‟an dan Ilmu Hukum, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979);

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: IchtiarBaru Van Houve, 1989);

Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum

Indonesia, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994);

Abdul Hakim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat: Ciputat press, 2005);

Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di

Negara Kita, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994);

Abu Abdu al-Rahman Ahmad bin Shu‟ayb bin „Ali al-Nasa‟i, Sunan al-Nasa‟i, (Dar

al-Fikr: Beirut, 1995), J. VI;

Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Cet.

Pertama, (Depok: Mumtaz Publishing, 2005);

Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1989);

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentangWakaf, Ijarah, danSyirkah, (Bandung:

Al-Maarif, 1977);

Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997);

Ahmad Rofiq, FikihKontekstual: Dari Normative kePemahamanSoaial, (Semarang:

PustakaPelajar, 2004);

Ahmad WarsonMunawir, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia Terlengkap,

(Surabaya: PustakaProgresif, Cet. 25, 2002);

AkhmadKhudori, Kamus 3 BahasaArab-Inggris-Indonesia, (Surabaya: FajarMulya,

2012);

Al-Bukhari Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Abu Abdillah bin Ibrahim bin al-

Mughirah bin Badrdrizbah, Shahih al-Bukhariy Bihasiyah al-Imam as-Sindiy,

Juz 4, (Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1987);

Andrew Altman, Arguing about Law: An Introduction to Legal Philosophy,

(Belmont: Wadsworth Publishing Company, 2007);

Budi Harsono,HukumAgraria Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2003);

Chudali Muhaimin, Sebagai Ketua Panitia,Wawancara, Pringsewu Utara Rabu, 30

januari 2018, pukul 2.00;

CholidNurbukodan Abu Achmadi, MetodologiPenelitian, (Jakarta: BumiAksara,

2007);

DepagRepublik Indonesia, Tanya JawabKompilasiHukum Islam, (Jakarta: Depag,

1997);

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Semarang:

CV. Al Waah, 2004);

Departemen Agama RI,InstruksiPresiden RI NO.1 Tahun 1991

tentangKompilasiHukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: DirjenKelembaagaan

Agama Islam, 1998/1999);

, FiqhWakaf, EdisiRevisiCetakanKelima(Jakarta:

DirektoratPemberdayaanWakaf,2007);

, ParadigmaBaruWakaf di Indonesia, (Jakarta:

DirektoratPemberdayaanwakaf, 2007);

DepartemenPendidikanNasional, KamusBesarBahasa Indonesia,

PusatBahasaEdisiKeempat, (Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama, 2012);

Dokumen Panitia Pemebntukan Wakaf desa Pringsewu Utara;

Dokumen Pemerintah Desa Pringsewu Utara;

Elsa Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Grasindo, 2007);

Farida Prihatini, Hukum Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Papas Sinar Kinanti dan

Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), 2005);

H. Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Edisi Pertama,

Cet. Ke-2, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006);

HadiSetyaTunggal, Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004

tentangWakaf, (Jakarta: Harvarindo, 2005);

H.A KhumediJa‟far, HukumPerdata Islam di Indonesia

(AspekHukumKeluargadanBisnis) ,(Bandar Lampung:

PusatPenelitiandanPenerbitan IAIN RadenIntan Lampung, 2015);

Hamidi, MetodePenelitianKualitatif: AplikasiPraktisPembuatan Proposal

danLaporanPenelitian, (Malang: UMM Press, 2004);

HasanWargakusumah, HukumAgraria I, (Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama,

1995);

Hasby Ash-Shiddiqie, FilsafatHukum Islam, Jilid II, (Jakarta: BulanBintang, 1995);

H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), Cet.

Ke-9;

H. Ismail Nawawi, FiqhMuamalahKlasikdanKontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,

2012);

HusainiUsmandanPurnomoSetiadi Akbar, MetodologiPenelitianSosial, (Jakarta:

BumiAksara, 1995);

Ibnu Syihab al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, Juz IV, (Beirut: Daar al-Kitab alAlamiyah,

1996);

Imam Abu Khusaini bin Hajjaz, Shoheh Muslim, Jilid II, (Bairut Libanon: Darul Fikr,

1994);

Irfan Syauqi Beik, Wakaf Tunai dan Pengentasan Kemiskinan, (Jakarta: Halal Guide,

2006);

Jhon Austin, The province of Jurisprudence Determined, Wilfried E. Rumble (ed),

(Cambridge: Cambridge University Press, 2001);

J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum: Pengertian-Pengertian Dasar dalam Teori

Hukum, Alih Bahasa B. Arief Sidharta, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011);

Jumali, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018, Pukul 19.45;

Jumandi, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.30;

Kaelan, M.S., MetodepenelitianKualitatisBidangFilsafat, (Yogyakarta: Paradigma,

2005);

Kholidi,PengantarMetodologiPenelitian, (Bandar Lampung: FakultasDakwah IAIN

RadenIntan Lampung, 2009);

KompilasiHukum Islam, Pasal 215 Ayat 1;

Lexy J. Moleong, MetodologiPenelitianKualitatif, (Bandung: PT RemajaRosdakarya,

2012, Cet. XVII);

MasriSingarimbundanSofianEfendi, MetodePenelitianSurvei, (Jakarta: Pustaka

LP3ES, 2011);

M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1988);

Moh.DaudAli,SistemEkonomi Islam Zakat danWakaf, (Jakarta: UI Press, 1998);

Momon Soetisna Sandjaja, Sjachran Basan, Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah

dan Pemerintahan Desa, (Bandung, Alimni, 1983);

Muhammad PabunduTika, MetodologiRisetBisnis, (Jakarta: BumiAksara, 2006);

MunzirQahaf,ManajemenwakafProduktif, (Jakarta Timur: Khalifa: Cet. III, 2007);

NaziroeddinRachmad, HartaWaakaf:Pengertian, PerkembangandanSejarahnya di

DalamMasyarakat Islam DuludanSekarang, (Jakarta: BulanBintang, 1994);

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf;

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik;

PeraturanPemerintahRepublikIndonesianomor41pasal6 ayat(1);

Rendra, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.30;

Rihan, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.30;

Rohil, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.30;

Sugiyono, MetodologiPenelitianKantitatif, Kualitatifdan R&D (Bandung: Alfabeta,

2013);

SuharsimiArikunto, ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktek, (Jakarta:

RinekaCipta, 2006);

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2014);

Susiadi, MetodePenelitian , (LP2M Institut Agama Islam NegeriRadenIntan,

Lampung: 2015);

Suyadi, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 03.30;

Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agraria Nasional,

(Jakarta: Tatanusa, 2003);

TeknikPengumpulan Data (Wawancara, Angket, danObservasi) (On-line), Tersedia

di: http://www. Karyatulisku.com/2016/04/teknik-pengumpulan data

wawancara.html(01 April 2016);

Ujang, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.00;

Untung, Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 02.30;

Wiwid,Wawancara, Selasa 29 Januari 2018. Pukul 03.00;