Upload
dinia19
View
116
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tho
Citation preview
THORACIC OUTLET SYNDROME : DIAGNOSIS DAN
PENATALAKSANAAN
SCOOT H. JAEGER, RICHARD READ, STANTON N. SMULLENS, dan PAULA
BREME
“Thoracic outlet syndrome” adalah istilah untuk kompresi neuropati dan vaskulopati plexus
brachialis dan pembuluh daran subclavia. Sindrom ini memiliki banyak nama, mencerminkan
penyebab dan gambaran yang beragam : scalenus anticus syndrome, scalenus medius band
syndrome, scalenus minimus syndrome, costoclavicular compression syndrome, hyperabduction
syndrome, acroparesthesia, cervical rib syndrome, dan Paget-Schroeder syndrome.
Kelainan vaskular dari sindrome ini diketahui, tetapi jarang didapatkan. Kelainan neurologi dari
sindroma ini lebih sering didapatkan, tapi tidak terlalu bermakna. Tujuan dari bagian ini adalah
untuk mengenalkan kepada mereka yang menderita kelainan pada ekstremitas atas dengan
komplikasi ini yang pada saat itu merupakan penyakit yang membingungkan.
Kunci dari diagnosis sindroma ini adalah kesadaran dari kekambuhan dan kemampuan untuk
mendukung kesan klinis dengan pemeriksaan secara objektif. Gambaran dari sindroma ini cukup
aneh, tetapi seharusnya di pertimbangkan pada setiap kasus nyeri dan parese ekstremitas atas.
LATAR BELAKANG SEJARAH
Pemahaman mengenai patofisiologi dari thoracic outlet syndrome telah dilakukan sepanjang
evolusi sejarah. Kasus pertama yang dikenal dan di lakukan tatalaksana, berhubungan dengan
congenital cervical ribs. Pengenalan cervical ribs terjadi pada awal mula pengobatan;
dideskripsikan oleh Galen dan Vesalius. Pada tahun 1740, Hunauld mendeskripsikan kelainan
pada observasinya. Pada tahun 1818, A. Cooper sukses mengobati gejala cervical ribs. Willshire
pada tahun 1860, dan Gruber, di tahun 1869, termasuk dari orang pertama yang melaporkan
kondisi dan diagnosisnya. Pada tahun 1861, Coote, melakukan operasi pertama untuk
menyingkirkan cervical ribs dan menghilangkan gejala yang dirasakan pasien. Pada tahun 1895,
delapan operasi dilakukan untuk kondisi ini. Pada tahun 1907, W.W. Kean mengulas tentang
masalah ini secara ekstensif, dan menggambarkan 42 kasus dimana pasien telah dioperasi pada
tahun tersebut. Pada tahun 1916, Halsted mengulas 716 pasien dengan cervical ribs . tiga puluh
lima persen memiliki gejalan vaskular. Ketertarikannya dalam mengobservasi terlihat pada
pasien poststenotic dilatation , yang kemudian mengarahkannya pada penelitian selanjutnya pada
subjek ini.
Hal ini menjadi jelas, bagaimanpun, bagi banyak observer kasus tersebut menstimulasi gejala
dari cervical ribs yang terdapat pada pasien yang tidak memiliki kelainan seperti ini. Pada tahun
1903, Bramwall telah mengenal hubungan antara tekanan pada costa pertama dan serabut
persarafan dorsal pertama. Pada tahun 1910, Thomas Murphy dari Australia adalah orang
pertama yang memotong costa pertama sehingga gejala pasien yang menghilang. Literatur
patologi Inggris merekam kasus pasien dengan gejala cervical ribs yang dihilangkan dengan
mengangkat costa pertama yang normal ataupun yang abnormal. Salah satunya kasus oleh
Morley pada tahun 1913 dan Stopford dan Telford di tahun 1919. Pada tahun 1927, Brickner di
United States melaporkan kasusnya sendiri dan mendukung temuan mereka, bahwa gejala dapat
dihilangkan dengan menghilangkan costa pertama.
Di tahun yang sama, pada tahun 1927, penelitian yang dilakukan oleh Adson dan Coffey,
merubah pemikiran mengenai patofisiologi kondisi ini. Hal ini merupakan kepercayaan mereka
bahwa gejala yang muncul merupakan akibat dari otot scalenus anticus dalam hubungannya
terhadap cervical ribs, dibandingkan cervical ribs itu sendiri. Mereka mendasari ulasan ini
berdasarkan penemuan operatif dan hasil klinis beserta observasi bahwa kebanyakan kasus
cervical ribs tanpa gejala. Tes Adson yang telah banyak diketahui juga diperkenalkan pada saat
ini. Dukungan terhadap otot scelenus anticus sebagai faktor etiologi juga ditekankan oleh
Ochsnerm Gagem dan DeBakey pada tahun 1935, yang mempersambahkan konsep ini kepada
Naffziger. Artikel lebih jauh di publikasikan oleh Craig dan Knepper pada tahun 1937 dan
Neffziger dan Grant pada tahun 1938, dan “scalenus anticus syndrome”, atau “Naffziger
syndrome”, menjadi tertanam kuat di literatur medis dan di pemikiran medis.
Walaupun otot scalenus anticus sebagai faktor etiologi utama diterima dengan cepat, orang lain
masih mencari penjelasan lain mengenai gejala berdasarkan mekanisme lain. Lewis dan
Pickering di tahun 1934 dan Eden di tahun 1939, menyatakan bahwa kompresi berkas
neurovaskular diantara clavikula anterior dan servikal dan costa pertama posterior merupakan
penyebab timbulnya gejala. Konsep mengenai kompresi dikarakteristikan oleh Falconer dan
Weddell pada tahun 1943 sebagai “costoclavicular compression syndrome”. Kelainan pada costa
pertama juga dijelaskan pada bagian ini.
Konsep lain diperkenalkan sebagai faktor etiologi dari kasus oleh Wright pada tahun 1945, saat
dijelaskannya sebagai gejala yang disebabkan oleh hiperabduksi tangan. Ia meyakini bahwa
terdapat dua area kompresi. Satu berada di posterior otot pectoralis minor dan melekat di
prosessus coracois, dan yang kedua diantara clavicula dan costa pertama. Bagaimanapun,
scalenus anticus tetap menjadi faktor etiologi yang paling terkenal, dan scalenotomy merupakan
operasi yang paling sering dilakukan pada masa itu.
Lord, pada tahun 1953, memberikan dukungan terhadap konsep kompresi sebagai penyebab
hiperabduksi, costoclavicular, cervical ribs, dan scalenus anticus syndrome dengan menyarankan
bahwa pengangkatan klavicula akan menghilangkan gejala yang dirasakan pasien. Scalenotomy
pada saat ini merupakan penatalaksanaan yang dipilih. Bagaimanapun, Raaf dan lainnya
menyatakan bahwa kurang dari 50% dari pasien mereka yang mengalami peningkatan dengan
prosedur ini.
Pada tahun 1956, Peet dan kumpulannya memberikan kontribusi penting untuk memahami dan
melakukan tatalaksana dari kelainan ini dengan menekankan pada seluruh pasien dengan
kompresi neurovaskular di area ini, walaupun hal ini disebabkan oleh penyebab lain, membagi
karakteristik peregangan dan kompresi sebagai etiologinya. Mereka mengusulkan seluruh pasien
dalam kategori ini di masukkan dalam satu kelompok dibawah nama “thoracic outlet syndrome”.
Pada saat yang bersamaan mereka menekankan pentingnya pendekatan non-operative untuk
menghilangkan gejala pada kebanyakan pasien. Mereka menekankan pendapat mengenai
“sagging shoulder” tipe kebiasaan yang terlihat pada kebanyakan wanita usia pertengahan yang
datang dengan keluhan ini dan dipercaya hal tersebut merupakan faktor etiologi penting dalam
kondisi ini. Pada tahun 1958, Rob dan Standaven memperkuat istilah “thoracic outlet syndrome”
dan memperlihatkan pengalaman mereka.
Kekecewaan terhadap scalenotomy dan kebutuhan operasi pada beberapa pasien yang gejalanya
tidak menghilang dengan tindakan non-operatif, memunculkan kembali ketertarikan dalam
pengangkatan costa pertama. Pada tahun 1962, Falconer dan Li mendukung pendapat reseksi
costa pertama untuk mengurangi kompresi costoclavicular pada plexus brachialis. Bagaimanapun
juga, pada saat itu merupakan istilah utama yang digunakan sebelum the American Association
of Thoracic Surgery oleh O. Theron Clagett pada tahun 1962 yang tetap fokus pada costa
pertama sebagai yang paling sering disebutkan dalam patofisiologi dari berbagai bentuk thoracic
outlet syndrome. Ia menekankan konsep penamaan dan mengusulkan bahwa reseksi rusuk
pertama adalah pendekatan yang paling tepat bagi pasien ini. Ia menganjurkan pendekatan
thoracotomy posterior, seperti insisi thoracotoplasty yang digunakan di masa lalu.
Pada tahun 1966, Roos memperkenalkan pendekatan transaxillary untuk reseksi rusuk pertama.
Menggunakan tekhnik ini, ia menemukan peningkatan 93% pada pasien yang dioperasi dengan
menggunakan pendekatan ini. Yang lainnya, termasuk Urchel dan Rainer, melaporkan hasil
serupa yang luar biasa menggunakan pendekatan transaxillary.
Tekhnik lain untuk menghilangkan rusuk pertama juga dianjurkan. Pendekatan teratas adalah
tekhnik yang digunakan oleh Dr. Murphy pada tahun 1910, yang telah didukung oleh Thomas
Tyson, dan lainnya. Artikel oleh Nelso dkk, melaporkan hasil yang baik ketika insisi
infraklavicula anterior digunakan.
Pekerjaan penting yang lebih jauh di laporkan oleh Roos pada tahun 1976, ketika ia
mendeskripsikan tingginya kejadian kelainan kongenital yang berhubungan ditemukan pada
pasien dengn thoracic outet syndrome. Pada tahun 1920, Law memperhatikan adanya fakta
bahwa pasien dengan gejala yang menunjukkan keterlibatan cervical rib, tetapi tidak satupun
memiliki ligamentum adventisia yang seharusnya dibagi sebagai tambahan otot scalenus anticus.
Roos melaporkan tujuh tipe langka dari congenital fibrosis atau muscular band yang ia temukan
pada pasien dengan penyakit ini. Hal ini merupakan keyakinanya bahwa kelainan ini merupakan
faktor mayor, sejak 98% dari pasiennya yang menjalani operasi memiliki anomalous band
dimana hanya 67% dari cadaver yang didiseksi menunjukkan keabnormalitasan. Hal itu
merupakan keyakinannya bahwa keabnormalitasan ini menjelaskan adanya gejala pasa pasien
yang tidak memiliki cervical ribs.
Pada tahun 1982, Roos berkontribusi lebih lanjut bagi patofisiologi sindroma tersebut dengan
mengusulkan terdapat kelompok pasien yang gejala mayornya lebih banyak terdapat di plexus
brachialis atas dibandingkan di bawah.
Penjelasan yang ada saat ini berdasarkan sejarah ini. Sampai batas tertentu kebanyakan penyebab
membingungkan klinisi, dan diagnosis telah seringkali diabaikan. Keadaan ini telah merugikan
sejumlah besar pasien yang memiliki masalah ini.
ANATOMI FUNGSIONAL
Dalam pertimbangan terhadap anatomi regional fungsional plexsus brachial, serabut saraf C8 dan
T1 membentuk batang tubuh bagian bawah bawah dari plexus brachialis. Komponen C8 dari
batang tubuh bawah berkontribusi terhadap korda posterior, dimana akhirnya menjadi nervus
radial perifer. Sisa batang tubuh bawah menjadi nervus median (Gambar 33-1).
Mempertimbangkan pola distribusinya, hal ini tidak biasa tapi juga tidak mungkin memiliki
gambaran simptimatik di distribusi medius, ulnar, atau radial, keduanya tertutup atau kombinasi.
Pada komponen neurologi dari thoracic outlet syndrome, distribusi ini menjadi penyebab iritasi
atau kompresi pada multiple area sepanjang jarasnya.
Bagian batang tubuh bawah plexus mungkin saja terpengaruh (1) jika melalui foramen
intervertebral lalu serabut saraf melalui belakang fascia Sibson’s, (2) jika bergesekan
menyeberang permukaan tulang costa pertama atau cervical rib atau pemanjangan prosessus
spinosus C7 atau (3) jika terkompresi diantara kalvikula dan costa pertama dengan manuver
seperti retraksi shoulder-girdle atau keduanya horizontal atau vertikal hiperabduksi.
Korda medial dari plexus mungkin saja terpengaruh (1) apabila bergesekan menyeberangi batas
posterior otot scalenus anterior, (2) jika terkompresi diantara celah intermuskular otot scalenus
medius dan minimus atau diantara otot scalenus anterior dan medius, (3) jika terkompresi oleh
karena aneurisma dari arteri subclavia, (4) jika terkompresi akibat space-occupying lession
seperti hipertropi otot subclavia, atau (5) jika terkompresi oleh tumor Pancoast paru, atau
sekunder atau irregular atau penekanan bentuk S dari klavikula, atau exostosis abnormal
kalivikula akibat fraktur sebelumnya.
Komponen perifer dari plexus distal bisa berpengaruh (1) dalam posisi ekstreme tangan, apabila
diregangkan dibawah insersi pectoralis minor hinggan prosessus coracoid, atau (2) dalam
vertikal atau horizontal hiperabduksi sabuk bahu dan tangan atau retraksi sabuk bahu, keduanya
mereka tertekan berlawanan atau teregang diatas kepala humerus.
Salah satunya harus mempertimbangkan turunnya nervus thoracic panjang, membentang dari
posterior ke batang tubuh bawah karena keduanya menyeberang pada bagian atas proximal dari
costa pertama. Tekanan pada poin ini dapat dihasilkan, dengan tambahan adanya gejala nervus
ulna atau medius, yaitu kelemahan atau parese dari serratus anterior. Kelemahan atau parese ini
terlihat sebagai temuan tambahan.
GAMBARAN KLINIS
Sangat penting bagi klinisi untuk memahami berbagai manifestasi klinis dari thoracic outlet
synrome sebagai sesuatu yang ditemukan proximal dengan gejala menyebar ke distal lengan
bawah dan tangan. Kegagalan untuk mempertimbangkan hal ini dalam differential assesment
dapat menyebabkan kesalahan diagnostik. Kadang-kadang dilakukan pembedahan distal yang
tidak dibutuhkan, dan label malingere atau neurotic diberikan pada pasien jika gejala gagal
dihilangkan setelah pembedahan atau dengan terapi sederhana yang sesuai.
ETIOLOGI
Thoracic outlet syndrome terjadi akibat kompresi plexus brachial atau pembuluh darah subclavia.
Berbagai macam mekanisme dapat menyebabkan kompresi ini. Mekanismenya dapat dibagi
dalam 2 katagori : primer dan sekunder.
Thoracic outlet syndrome primer
Bentuk primer dari sindroma ini disebabkan oleh abnormalitas anatomi dari thoracic outlet.
Kelainan ini dapat melibatkan tulang atau jaringan fibrosa, atau keduanya. Thoracic outlet pada
bagian bawah dibatasi oleh costa pertama, dan pada bagian belakang dibatasi oleh ligamen
costoclavicular dan otot scalenus, dan pada bagian atas ibatasi oleh clavicula. Mekanisme tulang
yang terjai paling sering melibatkan cervical ribs serta fraktur malunion clavicula. Kongenital
atau didapat fibrous band dari otot scalenus anterior dan medius adalah mekanisme kompresi
jaringan fibrosa yang paling sering. Sebagai tambahannya, tumor dapat muncul pada area ini,
seperti yang muncul dari apex paru dapat meyebabkan kompresi.
Thoracic outlet syndrome sekunder
Dengan adanya kelainan anatomi,otot yang mengelilingi thoracic outlet cukup lentur dan tidak
mengkompresi struktur neurovaskular yang melalui apertura. Bagaimanapun, nyeri kronis
sekunder terjai akibat trauma pada tangan, bahu, atau cervical dapat merubah posisi bahu.
Perubahan postur dapat terjadi akibat kompresi akut berkasneurovaskular pada thoracic outlet
secara terus menerus. Jika perubahan postur menetap, saraf yang teriritasi dapat menyebabkan
stimulasi saraf yang tidak tepat dan terus-menerus, spasme otot yang terus-menerus, dan
perkembangan cora fibrous, yang menciptakan siklus buruk yang kronik, intermitten, dan
kompresi berkelanjutan dari berkas vaskular. Terkadang, kompresi diperburuk oleh aktivitas
tangan yang tidak sesuai dan dapat diperingan dengan modifikasi kebiasaan. Jika kompresi
diperburuk oleh karena stimulus nyeri bagian distal, seperti nyeri neuroma, kelainan pada bagian
distal harus diobati. Sebagai tambahannya, thoracic outlet syndrome sekunder seringkali
bersamaan dengan reflex simpathetic distrophy atau shoulder-hand syndrome.
GEJALA
Gejala berhubungan dengan kompresi dari plexus brachialis atau pembuluh darah subclavia pada
thoracic outlet syndrome.
Gejala neurologis. Tanda neurologis pada sindroma ini lebih sering ditemui daripada tanda
vaskular. Gejala yang palis sering didapatkan aalah nyeri dan paresis. Biasanya distribusinya
terdapat pada serabut saraf C8 dan T1 atau pada korda medius, karena saraf tersebut yang paling
beresiko secara anatomis; bagaimanapun, distribusnya termasuk area pada ektremitas atas. Nyeri
dan paresis mungkin saja bersamaan dengan kelemahan otot dan mudah lelah.
Sangat penting untuk waspada apabila kompresi terjadi pada lever plexus brachialis, karena
distribusi dari gejalanya mungkin saja lebih berat.
Gejala vaskular. Tanda vaskular dari sindroma ini tidak jelas, tapi mungkin saja bersamaan
dengan tanda neurologis. Gejala vaskular yang paling sering didapatkan, berhubungan dengan
insufisiensi arteri dan congesti vena dan ditunjukkan dengan claudikasi, tidak tahan dingin, dan
bengkak. Terkadang, aspek vaskular dari sindrom ini terlihat pada phenomena Raynaud. Pada
kasus vaskular kompresi yang berat, dapat menghasilkan poststenotic aneurisma, dan hal tersebut
mengarahkan pada gejala yang berhubungan dengan trombosis dan embolisme yang terlihat pada
iskemia ataupun nekrosis pada ujung jari.