Upload
dodiep
View
261
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI
TERAPEUTIK DI UNIT RAWAT INAP UMUM
RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
SKRIPSI
FAIRUS ALI ABDAD
1006823261
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM SARJANA
DEPOK
JULI 2012
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
UNIVERSITAS INDONESIA
TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG
KOMUNIKASI TERAPEUTIK DI UNIT RAWAT INAP UMUM
RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan
FAIRUS ALI ABDAD
1006823261
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM SARJANA EKSTENSI
DEPOK
JULI 2012
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya
sesuai jadwal yang telah ditentukan. Tugas akhir ini dibuat dalam bentuk laporan
penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi
Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”.
Selama proses penelitian dan penulisan laporan ini begitu banyak pihak yang
memberikan dukungan baik secara moril maupun spirituil. Oleh karena itu,
melalui tulisan ini saya bermaksud menghaturkan ucapan rasa terima kasih
kepada:
1) Ibu Kuntarti, SKp., M.Biomed selaku dosen koordinator mata ajar Tugas
Akhir di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
2) Ibu Yossie Susanti Eka Putri, SKp., MN selaku dosen pembimbing dalam
penyusunan tugas skripsi ini yang telah memberikan banyak masukan dan
arahan mulai dari proses penyusunan proposal hingga rampungnya laporan
penelitian ini.
3) Ibu Ns. Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp. Kep.Jiwa selaku dosen
penguji pada sidang skripsi ini yang telah memberikan banyak masukan
dan arahan demi perbaikan laporan penelitian ini.
4) dr. Erie Dharma Irawan., Sp.KJ selaku direktur utama beserta seluruh staff
dan jajarannya yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan
penelitian di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
5) Suami saya (Heral Syarif), dan anak-anak saya (Sultan Azka Athaya
Alfalisya dan Darin Fatin Atsilah Alfalisya), serta seluruh keluarga besar
saya yang selalu memberikan dukungan baik dalam bentuk moril maupun
spirituil sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar
dan sukses.
6) Seluruh teman-teman mahasiswa FIK-UI kelas Ekstensi 2010 yang selalu
kompak dan senantiasa berbagi ilmu sehingga pengetahuan kita semakin
hari semakin bertambah.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
v Universitas Indonesia
7) Seluruh responden, yaitu teman-teman perawat yang bertugas di Unit
Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang telah bersedia
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
8) Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala
dukungan dan bantuannya.
Saya menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih memerlukan banyak perbaikan. Untuk itu saya senantiasa terbuka atas
segala saran dan masukan demi perbaikan laporan penelitian ini agar menjadi
lebih baik dan sempurna. Akhir kata saya berharap semoga Allah SWT senantiasa
membimbing saya dan kita semua menuju perkembangan dan kemajuan dimasa
yang akan datang.
Depok, Juni 2012
Penulis
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
vii Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Juli 2012
Fairus Ali Abdad
Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
ix + 48 hal + 4 lampiran
ABSTRAK
Komunikasi terapeutik merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan perawat setiap kali berinteraksi dengan klien. Untuk dapat melakukan komunikasi terapeutik dengan baik setiap perawat perlu memiliki pengetahuan yang baik. Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif sederhana. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 91,5% responden termasuk kedalam kategori tingkat pengetahuan tinggi. Hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa karakteristik dan tingkat pengetahuan perawat yang tinggi merupakan beberapa hal yang dapat menjadi modal dasar bagi pelayanan keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap klien.
Kata Kunci:
Pengetahuan, karakteristik, komunikasi, terapeutik.
ABSTRACT
Therapeutic communication is an activity that should be practiced every interaction between nurse and clients. To perform a good therapeutic communication every nurses have appropriate knowledge. This research used descriptive design methode. The main purpose of this study is to identify the level of nurses knowledge about therapeutic communication in non-psychiatric ward atRS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Data were collected by questionnaire. This study shows that 91,5% of respondent are an high category level. As the result, nurses characteristics and knowledge are some fundamental points to improve nursing care quality.
Key words:
Knowledge, characteristics, communication, therapeutic.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
viii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ iLEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS................................................. iiLEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iii KATA PENGANTAR......................................................................................LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH........................
ivvi
ABSTRAK....................................................................................................... viiDAFTAR ISI....................................................................................................DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
viiix
1. PENDAHULUAN..................................................................................... 11.1 Latar Belakang..................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah................................................................................ 51.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 51.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 6
2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 72.1 Pengetahuan Perawat............................................................................ 72.2 Komunikasi Terapeutik........................................................................ 9
2.2.1 Komunikasi Verbal...................................................................... 92.2.2 Komunikasi Non-verbal.............................................................. 112.2.3 Hubungan Terapeutik.................................................................. 12
3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL................ 223.1 Kerangka Konsep................................................................................. 223.2 Definisi Operasional............................................................................. 23
4. METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 254.1 Desain Penelitian.................................................................................. 254.2 Tempat Penelitian................................................................................. 254.3 Populasi danSampel............................................................................. 25
4.3.1 Populasi....................................................................................... 254.3.2 Sampel......................................................................................... 25
4.4 Etika Penelitian..................................................................................... 274.5 Alat Pengumpul Data........................................................................... 294.6 Validitas dan Reliabilitas...................................................................... 294.7 Prosedur Pengumpulan Data................................................................ 304.8 Pengolahan dan Analisa data................................................................ 304.9 Sarana Penelitian ................................................................................. 30
5. HASIL PENELITIAN.............................................................................. 315.1 Karakteristik Perawat........................................................................... 325.2 Tingkat Pengetahuan Perawat.............................................................. 33
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
ix Universitas Indonesia
6. PEMBAHASAN...................................................................................... 346.1 Interpretasi Hasil dan Diskusi.............................................................. 356.2 Keterbatasan Penelitian........................................................................ 426.3 Implikasi Keperawatan......................................................................... 42
7. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 437.1 Kesimpulan........................................................................................... 437.2 Saran..................................................................................................... 44
Daftar Pustaka.................................................................................................. 46Lampiran-lampiran
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
ix Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Penjelasan PenelitianLampiran 2 : Inform ConsentLampiran 3 : Instrumen PenelitianLampiran 4 : Surat Izin Penelitian
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Sepanjang
perjalanan hidupnya manusia selalu melakukan komunikasi baik secara disadari
ataupun tidak. Kegiatan ini telah dilakukan manusia sejak masih berada didalam
kandungan dan akan terus berlangsung sampai datang hari kematian. Komunikasi
dilakukan individu untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menjalin kontak
dengan orang yang berada diluar dirinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan karena
komunikasi merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan
orang lain (Potter & Perry, 2005).
Komunikasi merupakan cara yang dapat dilakukan individu untuk menyampaikan
suatu informasi kepada individu lain atau kepada lingkungan yang ada
disekitarnya. Secara disadari ataupun tidak manusia selalu melakukan proses
komunikasi meskipun tidak selalu dilakukan melalui ucapan kata-kata. Diam pada
dasarnya merupakan cara berkomunikasi juga, karena komunikasi mengacu tidak
hanya kepada isi pembicaraan tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana
individu menyampaikan suatu hubungan (Potter & Perry, 2005). Selain diam,
lirikan mata, dan sedikit gerakan tubuh juga merupakan bentuk dari komunikasi
non verbal, hal ini dapat menyiratkan suatu kesan yang dapat mempengaruhi
hubungan antar individu selama berkomunikasi. Komunikasi verbal dan non-
verbal diperlukan dalam menjalin hubungan dengan orang lain dalam segala
konteks dan situasi.
Pelayanan asuhan keperawatan berfokus kepada pelaksanaan sikap caring dan
upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia secara menyeluruh. Untuk mencapai
kedua hal tersebut diperlukan hubungan profesional yang bersifat saling
membantu atau helping relationship diantara perawat dan kliennya. Dengan
hubungan ini diharapkan asuhan keperawatan dapat dijalankan secara dinamis dan
harmonis. Perawat perlu memiliki keahlian khusus dalam menjalin hubungan
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
2
Universitas indonesia
profesional dengan kliennya. Hal ini tidak hanya berupa keterampilan dalam
memberikan asuhan yang bersifat prosedural saja tapi juga harus memiliki
keterampilan dalam melakukan kegiatan berkomunikasi. Komunikasi merupakan
salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan hubungan terapeutik
antara perawat dan klien (Stuart & Laraia, 2005). Perawat yang mengabaikan
komunikasi dalam memberikan asuhan terhadap kliennya kerap kali dianggap
kurang hangat, tidak peduli, dan tidak professional.
Komunikasi yang dilakukan oleh perawat profesional haruslah komunikasi yang
memiliki teknik, terencana dan memiliki tujuan yang spesifik. Komunikasi yang
seperti ini disebut komunikasi terapeutik. Keltner, Schwecke, dan Bostrom,
dalam Potter & Perry (2005) menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik adalah
proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari
kliennya. Fokus utama dari komunikasi adalah klien, namun prosesnya
direncanakan dan dipimpin oleh seorang professional yaitu perawat itu sendiri.
Videbeck (2008) menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik ialah suatu interaksi
interpersonal antara perawat dan klien yang selama interaksi berlangsung perawat
berfokus pada kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan pertukaran informasi
yang efektif. Dalam menjalankan tugasnya perawat perlu memiliki keterampilan
khusus dalam melakukan komunikasi terapeutik agar tujuan yang diharapkan
dapat dicapai dengan lebih optimal.
Komunikasi terapeutik perlu dilakukan oleh perawat professional di setiap area
keperawatan dan bukan hanya di area psikiatri saja. Hal ini disebabkan karena
pada dasarnya setiap klien merupakan makhluk holistik yang terdiri dari unsur
bio-psiko-sosial-spiritual. Pada saat seseorang mengalami suatu masalah fisik,
maka secara otomatis hal ini dapat berpengaruh juga terhadap kondisi psikologi,
sosial, dan spiritualnya. Reighley (1998) dalam Dedah (2001) menyebutkan
beberapa masalah psikososial yang dapat terjadi pada pasien yang sedang sakit
fisik meliputi kecemasan, gangguan konsep diri, rasa tidak berdaya,
ketidakmampuan, dan kurangnya pengetahuan. Untuk menangani masalah-
masalah tersebut diperlukan kepekaan dan keterampilan khusus dari perawat
professional agar masalah-masalah ini dapat teratasi dengan baik, karena sentuhan
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
3
Universitas indonesia
secara psikologis pada dasarnya juga merupakan faktor penentu kesembuhan dan
pemulihan kondisi klien.
Kemampuan perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik berbeda-beda
pada setiap individu perawat. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor
internal dan eksternal. Edyana (2008) menyebutkan bahwa faktor dominan yang
paling berhubungan dengan kemampuan perawat pelaksana dalam melaksanakan
komunikasi terapeutik di RS. Jiwa Bandung dan Cimahi adalah faktor motivasi
dan usia perawat. Manurung (2003) menyebutkan bahwa diperoleh hubungan
yang bermakna antara beberapa faktor diantaranya umur, status perkawinan, lama
kerja, pengalaman mengikuti pelatihan, supervisi, disain pekerjaan, dan sistem
penghargaan terhadap pelaksanaan komunikasi terapeutik di RS. Persahabatan
Jakarta. Sementara itu, Dedah (2001) menyebutkan bahwa masa kerja perawat
merupakan faktor yang paling dominan dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik
di RSUD Karawang.
Pelaksanaan komunikasi terapeutik di setiap area keperawatan dapat memberikan
pengaruh yang besar bagi mutu pelayanan secara keseluruhan. Masyarakat pada
era globalisasi seperti sekarang ini telah menjadi semakin cerdas dan kritis. Saat
ini pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat kerap kali dijadikan tolak
akur terhadap penilaian kualitas pelayanan. Supranto (2006) dalam Florida dan
Panjaitan (2009) menyebutkan bahwa kepuasan merupakan tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan
harapan yang dimilikinya. Beberapa penelitian terkait pelaksanaan komunikasi
terapeutik dan hubungannya dengan kepuasan klien telah banyak dilakukan.
Doloksaribu dan Budi (2008) melakukan penelitian di RS. Internasional Bintaro
Tangerang, sebanyak 76,7% responden merasa puas. Hal ini disebutkan karena
pelaksanaan komunikasi terapeutik dari perawat kepada klien dan keluarga dinilai
telah dilakukan dengan baik. Florida dan Panjaitan (2009) dengan penelitian
sejenis di RS. PGI Cikini menyatakan bahwa 79% responden menyatakan sangat
puas terhadap pelayanan perawat, karena penerapan teknik komunikasi terapeutik
disana pun dinilai sangat memuaskan.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
4
Universitas indonesia
Menghadapi tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap mutu pelayanan
keperawatan kiranya keterampilan dalam melakukan komunikasi terapeutik perlu
untuk selalu ditingkatkan. Keterampilan ini tentu saja perlu didukung dengan
peningkatan pengetahuan. Hal ini merujuk kepada Notoatmodjo (1997) dalam
Dedah (2001) yang menyebutkan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila
suatu tindakan dilakukan dengan dasar pengetahuan yang baik maka perilaku
tersebut akan bersifat lebih langgeng. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang teknik
komunikasi terapeutik kiranya perlu dimiliki setiap perawat agar dalam
melaksanakan suatu prosedur perawat tidak mengabaikan pelaksanaan komunikasi
terapeutik.
Istilah komunikasi terapeutik bagi sebagian besar perawat di RS. Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor sepertinya bukanlah merupakan suatu istilah yang baru dan asing.
Hal ini mungkin disebabkan karena sejak awal berdirinya rumah sakit ini
merupakan rumah sakit jiwa yang banyak memberikan perhatian khusus terhadap
pengembangan komunikasi terapeutik di area keperawatan jiwa. Sejak tahun 2000
rumah sakit ini mulai mengembangkan pelayanan umum non psikiatri dengan
membuka unit rawat inap umum, hal ini bertujuan untuk menunjang pelayanan
kesehatan jiwa dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan sistem pelayanan
kesehatan yang lebih berkualitas.
Hingga saat ini pelayanan umum di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor masih
terus dikembangkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Sub Bagian Rekam
Medis tahun 2007 dalam Ifada (2008) disebutkan bahwa indikator mutu pada area
pelayanan umum menunjukkan bahwa angka BOR adalah 84,85%, LOS 4 hari,
dan TOI 1 hari. Berdasarkan data survey kepuasan klien terhadap pelayanan
keperawatan di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
diketahui bahwa hasil 64% pelanggan menyatakan sangat puas, 35% pelanggan
puas, dan 1% pelanggan menyatakan tidak puas (Laporan Tahunan Bidang
Perawatan, 2011). Kondisi ini mungkin merupakan indikasi yang positif bagi
pengendalian mutu pelayanan keperawatan, namun sayangnya peneliti belum
melihat adanya penelitian-penelitian ilmiah yang mengeksplorasi faktor-faktor
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
5
Universitas indonesia
yang mempengaruhi indikator mutu pelayanan tersebut, ataupun penelitian-
penelitian terkait pelaksanaan komunikasi terapeutik.
Kondisi ini berbeda dengan area pelayanan psikiatri, dimana penelitian dengan
topik komunikasi terapeutik telah sering dilakukan meskipun hasilnya jarang
dipublikasikan. Juriah (2008) melakukan penelitian tentang komunikasi terapeutik
dan menyatakan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik di ruang MPKP Jiwa
60% lebih efektif dibandingkan dengan ruang non-MPKP jiwa. Dengan tuntutan
masyarakat yang semakin tinggi atas kualitas pelayanan keperawatan, dan
kebutuhan akan tingkat pengetahuan yang memadai bagi setiap perawat agar
mampu melaksanakan komunikasi terapeutik dengan lebih baik, maka peneliti
berminat untuk melakukan penelitian dengan topik komunikasi terapeutik di Unit
Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya oleh kemampuan perawat dalam
melaksanakan komunikasi terapeutik. Untuk dapat melaksanakan komunikasi
terapeutik dengan baik perawat harus memiliki pengetahuan tentang komunikasi
terapeutik yang baik pula agar hal tersebut dapat menjadi landasan bagi perawat
untuk menerapkan komunikasi terapeutik saat berinteraksi dengan klien.
Pelaksanaan komunikasi yang baik diharapkan dapat mempengaruhi kepuasan
klien terhadap pelayanan keperawatan, Berdasarkan latar belakang diatas maka
peneliti tertarik untuk meneliti “bagaimana tingkat pengetahuan perawat tentang
komunikasi terapeutik di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor?” kiranya pengetahuan tersebut dapat menjadi dasar pemikiran perawat
dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik saat memberikan pelayanan
keperawatan yang dilakukan sehari-hari.
1.3 . Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum:
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan perawat
tentang komunikasi terapeutik di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
6
Universitas indonesia
1.3.2 Tujuan khusus:
Tujuan khusus yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:
a) Memperoleh data distribusi frekuensi dari tingkat pengetahuan perawat di
Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
b) Memperoleh data distribusi frekuensi perawat berdasarkan karakteristik
perawat yang bertugas di unit rawat inap umum RS. Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor, meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja,
dan pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak
diantaranya:
1.4.1 Bagi instansi pelayanan keperawatan
Data dari hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan bahan masukan untuk
pengembangan mutu pelayanan sehingga kepuasan klien dan keluarga dapat
tercapai secara lebih optimal. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi
informasi tentang karakteristik perawat dan tingkat pengetahuannya tentang
komunikasi terapeutik di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor.
1.4.2 Bagi peneliti
Bagi peneliti kiranya penelitian ini dapat memberikan pengalaman yang berharga
dan menambah pengetahuan tentang sistematika penulisan ilmiah, prosedur
penelitian dan mendapat pengetahuan yang lebih mendalam tentang komunikasi
terapeutik.
1.4.3 Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini kiranya dapat dijadikan landasan untuk melakukan penelitian
berikutnya yang berkaitan dengan komunikasi terapeutik dimasa yang akan
datang.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
7 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan teori dan konsep yang terkait dengan penelitian yang
berjudul “tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di unit
rawat inap umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”. Adapun teori dan konsep
yang hendak diuraikan meliputi pengetahuan perawat, komunikasi terapeutik,
termasuk didalamnya konsep tentang hubungan terapeutik antara perawat dan
klien.
2.1 Pengetahuan Perawat
Pengetahuan erat kaitannya dengan ilmu. Untuk memiliki satu pengetahuan
individu perlu melakukan suatu proses yang disebut belajar. Belajar yang
dimaksud tidak selalu harus dilakukan melalui proses belajar mengajar disekolah
saja, tapi dapat juga dilakukan melalui pengamatan, membaca literatur, atau
melihat pengalaman orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Notoatmodjo (2007)
menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan proses dari tahu yang terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan melalui panca inderanya berupa penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba terhadap suatu objek tertentu. Talbot
(1995) dalam Potter dan Perry (2005) mengungkapkan bahwa pengetahuan adalah
sumber informasi dan penemuan yang merupakan suatu proses yang kreatif untuk
mendapatkan suatu pengetahuan baru. Dari beberapa definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang
melalui proses yang melibatkan panca indera terhadap suatu objek tertentu dan
merupakan suatu proses yang melibatkan kreatifitas.
Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan perlu memiliki pengetahuan
agar apa yang dilakukannya memiliki dasar dan dapat dipertanggung jawabkan.
Fulbrook, Albarran, Baktoft, dan Sidebottom (2011) dalam artikelnya
menyebutkan bahwa dalam komunitas keperawatan internasional telah disepakati
bahwa pengetahuan, keterampilan dan kompetensi perawat sangat penting untuk
memastikan kualitas asuhan keperawatan yang dilakukan kepada klien yang
diasuhnya. Penerapan pengetahuan tentang suatu informasi dan tingkat kecerdasan
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
8
Universitas Indonesia
perawat merupakan ciri dari persiapan perawat profesional dalam pelaksanaan
asuhan di area keperawatan kritis, dimana harus ada kesesuaian antara kebutuhan
klien dengan keterampilan, pengetahuan dan atribut dari kepedulian perawat yang
diberikan kepada klien (World Federation of Critical Care Nurses, 2005, dalam
Fulbrook, Albarran, Baktoft, dan Sidebottom, 2011).
Pengetahuan perawat sebagaimana pengetahuan individu secara umum dapat
dijadikan suatu landasan dalam melakukan suatu perilaku tertentu. Green (1980)
dalam Dedah (2001) menyebutkan bahwa beberapa faktor predisposisi yang
berpengaruh terhadap perilaku individu adalah pengetahuan, sikap, nilai, dan
kondisi sosial demografi. Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2007)
yang menyebutkan bahwa suatu perilaku yang dilakukan dengan landasan
pengetahuan yang baik akan bersifat lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari pengetahuan. Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan dapat mempengaruhi bagaimana perawat berperilaku dan bertindak
dalam kapasitasnya sebagai pemberi asuhan kepada klien. Sebagaimana penelitian
yang dilakukan Abdalrahim, Majali, Stomberg, dan Bergbom (2010) yang
mengungkapkan bahwa meningkatnya pengetahuan perawat dapat mengubah
sikap terhadap suatu permasalahan dan hal ini bermanfaat bagi pengembangan
kesadaran diri perawat dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
klien. Oleh karena itu, kiranya pengetahuan merupakan suatu hal yang penting
bagi perawat dalam kapasitasnya sebagai pemberi asuhan kepada klien.
Tingkat pengetahuan setiap individu berbeda-beda satu sama lainnya. Hal ini
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya usia, tingkat pendidikan, sumber
informasi, pengalaman, ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya (Notoatmodjo,
2007). Dalam bidang keperawatan, pengetahuan perawat dapat terus berkembang
dengan variasi yang berbeda-beda tergantung pada pengalaman, pendidikan dan
inisiatif perawat dalam membaca literatur atau sumber-sumber informasi lainnya.
Kedalaman dan keluasan pengetahuan perawat juga dapat mempengaruhi
kemampuan dalam berpikir kritis dan kemampuan dalam menangani masalah
keperawatan yang sedang dihadapi (Potter & Perry, 2010). Untuk mengetahui
tingkat pengetahuan seseorang dapat dilakukan pengukuran dengan menyebarkan
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
9
Universitas Indonesia
angket atau kuesioner yang menanyakan tentang isi materi tertentu. Khomsan
(2000) dalam Mawaddah dan Hardiansyah (2008) menyebutkan bahwa tingkat
pengetahuan seseorang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu tinggi,
sedang, dan kurang. Kategori tinggi jika skor yang diperoleh responden berada
pada rentang ≥ 80%, kategori sedang jika skor 60- 80%, dan kategori kurang jika
skor ≤ 60 %. Dengan tingkat pengetahuan yang tinggi kiranya kemampuan
perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik dapat dilaksanakan dengan
lebih baik. Oleh sebab itu tingkat pengetahuan perawat merupakan suatu hal yang
harus selalu ditingkatkan agar perawat dapat lebih percaya diri dan mampu
menampilkan sikap professional yang lebih maksimal.
2.2 Komunikasi Terapeutik
Komunikasi lazim dilakukan individu dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
biasanya dilakukan dengan tujuan untuk bertukar informasi dengan orang lain
yang ada disekitarnya (Videbeck, 2008). Komunikasi dapat dilakukan secara
disadari ataupun tidak dengan melibatkan proses yang kompleks. Komunikasi
merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang
untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain
(Potter & Perry, 2005). Dengan melakukan komunikasi sesungguhnya manusia
memiliki keinginan agar dapat diterima oleh lingkungan dan memelihara
hubungan dengan lingkungan yang ada sekitarnya.
Secara umum komunikasi terdiri dari dua bentuk, yaitu komunikasi verbal dan
komunikasi non verbal. Kedua bentuk ini memiliki pengertian dan karakteristik
yang berbeda satu sama lain.
2.2.1 Komunikasi verbal
Komunikasi verbal terdiri dari kata-kata yang digunakan individu untuk berbicara
kepada satu pendengar atau lebih (Videbeck, 2008). Kata-kata tersebut bervariasi
antar individu sesuai dengan budaya, latar belakang ekonomi, usia dan pendidikan
(Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2004). Komunikasi verbal merupakan bentuk
komunikasi yang paling disadari karena individu harus memilih kata-kata yang
akan mereka gunakan. Beberapa aspek penting dalam komunikasi verbal menurut
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
10
Universitas Indonesia
Kozier, Erb, Berman, dan Snyder (2004), Potter dan Perry (2010) adalah sebagai
berikut:
1) Perbendaharaan kata
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim dan penerima pesan tidak
dapat menerjemahkan kata dan frase yang digunakan. Kedua belah pihak
yang saling berhubungan perlu memiliki perbendaharaan kata yang
memadai karena komunikasi ini menggunakan kata-kata sebagai dasar
dalam berkomunikasi.
2) Kecepatan dan Intonasi
Kecepatan dan intonasi merupakan aspek yang penting karena keduanya
dapat mengubah perasaan dan dampak yang ditimbulkan dari pesan yang
disampaikan. Percakapan akan berhasil jika menampilkan kecepatan yang
sesuai yang mengindikasikan adanya minat, ansietas, kebosanan, atau
ketakutan. Intonasi diperlukan untuk mengekspresikan antusiasme,
kesedihan, kemarahan, dan atau kegembiraan. Dari kedua aspek ini
seseorang dapat dinilai bagaimana kondisi psikologisnya yang terjadi saat
mengucapkan kata-kata.
3) Kejelasan, kesederhanaan, dan keringkasan
Komunikasi yang efektif harus bersifat jelas, sederhana, dan ringkas. Kata-
kata yang disampaikan sebaiknya diucapkan dengan artikulasi yang baik,
tidak berbelit-belit dan cukup ringkas sehingga mudah untuk dipahami dan
dimengerti.
4) Waktu dan kesesuaian
Waktu dalam hal ini juga merupakan aspek penting dalam komunikasi.
Pesan yang disampaikan pada waktu yang tidak tepat dapat menimbulkan
kerancuan bahkan dapat menimbulkan konflik diantara pengirim dengan
penerima pesan.
2.2.2 Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal adalah perilaku yang menyertai isi komunikasi verbal.
Komunikasi non verbal dapat menunjukkan pikiran, perasaan, kebutuhan, dan
nilai yang dianut pembicara, yang lebih sering ditunjukkan secara tidak sadar
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
11
Universitas Indonesia
(Videbeck, 2008). Gesture, gerak tubuh, penggunaan sentuhan, penampilan fisik
termasuk perhiasan, merupakan bagian dari komunikasi non verbal (Kozier, Erb,
Berman, & Snyder, 2004). Beberapa hal yang merupakan aspek pentin yang
dalam komunikasi non verbal, meliputi (Potter & Perry, 2010, Kozier, Erb,
Berman, & Snyder, 2004):
1) Penampilan pribadi
Penampilan pribadi meliputi karakteristik fisik, ekspresi wajah, gaya
berpakaian serta berdandan yang ditampilkan individu saat berkomunikasi.
Hal-hal tersebut dapat menjadi aspek penting yang mudah untuk dinilai
karena sangat mudah untuk diobservasi oleh lawan bicara.
2) Postur dan gaya berjalan
Postur dan gaya berjalan kerap kali menjadi indikator yang reliabel untuk
menilai konsep diri, alam perasaan dan kesehatan yang sedang dialami
seseorang.
3) Ekspresi wajah
Wajah merupakan bagian tubuh yang paling ekspresif. Segala bentuk
perasaan dapat terlihat melalui ekspresi wajah yang ditampilkan individu.
Perasaan terkejut, takut, marah, sedih dan gembira memiliki cirri dan
karakteristik yang spesifik sehingga mudah untuk diidentifikasi.
4) Kontak mata
Kontak mata merupakan sinyal yang menunjukkan bahwa seseorang siap
untuk berkomunikasi. Mempertahankan kontak mata merupakan cerminan
sikap menghargai dan kesediaan untuk mendengarkan lawan bicara.
5) Gerakan tubuh (gesture)
Gerakan tubuh memiliki suatu makna tertentu yang dapat menekankan dan
memperjelas kata yang diucapkan. Dalam beberapa situasi gerakan tubuh
dapat menjadi suatu hal yang penting dan kerap kali ditampilkan secara
tidak disadari.
6) Suara
Suara dapat membantu pengiriman pesan dan berguna dalam
mengkomunikasikan perasaan dan pikiran. Suara juga dapat menimbulkan
berbagai interpretasi terhadap pesan yang disampaikan. Bagaimana suara
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
12
Universitas Indonesia
iitu terdengar oleh lawan bicara kiranya dapat berpengaruh terhadap
penerimaan dan interpretasi dari pesan yang disampaikan.
7) Teritorialitas dan ruang pribadi
Teritorialitas adalah kebutuhan untuk memperoleh, mempertahankan, dan
membela hak seseorang akan ruang tertentu. Area teritorial merupakan hal
yang penting karena memberikan identitas, kenyamanan, dan kendali bagi
seseorang. Ruang pribadi adalah jarak yang lebih disukai individu dalam
interaksinya dengan orang lain. Zona ruang pribadi menurut Potter dan
Perry (2010), Videbeck (2008), adalah:
Zona intim : 0 - 46 cm atau 0 – 18 inci
Zona pribadi : 46 cm – 1,2 meter atau 18 – 36 inci
Zona social : 1,2 – 3,6 meter atau 4 – 12 kaki
Zona publik : 3,6 meter atau 12 – 15 kaki
2.2.3 Hubungan Terapeutik Perawat - klien
Perawat dalam melakukan tugasnya perlu menjalin suatu hubungan yang
professional dengan klien, teman sejawat, dan tim kesehatan lainnya dalam
konteks hubungan professional dengan klien, hubungan ini merupakan hal yang
penting dan sifatnya berbeda dengan hubungan sosial biasa karena hubungan ini
selain bersifat professional juga memiliki suatu tujuan yang berfokus pada
kesejahteraan klien. Hubungan perawat - klien adalah suatu proses yang dinamis
meliputi usaha kolaborasi diantara perawat dan klien untuk mengatasi masalah
dan meningkatkan kesehatan dan kemampuan klien dalam beradaptasi (Potter &
Perry, 2005). Hubungan yang dimaksud adalah hubungan terapeutik, dimana
hubungan ini bertujuan untuk membantu mengarahkan tercapai pertumbuhan
klien yang lebih baik dan optimal.
Hubungan terapeutik perawat-klien sebagaimana disebutkan dalam Stuart dan
Laraia (2005), Potter dan Perry (2005), dan Kozier, Erb, Berman, dan Snyder
(2004) terdiri dari empat fase yang masing-masing fase memiliki karakteristik
dan tujuan yang berbeda. Adapun fase-fase hubungan terapeutik tersebut terdiri
dari:
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
13
Universitas Indonesia
1) Fase Pra-interaksi
Fase ini dimulai sebelum perawat bertemu dengan klien untuk pertama
kalinya dan merupakan fase dimana perawat merencanakan pendekatan
terhadap klien. Pada fase ini perawat dapat melihat kembali catatan medik
klien, mengantisipasi masalah kesehatan yang mungkin timbul pada
interaksi pertama, mempersiapkan lingkungan yang nyaman dan
merencanakan waktu yang cukup untuk interaksi. Perawat pada fase ini
juga perlu mengeksplorasi perasaan, fantasi dan juga ketakutan yang ada
didalam dirinya serta menganalisis kekuatan dan keterbatasan yang
dimiliki sebelum melakukan interaksi dengan klien. Pearwat yang berhasil
melalui fase ini dengan baik akan menampilkan sikap yang lebih percaya
diri dan lebih siap menghadapi segala macam kemungkinan.
2) Fase Orientasi atau perkenalan
Fase ini dimulai saat pertama kali perawat bertemu dengan klien dan
saling mengenal satu sama lainnya. Perawat perlu menampilkan sikap
yang hangat, empati, menerima, dan bersikap penuh perhatian terhadap
klien. Hubungan pada fase ini masih bersifat superficial, tidak pasti, dan
masih tentatif. Klien biasanya akan menguji kemampuan dan komitmen
perawat dalam memberikan asuhan sesuai dengan harapan yang
dimilikinya. Pada fase ini perawat dapat mulai memperkenalkan diri,
dengan menyebutkan nama dan mengklarifikasi peran perawat dalam
proses interaksi. Selanjutnya perawat dapat menggali kondisi dan keadaan
klien melalui observasi dan wawancara, mengeksplorasi perasaan, pikiran
dan perbuatan klien, dan memprioritaskan masalah yang perlu diintervensi
pada fase berikutnya. Langkah berikutnya adalah membuat kontrak waktu
dan merencanakan tujuan dari suatu tindakan keperawatan yang akan
dilakukan. Hal ini perlu dilakukan dengan mengembangkan sikap saling
percaya dan terbuka diantara kedua belah pihak.
3) Fase Kerja
Fase kerja merupakan fase dimana perawat dan klien bekerja sama untuk
memecahkan suatu masalah dan mencapai tujuan bersama. Perawat perlu
memotivasi klien untuk berekspresi, mengeksplorasi dan menetapkan
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
14
Universitas Indonesia
tujuan yang hendak dicapai. Pada fase ini perawat dapat menunjukkan
sikap caring dengan memberikan informasi yang dibutuhkan klien,
melakukan tindakan yang sesuai, dan menggunakan teknik komunikasi
terapeutik. Perawat juga dapat membantu klien dalam menggali pikiran
dan perasaannya, mengeksplorasi stressor, mendorong perkembangan
kesadaran diri klien, mendukung pemakaian mekanisme koping yang
adaptif, dan merencanakan program selanjutnya yang sesuai dengan
kemampuan klien. Perawat juga perlu mengatasi penolakan klien terhadap
perilaku adaptif yang hendak diajarkan oleh perawat dengan teknik dan
pendekatan yang sesuai
4) Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan fase untuk mengakhiri hubungan. Perawat
bersama klien dapat saling mengeksplorasi perasaan yang muncul akibat
dari perpisahan yang akan dijalani. Pada fase ini baik perawat maupun
klien dapat merasakan perasaan puas, senang, marah, sedih, jengkel dan
perasaan lainnya yang mungkin menimbulkan ketidaknyamanan. Perawat
perlu menghadirkan realitas perpisahan kepada klien dan melakukan
evaluasi dari pencapaian tujuan setelah interaksi dilakukan. Pada fase ini
perawat juga perlu menetapkan rencana tindak lanjut yang perlu
dilakukan klien terkait intervensi yang baru saja dilakukan pada fase
kerja, dan menetapkan kontrak untuk interaksi yang berikutnya.
Dalam menjalin hubungan terapeutik, perawat perlu mengunakan strategi khusus
agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik. Komunikasi
terapeutik merupakan salah satu jembatan yang dapat mendorong terciptanya
hubungan terapeutik dimana komunikasi ini dimanfaatkan untuk membina dan
mempertahankan hubungan yang sehat. Komunikasi terapeutik merupakan suatu
interaksi interpersonal antara perawat dan klien yang selama interaksi berlangsung
perawat berfokus kepada kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan pertukaran
informasi yang efektif antara perawat dan klien (Videbeck, 2008). Komunikasi
terapeutik juga merupakan proses dimana perawat menggunakan pendekatan
terencana dalam mempelajari klien yang diasuhnya (Potter & Perry, 2005).
Dengan komunikasi terapeutik diharapkan hubungan interpersonal antara perawat
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
15
Universitas Indonesia
dan klien dapat dikembangkan. Kozier, Erb, Berman, dan Snyder (2004)
menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik dapat meningkatkan hubungan yang
konstruktif antara perawat dan klien yang berada dibawah tanggung jawab
asuhannya. Oleh karena itu, agar dapat membina hubungan yang terapeutik
perawat perlu mengembangkan kemampuan berkomunikasi terapeutik selama
berinteraksi dengan klien.
Kemampuan perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik merupakan suatu
hal yang penting dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Beberapa studi telah
dilakukan untuk mengetahui pandangan klien terhadap kemampuan perawat
dalam berkomunikasi pada saat melakukan asuhan keperawatan. Selama ini telah
menjadi rahasia umum bahwa sikap perawat yang tidak komunikatif merupakan
salah satu penyebab utama atas kesalahpahaman dan memicu terjadinya konflik
di setiap hubungan perawat-klien. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
McCabe (2004) dalam Jasmine (2009) disebutkan bahwa sebagian besar klien
berpendapat bahwa banyak perawat di rumah sakit yang tidak memiliki sikap
yang menjadikan klien sebagai fokus dalam asuhannya dan berkomunikasi hanya
dalam orientasi tugas semata. Paxton., et al (1996) dalam Jasmine (2009) juga
menyebutkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik sesungguhnya akan
berdampak pada peningkatan kepuasan klien terhadap pelayanan kesehatan.
Beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia juga berpendapat bahwa
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat kepada klien dan keluarganya dapat
meningkatkan kepuasaan klien terhadap pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
Dolaksaribu dan Budi (2008) menyebutkan bahwa hasil penelitian di RS.
Internasional Bintaro Tangerang 76,7% responden merasa puas atas pelaksanaan
komunikasi terapeutik dari perawat kepada klien dan keluarga. Sementara itu
Florida dan Panjaitan (2009) dengan penelitian sejenis di RS. PGI Cikini
menyatakan bahwa 79% responden menyatakan sangat puas terhadap pelayanan
perawat, karena penerapan teknik komunikasi terapeutik oleh perawat yang
bertugas disana juga telah dilakukan dengan sangat baik.
Beberapa teknik komunikasi terapeutik yang dapat dilakukan perawat saat
berinterkasi dengan klien adalah sebagai berikut:
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
16
Universitas Indonesia
1) Mendengar (Listening)
Mendengar berarti perawat hadir untuk pasien. Stuart dan Laraia (2005)
menyebutkan bahwa mendengar merupakan suatu proses aktif dalam
menerima informasi dan mengetahui reaksi terhadap pesan yang diterima.
Teknik mendengar dapat ditunjukkan dengan memandang klien dan
menjaga kontak mata ketika berinteraksi, melakukan anggukan saat klien
membicarakan hal penting dan menerima setiap gagasan baru yang
disampaikan oleh klien. Nilai yang terdapat pada sikap ini adalah perawat
melakukan komunikasi non verbal yang menunjukkan rasa ketertarikan
dan sikap menerima. Hal ini sejalan dengan Jasmine (2009) yang
menekankan bahwa teknik mendengar harus melibatkan postur tubuh,
ekspresi wajah dan kontak mata yang baik yang menunjukkan bahwa
perawat memiliki minat yang sungguh-sungguh terhadap klien. Perawat
harus menghindari gerakan tubuh yang tidak perlu, menyilangkan tangan
dan kaki, dan memalingkan wajah kearah yang lain.
2) Menggunakan pertanyaan terbuka (Broad opening)
Pertanyaan terbuka diajukan untuk menunjukkan sikap menerima dan
merangsang klien mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya. Dengan
teknik ini perawat dapat memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengajukan suatu topik tertentu sesuai dengan minat yang dimiliki klien
saat berinteraksi dengan perawat (Videbeck, 2008). Hal ini sejalan dengan
pernyataan Stein dan Parbury (2005) dalam Jasmine (2009) yang
menyebutkan bahwa penggunaan kalimat tertutup dapat membatasi
kesempatan klien dalam mengungkapkan perasaannya, sehingga perawat
hanya akan mendapatkan informasi yang terbatas. Dengan pertanyaan
terbuka diharapkan perawat memperoleh informasi yang lebih banyak dari
klien dan memberi kesempatan kepada klien untuk mengeksplorasi
perasaannya. Contoh pertanyaan terbuka yang dapat diajukan adalah "Apa
yang sedang Anda pikirkan?” atau “Bagaimana perasaan Anda hari ini?”
3) Memperjelas informasi
Saat berinteraksi dengan klien, perawat dapat mengalami kesulitan untuk
memahami maksud dari kata-kata yang disampaikan oleh kliennya. Hal ini
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
17
Universitas Indonesia
mungkin terjadi saat klien mengucapkan kalimat secara tidak jelas,
berbelit-belit, menggunakan istilah-istilah kiasan, membatasi informasi
yang disampaikan, dan menampilkan bahasa tubuh yang tidak sesuai
dengan kalimat yang diucapkan. Untuk menghadapi kondisi-kondisi
tersebut perawat dapat melakukan beberapa teknik komunikasi terapeutik
berikut ini:
Pengulangan (Restating)
Stuart dan Laraia (2005), Videbeck (2008) menyebutkan bahwa
teknik pengulangan merupakan teknik yang digunakan dengan
mengulangi pikiran atau ide utama yang dinyatakan oleh klien.
Potter dan Perry (2006) menyebutkan istilah parafase atau
pengulangan pesan dapat dilakukan perawat dengan mengulang
pesan yang disampaikan klien menggunakan bahasa perawat
sendiri, hal ini dilakukan agar kedua belah pihak memiliki
pemahaman yang sama terhadap suatu ide atau topik.
Klarifikasi (Clarification)
Klarifikasi bertujuan untuk memperjelas kata-kata, ide, atau pikiran
yang sifatnya masih samar dan meminta penjelasan klien atas
sesuatu informasi yang belum jelas. Videbeck (2008) menyebutkan
bahwa klarifikasi dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan
yang lebih spesifik sampai informasi yang didapatkan benar-benar
dimengerti. Contoh pertanyaan: “Saya tidak yakin dengan apa
yang Anda katakan tadi, bisakah Anda mengulanginya kembali?”
Refleksi (reflection)
Merupakan teknik mengulang kembali ide, perasaan, pernyataan,
dan pertanyaan yang diajukan oleh klien. Teknik ini bertujuan
untuk memastikan bahwa perawat telah memahami apa yang klien
sampaikan dan menunjukkan rasa empati, ketertarikan, dan respek
terhadap klien.
Berbagi persepsi (Sharing Perception)
Teknik ini dapat dilakukan perawat dengan cara menanyakan
kembali hal-hal yang dirasakan belum cukup jelas tentang pikiran
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
18
Universitas Indonesia
dan perasaan yang klien sampaikan. Contoh kalimat yang dapat
digunakan “Anda tersenyum, tetapi Saya merasakan bahwa
sebenarnya Anda sedang marah.” Tujuan dari teknik ini adalah
untuk menyampaikan pemahaman perawat terhadap klien dan
bertujuan untuk menjernihkan kebingungan komunikasi misalnya
ketika terdapat kerancuan antara komunikasi verbal dengan
komunikasi nonverbal yang disampaikan klien.
Identifkasi Tema (Theme Identification)
Klien mungkin berulang kali menyebutkan suatu kondisi, perasaan
atau pikiran-pikiran tertentu namun perawat menilai bahwa klien
belum menyadari jika hal-hal tersebut telah menjadi masalah atau
bahkan akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Perawat
perlu mengidentifikasi tema-tema seperti ini untuk meningkatkan
eksplorasi dan pemahamanan klien terhadap masalah-masalah
penting yang sedang klien dihadapi. Pada teknik ini hindari
pemberian nasihat, menduga-duga, dan penolakan (Stuart &
Laraia, 2005). Contoh kalimat yang dapat digunakan: “Anda
tersenyum, tetapi suster merasakan bahwa sebenarnya Anda sedang
cemas”.
4) Humor
Pada saat-saat tertentu perawat boleh mengajukan humor jika memang
diperlukan. Tetapi perawat harus berhati-hati jangan sampai humor yang
disampaikannya malah menyinggung perasaan klien sehingga hubungan
terapeutik antara perawat dan klien menjadi terganggu. Videbeck (2008)
menyebutkan bahwa humor dalam komunikasi terapeutik bermanfaat
untuk mengurangi kecemasan, menghadirkan kegembiraan, dan
mengurangi kesenjangan sosial antara klien dan perawat. Stuart dan Laraia
(2005) menyebutkan bahwa humor dapat dilakukan untuk berbagi energi
dan kebahagiaan, namun harus diperhatikan jangan sampai perasaan klien
tersakiti oleh humor tersebut dengan cara menghindari diskriminasi, dan
sikap meremehkan.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
19
Universitas Indonesia
5) Memberitahukan (Informing) dan Sugesti
Stuart dan Laraia (2005) mengatakan bahwa perawat harus memiliki
kemampuan yang baik dalam menyampaikan suatu informasi. Hal ini
dapat digunakan pada saat memberikan pendididkan kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan klien terkait status kesehatannya. Namun, dalam
melakukan teknik ini perlu dihindari memberikan nasihat yang dapat
menurunkan harga diri klien. Sugesti dapat dilberikan dengan cara
menunjukkan ide-ide alternatif kepada klien yang mungkin dapat dijadikan
bahan pertimbangan terhadap pemecahan masalah. Hal ini juga bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran dan memberi alternatif pilihan kepada
klien. (Stuart & Laraia, 2005). Sejalan dengan hal itu, Jones (2009)
mengatakan bahwa pada saat klien membutuhkan saran atau bimbingan,
perawat dapat bertindak sebagai mentor. Dalam keadaan seperti ini
perawat dapat mendukung klien dengan memberikan informasi atau
membimbing mereka ke arah yang lebih baik atau dengan mengarahkan
klien untuk mencari sumber informasi yang lebih tepat.
6) Memfokuskan (Focusing)
Ada kalanya pembicaraan klien berganti dari satu topik ke topik yang lain.
Teknik memfokuskan adalah mengarahkan pembicaraan klien pada satu
poin penting saja (Videbeck, 2008). Teknik ini dapat dilakukan dengan
mengajukan suatu pertanyaan atau pernyataan yang membantu klien untuk
memperluas topik yang penting (Stuart & Laraia, 2005). Dari teknik ini
diharapkan dapat membawa klien kepada inti permasalahan dan
mempertahankan tujuan dari proses komunikasi. Teknik ini juga berguna
untuk menghindari terjadinya kebingungan, generalisasi, dan perubahan
dari topik pembicaraan. Contoh kalimat yang dapat digunakan: “Saya
mengerti bahwa Anda juga ingin membicarakan tentang masalah pacar dan
kantor, tapi sesuai dengan kontrak awal kita bahwa pembicaraan kita saat
ini hanya akan membicarakan tentang masalah keluarga Anda saja, betul
bukan? Bagaimana? coba lanjutkan cerita tentang masalah keluarga Anda
tadi?”
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
20
Universitas Indonesia
7) Diam (Silence)
Pada kondisi-kondisi tertentu komunikasi non verbal seperti diam sangat
dianjurkan untuk alasan terapeutik. Teknik ini dapat dilakukan dengan
duduk bersama klien tanpa mengucapkan sepatah kata pun yang
menunjukkan keterlibatan dan ketertarikan perawat terhadap sikap klien.
Pada teknik ini hindari mengajukan pertanyaan kepada klien tentang
respon yang ditunjukkannya atau bersikap memecahkan kediaman secara
tidak terapeutik (Stuart & Laraia, 2005). Diam dalam komunikasi
terapeutik pada dasarnya bertujuan untuk memberi waktu kepada klien
untuk menuangkan tindakan, pikiran, atau perasaan kedalam kata-kata dan
menurunkan kecepatan interaksi (Videbeck, 2008).
8) Sentuhan
Sentuhan merupakan salah satu bentuk komunikasi perawat. Ini
merupakan hak istimewa bagi perawat yang tidak dimiliki oleh profesi
lain. Sentuhan dilakukan untuk menyampaikan pesan akan suatu perhatian,
dukungan emosional, dorongan, kelembutan dan perhatian pribadi (Potter
& Perry, 2010)
9) Empati
Empati merupakan kemampuan untuk memahami dan menerima realita
seseorang, merasakan perasaan dengan tepat dan mengkomunikasikan
pengertian kepada pihak lain (Potter & Perry, 2010). Sikap empati juga
bertujuan untuk menunjukkan perhatian, minat, dan kehangatan seorang
perawat kepada klien.
10) Menghadirkan diri secara fisik
Beberapa tindakan perawat untuk menunjukkan kehadiran fisik, dapat
ditunjukkan melalui beberapa cara berikut ini (Kozier, Erb, Berman, &
Snyder, 2004):
Duduk berhadapan dengan klien yang menyatakan “Saya siap
untuk berbicara dengan Anda”
Tunjukkan sikap terbuka dengan menghindari melipat tangan dan
kaki
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
21
Universitas Indonesia
Condongkan tubuh ke arah klien untuk memberi isyarat bahwa
perawat tertarik untuk komunikasi dengan klien.
Bersikap rileks dan menghindari ketegangan selama berinterakasi
dengan klien.
Pertahankan kontak mata terutama pada level yang sejajar untuk
menunjukkan penghargaan terhadap klien dan bertujuan untuk
menunjukkan keinginan untuk melanjutkan komunikasi.
Penggunaan teknik-teknik diatas disesuaikan dengan kebutuhan
klien pada saat interaksi berlangsung.
11) Bersikap menerima
Sikap yang dapat dilakukan untuk menunjukkan bahwa perawat menerima
klien adalah dengan menunjukkan sikap mendengarkan klien tanpa
memutus pembicaraan, tidak memberikan bantahan meskipun perawat
berada pada pendapat yang berbeda, menghindari perdebatan dan
memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.
Dari sekian banyak teknik komunikasi terapeutik yang dipaparkan para ahli, hal
yang terpenting adalah penerapannya dalam kegiatan sehari-hari. Masyarakat
lebih menyukai perawat yang komunikatif, daripada perawat yang terampil namun
terkesan tidak ramah karena mengabaikan komunikasi saat berinteraksi dengan
klien. Oleh karena itu, pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat merupakan
suatu hal yang sangat penting. Meskipun pada kenyataannnya pelaksanaan teknik-
teknik komunikasi terapeutik terkadang masih menemui sejumlah hambatan. Hal
ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah karakteristik perawat yang
meliputi usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, dan pengalaman
mendapatkan pelatihan, dan lain lain. Selain karakteristik perawat, karaktersitik
atasan, karakteristik organisasi, sistem penghargaan, dan faktor eksternal lainnya
juga dianggap mempengaruhi pelaksanaan komunikasi terapeutik pearwat. Namun
terlepas dari itu semua, pelaksanaan komunikasi terapeutik pada perawat
merupakan suatu hal yang harus terus dikembangkan, agar klien merasa puas dan
perawat lebih percaya diri.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
22 Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep sangat penting dalam suatu penelitian. Hal ini bermanfaat untuk
membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan konsep dan teori yang
telah ada. Kerangka konsep adalah sesuatu yang abstrak yang menuntun suatu
objek untuk menemukan identitas atau pengertian (Burns & Grove, 2001).
Kerangka konsep merupakan rangkuman dari kerangka teori yang dibuat dalam
bentuk diagram yang menghubungkan antar variabel yang diteliti dan variabel lain
yang terkait (Sastroasmoro & Ismael, 2011). Pada penelitian ini kerangka konsep
yang hendak dibangun dituangkan dalam skema 3.1 berikut ini:
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Pengetahuan perawat tentang komunikasi
terapeutik
Tingkat pengetahuan perawat (Khomsan, 2000):
- Kurang - Sedang- Tinggi
Karakteristik perawat:- Usia- Jenis kelamin- Masa kerja- Tingkat pendidikan- Pelatihan Komunikasi
Terapeutik
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
23
Universitas Indonesia
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang dibentuk berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang didefinisikan (Nursalam, 2008). Definisi operasional
adalah mendefinisikan variabel secara operasional dan berdasarkan karakteristik
yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena tertentu (Hidayat,
2007). Adapun definisi operasional, alat, cara, hasil, dan skala ukur dari masing-
masing variabel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini:
VARIABEL DEFINISIOPERASIONAL
ALAT DAN
CARA UKUR
HASIL UKUR
SKALA
Pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik
Pemahanan responden tentang komunikasi terapeutik, meliputi fase-fase hubungan terapeutik, danteknik-teknik komunikasi terapeutik.
Menggunakan kuesioneryang dimodifikasi dari Hasan (2002), berisi 25 pernyataan dengan alternatif jawaban benar atau salah.
Tingkat pengetahuan(Khomsan, 2000):- Tinggi, jika
responden memiliki skor 20-25.
- Sedang, jikaresponden memiliki skor 15-19.
- Kurang, jika responden memiliki skor ≤ 14.
Ordinal
Usia Jumlah tahun sejak responden lahir hingga ulang tahun terakhirnya.
Kuesioner bagian karakteristik responden.
Usia dalam tahun
Interval
Jenis kelamin Kondisi yang membedakan responden berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu.
Kuesioner bagian karakteristik responden.
-Pria-Wanita
Nominal
Masa kerja Sejumlah waktu yang dihitung dalam rentang tahun yang menunjukkan lamanya responden
Kuesioner bagian karakteristik responden.
1- 5 tahun> 5 tahun
Ordinal
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
24
Universitas Indonesia
bekerja di RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Tingkat pendidikan
Jenjang pendidikan formal terakhir di bidang keperawatan yang telah dijalani responden.
Kuesioner bagian karakteristik responden.
- D III - S-I
Ordinal
Pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik
Pengalaman responden dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang komunikasi terapeutik dari pendidikan informal.
Kuesioner bagian karakteristik responden.
- Pernah- Belum
pernah
Nominal
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
25 Universitas Indonesia
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif sederhana.
Sastroasmoro dan Ismael (2011) menyebutkan bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian dimana peneliti hanya melakukan deskripsi mengenai fenomena yang
ditemukan, dimana hasil pengukuran disajikan apa adanya tanpa dilakukan
analisis mengapa fenomena itu terjadi. Dengan menggunakan desain ini peneliti
ingin mendapatkan informasi tentang data demografi perawat dan tingkat
pengetahuan perawat tentang teknik komunikasi terapeutik pada perawat yang
bertugas di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
4.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor, meliputi tujuh ruang rawat inap umum, yaitu Ruang Arjuna, Bisma,
Antasena, Gayatri, Perinatologi, ICU, dan Parikesit.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah sekelompok subyek dengan karakteristik tertentu
(Sastroasmoro & Ismael, 2011). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
perawat yang bertugas di unit rawat inap umum yang berjumlah 125 orang (data
diperoleh dari bagian SDM RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor per tanggal 10
Maret 2012).
4.3.2 Sampel
Sampel adalah subset atau bagian dari populasi yang akan diteliti (Sastroasmoro
& Ismael, 2011). Teknik penetapan sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah Purposive Sampling Methods (PSM), yaitu suatu teknik penetapan sampel
dengan cara memilih sampel diantara populasi yang sesuai dengan kebutuhan
penelitian sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang
telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini sebelum
melakukan pengambilan sampel terlebih dahulu peneliti menentukan kriteria
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
26
Universitas Indonesia
inklusi yang akan dipakai dalam penetapan sampel penelitian. Adapun beberapa
kriteria inklusi yang ditetapkan pada penelitian ini adalah:
Perawat yang bertugas di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor, meliputi Ruang Arjuna, Bisma, Parikesit, Perinatologi, Antasena, ICU,
dan Gayatri.
Usia 20 - 55 tahun
Masa kerja > 1 tahun
Pendidikan minimal D-III keperawatan
Bersedia dan mampu berpartisipasi dalam penelitian yang dibuktikan dengan
mengisi informed consent.
Untuk menentukan jumlah sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini peneliti
menggunakan rumus populasi terbatas, yaitu :
= 1 + .Keterangan rumus:
n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Derajat ketepatan yang direfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditoleransi
(nilai d = 0,05)
Selain menggunakan rumus diatas, jumlah sampel yang diteliti juga ditambah
sebanyak 10% untuk mengantisipasi adanya sampel yang drop out (Sastroasmoro
& Ismael, 2011), oleh karena itu besar sampel yang diteliti pada penelitian ini
menjadi:
= 1251 + 125 (0,05)
= 1251,3 = 96, 1 96
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
27
Universitas Indonesia
Jika ditambahkan 10 % untuk mengantisipasi responden yang drop out, maka
besar responden menjadi:
= 96 10% = 9,6 10
Dengan demikian maka besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah
96 ditambah 10, maka jumlahnya menjadi sebanyak 106 orang.
4.4 Etika Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk melaksanakan dan menjungjung
tinggi prinsip-prinsip etika penelitian guna menghargai hak asasi manusia (respect
human dignity) dan prinsip-prinsip keadilan (right to justice) terhadap setiap
subjek penelitian. Merujuk kepada Polit dan Beck (2004) beberapa hal yang
dilakukan peneliti berdasarkan prinsip-prinsip etika penelitian adalah sebagai
berikut:
4.4.1 Prinsip manfaat (Beneficence)
Beneficence merupakan prinsip yang sangat mendasar dalam suatu penelitian.
Berdasarkan prinsip ini suatu penelitian harus memberikan manfaat dan menjamin
setiap responden terhindar dari hal-hal atau resiko negatif yang dapat ditimbulkan.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti berusaha mempertimbangkan
terlebih dahulu manfaat dari penelitian yang akan dilakukan dan meyakinkan
bahwa penelitian ini tidak akan mendatangkan resiko negatif terhadap pihak
manapun terutama bagi responden yang terlibat. Peneliti juga menyatakan
bersedia menghentikan proses penelitian ini jika diketahui bahwa penelitian ini
dapat mendatangkan hal-hal negatif bagi pihak-pihak yang terlibat. Pernyataan ini
terutang dalam penjelasan penelitian yang disampaikan kepada setiap responden.
4.4.2 Prinsip menghargai martabat manusia
Prinsip menghargai martabat manusia memberi jaminan kepada setiap calon
responden untuk mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan derajat dan martabat
manusia. Dengan prinsip ini setiap responden berhak mendapat informasi,
mengajukan pertanyaan, menentukan sikap secara mandiri untuk menerima atau
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
28
Universitas Indonesia
menolak menjadi responden dan setiap responden juga diperkenankan mengakhiri
partisipasinya jika ada hal-hal yang dianggap kurang berkenan terkait penelitian
yang akan dilakukan. Untuk memenuhi prinsip ini, sebelum membagikan
kuesioner terlebih dahulu peneliti memberikan penjelasan singkat tentang
penelitian, memberi kesempatan bagi calon responden untuk melakukan
klarifikasi, dan setelah calon responden menyatakan bersedia untuk menjadi
responden maka peneliti memberikan lembar informed consent untuk
ditandatangani. Hal ini sejalan dengan pendapat Sastroasmoro dan Ismael (2011)
yang menyatakan bahwa informed consent atau lembar persetujuan setelah
mendapat penjelasan merupakan aspek yang sangat penting dalam penelitian. Dari
106 lembar informed consent yang disebar, keseluruhannya diisi lengkap oleh
responden dan dikumpulkan oleh peneliti sebagai aspek legal dalam penelitian ini.
4.4.3 Prinsip keadilan (Justice)
Prinsip keadilan menjamin setiap responden untuk mendapatkan perlakuan yang
sama dengan responden yang lain. Dalam suatu penelitian tidak boleh ada
diskriminasi. Oleh karena itu peneliti berusaha memenuhi prinsip ini dengan
memberikan perlakuan yang sama dan berusaha tidak melakukan diskriminasi
terhadap responden tertentu mulai dari proses awal penelitian hingga penyusunan
laporan penelitian ini. Setiap calon responden memiliki kesempatan yang sama
untuk menjadi responden, berhak mendapatkan informasi yang sama, tidak
dibeda-bedakan berdasarkan suku, agama, maupun tingkat social ekonomi, dan
setiap responden memiliki kesempatan yang sama untuk mengetahui sejauh mana
proses penelitian ini dijalankan.
4.4.4 Anonimity & confidentiality
Peneliti memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan atas setiap informasi yang
disampaikan oleh responden. Dalam penelitian ini prinsip Anonimity dan
confidentiality dilakukan dengan cara menghindari penulisan nama atau inisial
dalam kuesioner yang dibagikan. Peneliti hanya menggunakan kode-kode tertentu
untuk hal-hal yang diperlukan saja. Selanjutnya setelah data yang diharapkan
berhasil diperoleh peneliti mendokumentasikan semua data kedalam dokumen
pribadi milik peneliti untuk menghindari resiko terjadinya kebocoran informasi.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
29
Universitas Indonesia
4.5 Alat Pengumpul Data
Instrument yang digunakan dalam proses pengumpulan data pada penelitian ini
adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang dimodifikasi
dari Hasan (2002) disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Kuesioner ini terdiri
dari dua bagian yaitu karakteristik perawat dan pengetahuan perawat. Pada
bagian karakteristik perawat terdapat data demografi yang meliputi usia, jenis
kelamin, lama bekerja, pendidikan terakhir, dan pengalaman mendapatkan
pelatihan tentang komunikasi terapeutik. Pada bagian pengetahuan perawat
terdapat 25 pernyataan yang disertai dua alternatif jawaban yaitu benar dan salah.
Untuk setiap pilihan jawaban yang benar diberi nilai satu dan untuk pilihan
jawaban yang salah diberi nilai nol.
4.6 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Sutanto (2007) menyebutkan bahwa validitas mempunyai arti sejauh mana
ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui validitas
suatu instrumen dapat dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor
masing-masing varibel dengan skor totalnya dari semua variabel. Suatu variabel
dinyatakan valid jika skor dari variabel tersebut berkorelasi secara signifikan
dengan skor totalnya. Sementara itu, reliabilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan alat ukur yang
sama. Suatu pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seorang responden
terhadap pertanyaan tersebut konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengujian
reliabilitas dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu. Jika terdapat
pertanyaan yang tidak valid, maka pertanyaan tersebut dapat direvisi atau bahkan
dihapus, sementara pertanyaan yang sudah valid selanjutnya secara bersama-sama
dapat diukur reliabilitasnya. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas suatu
pertanyaaan dapat dilakukan uji crombach alpha. Nilai crombach alpha ≥ 0,6
berarti reliabel, dan crombach alpha < 0,6 berarti tidak reliabel.
Pada tahun 2002, Hasan telah melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap
kuesionernya dengan nilai crombach alpha 0,9397. Karena pada penelitian ini
kuesioner Hasan telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian,
maka peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas kembali terhadap 20 orang
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
30
Universitas Indonesia
responden, yaitu perawat yang berdinas di Ruang Rawat Inap Subadra RS. Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor. Hasil uji validitas dan reliabilitas ini menunjukkan bahwa
nilai r hitung ≥ r tabel (dimana nilai r tabel yaitu 0,4438) dan nilai chrombach
alpha 0,858. Dengan demikian kuesioner ini dinyatakan valid dan reliabel
sehingga layak untuk digunakan dalam penelitian ini.
4.7 Prosedur pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini dimulai setelah proposal penelitian
disetujui oleh pembimbing akademik di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia. Selanjutnya peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian ke
bagian Diklit RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tempat penelitian ini akan
dilakukan. Setelah mendapat surat izin penelitian dari pihak rumah sakit peneliti
menemui setiap kepala ruangan untuk melakukan pendekatan sambil
menyampaikan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Pada
proses pengumpuan data, peneliti semaksimal mungkin berusaha mendampingi
responden dalam pengisian kuesioner, namun untuk saat-saat tertentu dimana
peneliti berhalangan untuk hadir dihadapan responden, maka peneliti
mendelegasikan tugas pendampingan tersebut kepada pihak-pihak yang
berkompeten, misalnya kepala ruangan, ketua tim, atau teman perawat lain yang
bersedia membantu.
4.8 Pengolahan dan Analisa Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dalam bentuk statistik deskriptif. Analisis
data ini meliputi distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel
(Notoatmodjo, 2010). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
data univariat yang bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Data yang sudah lengkap selanjutnya
diberi skoring untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk
dianalisa.
4.9 Sarana Penelitian
Sarana yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat tulis, kalkulator, lembar
kuesioner dan perangkat komputer.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
31 Universitas Indonesia
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini variabel yang diteliti meliputi karakteristik perawat dan tingkat
pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik. Untuk variabel karakteristik
perawat sub variabel yang diteliti meliputi usia, jenis kelamin, lama bekerja,
tingkat pendidikan, dan pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik.
Pada sub variabel tingkat pengetahuan, distribusi data yang diteliti meliputi
tingkat pengetahuan dalam rentang kurang, sedang, dan tinggi.
5.1 Karakteristik Perawat
Dalam instrumen yang digunakan pada penelitian ini karakteristik responden yang
diteliti terdiri dari usia, jenis kelamin, lama bekerja, tingkat pendidikan, dan
pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik. Distribusi dari tiap-tiap
sub variabel diatas tertuang dalam tabel berikut ini:
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Perawat Berdasarkan Usia Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Bulan Juni 2012 (n = 106)
Mean Median SD Minimal Maksimal
31,48 30 6,189 23 50
Usia responden dalam penelitian ini berada dalam rentang usia dewasa. Usia
termuda adalah 23 tahun, dan usia tertua 50 tahun. Adapun usia rata-rata dari
seluruh responden adalah 31 tahun.
Tabel 5.2 Distribusi Perawat Berdasarkan Jenis Kelamin Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Bulan Juni 2012 (n = 106)
KARAKTERISTIK JUMLAH PERSENTASE (%)
Laki-lakiPerempuan
2680
24,575,5
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 75,5% responden berjenis
kelamin perempuan.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
32
Universitas Indonesia
Tabel 5.3 Distribusi Perawat Berdasarkan Masa kerja Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Bulan Juni 2012 (n = 106)
KARAKTERISTIK JUMLAH PERSENTASE (%)
1 – 5 tahun> 5 tahun
6145
57,542,5
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 57,5% perawat memiliki masa
kerja antara 1-5 tahun dan sebanyak 42,5% memiliki masa kerja > 5 tahun.
Tabel 5.4 Distribusi Perawat Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor Bulan Juni 2012 (n = 106)
KARAKTERISTIK JUMLAH PERSENTASE (%)
D-III KeperawatanS-1 Keperawatan
1015
95,34,7
Untuk variabel tingkat pendidikan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 95,3%
responden merupakan lulusan D-III keperawatan, dan sebagian kecilnya
merupakan lulusan S-1 keperawatan.
Tabel 5.5 Distribusi Perawat Berdasarkan Pengalaman Mengikuti Pelatihan Komunikasi Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor Bulan Juni 2012 (n = 106)
KARAKTERISTIK JUMLAH PERSENTASE (%)
Belum PernahPernah
6145
57,542,5
Untuk variabel pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa 57,5 % responden belum pernah mengikuti
pelatihan dan hanya 42,5% pernah mengikuti pelatihan.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
33
Universitas Indonesia
5.2 Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan responden pada penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga
kategori yaitu kurang, sedang, dan tinggi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
sebanyak 91,5% responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Adapun
distribusi data tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik
dituangkan pada tabel berikut ini:
Tabel 5.6 Distribusi Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H Marzoeki Mahdi Bogor bulan
Juni 2012 (n=106)
TINGKAT PENGETAHUAN JUMLAH PERSENTASE (%)
Tinggi (skor 20-25) 97 91,5
Kurang (skor ≤ 14) 9 8,5
Total 106 100
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
34 Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti akan mencoba melakukan interpretasi terhadap hasil yang
telah diperoleh dari penelitian yang berjudul “Tingkat Pengetahuan Perawat
Tentang Komunikasi Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor”. Interpretasi terhadap hasil penelitian ini dibagi ke dalam dua
pokok bahasan, meliputi karakteristik perawat dan tingkat pengetahuan perawat
tentang komunikasi terapeutik. Selain dua pokok bahasan tersebut, peneliti juga
akan memaparkan tentang keterbatasan penelitian dan implikasi hasil penelitian
untuk bidang keperawatan.
6.1 Interpretasi Hasil dan Diskusi
6.1.1 Karakteristik Perawat
Karakteristik perawat yang berhasil diidentifikasi dari penelitian ini meliputi usia,
jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, dan pengalaman perawat dalam
mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik.
6.1.1.1 Usia Perawat
Dari hasil penelitian ini diperoleh data bahwa responden memiliki usia rata-rata
31 tahun, usia termuda 23 tahun, dan usia tertua 50 tahun. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Dedah (2001), Hasan (2002), dan Edyana (2008) yang
menyatakan bahwa pada karakteristik perawat rentang usia perawat berada pada
rentang usia dewasa muda dan pertengahan. Rentang usia tersebut dapat
dikategorikan kedalam rentang usia produktif, dimana pada rentang ini seseorang
biasanya dianggap telah cukup matang, bijaksana, dan secara psikososial kerap
kali dianggap lebih mampu menyelesaikan tugas-tugas sosial dan lebih
bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Siagian (2001) dalam Edyana (2008)
menyatakan bahwa usia berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas
seseorang, hal ini dapat diartikan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang
maka akan meningkat pula kedewasaan atau kematangan jiwanya baik secara
teknis maupun psikologis. Namun pada kenyataannya dari beberapa penelitian
seperti yang dilakukan oleh Dedah (2001) disebutkan bahwa usia tidak dapat
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
35
Universitas Indonesia
dibuktikan pengaruhnya terhadap kemampuan perawat dalam melakukan
komunikasi terapeutik. Begitu juga dengan Hasan (2002) yang menyatakan bahwa
usia perawat tidak mempengaruhi persepsinya terhadap pelaksanaan komunikasi
terapeutik.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini kiranya perawat di Unit
Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dapat diberdayakan secara
maksimal guna mendukung program-program pelayanan yang hendak dilakukan
di rumah sakit. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Potter dan Perry (2005)
bahwa karakteristik individu pada masa dewasa muda dan pertengahan (usia 21-
65 tahun) diantaranya yaitu memiliki peningkatan kebiasaan dalam berpikir
rasional, memiliki pengalaman hidup dan pendidikan yang memadai serta secara
psikososial dianggap lebih mampu dalam memecahkan tugas pribadi dan sosial.
Pada rentang usia ini individu juga cenderung lebih perhatian dan fokus terhadap
pekerjaannya untuk membuktikan bahwa status sosial ekonomi yang dimilikinya
telah mencapai tingkat yang memuaskan. Sementara itu Erikson dalam Craven
dan Hirnle (2000) yang dikutip Bhakti (2002) juga menyebutkan bahwa tugas
perkembangan yang terjadi pada masa dewasa muda dan pertengahan adalah
membangun hubungan personal dan professional, mengembangkan kreatifitas
serta prod uktifitas dalam pekerjaan baik dalam hubungan personal maupun
professional. Oleh karena itu, kiranya perawat di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr.
H. Marzoeki Mahdi Bogor juga perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya
untuk mengembangkan diri sesuai dengan tingkat usia masing-masing agar lebih
mampu dan lebih termotivasi dalam bekerja sehingga dapat mendukung kemajuan
dan kesuksesan pelayanan secara keseluruhan.
6.1.1.2 Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa distribusi perawat perempuan lebih
banyak dibandingkan perawat laki-laki. Hal ini senada dengan banyak penelitian
lain yang mengkaji karakteristik perawat. Sebagaimana dalam penelitian Dedah
(2001), Hasan (2002), dan Edyana (2008) ketiga penelitian ini pada variabel jenis
kelamin juga menunjukkan bahwa jumlah perawat perempuan lebih dominan
daripada perawat laki-laki.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
36
Universitas Indonesia
Pada dasarnya karakteristik perempuan dan laki-laki memang berbeda, bukan
hanya dari segi fisik saja, tapi juga dalam hal cara berpikir dan bertindak. Fern
Johnson dalam Bastable (2002) yang dikutip oleh Edyana (2008) menyebutkan
bahwa perempuan cenderung lebih mampu menjadi pendengar yang baik,
langsung menangkap fokus diskusi, dan tidak selalu berfokus terhadap diri
sendiri, sementara laki-laki dianggap tidak demikian, namun biasanya dianggap
lebih mampu dalam memimpin suatu diskusi. Dengan perbedaan karakteristik ini,
kiranya perempuan dan laki-laki dapat saling melengkapi dalam kehidupan sehari-
hari, begitu juga hal nya dalam profesi keperawatan. Apalagi dari beberapa
penelitian yang dilakukan oleh Dedah (2001), Hasan (2002) dan Edyana (2008)
ketiganya sama-sama menyebutkan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap persepsi, kemampuan, motivasi, dan juga pelaksanaan
komunikasi terapeutik di area penelitian mereka. Sehingga kiranya perawat laki-
laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam upaya pengembangan
kualitas pelayanan tanpa memandang karakteristik yang dimilikinya berdasarkan
jenis kelamin. Namun, kiranya dimasa yang akan datang perlu dilakukan kajian
yang lebih mendalam terkait perbedaan gender pada perawat untuk memperkaya
bahan kajian dan pendalaman teori sehingga dapat bermanfaat bagi
pengembangan pelayanan keperawatan di masa yang akan datang.
6.1.1.3 Masa Kerja
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 57,5% responden memiliki
masa kerja antara 1-5 tahun dan sebagian lagi memiliki masa kerja > 5 tahun.
Dedah (2001) membagi kategori masa kerja menjadi dua kategori yaitu < 10 tahun
dan > 10 tahun, Hasan (2002) membagi kategori masa kerja menjadi < 8 tahun
dan > 8 tahun. Sementara Bhakti (2002) dan Edyana (2008) menetapkan kategori
masa kerja perawat dengan menggunakan kategori rendah dan tinggi berdasarkan
hasil analisis statistik dari proses pengolahan data yang diperolehnya. Penetapan
kategori masa kerja pada penelitian ini ditetapkan dengan merujuk kepada kriteria
inklusi yang telah ditetapkan sebelumnya. Dimana hal ini dikaitkan dengan
kemungkinan seseorang merasakan kejenuhan dalam pekerjaan yang dapat
mempengaruhi motivasi dan prestasi kerjanya. Leide (1997) dalam Hasan (2002)
menyatakan bahwa penurunan kualitas bekerja dapat terjadi pada para pekerja
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
37
Universitas Indonesia
yang telah bekerja lebih dari lima tahun. Berdasarkan pernyataan tersebut peneliti
tertarik untuk membagi kriteria masa kerja kedalam kedua kategori tersebut, yaitu
rentang 1-5 tahun dan > 5 tahun. Hal ini diharapkan dapat memberi gambaran
tentang resiko perawat mengalami kejenuhan dalam pekerjaannya sehingga dapat
dilakukan antisipasi terhadap permasalahan tersebut.
Dengan dominasi masa kerja perawat antara 1-5 tahun, kiranya perawat di Unit
Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dianggap masih memiliki
resiko yang rendah terhadap kejenuhan sehingga mampu memberi peluang bagi
perawat untuk melakukan pelayanan dengan lebih baik, dan memiliki kesempatan
untuk mengembangkan diri dengan lebih maksimal. Namun kiranya, apresiasi
terhadap perawat yang memiliki masa kerja > 5 tahun pun tetap harus diberikan
karena sebagaimana diungkapkan Kreitner dan Kinski (2003) dan Robbins (2003)
dalam Edyana (2008) bahwa semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin
terampil dan semakin berpengalaman pula dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dengan peningkatan pengalaman dan keterampilan ini diharapkan kepercayaan
diri perawat dapat meningkat sehingga motivasi dan performa kerja yang
ditampilkan dapat lebih baik. Adapun untuk menghindari kejenuhan, pihak-pihak
yang berwenang dapat mengambil kebijakan dengan melakukan usaha-usaha
seperti sistem rotasi berkala, modifikasi lingkungan, sistem penghargaan yang adil
dan kesempatan pengembangan diri perawat dengan mempertimbangan masa
kerja di unit-unit terkait.
6.1.1.4 Tingkat Pendidikan
Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa sebagian besar perawat yang
bertugas di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
merupakan perawat lulusan D-III. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa
seluruh responden memiliki pengalaman mengecap pendidikan tinggi dengan
asumsi bahwa pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya akan tinggi pula.
Hal ini sebagaimana telah diungkapkan Siagian (2001) dalam Edyana (2008) yang
menyebutkan bahwa proses pendidikan merupakan suatu pengalaman yang
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas kepribadian seseorang,
dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin besar motivasinya
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
38
Universitas Indonesia
untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya. Hal ini diperkuat oleh
Kounenou, Aikaterini, dan Georgia (2011) yang menyatakan bahwa perawat
dengan tingkat pendidikan tinggi (studi pascasarjana, seminar, dan lain-lain) akan
menunjukkan aspek kemampuan konseling yang lebih baik dalam berkomunikasi
selama berinteraksi dengan klien. Namun pada kenyataannya, beberapa penelitian
mengungkapkan kondisi yang berbeda, seperti Hasan (2002) yang menemukan
bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan terhadap persepsi perawat
tentang komunikasi terapeutik, Edyana (2008) juga menemukan bahwa tingkat
pendidikan tidak ada hubungannya dengan penerapan komunikasi terapeutik.
Beberapa penelitian yang sejalan dengan pernyataan Kounenou, Aikaterini, dan
Georgia adalah penelitian Dedah (2001) yang menyatakan bahwa tingkat
pendidikan perawat memiliki hubungan yang bermakna terhadap pelaksanaan
komunikasi terapeutik.
Berdasarkan karakteristik perawat yang tergambar dari penelitian ini kiranya
kondisi ini juga dapat dijadikan salah satu faktor pendukung bagi rumah sakit
untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan memanfaatkan sumber daya manusia
(SDM) yang handal dari segi pendidikan dasar keperawatan. Pendidikan
berkelanjutan juga kiranya perlu didorong bagi setiap perawat agar memiliki
kemampuan yang lebih baik karena proses pendidikan berkelanjutan dapat
menunjang peningkatkan pengetahuan seseorang sehingga mampu memiliki
pemahaman yang lebih baik terhadap suatu permasalahan. Hal ini sebagaimana
diungkapkan Papadatou dan Anagnostopoulos (1999) dalam Kounenou,
Aikaterini, dan Georgia (2011) yang menyebutkan bahwa pendidikan perawat
melalui studi pasca sarjana, seminar dan pelatihan, membuat perawat memperoleh
pengetahuan khusus yang pada gilirannya membantu mereka untuk memahami
perilaku pasien sehingga menghasilkan kemampuan perawat yang lebih baik
dalam berkomunikasi dengan pasiennya.
6.1.1.5 Pelatihan Komunikasi Terapeutik
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa perawat yang pernah mengikuti pelatihan
komunikasi terapeutik hanya berjumlah 42,5%. Hal ini berarti sebagian besar
responden belum pernah mengikuti pelatihan. Namun seperti telah disebutkan
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
39
Universitas Indonesia
pada bab sebelumnya, tingkat pengetahuan perawat termasuk dalam kategori
tinggi, hal ini tampaknya untuk sementara dapat diasumsikan bahwa tingginya
tingkat pengetahuan perawat lebih disebabkan karena perawat memiliki tingkat
pendidikan rata-rata D-III dan beberapa orang sudah S-1 sehingga pernah
mendapatkan kurikulum pendidikan tentang komunikasi terapeutik. Faktor yang
lain mungkin disebabkan karena kebiasaan membaca literatur dan sumber-sumber
ilmiah atau dapat juga disebabkan oleh adanya kesempatan berdiskusi antar
sesama perawat disela-sela waktu bekerja. Namun, tentu saja hal ini
membutuhkan kajian lebih lanjut agar diketahui dengan lebih jelas tentang
pengaruh pelatihan komunikasi terapeutik terhadap tingkat pengetahuan perawat.
Pelatihan tentang komunikasi terapeutik dalam beberapa penelitian kerap kali
disebutkan dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
komunikasi terapeutiki. Dalam penelitian Bhakti (2001) disebutkan bahwa
pengalaman mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik memiliki hubungan yang
cukup signifikan terhadap pelaksanaan hubungan terapeutik antara perawat
dengan klien. Dedah (2001) juga berpendapat bahwa pengetahuan seseorang dapat
menurun setelah beberapa waktu jika tidak dilakukan pengulangan atau
dipraktekkan secara berkesinambungan. Dedah juga menambahkan bahwa
pelatihan perlu dilakukan agar terjadi pengulangan dan penyegaran terhadap
pengetahuan yang sudah lama berlalu. Dengan alasan tersebut, kiranya
pelaksanaan pelatihan komunikasi terapeutik perlu dirancang kembali bagi
perawat di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor agar
pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dapat ditingkatkan. Hal ini
sebagaimana Papadatou dan Anagnostopoulos (1999) dalam Kounenou,
Aikaterini, dan Georgia (2011) menyebutkan bahwa pendidikan perawat melalui
studi pasca sarjana, seminar dan pelatihan, membuat perawat memperoleh
pengetahuan khusus yang pada gilirannya membantu mereka untuk memahami
perilaku pasien sehingga menghasilkan kemampuan komunikasi yang lebih
efektif. Selain itu, pendidikan perawat tentang kemampuan komunikasi tidak
hanya berakibat kepada kepentingan klien semata tetapi juga meningkatkan
kepuasan kerja bagi perawat itu sendiri (Arranz et al., 2005) dalam Kounenou,
Aikaterini, dan Georgia (2011). Pernyataan ini diperkuat oleh Pendleton,
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
40
Universitas Indonesia
Schofield, Tate, dan Havelock (2003) dalam Kounenou, Aikaterini, dan Georgia
(2011) yang juga menyebutkan bahwa pelatihan tentang keterampilan komunikasi
wajib diberikan kepada perawat dan seharusnya sudah termasuk dalam kurikulum
pada semua tingkat pendidikan yang berkelanjutan.
6.1.2 Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa secara umum tingkat pengetahuan
perawat tentang komunikasi terapeutik termasuk kedalam kategori tinggi.
Abdalrahim, Majali, Stomberg, dan Bergbom (2010) mengungkapkan bahwa
meningkatnya pengetahuan perawat dapat mengubah sikap terhadap suatu
permasalahan tertentu dan hal ini bermanfaat bagi pengembangan kesadaran diri
perawat dalam memberikan pelayanan yang lebih baik. Selain itu, dengan tingkat
pengetahuan yang tinggi perawat juga diharapkan dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kritis, sebagaimana Potter dan Perry (2010) menyebutkan
bahwa kedalaman dan keluasan pengetahuan perawat dapat mempengaruhi
kemampuan dalam berpikir kritis dan meningkatkan kemampuan dalam
menangani masalah keperawatan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu
kiranya pengetahuan dapat menjadi suatu hal yang penting bagi perawat dalam
kapasitasnya sebagai pemberi asuhan kepada klien. Dengan pengetahuan yang
baik diharapkan sikap dan performa yang ditampilkan perawat dapat menjadi
lebih berkualitas dan memberikan kepuasan tersendiri bagi klien dan keluarga.
Dari beberapa sumber referensi yang telah dipelajari, peneliti akhirnya meyakini
bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam praktek keperawatan memiliki
kedudukan yang lebih penting daripada sekedar mengetahui atau tidak tentang
teori komunikasi terapeutik itu sendiri. Apalah gunanya penguasaan terhadap
suatu teori tanpa adanya sikap dan kesadaran individu untuk mengaplikasikan
teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa tingginya tingkat pengetahuan perawat ternyata tidak
mempengaruhi persepsi perawat terhadap komunikasi terapeutik dan hal ini
berdampak pada kurangnya pelaksanaan praktek komunikasi terapeutik (Hasan,
2002). Oleh karena itu kiranya aplikasi dari teori yang telah dikuasai memiliki
kedudukan yang lebih penting, karena melalui aplikasi teori kiranya pelaksanaan
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
41
Universitas Indonesia
asuhan yang berkualitas dapat dikembangkan. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan
pendapat umum yang menyatakan bahwa perawat yang komunikatif akan lebih
disukai daripada perawat yang terampil namun mengabaikan aspek komunikasi.
Paxton., et al (1996) dalam Jasmine (2009) menyebutkan bahwa pelaksanaan
komunikasi terapeutik sesungguhnya akan berdampak pada peningkatan kepuasan
klien terhadap pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Meskipun penelitian
Jasmine dilakukan diluar negeri, namun kondisi ini tentu saja dapat berlaku juga
di negara kita, karena pada dasarnya setiap individu selalu berharap untuk
mendapatkan perlakuan yang hangat dan ramah terutama ketika berada dalam
keadaan lemah akibat kondisi sakit.
6.2 Keterbatasan Penelitian
Selama proses penelitian berlangsung peneliti sempat menemukan beberapa
hambatan yang kiranya mempengaruhi proses penelitian ini. Namun, dengan
segala kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki peneliti tetap berusaha untuk
menghadapi hambatan-hambatan tersebut sehingga pada akhirnya hambatan-
hambatan ini dapat dilalui dengan baik dan proses penelitian dapat tetap berjalan
dengan lancar. Beberapa hambatan yang peneliti maksudkan adalah sebagai
berikut:
Jumlah sampel yang relatif banyak mempengaruhi jumlah waktu, biaya,
dan tenaga yang dibutuhkan dalam proses penelitian ini.
Responden penelitian merupakan perawat yang memiliki tanggung jawab
dan mobilitas tinggi sehingga waktu luang yang dimiliki untuk mengisi
kuesioner menjadi sangat sempit, akibatnya waktu pengumpulan data
menjadi lebih lama dari perkiraan waktu yang telah direncanakan.
Sehubungan saat ini peneliti juga memiliki tanggung jawab dan menjalani
banyak peran, sebagai mahasiswa, ibu rumah tangga, dan sebagai pegawai
yang tetap berkewajiban menjalani tugas kedinasan di rumah sakit, hal ini
memberikan stressor tersendiri yang membutuhkan perhatian khusus dan
manajemen waktu yang baik agar proses penelitian ini dapat berjalan
dengan lancar disela-sela waktu bekerja, kuliah, dan melakukan tugas-
tugas rumah tangga.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
42
Universitas Indonesia
Namun kiranya dari semua hambatan yang dihadapi selama proses penelitian ini,
pada akhirnya penelitian dapat dilakukan dengan sukses dan lancar atas bantuan
dan dukungan dari orang-orang disekitar peneliti yang tidak dapat disebutkan satu
per satu.
6.3 Implikasi Bagi Keperawatan
Beberapa implikasi yang dapat diambil dari penelitian ini bagi keperawatan
diantaranya adalah sebagai berikut:
6.3.1 Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya
khususnya untuk penelitian dengan topik sejenis yaitu komunikasi terapeutik
dalam keperawatan.
6.3.2 Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan untuk pengembangan
pelayanan keperawatan dimasa yang akan datang agar mutu pelayanan
keperawatan dapat ditingkatkan dan kepuasan pada klien dapat dioptimalkan.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
43 Universitas Indonesia
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini peneliti akan menguraikan beberapa kesimpulan terkait hasil
penelitian dan pembahasan yang mencakup hal-hal penting dan menarik dari
uraian-uraian sebelumnya. Peneliti juga akan menyampaikan beberapa saran yang
kiranya dapat bermanfaat bagi kemajuan dan pengembangan dunia keperawatan
dimasa yang akan datang.
7.1 Simpulan
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa karakteristik yang tergambar pada
perawat di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor adalah
didominasi oleh perawat perempuan, usia rata-rata 31 tahun, tingkat pendidikan
terbanyak adalah D-III keperawatan, masa kerja terbanyak berada pada rentang 1-
5 tahun, dan sebagian besar responden belum pernah mengikuti pelatihan
komunikasi terapeutik. Untuk variabel tingkat pengetahuan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik secara
umum termasuk kedalam kategori tinggi.
Dengan karakteristik perawat yang digambarkan pada hasil penelitian ini kiranya
perawat di Unit Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dapat
didorong dalam pengembangan diri secara lebih baik sehingga pelayanan
keperawatan terhadap masyarakat pada akhirnya dapat terus ditingkatkan.
Pengembangan SDM dengan mempertimbangkan karakteristik perawat yang
produktif, berpendidikan tinggi, resiko mengalami kejenuhan relatif rendah, dan
memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi kiranya dapat memberikan kemudahan
tersendiri dalam proses pengembangan program-program pelayanan yang relevan
dengan kemampuan yang dimiliki oleh perawat.
Memiliki karakteristik yang baik dan tingkat pengetahuan yang tinggi saja tidak
menjamin bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik akan berjalan sesuai dengan
harapan. Padahal pada kenyataannya pelaksanaan komunikasi terapeutik sendiri
kerap kali dijadikan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penilaian klien
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
44
Universitas Indonesia
terhadap mutu pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, dimasa yang akan datang
kiranya diperlukan kajian lebih lanjut dan mendalam tentang komunikasi
terapeutik dilingkungan yang sama agar pihak-pihak yang terkait dapat
mengambil langkah yang tepat dalam menanggapi tuntunan masyarakat yang
semakin tinggi terhadap mutu pelayanan keperawatan.
Beberapa hal penting yang berhasil dipelajari oleh peneliti dari proses penelitian
ini adalah pentingnya pendidikan berkelanjutan dalam bentuk pendidikan formal,
seminar, dan pelatihan keperawatan untuk menunjang kemampuan perawat dalam
mengembangkan diri secara berkesinambungan. Selain bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan perawat, hal tersebut juga diperlukan untuk
menunjang kepercayaan diri perawat dan memberikan kesempatan untuk
mengembangnkan diri secara maksimal, sehingga pada akhirnya kepuasan klien
terhadap mutu pelayanan keperawatan dapat ditingkatkan.
7.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat oleh peneliti, berikut ini akan
disampaikan beberapa saran yang kiranya dapat memberikan stimulus yang positif
dan membangun bagi kemajuan dunia keperawatan dimasa yang akan datang.
7.2.1 Bidang Perawatan
Bidang perawatan selaku unit yang menjadi atasan langsung dari perawat di RS.
Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
perawat kiranya perlu melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
Pemberian kesempatan yang adil dan merata bagi setiap perawat untuk
mengembangkan diri melalui kesempatan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi, kesempatan dalam mengikuti pelatihan dan
seminar ilmiah tentang komunikasi terapeutik atau dengan melakukan
supervisi berkala terkait pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam
pelayanan keperawatan.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
45
Universitas Indonesia
7.2.2 Manajemen Rumah Sakit
Untuk mendukung program pelayanan yang optimal, pihak manajemen RS. Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor dapat mendorong kemajuan dan pengembangan mutu
pelayanan keperawatan melalui
Penerapan sistem reinforcement yang sesuai terkait pelayanan
keperawatan yang berkualitas.
Menyediakan fasilitas belajar yang memadai bagi setiap karyawan seperti
mendirikan perpustakaan mini.
Serta memberikan kesempatan yang adil dan merata bagi setiap perawat
dalam mengikuti pendidikan berkelanjutan, seminar, pelatihan, dan lain
lain sehingga motivasi kerja perawat dapat ditingkatkan dan kualitas
pelayanan keperawatan dapat dioptimalkan.
7.2.3 Bagi Perawat
Kiranya diperlukan niat dan motivasi yang tinggi untuk mengembangkan diri
sesuai dengan minat dan harapannya. Disarankan agar perawat meningkatkan
kebiasaan menbaca literatur dan buku-buku ilmiah serta melakukan diskusi antara
sesame perawat ataupun dengan melibatkan timkesehatan lain agar pengetahuan
perawat dapat terus meningkat dan setiap tindakan yang dilakukan dapat
menghasilkan output yang lebih baik. Hal ini diharapkan dapat memberi dampak
yang positif terhadap peningkatan citra perawat khususnya dimata klien sebagai
penerima asuhan keperawatan.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
46
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Abdalrahim, M.S., Majali, S.A., Stomberg, M.W., Bergbom, I. (2011). The effect
of postoperative pain management program on improving nurses
knowledge and attitudes toward pain. Nurse Education in Practice 11.
Page 250-255.
Bhakti, W.K. (2002). Hubungan karakteristik perawat dan metode penugasan
asuhan keperawatan dengan pelaksanaan fase-fase hubungan terapeutik
perawat dan klien di RSU Samsudin Sukabumi. Tesis. Jakarta : FIK-UI.
Burn, N & Grove, S.K. (2001). The practice of nursing research: Conduct,
critique, & utilization. (2nd edition) Philadelpia: WB. Saunders Company.
Dedah, T. (2001). Hubungan karakteristik dan tingkat pengetahuan perawat
tentang komunikasi terapeutik dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik
dalam asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Karawang. Tesis.
Depok. FIK-UI.
Doloksaribu., Budi. (2008). Hubungan penerapan komunikasi terapeutik dengan
tingkat kepuasan klien dalam menerima pelayanan keperawatan di RS
Internasional Bintaro Tangerang. Laporan Penelitian. Depok : FIK-UI.
Edyana, A. (2008). Faktor yang berhubungan dengan kemampuan perawat
pelaksana dalam menerapkan teknik komunikasi terapeutik di RSJ
Bandung dan Cimahi. Tesis. Depok : FIK-UI.
Florida., Panjaitan. (2009). Gambaran tingkat kepuasan klien dan keluarga
terhadap kemampuan perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik
di Unit Stroke RS. PGI Cikini Jakarta. Laporan Penelitian. Depok : FIK-
UI.
Fulbrook, P., Albarran, J.W., Baktoft, B., Sidebottom, B. (2011). A survey of
European intensive care nurses’ knowledge levels. International Journal
of Nursing Studies 49. Page 191–200.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
47
Universitas Indonesia
Hasan, H. (2002). Faktor- faktor yang berhubungan dengan persepsi perawat
terhadap komunikasi terapeutik di RSUD Solok Sumatra Barat. Tesis.
Depok: FIK- UI.
Ifada (2008). Analisis kepuasan pelayanan urusan kepegawaian RS. Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2008. Tesis. Depok: FKM-UI.
Jasmine, T.J.X. (2009). The use of effective therapeutic communication skills in
nursing practice. Volume 36. Singapore Nursing Journal. Page 35-38.
Jones, L. (2009, September 23). The healing relationship: Understanding the
different methods of therapeutic communication is vital for nurses, writes
Lynn Jones. Nursing Standar. Volume 24. RCN Publishing Company.
Juriah. (2008). Perbandingan penerapan strategi komunikasi terapeutik pada
pasien dengan gangguan jiwa di Ruang MPKP dan bukan MPKP RS. Dr.
H. Marzoeki Mahdi Bogor. Laporan Penelitian. Depok: FIK-UI.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder, S.J. (2004 ). Fundamental of nursing:
Concept, process, and practice. (alih bahasa : Esty Wahyuningsih, Devy
Yulianti, Yuyun Yuningsih, dan Ana Lusiana). Edisi 7. New Jersey:
Prentice hall health.
Kounenou, K., Aikaterini, K., & Georgia, K. (2011). Nurses’ communication
skills: Exploring their relationship with demographic variables and job
satisfaction in a Greek sample. Procedia - Social and Behavioral Sciences.
Page 2230-2234.
Manurung. (2003). Hubungan karakteristik individu perawat dan organisasi
dengan penerapan komunikasi terapeutik di Ruang Rawat Inap Perjan RS
Persahabatan Jakarta. Tesis. Depok: FIK-UI.
Mawaddah, N., Hardiansyah. (2008). Pengetahuan, sikap, dan praktek gizi serta
tingkat konsumsi ibu hamil di Kelurahan Kramat Jati dan Kelurahan
Ragunan Provinsi DKI Jakarta. Jurnal Gizi dan Pangan, Maret 2008 3(1):
hal 30 – 42.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
48
Universitas Indonesia
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan perilaku. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan: pedoman skripsi, tesis dan instrument penelitian
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, P.A., Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep,
proses, dan praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Potter, P.A., Perry, A.G. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.
Pollit, D.F., Beck, C.T. (2004). Nursing research: Principles ang methodes.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Sastroasmoro.S., Ismael,S. (2011). Dasar- dasar metodologi penelitian klinis.
Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto.
Stuart., Laraia. (2005). Principles and practice of psyciatric nursing. 8th edition.
St. Louis: Mosby,Inc.
Sutanto. (2007). Analisis data kesehatan. Depok: FKM-UI.
Videbeck , S.L. ( 2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
Universitas Indonesia
Lampiran 1
PENJELASAN TENTANG PENELITIAN
Nama saya Fairus Ali Abdad (mahasiswi program sarjana ekstensi tahun ajaran
2010 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia) dengan NPM
1006823261, bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Tingkat
Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Di Unit Rawat Inap Umum
RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di unit
rawat inap umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Manfaat dari penelitian ini
diharapan dapat memberi masukan yang positif bagi program pelayanan
keperawatan ditatanan rumah sakit khususnya melalui pelaksanaan komunikasi
terapeutik dari perawat terhadap klien.
Responden penelitian ini adalah perawat yang bertugas di unit rawat inap umum
RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Peneliti menjamin sepenuhnya bahwa
penelitian ini tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi siapapun. Peneliti
akan berusaha menjunjung tinggi hak-hak responden dan bersedia menghentikan
proses penelitian jika diketahui bahwa penelitian ini dapat menimbulkan resiko
negatif bagi pihak-pihak yang terkait.
Bagi calon responden yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini
dipersilahkan untuk menandatangani informed consent dan mengisi kuesioner
yang berisi 25 pernyataan tentang komunikasi terapeutik. Setelah kuesioner
selesai diisi, selanjutnya kuesioner tersebut dikumpukan kembali untuk diproses
dan dianalisa lebih lanjut. Melalui penjelasan ini diharapkan
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari bersedia untuk berpartisipasi dan menjadi responden
pada penelitian ini. Atas segala perhatian dan bantuannya Saya ucapkan banyak
terima kasih.
Peneliti,
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
Universitas Indonesia
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Setelah membaca dan mendapatkan penjelasan singkat tentang penelitian ini saya
mengetahui tujuan serta manfaat dari penelitian ini. Saya percaya bahwa
penelitian ini tidak akan berdampak negatif bagi saya dan pihak manapun. Saya
juga percaya bahwa peneliti akan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai
responden. Oleh karena itu saya menyatakan bersedia menjadi responden dan
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Bogor, ............................2012
Responden,
(.............................................)
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI
TERAPEUTIK DI UNIT RAWAT INAP UMUM
RS.DR.H MARZOEKI MAHDI BOGOR
A. Karakteristik Perawat
Isilah data-data dibawah ini dengan memberi tanda check list (√) pada kotak yang sesuai.
1. Umur saat ini : tahun
2. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Lama bekerja : 1 – 5 tahun > 5 tahun
4. Pendidikan :
D III Keperawatan S-1 Keperawatan Lain lain
5. Pernah mengikuti pelatihan komunikasi terapeutik:
- Sudah Pernah - Belum Pernah
B. PENGETAHUAN
Kuesioner ini terdiri dari 25 pernyataan. Bacalah dengan seksama pernyataan yang ada pada kolom sebelah
kiri. Pilihlah salah satu alternatif jawaban benar atau salah pada kolom
sebelah kanan dengan memberikan tanda check list (√) sesuai dengan pengetahuan anda
No. PernyataanAlternatif Jawaban
Benar Salah 1. Hubungan terapeutik perawat-klien, terdiri dari empat
fase, yaitu: Pra- interaksi, Orientasi, Kerja, dan terminasi.
2. Tugas perawat pada fase pra-interaksi adalah : mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri sendiri; menganalisa kekuatan dan kelemahan diri sendiri; mempelajari data-data klien terlebih dahulu; merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
“Lanjutan”
Universitas Indonesia
No. PernyataanAlternatif Jawaban
Benar Salah 3. Tugas perawat pada fase orientasi adalah :
mengucapkan salam terapeutik; mengevaluasi dan memvalidasi perasaan klien; merumuskan kontrak waktu; menjelaskan tujuan yang hendak dicapai.
4. Tugas perawat pada fase kerja adalah mengeksplorasi stressor pada diri klien; mendorong perkembangan kesadaran diri klien; mendorong klien dalam pemakaian mekanisme koping yang adaptif; mengatasi penolakan klien terhadap perilaku yang adaptif.
5. Tugas perawat pada fase terminasi adalah : menciptakan perpisahan yang realistis; mengevaluasi pencapaian yang telah diperoleh pada fase kerja; menetapkan rencana tindak lanjut bagi klien; membuat kontrak untuk pertemuan yang akan datang.
6. Upaya perawat untuk mengerti pesan verbal yang dikomunikasikan oleh klien adalah: mendengarkan klien dengan penuh perhatian; menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan ucapan klien; mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri; melakukan klarifikasi.
7. Teknik keterampilan mendengarkan dapat dilakukan dengan: pertahankan kontak mata selama berinteraksi dengan klien; hindari melakukan gerakan yang tidak perlu; anggukan kepala pada saat klien membicarakan hal-hal yang penting; posisi tubuh berhadapan dengan klien.
8. Sikap perawat dalam menerima apa yang dikatakan klien dapat ditunjukkan dengan cara : mendengarkan dengan penuh perhatian; tidak memutus pembicaraan klien; memberikan umpan balik yang sesuai; menghindari berdebat dengan klien.
9. Teknik mendengar dapat dilakukan dengan cara: melibatkan postur tubuh yang tepat; ekspresi wajah yag sesuai; pertahankan kontak mata yang baik; menghindari gerakan tubuh yang tidak perlu.
10. “Adakah sesuatu yang ingin anda bicarakan”, Pernyataan ini merujuk pada teknik komunikasi terapeutik jenis: memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan; menganjurkan klien untuk meneruskan pembicaraan; menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
“Lanjutan”
Universitas Indonesia
No. PernyataanAlternatif Jawaban
Benar Salah 11. Tujuan terapeutik akan tercapai bila dalam melakukan
hubungan saling membantu (helping relationship) dengan kliennya perawat memiliki karakteristik berikut ini: kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya; kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri; kemampuan untuk menjadi contoh peran (role model); bersikap altruistik.
12. Sikap untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, adalah : posisi tubuh berhadapan; mempertahankan kontak mata; membungkuk ke arah klien; mmpertahankan sikap terbuka dan rileks.
13. Berikut ini bukan merupakan sikap terapeutik, yaitu: posisi tubuh membelakangi klien; memotong pembicaraan klien; menggurui klien; kedua tangan dimasukkan kedalam saku celana.
14. Sikap perawat yang menyatakan penerimaan adalah : mendengar tanpa memutuskan pembicaraan klien; memberikan umpan balik yang sesuai; menghindari perdebatan dengan klien; menerima klien apa adanya.
15. Keikhlasan akan tampak melalui sikap perawat sebagai berikut: terbuka ; jujur; tulus; berperan serta aktif dalam berinteraksi dengan klien.
16. Sikap menghargai pasien akan tampak pada saat perawat : menerima klien apa adanya; tidak menghakimi; tidak menghina; tidak mengejek atau melecehkan klien.
17. Fungsi komunikasi non – verbal adalah : memperjelas pesan yang disampaikan; sebagai ungkapan emosi yang menyertai penyampaian pesan; menegaskan isi pesan; melengkapi.
18. Jenis komunikasi non–verbal adalah : bahasa tubuh; nada bicara; sentuhan; ekspresi wajah.
19. Beberapa sikap buruk dari bahasa tubuh yang harus dihindari oleh perawat adalah : tubuh bergoyang ke kiri dan ke kanan; berbicara sambil bergerak mondar - mandir; berdiri malas – malasan; memasukan tangan kedalam saku.
20. Manfaat mengenali diri sendiri bagi perawat adalah : menerima diri sendiri; berfikir positif ; percaya diri; membantu menjalin hubungan interpersonal secara optimal.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
“Lanjutan”
Universitas Indonesia
No. PernyataanAlternatif Jawaban
Benar Salah 21. Tujuan dari analisa pengenalan diri perawat dalam
hubungan terapeutik adalah: untuk mengenali kelemahan dan kekuatan diri sendiri; memahami perasaan dan reaksi dari perilaku yang ditampilkan; memahami reaksi orang lain (klien); mengetahui penyebab perasaan dan reaksi diri sendiri selama melakukan hubungan terapeutik.
22. Berikut ini adalah merupakan beberapa teknik komunikasi terapeutik, yaitu: mengajukan pertanyaan terbuka; melakukan refleksi; klarifikasi; memfokuskan pembicaraan klien.
23. Berikut ini merupakan kemampuan perawat untuk masuk ke dalam kehidupan klien agar dia dapat merasakan pikiran dan perasaan kliennya adalah dengan sikap: jujur ; empati ; menghargai; ikhlas.
24. Langkah yang dapat dilakukan perawat pada klien yang membutuhkan bantuan terapeutik adalah dengan cara: tersenyum tulus kepada klien ; menyapa klien dengan hangat; membina hubungan saling percaya ; memberikan penjelasan sesuai kebutuhan klien.
25. Bahasa verbal yang efektif dalam komunikasi adalah : diucapkan secara langsung ; jelas; rileks; disertai bahasa non-verbal yang sesuai.
*sekian dan terima kasih*
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.
Tingkat pengetrahuan..., Fairus Ali Abdad, FIK UI, 2012.