Upload
phungtuyen
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TESIS
TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN)
MASYARAKAT ADAT ALOR: KAJIAN LINGUISTIK
SISTEMIK FUNGSIONAL
OCE A. LANGKAMENG
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
TESIS
TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN)
MASYARAKAT ADAT ALOR: KAJIAN LINGUISTIK
SISTEMIK FUNGSIONAL
OCE A. LANGKAMENG
NIM 1190161062
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI LINGUISTIK-LINGUISTIK MURNI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN)
MASYARAKAT ADAT ALOR: KAJIAN LINGUISTIK
SISTEMIK FUNGSIONAL
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Linguistik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
OCE A. LANGKAMENG
NIM 1190161062
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI LINGUISTIK-LINGUISTIK MURNI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
Lembar Persetujuan Pembimbing
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 8 OKTOBER 2013
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Aron Meko Mbete Dr. I Putu Sutama, M.S.
NIP 194707231979031002 NIP 195912311986091001
Mengetahui
Ketua Program Magister Linguistik Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S (K).
NIP 196203101985031005 NIP 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 7 Oktober 2013
Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No 1805/UN14.4/HK/2013, Tanggal 24 September 2013
Ketua : Prof. Dr. Aron Meko Mbete, M.A
Anggota :
1. Dr. I Putu Sutama, M.S.
2. Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum.
3. Prof. Dr. I Kt Darma Laksana, M.Hum.
4. Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S.
Pernyataan Bebas Plagiat
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Oce Antipas Langkameng, S.Pd
NIM : 1190161062
Jurusan/Program Studi : S2 Linguistik
Fakultas/Program : Pascasarjana/Program Magister
Judul Tesis : Teks Ritual Gasakda (Kematian) Masyarakat Adat
Alor: Kajian Linguistik Sistemik Fungsional
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri, bebas dari peniruan terhadap karya orang lain. Kutipan
pendapat dan tulisan orang lain dirujuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya
ilmiah yang berlaku. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan
bahwa dalam tesis ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lain
yang dianggap melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sangsi atas
perbuatan tersebut.
Denpasar, 27 September 2013
Yang membuat pernyataan
Oce A. Langkameng, S.Pd
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya, tesis dengan judul
“Teks Ritual Gasakda (kematian) Masyarakat Adat Alor: Kajian Linguistik
Sistemik Fungsional” dapat diselesaikan. Tesis ini dapat diselesaikan berkat
dukungan dan peran serta beberapa pihak, baik secara moral maupun material.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang terkait.
Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada yang terhormat
Prof. Dr. Aron Meko Mbete sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian
telah memberikan dorongan, semangat serta petunjuk dalam penyelesaian tesis
ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada yang
terhormat Dr. I Putu Sutama, M.S, selaku pembimbing II, yang senantisa tulus
dalam berbagai kesempatan untuk membimbing dan membagikan pengalaman
terhadap kajian linguistik teks.
Ucapan terima kasih yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas
Udayana Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga
disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof.
Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para
penguji tesis, yaitu Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Dr. I Putu Sutama, M.S, Prof. Dr.
I Wayan Simpen, M.Hum, Prof. Dr. I Kt Darma Laksana, M.Hum, Dr. Ni Made
Dhanawaty, M.S atas waktu yang disediakan untuk membaca dan mengkritisi
tesis ini sehingga segala masukan yang telah diberikan sangat bermanfaat untuk
penyempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada segenap
staf pengajar Program Pendidikan Magister Linguistik PPs. Universitas Udayana
Prof. Dr. Aron Meko Mbete., Dr. I Putu Sutama., M.S, Prof. Dr. I Wayan
Simpen., Prof. Dr. I Kt Darma Laksana, M. Hum., Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S.,
Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., Dr. Made Sri Satyawati, SS., M.Hum.,
Prof. Dr. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S., Prof.
Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Drs. I Ketut Artawa, M.A. Ph.D., Prof.
Dr. I Gusti Made Sutjaja, M.A., Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., Prof. Drs. Made
Suastra, Ph.D., Prof. Drs. I Ketut Riana, S.U., Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum., Dr.
I. Nyoman Sedeng, M. Hum, yang telah memberikan pandangan konsep serta
cakrawala keilmuan masing-masing yang memperkaya wawasan penulis dalam
bidang linguistik. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ketua
dan Sekertaris Program Studi Pendidikan Magister Linguistik, Prof. Dr. I Nyoman
Suparwa, M.Hum dan Dr. Made Sri Satyawati, SS., M.Hum, yang telah
memberikan kemudahan serta kelancaran dalam studi ini. Kepada segenap
karyawan Administrasi dan Perpustakaan I Nyoman Sadra, I Ketut Ebuh, Ni
Komang Triani, Ni Gusti Agung Supadmini, Ni Nyoman Sumerti, Ni Nyoman
Sukartini, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan baik
administratif maupun teknis, yang menopang kelancaran studi bagi penulis.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Republik
Indonesia c.q, Menteri Pendidikan Nasional melalui tim managemen program
magister yang telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk BPPS sehingga
meringankan beban penulis dalam penyelesaian studi ini.
Ucapan terima kasih selanjutnya disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa
Program Magister Linguitik khususnya linguistik murni tahun akademik
2011/2012, yang selalu setia untuk diajak berdiskusi dalam berbagai kesempatan
dan saling memberikan motivasi sehingga dari rasa kebersamaan dan
persaudaraan yang tinggi dapat memberi input positif untuk menyelesaikan tesis
ini.
Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua
penulis yaitu Matheos Langkameng dan mendiang ibu, Sofia Langkameng yang
telah mengasuh, membesarkan, berkorban untuk memberikan jalan hidup, dan
selalu mendoakan penulis agar dapat meraih cita-cita dalam hidup ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih terdapat
sejumlah kekurangan. Sebagaimana orang bijak menyatakan: tiada gading yang
tak reta, tidak ada manusia yang sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat
diharapkan demi penyempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis berharap semoga
karya ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Denpasar,
Penulis
Oce A. Langkameng
ABSTRAK
TEKS RITUAL GASAKDA (KEMATIAN) MASYARAKAT ADAT ALOR:
KAJIAN LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara utuh dan
menyeluruh tentang teks ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor yang
untuk selanjutnya disingkat TRGMAA.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Pengumpulan
data dilakukan dengan metode simak atau observasi dan wawancara, yang dibantu
dengan beberapa teknik, yakni teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik
rekam, dan teknik catat. Data TRGMAA dianalisis secara deskriptif kualitatif
dengan berpedoman pada teori Linguistik Sistemik Fungsional.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) terdapat struktur
leksikogramatika TRGMAA yang terdiri atas sistem transitivitas, sistem mood,
dan sistem tema. Berdasarkan analisis sistem transitivitas, dapat ditegaskan bahwa
TRGMAA merupakan teks prosedural yang difokuskan pada tindakan atau kejadian.
Hal tersebut dibuktikan dengan persentase penggunaan proses material yang
menempati urutan teratas dengan jumlah 373 (42%). Berdasarkan komposisi
bentuk mood pada TRGMAA, ditemukan bahwa bentuk mood yang paling banyak
digunakan adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 767. Tema topikal selalu
ditonjolkan oleh para pelibat dalam TRGMAA, yakni dengan perolehan sebanyak
580 jumlah tema. Tingginya penggunaan tema topikal dalam TRG menunjukkan
bahwa para pelibat selalu menempatkan subjek/partisipan, proses, dan keterangan
atau sirkumstan sebagai inti pesan untuk dipertukarkan; (2) terdapat konteks
situasi TRGMAA meliputi medan, pelibat dan sarana teks. Aktivitas atau tindakan
sosial yang terjadi pada TRGMAA meliputi teks tonih getawom “pertemuan
keluarga”, teks ya lasting “meminta barang”, teks telingbae “nyanyian ritual
menumbuk padi”, teks katai sen “pemakaman”, dan teks tabiah gauk “pembagian
barang”. Pelibat (tenor) pada TRGMAA meliputi; anak laki-laki sulung atau yang
disulungkan dalam keluarga, paman, tua adat, dan Pendeta. TRGMAA merupakan
perpaduan antara teks lisan dan tulisan. Berdasarkan derajat interaksi yang
digunakan, penggunaan teks tulis lebih dominan dari pada teks lisan. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan tingginya pemakaian unsur konjungsi pada TRG dari
pada unsur kontinuitas; (3) struktur budaya atau genre TRGMAA berhubungan
dengan tahapan-tahapan dalam peristiwa kematian pada masyarakat adat ATL.
Struktur genre TRGMAA meliputi empat unsur, yakni: bagian pra-pendahuluan,
pendahuluan, isi atau inti, dan bagian penutup; (4) Ideologi yang tercermin pada
TRGMAA yakni masyarakat ATL percaya bahwa kematian merupakan panggilan
Tuhan.
Kata Kunci: Teks, Konteks, Linguistik Sistemik Fungsional, Ritual Gasakda
ABSTRACT
GASAKDA (THE OLD PERSON DEATH) RITUAL TEXT OF ALOR
TRADITIONAL COMMUNITIES: A SYSTEMIC FUNCTIONAL
LINGUISTIC ANALYSIS
This study was conducted to describe or provide full explanation about
gasakda ritual text of Alor community (TRGMAA).
The data were collected by using observations and interviews, assisted with
several techniques, namely SBLC and recording. Data of TRGMAA were analyzed
by descriptive qualitative based on the theory of Systemic Functional Linguistics.
Results of the data analysis showed (1) there were found the lexico-grammar
structures of TRGMAA consisting of the system of transitivity, mood, and theme.
Based on the analysis of the transitivity system, it can be affirmed that TRGMAA
was the procedural text that is focused on actions or events. It can be proved by
the highest percentage got by the material process which about 373 (42%). Based
on the composition of mood in TRGMAA, it was found that declarative mood
achieved the highest number which about 767. Topical theme is always used by
the participants in TRGMAA, which were about 580. The highest use of topical
theme in TRG means that the participants always put the subject, process, and
circumstance as the core of messages to be exchanged; (2) there were found the
context of the situation in TRGMAA which consist of field, tenor and mode. Field
of discourse occurred in the TRGMAA namely; tonih getawom „family meeting‟,
ya latsing „ask for something‟, telingbae „ritual chants for pounding rice‟, katai
sen „funeral‟, and tabiah gauk „giving something to one another‟. Tenor of
discourse in TRGMAA consist of the oldest child in the family, uncle, the old
(customs‟ leader), and the clergyman. TRGMAA was a blend of spoken and
written text. Based on the degree of interaction, it found that written text was
more dominant or mostly used than spoken. It can be proved by the high usage of
conjunctions element than the element of continuity; (3) genre of TRGMAA
related to stages in death procession of Alor Timur Laut (ATL) traditional
communities. Genre TRGMAA included four elements, namely: pre-introduction,
introduction, middle/content, end/closing; (4) ideology is reflected on TRGMAA,
namely the ATL communities convinced that death is a God‟s calling.
Keywords: Text, Context, Systemic Functional Linguistics, Gasakda Ritual
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ……………………………………………………..... i
PRASYARAT GELAR …………………………………………………... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………………… iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT……………………………………… v
UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………… vi
ABSTRAK ………………………………………………………………... viii
ABSTRACT ………………………………………………………………. x
DAFTAR ISI …………………………………………………………….. xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………................. xv
DAFTAR SKEMA ………………………………………………………. xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ……………………………..xvii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………...... 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………… 5
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………. 5
1.3.1 Tujuan Umum …………………………………………………....... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ……………………………………………………... 6
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………… 6
1.4.1 Manfaat Teoretis ………………………………………………… 6
1.4.2 Manfaat Praktis …………………………………………………. 7
1.5 Ruang Lingkup …………………………………………………….. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA
TEORI DAN MODEL PENELITIAN …………………………………… 9
2.1 Kajian Pustaka ……………………………………………………...... 9
2.2 Konsep ……………………………………………………………..... 15
2.2.1 Teks ……………………………………………………………....... 15
2.2.2 Konteks ……………………………………………………………. 15
2.2.3 Ritual Gasakda …………………………………………………….. 15
2.2.4 Masyarakat Adat ………………………………………………....... 16
2.2.5 Linguistik Sistemik Fungsional …………………………………… 16
2.3 Kerangka Teori ……………………………………………………… 17
2.3.1 Leksikogramatika ………………………………………………….. 24
2.3.1.1 Sistem Transitivitas ………………………………………............ 24
2.3.1.2 Sistem Mood ……………………………………………………... 34
2.3.1.3 Sistem Tema-Rema ……………………………………………… 40
2.3.2 Struktur Teks ………………………………………………………. 43
2.3.3 Ideologi ……………………………………………………………. 44
2.4 Model Penelitian …………………………………………………….. 45
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………...... 47
3.1 Rancangan Penelitian ………………………………………………... 47
3.2 Landasan Filosofis …………………………………………………… 47
3.3 Jenis Penelitian ………………………………………………………. 48
3.4 Lokasi Penelitian …………………………………………………...... 48
3.5 Jenis dan Sumber Data ………………………………………………. 49
3.6 Tahapan dan Strategi Penelitian …………………………………….. 50
3.6.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data …………………………… 50
3.6.2 Metode dan Teknik Analisis Data …………………………………. 52
3.6.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ……………...... 52
BAB IV STRUKTUR LEKSIKOGRAMATIKA TRGMAA .................... 53
4.1 Sistem transitivitas dalam TRGMAA ……………………………….. 53
4.2 Sistem mood dalam TRG ……………………………………………. 72
4.3 Sistem tema-rema dalam TRG ………………………………………. 91
BAB V KONTEKS SITUASI TRGMAA ………………………………... 101
5.1 Medan dalam TRG…………………………………………………... 102
5.2 Pelibat dalam TRG…………………………………………………… 107
5.3 Sarana dalam TRG…………………………………………………… 116
BAB VI STRUKTUR BUDAYA TRGMAA ………………………......... 117
6.1 Struktur budaya TRG………………………………………………… 117
6.2 Struktur Generik Spesifik TRG……………………………………… 122
6.3 Tekstur Teks …………………………………………………………. 135
BAB VII IDEOLOGI TRGMAA ................................................................ 137
7.1 Ideologi pada Konteks Situasi ……………………………………….. 138
7.2 Ideologi pada Konteks Budaya……………………………………….. 143
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 145
8.1 Simpulan……………………………………………………………… 145
8.2 Saran………………………………………………………………….. 148
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 150
LAMPIRAN 1: KONTEKS SITUASI DAN UNSUR LINGUAL TRGMAA
LAMPIRAN 2: DATA TRGMAA
LAMPIRAN 3: PETA PULAU ALOR
DAFTAR TABEL
Tabel Uraian Halaman
Tabel 1 Jenis Proses, Makna, dan Partisipan 30
Tabel 2 Tipe Proses pada TRGMAA yang Menggunakan BK 68
Tabel 3 Tipe Proses pada TRGMAA yang Menggunakan BI 69
Tabel 4 Penggunaan Tipe Proses secara Keseluruhan
pada TRGMAA 71
Tabel 5 Penggunaan Bentuk Mood BK 81
Tabel 6 Penggunaan Bentuk Mood BI 82
Tabel 7 Penggunaan Bentuk Mood secara Keseluruhan
pada TRGMAA 82
Tabel 8 Kategori Keterangan (Adjuncts) pada TRGMAA 83
Tabel 9 Tema pada TRG yang menggunakan BK 99
Tabel 10 Tema pada TRG yang menggunakan BI 99
Tabel 11 Tema secara Keseluruhan pada TRGMAA 100
Tabel 12 Unsur Struktur Pra-pendahuluan TRGMAA 128
Tabel 13 Unsur Struktur Pendahuluan TRGMAA 129
Tabel 14 Unsur Struktur Inti TRGMAA 132
Tabel 15 Unsur Struktur Penutup TRGMAA 134
DAFTAR SKEMA
Skema Uraian Halaman
Skema 1 Strata atau Tingkatan Bahasa 20
Skema 2 Hubungan Konteks dan Leksikogrammar 21
Skema 3 Bahasa dan Konteks dalam LSF 23
Skema 4 Sistem Sirkumstans 31
Skema 5 Model Penelitian 46
Skema 6 Konteks Situasi TRGMAA 101
Skema 7 Struktur Budaya/Genre Umum 118
Skema 8 Struktur Genre TRG I 124
Skema 9 Struktur Genre TRG II 125
Skema 10 Struktur Genre TRG III 127
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN
ADJ : Adjuncts
ATL : Alor Timur Laut
BI : Bahasa Indonesia
BK : Bahasa Kamang
CIRC : Circumstances
CIRC LOC : Circumstances of Location
CIRC ADJ : Circumstantial Adjuncts
CONT : Continuity
CONJ : Conjunctive
CONT ADJ : Continuity Adjunct
CONJ ADJ : Conjunctive Adjunct
CIRC ACCOMP : Circumstances of Accompaniment
KT : Kata Tanya
KS : Kata Sifat
LHK : Linguistik Historis Komparatif
LSF : Linguistik Sistemik Fungsional
LIH : Lihat
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
NTT : Nusa Tenggara Timur
P : Predikat
POL ADJ : Polarity Adjuncts
PR : Proses
PRED : Predicator
PT : Partisipan
S : Subjek
SUBJ : Subject
SBLC : Simak Bebas Libat Cakap
SIR : Sirkumstans
SFL : Systemic Functional Linguistics
TRGMAA : Teks Ritual Gasakda Masyarakat Adat Alor
TRPMAB : Teks Ritual „Pawiwahan‟ Masyarakat Adat Bali
TRG : Teks Ritual Gasakda
VOC ADJ : Vocative Adjuncts
LAMBANG
//…// : batas kalimat
(…) : untuk menempatkan nomor klausa, singkatan atau akronim
= : sama dengan
/ : atau
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan suatu fakta sosial (language is a social fact). Hal ini
berkaitan dengan sifat sosial bahasa yang secara spontan bersumber dari individu
yang bersifat inherent (menurun) dengan membentuk isi kebudayaan satu
kelompok masyarakat. Sebagai fakta (realitas) sosial, bahasa digunakan
masyarakat penuturnya untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam konteks
situasi dan konteks budaya dalam suatu lingkungan (Halliday, 1973:8; Sutjaja,
1989:1). Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa bahasa merupakan sarana
komunikasi paling efektif yang memungkinkan manusia sebagai anggota suatu
kelompok dapat menyingkap pikiran, perasaan, dan pengalamannya tentang
dunia. Bagaimanapun, bahasa dalam pemakaiannya sebagai sarana komunikasi
dalam realitas kehidupan manusia sebagai anggota suatu kelompok masyarakat
bukan merupakan suatu entitas yang berdiri sendiri, melainkan berhubungan erat
dengan kebudayaan yang dianut kelompok masyarakat bersangkutan.
Realitas penggunaan bahasa sebagai unsur kebudayaan satu kelompok
masyarakat tercermin antara lain, melalui tuturan ritual, lagu atau nyanyian rakyat,
ungkapan, teka-teki, pepatah, dan sebagainya. Realitas penggunaan bahasa ini,
oleh Halliday dinamakan penggunaan bahasa secara imajinatif (imaginative use),
yang bersifat ritual dan puitis. Fungsi ritual bahasa menempati fungsi yang sama
dengan yang dikemukakan oleh Malinowski sebagai fungsi magis (Halliday dan
Hasan, 1985: 17).
Jalan menuju pemahaman bahasa terletak dalam kajian teks. Teks dimaknai
secara dinamis, yakni sebagai bahasa yang berfungsi. Kata berfungsi memiliki
makna bahwa bahasa sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks dan
merupakan salah satu aspek dari proses sosial (Halliday dan Hasan, 1985: 5;
1989: 13).
Penelitian ini terfokus pada teks ritual gasakda (kematian) masyarakat adat
Alor, yaitu salah satu kabupaten di bawah wilayah administratif Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT). Persoalan pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah
fenomena penggunaan bahasa Kamang, yang merupakan salah satu bahasa daerah
yang ada di Kabupaten Alor (selanjutnya disingkat BK) serta penggunaan bahasa
Indonesia (selanjutnya disingkat BI). Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa
BK dan BI difungsikan secara langsung dalam ritual gasakda (kematian)
masyarakat adat Alor.
Ada beberapa hasil kajian yang pernah dilakukan terhadap bahasa-bahasa di
Alor, yakni (a) Preliminiary Notes on the Alor and Pantar Languages (East
Indonesia)oleh Stokhof (1975), (b) Monografi Kosakata Swadesh di Kabupaten
Alor oleh Pusat Bahasa (2000), (c) Pemetaan bahasa Kamang oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2010), (d) Pemetaan Bahasa-bahasa di
Alor oleh Dinas Kebudayaan NTT (2010), dan (e) Sejarah dan Budaya Kepulauan
Alor oleh Retika(2012). Hasil penelitian tersebut secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi empat bidang, yakni (1) bidang Linguistik Historis
Komparatif (LHK), (2) bidang dialektologi, (3) bidang perkamusan, serta (4)
bidang sejarah dan budaya. Selain keempat bidang penelitian tersebut, ternyata
masih ada beberapa aspek kebahasaan yang kurang memperoleh perhatian dari
para peneliti. Salah satu aspek tersebut adalah teks.
Teks ritual gasakda (kematian) dalam masyarakat adat Alor merupakan
fenomena kebahasaan yang sangat menarik untuk dikaji dari sudut pandang
linguistik, khususnya dari kajian Linguistik Sistemik Fungsional (selanjutnya
disingkat LSF). Banyak aspek di dalam teks tersebut yang dapat diangkat dan
dipersoalkan, yakni mulai dari pertemuan keluarga (tonih getawom), jalan adat ke
rumah paman (ya lasting), nyanyian ritual menumbuk padi (teling bai),
pemakaman (katai sen), dan lipat kain (tabiah gauk). Seluruh rangkaian dan
tahapan prosesi tersebut menghasilkan teks dan setiap teks yang ada memiliki
struktur teks. Jika tiap-tiap teks dirangkai menjadi satu kesatuan utuh, maka
terbentuklah teks ritual gasakda (kematian) secara lengkap yang juga memiliki
struktur tersendiri.
Situasi kebahasaan di masyarakat Alor menimbulkan persoalan berkaitan
dengan banyaknya jumlah bahasa. Karena terdapat suatu pluralitas kebahasaan di
dalam masyarakat Alor, BI dijadikan sebagai bahasa antara (lingua francae) bagi
masyarakat Alor. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan keterpinggiran bahasa-
bahasa lokal di tengah globalisasi sehingga besar kemungkinannya bahwa bahasa-
bahasa lokal tersebut terancam punah. Berdasarkan fakta tersebut, penelitian ini
merupakan salah satu upaya pelestarian budaya dan harmonisasi sosial dalam
bentuk revitalisasi bahasa.
Penelitian ini secara tersirat dimaksudkan untuk mengungkapkan tahapan
siklus mengenai kehidupan sebagai suatu proses yang terdiri atas lahir--dewasa--
mati. Kematian merupakan sebuah kata sederhana tetapi mengandung makna yang
sangat dalam sehingga terdapat banyak cara untuk memaknai kematian. Teks
gasakda (kematian) merupakan salah satu bagian dari siklus kehidupan
masyarakat Alor yang perlu dipahami dan dipersepsikan dalam sebuah kerangka
sistem secara keseluruhan. Tahapan dan rentangan dalam setiap siklus itu setelah
dihubungkan dengan ekspresi kebahasaan dan konteks sebagai latar terbangunnya
teks akan mengungkapkan ideologi masyarakat Alor mengenai kematian.
Dasar pemikiran seperti yang diuraikan di atas menjadikan penelitian
terhadap teks gasakda (kematian) masyarakat adat Alor penting untuk dilakukan.
Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan struktur teks gasakda (kematian)
secara utuh dan menyeluruh dan memberi makna (make sense) bagi masyarakat
penuturnya serta mengungkapkan ideologi yang tersirat dalam setiap tindakan
sosial yang dilakukan.
Teks ritual gasakda sebagai aktivitas sosial melibatkan kelompok-kelompok
sosial, seperti keluarga, pemerintah, gereja, dan hubungan kekerabatan. Bertolak
dari realitas ini, penting untuk dijelaskan bahwa ada dua sistem yang berjalan
secara paralel dan sangat harmonis, yaitu sistem bahasa yang diwujudkan dalam
bentuk teks dan sistem sosial yang menjadi latar terbangunnya teks atau dalam
istilah sistemik disebut konteks. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka
teks ritual gasakda (kematian) masyarakat Adat Alor, yang untuk selanjutnya
disingkat TRGMAA, menarik untuk diteliti berdasarkan analisis LSF.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang di atas, maka masalah pokok
yang dianalisis dalam tulisan ini berkaitan dengan kajian teks ritual gasakda
(kematian) masayarakat adat Alor dapat dirumuskan seperti berikut ini.
1) Bagaimanakah struktur leksikogramatika TRGMAA?
2) Konteks situasi apakah yang digambarkan dalam TRGMAA?
3) Struktur budaya/struktur generik apakah yang tercermin dalam
TRGMAA?
4) Ideologi apakah yang tercermin dalam TRGMAA?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan sebuah penelitian ilmiah tidak akan pernah lepas dari masalah yang
hendak dicarikan solusi pemecahannya. Secara umum, penelitian ini bertujuan
untuk:
1) menerapkan model pendekatan fungsional (LSF) atas bahasa yang
masih sangat langka di Indonesia khususnya BK dan BI dalam ritual
gasakda (kematian) masyarakat adat Alor; dan
2) mendeskripsikan atau memberikan gambaran secara utuh dan
menyeluruh tentang TRGMAA.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1) mengkaji dan menemukan struktur leksikogramatika TRGMAA yang
meliputi analisis sistem tansitivitas, sistem mood, dan sistem tema.
2) mengkaji dan menemukan konteks situasi (konteks sosial/register)
TRGMAA.
3) mengkaji dan menemukan struktur budaya/struktur generik (genre)
TRGMAA; dan
4) menjelaskan ideologi yang tercermin dalam TRGMAA.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat sebagaimana
penelitian keilmuan pada umumnya. Manfaat penelitian secara teoretis sebagai
berikut.
1) Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan informasi tentang
penerapan LSF untuk berbagai lintas bidang.
2) Sebagai perbendaharaan data kebahasaan bagi para peneliti, peminat,
dan pemerhati, baik dalam lingkup BK maupun lintas bahasa.
3) Sebagai penguatan teori linguistik khususnya teori LSF yang telah
diprakarsai oleh Halliday.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Sebagai referensi bagi generasi penerus BK, khususnya yang berada di
Kecamatan Alor Timur Laut, untuk memahami berbagai aspek
mengenai prosesi ritual gasakda (kematian) dan selanjutnya diterapkan
dalam proses sosial.
2) Nilai-nilai budaya yang tercermin dalam prosesi ritual gasakda
(kematian) untuk selanjutnya dapat diterapkan ke dalam proses
pendidikan, baik yang berlangsung di sekolah maupun di gereja.
3) Sebagai salah satu cara untuk mempertahankan bahasa dan budaya
Kamang di Kecamatan Alor Timur Laut (ATL) Kabupaten Alor.
1.5 Ruang Lingkup
Teori LSF memandang bahasa sebagai bentuk dan ekspresi. Konsep tersebut
dapat dijabarkan mulai dari strata fonologi, leksikogramatika, logikosemantik,
register, genre, dan ideologi. Namun, yang menjadi fokus dalam kajian ini, yakni
pada tingkatan/strata leksikogramatika, register, genre, dan ideologi.
Ada empat masalah pokok yang dibahas dalam penelitian ini dengan
menggunakan teori LSF sebagai “pisau” analisisnya. Keempat masalah tersebut
mencakup (1) struktur leksikogramatika TRGMAA, (2) konteks situasi (konteks
sosial/register) TRGMAA, (3) struktur budaya/struktur generik (genre)
TRGMAA, dan (4) ideologi yang tercermin dalam TRGMAA. Struktur
leksikogramatika meliputi sistem transitivitas, sistem mood, dan sistem tema.
Dalam sistem transitivitas dikaji hubungan antara unsur proses, partisipan dan
sirkumstan; sistem mood meliputi struktur mood klausa BK, dan dalam sistem
tema yang dianalisis meliputi tema antarpersonal, tema topikal, dan tema tekstual.
Selanjutnya, konteks situasi (konteks sosial/register) meliputi analisis medan teks,
pelibat teks, dan sarana teks. Sementara itu, struktur budaya/struktur generik
(genre) teks ritual gasakda meliputi tahapan-tahapan yang dilalui pada saat ritual
tersebut. Hal yang terakhir adalah analisis ideologi, yang meliputi ideologi pada
konteks situasi (medan, pelibat, dan sarana teks) dan konteks budaya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Kajian yang dianggap relevan dengan objek penelaahan ini meliputi beberapa
tulisan dalam bentuk buku dan hasil penelitian yang telah dilakukan, baik yang
difokuskan pada teori maupun pada objek penelitian. Berikut adalah buku-buku
yang dijadikan sebagai kajian pustaka.
Buku yang berjudul Language, Context and Text: Aspect of Language in
Social Semiotic Perspective merupakan karya Halliday dan Hasan (1985). Kajian
tersebut menekankan pada bahasa dalam hubungannya dengan konteks sosial,
yaitu pada fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan susunan sebagai
pilihan yang berkaitan dengan konteks sosial dan konteks budaya. Selanjutnya,
dijelaskan pula bahwa jalan menuju pemahaman tentang bahasa terletak dalam
kajian teks. Sehubungan dengan bahasa dalam perspektif semiotik sosial, teks dan
konteks sangat berkaitan dalam menentukan pilihan bentuk dan makna. Makna
didapatkan melalui interaksi sosial, dengan perantara sosial, dan untuk tujuan
sosial pula. Buku ini sangat relevan untuk dijadikan acuan mengingat bahwa
analisis teks ritual gasakda (kematian) tidak terlepas dari analisis komponen-
komponen yang terkait di dalamnya.
Buku Cohesion in English juga merupakan karya Halliday dan Hasan (1976).
Karya ini membahas kekohesifan teks yang meliputi referensi, elipsis, konjungsi,
dan kohesi leksikal. Buku ini relevan untuk dijadikan acuan karena sebagai dasar
dalam mengkaji struktur teks ritual gasakda.
Karya Eggins (1994) dengan judul An Introduction to Systemic Functional
Linguistics memberikan landasan untuk memahami teks serta teknik analisis teks.
Dalam buku ini diperkenalkan konsep-konsep genre dalam lingkup kebudayaan
dan register dalam lingkup konteks sosial. Selain itu, diperkenalkan juga
leksikogramatika, metafungsi bahasa yang meliputi makna interpersonal, makna
ideasional, dan makna tekstual. Buku ini relevan dan dijadikan acuan dalam
menganalisi teks ritual gasakda khususnya dari aspek leksikogramatika yang
meliputi sistem transitivitas, sistem mood, dan sistem tema.
Buku lainnya yang dijadikan rujukan adalah karya-karya Sutjaja dengan judul
Sistemik dan Peluang Penerapannya dalam Bahasa Indonesia (1989) dan Grup
Nomina Bahasa Indonesia (2011). Karya Sutjaja yang pertama (1989) membahas
secara singkat tentang latar belakang, peluang penerapan pendekatan linguistik
sistemik dalam bahasa Indonesia dan kemungkinan jangkauan penelitian
kebahasaan yang cocok di Indonesia menyangkut bidang-bidang apa saja yang
mungkin menjadi objek penelitian. Buku yang kedua (2011) membahas
ketatabahasaan yang menyangkut sistem dan struktur grup nomina bahasa
Indonesia. Meskipun kedua buku di atas tidak mengkaji teks secara eksplisit,
karya ini juga sangat membantu penulis khususnya berhubungan dengan cara
menganalisis klausa berdasarkan pendekatan LSF.
Selain buku-buku acuan yang telah disebutkan, penelitian ini juga dilengkapi
dengan sejumlah hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk jurnal dan disertasi.
Berikut ini adalah sejumlah hasil penelitian yang dijadikan sebagai kajian pustaka.
Penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2004) dengan judul “Peran Leksis
dalam Analisis Teks”. Penelitian tersebut secara khusus membahas bagaimana
leksis merealisasi realitas (pengalaman/experience, logis/logic, realitas
sosial/social realities), dan kontribusi leksis terhadap interpretasi gaya bahasa dan
makna sebuah teks secara menyeluruh. Meskipun menggunakan teori yang sama,
yakni LSF, yang membedakan penelitian yang dilakukan Santosa dengan
penelitian ini adalah cakupan masalah penelitian. Santosa hanya membahas leksis,
yakni tingkatan di bawah gramatika, kohesi, dan struktur teks. Sementara itu,
dalam penelitian ini dikaji aspek leksikogramatika, konteks situasi, konteks
budaya, dan analisis ideologi teks ritual gasakda.
Penelitian yang dilakukan oleh Adisaputra (2008) dengan judul “Analisis
Teks Materi Pembelajaran di Sekolah Dasar (SD): Kajian Linguistik Sistemik
Fungsional”. Teks pembelajaran yang dimaksud adalah analisis teks tulis bahasa
Indonesia dan IPS yang digunakan oleh anak SD di Denpasar. Penelitian tersebut
menghasilkan beberapa temuan, yakni (1) perbedaan antara teks mata pelajaran
bahasa Indonesia dan IPS ditentukan oleh unsur transitivitas yang sangat
membedakan siskumstan, (pada teks mata pelajaran bahasa Indonesia ditemukan
hanya tujuh unsur sirkumstan, sedangkan pada teks IPS terdapat dua puluh unsur
sirkumstan), (2) pola pengembangan teks berdasarkan tema-rema antarklausa
menunjukkan bahwa kedua teks merupakan teks utuh, (3) keterpaduan makna
kedua teks dijalin oleh piranti gramatikal dan leksikal, (4) berdasarkan analisis
kontekstual dan inferensi, maka dari sudut pandang bahan pembelajaran yang
fungsional dan kontekstual, kedua teks masih dianggap bukan merupakan teks
yang dapat digunakan secara universal sebagai bahan pembelajaran. Jika dilihat
dari bentuknya maka penelitian yang dilakukan oleh Adisaputra dikategorikan ke
dalam jenis teks tulis. Sementara itu, penelitian ini merupakan perpaduan bentuk
tuturan lisan dan tulisan dalam ritual gasakda sehingga lebih variatif dan menarik
untuk dikaji.
Penelitian yang dilakukan oleh Rasna (2010) “Transitivitas Pangiwa Teks Aji
Blegodawa”. Pengkajian tersebut dilakukan dengan menggunakan teori Linguistik
Sistemik Fungsional. Hasil analisis menunjukkan bahwa teks Aji Blēgodawa
merupakan teks prosedural mempersyaratkan adanya tindakan sebagai prosedur
dalam merealisasikan transitivitas teks prosedural. Hal tersebut dibuktikan
persentase penggunaan proses material yang menempati peringkat teratas dengan
jumlah 553 atau 48,47%. Meskipun menggunakan teori yang sama, namun
penelitian yang dilakukan oleh Rasna hanya terfokus pada salah satu aspeks dari
metafungsi bahasa, yakni fungsi memaparkan yang direalisasikal oleh sistem
transitivitas, sementara dalam penelitian ini difokuskan pada ketiga metafungsi
bahasa di dalam tatanan leksikogramatika TRG, yakni fungsi
memaparkan/ideasional (transitivitas), fungsi mempertukarkan/interpesonal
(modus), dan fungsi merangkai/tekstual (tema).
Tulisan Santoso (2008) dengan judul “Jejak Halliday dalam Linguistik kritis
dan Analisis Wacana Kritis”. Tulisan tersebut difokuskan pada dua pandangan
Halliday yang terkenal, yakni bahasa sebagai semiotika sosial dan linguistik
sebagai tindakan. Bahasa sebagai semiotika sosial berarti bahwa bentuk-bentuk
bahasa mengodekan (encode) representasi dunia yang dikonstruksikan secara
sosial. Dalam hal ini berhubungan dengan keberadaan konteks sosial bahasa,
yakni fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan bagaimana
perkembangannya (Halliday, 1977, 1978; Halliday dan Hasan, 1985). Pokok
pikiran penting kedua tentang “linguistik sebagai tindakan” yang berarti bahwa
sebuah kajian linguistik tentu saja harus dapat dipertanggungjawabkan secara
sosial. Dalam hal ini sebuah bentuk bahasa akan melayani fungsi penggunaan
bahasa, bentuk ilmu bahasa juga melayani fungsi penggunaannya. Kedua
pandangan itu pada tahap selanjutnya telah memberikan pengaruh yang amat kuat
dalam linguistik kritis karya-karya Fowler (1985; 1986; 1996) dan terhadap
analisis wacana kritis, khususnya pada karya-karya Fairclough (1989; 1995) dan
van Dijk (1985). Tulisan ini sangat relevan karena membuka wawasan penulis
terhadap konsep LSF, yakni bagaimana cara pandang teori LSF terhadap bahasa
sebagai objek kajiannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutama (2010) “Teks Ritual Pawiwahan
Masyarakat Adat Bali”. Penelitian tersebut didasarkan pada LFS, yang meliputi
analisis struktur teks, mood, transitivitas, tema-rema, hubungan logis antarklausa
dan ideologi. Hasil penelitian tersebut menyatakan (1) TRPMAB memiliki
struktur budaya, struktur makro, struktur mikro, struktur makna, dan tekstur, (2)
TRPMAB memiliki sistem mood, yakni mood indikatif dan imperatif, struktur
mood klausa dan modalisasi, (3) TRPMAB memiliki transitivitas, (4) TRPMAB
memiliki komposisi tema rema, (5) TRPMAB dibangun oleh unit pengalaman
linguistik terkecil berupa klausa yang membentuk kesatuan makna, dan (6)
TRPMAB memiliki ideologi, dan ciri ideologi yang paling menonjol adalah kuasa
(power) keluarga purasa terhadap keluarga predana dalam hal peran serta
solidaritas dalam tahapan pernikahan. Secara generik terlihat berbeda, tetapi
tulisan ini menjadi acuan untuk meneliti teks ritual gasakda (kematian)
masyarakat adat Alor.
Penelitian tentang teks atau tuturan ritual pernah dilakukan oleh Riana
(1995), Sabon Ola (2005) dan Bustan (2005). Riana (1995) meneliti tentang ritual
masyarakat Gebog Domas di Bali. Kajian tersebut menyangkut ritual syukuran
adat, keagamaan, ritual siklus hidup yang meliputi kelahiran dan kehidupan
dewasa. Selanjutnya, Sabon Ola (2005) meneliti tantang tuturan ritual etnik
Lamaholot dalam konteks perubahannya. Dalam penelitian tersebut ditemukan
bahwa inti pandangan hidup orang Lamaholot ialah koda (kebenaran).
Keberpihakan pada kebenaran menjadikan orang Lamaholot hidup tentram, aman,
sukses, dan selamat. Bustan (2005) mengkaji tentang ritual Tudak Penti (ritual
panen), yang menemukan peta pengetahuan orang Manggarai bahwa leluhur
sangat berperan di dalam menentukan hasil panen. Ketiga penelitian di atas
memiliki relevansi dengan penelitian ini karena mengkaji tentang teks ritual.
Namun, cara kerja, model analisis, serta teori yang digunakan tampak berbeda
karena ketiga penelitian tersebut menggunakan teori linguistic kebudayaan,
sementara penelitian ini menggunakan teori LSF.
2.2 Konsep
Ada beberapa konsep dasar yang diacu dalam penelitian ini. Konsep-konsep
itu adalah teks, ritual gasakda, masyarakat adat, dan linguistik sistemik
fungsional. Tiap-tiap konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut.
2.2.1 Teks
Ada tiga konsep mengenai teks, yakni (1) teks merupakan sebuah unit
semantik atau teks adalah makna, (2) teks adalah bahasa yang berfungsi, (3) teks
adalah proses dan produk (Halliday dan Hasan, 1985:10).
2.2.2 Konteks
Menurut Halliday dan Hasan (1985:5), istilah teks dan konteks merupakan
aspek-aspek dari proses yang sama. Dengan kata lain bahwa ada teks dan ada teks
lain yang menyertainya (the text that is “with”). Jadi, teks lain yang menyertai
teks disebut konteks.
2.2.3 Ritual Gasakda
Ritual gasakda mengacu pada suatu aktivitas sosial budaya. Kata ritual
berasal dari kata „rite‟ yang artinya upacara atau tata cara (Danbury, 1995). Dalam
BK, kata gasakda terdiri atas pronomina ga yang memiliki arti „dia‟ serta kata
sakda yang memiliki arti „orang tua‟. Dengan demikian konsep gasakda tidak
dilihat berdasarkan makna leksikal atau denotatif tetapi berkaitan dengan konsep
siklus, yakni lahir--dewasa--mati. Atas dasar pengertian tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa ritual gasakda merupakan upacara/tata cara kematian tua adat
yang merupakan suatu aktivitas sosial masyarakat Alor.
2.2.4 Masyarakat Adat
Masyarakat adat dalam tulisan ini berarti suatu komunitas atau kelompok
orang yang hidup bersama dan menjalankan kebiasaan adat sejak dahulu kala
sesuai dengan norma dan tradisi nenek moyang mereka. Masyarakat adat tersebut
harus tunduk pada kebiasaan yang telah disepakati secara bersama-sama turun-
temurun (Keraf, 2010:25). Selanjutnya, masyarakat adat Alor khususnya Alor
Timur Laut (ATL) adalah masyarakat adat yang menggunakan BK dalam
berkomunikasi sehari-hari. Mereka selalu menjalankan tradisi nenek moyang dan
tunduk pada norma adat yang berlaku.
2.2.5 Linguistik Sistemik Fungsional
Linguistik Sistemik Fungsional/LSF (Sistemic Functional Linguistics/SFL)
adalah teori linguistik dengan pendekatan analisis terhadap teks, yaitu bahasa
yang berfungsi dalam konteks. Teori ini mempertimbangkan fungsi dan makna
sebagai dasar dari bahasa manusia untuk melakukan komunikasi (Halliday, 1973;
Halliday dan Hassan, 1985; Halliday, 2004; Eggins, 1994).
2.3 Kerangka Teori
Teori LSF merupakan salah saru teori linguistik yang mengkaji tentang teks.
Teori ini dikembangkan oleh Michael Alexander Kirkwood Halliday seorang
sarjana Leeds-Inggris tahun 1925 yang lebih populer dengan nama M.A.K.
Halliday (Halliday, 1985).
LSF atau yang sering disebut dengan pendekatan sistemik dikenal sebagai
penyedia kerangka deskriptif dan penafsiran yang sangat berguna untuk
memandang bahasa sebagai sumber daya strategis dan pemberi makna. Dalam
perspektif LFS bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (sistem bentuk dan
ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut.
LSF menekankan konsep sistem dan fungsi. Kata sistemik berasal dari
definisi bahasa sebagai suatu 'sistem', yaitu seperangkat pilihan yang saling
menonjol yang timbul bersama-sama pada satu titik dalam struktur linguistik.
Sebagai sistem, bahasa bersama-sama dengan sistem sosial lainnya bekerja dalam
menciptakan makna (Halliday dan Hasan, 1992: 5).
Sistem makna bahasa atau sistem semantik dipahami bukan semata-mata
sebagai makna kata-kata, melainkan merupakan sistem bahasa secara keseluruhan.
Sistem semantik menyediakan pilihan-pilihan semantik yang dapat digunakan
oleh pemakai bahasa dalam berinteraksi dengan pihak lain. Sistem semantik ini
berhubungan langsung dengan sistem-sistem lainnya yang berada di sekitar ide
interaksi tersebut (Halliday, 1973: 55).
Sementara itu, kata fungsional berasal dari kata fungsi yang berarti bahasa
sebagai sistem harus berfungsi dalam aktivitas sosial. Fungsi bahasa adalah untuk
menciptakan makna sehingga komponen terpenting dari suatu bahasa adalah
komponen-komponen yang fungsional dalam menciptakan makna. Terdapat tiga
komponen utama dalam menciptakan makna, yakni komponen ideasional,
interpersonal, dan tekstual. Komponen ideasional berhubungan dengan pengguna
bahasa dalam memahami lingkungan sosial. Komponen interpersonal
berhubungan dengan bahasa digunakan dalam interaksi sosial. Komponen tekstual
berhubungan dengan interpretasi bahasa dalam fungsinya sebagai pesan (Halliday,
1973: 99).
Ada empat gagasan penting sebagai kategori umum dalam bahasa menurut
LSF, yaitu unit, sistem, struktur, dan kelas (Halliday, 2002:41; Sutama, 2010:39).
Keempat kategori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Unit
Unit dapat dipahami ketika berbicara tentang teks. Dalam pandangan LSF,
ada dua jenis, yaitu unit bahasa tulis dan unit tata bahasa. Pada teks tulis,
misalnya, setiap paragraf terdiri atas unit mulai dari unit terkecil, yaitu huruf
(membentuk morfem), morfem, kata, kelompok kata, klausa, dan kalimat.
Sementara itu, unit tata bahasa, satuan morfem adalah unit yang terendah
dan klausa yang merupakan unit tertinggi.
2) Sistem
Sistem merupakan padanan kata sistemik (systemic). Bahasa tersusun atas
sistem-sistem dari istilah-istilah yang satu sama lain memberikan nilai-nilai
yang didapat hanya dari saling ketergantungan di antara mereka. Sistem
adalah seperangkat unit secara paradigmatik (vertikal), yang satu sama lain
bisa saling menempati dalam suatu struktur.
3) Struktur
Struktur adalah susunan unsur-unsur secara horizontal. Setiap unit bahasa
memiliki struktur atau susunan; baik berupa susunan kanonik, susunan
morfologis, susunan fungsional gramatikal, seperti subjek-predikat; susunan
fungsional semantik, seperti pelaku-proses-sirkumstan, maupun urutan
informasi, seperti tema-rema.
4) Kelas
Dalam pengertian paling umum, kelas disebut juga kategori gramatikal yang
berupa tataran kata sampai dengan klausa. Kategori nomina misalnya dapat
berupa kata nomina, frasa nomina, dan klausa nomina. Begitu pula kategori
verba, adjektiva, dan sebagainya.
Selain kategori umum tersebut ada dua gagasan lain, yaitu kategori dan level.
Kedua hal tersebut disusun untuk menjelaskan aspek-aspek formal dari bahasa.
Tiga level pokok adalah FORM, yaitu organisasi substansi bagi peristiwa yang
padat arti, yaitu leksis dan tata bahasa; SUBSTANCE, yaitu materi fonik dan
grafik; dan CONTEXT, yaitu hubungan antara form dan situation, yakni semantik.
Konsep level atau tingkatan di atas dapat dipahami melalui model yang
dikembangkan oleh Eggins (1994:21) dalam bentuk skema sebagai berikut.
Folk names or
non technical terms
Technical terms
CONTENT
Meanings (discourse) semantics
Wordings
(words & structure)
Lexico grammar
EXPRESSION Sound or
Letter
Phonology
Graphology
Skema 1 Strata atau Tingkatan Bahasa
Dari skema di atas dapat dijelaskan bahwa dalam bahasa, meanings dapat
direalisasikan ke wordings, yang pada gilirannya direalisasikan oleh sound (or
letters). Sementara itu, secara teknis, (discourse) semantics direalisasikan ke
lexico grammar, yang pada gilirannya direalisasikan ke dalam phonology or
graphology. Ketiga level ini merupakan representasi dari konsep dasar ekspresi
dan situasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa teori LSF menitikberatkan
ekspresi dan situasi. Ekspresi adalah padanan dari bahasa yang sedang berfungsi
untuk mengungkapkan gagasan, maksud, perasaan, dan situasi sebagai
konteksnya. Ekspresi dalam terminologi LSF disebut dengan teks dan situasi
disebut dengan konteks situasi. Dengan kata lain, bahasa yang sedang berfungsi
dalam konteks situasi disebut sebagai TEKS.
Eggins (1994:77) memberikan istilah register untuk konteks situasi dan genre
untuk konteks budaya. Untuk lebih jelasnya hubungan antara bahasa, konteks
situasi atau register, dan konteks budaya atau genre dapat dilihat pada skema di
bawah ini
Skema 2 Hubungan Konteks dan Leksikogrammar
Skema di atas menggambarkan bahwa konteks budaya (genre) lebih abstrak
dan lebih umum daripada konteks situasi (register). Konteks budaya (genre)
direalisasikan atau dikodekan melalui bahasa, proses tersebut dimediasi oleh
konteks situasi (register).
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa teks ritual gasakda
(kematian) masyarakat adat Alor dipahami dan dianalisis berdasarkan teori LSF.
Dalam hubungannya dengan pemahaman teks secara utuh dan komprehensif
diperlukan pemahaman konsep LFS.
mode
tenor field Register
Genre
Lexico- Grammar
Th
em
e
Mood Transitivity
Berikut dijelaskan tiga pilar utama yang merupakan teori dasar (grounded
theory) LFS.
1) Bahasa merupakan suatu sistem yang terdiri atas unsur-unsur ekspresi,
bentuk, dan makna. Ketiga unsur tersebut menyatu dalam teks.
Subbagian seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, struktur dan
kelas berada di bawah ketiga level tersebut.
2) Bahasa sebagai fenomena sosial, yakni perpaduan antara sistem bahasa
dan sistem sosial. Kedua sistem tersebut saling merujuk dan menentukan
di dalam penggunaannya sehingga kedua sistem inilah yang menentukan
terjadinya pilihan bentuk, makna, dan ekspresi di dalam konteks sosial.
3) Bahasa sebagai sumber daya yang fungsional berarti bahwa fungsi bahasa
adalah untuk menciptakan makna. Oleh karena itu, komponen terpenting
dari suatu bahasa adalah komponen-komponen yang fungsional dalam
menciptakan makna. Komponen-komponen tersebut diistilahkan sebagai
metafungsi yang terdiri atas fungsi memaparkan atau ideasional, fungsi
mempertukarkan atau interpersonal, dan fungsi merangkai atau tekstual.
Selanjutnya, secara keseluruhan bahasa dan konteks dalam perspektif
sistemik fungsional dapat dilihat pada skema berikut.
Skema 3 Bahasa dan Konteks dalam LSF
Skema di atas menunjukkan bahwa organisasi secara sistemik dimulai dari
tataran phonology sampai pada ideology. Phonology merupakan bidang
ekspresi, grammar dan semantics merupakan bidang isi/content, sementara itu
register, genre dan ideology merupakan konteks. Dalam penelitian ini, akan
dikaji mulai tataran grammar/lexicogrammar (sistem transitivitas, struktur
mood, struktur tema-rema), register, genre, dan ideologi pada teks ritual
gasakda masyarakat Alor.
Ideology
genre
register
Semantics
grammar
phonology
2.3.1 Leksikogramatika
Dalam pandangan LSF, fungsi bahasa dalam kehidupan manusia sehari-hari
mencakup tiga hal, yaitu memaparkan atau menggambarkan, mempertukarkan,
dan merangkai pengalaman manusia. Ketiga fungsi bahasa ini disebut sebagai
metafungsi bahasa.
Pada tataran klausa, leksikogramatika ini melihat sistem atau struktur klausa
dalam melaksanakan makna-makna yang dibawa oleh metafungsi bahasa.
1) Gramatika struktur klausa merealisasikan makna eksperiensial, yang
disebut transitivitas.
2) Gramatika struktur klausa merealisasikan makna interpersonal, yang
dinamakan sistem mood dan struktur mood.
3) Gramatika struktur klausa merealisasikan makna tekstual, yang disebut
struktur tema (tema-rema).
2.3.1.1 Sistem Transitivitas
Transitivitas adalah sistem gramatikal struktur klausa yang merealisasikan makna
ideasional/eksperiensial. Sistem ini dapat digambarkan sebagai “siapa melakukan
sesuatu kepada siapa, kapan, di mana, mengapa, atau bagaimana berfungsi” (Lih.
Halliday, 2004; Sutjaja, 1996).
Menurut Eggins (1994:229), terdapat tiga konstituen dalam menganalisis struktur
transitivitas pada sebuah kalusa, yakni proses, partisipan, dan sirkumstan. Proses
direalisasikan oleh grup verbal dari klausa (i.e. last year Diana gave blood). Partisipan
direalisasikan dalam grup nominal (i.e. last year Diana gave blood). Sirkumstan
direalisasikan dalam grup adverbial (i.e. last year Diana gave blood).
1) Proses
Realitas proses merupakan inti kejadian atau bagian utama dalam transitivitas,
sedangkan partisipan dan sirkumstan hadir sesuai dengan kebutuhan perbuatan,
kejadian, dan keadaan (Sutjaja, 1996:4). Hal ini berarti bahwa terdapat beberapa
jenis/tipe proses yang melibatkan bermacam partisipan dan sirkumstans yang berbeda.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses diwujudkan dalam verba yang
secara tata bahasa tradisional sebagai kata perbuatan. Bagaimanapun, tidak semua jenis
verba menyatakan makna perbuatan. Ada tingkatan yang berbeda untuk perbuatan dan
keberadaan. Misalnya, menulis kisah lucu, menceritakan kisah lucu, dan mendengarkan
kisah lucu merupakan pengelompokan jenis verba yang bebeda berdasarkan makna
atau peran semantisnya.
Dalam tata bahasa fungsional yang dikembangkan Halliday (2004: 170), ada enam
jenis proses yang berbeda, yaitu proses material, proses mental, proses perilaku, proses
verbal, proses eksistensial, dan proses relasional. Keenam jenis proses tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a) Proses material
Proses material menggambarkan proses melakukan sesuatu atau terjadinya
suatu (process of doing or happening) tindakan yang nyata. Dalam proses material
terdapat satu partisipan atau lebih yang dapat hadir di dalam sebuah klausa. Kriteria
untuk mengetes proses material pada satu partisipan dalam sebuah klausa yakni,
"apa yang X lakukan?” Selanjutnya, pengetesan pada proses dengan dua partisipan
dapat diajukan pertanyaan "apa yang X lakukan kepada Y?" Pengetesan pada
proses dengan tiga partisipan dapat diajukan pertanyaan "apa yang X lakukan
kepada Y kepada Z" (Lih. Halliday, 2004: 179--182; Eggins, 1994: 229--231)
Contoh:
1) Diana went to Geneva
Pt Pr Sir
Actor material
2) They tested my blood
Pt Pr Pt
Actor material goal
3) They gave Dianaa cognac
Pt Pr Pt Pt
Actor material recipient goal
Proses yang menghadirkan sebuah partisipan dalam sebuah klausa dinamakan
middle atau intransitive, seperti yang terlihat pada contoh 1 (Diana went to Geneva)
yang hanya menghadirkan satu partisipan, yakni Diana. Sementara itu, proses yang
menghadirkan dua partisipan atau lebih dalam sebuah klausa dinamakan effective
atau transitive, seperti yang terlihat pada contoh 2 (They tested my blood), yang
menghadirkan dua partisipan, yakni they dan my blood; dan 3 (They gave Dianaa
cognac), yang menghadirkan tiga partisipan, yakni they, Diana, dan a cognac.
b) Proses mental
Proses mental merupakan suatu proses yang mengkodekan makna pikiran
dan perasaan. Hal yang membedakan proses mental dengan proses material,
yakni proses mental tidak menanyakan “melakukan tindakan atau aksi” yang
bersifat nyata/konkret (tangible), tetapi berhubungan dengan reaksi mental.
Halliday membagi proses mental menjadi tiga kelas, yakni (1) kognisi, yang
berkaitan dengan penggunaan otak (thinking, knowing, understanding); (2)
afeksi, yang berhubungan dengan perasaan atau hati (liking, fearing, hate); dan
(3) persepsi, yang bertalian dengan penggunaan indra untuk berproses (seeing,
hearing). Partisipan yang termasuk dalam proses mental, yakni senser dan
phenomenon. Senser adalah seseorang yang merasakan secara kognitif, afektif,
dan perseptif. Sementara itu, phenomenon adalah sesuatu yang dirasakan secara
secara kognitif, afektif, dan perseptif (Lih. Halliday, 2004: 197--199; Eggins,
1994: 240--249).
Contoh:
4) I hate injections
Pt Pr Pt
Senser Mental Phenomenon
5) She believed his excuses
Pt Pr Pt
Senser Mental Phenomenon
6) I don’t understand her letter
Pt Pr Pt
Senser Mental phenomenon
c) Proses perilaku
Proses perilaku secara semantik merupakan gabungan antara proses mental
dan proses material. Proses ini tidak hanya mengekspresikan bentuk tindakan,
tetapi juga berhubungan dengan proses psikologis. Sebagian besar proses
perilaku hanya memiliki satu partisipan yang sifatnya wajib hadir dan
dinamakan behaver. Selanjutnya, proses perilaku sering terdapat unsur
sirkumstans yang secara khusus menyatakan cara dan penyebab (Lih. Halliday,
2004: 248--252; Eggins, 1994: 249--251).
Contoh:
7) She sighed with despair
Pt Pr Sir
Behaver Behavioural Manner
8) Simon laughed at the girl’s stupidity
Pt Pr Sir
Behaver Behavioural Cause
d) Proses verbal
Proses perilaku verbal adalah proses perilaku yang menggunakan tindakan
dalam bentuk verbal (saying). Proses verbal terdiri atas tiga partisipan, yakni
sayer, receiver dan verbiage. Sayer adalah partisipan yang bertanggung jawab
dalam proses verbal. Reciever adalah partisipan yang menjadi tujuan proses
verbal ditujukan. Verbiage adalah pernyatan nominal dari proses verbal. Selain
itu, sirkumstan juga sering terdapat dalam proses verbal, yang secara khusus
menyatakan cara (Lih. Halliday, 2004: 252--253; Eggins, 1994: 251--254).
Contoh:
9) So I asked him a question
Pt Pr Pt Pt
Sayer Verbal Receiver Verbiage
10) The Arab boyfriend told her a lot of rubbish
Pt Pr Pt Pt
Sayer Verbal Reciever Verbiage
e) Proses eksistensial
Proses eksistensial adalah proses yang menunjukkan adanya sesuatu.
Dalam bahasa Inggris proses ini tampil melalui struktur klausa dengan subjek
gramatikal “there is/are”. Partisipan proses ini hanya mempunyai satu
partisipan, yaitu eksistent atau sesuatu yang dimunculkan (Lih. Halliday, 2004:
256-259; Eggins, 1994: 254-255).
Contoh:
11) There was snow on the ground
Pr:Existential Existent Sir:Location
12) There is a hitch
Pr:Existential Existent
f) Proses relasional
Proses relasional berkaitan dengan keadaan keberadaan atau kebermilikan.
Keadaan ini dapat dikelompokkan berdasarkan apakah keadaannya digunakan untuk
memberikan kualitas pada sesuatu (atributive) atau menentukan/memberikan
identitas sesuatu (identifying). Dalam proses atributif (atributive), peran partisipan
adalah pembawa (carrier) dan atribut (attribute). Klausa yang memiliki proses
atributif tidak dapat dipasifkan. Hal tersebut berarti bahwa subjek gramatikal itu
selalu adalah carrier. Sementara itu, dalam proses identifikasi (identifying), peran
partisipan adalah token dan value. Klausa dalam proses identifikasi/pengenalan
dapat dipasifkan (Lih. Halliday, 2004: 256--259; Eggins, 1994: 254--255).
Contoh:
13) I won’t be a pig
Pt Pr Pt
Carrier Intensive Attribute
14) You are very sknny
Pt Pr Pt
Carrier Intensive Attribute
15) Married women are the real victims
Pt Pr Pt
Token Intensive Value
16) The real victims are married women
Pt Pr Pt
Token Intensive Value
Jenis-jenis proses, makna dan partisipan utama dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1 Jenis Proses, Makna, dan Partisipan
Jenis Proses Makna Kategori Partisipan
Material perbuatan, kejadian actor, goal, range, client, recipient
Mental Penginderaan senser, phenomenon
Perilaku Perilaku behaver, behaviour
Verbal Penyebutan, penandaan sayer, reciever, dan verbiage
Eksistensial Keberadaan atau adanya Existent
Relasional Keadaan keberadaan termasuk kebermilikan Carrier-Attribute, Token-Value
2) Sirkumstan
Unsur sirkumstan direalisasikan oleh grup adverbial atau frasa preposisi. Secara
umum, sirkumstans menjawab pertanyaan seperti kapan, di mana, mengapa, berapa,
seperti apa, dan bagaimana. Berikut akan ditampilkan skema yang menyatakan
perbedaan setiap jenis sirkumstan (Lih. Eggins, 1994:237).
Duration (temporal)
Extent
Distance (spatial)
Causa
Time (temporal)
Location
Place (spacial)
Circumstance Matter
Means
Manner Quality
Comparison
Role
Reason
Accompaniment Purpose
Behalf
Skema 4 Sistem Sirkumstan
a) Extent
Elemen extent menjawab pertanyaan yang mencakup "durasi" (how long) dan
"jarak (how far)
I ’ve given blood 36 times
Pt Pr Pt Circ: Extent
I stayed up all night
Pt Pr Circ: Extent
b) Cause
Elemen cause menjawab pertanyaan yang mencakup "mengapa" (why), "untuk
apa" (for what), dan "untuk siapa" (behalf)
My daughter survived thanks to the two Swiss men
Pt Pr Circ: Cause
She carried the bomb for her boyfriend
Pt Pr Pt Circ: Cause
c) Location
Elemen location menjawab pertanyaan yang mencakup "kapan" (temporal) dan "di
mana" (spatial).
They rang me up on the Saturday night
Pt Pr Pt Pt Circ: Loc
I delivered it to the clinic where she was
Pt Pr Pt Circ: Loc
d) Matter
Elemen matter menjawab pertanyaan yang mencakup "tentang apa" (what about).
As for Greece, they give you nothing
Circ: Matter Pt Pr Pt Pt
e) Manner
Elemen manner menjawab pertanyaan yang mencakup "bagaimana" (how) dan
"dengan apa" (means).
So, they did the transfusion through umbiilical artery
Pt Pr Pt Circ: Manner
f) Role
Elemen role menjawab pertanyaan yang mencakup "sebagai apa" (what as).
She was traveling to Israel as a tourist
Pt Pr Circ: Loc Circ: Role
g) Accompaniment
Elemen role menjawab pertanyaan yang mencakup "dengan siapa" (with whom).
She got on the plane with her boyfriend
Pt Pr Circ:Loc Circ: Accompaniment
2.3.1.2 Sistem Mood
Sistem mood merupakan sebuah sistem utama dalam klausa yang
menggambarkan keseluruhan struktur klausa dan merealisasikan makna
interpersonal atau fungsi mempertukarkan. Makna interpersonal dapat dimaknai
sebagai peran seorang pembicara dalam menyatakan maksud/tujuan berdasarkan
fungsi ujaran (speech function), seperti statement, question, command, offer,
answer, acknowledgement, accept, compliance dalam berbagai interaksi
(Halliday, 2004:114; Eggins, 1994:153, 155). Di dalam elemen interpersonal itu
sendiri terdapat struktur MOOD dan RESIDU.
Contoh:
He wasn’t a physicist
MOOD RESIDU
1) Unsur-unsur MOOD
MOOD terdiri atas dua bagian, yakni (a) subject yang direalisasikan oleh
grup nomina, seperti kata ganti orang (personal pronoun) dan (b) finite yang
merupakan bagian kecil dari grup verba, seperti ekspresi kala (tense) dan
modalitas (Lih. Halliday, 2004:111; Eggins, 1994:156).
Contoh:
my name is Alice
Subject Finite
it ’s a stupid name
Subject Finite
must a name mean something?
Finit:modal Subject
Henry James could write
Subject Finite:Modal
of course it must
Subject Finite:Modal
2) Unsur-unsur RESIDU
RESIDU merupakan bagian dari komponen klausa yang tidak begitu penting
dalam suatu interaksi verbal dari MOOD dalam konteks tertentu. Residu terdiri
atas tiga jenis elemen yang fungsional, yakni; predicator, complement, dan
what does It means?
Finite Subject
adjunct (Lih. Halliday, 2004:121; Eggins, 1994:161). Ketiga unsur tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
a. Predicator
Menurut Halliday (2004:121), predicator adalah bagian leksikal yang
direalisasikan oleh grup verba dan merupakan non finit. Berdasarkan pengertian
ini dapat dijelaskan bahwa grup verba dapat digolongkan ke dalam dua bagian,
yakni finit dan non finit. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa finit dapat
direalisasikan oleh tenses, modality, dan polarity. Sementara itu, non finit dapat
hadir dalam klausa setelah klausa finit, yang menyatakan proses berlangsungnya
suatu kejadian.
Contoh:
I ’m reading “The Bostonians”
Subject Finite Predicator
MOOD RESIDU
Simon might have been going to
read
“The Bostonians”
Subject Finite Predicator
MOOD RESIDU
“The Bostonians”
Bostonians”
was written by Henry James
Subject Finite Predicator
MOOD RESIDU
b. Complement
Complement dapat diartikan sebagai suatu partisipan yang menjadi pelengkap
di dalam klausa, tetapi sangat berpotensi untuk menjadi subjek dalam klausa pasif.
Contoh:
Henry James wrote
Written
“The Bostonians”
Subject Finite Predicator Complement
MOOD RESIDU
“The Bostonians” was
written
written
by Henry James
Subject Finite Predicator Adjunct
MOOD RESIDU
Simon gave George a book
Subject Finite Predicator Complement Complement
MOOD RESIDU
George was
written
Given a book by Simon
Subject Finite Predicator Complement Adjunct
MOOD RESIDU
a book was
written
given to George by Simon
Subject Finite Predicator Adjunc Adjunct
MOOD RESIDU
c. Adjunct
Halliday (2004:123) dan Eggins (1994:165) mendefinisikan adjunct sebagai
unsur klausa yang memberikan tambahan informasi terhadap klausa. Dari konsep
ini dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya elemen complement dan adjunct bukan
merupakan unsur yang esensial dalam sebuah klausa. Akan tetapi, untuk
membedakan complement dan adjunct, dapat dilihat proses pasivasinya dalam
klausa. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa complement berpotensi untuk
menjadi subjek untuk kalimat pasif, sementara itu adjunct tidak dapat dipasifkan.
Contoh:
I learnt the English language from this guy
Camels always walk like that
Actually, I really wanted pink champagne
Frankly, I can’t stand Henry James
Berdasarkan contoh di atas, adjunct dapat diklasifikasikan atas tiga jenis
berdasarkan konstribusinya dalam klausa. Ketiga jenis adjunct tersebut adalah (1)
sirkumstansial adjunct, (2) modal adjunct, dan (3) tekstual adjunct.
i. Sirkumstansial adjunct
Sirkumstansial adjunct adalah unsur klausa yang menambahkan makna
pengalaman atau eksperiensial pada klausa. Makna sirkumstansial meliputi waktu
(when), tempat (where), penyebab (why), urusan (about what), teman (with
whom), manfaat (to whom), dan agen (by whom).
Contoh:
they can’t
written
Do that these days
Subject Finite:Mood Predicator Complement Adjunct:Sr
MOOD RESIDU
you Read books for fun
Subject Finite Predicator Complement Adjunct:Sr
MOOD RESIDU
Henry James Write about women
Subject Finite Predicator Adjunct: Sr
MOOD RESIDU
Geoge was
written
Read “The
Bostonians” by Simon
Subject Finite Predicator Complement Adjunct:Sr
MOOD RESIDU
ii. Modal adjunct
Modal adjunct adalah unsur klausa yang menambahkan makna interpersonal
pada klausa. Eggins (1994:166) membagi modal adjunct dalam empat jenis, yaitu
(1) mood adjunct (perhaps, maybe, probably, sometimes, usually, really,
absolutely, just, somewhat, evidently, presumably, obviously, happily, willingly);
(2) polarity adjunct (jawaban dengan yes atau no); (3) comment adjunct (frankly,
honestly, luckily, hopefully, tentatively, provisionally, broadly speaking,
generally, understandably, wisely, as espected, amazingly); dan (4) vocative
adjunct (penyebutan nama pada orang yang diajak bicara).
Contoh:
Camels usually walk
like that
Subject Adjunct:Mood Finite Predicator Adjunct: Sr
MOOD RESIDU
frankly, I can’t stand
Henry James
Comm: Adj Subject Finite Predicator Adjunct: Sr
MOOD RESIDU
unfortunately I ’ve never read the Bostonians
Adjunct:
Commen
t
Subject Finite Adjunct:
mood
Predicator
Complement
MOOD RESIDU
did you Do physics George?
Finit Subject Predicator Complement Adjunct: Vocative
MOOD RESIDU
iii. Tekstual adjunct
Eggins (1994:169) mengklasifikasikan tekstual adjunct menjadi dua tipe,
yakni (1) tipe conjunctive adjunct yang direalisasikan konjugasi, berfungsi untuk
menghubungkan satu klausa dengan klausa lainnya, dan (2) tipe continuity
adjunct yang secara khusus banyak ditemukan dalam pembicaraan yang sifatnya
santai atau lepas (well, yea, oh).
Contoh:
because he didn’t know anything about physics
Adjunct: Conj Subject Finite Pred Comp
MOOD RESIDU
well what was that book you gave me?
Adjunct: Cont Subject Finite Complement
MOOD RESIDU
2.3.1.3 Sistem Tema-Rema
Tema (theme) adalah suatu elemen dalam susunan struktural yang menyusun
sebuah klausa dan berfungsi sebagai tujuan dari titik awal suatu pesan (the
starting point of the message) yang terealisasi dalam klausa. Sementara itu, bagian
lain yang tersisa setelah tema disebut sebagai rema atau rheme (Lih. Halliday,
1985; 1994; Eggins, 1994; Leckie-Tarry, 1995). Dari konsep ini tersirat bahwa
tema (theme) dapat diartikan sebagai fokus atau bisa dikatakan sebagai acuan,
sementara itu rema (rheme) merupakan pengembangan dari tema sebagai
pengingat pesan dalam perspektif pembicara. Namun, bagi perspektif pendengar
atau mitra tutur, tema merupakan unsur lama (given) karena informasinya menjadi
kurang jelas atau terlupakan, sedangkan rema merupakan unsur baru (new) karena
informasinya terakhir disampaikan sehingga masih dapat disimak. Dalam struktur
pesan sebuah klausa bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, tema ditandai dengan
posisi awal dari klausa dan rema berada pada posisi akhir setelah tema.
Eggins (1994:276) mengklasifikasikan tema dalam tiga bagian, yakni (1)
topical theme/tema topikal, (2) interpersonal theme/tema interpersonal, dan (3)
textual theme/tema tekstual. Ketiga tipe tema dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Topical theme/tema topikal
Tema topikal disebut juga makna ideasional, yaitu elemen pertama dalam
suatu klausa yang menyatakan representasi pengalaman. Secara teknis, tema
topikal ini merupakan fungsi dari struktur transitivitas sebuah klausa. Ini berarti
bahwa tema topikal dapat berupa proses, partisipan, dan sirkumstan.
Contoh:
last year Diana Gave blood
Topical
THEME RHEME
I ’ve given Blood 36 times
Topical
THEME RHEME
2) Interpersonal theme/tema antarpersona
Tema interpersonal adalah bagian dari tema yang mencakup hal-hal sebagai
berikut:
i. Finite, yaitu verba bantu, disebut juga pemarkah pertanyaan alternatif yang
memberikan makna bahwa adanya keinginan untuk dijawab/respons.
Pemarkah pertanyaan alternatif yang menunjukkan bahwa klausa berada
dalam modus interogatif.
Contoh:
do you give blood?
Interpersonal Topical
THEME RHEME
ii. Mood Adjunct, yakni memberikan keterangan, pernyataan, ataupun gambaran
tingkah laku penutur terhadap pesan (think, just, maybe).
I think they take a pint or
wherever it is Interpersonal Topical
THEME RHEME
iii. Vokative Adjunct, yaitu mengidentifikasikan benda atau nama orang sebagai
pendengar.
Stephen, do you want more
soup? Interpersonal Interpersonal topical
THEME RHEME
iv. Polarity Adjunct, meliputi jawaban yes atau no dalam interaksi.
No/Yes
Interpersonal
THEME
v. Comment Adjunct dapat ditentukan dengan melihat struktur mood klausa yang
meliputi kata keterangan/adverbial dengan mengekspresikan sikap.
Fortunately, the bomb didn’t explode
Interpersonal Topical
THEME RHEME
3) Textual theme/tema tekstual
Unsur-unsur tema tekstual tidak menjelaskan makna interpersonal atau
eksperensial, tetapi berfungsi sebagai kata penghubung untuk menghubungkan
setiap klausa dengan konteksnya. Eggins (1994:281) mengklasifikasikan tema
tekstual dalam dua tipe, yakni (1) continuity adjunct dan (2) conjunctive adjunct.
Kedua tipe tersebut dijelaskan di bawah ini.
i. Continuity adjunct merupakan kata-kata yang digunakan dalam dialog lisan
yang mengindikasikan bahwa seorang pembicara membuka percakapan
dengan menghubungkan situasi pembicara lain sebelumnya (oh,well, yea,
hmm).
Oh, they give you a cup of tea
Textual Topical
THEME RHEME
ii. Conjunctive adjunct, merupakan elemen penghubung yang menghubungkan
satu klausa dengan klausa lainnya (so, and, but, however, therefore).
and he proposes marriage
Textual Topical
THEME RHEME
2.3.2 Struktur Teks
Struktur teks berarti susunan teks. Dalam susunan tersebut terdapat hubungan
antarbagian sehingga membentuk satu kesatuan teks. Ciri yang paling menonjol
mengenai struktur teks adalah adanya kesatuan (unity). Struktur teks menunjuk
pada struktur yang menyeluruh, struktur global bentuk pesannya (Halliday dan
Hasan 1989: 71--72).
Struktur teks juga dapat diartikan sebagai suatu relasi atau hubungan yang
mempersatukan/unifying relation (Halliday, 1973:6). Hassan (1985:53)
menjelaskan bahwa struktur teks berkaitan dengan keseluruhan struktur itu
sendiri, yakni keseluruhan struktur dari pesan. Untuk itu, apabila suatu teks
Hmm, you wouldn’t
Textual Topical
THEME RHEME
dianalisis, maka salah satu bagian yang harus dicermati adalah struktur teks.
Struktur teks menurut definisi Aristoteles (Halliday dan Hassan, 1985:53) terdiri
atas tiga elemen, yaitu bagian awal (the beginning), bagian pertengahan (the
middle), dan bagian akhir (the end).
Konsep lainnya menjelaskan bahwa struktur teks merupakan satu kesatuan
bentuk dan makna yang menunjukkan suatu organisme yang terdiri atas struktur
pembukaan (opening), isi (body), dan penutup (closing), yang secara simultan
ketiga struktur tersebut membentuk suatu organisme makna untuk mencapai
fungsi atau tujuan sosial suatu teks (lih. Halliday, 1985).
2.3.3 Ideologi
Ideologi tidak dapat dilihat secara terpisah, tetapi harus disesuaikan dengan
kerangka kerja teori sosial secara umum. Thomson (2003:17) menyatakan bahwa
ideologi merupakan seperangkat kepercayaan yang diorientasikan pada tindakan
secara tertutup berkaitan dengan pluralitas politik barat, sebuah pandangan yang
berusaha mengurangi kondisi institusional dan struktural suatu tindakan politik.
Dengan demikian, mempelajari ideologi berarti mempelajari cara sebuah makna
(pemaknaan) memberikan pembenaran terhadap relasi dominasi.
Mengarahkan suatu tindakan menjadi bermakna, sebagaimana sebuah teks
yang dapat diinterpretasikan oleh siapa pun merupakan landasan primordial
fenomena ideologi (Thomson, 2003:295). Dalam pemahamannya secara
mendalam ideologi berhubungan dengan image yang diserap oleh suatu kelompok
sosial dan dengan representasi diri sebagai sebuah komunitas yang memiliki
sejarah dan identitasnya. Dengan demikian, ideologi dapat memberikan
pemahaman yang tersirat dalam peristiwa-peristiwa keyakinannya yang
melampaui para pendirinya dan untuk menjadikannya sebagai keyakinan bagi
seluruh kelompok. Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa ideologi
mempunyai fungsi mediasi dan penyatu untuk mengonsolidasikan dan
mengeratkan ideologi sebagai penyatu bagi masyarakatnya (kelompok sosialnya).
Ideologi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui cara kerja tersendiri untuk
sampai pada suatu keyakinan yang menjadikannya sebagai penyatu dalam
kelompok masyarakat. Analisis ideologi sangat erat kaitannya dengan bahasa
karena bahasa merupakan medium dasar makna (pemaknaan) yang cenderung
mempertahankan relasi dominasi. Pada intinya membicarakan sebuah bahasa
berarti sebuah cara untuk bertindak.
2.4 Model Penelitian
Model penelitian dibutuhkan untuk memberikan gambaran alur berpikir dan
langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian teks ritual gasakda. Penjelasan
langkah-langkah penelitian itu disajikan dalam bentuk bagan yang singkat, jelas,
dan sederhana.
Dalam penelitian ini, BK dan BI digunakan atau difungsikan secara langsung
dalam prosesi ritual gasakda (kematian) masyarakat adat Alor. Teks lisan tersebut
dianalisis dengan menggunakan teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF).
Berdasarkan teori LFS ini, dianalisis struktur leksikogramatika (sistem
transitivitas, mood, dan tema), konteks situasi (medan, pelibat, dan sarana),
struktur budaya dan ideologi (konteks situasi dan budaya) pada ritual gasakda
masyarakat adat Alor. Secara garis besar, model penelitian ini dapat disajikan
sebagai berikut.
BAB III
Skema 5 Model Penelitian
RITUAL GASAKDA
MAA
BAHASA KAMANG
(BK)
TEORI LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL
(LSF)
Struktur
Leksikogramatika
Analisis
Ideologi Teks
Sistem Transitivitas
Sistem Mood
Sistem Tema
Ideologi pada Konteks Situasi
Ideologi pada Konteks Budaya
TEMUAN
Konteks
Situasi
BAHASA INDONESIA
(BI)
Struktur Budaya
(Genre)
Medan Teks (Field)
Pelibat Teks (Tenor)
Sarana Teks (Mode)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Landasan Filosofis
Penelitian ini mengikuti alur berpikir fenomenologi. Pendekatan ini
memandang realitas sebagai sesuatu yang dinamis dan kebenaran bersifat
pragmatis. Fenomenologi berasal dari akar kata bahasa Yunani yang merupakan
kombinasi kata polimorfemik ´phainesthai’ dan ´logos’ yang berarti membiarkan
benda-benda menjadi manifes sebagaimana adanya, tanpa memaksakan kategori-
kategori kita sendiri pada benda-benda tersebut. Hal ini berarti bahwa bukan kita
yang menunjuk benda-benda, melainkan benda-benda itu sendiri yang
menunjukkan dirinya kepada kita lewat bahasanya (Kaelan, 2002:202). Dari
perspektif fenomenologis, kerja penelitian dapat dilakukan secara fleksibel dengan
mengikuti gerak atau alur suatu fenomena.
3.2 Jenis Penelitian
Mengacu pada judul penelitian, yaitu “Teks Ritual Gasakda (Kematian)
Masyarakat Adat Alor”, maka jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field
research). Karena menganut alur berpikir fenomenologi, penelitian ini secara
umum dikategorikan sebagai penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan dengan
mengikuti prinsip-prinsip kajian kualitatif, yaitu metode yang bertujuan untuk
mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai data, sifat-sifat,
serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti dengan jangka waktu secara
terbatas pada satuan waktu tertentu (Djajasudarma, 1993:8, lih. Sugiyono,
2011:12). Terkait dengan penelitian ini, salah satu ciri kualitatif, yakni
menganalisis proses berlangsungnya fenomena sosial (teks ritual
gasakda/kematian) untuk memeroleh gambaran yang tuntas terhadap proses
tersebut.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian teks ritual gasakda (kematian) ini diadakan di Kabupaten Alor,
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Secara geografis kondisi daerah Alor
merupakan daerah dengan pegunungan yang tinggi. Dataran tinggi Alor
merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan pertanian karena mempunyai
tingkat kesuburan yang tinggi. Selain memiliki alam yang subur, Alor juga
menunjukkan keunikan tersendiri dalam hal penggunaan bahasa lokal yang sangat
beragam. Kebervariasian bahasa lokal tersebut menunjukkan identitas masing-
masing daearah yang ada di kabupaten Alor dengan kekayaan budaya yang sangat
tinggi.
BK sebagai salah satu bahasa daerah yang ada di Kabupaten Alor dengan
jumlah penuturnya mencapai 20.764 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Alor,
2010). BK digunakan oleh penuturnya yang berada di tiga kecamatan, yakni
Kecamatan Alor Timur Laut (ATL), Kecamatan Alor Selatan (AS), dan
Kecamatan Lembur. Proses ritual gasakda (kematian) ini difokuskan pada
kecamatan Alor Timur Laut (ATL).
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam dua jenis, yaitu
data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang langsung
dikumpulkan dari sumber pertama, sedangkan data skunder adalah data yang
dapat melengkapi data primer (Sumadi, 1992:85). Data primer penelitian ini
berupa data bahasa lisan yang dituturankan pada saat prosesi ritual gasakda
(kematian) dari tahap awal sampai dengan tahap akhir. Namun, pada tahapan katai
sen (pemakaman), jenazah akan diserahkan kepada pihak gereja untuk didoakan
menurut tata cara umat Kristiani. Pihak gereja sendiri telah menyiapkan tata
ibadah pemakaman berupa teks tulis. Meskipun pada akhirnya teks tulis tersebut
difungsikan secara lisan oleh pelibat, tetap saja sifat teks tersebut memiliki ciri
yang berbeda dengan teks-teks yang lain. Selanjutnya, data primer yang kedua
adalah informasi yang diperoleh dari informan. Sementara itu, sumber data yang
merupakan data skunder penelitian ini diperoleh dari buku-buku dan beberapa
penelitian yang terkait dengan BK.
Samarin (1988:15) mengatakan bahwa penutur bahasa, yakni informan
adalah sumber informasi bahasa; ia juga bertindak sebagai peneliti (benar
tidaknya) tuturan-tuturan dalam bahasa itu. Informan dalam penelitian ini terdiri
atas pelibat dalam teks, yakni para tua adat yang merupakan pemerhati budaya.
Data yang diperoleh dari informan ini berfungsi untuk memperjelas konteks
sosial, struktur budaya, dan ideologi teks yang telah ada selama ini dari berbagai
wilayah di Kecamatan ATL. Oleh karena itu, dalam penelitian diperlukan
informan yang benar-benar dapat dianggap mewakili suatu masyarakat bahasa.
Jadi, perlu ada seleksi dan syarat untuk menjadi seorang informan (Lih. Samarin,
1988: 46--55; Djajasudarma, 1983:20).
Kriteria penentuan informan yang dipilih dalam penelitian ini, seperti berikut.
1) Tokoh adat (orang yang dituakan) yang mengerti tentang ritual adat.
2) Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan berusia 50 – 70 tahun.
3) Berpendidikan minimal tamat SD.
4) Sehat jasmani dan rohani.
3.5 Tahapan dan Strategi Penelitian
Langkah-langkah penelitian ini mengacu kepada tahap dan strategi prosedur
standar dalam melakukan penelitian dan sejalan pula dengan yang diajukan oleh
Sudaryanto (1993:5). Tahap dan strategi tersebut adalah metode dan teknik
pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, serta metode penyajian hasil
analisis. Tiap-tiap tahap dan strategi penelitian ini diuraikan pada bagian berikut.
3.5.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak (observasi)
dan wawancara. Metode simak ini dibantu dengan beberapa teknik, yakni teknik
simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat (Sudaryanto,
1993:133). Dengan menggunakan teknik ini, peneliti tidak terlibat dalam dialog,
tetapi, hanya bertindak sebagai pemerhati yang dengan tekun mendengarkan apa
yang dikomunikasikan dalam setiap proses ritual gasakda (kematian).
Teknik selanjutnya yang digunakan adalah teknik rekam dan teknik catat.
Teknik perekaman menggunakan alat perekam dan dokumentasi berupa
handycam yang digunakan untuk merekam teks ritual gasakda (kematian) secara
utuh dan alamiah serta mendokumentasikan prosesi gasakda (kematian) dari tahap
awal sampai tahap akhir. Sementara itu, teknik catat digunakan untuk mencatat
segala sesuatu yang berkaitan dengan proses berlangsungnya teks ritual gasakda
(kematian) serta untuk selanjutnya dijadikan pedoman pada saat mewawancarai
informan. Dalam penggunaan metode simak (observasi), seharusnya peneliti
menyimak penggunaan BK yang digunakan oleh orang-orang yang terlibat
sebagai partisipan dalam prosesi ritual gasakda (kematian). Namun, hal tersebut
tidak dilakukan karena peneliti tidak memiliki kemampuan untuk memastikan
kapan seseorang akan meninggal untuk bisa dilakukan penelitian. Untuk
mengatasi masalah tersebut, dipersiapkan sesorang yang tugasnya membantu
peneliti dalam mengumpulkan data pada saat terjadi kematian.
Metode kedua yang digunakan adalah metode wawancara. Metode ini
bersifat semi terstruktur. Panduan wawancara ini merupakan alat yang digunakan
untuk menuntun peneliti dalam melakukan wawancara.
3.5.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.
Semua data dianalisis tanpa menggunakan rumus-rumus yang bersifat kuantitatif.
Data dianalisis dengan berpedoman pada teori LSF. Berikut adalah tahapan-
tahapan dalam menganalis data, yaitu (1) mentranskripsi dan memverifikasi data,
(2) memberikan penandaan, (3) menentukan dan mengkaji struktur
leksikogramatika, (4) menentukan dan mengkaji konteks sosial/register, (5)
menentukan dan mengkaji konteks budaya/genre, dan (6) menganalisis ideologi
yang tercermin dalam teks ritual gasakda.
3.5.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Penyajian hasil analisis dilakukan dengan memakai metode formal dan
informal. Dalam bentuk formal, digunakan tabel dan skema. Sementara itu, dalam
bentuk informal dilakukan dengan menyajikan dalam bentuk kalimat dan
paragraf. Selain itu, kedua metode tersebut dapat digunakan secara bersamaan,
dalam arti bahwa tabel dan skema disajikan terlebih dahulu, kemudian diikuti
dengan penjelasan terhadap tabel dan skema tersebut.
BAB IV
STRUKTUR LEKSIKOGRAMATIKA TRGMAA
Leksikogramatika terdiri atas leksiko dan gramatika. Leksiko berhubungan
dengan leksis yang berarti penggunaan kata dalam teks dan gramatika berarti
struktur, baik pada tataran morfologi, kelompok kata maupun klausa. Dengan
demikian, leksikogramatika berarti penggunaan kata pada tatanan morfologi,
kelompok kata (grup) ataupun klausa di dalam mengekspresikan metafungsi
bahasa. Leksikogramatika TRGMAA mencakup transitivitas, modus, dan tema.
Berikut dibahas tentang realisasi ketiga metafungsi bahasa tersebut dalam
TRGMAA.
4.1 Sistem Transitivitas TRGMAA
Istilah transitivitas merupakan konsep semantik karena berupaya menjelaskan
atau memaparkan makna pengalaman (fungsi eksperiensial). Transitivitas
berkaitan erat dengan dimensi medan teks, yang berpusat pada unsur proses
sehingga proses merupakan bagian utama dalam transitivitas. Sementara itu,
partisipan dan sirkumstan hadir sesuai dengan kebutuhan perbuatan, kejadian, dan
keadaan (proses). Hal ini disebabkan oleh unsur proses sebagai unsur penentu
untuk mengikat unsur partisipan serta sekaligus menentukan jenis partisipan.
Dalam transitivitas, unsur proses dapat berhubungan dengan satu partisipan
ataupun lebih tergantung pada jenis proses. Berikut ini adalah tipe-tipe proses
yang digunakan dalam TRGMAA.
4.1.1 Proses Material
Proses material adalah proses yang menggambarkan seseorang melakukan sesuatu
(process of doing ) atau terjadinya suatu (happening) tindakan yang nyata. Pada
umumnya proses material memiliki dua partisipan, yakni partisipan I disebut
actor dan partisipan II disebut goal. Actor adalah partisipan yang melakukan aksi
atau tindakan. Sementara itu, goal merupakan partisipan yang menerima proses
atau dengan kata lain sasaran di mana proses ditujukan.
Proses material digunakan secara beragam TRG. Keberagaman tersebut
tampak dengan hadir atau tidaknya unsur partisipan dan sirkumstan yang diikat
oleh proses berdasarkan konteks di dalam setiap klausa. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat dalam data berikut ini.
1. Anbang te nal me’ya nepa ge ariala sue ge’ne ge’kate (TRG 3, No 20)
Anbangte nal me’ya nepa ge ariala sue ge’ne ge’kate
Itu yang saya bawa kasi saya punya bapak
punya tamu
datang dia makan
minum
Goal Actor Pr: Material Recipient Circ: Cause
(itu yang saya bawakan untuk makan minum tamu bapak yang datang melayat)
2. Nal itolinga me’en (TRG 3, No. 7)
Nal Itolinga me en
Saya Bagianmu kasi kamu
Actor Goal Pr: Material Recipient
(saya memberikan kamu bagian/jatahmu)
Kedua klausa di atas terlihat berbeda dari segi strukturnya. Unsur proses pada
contoh 1 dapat menghadirkan partisipan dan sirkumstan yang menyatakan alasan
(cause) untuk memberikan penjelasan tambahan terhadap informasi yang
disampaikan. Sementara unsur proses pada contoh 2 hanya menghadirkan
partisipan dan tidak menghadirkan unsur sirkumstan. Hadir dan tidaknya unsur
sirkumstan pada kedua klausa tersebut karena konteks yang melatarinya. Namun,
kedua klausa di atas juga memiliki jumlah partisipan yang sama, di mana unsur
proses dari kedua klausa tersebut dapat menghadirkan tiga partisipan.
Kata me’ya „kasi datang‟ pada contoh 1 merupakan verba serial yang
menghadirkan partisipan nal „saya‟ sebagai actor atau partisipan yang melakukan
aksi/tindakan, partisipan anbangte „itu‟ sebagai goal atau partisipan di mana
proses ditujukan, dan partisipan nepa ge ariala „tamu bapak‟ sebagai recipient
atau penerima manfaat dari proses, serta unsur sirkumstan sue ge’ne ge’kate
„untuk makan minum‟ yang menyatakan cause. Selanjutnya, kata me
„kasi/berikan‟ pada contoh 2 menghadirkan partisipan nal „saya‟ sebagai actor,
partisipan itolinga „bagian/jatahmu‟ sebagai goal, dan partisipan en „kamu‟
sebagai recipient atau penerima manfaat dari proses yang terjadi.
3. Lamisakal siletei (TRG 1, No. 49)
Lamisak kal Si letei
Orang tua itu Kita Meninggalkan
Actor Goal Pr: Material
(orang tua itu meninggalkan kita)
4. Bila tiba saatnya kutinggalkan dunia (TRG 1, No. 68)
Bila tiba saatnya ku tinggalkan dunia
Circ: location/time actor Pr: material Goal
5. Tuhan sudah bri janjiNya (TRG 3, No. 70)
Tuhan sudah bri janji-Nya
actor Pr: material Range
Ketiga klausa di atas menunjukkan bahwa terdapat dua partisipan yang
dihadirkan oleh proses. Kata letei „meninggalkan‟ (contoh 3), tinggalkan (contoh
4), dan bri (contoh 5) merupakan unsur proses yang mengikat partisipan lamisak
„orang tua‟, ku, dan Tuhan, yang berperan sebagai actor. Namun, partisipan di
mana proses ditujukan (goal) hanya untuk contoh 3 dan 4. Sementara itu, untuk
contoh nomor 5 bukan goal, tetapi disebut range. Partisipan ini merupakan
perluasan dari proses. Hal ini dapat dibandingkan dengan contoh klausa Kadek
telah bri Ayu uang. Pada klausa bri uang dan bri janji terlihat berbeda secara
semantik.
6. Lammi, nepa silang sai kapela midima (TRG 1, No. 14)
Lammi, nepa silang sai kapela midima
Paman, bapak saya turun tidur ditempat tidur
Actor Pr: Material Circ: Loc
(paman, bapak saya sudah meninggal)
7. Krung almang bai mi me’silang (TRG 1, No. 6)
Krung almang bai mi me’silang wota
Gong pusaka didalam gudang adat kasi turun pukul
Goal Circ: Loc Pr: Material Circ: Cause
(turunkan gong pusaka dari gudang untuk dipukul)
Pada kedua data di atas ditemukan bahwa unsur proses dapat menghadirkan
partisipan dan sirkumstan dalam klausa. Pada data tersebut dapat dijelaskan pula
bahwa hanya terdapat satu partisipan yang dihadirkan oleh proses. Kata
gasakdang „meninggal‟ pada contoh 6 merupakan unsur proses yang mengikat
partisipan nepa „bapak saya‟ sebagai actor. Sementara itu, pada contoh 7, kata
me’silang „kasi turun‟ yang adalah verba serial yang merupakan unsur proses
yang mengikat partisipan krung „gong‟ sebagai goal dan terjadi pelesapan pada
actor. Selanjutnya, unsur sirkumstan yang dihadirkan oleh proses pun berbeda.
Pada contoh 6, terdapat satu unsur sirkumstan yang diwajibkan hadir dalam
klausa, yakni sirkumstan yang menyatakan lokasi atau tempat, sementara pada
contoh 7, terdapat dua unsur sirkumstan, yakni unsur sirkumstan yang
menyatakan tempat atau lokasi dan yang menyatakan alasan atau sebab. Berikut
adalah sebagian daftar proses material yang digunakan dalam TRGMAA.
alwe „pergi‟ daku dangmai „pergi tidak kembali‟
asare „paksa‟ e’koh „tinggal‟
asinma „tukar kulit‟ dangmai „kembali‟
daku „pergi‟ fali „ikat‟
fal „ikat‟ lilang „terbang‟
gauk „lipat‟ letei „pergi jauh‟
meninggalkan membawa
memegang membebaskan
4.1.2 Proses Relasional
Proses relasional berkaitan dengan hubungan antara partisipan yang satu dan
yang lain. Hubungan ini bisa bersifat memberikan atribut atau memberikan nilai
terhadap partisipan pertama. Partisipan dalam proses relasional atributif ialah
carrier dan attribute. Carrier (pembawa), yaitu partisipan yang diberikan atribut
dan attribute dapat berupa partisipan (yang direalisasikan dalam kata atau frasa
benda), keadaan atau sifat atau keberadaan. Sementara itu, partisipan dalam
proses relasional identifikasi meliputi token dan value. Token adalah sesuatu yang
diberikan nilai. Sementara itu, value adalah nilai sesuatu tersebut. Penjelasan
selanjutnya dapat dilihat dalam data berikut.
8. Alak eng kulmi kang borang (TRG 2, No. 38)
Alak eng kul mi kang borang
Engkau adalah paling baik dari semua
Carrier Pr: Intensive Attribute
(engkau adalah yang terbaik dari semua)
9. Supaya kami juga menjadi setia dan teguh (TRG 1, No. 84)
Supaya kami juga menjadi setia dan teguh
Carrier Pr: intensive Attribute
10. Yesus adalah batu karang yang teguh (TRG 1, No. 72)
Yesus adalah batu karang yang teguh
Token Pr: Intensive Value
11. Kematian merupakan misteri yang sulit dipahami, (TRG 3, No. 17)
12. Karena Engkaulah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya (TRG
1, No. 221)
Karena Engkaulah yang empunya kuasa sampai selama-
lamanya
Token/possessor Pr: Intensive Value Circ: Extent
13. Serangan itu tidak membuat dia menjadi gentar (TRG 2, No. 198)
Serangan itu tidak membuat dia menjadi gentar
Agen/attributor Pr: Causative Carrier Pr: Intensive Attribute
Contoh no. 8--13 menunjukkan proses relasional. Contoh 8 dan 9 merupakan
proses relasional atributif. Kata eng „adalah‟ dan menjadi adalah unsur proses
yang menghadirkan partisipan engkau dan kami berfungsi sebagai carrier atau
pembawa untuk diberikan atribut. Contoh 10 dan 11 merupakan proses relasional
identifikasi, di mana kata adalah dan merupakan berfungsi sebagai token untuk
diberikan nilai. Selanjutnya dapat dijelaskan pula bahwa proses relasional dapat
menunjukkan hubungan kausatif dan posesif. Hal ini dapat diamati dalam data
nomor 12 dan 13. Kata empunya pada contoh 12 merupakan unsur proses yang
menunjukkan kebermilikan (possession). Unsur proses ini menghadirkan
Kematian merupakan misteri yang sulit dipahami
token Pr: intensive value
partisipan Engkau yang merujuk kepada Tuhan sebagai pemilik (possessor) kuasa
dan partisipan kuasa berfungsi sebagai nilai atau value yang merupakan termilik
(possessed). Selanjutnya, contoh 13 menunjukkan hubungan kausatif. Unsur
kausatif ini dinyatakan lewat kata tidak membuat dengan menghadirkan partisipan
serangan itu (agen/attributor) sebagai sebagai inisiator atau yang menyebabkan
partisipan dia (carrier) memeroleh atribut. Berikut ini adalah sebagian daftar proses
relasional yang digunakan dalam TRGMAA.
adalah merupakan
mempunyai menjadi
4.1.3 Proses Eksistensial
Proses eksistensial merupakan proses yang menunjukkan keberadaan atau
adanya sesuatu. Keberadaan yang dimaksud menyangkut kejadian, keadaan
tempat, eksistensi diri dari pelibat. Partisipan yang dihadirkan oleh proses
eksistensial adalah existent atau apa yang ada/adanya. Untuk penjelasan lebih
lanjut dapat dilihat dalam data berikut ini.
14. Nepa ela, lamisak ako ma’tta (TRG 1, No. 1)
Nepaela, lamisak ako m’atta
Paman, orang tua ada sakit
Existent Pr: Existential Circ: Matter
(paman, orang tua ada sakit)
15. ada kebangkitan orang mati di seberang kematian (TRG 2, No. 51)
ada kebangkitan orang mati di seberang kematian
Pr: Existential Existent Circ: Loc
16. lahir dari anak dara Maria (TRG 2, No. 232)
lahir dari anak dara Maria,
Pr: Existential Existent
17. Ansak ye a sai ne gona (TRG 1, No. 23)
Ansak ye a sai ne gona
ansak punya padi lumbung saya tidak ada
Existent Pr: Existential
(saya tida ada/punya padi lumbungnya Ansak)
Contoh 14--17 menunjukkan struktur yang berbeda. Perbedaan struktur
tersebut dapat diketahui dari dihadirkan atau tidaknya unsur sirkumstan oleh
proses. Unsur proses pada contoh 14 dan 15 dapat menghadirkan unsur
sirkumstan yang masing-masing menyatakan hal dan lokasi, sementara itu pada
contoh 16 dan 17 unsur sirkumstan tidak dihadirkan dalam klausa. Namun,
keempat klausa tersebut memiliki jumlah partisipan yang sama, yakni hanya satu
partisipan yang dinamakan existent. Unsur proses ako „ada‟, ada, lahir, dan gona
„tidak ada‟ dapat menghadirkan partisipan lamisak „orang tua‟, kebangkitan orang
mati, dari anak dara Maria, dan Ansak ye a sai „Ansak punya padi lumbung‟
yang berfungsi sebagai existent. Berikut ini adalah daftar proses eksistensial yang
digunakan dalam TRGMAA.
Angmi „ada di sini‟ Mati Meninggal
Saha „tidak ada‟ Muncul Tinggal
Hidup
4.1.4 Proses Mental
Proses mental merupakan proses berpikir (kognitif), mengindra (perseptif),
dan merasa (afektif). Proses mental kognitif berkaitan dengan penggunaan otak,
seperti berpikir, memahami. Proses mental perseptif bertalian dengan penggunaan
indra untuk berproses, seperti melihat, mendengar, merasa dengan (lidah, dan
kulit), sedangkan proses mental afektif berhubungan dengan perasaan atau hati,
seperti mencintai, membenci, menyukai, tidak suka.
Partisipan proses mental ada dua, yaitu pengindra (senser) dan fenomena
(phenomenon). Pengindera (senser) adalah orang yang berpikir atau yang
mengindra, atau yang merasa, sedangkan sesuatu yang dipikirkan atau yang
dirasakan atau yang diindera disebut fenomena (phenomenon). Penjelasan
selanjutnya dapat dilihat dalam data berikut ini.
18. Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku (TRG 1, No. 80)
19. Esul eking kang pang bei ni yopan sina le (TRG 2, No. 35)
Esul eking kang pang bei ni yopan sina le
Budi baik, hati baik kamu itu kami tidak lupa
Phenomenon Senser Pr: Mental
(kami tidak melupakan kebaikanmu)
Pada kedua klausa di atas tampak bahwa unsur proses pada klausa nomor 18
dapat menghadirkan unsur partisipan dan sirkumstan, sementara itu pada contoh
19 hanya terlihat unsur partisipan yang dihadirkan oleh proses. Namun, kedua
klausa tersebut memiliki jumlah partisipan yang sama, yakni senser dan
phenomenon. Kata menuntun dan yopan sina le „tidak lupa‟ merupakan unsur
proses yang masing-masing menghadirkan partisipan Engkau dan ni „kami‟,
berfungsi sebagai senser dan partisipan aku dan esul eking kang pang bei
„kebaikanmu‟ sebagai phenomenon. Selain menghadirkan dua partisipan, dalam
konteks tertentu proses mental hanya dapat menghadirkan satu partisipan. Dengan
demikian, dapat terjadi pelesapan pada salah satu partisipan, misalnya melesapkan
senser (lih. data 20 dan 21) atau melesapkan phenomenon (lih. data 22 dan 23).
Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku
Circ: manner senser Pr: mental phenomenon
20. Dan merenungkan Firman kebenaran-Mu (TRG 1, No. 113)
Dan merenungkan Firman kebenaran-Mu
Pr: Mental Phenomenon
21. Kasih-Nya dirasakan amat penuh (TRG 1, No. 206)
Kasih-Nya Dirasakan amat penuh
Phenomenon Pr: Mental Circ: Manner
22. Di dekat-Mu, aku merasa seperti hewan (TRG 1, No. 77)
Di dekat-Mu Aku merasa seperti hewan
Circ: Loc Senser Pr: Mental Circ: Matter
23. Bagi kami yang mendengar TRG 3, No. 118)
Contoh 20--23 menunjukkan terjadinya pelesapan pada salah satu partisipan
dari proses mental. Kata merenungkan dan dirasakan (no. 20 dan 21) merupakan
unsur proses yang menghadirkan partisipan Firman kebenaran-Mu dan kasih-Nya
yang berfungsi sebagai phenomenon. Terjadinya pelesapan partisipan yang
berperan sebagai senser tersebut tidak memengaruhi makna dari informasi yang
disampaikan. Contoh 20 merupakan klausa aktif dan pelesapan dilakukuan hanya
untuk menghindari adanya pengulangan pada senser karena telah disebutkan
sebelumnya. Sementara itu, contoh 21 merupakan bentuk klausa pasif sehingga
kehadiran partisipan yang berfungsi sebagai senser bersifat opsional. Selanjutnya,
pada contoh 22 dan 23, kata merasa dan mendengar merupakan unsur proses.
Unsur ini menghadirkan partisipan aku dan kami yang berfungsi sebagai senser.
Terjadinya pelesapan pada phenomenon semata-mata hanya karena konteks yang
melatarinya dan tidak memengaruhi makna informasi tersebut. Berikut ini adalah
daftar proses mental yang digunakan dalam TRGMAA.
Bagi kami yang mendengar
Senser Pr: Mental
atak „terlihat‟ percaya suka
ge’mai „mendengar‟ dikasihi ingini
yenglak „mengetahui‟ dirasakan melihat
4.1.5 Proses Perilaku
Proses perilaku yang secara semantik merupakan gabungan atau perpaduan
antara proses mental dan proses material. Proses ini mengekspresikan bentuk
tindakan yang berhubungan dengan psikologi para pelibat teks. Sebagian besar
proses perilaku hanya memiliki satu partisipan yang sifatnya wajib hadir dan
dinamakan behaver. Dari pernyataan ini, dapat dimunculkan pertanyaan apakah
proses perilaku hanya bisa menghadirkan atau mengikat satu partisipan saja?
Pertanyaan tersebut dapat dijawab berdasarkan data berikut ini.
24. Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai (TRG 1, No. 102)
Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai
Circ: Extent Behaver Pr: Behavioural Circ: Loc
25. Kita berbahagia karena segala perbuatan kita menyertai kita (TRG 3,
No. 216)
26. Nal maonong gafah te (TRG 1, No. 27)
Nal Maunong gafah te
saya selimut maunong cari dulu
Behaver Phenomenon Pr: Behavioural
(saya cari selimut maunong dulu)
27. Namun hidup kekal akan menghibur kita
Namun, hidup kekal akan menghibur kita
Behaver Pr: Behavioural phenomenon
Kita berbahagia karena segala perbuatan kita menyertai kita
Behaver Pr: Behavioural Circ: Cause
Data 24 dan 25 menunjukkan bahwa unsur proses dapat menghadirkan unsur
partisipan dan sirkumstan yang menyatakan lokasi dan sebab atau alasan. Kata
jumpa dan berbahagia merupakan unsur proses dan masing-masing menghadirkan
satu partisipan, yakni kita yang berfungsi sebagai behaver. Namun, pada contoh
26 dan 27 terlihat bahwa proses ga’fah „cari‟ dan menghibur dapat menghadirkan
dua partisipan sehingga partisipan pertama dinamakan behaver dan partisipan
kedua disebut sebagai phenomenon. Selain itu, ditemukan juga bahwa proses
perilaku juga memiliki sebuah partisipan yang disebut sebagai jangkauan atau
perluasan dari proses. Bilamana dalam proses material terdapat range yang
merupakan perluasan dari proses (restatement of process), maka proses perilaku
juga memiliki partisipan behavior yang merupakan perluasan dari proses. Untuk
lebih jelasnya, perhatikan contoh data berikut ini.
28. Dan orang-orang yang bernapaskan kelaliman (TRG 2, No. 184)
Dan orang-orang yang bernapaskan kelaliman
Behaver Pr: Behavioural Behaviour
29. Kami menikmati pemberian hidup (TRG 3, No. 104)
Data 28 dan 29 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat dua partisipan yang
dihadirkan oleh proses. Partisipan yang pertama masing-masing diperankan oleh
orang-orang dan kami yang disebut sebagai behaver. Sementara itu, partisipan
kedua yang diperankan oleh kelaliman dan pemberian hidup bukan sebagai
phenomenon, melainkan sebagai behavior. Hal tersebut sangat beralasan karena
partisipan ini bukan sebagai tindakan psikologis yang ditujukan oleh proses,
melainkan perluasan dari proses itu sendiri. Secara semantis, proses bernapaskan
Kami menikmati pemberian hidup
Behaver Pr: Bahvioral Behaviour
pada contoh 28 memiliki makna mengandung atau memiliki sifat kelaliman dan
bukan mengeluarkan napas seperti pada klausa ikan hiu bernapaskan paru-paru.
Selanjutnya pada contoh 29, secara semantis akan terlihat berbeda antara klausa
menikmati pemberian hidup dan menikmati semangkuk sup buntut. Berikut ini
adalah sebagian daftar proses mental yang digunakan dalam TRGMAA.
ditelan menghibur mengejutkan mendukakan
menderita memalingkan memandang bersyukur
4.1.6 Proses Verbal
Proses verbal adalah proses yang menggunakan tindakan dalam bentuk verbal
(saying) yang sering direalisasikan dengan berkata, bertanya, menceritakan.
Proses ini terdiri atas tiga partisipan, yakni sayer, receiver, dan verbiage. Sayer
adalah partisipan yang bertanggung jawab dalam proses verbal. Reciever adalah
partisipan yang menjadi tujuan proses verbal ditujukan. Verbiage adalah
pernyataan nominal dari proses verbal. Perhatikan data berikut ini.
30. Allah Bapak Yang Mahakuasa memanggil saudara kita ini dari
kehidupan di dunia ini, (TRG 2, No. 9)
31. Mat, gallomung bo kila same taweng simi tasama ba (TRG 1, No. 1)
Mat, gal lomung bo kila same taweng simi tasama ba
Tetapi Dia omong bilang turun-temurun kita tetap baku sayang
Sayer Pr: Verbal Verbiage
(tetapi, engkau mengatakan bahwa turun temurun kita harus tetap saling menyayangi)
32. Namun, hidup kekal yang dijanjikan kepada kita (TRG 1, No. 4)
Namun, hidup kekal yang dijanjikan kepada kita
Verbiage Pr: verbal receiver
Allah Bapak yang
Mahakuasa
memanggil saudara
kita ini
dari kehidupan
di dunia
Sayer Pr: verbal receiver verbiage
33. Aku memuji Tuhan (TRG 2, No. 12)
Aku memuji Tuhan
sayer Pr: verbal receiver
34. Dijanjikan perhentian di rumah yang baka (TRG 1, No. 5)
Dijanjikan perhentian di rumah yang baka
Pr: Verbal Verbiage Circ: Loc
35. Firman Tuhan yang menguatkan hati kita telah diberitakan (TRG 2, No.
10)
Firman Tuhan yang menguatkan hati kita telah diberitakan
Verbiage Pr: Verbal
Contoh 30--35 di atas menunjukkan bahwa partisipan yang dihadirkan oleh
proses verbal sangat bervariasi. Pada contoh 30, proses verbal memanggil mampu
menghadirkan tiga partisipan dalam klausa. Partisipa I adalah Allah Bapak yang
Mahakuasa yang berfungsi sebagai sayer, diikuti oleh receiver (saudara kita ini)
sebagai partisipan kedua, dan partisipan ketiga adalah dari kehidupan di dunia
yang berfungsi sebagai verbiage.
Selanjutnya, contoh 31--33 menunjukkan bahwa proses verbal menghadirkan
dua partisipan dalam setiap klausa. Proses lomung bo “omong bilang” pada
contoh 31 menghadirkan gal “dia” sebagai sayer (I) dan kila same taweng simi
tasama ba “turun-temurun kita tetap baku sayang” sebagai verbiage (II) dan
terjadi pelesapan pada receiver. Pada contoh 32 tampak ada pelesapan pada sayer.
Proses dijanjikan dapat mengikat partisipan hidup kekal yang sebagai verbiage
dan partisipan kepada kita sebagai receiver. Contoh 33, kata memuji
menghadirkan aku sebagai sayer (I) dan Tuhan sebagai receiver (II) dan terjadi
pelesapan pada verbiage.
Sementara itu, pada contoh 34 dan 35 hanya terdapat satu partisipan yang
dihadirkan oleh proses verbal dalam setiap klausa. Kata dijanjikan dan
diberitakan yang merupakan proses verbal hanya menghadirkan partisipan
perhentian dan Firman Tuhan yang menguatkan hati kita sebagai verbiage,
sedangkan sayer dan receiver dilesapkan. Berikut ini adalah daftar proses
eksistensial yang digunakan dalam TRGMAA.
berkata diberitakan
dijanjikan dipanggil
memanggil memanggil pulang
memuji menceritakan
Berdasarkan pembahasan pada keenam tipe proses yang digunakan dalam
klausa TRG, berikut ditampilkan persentase penggunaan unsur proses pada
TRGMAA melalui media BK dan BI.
Tabel 2 Tipe Proses pada TRGMAA yang Menggunakan BK
Tipe Proses TRG I TRG
II
TRG
III
Jumlah (%) Peringkat
Proses material 48 38 37 123 73 I
Proses eksistensial 9 7 6 22 13 II
Proses relasional 4 3 2 9 5 III
Proses mental 2 3 2 7 4 IV
Proses perilaku 3 1 - 4 3 V
Proses verbal 1 1 1 3 2 VI
Jumlah Klausa 67 53 48 168 100
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa transitivitas TRG didominasi oleh proses
material. Dari 168 jumlah klausa BK, proses material memperoleh jumlah
tertinggi pada TRG, yakni berjumlah 123 atau 73%. Tingginya penggunaan proses
material dalam TRG dapat diinterpretasikan bahwa sebagian tahapan ritual
gasakda melibatkan aktivitas fisik dengan demikian teks terfokus pada tindakan
atau kejadian.
Peringkat kedua ditempati oleh proses eksistensial dengan jumlah 22 atau
13%. Proses ini merupakan proses yang menunjukkan keberadaan atau adanya
sesuatu. Hal ini dapat interpretasikan bahwa adanya sesuatu berarti suatu keaadan
di mana telah terjadi peristiwa kematian yang melibatkan eksistensi diri dari tiap-
tiap keluarga, baik keluarga duka maupun kerabat lainnya yang turut berduka.
Peringkat ketiga didominasi oleh proses relasional yang berjumlah 9 atau 5%.
Pemakaian proses relasional dalam TRG dapat bermakna untuk memberikan
atribut atau nilai kepada almarhum sebagai bentuk rasa duka cita yang mendalam
dari keluarga.
Proses mental menempati peringkat keempat dalam TRG dengan jumlah 7
atau 4%. Hal ini mudah dipahami karena banyak partisipan melibatkan perasaan
duka ketika menciptakan teks.
Peringkat kelima ditempati oleh proses perilaku, yang berjumlah 4 atau 3%.
Hal ini dapat dipahami karena TRG merupakan peristiwa duka sehingga banyak
melibatkan tindakan atau perilaku yang berhubungan dengan psikologi atau
mental para partisipan.
Peringkat keenam adalah proses verbal. Proses ini paling sedikit digunakan
dalam TRG dengan jumlah 3 atau 2%. Hal ini dapat dipahami bahwa dalam
peristiwa duka setiap keluarga telah mengetahui apa yang harus dilakukan
sehingga aktivitas dapat berjalan dengan lancar tanpa banyak pertanyaan ataupun
penjelasan.
Tabel 3 Tipe Proses TRGMAA yang Menggunakan BI
Tipe Proses TRG I TRG
II
TRG
III
Jumlah (%) Peringkat
Proses material 66 89 81 236 33 I
Proses relasional 41 48 54 143 20 II
Proses eksistensial 36 43 41 120 17 III
Proses mental 27 37 36 100 14 IV
Proses perilaku 16 23 32 71 10 V
Proses verbal 14 17 14 45 6 VI
Jumlah Klausa 200 257 258 715 100
Tabel 3 di atas tampak bahwa dari 715 jumlah klausa BI, proses material
memperoleh jumlah tertinggi, yakni berjumlah 236 atau 33%. Hal ini
menunjukkan bahwa teks berfokus pada tindakan atau kejadian. Secara umum
teks pemakaman seperti doa, nyanyian, khotbah, dan lainnya merupakan sesuatu
yang abstrak karena berhubungan dengan iman, yakni bagaimana umat Kristiani
meyakini Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat. Namun, unsur lingual yang
digunakan dalam teks lebih banyak proses material dari pada unsur proses yang
lain, seperti mental atau verbal. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa sesuatu
yang sifatnya abstrak dapat diwujudnyakan lewat bahasa atau proses material
sehingga dapat memperteguh keyakinan umat bahwa Tuhan itu ada.
Peringkat kedua didominasi oleh proses relasional yang berjumlah 143 atau
20%. Pemakaian proses relasional dalam TRG dapat bermakna untuk memberikan
atribut atau nilai kepada Tuhan yang diimani sebagai penolong dan penghibur
yang setia.
Peringkat ketiga ditempati oleh proses eksistensial dengan jumlah 120 atau
17%. Proses ini merupakan proses yang menunjukkan keberadaan atau adanya
sesuatu. Hal ini menyangkut keberadaan atau eksistensi diri dari Tuhan dalam
kehidupan manusia.
Proses mental menempati peringkat keempat dalam TRG dengan jumlah 100
atau 14%. Hal ini mudah dipahami karena TRG adalah mengandung fungsi magis
yang memang memerlukan proses mental.
Peringkat kelima ditempati oleh proses perilaku, yang berjumlah 71 atau
10%. Hal ini dapat dipahami karena TRG merupakan peristiwa duka sehingga
banyak melibatkan tindakan atau perilaku yang berhubungan dengan psikologi
atau mental para partisipan.
Peringkat keenam adalah proses verbal. Proses ini paling sedikit digunakan
dalam TRG dengan jumlah 45 atau 6%. Hal ini dapat dipahami bahwa pihak
gereja sudah menyediakan liturgi atau tata ibadah untuk kebaktian pemakaman
berupa teks tulis, yang walaupun pada akhirnya dilisankan namun tetap saja
menjadi teks yang beku (frozen style).
Tabel 4 Penggunaan Tipe Proses secara Keseluruhan pada TRGMAA
Tipe Proses TRG I TRG II TRG III Jumlah (%)
Proses material 118 132 123 373 42
Proses relasional 46 52 57 155 18
Proses eksistensial 38 44 42 124 15
Proses mental 30 40 38 108 12
Proses perilaku 19 24 32 75 8
Proses verbal 15 18 15 48 5
Jumlah Klausa 266 310 307 883 100
Persentase jumlah proses yang tertera pada tabel 2 di atas memberikan
petunjuk bahwa penggunaan proses material pada TRGMAA menduduki
peringkat teratas dengan jumlah 373 (42%). Urutan kedua diduduki oleh proses
relasional dengan jumlah 155 (17%). Selanjutnya, diikuti oleh proses eksistensial
yang berjumlah 124 (14%), proses mental berjumlah 108 (12%), proses perilaku
berjumlah 75 (8%), dan proses verbal berjumlah 48 (5%). Dengan demikian, dapat
diinterpretasikan bahwa TRGMAA merupakan teks prosedural yang difokuskan pada
tindakan atau kejadian karena setiap partisipan yang terlibat dalam ritual gasakda
berusaha untuk memberikan bentuk pelayanan untuk terkahir kalinya kepada
almarhum.
4.2 Sistem Mood dalam TRG
Mood merupakan perwujudan gramatika struktur klausa atau unit gramatikal
sebuah klausa yang merealisasikan makna interpersonal. Dalam hal ini, peran
mempertukarkan makna dilakukan oleh tenor atau pelibat teks. Dengan demikian
makna antarpartisipan yang dipertukarkan oleh pelibat dalam teks ritual gasakda
akan mencerminkan peran dan status mereka dalam sistem sosial masyarakat adat
Alor. Hal ini terjadi karena pilihan bentuk dan makna dalam membangun struktur
klausa sangat ditentukan oleh status dan peran dari tiap-tiap pelibat.
Realisasi makna yang dipertukarkan oleh setiap pelibat dalam TRGMAA
memiliki fungsi ujaran (speech function) yang berbeda-beda. Hal ini meliputi;
menyampaikan pernyataan (statement atau penawaran/offer), yang direalisasikan
oleh mood deklaratif, mengajukan pertanyaan (question), yang direalisasikan oleh
mood interogatif dan memberikan perintah (command), yang direalisasikan oleh
mood imperatif. Berikut ini di bahas mengenai bentuk-bentuk mood yang
digunakan dalam TRGMAA.
4.2.1 Mood Deklaratif
Mood deklaratif adalah klausa deklaratif yang isinya menyatakan pernyataan
atau memberitahukan sesuatu kepada pendengar. Terkait dengan penggunaan
mood deklatif dalam TRGMAA dapat dipahami bahwa isi TRG mencakup
penyampaian informasi dan pernyataan untuk menerima sebuah realita hidup.
Penyampaian informasi dimulai pada tahapan pra-gasakda, yakni memberikan
informasi bahwa orang tua dalam keadaan sakit keras dan penyampaian tentang
terjadinya kematian pada tahapan gasakda. Sementara itu, pernyataan untuk
menerima realita hidup yang terealisasi pada saat terjadi kematian, di mana pihak
keluarga terkait (tahapan telingbai) dan pihak gereja (tahapan katai sen)
menyatakan suatu bentuk kepedulian berupa kata-kata penghiburan sebagai
ungkapan turut berduka.
Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa klausa dalam TRG dapat
dibedakan menjadi (1) klausa deklaratif penuh dengan predikat transitif aktif, (2)
klausa deklaratif penuh dengan predikat transitif pasif, (3) klausa deklaratif penuh
dengan predikat intransitif, (4) klausa deklaratif eliptikal dengan predikat transitif
aktif, (5) klausa deklaratif eliptikal dengan predikat transitif pasif, dan (6) klausa
deklaratif eliptikal dengan predikat intransitif. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
data berikut ini.
36. Nal itolinga me’en (TRG 3, No.7)
Nal itolinga me en
Saya bagianmu kasi kamu
Subj Comp Pred Comp
MOOD RESIDU
(saya memberikan kamu bagian/jatahmu)
37. Kita melantunkan pujian pengharapan, dari KJ 33: 1,4 (TRG 2, No.54)
K
edua contoh di atas merupakan klausa deklaratif penuh dengan predikat transitif
aktif. Pada contoh 36 dapat dijelaskan bahwa klausa ini tampak dengan struktur
subjek (S) diikuti komplemen (C1), setelah itu diikuti predikat (P) dan
komplemen (C2). Selanjutnya, contoh 37 dengan struktur subjek (S), diikuti
predikat (P), lalu diikuti dengan komplemen (C) dan keterangan (adjunct). Verba
me “kasi/berikan” dan melantunkan adalah jenis verba transitif aktif. Dinamakan
verba transitif aktif karena kedua verba ini membutuhkan objek dan direalisasikan
dalam klausa bentuk aktif.
38. Jejak-jejak kebenarannya dapat dilihat orang (TRG 3, No. 205)
Kita Melantunka
n
pujian pengharapan dari KJ 33: 1,4
Subj Pred Comp Adj: Circ
MOOD RESIDU
Jejak-jejaknya kebenarannya dapat dilihat orang
Subj Mood: Adj Pred Comp
MOOD RESIDU
39. Sidang perkabungan yang dikasihi oleh Tuhan Yesus Kristus (TRG 3,
No.157)
Sidang perkabungan yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus
Subj Pred Comp
MOOD RESIDU
Contoh 38 dan 39 merupakan klausa deklaratif penuh dengan predikat
transitif pasif. Klausa pada contoh 38 memiliki struktur subjek (S) diikuti oleh
keterangan modal (mood Adj), lalu diikuti oleh predikat (P) dan komplemen
(Comp). Selanjutnya struktur klausa pada contoh 39 adalah subjek (S), diikuti
oleh predikat (P), dan kemudian diikuti oleh komplemen (Comp). Verba dikenal
dan dikasihi merupakan verba transitif yang mengalami pemasifan.
40. Sisak gasakdang tano (TRG 3, No.12)
sisak gasakdang tano
Orang tua kami meninggal sudah
Subj Pred Comm: Adj
MOOD RESIDU
(orang tua kami sudah meninggal)
41. Meskipun kita berduka cita karena kepahitan maut (TRG 3, No.269)
Contoh 40 dan 41 merupakan klausa deklaratif penuh yang predikatnya diisi
oleh verba intransitif yang terdiri atas subjek (S) dan predikat (P). Kedua klausa
ini juga menggunakan unsur keterangan (adjuncts) untuk memberikan penjelasan
tambahan terhadap tiap-tiap klausa. Verba meninggal dan berduka cita merupakan
verba intransitif karena kedua verba tersebut tidak memerlukan objek/komplemen.
Berdasarkan contoh 36--41 di atas, diketahui bahwa secara umum
menunjukkan bentuk mood dengan struktur deklaratif penuh. Hal ini karena
Meskipun kita berduka cita karena kepahitan maut
Conj: Adj Subj Pred Adj: Circ
MOOD RESIDU
terdapat struktur yang lengkap dan variatif pada setiap klausa, yakni (a) subjek
(S), predikat (P), komplemen (comp), dan keterangan (adjuncts), (b) subjek,
predikat, dan komplemen, atau (c) subjek, predikat, dan keterangan.
42. Anbang te sitabiah gauk (TRG 2, No. 301)
43. Dan mengejutkan kita (TRG 1, No. 159)
Dan mengejutkan kita
Conj: Adj Pred Comp
MOOD RESIDU
Contoh 42 dan 43 merupakan klausa deklaratif eliptikal dengan predikat
transitif aktif. Klausa no. 42 tampil dengan struktur keterangan konjugasi
(conj:Adj), kemudian diikuti oleh komplemen (Comp) dan predikat (P).
Sementara itu, klausa no. 43 tampil dengan struktur keterangan konjugasi (conj:
Adj), kemudian diikuti dengan (predikat (P) dan komplemen (Comp). Verba gauk
“lipat” dan mengejutkan merupakan verba transitif aktif yang tidak menghadirkan
subjek (S) dalam klausa atau dengan kata lain, terjadi pelesapan subjek pada tiap-
tiap klausa.
44. Disalibkan (TRG 1, No. 189)
Disalibkan
Pred
MOOD
45. Dan dikuburkan (TRG 1, No. 191)
Dan dikuburkan
Conj: Adj Pred
MOOD
Anbang te sitabiah gauk
supaya kita punya kain lipat
Conj: Adj Comp Pred
RESIDU
(supaya, lipat kain kita)
Contoh 44 dan 45 merupakan klausa deklaratif eliptikal yang predikatnya
diisi oleh verba yang mengalami proses pemasifan. Kedua klausa di atas sama-
sama mengalami pelesapan pada subjek (S) dan komplemen (Comp).
46. Na, painsan ok ya gasakdang (TRG 2, No. 2)
Na, paisan ok Gasakdang
Jadi, esok lusa meninggal
Conj: Adj Adj: Circ Pred
RESIDU
(jadi, apabila meninggal di kemudian hari)
47. Naik ke sorga (TRG 1, No. 194)
Naik ke Sorga
Pred Adj: Circ
MOOD RESIDU
48. Duduk di sebelah kanan Allah Bapak yang Mahakuasa (TRG 1, No.
195)
Duduk di sebelah kanan Allah, Bapak yang Maha Kuasa
Pred Adj: Circ
MOOD RESIDU
Pada contoh 46 dan 48 dapat dijelaskan bahwa kedua klausa tersebut
merupakan klausa deklaratif eliptikal. Verba gasakdang “meninggal”, naik, dan
duduk adalah jenis verba intransitif yang tidak membutuhkan kehadiran objek
dalam klausa. Namun, terjadi pelesapan subjek pada kedua klausa tersebut
sehingga hanya terdapat verba dan unsur keterangan (adjuncts) dalam klausa.
Berdasarkan contoh 44--48 di atas, diketahui bahwa secara umum
menunjukkan bentuk mood dengan struktur deklaratif eliptikal yang hadir dengan
predikat verba transitif aktif, pasif, dan verba intransitif. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa klausa deklaratif penuh memiliki struktur yang lengkap,
sedangkan kalusa deklaratif eliptikal memiliki struktur yang tidak lengkap karena
terjadi pelesapan pada subjek atau komplemen.
4.2.2 Mood Imperatif
Mood imperatif pada dasarnya berupa klausa yang isinya memerintahkan,
menyerukan, atau mengajak lawan bicara/pendengar mengenai suatu hal pada
proses komunikasi. Penggunaan mood imperatif dalam TRGMAA dapat dimaknai
bahwa setiap tahapan dalam TRG selalu disertai dengan ungkapan yang memiliki
makna perintah, seruan, atau ajakan. Misalkan adanya seruan untuk menyediakan
permintaan anak laki-laki sulung kepada paman pada saat pra-gasakda.
Kemudian, dilanjutkan dengan seruan untuk meminta barang kepada paman pada
tahapan kurong gotta dan ya lasting. Selanjutnya, seruan atau ajakan untuk tetap
bersandar pada Tuhan, baik dalam suka maupun dalam duka pada tahapan katai
sen (pemakaman). Hal ini berkaitan dengan bacaan Firman Tuhan (Alkitab)
sebagai dasar hidup umat Kristiani.
Mood imperatif dalam TRG memiliki struktur yang bervariasi. Hal ini dapat
dilihat dalam data berikut ini.
49. Krung almang bai mi mesilang wota (TRG 1, No. 6)
Krung almang bai mi mesilang wota
Gong pusaka didalam gudang adat kasi turun pukul
Subj Adj: Circ Pred Adj: Circ
MOOD RESIDU
(turunkan gong pusaka dari gudang untuk dipukul)
50. Ge maunong met (TRG 1, No. 15)
Ge maunong met
Selimut maunongnya ambil
Subj Pred
MOOD RESIDU
(ambilkan selimut maunongnya)
51. I tonih (TRG 2, No. 20)
I tonih
Kalian Duduk
Subj Pred
MOOD RESIDU
(kalian duduk)
52. Buatlah Yesus sebagai sandaranmu, (TRG 2, No. 98)
buatlah Yesus sebagai sandaranmu
Pred Subj Adj: Circ
MOOD RESIDU
53. Carilah di atas awan pelangi kasih yang tetap (TRG 3, No. 68)
Contoh 49--53 di atas merupakan bentuk mood imperatif dalam TRG. Secara
garis besar tampak ada perbedaan struktur mood BK dan BI. Contoh 49--51
adalah Mood imperatif BK yang memilki struktur subjek (S) lalu diikuti dengan
predikat (P), sementara itu mood imperatif BI pada contoh 52 dan 53 memiliki
struktur predikat (P) diikuti oleh subjek (S).
4.2.3 Mood Interogatif
Mood interogatif atau pertanyaan tidak terlalu sering digunakan dalam TRG.
Hal ini dapat dipahami bahwa kematian merupakan suatu hal yang manusiawi,
yaitu setiap kehidupan pasti ada akhirnya. Setiap keluarga yang datang melayat
atau memberikan penghiburan sudah mengetahui apa yang harus dilakukannya
sehingga dengan sendirinya penggunaan mood interogatif sangat minim
ditemukan di dalam TRG. Berikut ini ditunjukkan beberapa mood introgatif
dalam klausa TRG. Perhatikan data berikut ini.
54. Kepada siapakah aku harus takut? (TRG 2, No. 143)
carilah di atas awan plangi kasih yang tetap
Pred Adj: Circ Subj
MOOD RESIDU MOOD
Kepada siapakah aku harus takut?
KT/Comp Subj Pred
RESIDU MOOD
55. Apa mau gatoling? (TRG 1, No. 265)
Apa mau gatoling?
Ini siapa punya bagian
Subj Pred Comp
MOOD RESIDU
(ini bagiannya siapa atau bagiannya siapa ini?)
Kedua contoh di atas adalah penggunaan mood interogatif dalam klausa TRG
yang menunjukkan perbedaan mengenai struktur dan makna. Contoh 54 adalah
pertanyaan yang bermakna retoris dan tidak memerlukan jawaban, tetapi hanya
sebagai bentuk refleksif. Struktur klausa secara umum meliputi kata tanya diikuti
oleh (S), kemudian predikat (P), dan komplemen (Comp) atau keterangan (Adj).
Sementara itu, contoh 55 memiliki struktur subjek (S), kata tanya (siapa punya),
dan komplemen (Comp)
4.2.4 Mood Eksklamasi
Mood eksklamasi (exlamatives mood) digunakan dalam TRG untuk
menjelaskan ungkapan emosional dari pelibat teks, baik rasa heran, muak atau
membosankan, maupun perasaan cemas. Terkait dengan penggunaannya dalam
TRGMAA dapat dipahami bahwa dalam TRG, setiap partisipan banyak
menunjukkan perasaan duka lewat tindakan fisik dan sedikit melibatkan emosi
atau reaksi mental. Perhatikan data berikut ini.
56. Berbahagialah setiap orang yang mendengarkan Firman Allah (TRG
2, No. 121)
Berbahagialah setiap orang yang mendengar Firman Allah
Comm: Adj Subj Pred Comp
57. Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai (TRG 1, No. 102)
Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai
Comm: Adj Adj: Circ Subj Pred Adj: Circ
RESIDU MOOD RESIDU
Contoh 56 dan 57 di atas memiliki struktur yang berbeda. Perbedaan tersebut
dapat diketahui dari hadir dan tidaknya unsur komplemen (Comp) dan keterangan
(Adj) dalam klausa. Struktur mood eksklamasi pada contoh 56 terdiri atas kata
sifat (KS), subjek (S), predikat (P), dan komplemen (Comp). Sementara itu, pada
contoh 57, struktur mood eksklamasi dimulai dengan kata kata sifat (KS), lalu
diikuti oleh unsur keterangan (Adj), kemudian diikuti dengan subjek (S), predikat,
dan unsur keterangan (Adj).
Berdasarkan data yang telah dibahas, tampak bahwa realisasi makna yang
dipertukarkan pada TRGMAA menggunakan BK dan BI. Dengan demikian,
berikut ini disajikan persentase penggunaan Mood BK dan BI pada TRGMAA.
Tabel 5 Penggunaan Bentuk Mood BK
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa terdapat tiga bentuk mood yang
direalisasikan melalui BK, yakni mood deklaratif, mood imperatif, dan mood
interogatif. Bentuk mood yang paling banyak digunakan dalam TRGMAA adalah
MOOD RESIDU
Bentuk Mood TRG 1 TRG 2 TRG
3
Jumlah
Bentuk Mood
%
Deklaratif 48 43 34 125 75
Imperatif 17 10 14 41 24
Interogatif 2 - - 2 1
Jumlah Klausa 67 53 48 168 100
mood deklaratif, yakni berjumlah 125 atau 75% dari 168 jumlah klausa BK.
Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 41 atau 24%, dan mood introgatif
sebanyak 2 atau 1%.
Tabel 6 Penggunaan Bentuk Mood BI
Pada tabel 6 di atas tampak bahwa terdapat empat bentuk mood yang
direalisasikan melalui BI, yakni mood deklaratif, mood imperatif, mood
eksklamasi, dan mood interogatif. Bentuk mood yang paling banyak digunakan
dalam TRGMAA adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 642 atau 90% dari 715
jumlah klausa BI. Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 50 atau 7%,
mood eksklamasi sebanyak 16 atau 2%, dan mood interogatif sebanyak 7 atau 1%.
Tabel 7 Penggunaan Bentuk Mood secara Keseluruhan pada TRGMAA
Tabel 7 menampilkan keseluruhan bentuk mood yang digunakan pada
TRGMAA. Pada tabel 7 ditemukan bahwa bentuk mood yang paling banyak
digunakan dalam TRGMAA adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 767 atau
87%. Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 91 atau 10%, mood
Bentuk Mood TRG 1 TRG 2 TRG
3
Jumlah
Bentuk Mood
%
Deklaratif 183 226 233 642 90
Imperatif 8 21 21 50 7
Eksklamasi 5 7 4 16 2
Interogatif 3 3 1 7 1
Jumlah Klausa 199 257 259 715 100
Bentuk Mood TRG 1 TRG 2 TRG
3
Jumlah
Bentuk Mood
%
Deklaratif 231 269 267 767 87
Imperatif 25 31 35 91 10
Eksklamasi 5 7 4 16 2
Interogatif 5 3 1 9 1
Jumlah Klausa 266 310 307 883 100
eksklamasi sebanyak 16 atau 2%, dan mood introgatif sebanyak 9 atau 1%.
Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa isi TRG mencakup penyampaian
informasi dan pernyataan untuk menerima sebuah realita hidup.
4.2.5 Unsur Keterangan (Adjuncts) dalam Klausa TRGMAA
Unsur keterangan (adjuncts) adalah salah satu unsur dalam klausa yang
memberikan informasi tambahan yang sifatnya tidak terlalu penting. Kehadiran
elemen atau unsur ini dalam klausa sangat variatif di mana dia bisa hadir di awal,
pertengahan, atau di akhir dari klausa. Namun, elemen ini tidak berpotensi untuk
menjadi subjek. Berdasarkan kontribusinya di dalam klausa, maka keterangan
(adjuncts) dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni (1) keterangan sirkumstansial,
yang berfungsi menambah makna eksperiensial, (2) keterangan modalitas, yang
berfungsi menambah makna interpersonal, dan (3) keterangan tekstual, yakni
menambah makna tekstual. Berikut ini adalah kategori keterangan yang
digunakan dalam TRGMAA.
Tabel 8 Kategori Keterangan (Adjuncts) pada TRGMAA
Jenis Keterangan TRG 1 TRG 2 TRG 3 Jmlh Keterangan
Keterangan sirkumstansial 95 114 128 337
Keterangan tekstual 88 85 80 253
Keterangan modalitas 61 67 75 203
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa keterangan sirkumstansial menempati
urutan pertama dalam hal penggunaannya di dalam TRG yang berjumlah 337,
kemudian diikuti oleh keterangan tekstual yang berjumlah 253, dan keterangan
modalitas yang berjumlah 203. Berikut ini adalah penjelasan unsur keterangan
dalam klausa TRGMAA.
4.2.5.1 Keterangan Sirkumstansial
Keterangan sirkumstansial merupakan lingkungan, sifat, atau lokasi
berlangsungnya proses. Jenis keterangan ini berfungsi menambah makna
eksperiensial atau pengalaman. Terkait dengan penggunaannya yang dominan
dalam TRG, dapat dipahami bahwa teks ini merupakan teks prosedur yang banyak
melibatkan fisik dan mental sehingga memerlukan unsur sirkumstansial untuk
menentukan makna proses dan partisipan di dalam setiap klausa. Data berikut ini
merupakan contoh penggunaan keterangan sirkumstansial dalam TRG.
58. Kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang bo (TRG 3, No. 4)
Kang na ya paisan ok te sipa gasakdang bo
Baik jadi, besok lusa kita punya bapak meninggal sudah
Cont: Adj Adj: Circ Subj Pred Mood: Adj
RESIDU MOOD RESIDU MOOD
(baiklah, kalau besok-besok bapak sudah meninggal)
59. Kurong almang bai mi mesilang gota (TRG 3, No. 8)
Kurong almang bai mi me’silang gota
Gong di dalam gudang besar kasi turun pukul
Subj Adj: Circ Pred Adj: Circ
MOOD RESIDU
(turunkan gong di dalam gudang besar untuk dipukul)
60. Lihatlah warna-warninya sebagai lambang cinta yang besar (TRG 3,
No. 69)
lihatlah warna-warninya sebagai lambang cinta yang besar
Pred Subj Adj: Circ
MOOD RESIDU
61. Saudara/i ku sekalian, marilah kita memuji Tuhan dengan melagukan
KJ no 54:4 (TRG 2, No. 79)
saudara/i ku
sekalian,
marilah kita memuji Tuhan dengan melagukan
KJ No 54:4
Voc: Adj Subj Pred Comp Adj: Circ
MOOD RESIDU
62. Siapa gerangan ada padaku di Sorga selain Engkau? (TRG 1, No.
83)
siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau
Subj Pred Adj: Circ Adj: Circ
MOOD RESIDU
63. Kasih setia Tuhan melepaskan mereka dari maut (TRG 2, No. 106)
kasih setia Tuhan melepaskan mereka dari maut
Subj Pred Comp Adj: Circ
MOOD RESIDU
Berdasarkan data di atas dapat dijelaskan bahwa keberadaan unsur
sirkumstans sangat variatif, yakni bisa hadir di awal, tengah, dan akhir. Dengan
demikian, dapat juga diidentifikasi jenis keterangan sirkumstansial yang terdapat
pada keenam kalusa TRG di atas. Pada contoh 58 tampak bahwa frasa ya paisan
ok te „besok lusa‟ merupakan keterangan sirkumstansial yang dinyatakan dalam
bentuk waktu atau rentang untuk memberikan informasi tambahan pada klausa.
Contoh 59 menunjukkan bahwa terdapat dua keterangan sirkumstansial dalam
sebuah klausa. Frasa almang bai mi „di dalam gudang besar‟ merupakan
keterangan sirkumstansial yang merujuk pada lokasi atau tempat (location).
Sementara itu, kata gota “pukul” merupakan unsur keterangan yang menjelaskan
tentang alasan atau sebab (cause).
Contoh 60 menunjukkan bahwa unsur keterangan berada di akhir dan frasa
sebagai lambang cinta yang besar adalah keterangan sirkumstansial yang
menunjukkan atau merujuk pada peran (role). Pada contoh 61 juga
memperlihatkan posisi unsur sirkumstansial yang berada di akhir. Frasa dengan
melagukan KJ No 54:4 adalah keterangan sirkumstansial yang berfungsi atau
memiliki fungsi untuk menyatakan cara (manner).
Sementara itu, contoh 62 dapat dijelaskan bahwa keterangan sirkumstansial
dalam frasa selain Engkau merupakan unsur keterangan yang menyatakan tentang
penyerta (accompaniment). Pada contoh 63 tampak bahwa frasa dari maut
merupakan keterangan sirkumstansial yang berfungsi menyatakan hal atau
masalah (matter). Dari semua unsur atau elemen sirkumstansial yang telah
dijelaskan di atas merupakan unsur tambahan atau berfungsi memberikan
tambahan makna eksperiensial atau makna pengalaman. Sebelumnya telah
dijelaskan bahwa unsur ini tidak begitu esensial atau penting dalam sebuah klausa,
tetapi dalam konteks tertentu unsur ini juga sebagai penentu dalam memberikan
makna proses dan partisipan dalam klausa.
4.2.5.2 Keterangan Tekstual
Keterangan tekstual berfungsi untuk memberikan atau menambahkan makna
tekstual dalam sebuah klausa. Makna tekstual yang dimaksud adalah realisasi
makna dalam mengoraganisasi pesan. Terdapat dua tipe dari keterangan tekstual,
yakni kontinuitas dan konjugasi. Berikut ini adalah tipe-tipe keterangan tekstual
yang digunakan di dalam TRGMAA.
64. O…era apa gauk (TRG 1, No. 262)
O, era apa gauk
O, engkau ini lipat
Cont: Adj Subj Comp Pred
MOOD RESIDU
(o..engkau lipat ini)
65. Ya…era apa gauk (TRG 1, No. 264)
Ya, era apa gauk
Ya, engkau ini lipat
Cont: Adj Subj Comp Pred
MOOD RESIDU
(ya..engkau lipat ini)
66. Karena itu, marilah ibu/bapak/saudara/i kita berdiri (TRG 2, No. 53)
67. Dan menikmati bait-Nya (TRG 2, No. 159)
Dan menikmati BaitNya
Conj: Adj Pred Comp
MOOD RESIDU
68. Namun kasih Tuhan adalah nyata pada waktu yang tepat (TRG 3, No.
5
7
)
69. Meskipun kita berduka cita karena kepahitan maut (TRG 3, No. 269)
70. Ante ya ko’bo gatda pe fal, a sut, (TRG 3, No. 15)
Ante ya ko’bo gatda pe fal, a sut,
Setelah itu, Pergi ke pohon pelepas untuk ikat babi dan sendok padi
Conj: Adj Pred Adj: Circ Adj: Circ
MOOD RESIDU
(setelah itu, pergi ke pohon pelepas untuk mengambil babi dan padi)
Contoh 64--70 memperlihatkan penggunaan unsur keterangan tekstual dalam
TRG. Kontinuitas dan konjugasi merupakan jenis keterangan yang berfungsi
sebagai penghubung klausa. Kata o dan ya pada contoh 64 dan 65 merupakan
jenis keterangan kontinuitas karena penutur bermaksud untuk membuka satu teks
baru, tetapi mencoba untuk menghubungkannya dengan teks sebelumnya.
Sementara itu, kata karena itu, dan, namun, meskipun, dan setelah itu pada contoh
Karena itu, marilah ibu/bapak/saudara/i kita beridiri
Conj: Adj Voc: Adj Subj Pred
MOOD
Namun kasih Tuhan adalah nyata pada waktu yang tepat
Conj: Adj Subj Pred Comp
MOOD RESIDU
Meskipun kita berduka cita karena kepahitan maut
Conj: Adj Subj Pred Adj: Circ
MOOD RESIDU
66--70 dikategorikan sebagai unsur keterangan konjungsi karena kata-kata
tersebut dapat merangkai atau menghubungkan satu klausa dengan klausa yang
lain. Dari hasil analisis data diketahui bahwa kemunculan kedua jenis kontinuitas
lebih banyak digunakan pada bahasa lisan sementara itu konjungsi lebih banyak
digunakan dalam bahasa tulisan.
4.2.5.3 Keterangan Mood
Keterangan mood berfungsi untuk menambahkan atau memberikan makna
antarpersonal. Keterangan mood terdiri atas empat bagian, yakni keterangan
modalitas (mood adjuncts), keterangan polaritas (polarity adjuncts), keterangan
ulasan (comment adjuncts), dan keterangan vokatif (vocative adjuncts).
Modalitas merupakan cara pembicara menyatakan sikap terhadap situasi
dalam suatu komunikasi. Modalitas dapat diklasifikasi menjadi dua bagian, yakni
modulasi dan modalisasi. Modulasi mengekspresikan makna proposal (goods &
services) yang menyatakan suatu keharusan atau kecenderungan. Sementara itu,
modalisasi mengekspresikan makna proposisi (informasi) yang menyatakan
probabilitas atau kemungkinan dan usualitas atau kebiasaan. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan data berikut ini.
71. Tetapi aku ingin di dekat-Mu setiap saat (TRG 1, No. 78)
Tetapi aku ingin berada di dekatMu setiap saat
Conj: Adj Subj Mood: Adj Pred Comp
MOOD RESIDU
72. Supaya aku dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya (TRG 1, No.
97)
Supaya aku dapat menceritakan pekerjaanNya
Conj: Adj Subj Mood: Adj Pred Comp
MOOD RESIDU
73. Dan yang akan datang dari sana (TRG 1, No. 197)
Dan yang akan datang dari sana,
Conj: Adj Subj Mood: Adj Pred Adj: Circ
MOOD RESIDU
74. You na, ante alsue (TRG 2, No. 5)
You na ante al sue
Iya nanti kamu datang
Pol: Adj Adj: Circ Subj Pred
(baiklah, nanti kamu datang)
75. Inak geng ni atak sina lo (TRG 1, No. 46)
Inak geng ni a tak sina lo
Sekarang ini engkau tidak terlihat benar-benar
Adj: Circ Subj Pred Comm: Adj
RESIDU MOOD RESIDU MOOD
(sekarang ini engkau benar-benar tidak terlihat)
76. Sesungguhnya, siapa yang berada jauh dari pada-Mu akan binasa
(TRG 1, No. 92)
Sesungguhnya, siapa yang berada jauh dari pada Mu akan binasa
Comm: Adj Subj Pred Comp Adj: Circ
MOOD RESIDU
77. Nepaela, nepa gasakdang tano (TRG 2, No. 14)
Nepaela, nepa gasakdang tano
paman, saya punya bapak meninggal
Voc: Adj Subj Pred
MOOD RESIDU
(paman, bapak saya sudah meninggal)
78. Dunme lamita, i suang (TRG 3, No. 303)
79. Aku menginginkan Engkau, Tuhanku (TRG 1, No. 82)
Aku menginginkan Engkau Tuhanku
Subj Pred Comp Voc: Adj
MOOD RESIDU
Contoh 71-79 di atas menunjukkan bagaimana keterangan mood secara
bervariasi mengisi setiap klausa di dalam TRG. Kata ingin, akan, dan dapat pada
contoh 71-73 dikategorikan sebagai keterangan modalitas karena kata-kata
Dunme lamita, i suang
Anak perempuan, anak laki-laki kalian datang
Voc: Adj Subj Pred
MOOD RESIDU
(anak-anak, kalian datang)
tersebut mengekspresikan sikap pembicara terhadap situasi dalam menciptakan
makna.
Contoh 74 merupakan unsur polaritas yang bermakana positif. Dalam hal ini,
terdapat suatu kesepakan atau persetujuan dari pembicara mengenai prosesi yang
dilalui. Dari contoh di atas tampak juga bahwa unsur keterangan modalitas dan
polaritas berada dalam MOOD box. Hal ini terjadi karena kedua unsur tersebut
mengekspresikan makna secara langsung terhadap inti persoalan dari sebuah
informasi dalam klausa.
Selanjutnya, pada contoh 75 dan 76 di atas dapat dijelaskan bahwa kata lo
“benar-banar” dan sesungguhnya merupakan unsur keterangan ulasan (comment
adjuncts). Pada contoh 77--79 menunjukkan unsur keterangan vokatif (vocative
adjuncts) karena terjadi penyebutan nama orang secara langsung dalam klausa.
Penyebutan nama tersebut tidak menunjukkan fungsinya sebagai subjek atau
komplemen meskipun kemunculannya di awal atau di akhir klausa. Dengan
demikian, dapat ditegaskan bahwa terkait dengan posisi dalam struktur MOOD
klausa unsur keterangan vokatif (vocative adjuncts) dan keterangan ulasan
(comment adjucts) bukan merupakan unsur pokok MOOD di mana posisi
keduanya berada, baik di luar MOOD maupun RESIDU box. Hal ini disebabkan
oleh kedua unsur keterangan ini hanya memberikan makna secara keseluruhan
atau tambahan informasi secara umum pada klausa.
4.3 Sistem Tema Rema TRGMAA
Tema (theme) bertujuan untuk merealisasikan makna tekstual (textual
meaning). Tema merupakan poin atau sumber daya awal dari sebuah pesan
menurut perspektif pembicara. Kemudian, sumber daya berikutnya yang berfungsi
untuk mengembangan tema disebut rema (rheme). Sementara bagi perspektif
pendengar atau mitra tutur, unsur pertama (tema) disebut sebagai unsur lama
(given) karena informasinya menjadi kurang jelas atau terlupakan, sedangkan
unsur rema sebagai unsur baru (new) karena terakhir disampaikan sehingga masih
dapat disimak.
Unsur tema dapat ditentukan berdasarkan makna ideasional, makna
antarpersonal, dan makna tekstual. Tema pada makna ideasional disebut tema
topikal, yang direalisasikan oleh unsur proses, partisipan, dan sirkumstan.
Sementara tema pada makna antarpersonal disebut tema antarpersonal; yang
direalisasikan oleh keterangan mood (mood adjuncts), keterangan vokatif
(vocative adjuncts), keterangan polaritas (polarity adjunct), dan keterangan ulasan
(comment adjuncts). Selanjutnya, tema pada makna tekstual disebut sebagai tema
tekstual; yang direalisasikan oleh keterangan kontinuitas (continuity adjuncts) dan
keterangan konjugasi (conjunctive adjuncts). Dengan demikian, dapat dijelaskan
bahwa ketiga unsur tema tersebut memiliki kemampuan yang sama atau sama-
sama berpotensi sebagai tema dari setiap klausa dalam TRG. Berikut ini disajikan
unsur-unsur tema yang digunakan dalam TRGMAA.
4.3.1.1 Tema Topikal
Tema topikal berfungsi untuk merealisasikan makna ideasional dalam klausa.
Apabila pesan yang penting ingin ditempatkan pada unsur partisipan, maka subjek
sebagai tema. Selanjutnya, bilamana unsur proses ditempatkan sebagai unsur yang
penting, maka predikat sebagai tema. Begitu pun dengan unsur sirkumstan,
bilamana unsur sirkumstan ditempatkan sebagai unsur penting, maka keterangan
dapat menjadi tema. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada contoh berikut ini.
80. na sue a’tau si (TRG 1, No. 3)
na sue a’tau si
saya datang engkau bertemu untuk
Topikal
THEME RHEME
(saya datang untuk bertemu engkau)
81. turun ke dalam kerajaan maut (TRG 1, No. 192)
82. getana mi e’nih (TRG 2, No. 30)
getana mi e’ nih
pada waktu engkau duduk
Topikal
THEME RHEME
(pada waktu engkau duduk)
Contoh 80--82 di atas masing-masing memiliki tema dan muncul pada awal
klausa. Tema topikal pada contoh 80 direalisasikan oleh unsur partisipan, yakni
subjek na “saya” sebagai tema. Selanjutnya, pada contoh 81 tema topikal
direalisasikan oleh unsur proses, yakni verba turun sebagai tema. Pada contoh 82,
tema topikal direalisasikan oleh unsur sirkumstan, yakni kata getana mi “pada
waktu” ditetapkan sebagai tema. Dengan demikian, dapat dipertegas lagi bahwa
turun ke dalam kerajaan maut
Topikal
THEME RHEME
sebuah klausa yang menampilkan unsur partisipan (subjek), proses (verba), dan
sirkumstan (keterangan) di awal, maka klausa tersebut memiliki tema topikal.
4.3.1.2 Tema Tekstual
Unsur-unsur tema tekstual yang digunakan pada TRGMAA berfungsi sebagai
kata penghubung untuk menghubungkan setiap klausa dengan konteksnya. Data
berikut ini menunjukkan komposisi tema tekstual dalam TRG.
83. Ahte sinih te (TRG 1, No. 24)
Ahte si nih te
Tetapi kita duduk dulu
Tekstual Topikal
THEME RHEME
(akan tetapi, silakan duduk dulu)
(akan tetapi silahkan duduk dulu)
84. Na nalsua atda (TRG 2, No. 3)
Na nal sua atda
Maka, saya datang ke sini
Tekstual Topikal
TEMA REMA
85. Ya…era apa gauk (TRG 1, No. 264)
Ya, era apa gauk
Ya, engkau ini lipat
Tekstual Topikal
TEMA REMA
(ya..engkau lipat ini)
Contoh 83--85 di atas tampak bahwa kata ahte „tetapi‟, na „maka‟, dan ya
„ya‟ dikategorikan sebagai tema tekstual. Secara umum, kehadiran tema tekstual
sebenarnya untuk membangun relasi kohesif tematik antarteks. Untuk
melaksanakan fungsi tersebut, tema tekstual dapat direalisasikan oleh dua unsur,
yakni unsur konjungsi dan kontinuitas. Unsur konjungsi seperti yang tertera pada
contoh 83 dan 84 digunakan untuk merangkai teks sehingga dapat
berkesinambungan. Sementara itu, unsur kontinuitas pada contoh 85 digunakan
untuk menandai awal terjadinya teks yang masih berkaitan atau berhubungan
dengan teks sebelumnya. Terkait dengan jumlah kehadirannya dalam teks maka
dapat dijelaskan bahwa unsur konjungsi lebih banyak digunakan dalam TRG
daripada unsur kontinuitas karena penggunaan teks tulis lebih dominan daripada
teks lisan.
4.3.1.3 Tema Antarpersonal
Tema antarpersonal direalisasikan oleh keterangan mood (mood adjuncts),
keterangan vokatif (vocative adjuncts), keterangan polaritas (polarity adjunct),
dan keterangan ulasan (comment adjunct). Berikut ini adalah data mengenai
komposisi tema antarpersonal dalam klausa TRG.
86. Mungkin langit tak terlihat oleh awan yang tebal (TRG 3, No. 58)
87. Nepaela, nepa gasakdang tano (TRG 2, No. 14)
nepaela, nepa gasakdang tano
paman, saya punya bapak meninggal
Interpersonal Topikal
THEME RHEME
(paman, bapak saya sudah meninggal)
88. You na. ante alsue (TRG 2, No. 5)
you na ante al sue
Mungkin langit tak terlihat oleh awan tebal
Interpersonal Topikal
THEME RHEME
iya nanti kamu datang
Interpersonal Topikal
THEME RHEME
(baiklah, nanti kamu datang)
89. Sesungguhnya tidak ada yang kekal di dunia ini (TRG 2, No.
44)
sesungguhnya tidak ada yang kekal di dunia ini
Interpersonal Topikal
THEME RHEME
Contoh di atas menampilkan realisasi dari masing-masing unsur sebagai tema
antarpersonal. pada contoh 86 kata mungkin merupakan unsur keterangan mood
yang menyatakan sikap pembicara terhadap pesan yang disampaikan. Kata
nepaela „paman‟ pada contoh 87 merupakan unsur keterangan vokatif meskipun
bukan sebagai unsur pokok dari MOOD klausa, turut memberikan kontribusi
terhadap makna antarpersonal. Unsur ini dapat diidentifikasi berdasarkan caranya
menyatakan pesan yang berupa penyebutan nama atau benda. Berdasarkan
komposisinya dalam klausa, unsur keterangan vokatif dapat hadir di awal dan di
akhir klausa. Apabila unsur ini hadir di awal klausa, maka dia merupakan tema.
Namun, ketika berada di akhir klausa disebut sebagai rema. Pada contoh 88, kata
you na „iya‟ merupakan keterangan polaritas. Selanjutnya, kata sesungguhnya
pada contoh 89 adalah keterangan ulasan yang memberikan ulasan secara umum
terhadap MOOD klausa.
Dari data yang telah ditampilkan di atas, dapat dijelaskan pula bahwa
komposisi tema dalam klausa TRG sangat bervariasi. Dikatakan variatif karena
dalam satu klausa terdapat satu sampai dengan tiga tema. Bilamana terdapat satu
tema pada klausa, maka tema tersebut disebut sebagai tema tunggal (lih. contoh
80--82). Sebaliknya, klausa yang memiliki tema lebih dari satu disebut tema
jamak. Contoh tema tekstual (83--85) dan interpersonal (86--89) di atas
menunjukkan tema jamak, yakni menghadirkan dua tema dalam sebuah klausa.
Komposisi kedua tema tersebut, yakni tema tekstual atau interpersonal diikuti
oleh tema topikal. Sementara itu, dalam situasi tertentu sangat dimungkinkan
untuk tiga tema dapat hadir dalam sebuah klausa. Berikut ini adalah contoh klausa
yang menghadirkan tema majemuk (compound themes).
90. Meskipun sebenarnya kematian mungkin dialami sebagai saat
pembebasan (TRG 3, No. 169)
C
Contoh di atas menampilkan kehadiran tiga tema dalam klausa dengan
komposisi tema tekstual (textual theme) diikuti tema antarpersonal (interpersonal
theme), dan kemudian diikuti oleh tema topikal (topical theme).
4.3.2 Tema Bermarkah dan Tak Bermarkah
Sebuah tema dapat dikategorikan bermarkah (marked themes) atau tidak
bermarkah (unmarked themes) berdasarkan kemunculan atau kehadirannya dalam
klausa. Tema bermarkah (marked themes) merupakan sebuah tema yang
menunjukkan kehadirannya sebagai suatu fenomena khusus atau berbeda dari
yang umumnya terjadi. Sementara itu, tema tidak bermarkah (unmarked themes)
merupakan tema yang biasa atau wajar dalam suatu bahasa. Berikut dijelaskan
kategori tema bermarkah dan tidak bermarkah berdasarkan data yang ditemukan.
meskipun sebenarnya kematian mungkin dialami sebagai saat
pembebasan
Tekstual Interpersonal Topikal
THEME RHEME
91. Inak geng ni atak sina lo (TRG 1, No. 46)
Inak geng ni a tak sina lo
Sekarang ini engkau tidak terlihat benar-benar
Topikal
THEME RHEME
(sekarang ini engkau benar-benar tidak terlihat)
92. Dumale-dumale bo ya yeng pia lamiyenma (TRG 1, No. 7)
Dumale-dumale bo ya yeng pia lamiyenma
Anak-anak perempuan sudah pergi dengan laiki-laki lain
Topikal
THEME RHEME
(anak-anak perempuan kita yang sudah kawin keluar)
93. Beritahukanlah jalan-jalanMu kepadaku ya Tuhan, (TRG 2, No. 88)
beritahukanlah jalan-jalanMu kepadaku ya Tuhan
Topikal
THEME RHEME
94. Bahwa apakah kita sedang mempersiapkan hari-hari hidup kita?
(TRG 3, No. 210)
Data di atas menampilkan jenis tema yang berbeda-beda. Frasa inak geng ni
“sekarang ini” pada contoh 43 merupakan unsur sirkumstan apabila dihubungan
dengan fungsi transitivitas. Unsur ini juga disebut sebagai tema, yakni tema
topikal (topical theme) karena dihadirkan pada awal klausa dengan maksud untuk
menonjolkan waktu sebagai poin utama atau unsur yang penting. Dengan
demikian, tema topikal tersebut dikategorikan sebagai tema bermarkah (marked
theme) karena menampilkan sesuatu yang khusus. Contoh 92--94 dikategorikan
sebagai tema tak bermarkah (unmarked theme) karena subjek dalam klausa
deklaratif (92), predikat dalam klausa imperatif (93), dan elemen kata tanya dalam
bahwa apakah kita sedang mempersiapkan hari-hari hidup kita
Tekstual Topikal
TEMA REMA
klausa interogatif (94) secara umum selalu berada pada posisi awal dalam analisis
mood.
Berdasarkan hasil analisis data, tabel berikut ini ditampilkan jumlah
penggunaan bentuk tema TRGMAA yang terealisasi melalui media BK dan BI.
Tabel 9 Tema pada TRG yang menggunakan BK
Jenis Tema Unsur
Tema
TRG
I
TRG
II
TRG
III
Jumlah
Tema
Tema Topikal
Partisipan
35 29 23 87
Proses 4 5 7 16
Sirkumstan 6 5 8 19
Jumlah 122
Tema Tekstual Keterangan Kontinuitas 5 - 2 7
Keterangan Konjungsi 13 12 7 32
Jumlah 39
Tema Antarpersonal
Keterangan Mood - - - -
Keterangan Vokatif 4 2 2 8
Keterangan Polaritas 1 1 - 2
Keterangan Ulasan - 1 - 1
Jumlah 11
Tabel 9 di atas, dapat dicermati bahwa tema topikal memeroleh jumlah
terbanyak mengenai penggunaannya dalam TRG, yakni berjumlah 122.
Selanjutnya diikuti oleh tema tekstual yang berjumlah 39 dan tema interpersonal
yang berjumlah 11.
Tabel 10 Tema pada TRG yang menggunakan BI
Jenis Tema Unsur
Tema
TRG
I
TRG
II
TRG
III
Jumlah
Tema
Tema Topikal
Partisipan
70 122 119 311
Proses 28 32 30 90
Sirkumstan 18 13 26 57
Jumlah 458
Tema Tekstual Keterangan Kontinuitas - - - -
Keterangan Konjungsi 72 69 73 214
Jumlah 214
Keterangan Mood 5 4 4 13
Tema Antarpersonal Keterangan Vokatif 6 9 5 20
Keterangan Polaritas - 2 - 2
Keterangan Ulasan 13 15 8 36
Jumlah 71
Tabel 10 menunjukkan bahwa tema topikal memeroleh jumlah penggunaan
tertinggi, yakni berjumlah 458. Selanjutnya diikuti oleh tema tekstual yang
berjumlah 214 dan tema interpersonal yang berjumlah 71.
Tabel 11 Tema secara Keseluruhan pada TRGMAA
Jenis Tema Unsur
Tema
TRG
I
TRG
II
TRG
III
Jumlah
Tema
Tema Topikal
Partisipan
105 151 142 398
Proses 32 37 37 106
Sirkumstan 24 18 34 76
Jumlah 580
Tema Tekstual Keterangan Kontinuitas 5 - 2 7
Keterangan Konjungsi 85 81 80 246
Jumlah 253
Tema Antarpersonal
Keterangan Mood 5 4 4 13
Keterangan Vokatif 10 11 7 28
Keterangan Polaritas 1 3 - 4
Keterangan Ulasan 13 16 8 37
Jumlah 82
Tabel 11 menunjukkan bahwa tema topikal memeroleh jumlah penggunaan
tertinggi, yakni berjumlah 580. Selanjutnya diikuti oleh tema tekstual yang
berjumlah 253 dan tema interpersonal yang berjumlah 82. Tingginya penggunaan
tema topikal dalam TRG Ini berarti bahwa para pelibat selalu menempatkan
subjek/partisipan, proses, dan keterangan atau sirkumstan sebagai inti dalam
menyampaikan pesan.
BAB V
KONTEKS SITUASI TRGMAA
Konteks merupakan unsur yang terpenting dalam menganalisis bentuk dan
fungsi bahasa. Hal ini dapat dipahami bahwa tidak ada teks atau bahasa tanpa
konteks atau dengan kata lain, bahasa atau teks tidak akan berfungsi tanpa disertai
dengan konteks, yang merupakan keseluruhan lingkungan tempat teks itu ada atau
diujarkan. Berdasarkan hasil analisis data, berikut ini dibahas mengenai konteks
situasi TRGMAA yang terdiri atas medan teks, pelibat teks, dan modus teks.
Secara umum, konteks situasi TRGMAA dapat digambarkan dalam bentuk skema
sebagai berikut.
Tindakan
sosial
yang
sedang
terjadi
pertemuan
keluarga
permintaan
barang
menumbuk
padi
pemakaman pembagian
sisa barang
tonih
getawom
ya latsing telingbae katai sen tabiah
gauk
Partisipan
dalam
teks
- Anak
laki-laki
sulung
- Paman
- Tua Adat
- Anak laki-
laki sulung
- Paman
tidak
dibatasi
- Pendeta
- Jemaat/umat
(semua
keluarga)
- Tua Adat
- Keluarga
dekat
Sarana
bahasa
- BK
ragam
hormat
- Lisan
- Dialog
- BK ragam
hormat
- Lisan
- Monolog
- Dialog
- BK
ragam
beku
- Lisan
- Monolog
- BI ragam
beku
- Lisan
- Dialog
- Monolog
- BK
ragam
hormat
- Lisan
- Monolog
- Dialog
Skema 6 Konteks Situasi TRGMAA
MEDAN TRG
(Field)
PELIBAT TRG
(Tenor)
MODUS TRG
(Mode)
Berdasarkan skema 6 di atas dapat digambarkan bahwa terjadi suatu proses
sosial yang sistematis yang berhubungan dengan aktivitas atau tindakan sosial
(medan) dengan melibatkan partisipan dalam mempertukarkan makna melalui
saluran bahasa (modus) pada TRGMAA. Dengan skema di atas dapat
ditambahkan juga bahwa medan, pelibat, dan modus merupakan komponen dari
konteks situasi yang saling berhubungan satu sama lain. Hal ini dapat dipahami
karena terjadinya suatu tindakan sosial (medan) pasti akan melibatkan pelibat
(tenor) lewat perantara modus tertentu. Meskipun dalam pembahasan selanjutnya
ketiga unsur ini dipisahkan, hal tersebut dilakukan hanya untuk mempermudah
pembahasannya.
5.1 Medan TRGMAA
Medan TRGMAA merujuk kepada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta
latar satuan-satuan bahasa itu muncul. Untuk menganalisis medan teks dapat
diajukan pertanyaan what is going on. Unsur ini berhubungan dengan transitivitas
yang meliputi proses, partisipan, dan sirkumstan. Berdasarkan hasil analisis data
maka medan (field) pada TRG adalah sebagai berikut.
Aktivitas atau tindakan sosial yang terjadi pada TRG meliputi teks tonih
getawom „duduk berunding‟, teks ya lasting „pergi berdiri‟, teks telingbae
„nyanyian ritual menumbuk padi‟, teks katai sen „kubur mayat‟, dan teks tabiah
gauk „lipat kain‟.
a) Teks tonih getawom „duduk berunding‟ dikategorikan ke dalam proses pra-
gasakda. Frasa ini terdiri atas kata tonih “duduk” dan getawom
“omong/bicara”. Pada aktivitas ini muncul proses eksistensial yang dinyatakan
dalam klausa sebagai berikut:
95. nepaela, lamisak ako m’atta (TRG 1, No. 1)
nepaela, lamisak ako m’atta
paman, orang tua/bapak ada sakit
Existen Pr: Existential Circ: Matter
(paman, orang tua/bapak sedang sakit)
Isi pembicaraan pada aktivitas tonih getawom adalah memberikan
informasi kepada paman bahwa orang tua sedang sakit. Selanjutnya, sang anak
meminta pamannya untuk mempersiapkan semua jenis barang yang menjadi
bagian/jatah untuk anak tersebut bilamana orang tuanya meninggal di
kemudian hari.
b) Teks ya latsing „pergi berdiri‟ dikategorikan ke dalam aktivitas awal gasakda.
Berikut ini adalah realisasi klausa yang dimunculkan pada aktivitas ya latsing.
96. kurong almang bai mi me’silang gota (TRG 3, No. 8)
Kurong almang bai mi me’silang gota
gong dalam gudang
adat
kasi turun pukul
Goal Circ: Loc Pr: Material Cir: Cause
(turunkan gong dalam gudang untuk dipukul)
97. lammi, nepa silang sai kapela midima (TRG 1, No. 14)
lammi, nepa silang sai kapela midima
paman, bapak saya turun tidur di tempat tidur
Actor Pr: Material Circ: Loc
(paman, bapak saya sudah meninggal)
Pada contoh 96 tampak bahwa pesan dinyatakan dengan menggunakan
proses material me’silang „kasi turun/turunkan‟ dan menyertakan unsur
partisipan kurong „gong‟ dan unsur sirkumstan yang meyatakan lokasi dan
tujuan. Unsur lokasi/tempat direalisasikan oleh frasa almang bai mi “di dalam
gudang adat” dan unsur tujuan yang direalisasikan oleh verba gota “pukul”.
Secara keseluruhan, isi pesan di atas adalah seorang tua adat memerintahkan
anak-anak/pemuda untuk mengambil gong ada di dalam gudang (rumah adat
masyarakat ATL) untuk dipukul sebagai tanda bahwa orang tua telah
meninggal. Pada contoh 97 tampak bahwa klausa tersebut menggunakan proses
material silang “turun tidur” yang menghadirkan unsur partisipan nepa “bapak
saya” dan unsur sirkumstan yang menyatakan lokasi/tempat sai kapela midima
“di tempat tidur”. Penggunaan proses silang merupakan ungkapan yang lebih
sopan yang memiliki makna konotasi meninggal. Secara keseluruhan, teks di
atas memberikan suatu informasi kepada paman bahwa telah terjadi suatu
peristiwa kematian.
c) Teks telingbai „nyanyian ritual menumbuk padi‟ juga dikategorikan sebagai
teks awal dari ritual gasakda. Berikut ini adalah realisasi klausa yang
dimunculkan pada aktivitas telingbai.
98. eno asare (TRG 1, No. 35)
eno asare
engkau paksa terus
Subj Pred
MOOD RESIDU
(engkau terus memaksa)
99. mat, gallomung bo kila same taweng simi tasama ba (TRG 1, No. 50)
mat, gal lomung bo kila same taweng simi tasama ba
tetapi Dia omong bilang turun-temurun kita tetap baku sayang
Conj: Adj Subj Pred Comp
MOOD RESIDU
(tetapi, engkau mengatakan bahwa turun temurun kita tetap saling menyayangi)
100. e lilang dak atoida lilama (TRG 1, No. 52)
e lilang dak atoida lilama
engkau terbang sudah seperti burung yang terbang
pergi
Subj Pred Adj: Circ
MOOD RESIDU
(engkau sudah pergi bagaikan burung yang terbang menghilang)
Pada contoh 98, tampak bahwa ungkapan eno asare „engkau terus memaksa‟
memberikan suatu makna penyesalan dari keluarga karena mereka masih
membutuhkan nesihat-nasihat dari almarhum, dia (almarhum) tetap bersikeras
untuk pergi.
Selanjutnya, ungkapan mat, gallomung bo kila same taweng simi tasama ba
„tetapi, engkau mengatakan bahwa turun-temurun kita tetap saling
menyayangi‟ pada contoh 99 memberikan makna imbauan kepada keluarga
duka atau ungkapan refleksi diri atas nasihat-nasihat yang pernah disampaikan
oleh almarhum sebelum meninggal.
Pada contoh 100 terlihat bahwa ungkapan lilang e lilang dak atoida lilama
„engkau sudah pergi bagaikan burung yang terbang menghilang‟ memberikan
makna perpisahan. Ungkapan ini sangat idiomatik karena kata lilang
dikonotasikan sebagai meninggal. Hal ini dapat dipahami bahwa seseorang
yang meninggal berarti tidak akan kembali sehingga peristiwa kematian
diilustrasikan sebagai seekor burung yang terbang menghilang dan tidak akan
pernah kembali lagi.
d) Teks katai sen „pemakaman‟ dikategorikan sebagai teks pertengahan atau inti
ritual gasakda. Berikut ini adalah realisasi klausa yang dimunculkan pada
aktivitas katai sen.
101. kebaktian pemakaman ini biarlah jadi dalam nama Bapak, Anak, dan
Roh Kudus (TRG 3, No. 45)
kebaktian pemakaman ini biarlah jadi dalam nama Bapak,
Anak, dan Roh Kudus
Carrier Pr: Intensive Attribute
Pada tahap ini jenazah sepenuhnya diserahkan kepada pihak gereja untuk
didoakan dan selanjutnya akan dikuburkan. Banyak teks yang dimunculkan
pada tahap ini karena gereja memiliki tahapan tersendiri dalam hal penggunaan
tata ibadah pemakaman (teks tulis). Contoh 101 di atas merupakan salah satu
dari sekian banyak teks yang dimunculkan pada peristiwa pemakaman jenazah.
Kalusa tersebut di atas direalisasikan oleh proses relasional atributif (intensive),
yakni menghubungan partisipan manusia dengan Tuhannya. Secara umum, teks
tersebut menyatakan salam kepada Tuhan, yang adalah Tritunggal, yakni Allah
Bapak, Anak, dan Rohkudus bahwa ibadat pemakaman jenazah (katei sen)
segera dimulai.
e) Teks tabiah gauk (bagi kain) dikategorikan sebagai kegiatan akhir atau penutup
dari proses gasakda. Pada kegitan ini muncul proses material yang dinyatakan
dalam klausa sebagai berikut.
102. dunme lamita, i suang (TRG 3, No. 194)
Isi pembicaraan pada tabiah gauk adalah membagikan sisa barang antaran
kepada keluarga terdekat. Pada contoh di atas tampak bahwa tua adat memanggil
keluarga terdekat almarhum untuk berkumpul, lalu membagikan sisa barang
antaran. Dalam proses ini, paman akan mendapat prioritas utama. Barang–barang
yang harus diberikan ke paman adalah selimut, paha babi, padi, parang, dan sirih
pinang. Adapun tujuan kegiatan ini adalah sebagai suatu tali perikatan pertalian
dara antara paman/pohon pelepas dan anak-anak almarhum. Selanjutnya, sisa
barang yang lain dibagikan kepada anak perempuan dan keluarga dekat lainnya.
5.2 Pelibat dalam Teks Ritual Gasakda
Pelibat pada TRG merujuk kepada hakikat relasi antarpartisipan (pembicara,
pendengar), termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan
lingual. Untuk menganalisis pelibat teks dapat diajukan pertanyaan who is taking
part; yang mencakup tiga hal, yakni (i) peran agen atau masyarakat, (ii) status
sosial, dan (iii) jarak sosial. Peran terkait dengan fungsi yang dijalankan oleh
individu atau masyarakat. Selanjutnya, status sosial terkait dengan keadaan atau
kedudukan individu dalam masyarakat (sejajar/lebih tinggi/rendah dengan orang
lain). Sementara itu, jarak sosial berhubungan dengan tingkat pengenalan
partisipan terhadap partisipan lainnya (akrab atau memiliki jarak). Ketiga unsur
dunme lamita i suang
anak perempuan, anak laki-laki kalian datang
Actor Pr: Material
(anak-anak, kalian datang)
ini (peran, status sosial, dan jarak sosial) dapat bersifat sementara atau juga
bersifat permanen.
Pelibat (tenor) untuk selanjutnya dapat diidentifaksi berdasarkan struktur
klausa yang merealisasikan makna interpersonal, yakni mood. Dalam hal ini,
peran, status sosial, dan jarak sosial para pelibat dengan sendirinya dapat
diketahui bentuk mood yang dipertukarkan antarpelibat. Berikut ini adalah
penjelasan mengenai pelibat teks pada proses gasakda berdasarkan aktivitas yang
dilakukan.
a) Teks tonih getawom “duduk berunding”
Pelibat pada teks tonih getawom terdiri atas dua orang, yakni anak laki-
laki sulung almarhum dan pamannya. Berikut ini adalah realisasi klausa pada
teks tonih gatawom.
103. natolinga gosuk me’nen (TRG 2, No. 4)
natolinga gosuk me’nen
saya punya bagian urus kasi saya
Subj Pred Circ: Loc
MOOD RESIDU
(urus/siapkan bagian/jatah untuk saya)
104. you, wou wonau ak gewet (TRG 1, No. 4)
you wou waonau ak gewet
iya ada tidak ada ini (adalah) dia punya tempat
Pol: Adj Adj: Circ Subj Pred Comp
RESIDU MOOD RESIDU
(iya, ada atau tidak, ini tempatnya)
Dari data di atas tampak bahwa kedua pelibat secara aktif mempertukarkan
makna. Dari dialog singkat yang terjadi antara anak laki-laki sulung dan paman
menunjukkan adanya suatu hubungan keluarga yang harmonis layaknya anak
dan bapak. Pada contoh 103, anak laki-laki sulung menggunakan bentuk mood
imperatif yang bermakna seruan dalam menyatakan maksud kedatangannya.
Selanjutnya, pada contoh 104 menunjukkan respons atau tanggapan paman
dengan merealisasikan mood deklaratif yang bermakna menerima permintaan
anak laki-laki itu. Dari kedua contoh tersebut, ditemukan adanya peran yang
berbeda antara anak laki-laki dan paman. Anak laki-laki sulung atau yang
disulungkan dalam keluarga memiliki tanggungan yang besar ketika orang
tuanya meninggal dunia. Oleh karena itu, pada saat orang tuannya menginjak
masa tua, sang anak sudah harus mempersiapkan segala bentuk materi.
Sementara itu, paman merupakan orang yang berfungsi untuk menyediakan
barang-barang yang diminta atau dapat diistilahkan sebagai depot logistik.
b) Teks ya latsing “pergi berdiri”
Teks ini merupakan lanjutan dari teks tonih getawow. Pada bagian awal
berisi pemberitahuan dari tua adat setelah terjadi gasakda. Penjelasan
selanjutnya dapat dilihat dari contoh di bawah ini.
105. kurong almang bai mi me’silang gota (TRG 3, No. 8)
kurong almang bai mi me’silang gota
gong dalam gudang adat kasi turun pukul
Subj Adj: Circ Pred
MOOD RESIDU
(turunkan gong dalam gudang untuk dipukul)
106. ante ise ya ko’bo gat da pe fal (TRG 1, No. 12)
ante ise ya ko’bo gat da pe fal
nanti kamu pergi ke pohon pelepas minta babi
Adj: Circ Subj Pred Adj: Circ Adj: Circ
MOOD RESIDU
(nanti kamu pergi ke pohon pelepas untuk meminta babi)
Contoh 105 dan 106 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat dua orang
pelibat dalam teks, yakni tua adat dan anak-anak atau pemuda. Tua adat
memosisikan diri sebagai pembicara (pelibat aktif) dan anak-anak atau
pemuda hanya sebagai pendengar dan pelaksana dalam teks (pelibat pasif).
Kedua klausa tersebut juga terealisasi dalam bentuk mood imperatif yang
bermakna perintah. Hal ini dapat dipahami bahwa tua adat merupakan seorang
yang dituakan dalam keluarga dan dipercayakan oleh anak laki-laki sebagai
pengarah dalam hal memberi petunjuk tentang langkah-langkah yang harus
dilalui dalam peristiwa gasakda. Dengan demikian, apa yang disampaikan
oleh tua adat tidak pernah dibantah atau dilanggar oleh partisipan lain yang
berfungsi sebagai pelaksana dalam proses gasakda.
Teks yang muncul selanjutnya adalah pelaksanaan instruksi dari tua adat.
Teks ini berisi pemberitahuan kepada paman bahwa orang tua telah
meninggal. Teks ini hadir untuk menindaklanjuti apa yang telah dibicarakan
pada tahapan pra gasakda, yakni teks tonih getawom. Pelibat teks ini lebih
dari dua orang (±10 orang). Namun, hanya dua orang yang diperkenankan
untuk mempertukarkan makna atau yang terlibat dalam dialog, yakni anak
laki-laki sulung almarhum dan pamannya (pelibat aktif), sementara itu
pemuda yang lain hanya sebagai partisipan yang boleh hadir, tetapi tidak
diperkenankan untuk berbicara (pelibat pasif). Perhatikan contoh berikut ini.
107. lammi, nepa silang sai kapela midima (TRG 1, No. 14)
lammi, nepa silang sai kapela midima
paman, bapak saya turun tidur di tempat tidur
Voc: Adj Subj Pred Adj: Circ
MOOD RESIDU
(paman, bapak saya sudah meninggal)
108. na, maunong nok met (TRG 3, No. 17)
na maunong nok met
jadi, selimut maunong satu ambil
Conj: Adj Subj Pred
MOOD RESIDU
(jadi, ambilkan satu selimut maunong)
Kedua contoh di atas direalisasikan oleh mood daklaratif dan imperatif.
Penggunaan mood deklaratif pada contoh 107 bertujuan untuk memberikan
informasi kepada paman bahwa orang tuanya telah meninggal. Sementara itu,
penggunaan mood imperatif pada contoh 108 bermakna seruan untuk meminta
barang. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dibicarakan sebelumnya
pada tahapan tonih getawom. Dengan demikian, dapat ditegaskan kembali
bahwa peran anak laki-laki sulung adalah sebagai penanggung jawab dalam
keluarga. Sementara itu, peran paman sebagai depot logistik. Barang-barang
yang diberikan oleh paman dianggap sebagai utang yang harus dibayar oleh
anak laki-laki sulung di kemudian hari.
c) Teks telingbae “menumbuk padi”
Pelibat dalam teks telingbae berjumlah antara 10--15 orang (tidak dibatasi
jumlahnya). Dalam hal ini, jumlah pelibat disesuaikan dengan jumlah alat-alat
yang digunakan dalam menumbuk padi. Berikut ini adalah contoh teks
telingbai.
109. Eno sineh bo sine waneh na (TRG 1, No. 36)
Eno sineh bo waneh na
Engkau anyam na sampai selesai dulu
Actor Pr: Material Circ: Extent
(jika engkau anyam, maka harus sampai selesai)
Contoh 109 di atas direalisasikan oleh mood deklaratif yang memiliki
makna penyesalan terhadap kematian/kepergian almarhum karena nasihat
yang diberikan baru sebagian dan belum selesai, tetapi dia lebih dahulu pergi
(meninggal). Klausa tersebut juga terlihat sangat idiomatik dengan
penggunaan kata sineh „anyam‟ tidak menunjukkan tindakan atau aksi yang
nyata, tetapi berkonotasi memberikan nasihat. Hal tersebut dapat dipahami
sebagai suatu bentuk penghargaan seorang anak terhadap orang tua.
d) Katai sen „kubur mayat‟
Teks ini memiliki jumlah pelibat yang sangat banyak. Pelibat tersebut
dapat dibagi menjadi dua unsur, yakni pendeta (pimpinan gereja yang bertugas
melayani jemaat) dan jemaat/umat (keluarga duka, masyarakat yang mengikuti
proses pemakaman). Dalam proses katai sen “pemakaman” kedua jenis pelibat
dapat memerankan peran yang secara bergantian, yakni baik sebagai
pembicara maupun pendengar. Namun, dalam bagian tertentu, keduanya
secara bersama-sama dapat berperan sebagai pembicara. Berikut ini adalah
contoh teks katai sen “pemakaman”.
110. Pendeta: Roh Kudus adalah penuntun hidup kita selamanya (TRG 2,
No. 70)
Roh Kudus adalah penuntun hidup kita dulu, kini dan selama-lamanya
Subj Pred Comp Adj: Circ
MOOD RESIDU
111. Jemaat: segala puji adalah bagi nama Bapak, Putra-Nya Yesus
Kristus dan Roh Kudus TRG 2, No. 71)
segala puji adalah bagi nama Bapak, Putra-Nya Yesus Kristus dan
Roh Kudus
Subj Pred Comp
MOOD RESIDU
112. Pendeta: bagi-Nya adalah kemuliaan sepanjang segala masa (TRG 2,
No. 72)
Bagi-Nya adalah kemulian sepanjang segala masa
Subj Pred Comp
MOOD RESIDU
113. Jemaat : Amin
amin
Subj
MOOD
114. Pendeta + Jemaat : aku percaya kepada Allah, Bapak yang
Mahakuasa, khalik langit dan bumi (TRG 1, No. 104)
aku percaya kepada Allah, Bapak yang Mahakuasa, Khalik
langit dan bumi
Subj Pred Comp
MOOD RESIDU
Dari data di atas tampak bahwa semua makna yang dipertukarkan
merealisasikan mood deklaratif karena memberikan pernyataan tentang kebesaran
Tuhan dalam ketritunggalnya (trinitas) yang selalu dan senantiasa memimpin dan
menuntun umatnya di bumi. Contoh 110--113 di atas merupakan serangkaian
dialog yang dilakukan di antara pelibat (pendeta dan jemaat) dalam
mempertukarkan makna dengan saling berbalasan. Pada contoh 114, kedua pelibat
secara bersama-sama mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli yang merupakan
janji/ikrar atau komitmen orang Kristen pada setiap waktu dan tempat sebagai
pengikut Kristus. Dengan demikian terlihat jelas bahwa pendeta sebagai pimpinan
umat/jemaat memiliki peran untuk memberitakan kabar keselamatan (Injil)
kepada umatnya sehingga mereka tidak saja mengenal Allah sebagai Tuhan dan
juru selamat, tetapi juga dapat melakukan semua perbuatan yang baik di mata
Tuhan dan sesama manusia. Selanjutnya, peran jemaat yang ditampilkan dalam
dialog di atas menunjukkan bahwa mereka percaya akan kebenaran Firman (ya
dan amin) dan hanya Allah (trinitas) yang layak untuk dipuji dan dimuliakan
selama-lamanya.
e) Teks tabiah gauk “lipat kain”
Teks ini berisi pemberitahuan kepada anak laki-laki dan perempuan atau
keluarga terdekat untuk berkumpul, lalu membagikan barang-barang yang tersisa,
baik makanan (daging babi + padi/beras) maupun selimut atau kain. Berikut ini
adalah contoh teks tabiah gauk.
115. o…era apa gauk (TRG 1, No. 184)
o, era apa gauk
o, engkau ini lipat
Cont: Adj Subj Comp Pred
MOOD RESIDU
(o..engkau lipat ini)
116. i suang si ko’bo me mah me epaela gatda (TRG 3, No. 196)
117. t
e, nal mesuaen
Contoh 115 dan 116 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa orang
pelibat dalam teks tabiah gauk, yakni tua adat, anak laki-laki sulung atau keluarga
terdekat. Tua adat memosisikan diri sebagai pembicara (pelibat aktif) dan
i suang si ko’bo me’mah me epaela gatda
kalian datang ko pergi bawah ko’boh kasi ke paman
Subj Pred Adj: Circ
MOOD RESIDU
(kalian datang untuk antarkan ko’boh/bagian ke paman)
te nal me sua en
setelah itu saya kasi pulang ke bapak
Conj: Adj Subj Pred Comp
MOOD RESIDU
(setelah itu, saya mengembalikan kepada bapak )
keluarga terdekat lainnya hanya sebagai pendengar dan pelaksana dalam teks
(pelibat pasif). Kedua klausa tersebut juga terealisasi dalam bentuk mood
imperatif yang bermakna perintah. Pada contoh 117, juga terdapat beberapa orang
pelibat, yakni anak laki-laki sulung, paman, dan beberapa orang pemuda. Anak
laki-laki sulung dan paman merupakan pelibat aktif, sedangkan pelibat lainnya
hanya sebagai pendengar (pelibat pasif). Klausa tersebut direalisasikan oleh mood
deklaratif untuk memberikan pernyataan kepada paman bahwa dia (anak laki-laki)
akan segera melunasi utangnya.
Berdasarkan semua penjelasan mengenai unsur-unsur pelibat (tenor) pada
TRG, maka dapat dipertegas kembali bahwa peranan anak laki-laki sulung,
paman, dan tua adat dalam TRG bersifat permanen karena selalu terlibat dalam
setiap teks mulai dari tahap pra gasakda, awal, tengah, dan akhir. Sementara itu,
peranan pendeta bersifat sementara.
5.3 Modus atau Sarana (Mode) dalam Teks Ritual Gasakda
Sarana pada TRG merujuk pada bagian bahasa yang sedang dimainkan dalam
situasi, termasuk saluran yang dipilih, apakah bahasa lisan atau tulisan. TRG
merupakan perpaduan antara teks lisan dan tulisan. Untuk melihat derajat
interaksi yang paling banyak digunakan pada proses gasakda maka dapat
dihubungkan dengan interaksi yang direalisasikan oleh tema tekstual. Dalam tema
tekstual tampak bahwa unsur konjungsi lebih banyak digunakan dalam TRG
dibandingkan dengan unsur kontinuitas karena penggunaan teks tulis lebih
dominan dari pada teks lisan. Penggunaan tema tekstual dalam klausa oleh pelibat
dalam memberikan instruksi atau arahan merupakan akumulasi dari informasi
yang telah disampaikan sebelumnya.
Selanjutnya, unsur yang perlu diperhatikan dalam modus atau sarana adalah
analisis peran bahasa. Hal ini menyangkut kedudukan bahasa dalam aktivitas
sosial. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa peran bahasa dalam TRG bersifat
wajib. Setiap teks yang dimunculkan selalu menggunakan bahasa, baik bahasa
Kamang (BK) maupun bahasa Indonesia.
Berdasarkan tipe interaksi dari setiap teks diketahui bahwa teks TRG dapat
terjadi secara monologis dan dialogis. Kedua tipe interaksi ini bisa terjadi dalam
teks yang berbeda atau terjadi dalam satu teks. Apabila dilihat dari perasaan teks
secara keseluruhan, maka modus retoris TRG bersifat instruktif dan persuasif.
Modus retoris yang bersifat instruktif selalu digunakan di dalam teks tonih
getawom, ya latsing, dan teks tabiah gauk. Sementara modus retoris yang bersifat
persuasif tampak dalam teks telingbai dan katai sen.
BAB VI
STRUKTUR BUDAYA (GENRE) TRGMAA
6.1 Struktur Budaya Umum Gasakda
Struktur budaya dalam istilah LFS disebut sebagai struktur genre yang
merupakan suatu langkah proses sosial yang berorientasi pada tujuan. Apabila
dihubungkan dengan TRG, struktur budaya atau genre merupakan tahapan-
tahapan dalam peristiwa kematian pada masyarakat adat Alor khususnya Alor
Timur Laut (ATL), dalam konteks budaya yang berupa kesepakatan dalam
keluarga menyangkut urutan atau tahapan-tahapan prosesi sampai pada tujuan
akhir yakni proses penguburan. Tahapan prosesi tersebut merupakan rentetan
aktivitas yang disepakati dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti
tradisi keluarga dan adat kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat ATL. Dengan
demikian, tampak jelas bahwa tujuan dan maksud TRG dapat diketahu dari genre
atau struktur TRG.
Analisis genre TRG tidak dapat dipisahkan dengan variabel register atau
konteks situasi (medan, pelibat, dan modus/sarana) karena tidak hanya
berorientasi pada tujuan menggunakan bahasa, tetapi juga tahapan-tahapan yang
secara struktur sudah ada dalam teks. Berikut ini disajikan struktur atau
penahapan yang dilakukan pada prosesi gasakda masyarakat adat Alor.
1 2 3 4 5
tonih getawom ya latsing telingbai katai sen tabiah gauk
Skema 7 Struktur Budaya/genre Umum TRGMAA
Skema di atas menunjukkan penahapan prosesi gasakda yang diawali dengan
teks tonih getawom, ya lasting, telingbai, katai sen, dan tabiah gauk. Kelima
tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Tahapan tonih getawom “duduk berbicara”
Tahapan ini merupakan pertemuan awal antara anak laki-laki sulung atau
yang menggantikan posisi anak laki-laki sulung (bilamana almarhum tidak
memiliki anak laki-laki) dan pamannya atau yang menggantikan posisi paman
(keluarga istri almarhum). Tahap yang pertama ini bertujuan untuk
menginformasikan kepada paman bahwa orang tuanya sedang sakit berat.
Selanjutnya, paman diminta untuk mempersiapkan barang-barang, seperti
selimut (kain adat), babi, dan padi. Barang-barang tersebut akan diambil ke
rumah paman bilamana orang tuanya meninggal.
2. Tahapan ya lasting „pergi berdiri‟
Tahapan ini merupakan tahap permintaan barang yang dilakukan oleh anak
laki-laki sulung kepada pamannya pada saat orang tuannya meninggal.
Tahapan ini sebagai tindak lanjut dari apa yang telah dibicarakan sebelumnya
pada tahap tonih getawom. Pada tahap ini, anak laki-laki sulung dan beberapa
pemuda dalam keluarga terdekat/terkait yang berjumlah ± sepuluh orang pergi
ke rumah paman. Mereka mengenakan pakaian adat beserta atribut
kelengkapan adat serta membawa gong pusaka satu stel (yang lengkap). Atribut
kelengkapan adat yang dipakai, yaitu (1) kain merah dan bulu ayam yang diikat
di kepala; (2) ikat pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah; dan (3)
tempat sirih. Pakaian adat melambangkan status sosial. Kain merah sebagai
simbol keberanian dan bulu ayam sebagai simbol penanggung jawab utama.
Ikat pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah melambangkan
pertahanan atau perlindungan diri, sedangkan tempat sirih almarhum sebagai
pengganti diri almarhum. Setelah mereka sampai di tempat kediaman paman,
rombongan ini dalam posisi berdiri berjejer di depan pintu rumah paman.
Barang-barang yang diminta adalah selimut yang akan digunakan untuk
membungkus jenazah serta babi dan padi yang akan diolah menjadi makanan
untuk melayani keluarga yang melayat.
3. Tahapan telingbai „nyanyian ritual menumbuk padi‟
Aktivitas menumbuk padi selalu disertai dengan nyanyian-nyanyian ritual.
Secara praktis, tujuan kegiatan ini adalah untuk menghasilkan beras atau
menyediakan bahan makanan yang akan dikonsumsi bersama. Alat yang
dipakai dalam menumbuk padi, yakni (1) lesung (lumpang yang terbuat dari
kayu dan bentuknya panjang) dan (2) alu/antan (alat untuk menumbuk padi
yang terbuat dari kayu). Kegiatan ini biasanya dilakukan pada malam hari.
Namun, bilamana persediaan beras untuk pesta kematian tidak mencukupi,
kegiatan menumbuk padi ini bisa dilaksanakan dari malam sampai siang hari.
Kegiatan ini dilakukan oleh banyak orang (tidak dibatasi) dan tergantung pada
ketersediaan alat, yakni alu/antan dan lesung. Adapun tujuan kegiatan ini tidak
bersifat material, tetapi juga dalam aktivitas tersebut juga terdapat pesan-pesan
moral dalam setiap nyanyian yang dilantunkan, baik pesan kepada almarhum
maupun kepada keluarga yang ditinggalkannya.
4. Tahapan katai sen „kubur mayat‟
Tahapan katai sen, yaitu tahapan penguburan jenazah. Waktu dan tempat
penguburan ditetapkan oleh keluarga duka. Data yang diperoleh di lapangan
menunjukkan bahwa pada setiap TRG, tempat/lokasi penguburan terletak di
sekitar pekarangan rumah almarhum. Pada tahap ini, pihak keluarga akan
menyerahkan jenazah kepada pihak gereja untuk selanjutnya didoakan
berdasarkan tata cara kebaktian (tata ibadat pemakaman). Dalam hal ini, tata
ibadat pemakaman sudah ada dalam bentuk teks tulis yang selanjutnya
dibahasakan kembali oleh Pendeta dan jemaat/umat pada saat berlangsungnya
prosesi pemakaman. Tujuan proses ini adalah untuk mendoakan almarhum
supaya mendapat tempat di sisi Tuhan dan memeroleh kebahagiaan abadi di
surga kelak yang berhubungan dengan konsep iman Kristiani. Tujuan lain
proses ini adalah untuk memberikan penghiburan dan penguatan kepada
keluarga yang ditinggalkan agar mereka tetap tegar dan dengan ikhlas
menerima peristiwa duka dengan dasar iman yang teguh bahwa Tuhan
mempunyai rencana yang indah di balik peristiwa tersebut. Proses pemakaman
dihadiri oleh semua keluarga dan kerabat dengan maksud untuk melihat
almarhum untuk yang terakhir kalinya.
5. Tahapan tabiah gauk „lipat kain‟
Tabiah gauk merupakan aktivitas akhir dari prosesi ritual gasakda. Pada
tahap ini, tua adat menganjurkan anak laki-laki sulung atau yang berstatus anak
laki-laki dalam keluarga dan anak perempuan atau yang berstatus anak
perempuan dalam keluarga supaya berkumpul di salah satu rumah yang telah
ditentukan untuk membagi barang-barang yang masih tersisa. Barang-barang
tersebut meliputi selimut, kain biasa, padi/beras, dan daging babi. Hal yang
pertama dilihat adalah bagian yang akan diberikan untuk paman (ko’bo).
Barang-barang tersebut adalah (1) selimut yang nilainya hampir sama dengan
yang diberikan paman kepada anak laki-laki sulung untuk membungkus
jenazah, (2) satu paha babi (dilihat paha babi dari babi yang paling besar), (3)
padi satu bakul besar, (4) satu buah parang, (4) sirih pinang, kapur, dan
tembakau secukupnya. Pemberian barang-barang tersebut memiliki arti sebagai
hubungan ikatan darah antara paman dan anak-anak almarhum sehingga
mereka selalu saling menjaga dan tidak saling melupakan. Sisanya diatur
dengan cara dibagikan kepada anak, baik laki-laki maupun perempuan, serta
seluruh keluarga dekat yang ada sesuai dengan norma adat.
6.2 Struktur Generik Spesifik TRGMAA
Pada bagian ini dikaji aspek bahasa secara menyeluruh untuk melihat sejauh
mana bahasa itu berfungsi dalam konteks penggunaannya. Pada sub bab 6.1 telah
dijelaskan secara terperinci mengenai setiap tahapan yang dilalui ketika terjadi
gasakda. Seluruh rangkaian dan tahapan prosesi tersebut menghasilkan teks yang
terdiri atas tonih getawom, ya latsing, telingbae, katai sen, dan tabih gauk yang
setiap teks memiliki struktur teks tersendiri. Jika tiap-tiap teks dirangkai menjadi
satu kesatuan utuh, maka terbentuklah teks ritual gasakda (TRG) secara lengkap
yang juga memiliki struktur tersendiri. Secara umum, struktur TRG meliputi
empat unsur, yakni (1) bagian prapendahuluan, (2) bagian pendahuluan, (3)
bagian isi atau inti, dan (4) bagian penutup.
Pada bagian awal telah dijelaskan bahwa analisis genre TRG tidak dapat
dipisahkan dengan variabel register atau konteks situasi (medan, pelibat, dan
modus/sarana). Hal ini disebabkan oleh ketiga variabel register inilah yang dapat
digunakan untuk menganalisis jenis-jenis prakiraan struktur teks, yakni prakiraan
mengenai:
1. unsur-unsur apa yang harus muncul
2. unsur-unsur apa yang dapat muncul
3. di mana unsur-unsur itu harus muncul
4. di mana unsur-unsur itu dapat muncul
5. berapa sering unsur-unsur itu dapat muncul
Dengan demikian, tampak jelas bahwa variabel register dapat memprediksi unsur-unsur
yang bersifat wajib, pilihan, dan pengulangan. Berikut disajikan struktur budaya/genre
pada TRGMAA.
6.2.1 Struktur Genre TRG I
Anak laki-laki sulung:
Bagian 1-3. Pernyataan tentang keadaan orang tua
Prapendahuluan //nepa ela, lamisak ako ma’tta//gasilang di’ma
dang//
na sue a’tau si//
Paman:
4-5. pernyataan menerima permintaan
//you, wou wonau ak gewet//lousi, sue//
Tua adat:
6-9. seruan memukul gong
10. pernyataan terjadinya kematian
11. seruan untuk memakai pakaian adat
12-13. seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman
Anak laki-laki sulung:
14. pernyataan tentang kematian
15-18. pernyataan meminta barang
Paman:
19-23. pernyataan sepakat atas proses
24. seruan untuk mempersilahkan duduk
Bagian 25-27. pernyataan untuk mencari barang
Pendahuluan 28. pernyataan untuk menyanggupi permintaan
29. pernyataan untuk mempersilakan masuk
30-31. seruan untuk makan sirih pinang
Anak laki-laki sulung:
32. pernyataan untuk pamit
Paman:
33. pernyataan mengambil barang
Anak laki-laki sulung:
34. pernyataan untuk pamit
Rombongan:
35-36. pernyataan penyesalan akan kematian
37-50. pernyataan akan pesan dan kesan kepada
almarhum
51-55. pernyataan perpisahan
Pendeta dan jemaat/umat:
56-60. panggilan beribadah
61-65. menyampaikan votum dan salam
66-71. membacakan nats pembimbing
72-102. menyampaikan berita penghiburan
Bagian 103-128. menyampaikan doa pemberitaan Firman
Isi 129-141. membacakan Firman Tuhan
142-181. berkhotbah/menyampaikan Firman Tuhan
182-210. menyatakan Pengakuan Iman Rasuli
211-221. menyampaikan Doa Syafaat
222-224. memberikan berkat
225-254. penyerahan dan penguburan jenazah
Tua adat:
Bagian 255. pernyataan penyerahan kain
Penutup 256-261. seruan untuk makan sirih pinang
262-266. seruan lipat kain
Skema 8 Struktur Genre TRG I
6.2.2 Struktur Generik TRG II
Anak laki-laki sulung:
1-3. pernyataan tentang keadaan orang tua
//nepa puk marita ako//na, painsan ok ya
gasakdang na// nalsua atda// Bagian
Prapendahuluan 4. seruan mempersiapkan barang
//natolinga gosuk me’nen// Paman:
5. pernyataan menerima permintaan
//you na, ante alsue//
Tuah adat:
6-9. seruan memukul gong
10. pernyataan terjadinya kematian
11. seruan untuk memakai pakaian adat
12-13. seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman
Anak laki-laki sulung:
14-15. pernyataan tentang kematian
16-18. pernyataan meminta barang
bagian Paman:
pendahuluan 19. pernyataan sepakat atas proses
20. seruan untuk mempersilakan duduk
21. pernyataan untuk mencari barang
Rombongan:
22-23. pernyataan penyesalan akan kematian
24-37. pernyataan tentang kesan baik almarhum
38-42. pernyataan perpisahan
Pendeta dan jemaat/umat:
43-62. panggilan beribadah
63-75. menyampaikan votum dan salam
76-83. membacakan nats pembimbing
84-98. menyatakan pengakuan dosa
99-119. meyampaikan berita penghiburan
Bagian 120-141. menyampaikan doa pemberitaan Firman
Isi 142-191. membacakan Firman Tuhan
192-226. berkhotbah/menyampaikan Firman Tuhan
227-261. menyatakan Pengakuan Iman Rasuli
262-283. menyampaikan Doa Syafaat
284. memberikan berkat
285-299. penyerahan dan penguburan jenazah
Tua adat:
Bagian 300. seruan untuk berkumpul
Penutup 301-310. seruan untuk lipat kain
Skema 9 Struktur Genre TRG II
6.2.3 Struktur Generik TRG III
Anak laki-laki sulung:
1-3. pernyataan tentang keadaan orang tua
// nepa su marita ako//na gasakdang
bo//nasue atda//
Bagian Paman:
Prapendahuluan 4-7. pernyataan menerima permintaan
//kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang
bo//ibinamet met’te//i wal suang bo//nal
itolinga me’en
Tua adat:
8-11. seruan memukul gong
12. pernyataan terjadinya kematian
13. seruan untuk memakai pakaian adat
14-15. seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman
Bagian Anak laki-laki sulung:
Pendahuluan 16. pernyataan terjadinya kematian
17-20. pernyataan meminta barang
Paman:
21. pernyataan sepakat atas proses
22. seruan untuk mempersilakan duduk
Rombongan:
23-24. pernyataan penyesalan akan kematian
25-38. pernyataan tentang kesan baik almarhum
39-43. pernyataan perpisahan
Pendeta dan jemaat/umat:
44-60. panggilan beribadah
61-65. menyampaikan votum dan salam
66-78. membacakan nats pembimbing
79-99. menyampaikan berita penghiburan
Bagian 100-123. menyampaikan doa pemberitaan Firman
Isi 124-156. membacakan Firman Tuhan
157-219. berkhotbah/menyampaikan Firman Tuhan
220-247. menyatakan Pengakuan Iman Rasuli
248-261. menyampaikan Doa Syafaat
262-266. memberikan berkat
267-302. penyerahan dan penguburan jenazah
Tua adat:
Bagian 303. seruan berkumpul
Penutup 304-307. seruan untuk lipat kain
Skema 10 Struktur Genre TRG III
Berdasarkan skema genre TRG I, II, dan III di atas dapat ditegaskan bahwa
TRGMAA memiliki struktur yang meliputi empat bagian, yakni: bagian pra-
pendahuluan, pendahuluan, isi, dan penutup. Berikut ini adalah penjelasan setiap
struktur TRGMAA.
6.1.1.1 Bagian Prapendahuluan TRGMAA
Nomor 1--5 pada TRG I, nomor 1--5 pada TRG II, dan nomor 1--7 pada TRG
III merupakan unsur lingual yang dimunculkan pada bagian prapendahuluan.
Pada bagian ini anak laki-laki sulung memberikan informasi kepada paman bahwa
orang tuanya sedang sakit. Selanjutnya, sang anak akan secara implisit meminta
pamannya untuk mempersiapkan semua jenis barang yang menjadi bagian/jatah
untuk anak tersebut bilamana orang tuanya meninggal di kemudian hari.
Prakiraan unsur struktur yang wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG)
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 12 Unsur Struktur pada Bagian Prapendahuluan TRGMAA
Unsur teks TRG I TRG II TRG III
W PL PG W PL PG W PL PG
Pernyataan tentang keadaan orang tua 3 - - 3 - - 3 - -
Seruan mempersiapkan barang - - - - 1 - - - -
Pernyataan menyanggupi permintaan 2 - - 1 - - 4 - -
Jumlah 5 - - 4 1 - 7 - -
Pada bagian prapendahuluan ditemukan bahwa dari tiga unsur teks yang ada
dalam TRG, terdapat dua prakiraan unsur yang sifatnya wajib (W) hadir/muncul
dalam teks. Prakiraan unsur yang wajib tersebut masing-masing terealisasi dalam
TRG I sebanyak lima klausa, TRG sebanyak empat klausa, dan pada TRG III
sebanyak tujuh klausa.
Ada satu unsur teks yang sifatnya pilihan (PL). Unsur lingual seruan
mempersiapkan barang dikatakan sebagai unsur pilihan (PL) karena unsur ini
hanya digunakan pada TRG dan tidak untuk kedua teks yang lain. Selain itu,
seruan untuk mempersiapkan barang jarang dinyatakan secara langsung karena
telah menjadi kesepakatan atau kesepahaman bersama di antara pelibat. Kehadiran
anak laki-laki untuk memberikan informasi tentang keadaan orang tuanya kepada
paman sudah dapat dipahami bahwa pamanlah yang akan mempersiapkan apa
yang menjadi bagian dari anak laki-laki ketika terjadi kematian pada orang
tuannya di kemudian hari. Selanjutnya dapat ditambahkan bahwa tidak ada unsur
pengulangan (PG) yang digunakan pada tahapan prapendahuluan TRG. Dengan
demikian, dapat ditegaskan bahwa struktur generik TRGMAA pada bagian
prapendahuluan meliputi pernyataan tentang keadaan orang tua ^ pernyataan
menyanggupi permintaan.
6.1.1.2 Bagian Pendahuluan TRGMAA
Unsur lingual yang dimunculkan pada bagian pendahuluan TRG I adalah
nomor 6--55, TRG II (6--42), dan TRG III (8--43). Bagian ini diawali dengan
seruan tua adat untuk mengambil gong yang ada di dalam gudang (rumah adat
masyarakat ATL) dan dibunyikan sebagai tanda bahwa orang tua telah meninggal.
Selanjutnya anak laki-laki sulung bersama rombongan diperintahkan untuk
meminta jatah atau bagian ke rumah paman. Teks selanjutnya adalah telingbai
“menumbuk padi”. Aktivitas ini selalu disertai dengan nyanyian-nyanyian ritual,
yakni lagu sineh waneh na, kolona, atoida lilama, dan you nare sei nare.
Prakiraan unsur struktur yang wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG)
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 13 Unsur Struktur pada Bagian Pendahuluan TRGMAA
Unsur teks TRG I TRG II TRG III
W PL PG W PL PG W PL PG
Seruan memukul gong 4 - - 4 - - 4 - -
Pernyataan terjadinya kematian 1 - - 1 - - 1 - -
Seruan untuk memakai pakaian adat 1 - - 1 - - 1 - -
Seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman 2 - - 2 - - 2 - -
Pernyataan tentang kematian 1 - - 1 - - 1 - -
Pernyataan meminta barang 4 - - 3 - - 4 - -
Pernyataan sepakat akan proses 1 - - 1 - - 1 - -
Seruan untuk mempersilakan duduk 1 - - 1 - - 1 - -
Pernyataan untuk mencari barang 3 - - 1 - - - -
Pernyataan untuk menyanggupi permintaan - 1 - - - - - - -
Pernyataan untuk mempersilakan masuk - 1 - - - - - - -
Seruan untuk makan sirih pinang - 1 - - - - - - -
Pernyataan untuk pamit - 1 - - - - - - -
Pernyataan untuk mengambil barang - 1 - - - - - - -
Pernyataan untuk pamit - - 1 - - - - - -
Pernyataan penyesalan akan kematian 2 - - 2 - - 2 - -
Pernyataan akan pesan dan kesan kepada
almarhum
14 - - 14 - - 14 - -
Pernyataan perpisahan dengan almarhum 5 - - 5 - - 5 - -
Jumlah 36 8 1 35 1 - 36 - -
Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa unsur struktur pada bagian pendahuluan
TRG menghadirkan delapan belas unsur teks. Dari unsur-unsur teks tersebut
ditemukan bahwa pada TRG I terdapat 36 unsur klausa sifatnya wajib hadir (W),
8 unsur klausa yang sifatnya pilihan (PL), dan 1 unsur klausa yang merupakan
unsur pengulangan (PG). TRG II memiliki 35 unsur klausa wajib (W), 1 unsur
pilihan (PL), dan tidak menghadirkan unsur pengulangan (PG). Selanjutnya, TRG
III dapat menghadirkan 36 unsur klausa yang sifatnya wajib hadir (W) sementara
unsur pilihan (PL) dan pengulangan (PG) tidak dihadirkan dalam klausa.
Unsur teks pernyataan untuk mencari barang, pernyataan untuk
menyanggupi permintaan, pernyataan untuk mempersilakan masuk, seruan untuk
makan sirih pinang, pernyataan untuk pamit, dan pernyataan untuk mengambil
barang dikategorikan sebagai unsur yang sifatnya pilihan atau opsional karena
kehadiran unsur-unsur tersebut hanya pada salah satu TRG dan tidak dihadirkan
pada TRG yang lain. Adanya perbedaan unsur teks dalam setiap TRG
mengindikasikan bahwa terdapat variasi bahasa pada setiap pelibat dalam
menciptakan teks. Faktor-faktor situasional yang memengaruhi kebervariasian
dalam unsur teks adalah tingkatan usia dan pendidikan setiap pelibat yang
berbeda-beda ketika menciptakan teks.
Unsur teks pernyataan untuk pamit merupakan unsur pengulangan (PG)
terjadi pada TRG I. Unsur ini muncul sebanyak dua kali karena dianggap sebagai
pernyataan penutup (closing statement) untuk mengakhiri percakapan. Dengan
demikian, dapat ditegaskan bahwa struktur generik TRGMAA pada bagian
pendahuluan meliputi seruan memukul gong ^ pernyataan terjadinya kematian ^
seruan untuk memakai pakaian adat ^ seruan untuk pergi berdiri ke rumah paman
^ pernyataan tentang kematian ^ pernyataan meminta barang ^ pernyataan sepakat
akan proses ^ seruan untuk mempersilakan duduk ^ pernyataan penyesalan akan
kematian ^ pernyataan akan pesan dan kesan kepada almarhum ^ pernyataan
perpisahan dengan almarhum.
6.1.1.3 Bagian Inti TRGMAA
Nomor 56--254 pada TRG I, nomor 43--299 pada TRG II, dan nomor 44--
302 pada TRG III merupakan unsur lingual yang dimunculkan pada bagian inti
TRGMAA. Pada bagian ini jenazah sepenuhnya diserahkan kepada pihak gereja
untuk didoakan dan selanjutnya akan dimakamkan. Ibadat pemakaman ini
dipimpin oleh seorang pendeta dengan mengikuti tata ibadah pemakaman tertulis
yang dikeluarkan oleh sinode Gmit. Secara organisasi, sinode Gmit merupakan
badan pengurus tertinggi gereja-gereja di Indonesia. Prakiraan unsur struktur yang
wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 14 Unsur Struktur pada Bagian Inti TRGMAA
Unsur teks TRG I TRG II TRG III
W PL PG W PL PG W PL PG
Panggilan beribadah 5 - - 20 - - 17 - -
Menyampaikan votum dan salam 5 - - 13 - - 5 - -
Membacakan nats pembimbing 6 - - 8 - - 13 - -
Menyampaikan berita penghiburan 31 - - 21 - - 21 - -
Menyampaikan doa pemberitaan
Firman
26 - - 22 - - 24 - -
Membacakan Firman Tuhan 26 - - 50 - - 33 - -
Berkhotbah/menyampaikan Firman
Tuhan
40 - - 35 - - 63 - -
Menyatakan pengakuan iman rasuli 29 - - 35 - - 28 - -
Menyampaikan doa syafaat 11 - - 22 - - 14 - -
Memberikan berkat 3 - - 2 - - 5 - -
Penyerahan dan penguburan jenazah 30 - - 15 - - 36 - -
Jumlah 212 - - 243 - - 259 - -
Berdasarkan tabel 9 di atas ditemukan bahwa unsur struktur pada bagian inti
TRG menghadirkan sebelas unsur teks. Kesebelas unsur teks tersebut merupakan
unsur lingual yang sifatnya wajib hadir (W). Selanjutnya, dapat dijelaskan bahwa
tidak ada unsur pilihan (PL) dan unsur pengulangan (PG) dalam unsur teks inti.
Hal tersebut dapat dipahami bahwa unsur teks katai sen (pemakaman) merupakan
unsur teks tulis dengan ragam beku.
Adapun terdapat variasi dalam hal jumlah klausa yang terealisasi pada TRG
I, II, dan III disebabkan oleh perbedaan dalam pilihan lagu dalam kidung jemaat
(KJ), pilihan bacaan Alkitab, dan doa serta khotbah dari setiap pelibat yang
berbeda-beda. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa struktur generik
TRGMAA pada bagian inti meliputi panggilan beribadah ^ menyampaikan votum
dan salam ^ membacakan nats pembimbing ^ menyampaikan berita penghiburan ^
menyampaikan doa pemberitaan firman ^ membacakan firman Tuhan ^
berkhotbah/menyampaikan firman Tuhan ^ menyatakan pengakuan iman rasuli ^
menyampaikan doa syafaat ^ memberikan berkat ^ penyerahan dan penguburan
jenazah.
6.1.1.4 Bagian Penutup TRGMAA
Unsur lingual yang dimunculkan pada bagian penutup TRG I adalah nomor
255--266, TRG II (No.300--310), dan TRG III (No. 303--307). Pada bagian ini
tua adat memimpin jalannya proses pembagian sisa barang antaran kepada
keluarga terdekat almarhum. Adapun tujuan kegiatan ini adalah sebagai suatu
perikatan pertalian darah antara paman/pohon pelepas dan anak-anak almarhum
dan paman akan mendapat prioritas utama. Barang–barang yang harus diberikan
kepada paman adalah selimut, paha babi, padi, parang, dan sirih pinang. Prakiraan
unsur struktur yang wajib (W), pilihan (PL), dan pengulangan (PG) dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 15 Unsur Struktur pada Bagian Penutup TRGMAA
Unsur teks TRG I TRG II TRG III
W PL PG W PL PG W PL PG
Seruan untuk berkumpul - - - - 1 - - 1 -
Pernyataan penyerahan kain - 1 - - - - - - -
Seruan untuk makan sirih pinang - 6 - - - - - - -
Seruan lipat kain 5 - - 10 - - 4 - -
Jumlah 5 7 - 10 1 - 4 1 -
Pada bagian penutup ditemukan bahwa dari empat unsur teks yang ada dalam
TRG, terdapat satu prakiraan unsur yang sifatnya wajib (W) hadir/muncul dalam
teks dan tiga unsur pilihan (PL), sementara unsur pengulangan (PG) tidak
dihadirkan dalam teks. Prakiraan unsur yang wajib tersebut masing-masing
terealisasi dalam TRG I sebanyak lima klausa, TRG sebanyak sepuluh klausa, dan
pada TRG III sebanyak empat klausa.
Unsur lingual seruan untuk berkumpul, pernyataan penyerahan kain, dan
seruan untuk makan sirih pinang dikatakan sebagai unsur pilihan (PL) atau
bersifat opsional karena unsur ini hanya digunakan pada sebagian TRG dan tidak
pada ketiga teks yang menjadi korpus data. Dengan demikian, dapat ditegaskan
bahwa struktur generik TRGMAA pada bagian penutup adalah seruan lipat kain.
6.2 Tekstur Teks
Sifat teks yang paling utama adalah kesatuan bentuk dan makna. Kesatuan
bentuk pada teks tampak pada strukturnya, yakni memiliki bagian-bagian seperti
pendahuluan, isi, dan penutup. Meskipun secara kuantitas tidak sama, ketiga
bagian tersebut tetap merupakan sebuah kesinambungan struktural yang
membentuk adanya kesatuan sebuah genre. Jadi, kesatuan struktur merupakan
cara untuk mengekspresikan tekstur atau makna.
Teks ritual gasakda adalah jenis teks yang berstruktur dan memiliki
kesinambungan makna/tekstur. Hal dapat dipahami karena TRG memiliki struktur
genre, yakni pendahuluan, isi dan, penutup serta terdapat kesinambungan makna
antara tahapan yang satu dan yang lain sebagai bagian dari sebuah teks yang
utuh, yakni teks ritual gasakda. Keterkaitan tahapan yang satu dengan yang
lainnya dapat ditentukan berdasarkan penggunaan konjugasi dan kontinuatif
dalam teks. Data berikut ini menunjukkan adanya tekstur dalam TRG.
118. //kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang bo//ibinamet met’te// i wal
suang bo// nal itolinga me’en//
//baiklah, kalau besok-besok bapak sudah meninggal//pakailah
pakaian adat dulu//kamu ke sini lagi//saya memberikan kamu bagian
atau jatahmu//
119. //sisak gasakdang tano// na i sue yah tal ibinamet// ante ya ko’bo
gatda pe fal a sut//
//orang tua kami sudah meninggal//Jadi, kalian datang// pergi pakai
pakaian adat// Setelah itu, pergi ke pohon pelepas untuk mengambil
babi padi//
Data 118 di atas menunjukkan bahwa terjadi dialog antara anak laki-laki
sulung dan paman yang pada intinya sang anak menginformasikan kepada
pamannya bahwa ayahnya sedang sakit dan seandainya ayahnya meninggal di
kemudian hari, maka paman harus menyiapkan jatahnya. Selanjutnya penggunaan
keterangan kontinuitif (continuity adjunct) kang na „baiklah‟ merupakan cara
partisipan untuk menghubungkan pembicaraan atau proses yang sudah terjadi
sebelumnya. Sementara itu, penggunaan konjungsi na „jadi‟ dan ante „setelah itu‟
pada contoh 119 merupakan cara untuk merangkai hubungan logika dalam teks.
Dengan demikian, dapat dipertegas bahwa data di atas secara kasatmata
menunjukkan penggunaan tekstur dalam klausa. Namun, pengertian tekstur tidak
hanya terbatas pada pertalian makna antarklausa tetapi dapat terjadi antara unit
bahasa di atas klausa atau kalimat.
Adanya tekstur pada bagian tonih getawom, ya latsing, telingbae, katai sen,
dan tabiah gauk ditandai oleh adanya hubungan yang mengacu pada suatu
kegiatan atau aktivitas yang berbeda, tetapi semuanya mengacu pada makna yang
sama, yakni gasakda (kematian). Keterkaitan makna antartahapan yang satu dan
tahapan yang lainnya dalam TRG inilah yang dinamakan tekstur teks.
BAB VII
IDEOLOGI TRGMAA
Istilah ideologi secara deskriptif dapat dipahami sebagai sistem berpikir,
kepercayaan, praktik-praktik simbolik yang berhubungan dengan tindakan sosial
dan politik. Ideologi yang berkaitan dengan studi bahasa khususnya analisis teks
dimaksudkan untuk mengutarakan pandangan-pandangan secara teoretis yang
berkaitan dengan sejauh mana makna atau ide-ide disampaikan untuk
memengaruhi konsepsi dan aktivitas individu atau kelompok atau dengan kata lain
mengarahkan suatu tindakan menjadi bermakna.
Analisis ideologi sangat erat berkaitan dengan bahasa karena bahasa
merupakan medium dasar makna (pemaknaan) yang cenderung mempertahankan
relasi dominasi. Pada intinya membicarakan sebuah bahasa berarti sebuah cara
untuk bertindak.
Berdasarkan konsep di atas diketahui bahwa teori ideologi dan studi bahasa
sangat erat kaitannya karena ideologi atau ide-ide secara simbolik berhubungan
dengan ciri atau makna bahasa. Dengan demikian, untuk memahami ideologi
dibutuhkan pendekatan yang menyatu dengan sifat analisis bahasa.
Dalam teori LFS, ideologi merupakan abstraksi yang paling tinggi dari
konteks sosial dan konteks budaya (genre). Dengan demikian, ideologi TRGMAA
dapat diidentifikasi berdasarkan konteks situasi dan konteks budaya (genre).
7.1 Ideologi pada Konteks Situasi
7.1.1 Ideologi pada Medan Teks
Ideologi pada medan teks direalisasikan oleh makna ideasional yang merujuk
aktivitas sosial yang sedang terjadi (proses), siapa yang melakukan, kepada siapa
sesuatu itu dilakukan (partisipan), dan dengan cara yang bagaimana, di mana, dan
kapan terjadinya peristiwa tersebut (sirkumstan). Keseluruhan hal tersebut
mencerminkan ideologi tertentu yang diyakini oleh masyarakat ATL secara
umum. Berikut ini adalah data yang mencerminkan ideologi pada medan teks.
120. Anak laki-laki:
//nepa su marita ako//na gasakdang bo//nasue atda//
//bapak saya ada sakit berat//jadi, kalau sudah meninggal//saya
datang ke sini//
Paman:
//kang na, ya paisan ok te sipa gasakdang bo// ibinamet met’te// i
wal suang bo//nal itolinga me’en//
//baiklah, kalau besok-besok bapak sudah meninggal/pakai pakaian
adat dulu//kamu ke sini lagi//saya memberikan kamu bagian atau
jatahmu//
121. //sisak gasakdang tano//na i sue yah tal ibinamet//ante ya ko’bo gatda
pe fal//a sut// //kita punya orang tua sudah meninggal//jadi, kalian pergi pakai pakaian
adat//setelah itu, pergi ke paman untuk ikat babi dan padi//
122. //Lammi, nepa silang sai kapela midima//ge maunong met//ge
pebai fal// ye a sai sut//ak na suama//
//Paman, bapak saya sudah turun tidur di tempat tidur//ambil dia
punya selimut maunong//ikat dia punya babi besar//sendok dia
punya padi lumbung//itu yang saya datang//
Contoh 120 di atas tampak bahwa terjadi dialog singkat antara anak laki-laki
sulung dan pamannya. Adapun tujuan dialog tersebut adalah untuk memberikan
informasi kepada paman bahwa orang tuanya sedang sakit berat. Selanjutnya,
paman diminta untuk mempersiapkan barang-barang, seperti selimut (kain adat),
babi, dan padi. Barang-barang tersebut akan diambil ke rumah paman bilamana
orang tuanya meninggal di kemudian hari. Hal ini menunjukkan adanya persiapan
dari keluarga khususnya yang dilakukan oleh anak laki-laki sulung dan paman.
Pada contoh 121 dapat dijelaskan bahwa telah terjadi peristiwa kematian
sehingga tua adat menyeruhkan kepada anak laki-laki sulung dan beberapa
pemuda untuk berpakaian adat lengkap lalu pergi ke rumah paman. Atribut
kelengkapan adat yang dipakai, yaitu (1) kain merah dan bulu ayam yang diikat di
kepala; (2) ikat pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah; dan (3)
tempat sirih. Pakaian adat melambangkan status sosial. Kain merah sebagai
simbol keberanian dan bulu ayam sebagai simbol penanggung jawab utama. Ikat
pinggang, pedang/kelewang, busur, dan anak panah melambangkan pertahanan
atau perlindungan diri, sedangkan tempat sirih almarhum sebagai pengganti diri
almarhum.
Contoh 122 menunjukkan bahwa anak laki-laki dan beberapa pemuda pergi
ke rumah pamannya untuk meminta bagian/jatah sebagai barang antarannya. Hal
ini sesuai dengan apa yang dijanjikan paman kepada anak laki-laki sulung.
Selanjutnya, kata silang sai „turun tidur‟ yang digunakan oleh anak laki-laki
sulung ketika menyampaikan informasi duka merupakan verba serial yang
bermakna metafor, yakni sebagai bentuk penghalusan makna.
Dari contoh 120--122 di atas menunjukkan aktivitas atau tindakan sosial yang
berbeda-beda, namun ketiganya mencerminkan adanya ideologi solidaritas atau
penghormatan/ penghargaan kepada orang tua (almarhum). Hal ini tampak dari
persiapan yang dilakukan oleh anak laki-laki sulung dan paman pada tahapan pra-
gasakda, seruan untuk berpakaian adat lengkap, dan pengguaan kata silang sai
untuk mengekspresikan makna kematian.
7.1.2 Ideologi pada Pelibat Teks
Ideologi pada pelibat teks berkaitan dengan bagaimana teks mencerminkan
makna interpersonal atau antarpartisipan seperti siapa partisipan yang terlibat,
hubungan antarpelibat seperti status dan peran pelibat. Makna interpersonal ini
direalisasikan oleh sistem mood. Penjelasan selanjutnya dapat dilihat pada data
berikut ini.
123. //kurong almang bai mi me’silang gota//dunme nate silakame
ge’mai sipa gasakdama//
//turunkan gong dalam gudang untuk dipukul//anak perempuan
atau turunannya mendengar bahwa bapak kita telah meninggal//
124. //sisak gasakdang tano//na i sue yah tal ibinamet//ante ya ko’bo gatda
pe fal//a sut//
//orang tua kami sudah meninggal//jadi, kalian pergi pakai pakaian
adat//setelah itu, pergi ke pohon pelepas untuk mengambil babi dan
padi//
125. //Ooo…era apa gauk//
//Ooo…engkau lipat ini//
126. //saudara-saudara yang dikasihi dalam Yesus Kristus//nast yang
membimbing kita dalam suasana duka ini berbunyi: “Bermazmur
bagi Allahku selagi aku ada” (Mazmur, 146:2)//
127. //berbahagialah setiap orang yang mendengarkan Firman Allah
dan yang memelihara dalam hidupnya//
128. //Dalam iman, kita percaya bahwa kematian sebagai waktu di mana
Allah berkenan memanggil pulang buah ciptaan-Nya//
Contoh 123--125 menunjukkan bahwa tua adat memosisikan diri sebagai
pembicara (pelibat aktif) dan anak-anak atau pemuda hanya sebagai pendengar
dan pelaksana dalam teks (pelibat pasif). Klausa tersebut juga terealisasi dalam
bentuk mood imperatif yang bermakna seruan atau perintah dari tua adat kepada
anak laki-laki sulung, para pemuda atau keluarga dekat lainnya. Hal ini dapat
dipahami bahwa tua adat merupakan seseorang yang dituakan dalam keluarga dan
dipercayakan oleh anak laki-laki sebagai pengarah dalam hal memberikan
petunjuk tentang langkah-langkah yang harus dilalui dalam peristiwa gasakda.
Dengan demikian, apa yang disampaikan oleh tua adat tidak pernah dibantah atau
dilanggar oleh partisipan lain yang berfungsi sebagai pelaksana dalam proses
gasakda.
Klausa 126--128 di atas terealisasi pada aktivitas katai sen „pemakaman‟.
Pada tahapan ini jenazah diserahkan kepada pihak gereja dan selanjutnya
dilakukan ibadat pemakaman menurut tata cara kebaktian umat kristiani. Pada
kesempatan tersebut pendeta memosisikan diri sebagai pemimpin umat yang
memimpin ibadah pemakaman dari awal sampai akhir. Pendeta memberikan
penghiburan yang dimaknai sebagai penguatan iman kepada keluarga duka untuk
mengikhlaskan kepergian almarhum. Kematian jangan dianggap sebagai suatu
peristiwa yang mendukakan, melainkan suatu sukacita karena Allah berkenan
memanggil pulang buah ciptaan-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa pendeta
sebagai pimpinan umat/jemaat memiliki peran untuk memberitakan kabar
keselamatan (injil) kepada umatnya sehingga para umat akan dikutkan lewat
Firman yang diberitakan. Secara khusus, berita sukacita atau penghiburan
dialamatkan kepada almarhum supaya mendapatkan tempat yang layak sesuai
dengan yang dijanjikan Allah. Selanjutnya, untuk keluarga duka dan umat lainnya
supaya mereka tetap bersandar pada Allah baik dalam suka maupun duka.
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa ideologi yang tercermin dalam
pelibat TRGMAA adalah adanya kuasa (power) dari tua adat dan pendeta. Tua
adat memosisikan diri sebagai orang yang dipercaya oleh keluarga untuk
memimpin jalannya prosesi adat gasakda, sementara itu pendeta sebagai pimpinan
jemaat/umat yang diimani sebagai wakil Allah untuk mengabarkan Injil sehingga
manusia dapat mengenal Allah.
7.1.3 Ideologi pada Sarana Teks
Sarana pada teks merealisasikan makna tekstual yang selanjutnya
direalisasikan oleh tema. Selanjutnya, unsur yang perlu diperhatikan dalam modus
atau sarana adalah analisis peran bahasa. Hal ini menyangkut kedudukan bahasa
dalam aktivitas sosial. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa peran bahasa
dalam TRG bersifat wajib. Setiap teks yang dimunculkan menggunakan dua
bahasa, yakni BK dan BI. Penggunaan BK dimulai pada tahapan tonih getawom
(pertemuan keluarga), ya lasting (pergi perdiri), telingbai (menumbuk padi), dan
tabiah gauk (pembagian kain), sementara itu BI hanya difungsikan pada tahapan
katai sen (pemakaman).
Penggunaan BK dalam TRG mencerminkan ideologi bentuk penghormatan
dan penghargaan kepada almarhum yang merupakan salah seorang tokoh adat
dalam masyarakat ATL. Selain itu, juga penggunaan BK dalam prosesi gasakda
merupakan suatu pelestarian budaya yang telah dilakukan sebelumnya oleh para
leluhur.
Penggunaan BI hanya pada tahapan katai sen “pemakaman”. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya pada bab 1 bahwa banyaknya jumlah bahasa lokal di
Alor menyebabkan BI menjadi basantara (lingua francae) bagi masyarakat Alor.
Hal tersebut memberikan dampak yang signifikan bagi aktivitas ritual gasakda
pada masyarakat ATL. Selain itu, interferensi BI terhadap prosesi ritual gasakda
ini juga disebabkan oleh adanya faktor kebijakan bahasa. Hal ini terkait dengan
tata ibadah tertulis yang disusun oleh sinode sebagai badan pengurus tertinggi
gereja protestan Indonesia. Tata ibadah tersebut diperuntukkan ke seluruh gereja
di Indonesia untuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditegaskan kembali bahwa ideologi
yang tercermin dalam konteks situasi TRGMAA meliputi:
1) adanya solidaritas atau penghormatan kepada orang tua (almarhum). Hal
tersebut dapat ditunjukkan melalui bentuk persiapan yang dilakukan
sebelum terjadi kematian, seruan untuk berpakaian adat lengkap,
pengguaan kata silang sai untuk mengekspresikan makna kematian, dan
penggunaan BK TRGMAA. Keempat hal tersebut membuktikan bahwa
masyarakat ATL memiliki perasaan solidaritas yang tinggi.
2) adanya kuasa (power) dari tua adat dan pendeta. Hal tersebut dapat
dipahami bahwa tua adat merupakan orang yang dipercaya oleh keluarga
untuk memimpin jalannya prosesi adat gasakda, sementara itu pendeta
sebagai pimpinan jemaat/umat yang diimani sebagai wakil Allah untuk
mengabarkan Injil sehingga manusia dapat mengenal Allah.
7.2 Ideologi pada Konteks Budaya
Genre teks berkenaan dengan apa yang menjadi tujuan dari peristiwa yang
terjadi dalam masyarakat. Genre teks mencerminkan ideologi dari suatu
masyarakat atau dengan kata lain ideologi memengaruhi genre teks. Dengan
demikian, ideologi genre teks berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai lewat
peristiwa gasakda.
Secara umum, berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa terdapat dua
konsep yang berbeda tentang kematian bagi masyarakat adat Alor. Perbedaan
tersebut tampak dari persepsi adat dan agama. Penjelasan selanjutnya dapat dilihat
pada data berikut ini.
129. //lilang e lilang dak atoida lilama//
//terbang engkau terbang bagaikan burung pergi menghilang//
130. //kematian sebagai waktu di mana Allah berkenan memanggil
pulang buah ciptaanNya//
Contoh 129 tampak bahwa kematian diekspresikan dengan kata lilang
„terbang‟. Hal ini mencerminkan ideologi bahwa masyarakat ATL meyakini orang
yang meninggal dianggap pergi ke tempat yang jauh sehingga dia (almarhum)
tidak akan ditemui atau dilihat lagi. Menurut keterangan informan, ada satu ritual
yang selalu dilaksanakan, yakni ritual mengantar roh atau arwah orang yang
meninggal. Ritual ini tidak lagi dilaksanakan semenjak masyarakat ATL
mengenal agama.
Contoh 130 dapat diinterpretasikan bahwa kata memanggil pulang
mencerminkan ideologi tentang kekuasaan Tuhan sebagai sang pencipta sehingga
kehidupan dan kematian yang dialami oleh setiap umat adalah atas perkenaan-
Nya. Dengan demikian, menurut iman Kristen, kematian dianggap sebagai sebuah
anugerah yang harus disyukuri karena Tuhan mempunyai rencana yang indah
terhadap umat-Nya.
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data hasil pembahasan mulai dari Bab IV sampai
dengan Bab VII, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1) Struktur leksikogramatika TRGMAA terdiri atas sistem transitivitas, sistem
mood, dan sistem tema. Berdasarkan analisis sistem transitivitas, dapat
ditegaskan bahwa TRGMAA merupakan teks prosedural yang difokuskan pada
tindakan atau kejadian karena setiap partisipan yang terlibat dalam ritual
gasakda berusaha untuk memberikan bentuk pelayanan kepada almarhum. Hal
tersebut dibuktikan dengan persentase penggunaan proses material yang
menempati urutan teratas dengan jumlah 373 (42%). Urutan kedua diduduki
oleh proses relasional dengan jumlah 155 (17%). Selanjutnya, diikuti oleh
proses eksistensial yang berjumlah 124 (14%), proses mental berjumlah 108
(12%), proses perilaku berjumlah 75 (8%), dan proses verbal berjumlah 48
(5%).
Berdasarkan komposisi bentuk mood pada TRGMAA, ditemukan bahwa bentuk
mood yang paling banyak digunakan adalah mood deklaratif, yakni berjumlah 767.
Kemudian diikuti oleh mood imperatif sebanyak 91 atau 10%, mood
eksklamasi sebanyak 16 atau 2%, dan mood introgatif sebanyak 9 atau 1%.
Tingginya penggunaan mood deklaratif dapat dimaknai bahwa isi dari
TRGMAA mencakup penyampaian informasi dan pernyataan untuk menerima
sebuah realita hidup.
Tema topikal selalu ditonjolkan oleh para pelibat dalam TRGMAA, yakni
dengan perolehan sebanyak 580 jumlah tema. Selanjutnya diikuti oleh tema
tekstual yang berjumlah 253 dan tema interpersonal yang berjumlah 82.
Tingginya penggunaan tema topikal dalam TRG Ini berarti bahwa para pelibat
selalu menempatkan subjek/partisipan, proses, dan keterangan atau sirkumstan
sebagai inti pesan untuk dipertukarkan.
2) Konteks Situasi TRGMAA meliputi medan, pelibat dan sarana teks. Aktivitas
atau tindakan sosial yang terjadi pada TRGMAA meliputi teks tonih getawom
“duduk berunding”, teks ya lasting “pergi berdiri”, teks telingbae “nyanyian
ritual menumbuk padi”, teks katai sen “pemakaman”, dan teks tabiah gauk
“lipat kain”.
Pelibat (tenor) pada TRGMAA meliputi; (1) anak laki-laki sulung atau
yang disulungkan dalam keluarga memiliki tanggungan yang besar ketika
orang tuanya meninggal dunia, (2) paman merupakan orang yang berfungsi
untuk menyediakan barang-barang yang diminta atau dapat diistilahkan sebagai
depot logistik, (3) tua adat merupakan orang yang dituakan dalam keluarga dan
dipercayakan oleh anak laki-laki sebagai pengarah dalam hal memberikan
petunjuk tentang langkah-langkah yang harus dilalui dalam peristiwa gasakda,
dan (4) Pendeta sebagai pimpinan umat/jemaat memiliki peran untuk
memberitakan kabar keselamatan (injil) kepada umatnya agar mereka dapat
mengenal Allah sebagai Tuhan dan juru selamat dan dapat melakukan semua
perbuatan yang baik di mata Tuhan dan sesama manusia.
TRGMAA merupakan perpaduan antara teks lisan dan tulisan. Berdasarkan
derajat interaksi yang digunakan, penggunaan teks tulis lebih dominan dari pada
teks lisan. Hal tersebut dapat dibuktikan realisasi unsur konjungsi dan kontinuitas
pada tema tekstual yang memperlihatkan tingginya pemakaian unsur konjungsi
pada TRG dari pada unsur kontinuitas.
3) Struktur budaya atau genre TRGMAA berhubungan dengan tahapan-tahapan
dalam peristiwa kematian pada masyarakat adat ATL. Struktur genre
TRGMAA meliputi empat unsur, yakni: (1) bagian pra-pendahuluan, (2)
bagian pendahuluan, (3) bagian isi atau inti, dan (4) bagian penutup. Selain
memiliki struktur, TRGMAA juga memiliki tekstur atau
kesinambungan/keterkaitan makna antara satu teks dan teks yang lain.
4) Ideologi yang tercermin dalam TRGMAA yakni masyarakat ATL percaya
bahwa kematian merupakan panggilan Tuhan. Hal ini menyangkut kekuasaan
Tuhan atas ciptaanNya karena hanya Tuhanlah yang mempunyai kehidupan
kematian dianggap sebagai sebuah anugerah yang harus disyukuri karena Tuhan
mempunyai rencana yang indah terhadap umat-Nya.
8.2 Saran
1. Terkait dengan penggunaan BI dalam TRGMAA, maka BK
dikhawatirkan akan semakin terpinggirkan oleh interferensi BI yang
merupakan bahasa antara (lingua francae) bagi masyarakat Alor
khususnya generasi penerus BK. Atas pertimbangan tersebut, perlu
dialihbahasakan liturgi atau tata ibadah, Alkitab, kidung jemaat (KJ), dan
khotbah ke dalam BK sehingga kebertahanan BK sebagai salah satu
identitas budaya masyarakat adat ATL tetap terjaga.
2. Penelitian TRGMAA ini barulah menyentuh berberapa aspek dari segi
LSF. Sementara unsur ekspresi (fonologi), logiko semantik (makna), dan
metafora belum dikaji. Dengan demikian hal-hal tersebut menjadi
perhatian untuk dikaji lebih lanjut sehingga dapat memeroleh pemahaman
secara utuh dan menyeluruh.
3. Penelitian terhadap berbagai teks yang ada dalam khazanah budaya Alor
perlu dilakukan sehingga dapat memperkaya wawasan tentang aplikasi
teori LSF.
DAFTAR PUSTAKA
Adisaputra, Abdurahman. 2008. “Analisis Teks Materi Pembelajaran di Sekolah
Dasar (SD): Kajian Linguistik Sistemik Fungsional. Jurnal Ilmiah Bahasa
dan Sastra (LOGAT). Volume: IV No. 1. Universitas Sumatra Utara.
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakrta: Balai
Pustaka.
Anthoneta. 2010. Pemetaan Bahasa Kamang. Alor: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Alor. 2010. Karakteristik Penduduk
Kabupaten Alor: Hasil Sensus Penduduk 2010. Alor: BPS.
Bustan, Fransiskus. 2005. “Wacana Budaya Tudak dalam Ritual Penti pada
Kelompok Etnik Manggarai di Flores Barat: Sebuah Kajian Linguistik
Budaya”. Disertasi Doktor, Tidak Diterbitkan. Denpasar: Program Studi S3
Linguistik PPs Universitas Udayana.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Danbury. 1995. The New Lexicon Webster’s Dictionary of the English Language,
Vo. 2. USA: Lexicon Publications, Inc.
Djajasududarma, Fatimah T. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode
Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco.
Eggins, S. 1994. An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London:
Printer Publisher.
Fairclough, N. 1989. Language and Power. New York: Longman Group UK
Limited.
Fairclough, N. 1995. Critical Discourse Analysis: The Critical Study of Language.
Harlow-Essex: Longman Group Limited.
Fowler, R. 1985. Power. Dalam van Dijk, T. (Ed.), Handbook of Discourse
Analysis Volume 4: Discourse Analysis in Society (hlm. 61 82). London:
Academic Press.
Fowler, R. 1986. Linguistic Criticism. Oxford: Oxford University Press.
Fowler, R. 1996. On Critical Linguistics. Dalam Caldas-Coulthard, C.R. &
Coulthard, M. (Eds.), Texts and Practices: Reading in Critical Discourse
Analysis (hlm. 3 14). London: Routledge.
Halliday, M.A.K. 1973. Exploration in the Function of Language. London:
Edward Arnold.
Halliday, M.A.K. 1977. Language as Social Semiotic: Towards as General
Sociolinguistic Theory. Dalam Makkai, A., Makkai, V.B., & Heilmann, L.
(Eds.), Linguistics at the Crossroads (hlm. 13--41). Padova: Tipografia-La
Garangola.
Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotic: The Social Interpretation
of Language and Meaning. London: Edward Arnold.
Halliday, M.A.K. dan Hassan R. 1985. Language Context and Text: Aspect of
Language in a Social Semiotic Perspective. Australia: Deankin University.
Halliday, M.A.K. 1985. Spoken and Written Language. Australia: Deankin
University.
Halliday, M.A.K. 2002. On Grammar. London: Continuum.
Halliday, M.A.K. 2004. An Introduction to Functional Grammar. London:
Edward Arnold.
Kaelan, M. S. 2002. Filsafat Bahasa: Realitas Bahasa, Logika Bahasa,
Hermeneutika dan Postmodernisme. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Keraf, A, S. 2010. Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Leckie-Tarry, Helen and Birch, David. 1995. Language and Context: A
Functional Linguistic Theory of Register. London and New York: Pinter.
Rasna, I Wayan, 2010. “Transitivitas Pangiwa Teks Aji Blegodawa”. Jurnal
Linguistika. Universitas Udayana.
Retika, Thobyn R. 2012. Rangkuman Bunga Kenari: Sejarah dan Budaya
Kepulauan Alor. Surabaya: Penerbit Nidya Pusaka.
Riana, I Ketut. 1995. “Masyarakat Gebog Domas di Bali: Studi Tuturan dan
Semiotik Sosial”. Disertasi Doktor, Tidak Diterbitkan. Surabaya: PPs
Universitas Airlangga.
Sabon Ola, Simon. 2005. “Tuturan Ritual dalam Konteks Perubahan Budaya
Kelompok Etnik Lamaholot di Pulau Adonara, Flores Timur”. Disertasi
Doktor, Tidak Diterbitkan. Denpasar: Program Studi S3 Linguistik PPs
Universitas Udayana.
Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Santosa, Riyadi. 2004. “Peran Leksis dalam Analisis Teks”. Jurnal Linguistik
Indonesia, Tahun ke-22 No. 1: Universitas Negeri Sebelas Maret.
Santoso, Anang. 2008. “Jejak Halliday dalam Linguistik kritis dan Analisis
Wacana Kritis”. Jurnal Bahasa dan Seni, Tahun 36, Nomor 1. Universitas
Negeri Malang.
Saragih, A. 2002. “Bahasa dalam Konteks Sosial: Pendekatan Linguistik
Fungsional Sistemik terhadap Tata Bahasa dan Wacana”. Medan: Fakultas
Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
Stokhof, W.A.L. 1975. “Preliminary Notes on Alor and Pantar Languages (East
Indonesia, Pacific Linguistic)”. Department of Linguistics, Research School
of Pacific Studies: The Australian National University.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Sutama, Putu. 2010. “Teks Ritual Pawiwahan Masyarakat Adat Bali Analisis
Linguistik Sistemik Fungsional”. (Disertasi). Denpasar : Universitas
Udayana.
Sutjaya, I Gusti Made. 2001. Grup Nomina Bahasa Indonesia: Ancangan Sistemik
Fungsional. Denpasar: UPT Penerbit Universitas Udayana.
Van Dijk, T. 1985b. Introduction: The Role of Discourse Analysis in Society.
Dalam van Dijk, T. (Ed.), Handbook of Discourse Analysis Volume 4:
Discourse Analysis in Society (hlm. 1 8). London: Academic Press.
Lampiran: 1 KONTEKS SITUASI DAN UNSUR LINGUAL TRGMAA
I. Teks tonih getawom “pertemuan keluarga”
1) Pelibat (tenor)
a. anak laki-laki sulung: penanggung jawab dalam keluarga
b. paman: penyedia barang-barang yang diminta oleh anak laki-laki sulung
atau depot logistik
2) Sarana (mode)
a. BK ragam hormat
b. saluran yang dipilih adalah Lisan
c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib
d. tipe interaksi secara dialog
Bagian teks Prakiraan Struktur Unsur Lingual teks
Pra-pendahuluan
Unsur-unsur yang
harus muncul/wajib
pernyataan tentang keadaan orang tua
- No. 1-3 (TRG 1)
- No. 1-3 (TRG 2)
- No. 1-3 (TRG 3)
pernyataan menyanggupi permintaan
- No. 4-5 (TRG 1)
- No. 5 (TRG 2)
- No. 4-7 (TRG 3)
Unsur yang boleh
muncul/pilihan
seruan mempersiapkan barang
- No. 4 (TRG 2)
Unsur pengulangan -
II. Teks ya latsing “pergi berdiri”
1) Pelibat (tenor)
a. anak laki-laki sulung: penanggung jawab dalam keluarga
b. tua adat: orang yang dipercayakan keluarga duka untuk memimpin
jalannya prosesi ritual gasakda pada tahapan awal dan akhir.
c. paman: penyedia barang-barang yang diminta oleh anak laki-laki sulung
atau depot logistik.
2) Sarana (mode)
a. BK ragam hormat
b. saluran yang dipilih adalah Lisan
c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib
d. tipe interaksi secara dialog
Bagian teks Prakiraan Struktur Unsur Lingual Teks
Pendahuluan
Unsur-unsur yang
harus muncul/wajib
seruan memukul gong
- No. 6-9 (TRG 1)
- No. 6-9 (TRG 2)
- No. 8-11 (TRG 3)
pernyataan terjadinya kematian
- No. 10 (TRG 1)
- No. 10 (TRG 2)
- No. 12 (TRG 3)
seruan untuk memakai pakaian adat
- No. 11 (TRG 1)
- No. 11 (TRG 2)
- No. 13 (TRG 3)
seruan untuk pergi berdiri di paman
- No. 12-13 (TRG 1)
- No. 12-13 (TRG 2)
- No. 14-15 (TRG 3)
pernyataan tentang kematian
- No. 14 (TRG 1)
- No. 14-15 (TRG 2)
- No. 16 (TRG 3)
pernyataan meminta barang
- No. 15-18 (TRG 1)
- No. 16-18 (TRG 2)
- No. 17-20 (TRG 3)
pernyataan sepakat akan proses
- No. 19-23 (TRG 1)
- No. 19 (TRG 2)
- No. 21 (TRG 3)
seruan untuk mempersilahkan duduk
- No. 24 (TRG 1)
- No. 20 (TRG 2)
- No. 22 (TRG 3)
Unsur yang boleh
muncul/pilihan
pernyataan untuk mencari barang
- No. 25-27 (TRG 1)
pernyataan untuk menyanggupi
permintaan
- No. 28 (TRG 1)
pernyataan untuk mempersilahkan
masuk
- No. 29 (TRG 1)
seruan untuk makan sirih pinang
- No. 30-31 (TRG 1)
pernyataan untuk pamit
- No. 32 (TRG 1)
pernyataan untuk mengambil barang
- No. 33 (TRG 1)
Unsur pengulangan pernyataan untuk pamit
- No. 34 (TRG 1)
III. Teks telingbai “menumbuk padi”
1) Pelibat (tenor)
a. rombongan
2) Sarana (mode)
a. BK ragam hormat
b. saluran yang dipilih adalah Lisan
c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib
d. tipe interaksi secara monolog
Bagian teks Prakiraan Struktur Unsur Lingual teks
Pendahuluan
Unsur-unsur yang
harus muncul/wajib
pernyataan penyesalan akan kematian
- No. 35-36 (TRG 1)
- No. 22-23 (TRG 2)
- No. 23-24 (TRG 3)
pernyataan akan pesan dan kesan
kepada almarhum
- No. 37-50 (TRG 1)
- No. 24-37 (TRG 2)
- No. 25-38 (TRG 3)
Pernyataan perpisahan dengan
almarhum
- No. 51-55 (TRG 1)
- No. 38-42 (TRG 2)
- No. 39-43 (TRG 3)
Unsur yang boleh
muncul/pilihan
-
Unsur pengulangan -
IV. Teks katai sen “pemakaman”
1) Pelibat (tenor)
a. Pendeta: mengabarkan injil
b. jemaat/umat: pendengar
2) Sarana (mode)
a. BI ragam beku (frozen style)
b. saluran yang dipilih adalah tulisan yang dilisankan
c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib
d. tipe interaksi secara dialog dan monolog
Bagian teks Prakiraan Struktur Unsur Lingual teks
Inti
Unsur-unsur yang
harus muncul/wajib
panggilan beribadah
- No. 56-60 (TRG 1)
- No. 43-62 (TRG 2)
- No. 44-60 (TRG 3)
menyampaikan votum dan salam
- No. 61-65 (TRG 1)
- No. 63-75 (TRG 2)
- No. 61-65 (TRG 3)
membacakan nats pembimbing
- No. 66-71 (TRG 1)
- No. 76-83 (TRG 2)
- No. 66-78 (TRG 3)
menyampaikan berita penghiburan
- No. 72-102 (TRG 1)
- No. 99-119 (TRG 2)
- No. 77-99 (TRG 3)
menyampaikan doa pemberitaan
Firman
- No. 103-128 (TRG 1)
- No. 120-141 (TRG 2)
- No. 100-123 (TRG 3)
membacakan Firman Tuhan
- No. 129-141 (TRG 1)
- No. 142-191 (TRG 2)
- No. 124-156 (TRG 3)
berkhotbah/menyampaikan Firman
Tuhan
- No. 142-181 (TRG 1)
- No. 192-226 (TRG 2)
- No. 157-219 (TRG 3)
menyatakan Pengakuan Iman Rasuli
- No. 182-210 (TRG 1)
- No. 227-261 (TRG 2)
- No. 220-247 (TRG 3)
menyampaikan Doa Syafaat
- No. 211-221 (TRG 1)
- No. 262-283 (TRG 2)
- No. 248-261 (TRG 3)
memberi berkat
- No. 222-224 (TRG 1)
- No. 284 (TRG 2)
- No. 262-266 (TRG 3)
penyarahan dan penguburan jenazah
- No. 225-254 (TRG 1)
- No. 285-299 (TRG 2)
- No. 267-302 (TRG 3)
Unsur yang boleh
muncul/pilihan
-
Unsur pengulangan -
V. Teks tabiah gauk “lipat kain”
1) Pelibat (tenor)
a. tua adat: pemimpin prosesi gasakda yang dipercayakan keluarga
b. jemaat/umat: pendengar dan pelaksana
2) Sarana (mode)
a. BK ragam hormat
b. saluran yang dipilih adalah lisan
c. peran atau kedudukan bahasa bersifat wajib
d. tipe interaksi secara dialog
Bagian teks Prakiraan Struktur Unsur Lingual teks
Penutup
Unsur-unsur yang
harus muncul/wajib
seruan lipat kain
- No. 262-266 (TRG 1)
- No. 301-310 (TRG 2)
- No. 304-307 (TRG 3)
Unsur yang boleh
muncul/pilihan
seruan untuk berkumpul
- No. 300 (TRG 2)
- No. 303 (TRG 3)
pernyataan penyerahan kain
- No. 255 (TRG 1)
seruan untuk makan sirih pinang
- No. 256-261 (TRG 1)
Unsur pengulangan -
Lampiran 2 DATA TRGMAA
1. Teks Tonih Getawom “pertemuan keluarga”
Pelibat:
Anak laki:
nepa ela, lamisak ako ma’tta, gasilang di’ma dang na sue a’tau si
(paman, orang tua/bapak ada sakit, seandainya, bapak/orang tua meninggal,
saya datang untuk bertemu engkau)
Paman:
you, wou wonau ak gewet. lousi, sue
(iya, ada atau tidak, ini tempatnya. jadi, datanglah/kemarilah)
2. Teks Ya Latsing (pergi berdiri)
Pelibat:
Tua Adat:
krung almang bai mi me’silang wota//dumale-dumale bo ya yeng pia
lamiyenna gal yang lak lamisaka gasakdama
(Kasi turun gong pusaka dari gudang untuk dibunyikan agar anak-
anak perempuan kita yang sudah dilepas ketempat lain dapat
mengetahui bahwa tua adat sudah meninggal)
lamisak gabo’rang tano na ise yah tal ibinamet ante ya ko’bo gat da
pe’ fal, a sut
(orang tua sudah meniggal jadi kamu datang pake pakaian adat dan
pergi ke pohon pelepas untuk minta babi dan padi)
Anak laki-laki:
lammi, nepa silang sai kapela midima// ge maunong met, ge pebai fal, ye a
sai sut. ak na suama
(Paman, bapak saya sudah turun tidur di tempat tidur, bawah selimut
“maunong”, ikat dia punya babi besar, sendok dia punya padi lumbung.
Itu yang saya datang).
Paman:
i suak ye ye bai you wo ma kokata pang tamidang ye la gal ang mi. Ansak
ge pe bai, ge maunong, ye a sai ne gona ah te tang me si’ nih te nal ga fah.
Na ata fane, tang me si nih maisi baka ko na si sang te.
(Kamu sudah ikut dia punya jalan yaitu tali ubi kering dimana berarti
pohon ada di situ. Ansak punya babi besar, selimut maunong dan padi
lumbung tidak ada, tetapi masuk duduk baru saya cari. Saya terima
engkau, mari masuk duduk kita makan siri pinang)
Anak Laki-laki:
ak kangda ni mah low na
(Begitu jadi kami jalan)
Paman:
An nak ipe iya i mai si baka tolkon dante mi i wai sue
(Jadi kamu punya babi padi dan sirih pinang sebentar baru kamu
datang)
Anak laki-laki:
andah kara ni mah low na
(Begitu jadi kami jalan sudah)
3. Teks Telingbae (nyanyian ritual menumbuk padi)
Pelibat: tidak dibatasi
a. Lagu Sine Waneh na
Eno asare
Eno asare
(engkau paksa terus)
Eno sine bo sine waneh na
Eno sine bo sine waneh na
Eno sine bo sine waneh na
Eno sine bo sine waneh na
(Engkau anyam maka harus sampai selesai)
b. Lagu Kolona
a silang dimang sih (engkau sudah turun tidur)
e tam e dum kila same tang me otou o tawah sina (cucu-cucu, anak-anak,
dan turunanmu sudah datang berkumpul untuk engkau)
Kolona kolona kolona aile dangmai yee (engkau jalan, engkau jalan,
engkau tidak akan kembali)
aile daku dang mai, sua dangmai yee (engkau pergi tidak kembali, anak
cucumu telah datang tetapi engkau tidak kembali)
sua daku dangmai (anak cucumu datang, engkau pergi tidak kembali)
lela kaba, lamu farei, tiling pila, boko gasa, netam nedum pang geletei
ingsih (sakit penyakit, barang tajam yang membahayakan, segala yang
tidak baik dari anak dan cucumu engkau jauhkan)
getana mi e‟nih e‟ koh atang silei amama (pada waktu engkau duduk,
engkau tinggal, tanganmu terbuka)
te inak geng ni atak sina lo (tetapi, sekarang ini engkau benar-benar tidak
terlihat lagi)
inak geng al we ni letei bai damante (sekarang ini engkau sudah pergi jauh
meninggalkan kami)
Esul e king kang pang bei ni yopan sina lee (budi baik, hati baik kamu itu
kami tidak lupa)
lamisakal siletei, mat gal lomungbo (orang tua meninggalkan kita, tetapi
dia omong bilang)
kila same taweng simi tasama ba (turun temurun kita tetap baku sayang)
c. Lagu Atoida Lilama
Alak eng alak eng kul mi kang borang
Alak eng alak eng kul mi kang borang
(engkau adalah paling baik dari semua)
Reef : Lilang e lilang dak Atoida lilama
Lilang e lilang dak Atoida lilama
(terbang, engkau terbang bagaikan burung pergi menghilang)
Mi awaing ka nou bah mi awai ma
Mi awaing ka nou bah mi awai ma
(engkau kembali kalau bisa engkau kembali)
Mia sining ka nou bah mi asin ma
Mia sining ka nou bah mi asin ma
(engkau tukar kulit kalau bisa engkau tukar kulit)
d. Lagu You nare sei nare
You nare you nare you nare you nare
(betul tidak datang, betul tidak datang, betul tidak datang, betul tidak
datang)
Sei nare sei nare sei nare sei nare
(benar-benar tidak datang, benar-benar tidak datang, benar-benar tidak
datang, benar-benar tidak datang)
4. Teks Katai Sen (pemakaman)
I. DI RUMAH DUKA
PERSIAPAN
(keluarga duka mempersiapkan jenasa dan setelah itu pembawa acara
mempersilahkan pelayan untuk memimpin kebaktian pemakaman)
Jemaat : beridiri dan menyanyikan nyanyian dari KJ 454:1 “Indahnya
Saat Yang Teduh”
Indahnya saat yang teduh, menghadap tahta bapakku
Ku naikan doa padanya sehingga hatiku legah
Diwaktu bimbang dan gentar jiwaku aman dan segar
Ku bebas dari seteru didalam saat yang teduh
VOTUM
Pelayan : Dalam nama Bapak, Anak, dan Roh Kudus
SALAM
Pelayan : Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah didalam Tuhan kita
Yesus Kristus yang telah menyerahkan diriNya untuk
membebaskan kita dari maut untuk kehidupan kekal. Baginyalah
kemuliaan kekal selama-lamanya. AMIN. (jemaat duduk)
INTROITUS: NATS PEMBIMBING
Pelayan : (membaca nats pembimbing yang dipilih dari 1 Korintus 15:55)
“hai maut dimanakah kemenanganmu? Hai maut, dimanakah
sengatmu?”
Jemaat : (menyanyikan nyanyian dari KJ 37b : 4 “Batu Karang Yang
Teguh”
Bila tiba saatnya kutinggalkan dunia, dan kau panggil diriku
kehadapan takhtaMu, batu karang yang teguh, kau tempatku
berteduh
Pelayan : (menyampaikan berita penghiburan kepada keluarga duka dengan
membaca Kitab Mazmur 73 : 21-28)
“ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk
rasanya, aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku
didekat-Mu. Tetapi aku tetap didekat-Mu; engkau memegang
tangan kanan ku. Dengan nasihar-Mu Engkau menuntun aku, dan
kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan. Siapa
gerangan ada padaku di Sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak
ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis
lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-
lamanya. Sebab sesungguhnya, siapa yang jauh dari pada-Mu
akan binasa; Kau binasakan semua orang, yang berzinah dengan
meninggalkan Engkau. Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah;
aku menaruh tempat perlindunganku pada Tuhan Allah, supaya
dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya”.
Jemaat : (menyanyikan nyanyian dari KJ 266:1 “Ada Kota Yang Indah
Cerah”
Ada kota yang indah cerah, nampaklah bagi mata iman;
Rumah Bapak di Sorga baka, bagi orang yang sudah menang.
Reff. Indahnya saatnya kita jumpa di kota permai (2x)
PEMBERITAAN FIRMAN
a. DOA PEMBERITAAN FIRMAN
Pelayan : Tuhan Allah Bapak kami dalam kerajaan sorga, Bapak yang kami
puji dan sembah dalam anakMu Yesus Kristus. Kembali kami
datang kehadiratMu menaikkan segala puji dan syukur atas
pemeliharaan dan penyertaan Tuhan dalam hidup ini. Namun,
siapakah kami? Kami adalah orang berdosa. Bapak mari
mengampuni kami dan kuduskan kami.
Kini tiba saatnya kami anak-anakMu akan membaca dan
merenungkan Firman kebenaranMu. Kami undang
RoholkudusMu hadir pada saat ini dalam hati dan pikiran kami
dan juga biarlah roholkudusMu boleh menguasai ruang dan waktu
pada saat pemberitaan Firman Tuhan. Kami taruh hambahMu
yang Engkau pakai untuk menyampaikan Firman kebenaranMu.
Biarlah RohkudusMu boleh mengurapi hambahMu dalam
menyampaikan Firman kebenaranMu. Dan Bapak mampukan
kami agar dapat menerima FirmanMu dan tetap tertanam dalam
hati kami sehingga kami dapat melakukan di setiap kehidupan
kami. Terima kasih Tuhan, ini doa kami, berfirmanlah Tuhan
karena kami siap mendengar FirmanMu. Amin
b. PEMBACAAN ALKITAB
Pelayan : Membaca Alkitab (Ayub, 1: 20-22) “kesalehan Ayub dicoba”
Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur
kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya:
“dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan
telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang
memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!”
Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak
menuduh Allah berbuat yang kurang patut.
Pelayan : Demikianlah Firman Tuhan. “Berbahagialah setiap orang yang
mendengar Firman Allah dan memelihara dalam hidupnya”.
Haleluyah.
Jemaat : Menyanyikan nyanyian dalam KJ. 473
Haleluyah, hale – luyah, halelu-------yah
c. KHOTBAH
Pelayan : (Berkhotbah)
Peristiwa kematian pasti selalu meninggalkan perasaan duka
yang dalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Terlebih lagi apabila
yang pergi itu adalah orang tua atau orang-orang yang tinggal
dalam satu rumah. Hal itu akan memisahkan hubungan kasih yang
telah terjalin selama ini.
Kematian memang adalah kenyataan yang harus dihadapi
setiap manusia. Alkitab memberikan dua gambaran mengenai
kematian berdasarkan perbandingannya dengan kedatangan
Kristus.
Pertama, kematian digambarkan bagaikan pencuri yang datang
di waktu malam hari (1 Tesalonika, 5:2). Kedua, kematian
digambarkan sebagai mempelai laki-laki yang datang menjemput
mempelai wanita (Matius, 25: 1-13).
Kedua gambaran jelas memiliki makna yang berbeda.
Perbedaannya bukan terletak pada bagaimana cara kematiannya
atau kapan kematian itu terjadi, tetapi pada sikap kita dalam
menghadapi peristiwa kematian orang yang kita kasihi.
Kalau kita menganggap orang yang kita kasihi itu sebagai milik
pribadi kita, maka kematiannya akan kita rasakan sebagai seorang
pencuri yang datang dimalam hari. begitu mendadak dan
mengejutkan kita. dan yang pasti kita sangat tidak rela kehilangan
mereka.
Akan tetapi, jikalau kita menyadari bahwa segala sesuatu yang
ada pada kita bukan hanya milik kita pribadi, tetapi juga adalah
milik Tuhan, termasuk orang yang kita kasihi, maka kematiannya
akan kita rasakan sebagai panggilan seorang mempelai laki-laki
terhadap mempelai wanitanya. Penuh kelembutan dan kerinduan
akan cita kasih. Dan iya akan segera menikmati kedamaian
ditengah dekapan mempelai laki-laki.
Seringkali kita merasa bahwa diri kita sendirilah pemilik
kehidupan ini. Bukankah sesungguhnya manusia adalah milik
Tuhan? Bukankah kita ada karena Dia yang telah menciptakan
kita? Jika kita menganggap orang yang kita kasihi ini hanya milik
kita sendiri, maka kita telah merampas kedudukan Allah sebagai
pemilik kehidupan ini.
Marilah kita belajar seperti Ayup yang dapat berkata, “Tuhan
yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!”
Ditengah dukacita ini, ingatlah bahwa orang yang kita kasihi ini
juga adalah milik Tuhan. Dan ia pulang kembali kepada Kristus,
sang pemilik hidupnya. Amin.
PENGAKUAN IMAN RASULI
Pelayan : Bersama-sama dengan semua orang percaya di segala waktu dan
tempat, marilah kita mengaku iman kita berdasarkan Pengakuan
Iman Rasuli
P + J : - Aku percaya kepada Allah, Bapak yang Maha Kuasa, khalik
langit dan bumi.
- Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya yang tunggal, Tuhan
kita, yang dikandung dari pada Roh Kudus, lahir dari anak
dara Maria, yang menderita dibawah pemerintahan Pontius
Pilatus, disalibkan, mati, dan dikuburkan, turun ke dalam
kerajaan maut. Pada hari yang ketiga, bangkit pula dari antara
orang mati, naik ke sorga, duduk disebelah kanan Allah,
Bapak yang Maha Kuasa. Dan akan datang dari sana, untuk
menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
- Aku percaya kepada Roh Kudus, Gereja yang kudus dan am,
persekutuan orang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan
daging, dan hidup yang kekal.
Jemaat : Menyanyikan nyanyian KJ 286:3 “Sepanjang Jalan Tuhan
Pimpin”
Spanjang jalan Tuhan pimpin, kasihNya amat penuh
janjiNya bahwa Bapak, bri perhentian sungguh
Bila diriku yang baka meninggalkan dunia
Dalam sorga aku slamat karena Tuhan hentarkan (2x)
DOA SYAFAAT
Pelayan : Marilah kita bersama-sama mengucapkan Doa Bapak Kami
P + J : Bapak kami yang di Sorga, Dikuduskan namaMu, Datanglah
KerajaanMu, Jadilah kehendakMu di bumi seperti di Sorga!
Berikanlah kami pada hari ini, makanan kami yang secukupnya,
dan ampunilah kami, akan kesalahan kami, seperti kami juga
mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah
membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari
pada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan, dan
Kuasa dan Kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin
BERKAT
Jemaat : (Berdiri)
Pelayan : Allah sumber pengharapan, dalam Yesus Kristus, memenuhi
saudara-saudari dengan sukacita dan damai sejahtera, supaya oleh
Roh Kudus saudara-saudari berlimpah-limpah dalam pengharapan
Jemaat : Menyanyikan nyanyian dari KJ 478
A – min A – min A--- min
Jemaat : (Duduk)
II. DI TEMPAT PENGUBURAN
(Setelah jenasa tiba di kuburan, maka jenazah langsung dimasukkan ke dalam
liang kubur. Setelah itu pelayan dapat melanjutkan acara penguburan)
Jemaat : menyanyikan nyanyian dari DSL 98:1 “Kerumah Bapa Yang
Senang”
Kerumah Bapa yang senang, dimana tidak lagi prang
Dan tiada sukar dan cela, kesitu aku rindulah
Reff. Sabar ……. dalam susah sukarmu
Sabar ……. Tuhan ada sertamu
Sabar ……. Sabar …… Tuhan bri kuat padamu
Pelayan : Di tempat ini kita akan memakamkan jasad dari kekasih kita….
yang telah meninggal dunia. Meskipun kita berduka-cita karena
kepahitan maut telah menjadi bagian dari hidup kita, namun hidup
kekal yang dijanjikan kepada kita akan menghibur kita.
Kita semua akan diubah dalam sekejab mata, pada waktu bunyi
nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang
mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa,
dan kita semua akan diubah. Karena yang dapat binasa ini harus
mengenakan yang tidak dapat mati, maka genaplah firman Tuhan
yang tertulis:
“Maut telah ditelan dalam kemenangan.
Hai maut dimanakah kemenanganmu?
Hai maut dimanakah sengatmu (1 Korintus 15:52-56)
Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya
Ia menjadi Tuhan baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-
orang hidup. (Roma 14:9)”
Jemaat : Menyanyikan nyanyian dari KJ 408:3 “Dijalanku Nyata Sangat”
Dijalanku nyata sangat, kasih Tuhan yang mesra
Dijanjikan perhentian dirumah yang baka
Jika jiwaku membumbung meninggalkan dunia
Ku nyanyikan tak hentinya kasih dan pimpinanNya (2x)
PENYERAHAN
Pelayan : Karena Allah Bapak yang Maha Kuasa, dalam kasih karuniaNya
yang besar telah berkenan memanggil kekasih kita…, maka
marilah kita menguburkan jenazahnya sambil memandang kepada
Dia yang berkata:
“Akulah Kebangkitan dan hidup; Barang siapa yang percaya
kepadaKu, ia akan hidup walaupun sudah mati”.
Pelayan : (Mengambil segenggam tanah)
Saudara Ansak, kami memakamkan engkau dalam nama Bapa,
Putera dan Roh Kudus, Amin.
(Pelayan membuang tanah dalam genggaman ke dalam liang
lahat. Setelah kata-kata ini maka kubur dapat ditutup dan ibadah
selesai).
5. Teks Tabiah Gauk (lipat kain)
Pelibat:
Tua Adat dan keluarga terdekat
dum male lami ta, lamisak ge tabiah me se natang ita mante, maisi baka tomin
tanou na sis a si katen te si sipa ge tabia gauk
(Anak perempuan lepas dan pihak laki-laki, bapak punya kain-kain sudah
serahkan di saya punya tangan tetapi ada siri pinang jadi kita mama makan
dulu baru lipat kita punya bapak punya kain-kain)
Oooo…mama sirih pinang baru kita lipat kain
Oooo…maisi baka si san te si tabia gauk
Ooo…era apa gauk
Ooo…engkau lipat ini
Ooo…era nonga gauk
Ooo…engkau lipat seliput
Yah…era apa gauk
Yah..engkau lipat ini
Apa mau gatoling?
Ini siapa punya bagian?
Kul apa mau gatoling?
Dan ini siapa punya bagian?
Yah…an’nak ingko me tau gaming gapa sisi
Yah…yang tadi itu taruh di tempat kain mana?
Lampiran 3 PETA KABUPATEN ALOR