THETA_JURNAL_111050206_05be047ac18c2ba53f6551ea7d9fb28f

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/10/2019 THETA_JURNAL_111050206_05be047ac18c2ba53f6551ea7d9fb28f

    1/9

    ANALISIS PERFORMANSI ADAPTIVE CODING AND MODULATION (ACM) PADA

    DIGITAL VIDEO BROADCASTING OVER SATELLITE- SECOND GENERATION

    (DVB-S2)

    Mita Ariani1, A. Aly Muayyadi.,Ir.,MSc, Phd2, Budi Prasetya,ST.,MT.3

    Fakultas Elektro dan Komunikasi Institut Teknologi TelkomJln. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung 40257

    [email protected]

    Abstrak

    Sistem komunikasi sangat bergantung pada efisiensi bandwith dan efisiensi daya. Efisiensibandwithdapat digambarkan dengan ukuran kemampuan skema modulasi dalam mengakomodasi datadengan bandwith yang terbatas. Sedangkan, efisiensi daya dapat digambarkan dengan ukuran

    kemampuan sistem untuk mengirimkan informasi pada level daya yang rendah.Keperluan bandwithdengan throughputyang tinggi dapat diperoleh melalui desain pemilihan

    mode transmisi yang fleksibel dan adaptif. Pemilihan mode transmisi seperti ini akan meningkatkanefisiensi daya danspectrum resourceyang tersedia.Adaptive coding and modulation(ACM) kemudiandikenalkan pada standar DVB-S2 (second-generation) untuk profil layanan jaringan satelit broadband,menggantikan DVB-S konvensional denganconstant coding and modulation(CCM).

    Dalam Tugas Akhir ini, pengujian sistem dianalisa berdasarkan pengaruh dari aspek

    penggunaan spektrum frekuensi (C-band dan Ku-band), serta kondisi kanal (clear skydan heavy rain).Pengujian ini akan menimbulkan variasi redaman propagasi, sehingga akan meyebabkan variasi level

    daya pada sisi terima.Dari simulasi yang dilakukan diperoleh hasil analisa bahwa, pada setiap jenis modulasi yang

    digunakan (QPSK, 8PSK, 16APSK, 32APSK), FEC coderate memberikan performansi terbaikdengan parameter BER terkecil. Selain itu, untuk analisa kebutuhan daya pancar pada target BERtertentu, modulasi orde rendah akan membutuhkan daya pancar yang lebih kecil bila dibandingkandengan modulasi orde tinggi.

    Modulasi orde tinggi memiliki kelebihan dari sisi bandwith, jenis modulasi ini akanmembutuhkan bandwithyang lebih kecil bila dibandingkan dengan modulasi ber-orde kecil. Sehingga

    trade off antara efisiensi daya dan bandwith, kemudian dapat diperoleh melalui penerapan formatAdaptive Coding and Modulation. Pada kondisi propagasi clear sky, format ACM akan cenderungmemilih modulasi dengan orde tinggi untuk standar availability tertentu. Hal ini akan meningkatkan

    Eb/No dan memberikan konsumsi bandwithyang lebih kecil. Sedangkan pada saat kondisi propagasiburuk, ACM akan memilih modulasi dengan orde kecil untuk mempertahankan kualitas informasitetapi bandwithyang dibutuhkan akan lebih besar.

    Kata Kunci : ACM, DVB-S2, LDPC, BCH Code

    Abstract

    Communication system depends on bandwidth and power efficiency. Bandwidth efficiencycan be described by ability of modulation scheme to accomodate data with finite bandwidth . Whereas,power efficiency can be depicted as sistem ability to deliver information with low power.

    Bandwidth necessity, with high throughput can be obtained by design of flexible and adaptivetransmission mode. This selection of transmission mode can increase power efficiency and spectrum

    resource. Afterwards, adaptive coding and modulation (ACM) is introduced in DVB-S2 standard for

    profile of broadband satellite service network that replace conventional DVB-S with constant codingand modulation (CCM).

    In this final project, system test is analyzed based on influences from aspect of frequencyspectrum use (C-band and Ku-Band), and also channel condition (clear sky and heavy rain). This testwill generate the variation of loss propagation, so that it can cause variation of power level at receiver.

    In simulation, for each modulation type (QPSK, 8PSK, 16APSK, 32APSK), FEC of coderate is giving the best performance with the smallest bit error rate parameter. In analyzing transmit

    power need at certain BER target, low modulation order will need lower power transmit than highmodulation order.

    High modulation order has advantage in bandwidth. This modulation type needs smallerbandwidth than modulation with low modulation order. So, trade off between power and bandwidthefficiency can be obtained by applying adaptive coding and modulation. In clear sky propagationcondition, ACM format will tend to select the high modulation order to ensure availability standard. It

    can increase of Eb/No and give lower usage of bandwidth. While the link is in bad condition of

    1

  • 8/10/2019 THETA_JURNAL_111050206_05be047ac18c2ba53f6551ea7d9fb28f

    2/9

    propagation, ACM will choose the small modulation in order to maintaining information quality, but itmust use larger bandwidth.

    Keyword:ACM, DVB-S2, LDPC, BCH Code

    1.LATAR BELAKANG

    Sistem komunikasi satelit tanpa sadar atau

    tidak telah menjadi bagian dari kehidupan kitasehari-hari. Kita dapat menikmati siaran pialadunia langsung dari Jerman, mengobrol didunia maya dengan orang-orang di berbagaibelahan dunia lewat chatting dan masihbanyak lagi yang lainnya. Semua itu dapat kita

    lakukan salah satunya dengan aplikasiteknologi komunikasi satelit. Salah satu

    perkembangan aplikasi komunikasi satelit saatini adalah di bidang broadcasting denganstandar Digital Video Broadcasting overSatellite.

    Sistem satelit point-to-point multibeam

    berdasarkan standar DVB-S (Digital VideoBroadcasting over Satellite) di desain untuk

    menanggulangi link dengan kasus propagasidan kondisi lokasi yang buruk. Standar DVB-Sini digunakan untuk aplikasi broadcasting,dengan memperhatikan kecepatan kode danpemilihan format modulasi yang sesuai denganpersyaratan availability. Pendekatan format

    pengkodean dan modulasi seperti ini, akanmenyebabkan timbulnya margin yang tinggipada sebagian besar kasus, ketika interferensidan kondisi propagasi memberikan rasiosignal-to-noise-plus-interference [SNIR] yang

    tinggi. [4]Untuk keperluan bandwith dengan

    throughput yang tinggi, dapat diperoleh padafrekuensi tinggi, misalnya Ku-band. Akantetapi, hingga saat ini frekuensi pada pita Ku

    ini belum digunakan di Indonesia denganalasan kondisi propagasi yang tidakmemungkinkan. Kinerja satelit pada pitafrekuensi Ku hanya dapat dimaksimalkanmelalui pemilihan mode transmisi yangfleksibel dan adaptif untuk mengkompensasi

    trade off antara redaman dan frekuensi.Pemilihan mode transmisi seperti ini akan

    meningkatkan efisiensi daya dan spectrumresource yang tersedia. Adaptive coding andmodulation(ACM) kemudian dikenalkan padastandar DVB-S2 (second-generation) untuk

    profil layanan jaringan satelit broadband,menggantikan DVB-S konvensional denganconstant coding and modulation (CCM).DVB-S2 diharapkan dapat mengatasi masalahkanal propagasi pada pita frekuensiKu.

    [4]

    Untuk peningkatan fleksibilitas kebutuhan,DVB-S2 memiliki karakteristik teknis yaitupada mode modulasi yang digunakan sertaformat FEC. Apabila algoritma ACM dynamic

    physical layer adaptation didesain dengantepat atau sesuai, hal ini akan memungkinkan

    pengaturan variasi SNIR yang spontan padaterminal user, sehingga dapat meningkatkan

    performansi sistem.

    2.DASAR TEORI

    Digital Video Broadcasting-over Satellite

    2nd

    Generation

    Digital Video Broadcasting over Satelliteatau DVB-S merupakan standar internasionalyang digunakan dalam satelit broadcasting.

    Pengembangan lebih lanjut kemudiandiimplementasikan pada DVB-S2 ketikapeningkatan kecepatan data pada C dan Ku-band menyebabkan transponder bekerja didaerah saturasi. Inti dari desain DVB-S2 ini

    adalah penerapan ACM yang kemudianmenggantikan teknik CCM (Constant Codingand Modulation) pada DVB-S konvensional.Salah satu fitur utama yang perludigarisbawahi secara detail bahwa, DVB-S2menyediakan pendekatan skema Shannonforward error correcting yang berdasar pada

    low-density parity check codes (LDPC),sehingga memberikan efisiensi daya lebihbesar 30% dibandingkan DVB-S. Selain itu,efisiensi spectral meningkat dengankemungkinan yang didukung oleh symbolshaping a square-root raised-cosine filter yang

    turun hingga 0.2, mengganti nilai 0.35 yangdidukung oleh DVB-S.

    [4]

    Terdapat beberapa kunci parameter yang

    responsible untuk variasi SNIR yang bekerjapada sebuah coverage satelit. Variasi SNIR

    dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori,yaitu :1. Parameter yang bergantung pada kondisi

    geografis suatu daerah seperti:

    Variasi level Interferensi

    Redaman Atmosfir (redaman hujan)2. Parameter yang bergantung pada waktu

    seperti redaman atmosfir (terutama

    redaman hujan).Dalam menanggulangi variasi SNIR yang

    disebabkan oleh parameter-parameter di atas,DVB-S2 kemudian dirancang untukmemberikan :

    Peningkatan efisiensi 30 % biladibandingkan dengan DVB-S

    Meningkatkan range aplikasi melalui

    teknik combining agar tetap dapatmendukung layanan dengan DVB-S

    Teknik adaptive coding untukmemaksimalkan penggunaan transpondersatelit.

    2

  • 8/10/2019 THETA_JURNAL_111050206_05be047ac18c2ba53f6551ea7d9fb28f

    3/9

    Gambar 2.2 Blok Diagram fungsional system

    DVB-S2[1]

    Karakteristik Teknis

    Untuk meningkatkan fleksibilitaskebutuhan dan perancangan sistem denganpeningkatan performansi rata-rata 30 persendiatas DVB-S, DVB-S2 memiliki karakteristik

    :

    Mode ModulasiTerdapat empat mode modulasi yangdidukung, yaitu : QPSK dan 8PSK yang

    digunakan untuk aplikasi broadcastingyang digunakan pada non-linear

    transponder satelit dan dioperasikanmendekati saturasi, serta 16QAM dan32QAM untuk aplikasi pada semi-lineartransponder. Skema ini merupakan trade-

    off efisiensi daya untuk memperolehthroughputyang lebih tinggi.

    Forward Error CorrectionDVB-S2 menggunakan sistem FEC yangberbasis concatenationmenggunakan BCH(Bose-Chaudhuri-Hocquenghem) denganinner coding LDPC (Low Density Parity

    Check) dan kecepatan pengkodean yangbersifat dinamis.

    Mode Modulasi dan Forward Error

    Correction

    Sistem komunikasi sangat bergantung padatiga kategori yaitu : efisiensi bandwith,

    efisiensi daya, ataupun efisiensi biaya.

    Efisiensi bandwithdapat digambarkan denganukuran kemampuan skema modulasi untukmengakomodasi data dengan bandwith yangterbatas. Efisiensi daya dapat digambarkandengan ukuran kemampuan system untuk

    mengirimkan informasi pada level daya yangrendah. Dari kategori-kategori ini, sebagian

    besar system akan memprioritaskan efisiensibandwith. Hubungan antara modulasi danformat pengkodean dalam mengakomodasikebutuhan efisiensi daya dan bandwith dapatdilihat pada gambar 2.3.

    Gambar 2.3 Korelasi modulasi dan FEC[10]

    atau dengan kata lain tidakterdapat burst error.

    3. PEMODELAN SISTEM DAN

    PROSEDUR SIMULASI

    3.1 Model Sistem

    3.2 Blok Transmitter

    3.2.1 Generator Data

    Generator data merupakan blokpembangkit data digital biner 0 dan 1secara acak sebanyak jumlah bit tertentu yangmana peluang jumlah kemunculan bit 0 dan1 sama besar. Pada pemrograman Matlab,data biner dibangkitkan dengan memanfaatkan

    fasilitas fungsi randint.

    3.2.2 Baseband Scrambl ing[1]

    Scrambling dapat dibangkitkan olehsebuah shift register seperti yang ditunjukkan

    pada gambar 3.2 dibawah ini. Generatorpolynomial dari Pseudo Random BinarySequence(PRBS) dapat dituliskan :

    Inisialisasi awal untuk PRBS register

    bernilai 100101010000000, seperti yangditunjukkan pada gambar 3.2 di bawah.

    Gambar 3.2 Implementasi PRBSEncoder[1]

    3.2.3 FEC Encoding[1]

    Subsistem ini menggunakan outercoding (BCH), inner coding (LDPC), dan bitinterleaver. Input stream dibentuk oleh BB

    frame dan output stream membentuk FECframe.

    Setiap BBframe(Kbchbit) akan diprosesoleh FEC coding subsystem, untuk

    3

  • 8/10/2019 THETA_JURNAL_111050206_05be047ac18c2ba53f6551ea7d9fb28f

    4/9

    membangkitkan sebuah FECframe (nldpc bit).Bit parity check (BCHFEC) dari BCH outercodeakan ditambahkan setelah BBframe, danbit parity check (LDPCFEC) dari LDPC

    encoder akan ditambahkan setelah BCHFEC,seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.3

    berikut.

    Gambar 3.3 Format data sebelum bitInterleaving[1]

    Tabel 3.1 Coding Parameter

    LDPCrate

    BCHuncoded

    BlockKbch

    BCHCoded

    blockNbchLDPCUncodedBlockkldpc

    BCHt-error

    correction LDPCCodedBlock

    1/2 903 1023 12 2046

    2/3 1806 2046 12 3069

    3/4 2709 3069 12 4092

    Outer Encoding(BCH)

    Sebuah t-error correcting BCH (Nbch,Kbch)akan diaplikasikan pada setiap BBFRAME

    (Kbch) untuk membangkitkan proteksi errorpada paket data . Dalam standar DVB-S2, t-erroryang diaplikasikan adalah 12 (t = 12). I nner Encoding(LDPC)

    Sistematika LDPC encoder yaitumengkodekan informasi keluaran BCH denganukuran blok kldpc menjadi sebuah codeword

    dengan ukuran blok nldpc. Parameter LDPCcode yang digunakan dapat dilihat pada table

    3.1.

    3.2.4 Bit Interleaver[1]

    Output LDPC encoder akan

    diinterleaving menggunakan sebuah blokinterleaver. Data serial ditulis ke dalam baris

    interleaver dan data serial ini akan dibaca perkolom pada keluaran.

    Gambar 3.4 Skema bit interleaving[1]

    3.2.5 Bit Mapping

    Setelah melalui proses interleaving,setiap FECframe akan dipetakan secara serialpada konstelasi modulasi tertentu

    menggunakan Gray-mapped. Pada tugas akhirini digunakan empat pemetaan modulasi yaitu

    QPSK, 8PSK, 16APSK dan 32APSK.3.3 Kanal

    Jenis komunikasi satelit bersifat Line OfSight (LOS), sehinga untuk pemodelan kanaltransmisinya menggunakan kanal AWGN.Kanal AWGN adalah kanal ideal yang hanya

    memiliki noise AWGN (Additive WhiteGaussian Noise) di dalamnya. Kanal ideal,

    berarti kanal ini tidak menyebabkan distorsipada sinyal kirim, artinya kanal ideal memilikibandwith tidak terbatas dan responfrekuensinya tetap untuk segala frekuensi.

    Noise AWGN adalah noise yang pasti

    terjadi dalam jaringan wireless manapun,memiliki sifat additive, white, dan gaussian.

    Sifat additive artinya noise ini dijumlahkandengan sinyal, sifat white artinya noise tidakbergantung pada frekuensi operasi system danmemiliki rapat daya yang konstan, dan sifatgaussian artinya besarnya tegangan noisememiliki rapat peluang terdistribusigaussian.

    Pemodelan dari kanal AWGN adalahsebagai berikut :

    Gambar 3.5 Pemodelan kanal AWGN

    3.4 Receiver

    Pada blok receiver terjadi proses yangmerupakan kebalikan dari proses yang terjadidi blok transmitter, untuk memperoleh sinyalinformasi kembali pada sisi terima.

    3.4.1Demapper

    Proses demapping berfungsi untuk

    mengubah kembali deretan simbol datamenjadi deretan codeword. Keluaran dari

    demapper akan menjadi masukandeinterleaver.

    3.4.2 Deinterleaver

    Deinterleaver memiliki fungsi yangmerupakan kebalikan proses interleaver. Blok

    ini mengumpulkan kembali bit-bit codewordyang disebar, menjadi deretan codewordyang

    sebenarnya, sebagaimana yang terdapat padaderetan codeword sebelum memasukiinterleaver.

    3.4.3 LDPC Decoder

    LDPC decoder akan mengembalikan ataumemproses bit-bit keluaran deinterleaver

    dengan panjang blok nldpc menjadi codeworddengan panjang blok kldpc, codeword ini yang

    4

  • 8/10/2019 THETA_JURNAL_111050206_05be047ac18c2ba53f6551ea7d9fb28f

    5/9

    akan menjadi masukan untuk blok BCHdecoder.

    3.4.4 BCH Decoder

    BCH decoder memproses bit-bit keluarean

    LDPC decoderdengan panjang blok kldpc/ Nbchmenjadi bit-bit dengan panjang kbch.

    3.4.5 Baseband DescramblingBaseband descrambling akan

    mengembalikan pola acak bit dengan bitinisialisasi PRBS yang sama dengan bit yangdibangkitkan pada blok PRBS scramblingpada sisi pengirim, yaitu 100101010000000.

    3.5 Diagram Alir Proses Kerja

    Gambar 3.6Diagram alir proses kerja

    3.6 Format Adaptive Coding and

    Modulation

    Dalam sistem komunikasi satelit, redamanpropagasi merupakan hal yang sangat pentingdalam perancangan sistem komunikasi.Redaman yang terjadi disebakan karenafrekuensi operasi sistem komunikasi satelit

    yang sangat tinggi dan jarak pancar baik daritransmitter-satelit maupun satelit-receiver

    yang sangat besar. Dalam tugas akhir ini, akandiamati besarnya redaman propagasi pada

    kondisi clear sky dan heavy rain baik untuksistem yang bekerja pada frekuensi operasi C-band maupun Ku-band. Perbedaan kondisipropagasi ini, akan menyebabkan perbedaan

    daya terima, yang akan menjadi inti untukformat adaptif yang akan diimplementasikanpada sistem adaptive coding and modulationini.

    3.6.1Clear Sky

    Pada kondisi langit cerah, redamanpropagasi yang paling dominan adalahredaman yang disebabkan karena pengaruhfrekuensi dan jarak stasium bumi ke satelit

    atau sebaliknya. Redaman ini biasa disebutfree space loss. Berikut persamaannya:

    (3.2)

    (3.3)

    Dimana frekuensi dalam MHz dan r dalam kmSelain free space loss, terdapat jenis loss

    lainnya yang terjadi dalam komunikasi satelit

    seperti, feeder loss, temperatur noise, antennamissallignment losses, dan fixed atmosphericand ionospheric losses. Akan tetapi, jenisredaman ini, tidak akan dibahas pada tugasakhir ini, karena nilainya yang relatif kecil.

    3.6.2 Heavy Rain

    Redaman hujan bertambah seiring

    dengan bertambahnya frekuensi, dan ini akanberdampak lebih buruk pada Ku band

    dibandingkan dengan C band.Redaman hujan merupakan fungsi

    dari kecepatan curah hujan (rain rate). Rain

    rate artinya kecepatan curah hujan diukur diground segment, misalnya distasiun bumi.Dalam perhitungan hubungan dengan redaman

    gelombang radio, kecepatan curah hujandihitung dalam millimeter/jam dan presentasiwaktu dalam tahun. Sebagai contoh rain rate0.001 % diartikan bahwa kecepatan curahhujan dapat mencapai 0.001 persen per tahunatau 5.4 menit dalam satu tahun.

    ANALISIS PERFORMANSI

    JENIS MODULASI DAN PENGKODEAN

    SERTA FORMAT ADAPTIVE CODING

    AND MODULATION

    Tujuan bab ini akan dipaparkanmengenai hasil simulasi dari adaptive codingand modulationpada standarDVB S2. Analisaakan meliputi beberapa aspek seperti :1. Menampilkan grafik setiap jenis modulasi

    yang digunakan dengan parameter FECcoderateyang berbeda-beda

    2. Menganalisis performansi jenis modulasidengan parameter FEC coderate yangberbeda

    3. Menganalisis performansi sinyal denganmapperyang berbeda

    4. Mengamati trade off antara bandwithdan

    power5. Analisis dan penetapan range Eb/No yang

    tepat untuk mewakili model sistem yangbekerja secara adaptif

    6. Menampilkan grafik adaptive coding andmodulation

    7. Menganalisis perbandingan performansiadaptive coding and modulation terhadapnon adaptive coding and modulation

    8. Analisis aplikasi mode adaptif.

    4.1 Analisis Performansi Berdasarkan

    Variasi FEC Coderate

    Dalam pemrosesan informasi pada tingkat

    baseband, proses modulasi diwakili olehproses mapping.Mappingini akan memetakan

    5

  • 8/10/2019 THETA_JURNAL_111050206_05be047ac18c2ba53f6551ea7d9fb28f

    6/9

    aliran bit menjadi bentuk simbol sesuai jenis

    mappingyang digunakan. Pada tugas akhir inidigunakan empat jenis mapping, yaitu QPSK,8PSK, 16APSK, dan 32APSK. Setiap jenis

    modulasi akan memberikan performansi yangberbeda, seperti yang diperlihatkan pada grafikdi bawah:

    (a) (b)

    (c)

    (d)Gambar 4.1 Beberapa jenis mapper denganvariasi coderate (a) QPSK (b) 8PSK (c)16APSK (d) 32 APSK

    Dengan melihat ke empat jenis mapperdiatas (QPSK, 8PSK, 16PSK, dan 32APSK)dapat dianalisa bahwa FEC coderate yangpaling baik untuk semua jenis modulasi adalahFEC coderate, karena menghasilkan jumlahbit error yang paling kecil. Pada mapper

    QPSK, nilai BER=1,961129568x10-6 untuk

    nilai Eb/No=4 dB, pada mapper 8PSK, nilaiBER=1,09213732004x10

    -4 untuk nilai

    Eb/No=7 dB, pada mapper 16APSK, nilaiBER= 0.096327242524917 untuk nilaiEb/No=13 dB, dan terakhir pada mapper32APSK, menghasilkanBER=0.047822812846069 dengan Eb/No=18

    dB.

    4.2 Analisis Performansi Teknik

    Modulasi/Mapper

    Pada pembahasan sebelumnya, analisisterletak pada pengaruh FEC coderateterhadapbesarnya bit error rate(BER) yang dihasilkansebagai parameter performansi baik atau

    buruknya kualitas sinyal pada sisi penerima.Pada pembahasan kali ini, kita akan melihat

    kualitas seluruh jenis modulasi dengan variasiFEC coderate, dan melakukan analisa jenismapperyang memberikan performansi terbaik.Sebagai bentuk visualisasi, perhatikan grafik di

    bawah ini.

    Gambar 4.2 Grafik Penggabungan BeberapaJenisMapperdengan Variasi Coderate

    Grafik pada gambar 4.2 merupakanvisualisasi pengaruh jenis mapper dan

    besarnya coderateterhadap performansi sinyalterima. Dalam sistem komunikasi, suatusistem yang baik digambarkan oleh pencapaianavailability sistem yang telah dipersyaratkan.Dengan kata lain, sebuah sistem bekerjadengan baik apabila performansi yang

    dihasilkan mendekati atau sama denganavailability yang dipersyaratkan. Dalam sistemkomunikasi satelit pada umumnya, ataupunpada sistem digital video broadcasting padakhususnya, sistem memiliki availabilityhingga99,96 %, dengan BER target sebesar 10-7, akantetapi pada simulasi tugas akhir ini, sistem

    hanya dimodelkan dengan pencapaian BERtarget maksimal sebesar 10-6. Hal inidisebabkan karena desain sistem tidak

    memungkinkan untuk bekerja pada nilai BERmaksimal 10

    -7. Pengaruh antara daya pancar

    yang dibutuhkan terhadap pencapaian BERtertentu, dapat kita lihat pada tabel 4.5

    Dalam sistem komunikasi satelit, akanterdapat trade off antara daya pancar yangdibutuhkan dengan bandwith yang tersedia.

    Sehingga, teknik modulasi atau mapperdengan orde modulasi kecil belum tentumemberikan jaminan performansi yang baik

    dari sisi bandwith. Penjelasan lebih lanjut,dapat dilihat pada perhitungan bandwithdibawah.

    JenisMapper FEC Coderate Eb/No (dB)

    3.2

    2/3 4.11QPSK

    5.253

    6.639

    2/3 8.5968PSK

    9.8484

    -16APSK

    2/3 -

    -32APSK

    2/3 -

    6

  • 8/10/2019 THETA_JURNAL_111050206_05be047ac18c2ba53f6551ea7d9fb28f

    7/9

    Data :

    Rb = 5 Mbps (MPEG-2) n = log2M-ary

    = 0.20

    Dari perhitungan bandwith di atas padasaat FEC coderate bernilai , mapper QPSK

    membutuhkan bandwith sebesar 6.51 MHz,8PSK membutuhkan bandwith sebesar 4.34MHz, 16APSK membutuhkan 3.26 MHz, danterakhir 32APSK membutuhkan bandwith2.60

    MHz. Dari data ini, dapat dilihat bahwadengan coderate yang sama, semakin tinggi

    orde modulasi akan semakin menghematbandwith yang dibutuhkan, dan untuk setiapjenis mapper, semakin tinggi FEC coderate,maka akan memberikan konsumsi bandwithyang lebih kecil.

    Selain itu, dapat dianalisa pada saat QPSK dan 8PSK dibutuhkan bandwith yangsama yakni sebesar 4.34 MHz. Dengan

    kapasitas yang sama, QPSK 3/4 akanmemberikan BER yang kecil bila

    dibandingkan dengan 8PSK sesuai analisa

    pada pembahasan sebelumnya mengenaipengaruh BER dan daya pancar.

    Selain itu dapat dianalisa bahwa semakintinggi orde modulasi dan coderate, makajumlah carrier yang dapat diakomodasimenurut kapasitas bandwith yang dimiliki

    akan semakin besar. Seperti yang ditunjukkanpada jenis modulasi 8PSK dengan coderateyang dapat membawa 10 carrier. Selain itu,semakin tinggi orde modulasi dan coderate,maka jumlah carrier yang dapat diakomodasimenurut kapasitas power akan semakin kecil.

    Hal ini disebabkan karena setiap carrier akan

    membutuhkan daya yang lebih besar jikabekerja pada modulasi ini. Daya yang besardiperlukan untuk mengatasi banyaknyakombinasi perubahan phasa yang akanmenyulitkan ketika proses deteksi olehdemodulator disisi penerima.

    Gambar 4.3 Optimalisasipowerdan bandwith

    4.3 Mode Adaptif

    Mode adaptif dipengaruhi oleh kondisipropagasi dan jenis frekuensi operasi yangdigunakan. Frekuensi yang digunakan adalahfrekuensi pada standar C-band dan Ku-band,

    serta analisa pada kondisi propagasi clear skydan heavy rain. Pada frekuensi yang lebih

    tinggi, efek redaman propagasi juga akan

    semakin tinggi, sehingga akan menyebabkanpenurunan level daya pada sisi terima. Dalamtugas akhir ini, penurunan level daya terimadimodelkan dengan inisialisasi range Eb/Noyang berbeda. Berikut akan diberikan

    perhitungan redaman propagasi secara teoritis.Pada kondisi clear sky, asumsi redaman yangterjadi hanya berasal dari free space loss,sedangkan pada saat kondisi heavy rain,redaman yang terjadi merupakan akumulasiantarafree space lossdan redaman hujan yang

    dihasilkan.Dalam tugas akhir ini, variasi level daya

    disisi penerima di modelkan dengan variasinilai Eb/No. Setiap range Eb/No tertentu akanmenggunakan mapper dengan FEC coderate

    yang telah dianalisa sebelumnya. Untuk lebihjelasnya, gambaran mengenai hubungan Eb/Noterhadap jenis mapperdan FEC coderate, akandituliskan pada tabel 4.9 berikut

    Tabel 4.9 Inisialisasi range Eb/No

    Range Eb/No Mapper FEC coderate

    Eb/No < 3 QPSK

    3 Eb/No < 4 QPSK 2/3

    4 Eb/No < 5 QPSK

    5 Eb/No < 6 8PSK

    6 Eb/No < 7 8PSK 2/3

    7 Eb/No < 9 8PSK

    9 Eb/No < 12 16APSK

    12 Eb/No < 14 16APSK 2/3

    14 Eb/No < 17 32APSK

    17 Eb/No < 20 32APSK 2/3

    Hasil simulasi yang diperoleh akanditunjukkan dalam grafik pada gambar 4.4

    7

  • 8/10/2019 THETA_JURNAL_111050206_05be047ac18c2ba53f6551ea7d9fb28f

    8/9

    Gambar 4.4 Grafik Adaptive coding denganrangeEb/No tertentu

    Dari grafik pada gambar 4.4 di atas dapatdianalisa bahwa, mode adaptif akanmemberikan perbaikan performansi bit errorrate. Sebagai contoh, perhatikan tabel 4.10 di

    bawah.

    Tabel 4.10 Perbandingan Mode Fix dan

    Adaptif

    MetodeModulasi

    Coderate

    Eb/N

    o(dB)

    BER

    Non

    Adaptive

    QPSK 20.0242081

    Adaptive

    QPSK 20.0200081

    NonAdaptive

    QPSK 40.0234210

    Adaptiv

    eQPSK 3/4 4

    0.003610

    0

    Pada saat Eb/No 2 dB, metode nonadaptive akan menghasilkan BER sebesar

    0.0242081, sedangkan metode adaptive akanmenghasilkan BER sebesar 0.0200081. Daridata sample tersebut, dapat dilihat bahwa,metode adaptive menghasilkan BER yanglebih kecil bila dibandingkan dengan metodenon adaptiveuntuk daya pancar yang sama.

    Dalam aplikasinya, metode adaptiveakan

    menggunakan jenis modulasi orde tinggi untukkondisi propagasi clear sky, hal ini akan

    memberikan keuntungan penggunaan kapasitasbandwithyang lebih kecil. Akan tetapi dalamtrade off antara bandwith dan power, hal iniakan memberikan dampak penggunaan dayapancar yang lebih besar pada sisi transmitter.

    Pada kondisi kanal yang buruk atau heavy

    rain, sistem akan bekerja dengan ordemodulasi yang rendah untuk mengurangi

    dampak error yang lebih tinggi pada saatproses transmisi. Sistem dengan modulasi orderendah akan membutuhkan daya pancar yang

    lebih kecil, tetapi membutuhkan bandwithyang lebih besar.

    5. PENUTUP

    5.1 KESIMPULAN

    1. Untuk keempat jenis modulasi yangdigunakan, yakni QPSK, 8PSK, 16APSK,

    dan 32APSK, FEC coderate yangmemberikan performansi bit error rateterkecil adalah coderate untuk Eb/Noyang sama.

    2. Semakin besar orde modulasi dan FECcoderate, maka daya pancar yang

    dibutuhkan pada sisi pengirim juga akansemakin besar.

    3. Dengan asumsi coderate tetap, ordemodulasi yang tinggi akan memberikankonsumsi bandwithyang lebih kecil.

    4. Desain sistem komunikasi satelit harus

    memperhatikan trade off antara daya

    pancar dan bandwithyang dibutuhkan.5. Pada modulasi QPSK dan 8PSK dibutuhkan bandwithyang sama yakni 4.34MHz. Sehingga dengan ukuran kapasitasyang sama, QPSK akan memberikanperformansi yang lebih baik biladibandingkan dengan 8PSK , dari segi

    besarnya daya pancar yang dibutuhkanuntuk target availabilitytertentu.

    6. Format Adaptive Coding and Modulationakan memberikan performansi yang lebihbaik dibandingkan dengan metode nonadaptive , yang ditandai dengan semakin

    kecilnya BER yang dihasilkan untuk nilaiEb/No yang sama.

    7. Pada kondisi clear sky, sistem akan

    memilih modulasi dengan orde rendah danpada kondisi kondisi kanal yang buruk atauheavy rain sistem akan memilih modulasidengan orde tinggi.

    5.2 SARAN

    1. Mendesain komponen lain dari DVB-S2

    2. Penggunaan concantenated pengkodeanjenis yang lain, misalnya penggunaan

    konvolusional code pada outer code3. Penerapan SNR estimator pada sisi

    penerima

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] ETSI EN 302 307 V1.1.1 (2004-06),Digital Video Broadcasting (DVB)Second generation framing structure,channel coding and modulation systems

    for Broadcasting, Interactive Services,News Gathering and other broadbandsatellite applications. 2004-2006.

    [2] Haykin, Simon. Communication System

    4th

    edition. John Wiley&Sons Ltd. 2001.

    8

  • 8/10/2019 THETA_JURNAL_111050206_05be047ac18c2ba53f6551ea7d9fb28f

    9/9