Upload
wahyu-wiyati
View
51
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
PROPOSAL THESIS
PENGARUH DISTURBANCE SILINDER
TERHADAP LIFT FORCE
PADA HYDROFOIL NACA 66-210 ASIMETRI
Oleh:
Wahyu Wiyati, ST.
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2009
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benda yang dilingkupi fluida yang bergerak akan mengalami gaya akibat
interaksi dengan fluida. Gaya yang ditimbulkan dari interaksi ini berupa normal stress
(tegangan normal) dan shear stress (tegangan geser). Tegangan normal terjadi karena
adanya tekanan fluida sedangkan tegangan geser disebabkan oleh viskositas fluida.
Untuk aliran 2 dimensi, gaya-gaya yang sejajar dengan aliran fluida disebut gaya
tahanan (drag), sedangkan gaya yang tegak lurus terhadap arah aliran dinamakan gaya
angkat (lift force). Pengetahuan mengenai lift dan drag sangat diperlukan untuk
mendesain konstruksi yang berguna untuk meningkatkan efisiensinya.
Hydrofoil merupakan salah satu komponen kapal dengan prinsip
mengurangi daerah atau luasan yang terkena air dengan mempertimbangkan besarnya
lift yang ditimbulkan oleh hydrofoil tersebut pada angle of attact tertentu. Hal ini
didasarkan pada tahanan air lebih besar bila dibandingkan dengan tahanan udara. Nilai
tahanan akan semakin besar bila massa jenis fluida semakin besar pula. Pemberian
disturbance berbentuk silinder kecil di depan hydrofoil akan mengganggu aliran pada
kontur lower side. Disturbance diduga akan menunda dan bahkan memajukan
terjadinya separasi atau membuat perubahan letak separasi menjadi lebih awal atau
bahkan tertunda kebelakang pada daerah lower side yang kemudian akan
mempengaruhi perbedaan tekanan pada lower side dan upper side. Perbedaan tekanan
ini akan menimbulkan lift force pada hydrofoil.
Dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi kapal cepat yang menggunakan
hydrofoil, perlu dilakukan pengontrolan boundary layer pada kedua sisi hydrofoil yaitu
permukaan bagian atas dan bawah. Pengontrolan pertama dilakukan dengan
memberikan variasi angle of attack aliran terhadap hydrofoil. Pengontrolan kedua
dilakukan dengan mengganggu aliran fluida dengan disturbance berbentuk silinder
sirkuler kecil yang dipasangkan dengan jarak tertentu di depan hydrofoil pada sisi
lower side. Pada thesis ini akan dilakukan pengontrolan dengan memvariasikan sudut
stagger disturbance dan angle of attack pada jarak horisontal antara disturbance dan
hydrofoil tertentu dengan maksud untuk mengetahui pengaruh terhadap perkembangan
wake silinder pengganggu terhadap besarnya lift force yang terjadi pada hydrofoil.
3
1.2 Tujuan
Thesis ini bertujuan untuk menentukan lift force maksimum/optimal dan
yang terjadi pada hydrofoil yang diganggu oleh disturbance berbentuk silinder sirkuler
kecil yang dipasang didepan hydrofoil pada sisi lower side, dengan memvariasikan
sudut stagger disturbance dan angle of attack pada jarak horisontal antara disturbance
dan hydrofoil tersebut.
1.3 Manfaat
Manfaat thesis ini antara lain adalah:
1. Meningkatkan performa kapal dengan melakukan eksperimental terhadap
hydrofoil yang diganggu oleh disturbance berbentuk silinder sirkuler kecil yang
dipasang didepan hydrofoil pada sisi lower side dengan mengukur lift force
sebagai variabel utama dengan memberikan variasi jarak antara hydrofoil dan
disturbance.
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang perkapalan dan
kelautan.
1.4 Perumusan Masalah
Hydrofoil yang diam dan sejajar dengan arah aliran fluida maka terbentuk
boundary layer simetri pada upper side dan lower side. Fenomena terbentuknya
boundary layer simetri hanya akan mengakibatkan terjadinya drag force dan tidak
menimbulkan lift force. Penelitian dari F. Bouak dan J. Lemay, 1998 membuktikan
bahwa timbulnya lift force pada silinder sirkuler diduga akibat wake yang ditimbulkan
oleh disturbance silinder sirkuler kecil akan mengganggu perkembangan boundary
layer pada setengah permukaan silinder pada sisi dimana terpasangnya silinder
pengganggu sehingga menyebabkan ketidaksimetrian aliran yang melintasi upper side
dan lower side. Dengan dilakukan upaya penggangguan terhadap aliran bagian
permukaan bawah hydrofoil, diduga akan mampu menimbulkan perbedaan tekanan
permukaan bawah dan atas meskipun besar angle of attack 0o. Dari pemahaman
tersebut, maka pada studi thesisi ini digunakan disturbance berbentuk silinder sirkuler
kecil yang terpasang pada jarak tertentu didepan hydrofoil terhadap variasi sudut
4
stagger dan angle of attact hydrofoil, dimana hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
seberapa besar lift force yang optimal akan terbentuk akibat dari perubahan variabel
tersebut.
1.5 Batasan Masalah
Dalam thesis ini akan diambil batasan masalah sebagai berikut:
1. Fluida yang dipakai adalah udara dengan asumsi alirannya di sisi upstream
bersifat fluida incompressible, steady flow, dan uniform .
2. Kondisi terowongan angin adalah subsonic dan cukup baik serta akurat untuk
digunakan.
3. Kemungkinan adanya perpindahan panas dapat diabaikan.
4. Benda kerja yang digunakan adalah hydrofoil tipe NACA 66-210 asimetri
dengan disturbance silinder sirkuler dan memiliki dimensi dan bahan yang
konstan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aliran Viscous
Aliran viscous adalah aliran fluida yang memperhitungkan pengaruh yang
ditimbulkan oleh viskositas fluida. Viskositas adalah sifat alamiah yang dimiliki oleh
fluida dan berpengaruh terhadap tegangan geser yang terjadi apabila fluida tersebut
mengalir melalui permukaan padat.
Aliran fluida viscous yang melewati suatu permukaan padat mempunyai
kecepatan nol pada titik persinggungannya dengan permukaan padat dan berakibat
terjadinya gradien kecepatan. Gradien kecepatan tersebut mempengaruhi tegangan
geser dalam aliran fluida viscous karena besarnya tegangan geser sebanding dengan
gradien kecepatan. Pengaruh tegangan geser tersebut berangsur-angsur berkurang
dengan bertambahnya jarak aliran fluida dari permukaan padat. Pada jarak tertentu dari
permukaan padat pengaruh tegangan geser terhadap aliran fluida menghilang dan aliran
5
fluida dapat dianggap sebagai aliran inviscid, yaitu aliran fluida tanpa
memperhitungkan efek viskositas.
Gambar 2.1 menunjukkan efek viskositas terhadap aliran fluida melalui
suatu plat datar.
Gambar 2.1 Aliran viscous melalui plat datar
Gambar 2.2 menunjukkan efek viskositas melewati suatu silinder (gambar a),
sedangkan gambar b menunjukkan aliran inviscid melewati suatu silinder, kondisi
inviscid adalah kondisi ideal dan tidak akan kita jumpai di lapangan.
Gambar 2.2 Aliran viscous dan inviscid melewati silinder
Gambar 2.3 Aliran Viscous melewati airfoil.
6
Aliran fluida viscous melalui suatu airfoil seperti ditunjukkan pada gambar
2.3, dimana profil kecepatan freestream awalnya uniform. Aliran ini akan melewati
depan dari airfoil dan kemudian terpisah melalui permukaan bagian atas dan bawah
dari airfoil. Boundary layer yang terjadi awalnya adalah laminar kemudian pada jarak
tertentu dari titik stagnasi boundary layer berubah mejadi turbulen. Pada titik S
momentum yang dimiliki oleh fluida tidak mampu lagi untuk mengatasi kenaikan
tekanan yang terjadi sehingga terjadilah separasi.
2.2. Reynolds Number ( Re )
Aliran Fluida baik itu internal flow atau external flow, mengalami
perkembangan dari laminar kemudian transisi hingga pada akhirnya menjadi turbulen.
Pada kondisi incompresibel flow kondisi aliran laminar ataupun turbulen ditentukan
oleh bilangan Reynolds-nya.
Reynolds Number merupakan parameter kunci dari berbagai macam
persoalan dalam berbagai macam aliran. Secara umum bilangan Reynolds dinyatakan
sebagai berikut :
VLRe ……………………………………..… ( 2.5 )
dengan L adalah panjang karakteristik yang diukur pada medan aliran.
Untuk aliran didalam pipa, aliran adalah laminer jika Re 2300, sedangkan
jika Re > 2300, maka aliran adalah turbulen. Persamaan Reynolds number adalah :
DV ..Re …………………………..………………. ( 2.6 )
dimana :
= Massa jenis fluida, kg/m3.
V = Kecepatan rata-rata aliran dalam pipa, m/det.
D = Diameter pipa, meter.
= Viskositas fluida, Pa. s
7
Sedangkan untuk aliran external flow, seperti aliran melewati kontur
silinder, aliran adalah laminer jika memiliki Re 5.105, sedangkan jika Re >5.10
5
maka aliran adalah turbulen. Persamaan Reynolds Number adalah :
xUX
..Re …………………………………………. ( 2.7 )
dimana :
= Massa jenis fluida, kg/m3.
U = Kecepatan aliran pada free stream, m/det.
x = Jarak down stream dari titik stagnasi, meter.
= Viskositas fluida, Pa. S
Gambar 2.4 Pengaruh Re terhadap karakteristik aliran melintasi permukaan silinder
2.3. Aliran Laminer dan Turbulen
Pada aliran laminar struktur aliran ditunjukkan dengan gerak yang halus
dengan membentuk lapisan-lapisan. Didalam aliran laminar tidak ada pencampuran
makroskopik antar elemen fluida yang saling berdekatan, pencampuran yang terjadi
masih dalam tingkat molekuler.
Ketika kemampuan fluida untuk meredam gangguan menjadi semakin
kecil, pengaruh dari gangguan aliran terus dapat dilihat pada jarak hilir (down stream
distance) yang semakin besar dan akhirnya suatu keadaan peralihan (transition state)
akan tercapai. Dengan terlampauinya keadaan peralihan ini, pengaruh-pengaruh
gangguan itu akan semakin kuat. Keadaan peralihan ini tergantung pada beberapa hal
diantaranya : viskositas fluida, kecepatan aliran dan hal-hal yuang menyangkut
geometri aliran.
Aliran turbulen dicirikan dengan ketidak teraturan local pada medan aliran
yang dipengaruhi geometri dan sifat-sifat fluida seperti kecepatan, tekanan dan
temperatur. Dalam aliran yang betul-betul turbulen, olakan-olakan yang terjadi boleh
8
dianggap bergerak secara acak dan berinteraksi seperti halnya interaksi pada molekul
dalam aliran lamier.
Perbedaan yang mendasar antara aliran laminar dengan turbulen adalah
bahwa gerakan olakan pada aliran turbulen jauh lebih efekif dalam penganggukan
massa serta momentum fluida jika dibandingkan dengan gerak molekuler dalam aliran
laminar. Pada aliran turbulen tidak ada hubungan yang universal antara medan tekanan
dan medan kecepatan rata-rata sehingga analisa pada aliran turbulen dilakukan dengan
setengah empiris dari data-data hasil eksperimen.
Gambar 2.5 Profil Kecepatan Aliran dari laminar ke turbulan
2.4. Tekanan Statis, Tekanan Dinamis dan Tekanan Total
Tekanan static (static pressure) aliran fluida adalah tekanan
thermodinamika aliran fluida tersebut yang pada prinsipnya dapat diukur dengan
menggunakan suatu alat yang bergerak bersama aliran fluidanya, sehingga kecepatan
relatif alat ukur tersebut terhadap kecepatan aliran fluida yang diukur tekanannya
adalah sama dengan nol. Pada prakteknya, pengukuran seperti ini sulit dilakukan,
sehingga dengan tetap berpegang pada prinsip, dan adanya kenyataan bahwa tidak ada
satupun fluida dipermukaan ini yang nonviscous, maka dibuatlah alat ukur lain yang
tidak perlu bergerak bersama aliran. Alat inilah yang dikenal sebagai “wall pressure
tap” dan “pitot static tube”.
Untuk aliran fluida dengan streamlines parallel lurus, tekanan static dapat
diukur secara mudah dengan menggunakan suatu “wall pressure tap”, yaitu suatu
lubang kecil halus pada dinding dengan sumbu lubang tegak lurus terhadap permukaan
dinding. Pengukuran dilakukan dengan menghubungkan pressure tap tersebut dengan
manometer. Hal ini dapat dilakukan mengingat pada aliran dengan streamline parallel
9
lurus, tekanan disepanjang penampang saluran adalah sama, sehingga tekanan static
yang terukur di dinding adalah juga tekanan static aliran.
Gambar 2.6. Pengukuran tekanan static
Untuk aliran yang jauh dari dinding atau aliran yang memiliki streamline
yang tidak lurus, pengukuran besar tekanan static dapat dilakukan dengan
menggunakan “pitot static tube”. Dengan alat ini tekanan yang dapat diukur tidak
hanya tekanan static saja, namun juga tekanan total (stagnation pressure), yang bila
keduanya diselisihkan akan diperoleh tekanan dinamik (dynamic pressure).
Tekanan stagnasi terukur karena kecepatan fluida diperlambat hingga
kecepatannya nol oleh adanya faktor gesekan pada permukaan dinding atau permukaan
pitot static tube sehingga tekanan yang disebabkan oleh gerakan partikel fluida tidak
terukur.
Tekanan total terukur karena kecepatan fluida diperlambat tanpa gesekan
hingga kecepatannya nol oleh partikel didepannya yang posisinya terjepit. Tekanan ini
merupakan gabungan dari tekanan static dan tekanan dinamik serta tekanan karena
ketinggian. Dengan mengacu dari persamaan Bernoulli yang berkaitan dengan ketiga
tekanan tersebut, yaitu :
1
2
11
2
.2
.2
ZgVp
ZgVp
ooo
…………………….……. (2.8)
Dengan mengasumsikan tidak terdapat perbedaan ketinggian, Zo = Z1 dan Vo = 0, maka
persamaan diatas menjadi :
Po = p1 + ½ . V2 ……………….. …………. (2.9)
Dimana :
po = Tekanan total (stagnasi)
10
p1 = Tekanan statis
½ . V2 = Tekanan dinamis
2.5. Teori Lapis Batas Pada Silinder
Seperti terlihat pada gambar 2.7 bisa dilihat bahwa ada beberapa hal yang
menarik untuk dikaji atau dilihat terutama untuk pengembangan boundary layer dan
fenomena separasi yang terjadi di silinder. Dari gambar tersebut terlihat ada perbedaan
antar kondisi aliran fluida yang viscous dan non viscous ketika melewati suatu silinder.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa streamline dari aliran simetris terhadap sumbu x.
Fluida yang mengalir di bagian tengah dari streamline mengenai silinder pada titik A,
kemudian terbagi menjadi dua dan mengalir mengelilingi silinder. Titik A adalah titik
stagnasi. Seperti fluida yang mengalir melewati pelat datar, boundary layer
berkembang pada seluruh permukaan solid. Distribusi kecepatan di luar boundary layer
bisa ditunjukkan secara kualitatif dari spasi dari streamline-streamline. Selama tidak
ada aliran melintasi sebuah streamline, kita bisa mengira kecepatan aliran tersebut
bertambah di dalam region dimana jarak antar streamline berkurang. Sebaliknya,
pertambahan pada jarak streamline akan mengurangi kecepatan aliran.
Pada inviscid flow kecepatan fluida yang mengalir di sekeliling silinder
akan bertambah sampai titik maksimum, titik D dan kemudian berkurang setelah
melewati titik D tersebut. Kecepatan yang berkurang tersebut akan mengakibatkan
bertambahnya tekanan. Tekanan akan berkurang ketika aliran fluida melewati titik A
sampai D dan kemudian bertambah dari titik D sampai titik E. Selama aliran tersebut
simetris terhadap sumbu x dan y, maka dapat dianggap bahwa distribusi dari tekanan
juga simetris. Hal ini berbeda dengan kondisi pada aliran viscous, dimana kondisi ini
adalah kondisi yang sebenarnya ada.
Pada aliran viscous, eksperimen menunjukkan bahwa boundary layer tipis
diantara titik A dan C. Selama boundary layer tersebut tipis, ini beralasan untuk
mengasumsikan bahwa tekanan secara kualitatif sama dengan yang terjadi pada aliran
non viscous. Selama tekanan bertambah secara kontinyu diantara titik A dan B, elemen
dari fluida di dalam boundary layer mengalami sejumlah gaya penekan pada aliran
tersebut, di daerah ini gaya penekanan ini baik sekali untuk mengatasi gaya shear yang
11
muncul. Dan pergerakan dari elemen pada arah aliran tersebut dapat dijaga konstan.
Setelah titik B selama tekanan bertambah, elemen dari fluida tersebut mengalami gaya
penekanan yang berkebalikan dari arah aliran fluida tersebut.
Pada beberapa titik momentum dari fluida di dalam boundary layer tersebut
tidak bisa membawa elemen fluida lebih jauh lagi dari daerah perkembangan tekanan.
Layer dari fluida yang berdekatan dengan solid surface terbawa untuk berhenti atau
perlambatan dan aliran tersebut terseparasi dari permukaan. Daerah separasi dari
boundary layer yang merupakan hasil dari pembentukan daerah yang tekanannya
rendah di belakang silinder, dimana momentumnya tidak sempurna, ini disebut dengan
daerah wake. Untuk aliran yang terseparasi pada body, terdapat sejumlah gaya
penekanan yang tidak seimbang pada arah alirannya, ini mengakibatkan pressure drag
pada body. Besarnya daerah wake menyebabkan besarnya pressure drag.
Gambar 2.7 Separasi aliran pada silinder.
Gambar 2.8 Letak separasi pada Boundary Layer.
12
2.6. Lift (Gaya Angkat)
Koefisien lift adalah bentuk tak berdimensi dari lift. Peralatan penghasil lift
yang paling umum adalah airfoil, hydrofoil, fan dan lain-lain, yang selalu bekerja pada
kisaran bilangan Reynolds yang besar dimana aliran mempunyai sebuah sifat lapisan
batas, dengan efek viscous yang terdapat pada lapisan batas dan daerah olakan. Dalam
kasus ini, tegangan geser dinding hanya sediakit memberikan kontribusi terhadap lift.
Kebanyakan lift berasal dari distribusi tekanan permukaan.
Suatu alat yang didesain untuk menghasilkan lift bisa bekerja dengan
menghasilkan suatu distribusi tekanan yang berbeda antara permukaan bagian bawah
dengan bagian atas.
Gambar 2.9 Hydrofoil boat.
Persamaan lift adalah :
CL = AV
FL2
21
Dimana :
CL = Koefisien Lift
FL = Gaya Lift (N)
A = Luas Proyeksi Hidrofoil (m2)
V = Kecepatan Aliran Bebas (m/dt)
= Massa jenis (Kg/m3)
13
2.7. Penelitian Bouak dan Leamay (1998)
Eksperiman Bouak dan lemay (1998) menggunakan dua silinder sirkuler
yang tidak teriris, dimana silinder utama diganggu alirannya dengan silinder kecil.
Eksperimen dilakukan dengan memberikan variasi sudut α (0o; 0,25
o; 4,5
o; 7,5
o; 10,5
o
dan 17o. Hasil Eksperimen diperoleh drag dengan sudut 0o menghasilkan drag 1.
Kemudian drag mengalami penurunan drag sampai sudut 6,5o, drag mengalami
kenaikan setelah melewatisudut 6,5o dan drag akan mencapai maksimum pada sudut
15o dengan harga koefisien drag sebesar 1,2. Hal ini menunjukan bahwa untuk sudut
semakin meningkat, range 0o – 90
o, wake dari pengganggu (silinder kecil masih efektif
untuk menghasilkan drag yang kecil pada silinder utama.
Gambar 2.10 a. Skema Eksperimen Bouak, Lemay
b. Koefisien Lift dan drag sebagai fungsi sudut.
Eksperimen untuk lift adalah pada sudut 0o dihasilkan lift 0, dimana lift
yang ditimbulkan akan bertambah seiring dengan kenaikan sudut posisi α sampai 4,5o
dengan harga lift 0,65. Namun pada α lebih dari 4,5o, lift yang terjadi akan semakin
kecil. Penelitian ini dihasilkan bahwa pada α = 4,5o dengan harga S/d = 1,5 merupakan
titik optimal dengan harga Cl = 0,65. Hal ini menunjukan bahwa wake yang terbentuk
pada silinder sirkuler kecil masih mampu menghasilkan lift pada silinder utama.
14
III. METODE PENELITIAN
Pada studi thesis ini ada dua jenis pengukuran yang dilakukan, yaitu
pengukuran secara langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran secara
langsung yaitu suatu pengukuran dimana hasil percobaan dapat langsung dibaca dari
alat ukur yang digunakan. Sedang pengukuran secara tidak langsung adalah
pengukuran dimana diperlukan proses perhitungan terlebih dahulu dari hasil data yang
didapat dari pengukuran yang dilakukan. Untuk lebih jelasnya, akan terlebih dahulu
dibahas tentang analisa dimensi dan alat-alat yang akan digunakan dalam percobaan,
metode serta langkah-langkah percobaan.
3.1. Parameter yang diukur
Analisa Dimensi
Analisa dimensi bertujuan untuk mengetahui variabel apa saja yang
berpengaruh pada suatu percobaan dalam bentuk bilangan tak berdimensi. Dengan
metoda ini diharapkan percobaan tidak memakan waktu yang lama dan hasil yang
diperoleh dapat dipertanggung-jawabkan.
Dalam penelitian ini, analisa dimensi digunakan untuk mengetahui variabel
apa saja yang mempengaruhi karakteristik aliran yang melintasi profil hydrofoil tipe
NACA 66-210 asimetri yang diganggu alirannya dengan disturbance bentuk silinder
kecil tanpa teriris yang terpasang didepan hydrofoil dengan sudut posisi (s) 0o, 3
o, 6
o,
10o, 15
o dan 20
o dengan variasi sudut datang aliran angle of attack (α) 0
o, 5
o, dan 10
o.
Cara yang digunakan adalah dengan Buckingham –Pi Theorema.
3.2. Peralatan Ukur
3.2.1. Terowongan Angin
Peralatan utama selain model silinder uji yang digunakan adalah
terowongan angin tempat percobaan dilakukan. Percobaan dengan terowongan angin
ini dimaksudkan untuk percobaan dalam skala model. Hal ini karena untuk melakukan
pengujian denga pengukuran yang sebenarnya cukup sulit, selain memerlukan tempat
yang luas serta biaya yang tidak sedikit. Tetapi sudah tentu kondisi pada saat pengujian
dilaksanakan diusahakan sedekat mungkin dengan kenyataan.
15
o Wind Tunnel Balans
Alat ukur ini digunakan untuk mengukur gaya-gaya aerodinamis, yaitu lift
dan drag. Wind tunnel ini terdiri dari sepasang batang yang ditumpu dengan sepasang
knife edge pada sumbu silang yang saling tegak lurus, dengan arah paralel dan normal
garis sumbu terowongan angin.
Antara model dan balans dihubungkan dengan suatu batang yang
dilengkapi dengan model locking screw cursor, sehingga perubahan model terhadap
terowongan angin dapat dilakukan . Sudut yang dipilih dapat dikunci dengan angle
setting screw.
Balance arm yang paralel dengan arah aliran digunakan untuk mengukur
lift. Untuk kestabilan balance arm dari gaya-gaya aerodinamis yang terjadi, wind
tunnel balance juga dihubungkan dengan suatu bejana yang berisi oli (pelumas)
dengan viskositas tertentu yang diletakkan dibawah wind tunnel sebagai penyeimbang.
Jika udara dialirkan ke dalam terowongan angin, model akan mengalami
gaya aerodinamis, sehingga balans pengukur akan bergeser dari kedudukannya.
Gambar 3.2 Balance assembly
Sliding weight digeser untuk mengembalikan garis penunjuk ke posisi nul
indikator. Primary sliding balance digeser-geser untuk mendapatkan posisi null secara
tepat. Skala pada balans arm telah dikalibrasi kesatuan gaya , sehingga lift dan drag
dapat dibaca secara langsung dalam satuan Newton, dengan catatan garis sumbu model
berhimpit dengan garis sumbu terowongan angin.
16
o Data Klasifikasi Wind Tunnel
Terowongan angin yang digunakan dalam percobaan ini adalah jenis open
circuit low speed wind tunnel. Data teknis terowongan angin adalah sebagai berikut :
Jenis : Subsonic Open Circuit Wind Tunnel
Dimensi : 2980 x 183 x 800 mm
Work Sectin : 1000 mm (Ortogonal) x 1000 mm
Kecepatan maksimal : 20 m/s
Lift balans maksimal : 7 N
Drag balans maksimal : 2,5 N
Sensitifitas : 0,01 N
Motor penggerak blower : Mez-2,2KW-4,8 Amp - 380 V AC
Putaran motor maksimal : 2880 rpm
Inverter : Fuji Electric-type FVR-G-5; 380V, 60 Hz ; 2,2 KW
Gambar 3.1 Skema Wind-Tunnel
3.2.2. Alat Ukur Tekanan
Pada percobaan ini akan mengukur tekanan, baik itu tekanan static maupun
tekanan stagnasi. Peralatan yang digunakan untuk mengukur tekanan-tekanan tersebut
adalah:
a. Thermometer
Thermometer adalah suatu alat untuk mengukur temperatur. Thermometer
yang digunakan disini adalah thermometer untuk mengukur temperatur udara di
17
ruangan. Pengukuran temperatur di ruangan digunakan untuk mengukur properti
udara guna menghitung bilangan Reynold dari aliran , dengan menganggap
kondisi aliran bebas di dalam open circuit wind tunnel sama dengan kondisi
aliran bebas ruangan yang ditempatinya.
Thermometer
Type : air raksa (Hg)
Range : -10o C – 110
o C
Skala : 1o C
Toleransi : 0.5o C
b. Manometer (Pengukur Kecepatan freestream)
Alat ini digunakan untuk mengukur kecepatan aliran fluida didalam wind tunnel.
Adapun spkesifikasi dari alat ini adalah :
Type : 504
Range : 0 – 17 m
Skala : 0.1 m/s
Fluida : red oil
Gambar 3.3 Manometer pengukur kecepatan
3.3. Benda Uji
Pada percobaan ini, benda kerja yang digunakan adalah hydrofoil tipe
NACA 66-210 asimetri dengan ukuran model seperti terlihat pada gambar 3.4 sebagai
berikut :
18
Gambar 3.4 Ukuran model hydrofoil tipe NACA 66-210 asimetri.
19
Bentuk penampang Hydrofoil tipe NACA 66-210 asimetri dapat dilihat pada gambar
3.5 berikut.
Gambar 3.5 Penampang proyeksi Hydrofoil tipe NACA 66-210 asimetri.
Variasi sudut stagger disturbance terhadap hydrofoil diperlihatkan pada
gambar 3.6 dan sudut serang kemudi sesuai dengan gambar 3.7.
Gambar 3.6 Setting eksperimental
Gambar 3.7 Sudut serang hydrofoil
V
P
V
P
20
3.4. Prosedur Percobaan
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sudut stagger disturbance dan
variasi sudut datang aliran terhadap lift force pada hydrofoil tipe NACA 66-210
asimetri, dilakukan penelitian dengan prosedur sebagai berikut:
1. Analisa dimensi
2. Persiapan peralatan percobaan
3. Pelaksanaan percobaan
4. Pengolahan data dan analisa
IV. DAFTAR PUSTAKA
1. Bouak. F, Lemay. J, 1998 , Journal of Fluids Engineering.
2. Bruce R. Munson, Donald Young, 2005,”Mekanika Fluida”, Edisi keempat,
Penerbit Erlangga.
3. Fox, R, Mc. Donald, A.T, 1985, “Introduction to Fluid Mechanics”, 3rd
Edition,
John Willey & Sons, Inc.
4. Schliting, Hermann, 1979“ Boundary Layer Theory”, Mc. Grew Hill Book
Company.
5. Shevell, Richards, 1983 “ Fundamentals of Flight”. Prentice-Hall, Inc.