Upload
made-adi-suadnyana
View
872
Download
12
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
THE LITTLE MAN TATE
Disusun dalam rangkaUjian Tengah Semester (UTS)
Mata Kuliah :
PSIKODIAGNOSTIKA
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Amitya Kumara, MS.Edilburga Wulan S., S. Psi., M. Psi
Disusun oleh :
Made Adi Suadnyana (PS/05978)
Fakultas PsikologiUniversitas Gadjah Mada
2010/2011
THE LITTLE MAN TATE
“ Sebuah Film tentang Anak Berbakat ”
“The Little Man Tate” adalah sebuah film yang
mengisahkan seorang anak laki-laki berusia sekitar 7
tahun bernama Fred Tate (Adam Hann-Byrd), anak SD
kelas dua yang memiliki bakat yang sangat luar biasa. Ia
adalah seorang anak yang pendiam, tidak banyak bicara,
pencemas, memiliki penyakit radang lambung, dan
seorang anak yang sangat perasa. Sayangnya, ia sulit
bergaul dengan teman sebayanya, walaupun pada
dasarnya ia adalah anak yang baik, ramah, sangat
perhatian, dan peka. Satu hal yang sangat ia inginkan hanyalah seorang teman yang
bisa diajaknya makan siang bersama.
Fred Tate memiliki seorang Ibu yang biasa dipanggilnya “Dede” (Jodie
Foster), seorang single-parent yang tidak menikah, wanita mandiri, dan bekerja
sebagai waitress yang terkadang memiliki keinginan untuk menjadi penari. Dede
sangat mencintai, menyayangi dan menjaga Fred Tate. Ia seorang ibu yang baik yang
sangat peduli dengan anaknya. Sehari-hari setelah pulang kerja ia biasa menjemput
Fred di Sekolahnya, pulang ke rumah dan terkadang mengajak Fred
berdansa.Walaupun dia tahu Fred bahwa Fred berbakat dan sangat brilian, ia berusaha
menutupinya dari dunia luar karena ia takut Fred akan berubah menjadi orang yang
aneh, termasuk saat Jane Grierson (Dianne Weist) mencoba membujuk Dede untuk
bersedia memberi ijin membawa Fred ke sebuah acara 5 tahunan yaitu “The Odyssey
of the Mind” atau kompetisi perjalanan pikiran, semacam Olimpiade mental untuk
anak-anak berbakat (gifted).
Fred Tate berbakat menulis puisi, melukis baik dengan menggunakan kapur,
cat minyak dan juga cat air. Ia juga sangat piawai bermain piano, walaupun ia tidak
pernah menunjukkannya di sekolah. Fred Tate memiliki kemampuan dalam bidang
fisika dan matematika tanpa batas. Bakat-bakat luar biasa yang dimiliki Fred
membuat Jane Grierson ingin mempelajarinya lebih jauh. Ia (Jane) menaruh perhatian
yang sangat besar pada anak-anak berbakat dan sangat paham dengan kondisi mereka.
Ia berpikir bahwa selama ini banyak anak berbakat yang dianggap sebagai jenius,
banyak anak berbakat yang mengalami tekanan keberadaan diri. Luka bathin akibat
berbagai tekanan akibat perbedaan tersebut mungkin sangat menyakitkan. Oleh
karenanya, ia berpendapat bahwa anak-anak berbakat harus diberikan pendidikan
yang sesuai dan diperkenalkan dengan anak-anak lain yang juag berbakat. Pada suatu
kesempatan ia menawarkan Fred Tate untuk mengikuti sebuah acara bertajuk “The
Odyssey of the Mind” atau kompetisi perjalanan pikiran, semacam Olimpiade mental
untuk anak-anak berbakat (gifted). Walaupun di awal ia dilarang oleh Dede, namun
akhirnya Dede membiarkannya untuk membawa Fred ke acara tersebut. Di sanalah
Fred bertemu dengan banyak anak berbakat lainnya. Ia juga menemukan banyak
teman seperti yang ia inginkan, namun sekembalinya dari sana, ia mengalami
beberapa perubahan seperti sikap dan cara bicaranya yang sedikit membuat Dede
heran dan cemas.
Pada suatu ketika Jane berbicara dengan Dede dan mengatakan bahwa ia
(Jane) akan mengajak Fred untuk kuliah musim panas di Universitas Field Hurst,
untuk satu mata kuliah, namun Dede menolaknya karena ia sudah memiliki rencana
liburan ke Florida, disamping itu ia cemas dengan keadaan Fred, ia menganggap Fred
sudah terlalu banyak mencemaskan sesuatu, apalagi harus kuliah. Setelah Jane
menjelaskan semuanya, akhirnya dengan berat hati, Dede merelakan putra tercintanya
untuk pergi kuliah bersam Jane, sedangkan dirinya berlibur ke Florida sembari
menerima tawaran kerja sebagai penari.
Dalam perjalanan kuliahnya, Fred bertemu dengan Edi seorang mahasiswa di
salah satu jurusan di universitas tersebut. Edi sebelumnya sempat membuatnya
pingsan karena melempar bola dunia dengan sembarang dan tepat mengenai kepala
Fred. Edi dan Fred kemudian menjadi teman akrab yang acapkali bermain piano,
biliard, poker, dan naik vespa bersama. Namun karena suatu hal, Fred kecewa dengan
Edi yang sudah dianggapnya seorang sahabat. Itu semua membuat Fred kacau. Dia
tidak lagi kuliah dengan baik, dia juga tidak berlaku sesuai dengan apa yang
diharapkan sewaktu tampil di acara TV. Dia juga menanyakan seseuatu hal yang
sangat pribadi kepada Jane Grierson yang membuatnya (Jane) terdiam. Keadaannya
semakin bertambah ketika ia tidak bisa menghubungi ibunya yang sedang bersenang-
senang. Ia sangat kesal, marah dan merasa bersalah. Akhirnya diam-diam Fred pulang
ke rumah, sampai ia bertemu ibunya kembali. Namun ternyata apapun yang Fred
katakan pada Jane, membuat Jane sadar akan sesuatu.
Semua hal yang tersebut akhirnya membuat kehidupan Fred berubah seperti
yang ia inginkan, dan diulang tahunnya yang ke delapan ia berbahagia dengan pesta
ulang tahunnya dan juga orang-orang di sekitarnya, dan ia sudah tidak lagi
mencemaskan apapun.
TINJAUAN TEORITIS
Keterbakatan (Giftedness)
United States Office of Education (1972) mendefinisikan keterbakatan sebagai
berikut : mereka yang berbakat dan bertalenta adalah mereka yang diidentifikasikan
oleh orang-orang yang profesional sebagai anak yang mampu mencapai prestasi tinggi
karena mempunyai kemampuan-kemampuan unggul. Kemampuan-kemampuan
tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi kemampuan
intelektual umum, kemampuan akademik khusus, kemampuan berpikir kreatif
produktif, kemampuan memimpin, kemampuan dalam salah satu bidang seni, dan
kemampuan psikomotor (lihat Herkusumo, Munandar, & Bonang, 2009)
Renzulli dan kawan-kawan (1981) dari hasil penelitiannya menyimpulkan
bahwa yang menentukan keterbakatan seseorang adalah adanya tiga kelompok ciri
yaitu kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, dan pengikatan diri atau tanggung
jawab terhadap tugas. Sejauh mana seseorang dapat disebut sebagai berbakat
tergantung dari saling keterikatan antara ketiga ciri tersebut di atas, dimana setiap
kelompok mempunyai peran yang sama-sama menentukan. Renzulli menjabarkan
ketiga ciri tersebut sebagai berikut:
1. Ciri-ciri intelektual antara lain mudah menangkap pelajaran, ingatan yang
baik, penalaran yang tajam, daya konsentrasi yang baik, menguasai banyak
bahan tentang bermacam topik, senang dan sering membaca, serta
memiliki daya abstraksi yang tinggi.
2. Ciri-ciri kreativitas antara lain dorongan ingin tahu yang besar, sering
mengajukan pertanyaan yang baik, memberi banyak gagasan, menonjol
dalam satu bidang seni, rasa humor yang tinggi, dapat bekerja sendiri,
senang mencoba hal-hal baru.
3. Ciri-ciri keterikatan terhadap tugas antara lain tekun menghadapi tugas,
ulet menghadapi kesulitan, tidak memerlukan dorongan dari luar untuk
berprestasi, senang dan rajin belajar, cepat bosan dengan tugas-tugas rutin,
dapat mempertahankan pendapat, mengejar tujuan jangka panjang.
Pada keseluruhan populasi anak usia sekolah terdapat kelompok yang
termasuk kelompok di bawah normal, normal (biasa) dan di atas normal (berbakat).
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan kelompok siswa berbakat dan kelompok
siswa biasa digunakan Intellegency Quotient (IQ). Penggolongan IQ yang banyak
digunakan adalah dari Wechsler dan Terman. Menurut Kitano (1986) untuk
mempertimbangkan siswa berbakat atau tidak, siswa harus memperlihatkan kinerja
yang superior (unggul) dan batas kriteria tergantung pada tipe skor yang diberikan
oleh alat ukur. Kriteria umum yang digunakan adalah 2 persen dari penyimpangan
baku di atas rata-rata, 130 untuk Wechsler dan 132 untuk Stanford Binet.
Menurut Utami Munandar (1987) untuk bakat intelektual masih tepat jika IQ
130 menjadi patokan dan kriteria, tetapi belum tentu untuk bakat seni, bakat kreatif
produktif dan bakat kepemimpinan. Pada penelitian ini penentuan batasan siswa yang
berbakat adalah mereka yang memiliki IQ di atas 130 (sangat unggul) dan siswa yang
tergolong siswa biasa adalah mereka yang memiliki IQ antara 90-109 (rata-rata).
Tes Psikologis
Tes psikologis pada dasarnya adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan
atas sampel perilaku tertentu. Tes-tes psikologis mirip dengan tes-tes dalam ilmu-ilmu
lainnya., sejauh observasi dibuat atas sampel yang kecil, namun dipilih secara hati-
hati atas perilaku individu. Dalam hal ini, psikolog bekerja dengan cara yang sama
seperti ahli biokimia yang melakukan tes darah pasien atau suplai air masyarakat
dengan menganalisis satu sampel atau lebih dari satu. Nilai diagnostik atau prediktif
tes psikologis tergantung pada sejauh mana tes itu menjadi indikator dari bidang
perilaku yang relatif luas dan signifikan (Anastasi & Urbina, 2007; Gregory, 2007).
Tes psikologi pada umumnya dan tes inteligensi khususnya merupakan alat
yang sangat efektif dan bermanfaat di tangan para ahli yang terdidik dan terlatih. Di
tangan mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi, atau tidak
terlatih dalam penggunaan dan interpretasinya, suatu tes menjadi sangat berbahaya.
Tes yang digunakan secara salah atau yang disalahgunakan akan sangat merugikan
bagi orang yang dites dan bagi institusi yang berkepentingan.
Di sisi lain, ketepatan interpretasi hasil tes sangat bergantung pada dua
karakteristik utama yang harus dipunyai oleh setiap tes, yaitu reliabilitas dan validitas.
Reliabilitas menyangkut sejaumana hasil tes tersebut konsisten dari waktu ke waktu.
Validitas menyangkut masalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan hasil ukur tes.
Karakteristik reliabilitas dan validitas ini tidak dapat dipenuhi dengan
sempurna. Pengukuran mental tidaklah dapat dilakukan secermat penguuran terhadap
aspek fisik atau terhadap materi konkret. Tes dan pengukuran inteligensi tentu tidak
luput dari kemungkinan masalah tersebut. Disinilah pentingnya pengujian reliabilitas
dan validitas bagi tes yang akan digunakan untuk kepentingan umum. Hasil tes
inteligensi yang tinggi sebenarnya tidak menjanjikan apa-apa selama tidak ditopang
oleh faktor-faktor lain yang kondusif, begitu juga sebaliknya (Gregory, 2007).
IDENTIFIKASI DAN PENEGAKAN DIAGNOSA ANAK BERBAKAT
DENGAN TES PSIKOLOGI
Proses identifikasi dan diagnosa anak berbakat (gifted Children) memerlukan
serangkaian proses yang panjang dan beragam. Berbagai macam perspektif, metode
dan alat ukur psikologi digunakan dalam proses identifikasi dan penegakan diagnosa
untuk menyatakan bahwa seorang anak itu berbakat (gifted). Salah satu proses
identifikasi awal yang lazim digunakan adalah tes inteligensi (misalnya The Wechsler
Tests, Stanford-Binet Intellegence Scale, dsb.).
Tes Inteligensi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama, yaitu tes
secara individu dan kelompok. Tes Inteligensi secara kelompok digunakan untuk
tujuan yang lebih luas dan beragam seperti dalam setting sekolah dan militer.
Sedangkan untuk situasi klinis, jenis tes yang paling banyak digunakan adalah tes
inteligensi secara individual. Tes inteligensi secara individual yang tidak
membutuhkan penggunaan bahasa (perilaku verbal) disebut performance test.
Sedangkan tes yang bergantung pada penggunaan kata-kata dan angka-angka disebut
verbal test. Tes inteligensi yang paling bernilai dan dapat digunakan secara luas
dalam situasi klinis adalah tes yang mengkombinasikan keduanya, tes verbal dan
performa. Salah satu tes performa yang digunakan secara luas saat ini adalah
Goodenough Draw-A-Person Test (DAP) dan Raven Progressive Matrices Test
(RPM). Tes inteligensi mungkin membantu dalam proses identifikasi para anggota
dari populasi istimewa pada keseluruhan point dalam jarak yang memungkinkan
dalam kemampuan manusia (Cohen & Swerdlik, 2005, hal252).
Menurut Kitano (1986) untuk mempertimbangkan siswa berbakat atau tidak,
siswa harus memperlihatkan kinerja yang superior (unggul) dan batas kriteria
tergantung pada tipe skor yang diberikan oleh alat ukur. Kriteria umum yang
digunakan adalah 2 persen dari penyimpangan baku di atas rata-rata (130 untuk
Wechsler dan 132 untuk Stanford Binet). Namun, tes inteligensi hanyalah salah satu
cara yang biasa digunakan dalam proses identifikasi, identifikasi pada anak berbakat
idealnya tidak boleh hanya berdasarkan tes inteligensi, namun juga harus didasarkan
pada tujuan dari program yang dimana alat-alat tes inteligensi tersebut digunakan.
Berikut di bawah ini adalah beberapa metode serta alat-alat ukur psikologi yang dapat
digunakan oleh para psikolog atau orang profesional lainnya sebagai sumber
tambahan untuk menegakkan diagnosa yang tepat dan ajeg.
1. Skala Inteligensi Stanford-Binet (Stanford-Binet Intellegence Scale)
Skala inteligensi ini merupakan hasil revisi dari Lewis Terman,
seorang Profesor dari Universitas Stanford, yang membawa tes Binet dari
Prancis ke Amerika Serikat, menterjemahkannya ke dalam bahasa Inggris dan
menyesuaikan beberapa aitemnya dengan kultur Amerika. Skala Stanford-
Binet mengandung sebagian besar aitem verbal, dan menghasilkan skor IQ
tunggal (Passer&Smith, 2006, hal316). Stanford Binet IQ Test ini juga
dirancang untuk menguji kecerdasan dalam empat bidang, termasuk penalaran
verbal, penalaran kuantitatif, penalaran abstrak dan visual, dan keterampilan
memori jangka pendek. Skala Inteligensi Stanford-Binet merupakan tes
inteligensi pertama yang menyediakan administrasi dan instruksi penilaian
yang tertata dan terinci. Juga merupakan tes Amerika pertama yang memakai
konsep IQ, serta yang pertama menggunakan konsep alternate item. Tes ini
menggunakan deviasi IQ untuk mengetahui mental age seseorang (umur
dimana seorang individu menampakkan level intelektualitasnya). Edisi tes
Stanford Binet yang terbaru adalah edisi ke 5 (2003) yang mampu digunakan
untuk mengetes range umur 2-85 tahun. Menurut K.A Becker didalam
bukunya History of the Stanford-Binet Intelligence scales: Content and
Psychometrics, ada beberapa keuntungan dari penggunaan tes Stanford –Binet
ini, diantaranya:
o Lebih gamelike dari versi sebelumnya, dan banyak karya seni penuh
warna, serta mainan
o Mengikuti norma Sensus 2000 US
o Terdiri atas tes verbal dan juga non-verbal
o Terdiri atas nilai general composite dan juga beberapa factor score
o Berkelanjutan dengan versi sebelumnya
o Bisa digunakan untuk jarak umur yang lebar
Tes ini didasarkan pada Teori kemampuan intelektual Cattel-
Horn-Carrol (CHC), dengan menggunakan kelima faktor CHC dan
mengekuivalenkannya dengan SB5.
CHC Factor name SB5 Factor
Name
Penjelasan Singkat Sampel
Subtes SB5
Fluid Fluid Reasoning Penyelesaian soal Matrices (NV)
Intelligence(Gf) (FR) cerita, memahami
hubungan yang tidak
berkaitn secara ultural
Analogi
Verbal (V)
Crystallized
Knowledge (Gc)
Knowledge
(KN)
Keterampilan dan
pengetahuan yang
diperoleh dari
pendidikan
formal/non
Kesalahan
gambar (NV)
Vocabulary
Quantitative
Knowledge (Gq)
Quantitative
Reasoning (QR)
Pemikiran metematis Verbal/Non
Quantitative
reasoning
Visual Processing
(Gv)
Visual-Spatial
Processing (VS)
Kemampuan melihat
bagun ruang dan
hubungan serta
orientasi spasial
Posisi dan
arah (V)
Papan bentuk
(NV)
Short-Term
Memory (Gsm)
Working
Memory (WM)
Proses kognitif yang
disimpan sementara
Mengingat
kalimat (V)
Pada dasarnya, materi-materi standar yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan tes mencakup buku-buku kecil berisi kartu-kartu tercetak
untuk presentasi; flip-over soal-soal tes, objek-objek tes, misalnya balok-
balok, papan bentuk, manik-manik yang diberi berbagai macam warna dan
bentuk, dan sebuah gambar besar boneka yang uniseks dan multi etnik; sebuah
buku catatan kecil untuk penguji guna mencatat dan memberikan skor pada
respons; serta pedoman untuk menyelenggarakan dan menskor skala (Anastasi
& Urbina, 2007; Cohen & Werdlik, 2005; Gregory, 2007).
Beberapa contoh item-item dalam Skala Inteligensi Stanford-Binet
Usia Tugas
2
Menyebut bagian-bagian tubuh: Kepada anak ditunjukkan sebuah
kertas yang besar dan diminta untuk menunjukkan berbagai bagian
tubuh.
3 Ketrampilan visual motorik: Kepada anak ditunjukkan sebuah
jembatan yang disusun dari tiga balok dan diminta untuk
membangun jembatan seperti itu; Dapat meniru sebuah lingkaran.
4
Analogi yang berlawanan: Mengisi titik-titik dengan kata yang tepat
jika ditanya: “Saudara laki-Iaki seorang pria adalah ; Saudara
perempuan adalah seorang .....” ; “Siang hari terang, malam
hari.........”
Penalaran: Menjawab dengan tepat jika ditanya:
“Mengapa kita memerlukan rumah?”
“Mengapa kita memerlukan buku?”
5
Perbendaharaan kata: mendefinisikan kata seperti: bola, topi, dan
tungku.
Ketrampilan visual motorik: Dapat meniru gambar sebuah persegi
empat
6Konsep angka: Dapat memberikan 9 buah balok kepada penguji jika
diminta melakukannya.
8Ingatan tentang cerita: Mendengarkan sebuah cerita dan menjawab
pertanyaan tentang cerita tersebut
14Kesimpulan: Penguji melipat sehelai kertas beberapa kali,
menggunting sudutnya setiap kali melipat.
Dewasa (15
tahun ke atas)
Subjek ditanya tentang cara menetapkan jumlah lubang yang akan
terjadi bila kertas itu dibentangkan. Perbedaan: Dapat menjelaskan
perbedaan antara “kesengsaraan dan kemiskinan”;
“watak dan reputasi”
Ingatan tentang angka yang dibalik: Dapat mengulang enam angka
secara mundur (dalam susunan terbalik) setelah dibaca keras oleh
penguji.
Dalam penegakan diagnosa untuk anak berbakat (gifted) tes stanford-
binet adalah yang paling sering digunakan selain Wechsler. Anak berbakat
atau gifted dapat ditentukan jika pada skor IQ tes ini, berada diatas 130.
2. Tes Wechsler
Dua dekade setelah Lewis Terman memperkenalkan Tes Binet versi
Amerika, seorang psikolog bernama David Wechsler telah mengembangkan
sebuah kompetitor utama bagi skala Stanford-Binet. Wechsler percaya bahwa
Stanford-Binet terlalu fokus pada kemampuan verbal. Dia berpendapat bahwa
inteligensi haruslah diukur sebagai sebuah kelompok yang jelas dan terkait
dengan kemampuan verbal maupun non-verbal. Pada 1939 The Wechsler
Adult Intelligence Scale (WAIS) muncul, dibarengi dengan the Wechsler
Intelligence Scale for Children (WISC) pada tahun 1955, dan the Wechsler
Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI) pada tahun 1967. Tes
Wechsler adalah tes yang dilaksanakan secara individu (sendiri-sendiri), dan
merupakan tes inteligensi berjenis komposit. Terdapat area-area dari
kemampuan intelektual dan aspek kepribadian yang berbeda yang dapat
diamati melalui tes ini. Setiap versi skala tes inteligensi Wechsler
menyediakan 3 nilai IQ yang berbeda: IQ keseluruhan, IQ verbal, dan IQ
performa. Tes Wechsler (WAIS-III dan WISC-IV) ini dinyatakan sebagai tes
yang paling baik dari semua jenis yang ada, sebab menggunakan properti
psikometrik dan menghasilkan hasil yang elevan untuk praktis-praktisinya.
Oleh karena itu, Wechsler menjadi tes yang paling sering digunakan dalam
praktis klinis. Berikut adalah beberapa contoh item-item dalam WISC
(Wechsler Intelligence Scale for Children).
Tes Uraian
Skala Verbal
Information Pertanyaan-pertanyaan tentang informasi yang umum: misalnya,
"Satu kilogram sarna dengan berapa pon?"
ComprehensionMengukur infonnasi praktis dan kemampuan untuk mengevaluasi
pengalaman masa lampau; misalnya, “Mengapa kita perlu
menabung?”
Arithmetic Soal-soal verbal yang mengukur penalaran aritmetika
Similarities Menanyakan kesamaan objek atau konsep tertentu (misalnya: telur
& benih)
Digit Span (Deret
angka)
mengukur pemikiran abstrak. Serangkaian angka yang disajika
secara auditoris (misalnya 7-5-6-3-8) diulang dari depan atau dari
belakang; mengukur perhatian dan ingatan luar kepala
Vocabulary Mengukur perbendaharaan dan makna kata
Skala Performance
Digit symbolTugas pengkodean yang diberi batas waktu dimana angka
diasosiasikan dengan berbagai macam bentuk tanda; mengukur
kemampuan belajar menulis.
PictureBagian yang hilang dari gambar yang completation tidak lengkap
harus dicari dan disebutkan; mengukur kemampuan untuk
memahami dan menganalisis pola.
Block designSusunan yang tergambar harus ditim dengan menggunakan balok;
mengukur kemampuan untuk memahami dan menganalisis pola.
Picture
Serangkaian gambar harus disusun arrangement menjadi cerita
yang hidup dengan urutan ke kanan; mengukur pemahaman
tentang situasi sosial.
Object
Potongan-potongan kayu harus disatukan assembly untuk
membentuk suatu benda yang sempurna;mengukur kemampuan
yang berkaitan dengan hubungan bagian-keseluruhan
WPPSI – tes inteligensi yang didesain untuk anak usia 2 tahun 6 bulan
sampai dengan usia 7 tahun 3 bulan yang dikembangkan oleh David Wechsler
pada tahun 1967. Tes ini merupakan turunan dari tes pendahulunya yaitu
WAIS dan WISC. WPPSI telah direvisi sebanyak dua kali, yaitu pada tahun
1989 dan 2002. Versi terbaru dari tes ini, WPPSI-III, dipublikasikan oleh
Harcourt Assessment. Revisi pada WPPSI-III melengkapi subtes dan susunan
skor yang menggambarkan fungsi intelektual dalam verbal dan penyediaan
bidang kognitif, seperti halnya menyediakan sebuah susunan skor yang
menggambarkan kemampuan intelektual anak secara keseluruhan.
WISC – tes inteligensi yang digunakan untuk mengukur kecerdasan
anak usia 8 tahun-15 tahun 11 bulan yang dilakukan tanpa membaca atau
menulis. Tes ini mengukur skor IQ. WISC pada awalnya dikembangkan
sebagai perluasan turunan terhadap WAIS pada tahun 1949. Edisi revisi pada
tahun 1974 disebut WISC-R, dan edisi ketiga, yaitu WISC-III, direvisi pada
tahun 1991. Sedangkan versi sekarang atau yang terbaru, yaitu WISC-IV,
diproduksi pada tahun 2003. Format tes WISC terdiri dari 10 subtes inti dan 5
subtes tambahan. Subtes tambahan digunakan untuk mengakomodasikan
siswa dala kasus tertentu yang jarang terjadi. Subtes ini menghasilkan sebuah
Full Scale Score (FSIQ) dan 4 skor gabungan yang diketahui mengindikasikan
Verbal Comprehension (VCI), Perceptual Reasoning (PRI), Processing Speed
(PSI), dan Working Memory (WMI). WISC adalah salah satu dari bagian skala
inteligensi Wechsler. Subjek yang berusia lebih dari 16 tahun dites dengan
menggunakan WAIS, dan anak usia 3-7 tahun 3 bulan dites dengan
menggunakan WPPSI.
Revisi skala WISC yang dinamai WISC-R diterbitkan tahun 1974 dan
dimaksudkan untuk mengukur inteligensi anak-anak usia 6 sampai dengan 16
tahun. WISC-R terdiri atas 12 subtes yang dua diantaranya digunakan hanya
sebagai persediaan apabila diperlukan penggantian subtes.
Pemberian skor pada subtes WISC-R didasarkan atas kebenaran
jawaba dan waktu yang diperlukan oleh subjek dalam memberikan jawaban
yang benar tersebut. Skor tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk
angka standar melalui table norma sehingga akhirnya diperoleh satu angka IQ-
deviasi untuk skala verbal, satu angka IQ-deviasi untuk keseluruhan skala.
WAIS-R terdiri dari skala verbal dan skala performansi. Secara lebih
terperinci, isi masing-masing subtes dalam skala verbal adalah sebagai
berikut:
1. Informasi
Berisi 29 pertanyaan mengenai pengetahuan umum yang dianggap dapat
diperoleh oleh setiap orang dari lingkungan sosial dan budaya sehari-hari
dimana ia berada.
2. Rentang Angka
Berupa rangkaian angka antara 3 sampai 9 angka yang disebutkan secara lisan
dan subjek diminta untuk mengulangnya dengan urutan yang benar.
3. Kosa Kata
Berisi 40 kata-kata yang disajikan dari yang paling mudah didefinisikan
sampai kepada yang paling sulit.
4. Hitungan
Berupa problem hitungan yang setaraf dengan soal hitungan di sekolah dasar.
5. Pemahaman
Isi subtes ini dirancang untuk mengungkap pemahaman umum.
6. Kesamaan
Berupa 13 soal yang menghendaki subjek untuk menyatakan pada hal apakah
dua benda memiliki kesamaan.
Untuk skala performansi adalah sebagai berikut:
1. Kelengkapan Gambar
Subjek diminta menyebutkan bagian yang hilang dari gambar dalam kartu
yang jumlahnya 21 kartu.
2. Susunan Gambar
Berupa delapan seri gambar yang masing-masing terdiri dari beberapa kartu
yang disajikan dalam urutan yang tidak teratur.
3. Rancangan Balok
Terdiri atas suatu seri pola yang masing-masing tersusun atas pola merah-
putih. Setiap macam pola diberikan di atas kartu sebagai soal.
4. Perakitan Objek
Terdiri dari potongan-potongan langkap bentuk benda yang dikenal sehari-
hariyang disajikan dalam susunan tertentu.
5. Simbol Angka
Berupa Sembilan angka yang masing-masing mempunyai simbolnya sendiri-
sendiri. Subjek diminta menulis symbol untuk masing-masing angka di bawah
deretan angka yang tersedia sebanyk yang dapat dia lakukan selama 90 detik.
Dalam penegakan diagnosa untuk anak berbakat (gifted) tes ini juga
merupakan tesyang paling sering digunakan selain Stanford-Binet. Anak
berbakat atau gifted dapat ditentukan jika pada skor IQ tes ini, berada diatas
132.
3. Alat Tes Kreativitas Verbal (TKV), Tes Kreativitas Figural (TKF), dan
Angket Pemafaatan Waktu Luang
Tarigan dan Andayani (2008), dalam jurnalnya yang berjudul
“Hubungan antara Pemafaatan Waktu Luang dengan Kreativitas pada
Remaja”, menggunakan beberapa alat ukut sebagai instrumen dalam proses
pengumpulan datanya pada remaja yang berbakat (misalnya remaja yang ikut
program akselerasi). Alat tes yang digunakan adalah Tes Kreativitas Verbal
(TKV) yang diteliti oleh Munandar (1977). Tes Kreativitas Verbal
dikembangkan berdasarkan pada model struktur intelek dari Guilford. terdiri
dari enam subtes, masing-masing subtes berisi 4 aitem untuk mengukur
potensi kreativitas seseorang baik itu kelancaran, keluwesan, daya imajinasi
dan kemampuan mengemukakan gagasan secara verbal. Keenam subtes
tersebut adalah permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata,
sifat-sifat yang sama, penggunaan luar biasa, dan apa akibatnya (lihat juga
Komaryatun & Bastaman, 2008). Alat tes lain yang digunakan adalah Tes
Kreativitas Figural. Alat tes ini berbentuk circle test atau tes lingkaran yang
merupakan salah satu dari tiga subtes Torreance Test of Creative Thinking
(TTCT) Form B yang telah diadaptasi untuk penggunaan di Indonesia.
Terakhir, untuk mengukur pemanfaatan waktu luang digunakan angket yang
disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan faktor-faktor dari teori yang
dikemukakan Sutoyo (dalam Kusumaningtyas, 1999). Jawaban subjek
terhadap butir-butir pertanyaan yang diajukan dilakukan dengan cara memilih
salah satu jawaban yang sesuai dengan keadaan dirinya. Alternatif jawaban
yang disediakan adalah hampir selalu, sering, kadang-kadang, jarang dan tidak
pernah. Skor untuk masing-masing butir bergerak dari 1 sampai 5.
4. Alat Ukur Adversity Quotient (AQ)
Utami dan Hawadi (2008) dalam jurnalnya yang berjudul “Kontribusi
Adversity quotient (AQ) terhadap prestasi Belajar Siswa SMU Program
Percepatan Belajar di Jakarta” menggunakan alat ukur Adversity quotient
(AQ) sebagai salah satu instrumen untuk menegakkan hipotesisnya. Alat ukur
adversity yang digunakan dalam penelitian ini merupakan adaptasi dari Profil
Tanggapan atas Kesulitan (ARP atau Adversity Response Profile) versi terbaru
yang dibuat oleh Stoltz (2003) dengan beberpa revisi dari edisi sebelumnya.
Alat ukur AQ yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 27 aitem, 6
aitem dimensi control, 8 item dimensi ownership, 7 item dimensi reach, dan 6
item dimensi endurance.
4. Tes Observasi
Menurut Weick (dalam Nietzel & Bernstein, 1987) observasi adalah
sebagai “penyeleksian, provokasi, pencatatan, pengartian prilaku”. Biasanya,
pertama kali pengamat akan memilih, individu, kelompok, peristiwa, atau
suatu periode yang akan menjadi fokus perhatiannya. Kedua, stimulus dibuat
untuk menimbulkan perilaku tertentu, misalnya perilaku yang ditimbulkan di
dalam laboraturim atau bahkan menunggu agar perilaku itu muncul secara
alami. ketiga, adalah melakukan pencatatan dengan cara-cara tertentu,
misalnya dengan ingatan pengamat, pencatatan rekaman, sistem pencatatan
fisiologis, pencatat waktu atau cara lain yang dapat dipakai untuk mencatat
hasil pengamatan. secara umum, observasi dapat disimpulkan sebagai suatu
kegiatan pengamatan yang dilakukan dengan sengaja, dilakukan secara
sistematis, terhadap suatu objek tertentu dengan metode-metode tertentu.
Observasi menjadi bagian dalam penelitian berbagai disiplin ilmu, baik ilmu
eksakta maupun ilmu-ilmu social. Observasi dapat berlangsung dalam konteks
laboratoriurn (experimental) maupun konteks alamiah. Observasi bertujuan
untuk mendapatkan data-data tentang suatu masalah sehingga pengamat bisa
mendapat pemahaman sebagai alat pembukti atau konfirmasi terhadap data-
data yang telah didapat sebelumnya.
Secara umum, ada dua jenis observasi, yang pertama observasi alamiah
(naturalistik) dan yang kedua observasi eksperimental atau observasi yang
terkendali. Perbedaan dari kedua observasi ini adalah pada cara
pelaksanaanya. Pada observasi alamiah, pengamat mengamati perilaku pada
situasi sesungguhnya, misalnya mengamati kegiatan di kelas, rumah, pabrik
atau tempat lain dimana klien beraktifitas. Sedangkan pada observasi
eksperimental pengamat menciptakan suatu situasi khusus untuk perilaku
yang diamati. Pengamat akan mengamati bagaimana respon klien terhadap
stimulus-stimulus yang didesain sedemikian rupa.
Pada dasarnya observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang
dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat
dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dan perspektif mereka terlibat
dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi harus kuat, faktual, sekaligus
teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak relevan.
Untuk keperluan penegakan diagnosa untuk anak gifted, observasi
sebaiknya dilakukan baik oleh ahli profesional, dari orangtua, guru, teman
sebaya, dll. Beberapa contoh hasil observasi pada anak gifted diantaranya :
• Lebih besar dan lebih berat dari rata-rata anak yang lahir
• Tidak sabaran
• Cepat dalam perkembangan membalas senyuman dan melihat ke sekililing
• Waktu tidur yang sedikit
• Sangat alert
• Sangat sensitive
• Perkembangannya cepat
• Mempunyai pola yang tetap dan teratur
• Seringkali sangat tergantung, seringkali menuntut perhatian lebih
• Mempunyai daya ingat yang kuat
5. Tes Wawancara
Wawancara dalam perspektif psikologi mempunyai banyak makna.
Ada beberapa versi, salah satunya menurut Bingham dan Moore, wawancara
adalah "... conversation directed to define purpose other than satisfaction in
the conversation itself". Sedangkan menurut Weiner, "The term interview has
a history of usage going back for centuries. It was used normally to designate
a face to face meeting of individual for a formal conference on some point."
Dari kedua definisi itu didapatkan kondisi bahwa wawancara adalah
pertemuan tatap muka, dengan menggunakan cara lisan, dan mempunyai
tujuan tertentu. Dengan kata lain wawancara merupakan metode yang
mendasarkan diri kepada laporan verbal (verbal repots) dimana terdapat
hubungan langsung antara pewawancara (interviewer) dan subyek yang
diselidiki. Jadi dalam metoda ini ada “face to face relation” antara
pewawancara dan terwawancara (interviewee). Terdapat tiga metode
wawancara diantaranya tidak tersetruktur, semi terstruktur, dan terstruktur.
Metode mana yang akan dipilih tergantung dari tujuan melakukan wawancara.
Hal yang penting harus dilakukan sebelum melakukan wawancara adalah
mempersiapkan item apa saja yang akan ditanyakan. Pewawancara akan
menggali secara mendalam informasi dari responden tanpa terikat dengan
tujuan penelitiannya, atau pewawancara akan membatasi topik wawancara
hanya sebatas tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.
6. Skala Kaufman
Skala Kaufman adalah instrumen klinis yang diselenggarakan secara
individu, yang dirancang untuk banyak penggunaan sebagaimana yang
dimaksudkan oleh tes-tes semacam Stanford-Binet dan Skala Wechsler yang
telah dikembangkan dan digunakan secara tradisional. Dikembangkan pada
tahun 1980-an dan 1990-an, skala Kaufman merupakan kemajuan mutakhir
dalam penyusunan tes. Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC)
dan Kaufman Adolescent and Adult Intelligence Test (KAIT) , secara khusus
menampilkan usaha pada pihak penulis – yang terlibat dalam pengembangan
WISC-R – untuk maju melampaui jarak ateoritis dari skala-skala inteligensi
yang lebih tua.
Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC) – rancangan K-
ABC mulai dengan rumusan konstruk yang harus ditaksir. Sejalan dengan
orientasi umum psikologi kognitif, fokusnya adalah pengolahan informasi.
Pendekatan khusus yang dipilih membuat adanya perbedaan antara
pemrosesan simultan, yang direpresentasikan oleh tujuh subtes, dan
pemrosesan berurutan, yang direpresentasikan oleh tiga subtes. Sub-tes
pemrosesan simultan membutuhkan sintesis dan organisasi dari isi spasial dan
isi visuo-perseptual yang bisa disurvei sebagai keutuhan. Sub-tes pemrosesan
berurutan membutuhkan pengaturan serial atau temporal, subtes ini
menggunakan isi verbal, numerik, dan visuo perseptual, seperti halnya juga
memori jangka pendek. Kumpulan tesnya juga mencakup skala prestasi, yang
terdiri dari enam subtes. Meskipun menilai kemampuan dalam membaca,
aritmatik, pengetahuan kata, dan informasi umum, subtes prestasi secara
eksplisit dirancang bukan untuk mengukur pengetahuan faktual yang
diajarkan di sekolah. Subtes ini lebih sama dengan tugas-tugas yang tercakup
dalam tes-tes sikap dan inteligensi tradisional daripada yang tercakup dalam
tes-tes prestasi pendidikan tradisional.
Kaufman Adolescent and Adult Intelligence Test (KAIT) – dirancang
sebagai pengukuran inteligensia untuk usia 11 hingga 85 tahun atau lebih tua.
Tes ini menampilkan upaya untuk mengintegrasikan teori tentang inteligensi
cair dan kristal yang diartikulasikan oleh Horn dan Catell (1966) dengan
gagasan tentang inteligensi orang dewasa uang dikemukakan dalam teori lain.
Kaufman Brief Intelligence Test (K-BIT) – dirancang sebagai
instrumen penyaringan yang cepat untuk memperkirakan tingkat fungsi
intelektual. Meskipun diselenggarakan secara individu, tes ini sederhana dan
bisa diberikan oleh seorang teknisi.
7. Skala Kemampuan Diferensial (Differential Ability Scales)
Differential Ability Scales (DAS) oleh C.D. Elliot adalah revisi dan
perluasan dari British Ability Scales (BAS) yang dikembangkan di Inggris
pada tahun 1970-an. DAS dan versi terbaru Stanford-Binet serta skala
Wechsler bersama-sama memiliki tujuan umum mengklasifikasikan orang
dalam kaitan dengan tingkat umum kemampuannya dan menghasilkan profil
kekuatan serta kelemahan inteletual individu.
DAS dirancang terutama untuk mengukur kemampuan-kemampuan
tertentu dengan reliabilitas memadai, dan juga membantu dengan tujuan-
tujuan lebih kompleks dari penilaian individual, yaitu diagnosis diferensial
dan perencanaan penanganan. Pilihan-pilihan yang dicakup dalam kumpulan
tes itu mengacu pada dasar pemikiran teoritis maupun empiris.
8. Das-Baglieri Cognitive Assessment System (CAS)
Instrumen baru utama lainnya untuk penilaian individu atas fungsi-
fungsi kognitif yang diterbitkan pada akhir 1990-an, adalah Das-Naglieri
Cognitive Assessment System (CAS), ukuran ini yang dikembangkan selama
lebih dari sepuluh tahun, didasarkan pada PASS inteligensi yang diusulkan
oleh pengarang-pengarangnya.
Tugas-tugas CAS dirancang untuk mengukur fungsi-fungsi kognitif
dasar yang dilibatkan dalam proses belajar, tetapi dianggap independen dari
proses bersekolah. Ini mencakup pemrosesan perencanaan, perhatian,
simultan, dan berurutan. Sistem ini menggunakan tes-tes verbal dan non-
verbal yang disajikan melalui saluran indera pendengaran dan penglihatan.
CAS digunakan untuk orang-orang berusia 5:0 (lima tahun nol bulan) dan
17:11 (tujuh belas tahun sebelas bulan) dan khusus dirancang untuk
menghubungkan penilaian dengan intervensi.
9. Concept Assessment Kit- Conservation (CAK)
Tes yang didistribusikan oleh perusahaan penerbit tes reguler atas
dasar yang sama dengan tes-tes psikologis lainnya. Dirancang untuk anak-
anak yang berumur 4 sampai 7 tahun, tes ini memberikan pengukuran atas
salah satu dari konsep-konsep Piagetian yang terkenal yaitu konservasi.
Konservasi merujuk pada kesadaran anak bahwa sifa-sifat objek seperti berat,
isi, dan jumlah tetap tak berubah ketika objek tersebut mengalami
transformasi bentuk, posisi, rupa atau tribut-atribut lainnya. Para pengarang
berfokus pada konservasi sebagai indikator transisi anak dari tahap pra-
operasional ke tahap konkret-operasional dari proses berpikir, yang
ditempatkan Piaget secara kasar pada umur 7 atau 8 tahun.
Sepanjang tes ini, prosedur pada dasarnya sama. Anak dihadapkan
pada dua objek yang sama, kemudian penguji melakukan perubahan tertentu
pada salah satu objek dan menanyai anak tentang kesamaan atau
perbedaannya. Setelah menjawab anak diminta untuk menjelaskan
jawabannya. Dalam tiap soal, satu point diskor untuk penilaian ekuivalensi
yang tepat dan satu poin untuk penjelasan yang dapat diterima.
10. Detroit Tests of Learning Aptitude-4
DTLA-4 adalah revisi terbaru pada instrumen pertama yang
dipubikasikan pada tahun 1935. Test ini diselenggarakan secara individu dan
didesain anah sekolah dari umur 6 sampai 17 tahun. DTLA-4 terdiri dari 10
subtes yang membentuk dasar (basis) untuk menghitung 16 gabungan,
termasuk inteligensi umum, level optimal dan 14 area kemampuan. Sub-
subtes ini sebagian besar ada dalam tradisi Binet-Wechsler, walaupun ada
beberapa kejutan-kejutan seperti pengikutsertaan konstruksi cerita, untuk
mengukur kemampuan menceritakan sebuah cerita (Gregory, 2007, hal. 214).
Gabungan kemampuan mental umum (General Mental Ability
Composite) dibentuk dengan mengkombinasikan skor-skor standar untuk
kesepuluh sub-subtes pada baterai. Secara ringkas, DTLA-4 mungkin bagus
untuk mengukur inteligensi umum, tetapi penggunaan skor gabungan untuk
keperluan-keperluan perencanaan psikoedukasi membutuhkan tambahan studi
empiris lainnya (Gregory, 2007, hal. 215)
11. Diagnostic Achievement Battery-3 (DAB-3)
Cocok dan diperuntukkan bagi anak umur 6 sampai 14 tahun terdiri
dari 14 sub-subtes yang digunakan untuk menghitung 8 diagnosa campuran.
Skor gabungannya meliputi aspek mendengar, berbicara, membaca, menulis,
matematika, bahasa lisan/ucapan, bahasa tertulis, serta achievement total.
Lebih bersifat komprehensif dari pada sebagian besar tes achievement yang
dipakai. Dalam proses penyelenggaraan, DAB-3 memerlukan waktu sekitar 2
jam. Tes ini dinormakan dengan sangat teliti pada 1.534 anak-anak di seluruh
negara (Gregory, 2007)
12. Kaufman Test of Educational Achievement (KTEA-II)
Sebuah tes achievement individu yang telah dinormakan dengan sangat
baik, fitur spesial dari KTEA-II adalah analisis kesalahan yang terdetail.
Norma-norma diperpanjang dari umur 4 ½ sampai umur 25 tahun. Bentuk
komprehensif dari KTEA-II terdiri dari 8 sub-subtes dalam 4 area :
a. Reading (membaca dan mengenal kata; membaca komprehensif);
b. Mathematics (konsep dan aplikasi matematika; perhitungan
matematika);
c. Written Language (Ekspresi tertulis; ejaan);
d. Oral Language (mendengar secara komprehensif; ekspresi oral)
Bentuk ringkas yang terpisah yang dapat diselenggarakan dalam waktu
30 menit atau kurang sangat berguna untuk keperluan screening.
(Gregory,2007)
13. Mini-Battery of Achievement (MBA)
Mengukur 4 area achievement yang luas – aspek membaca, menulis,
matematika, dan pengetahuan faktual – untuk orang-orang yang berusia 4
sampai 90+. Baterai yang komplit dalat diselenggarakan dalam waktu 30
menit. MBA menyediakan lingkup umur yang lebih ekstensif pada basis dan
keterampilan yang teraplikasikan ketimbang baterai ringkas yang lain.
Sebagai contoh, komponen reading menaksir identifikasi huruf-kata,
perbendaharaan kata, dan komprehensif.
14. Peabody Individual Achievement Test- Revised (PIAT-R)
Untuk umur 5 sampai 18 tahun, tes ini diselenggarakan dalam waktu
60 menit, meliputi sub-subtes dari informasi umum, pengenalan membaca,
membaca komprehensif, matematika, dan mengeja. Sebuah subtes yang baru,
ekpresi tertulis, sekarang ditawarkan untuk screening keterampilan bahasa
secara tertulis (written language). Penyelenggaraan PIAT-R membutuhkan
latihan yang minim, tes ini bisa diselenggarakan oleh guru kelas terlatih yang
sudah sesuai.
15. Wechsler Individual Achievement test-II (WIAT-II)
WIAT-II terdiri dari 9 sub-subtes : bahasa oral, mendengar
komprehensif, mengeja, membaca kata, pseudoword decoding, membaca
komprehensif, operasi angka, dan penalaran matematika. Tes ini cocok
digunakan untuk anak-anak umur 4 sampai orang dewasa, dan secara empiris
terhubung dengan seluruh skala inteligensi Wechsler. Penyelenggaraan pada
orang yang lebih tua dapat berlangsung sampai 75 menit. Sub-subtes terpilih
bisa diselenggarakan untuk keperluan screening singkat.
16. Wide Range Achievement Test-III (WRAT-III)
Dinormakan dengan baik untuk umur 5 sampai 75 tahun, WRAT-III
digunakan secara luas sebagai instrumen screening. Sub-subtesnya termasuk
aspek membaca, ,mengeja, dan aritmatika. Kelemahan utama dari baterai ini
adalah pada subtes membaca, yang dimana hanya mengukur tentang
pengenalan kata. Subtes membaca terdiri dari aktifitas meminta peserta tes
untuk melafalkan dengan keras setiap kata dari daftar mulai dari yang mudah
sampai yang sulit.
17. Multidimensional Aptitude Battery-II (MAB-II)
MAB-II adalah sebuah tes inteligensi kelompok terbaru yang didesain
menggunakan kertas dan pensil yang hampir sama dengan WAIS-R. MAB-II
didesain dapat memproduksi sub-subtes dan faktor-faktor paralel untuk
WAIS-R tapi menggunakan format pilihan ganda yang nantinya dapat diskor
menggunakan komputer. Tujuan nyata dalam mendesain tes ini adalah untuk
memproduksi sebuah instrumen yang bisa diselenggarakan untuk ratusan
belasan, puluhan, bahkan ratusan orang dengan satu pemeriksa dengan latihan
yang minim. Sebagai tambahan, MAB-II didesain untuk menghasilkan skor
IQ dengan properti psikometris yang sama dengan yang dijumpai pada WAIS-
R. Cocok untuk memeriksa mereka yang berumur 16 sampai 74 tahun, MAB-
II menghasilkan 10 skor subtes sebaik verbal, performa, dan skala IQ penuh.
Ada 10 sub-subtes yang terdaftar diantaranya :
Verbal Performance
Information Digit Symbol
Comprehension Picture Completion
Arithmatic Spatial
Similarities Picture Arrangement
Vocabulary Object Assembly
16. Culture Fair Intelligence Test (CFIT)
CFIT adalah sebuah pengukur non verbal untuk inteligensi cair (fluid
intelligence) yang pertama kali disusun pada tahun 1920an oleh psikolog
pengukuran terkemuka yaitu Raymond B. Catell. Tujuan dari CFIT adalah
untuk mengukur inteligensi cair – kemampuan analisa dan penalaran pada
situasi abstrak dan novel (terbaru) – yang dimana memiliki cara untuk
terbebas dari bias budaya. Tes ini aslinya bernama Culture Free Intelligence
Test. Nama tersebut kemudian diubah saat hal tersebut menjadi jelas bahwa
pengaruh-pengaruh kultur tidak secara penuh bisa dihilangkan pada tes
inteligensi. CFIT telah melewati serangkaian revisi. Tes ini terdiri dari tiga
versi: Skala 1 digunakan untuk orang dewasa yang mengalami kerusakan
mental dan juga untuk anak-anak umur 4 sampai 8 tahun; skala 2 digunakan
untuk orang dewasa dengan rata-rata rentang inteligensi dan anak-anak umur
8 sampai 13 tahun; skala 3 untuk kemampuan tinggi pada orang dewasa dan
mahasiswa perguruan tinggi.
17. Multiple Aptitude Test Batteries (MATB)
Pada MATB, para peserta dites sebagian terpisah, bidang bakat yang
sejenis. Secara khas, perkembangan pada sub-subtes didikte lewat penemuan
analisis faktor. Sebagai contoh, Thurstone mengembangkan salah satu dari tes
MATB pertama, The Primary Mental Abilities Tes, sebuah rangkaian dari
tujuh tes terpilih dari analisis faktor (Thurstone, 1938).
18. Advance Progressive Matrices (RPM)
Disusun oleh J.C Raven pada tahun 1943
Bentuk yang tersedia :
Tes APM terdiri dari 2 set dan bentuknya non-verbal. Set 1 disajikan dalam
buku tes yang berisikan 12 butir soal. Set II berisikan 36 butir soal tes.
Aspek yang diukur
Tes APM dimaksudkan untuk mengungkap kemampuam efisiensi intelektual.
Tes APM ini sesungguhnya untuk membedakan secara jelas antara individu-
individu yang berkemampuan intelektual lebih dari normal bahkan yang
berkemampuan intelektual superior.
Tujuan
Untuk mengatur tingkat intelegensi, di smaping untuk tujuan analisis klinis.
19. The Standard Progressive Matrices (SPM)
The Standard Progressive Matrices (SPM) merupakan salah satu
contoh bentuk skala inteligensi yang dapat diberikan secara individual
ataupun kelompok. Skala ini dirancang oleh J.C. Raven dan terbit pada tahun
1960. SPM merupakan tes yang bersifat nonverbal, artinya materi soal-
soalnya diberikan tidak dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam
berntuk gambar-gambar. Raven sendiri menyebut skala ini sebagai tes
kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes inteligensi umum.
SPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi menyatakan
hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas dalam beberapa kategori,
menurut besarnya skor dan usia subjek yang dites, yaitu:
Grade I : Kapasitas intelektual Superior.
Grade II : Kapasitas intelektual Di atas rata-rata
Grade III : Kapasitas intelektual Rata-rata.
Grade IV : Kapasitas intelektual Di bawah rata-rata.
Grade V : Kapasitas intelektual Terhambat.
20. Human Figure Drawing Tests (The Goodenough – Harris Drawing test)
Sebagian besar besar suka menggambar figur manusia dan
melakukannya secara rutin dan spontan. Sejak awal tahun 1900an, para
psikolog sudah mencoba untuk menyentuh hal ini (menggambar manusia)
yang dimana merupakan prilaku instingtif yang paling sering dilakukan
sebagai dasar untuk mengukur perkembangan intelektual. Orang pertama yang
yang menggunakan metode ”menggambar figure manusia” sebagai tes
inteligensi yang terstandarisasi adalah Florence Goodenough. Tesnya
kemudian disebut Draw-A-Man test, yang direvisi oleh Harris (1963) dan
dinamai ulang sebagai Goodenough-Harris Drawing Test. Metode
”menggambar figure manusia” digunakan secara luas sebagai pengkur
pengaturan emosi.
Goodenough-Harris Drawing Test bersifat singkat dan ringkas, tes
inteligensi nonverbal yang bisa diselenggarakan baik secara individu maupun
dalam kelompok. Tujuan dari Goodenough-Harris Drawing Test adalah untuk
mengukur kematangan intelektual, bukan keterampilan artistik. Maka
pedoman skoringnya menekankan akurasi dari observasi dan perkembangan
berpikir intelektual. Anak-anak memperoleh kredit untuk mengikutsertakan
bagian tubuh dan detailnya.
Tes ini merupakan salah satu tes yang paling sering digunakan untuk
tujuan penegakan diagnosa untuk anak berbakat (gifted). Ciri kematangan
intelektual seperti mudah menangkap pelajaran, ingatan yang baik, penalaran
yang tajam, daya konsentrasi yang baik, menguasai banyak bahan tentang
bermacam topik, senang dan sering membaca, serta memiliki daya abstraksi
yang tinggi dapat diukur dengan menggunakan tes ini (Gregory, 2007,
hal.323). Tes ini memang salah satu alat tes yang tepat untuk membantu
penegakan diagnosa untuk anak berbakat.
21. Tes Prestasi
Merupakan tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap
performansi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi
yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal di kelas, tes prestasi
belajar dapat berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, Ebtanas,
UASBN, UAN, UN, ujian masuk perguruan tinggi. Tes prestasi memiliki
beberapa fungsi yang utama, diantaranya adalah:
Fungsi penempatan: adalah penggunaan tes prestasi belajar untuk klasifikasi
individu ke dalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan yang
telah diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu.
Fungsi formatif: yaitu penggunaan hasil tes prestasi belajar guna melihat
sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu
program pelajaran. Dalam hal ini hasil tes prestasi belajar merupakan umpan
balik kemajuan belajar Fungsi diagnostik: hasil tes digunakan untuk mendiagnosis kesukaran-
kesukaran dalam belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat
diperbaiki segera dan semacamnya. Selain itu fungsi tes yang satu ini
kerapkali digunakan sebagai sebuah prediktor serta indikator tentang
keterbakatan seorang anak (Utami & Hawadi, 2008)
Fungsi sumatif: adalah penggunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh
informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan
sebelumnya dalam suatu program yang lebih tinggi
Tes sebagai motivator dapat digunakan sebagai sarana peningkatan motivasi
untuk belajar.
Hampir keseluruhan alat tes yang disebutkan di atas dapat digunakan oleh
psikolog atau ahli profesional lainnya dalam proses identifikasi dan
penegakan diagnosa apakah seorang anak berbakat atau tidak. Alat-alat tes
tersebut ada yang berfungsi sebagai screener Beberapa tes yang disebutkan di
atas muncul dalam film “The Little Man Tate” yang khusus menceritakan
tentang kehidupan anak berbakat (gifted). Kombinasi penggunaan dari
masing-masing alat tes sangat mungkin dilakukan untuk didapatnya sebuah
diagnosa yang tepat, akurat dan ajeg, yang dalam hal ini diagnosa tentang
tentang anak berbakat (gifted).
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi, A., & Urbina, S. (2007). Tes Psikologi (Psychological Testing). Penerbit
Indeks : Jakarta.
Cohen, R. J., & Swerdlik, M.E. (2005). Psychological Testing and Assessment : An
Introduction to Tests and Measurement (6th edition). McGraw Hill : USA.
Fahmi, S., & Rachmana, S. R. (2008). Adversity Quotient (AQ) dan Motivasi
Berprestasi pada Siswa Program Akselerasi dan Program Reguler. “Gifted
Review” Jurnal Keterbakatan dan Kreativitas, no.2 , hal. 103-115.
Gregory, R. J. (2007). Psychological Testing: History, Principles, and Applications
(4th edition). Allyn and Bacon : Boston.
Herkusumo, A. H., Munandar, U., & Bonang, E. (2008). Hubungan antara Pengaturan
Diri dalam Belajar di Rumah, dan Inteligensi dengan Prestasi Belajar. “Gifted
Review” Jurnal Keterbakatan dan Kreativitas, no.1 , hal. 13-25.
Komryatun, & Bastaman, D. H. (2008). Hubungan antara Rasa Humor dengan
Kreativitas Verbal pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UI Angkatan 2003.
“Gifted Review” Jurnal Keterbakatan dan Kreativitas, vol.2, no.1 , hal. 44-54.
Passer, M. W., & Smith, E. R. (2006). Psychology : The Science of Mind and
Behavior. McGraw Hill : USA.
Tarigan, M., & Andayani, B. (2008). Hubungan antara Pemafaatan Waktu Luang
dengan Kreativitas pada Remaja. “Gifted Review” Jurnal Keterbakatan dan
Kreativitas, no.2, 67-77
Utami, B. A., & Hawadi, A. R. (2008). Kontribusi Adversity quotient (AQ) terhadap
prestasi Belajar Siswa SMU Program Percepatan Belajar di Jakarta. “Gifted
Review” Jurnal Keterbakatan dan Kreativitas, 2, hal. 78-89