Tesis Transportasi Laut 1

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    1/85

    1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Permasalahan

    Listrik merupakan salah satu faktor penting dalam memenuhi kebutuhan hidup

    manusia modern, menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pertumbuhan

    industri. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di tanah air, Perusahan Listrik Negara

    dalam hal ini PT. PLN ( Persero ) memegang kuasa usaha ketenaga listrikan di

    Indonesia. Untuk wilayah Maluku dan Maluku Utara khususnya untuk sistem

    Ambon, kebutuhan listrik dipasok dari pembangkit yang berbahan bakar minyak

    (PLTD) dengan rata-rata umur mesin pembangkit yang relatif sudah tua. Kondisi

    pembangkit yang relatif tua berakibat pada kinerjanya yang juga semakin menurun,

    sementara di sisi lain kebutuhan akan tenaga listrik semakin meningkat.

    Pertumbuhan penjualan tenaga listrik dan pertumbuhan beban puncak rata-

    rata pertahunnya untuk wilayah Maluku dan Maluku Utara sebesar 9,3 % dan dari

    hasil prakiraan kebutuhan tenaga listrik, terlihat pada tahun 2012 terjadi

    pertumbuhan beban yang cukup besar [ RPTL 2010 2019 Wilayah Maluku danMaluku Utara ]. Kebutuhan tenaga listrik yang semakin meningkat dari waktu ke

    waktu ini, menuntut perlu adanya upaya pengembangan sistem pembangkitan guna

    menjaga pasokan energi listrik sesuai kebutuhan masyarakat.

    Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan listrik adalah mempercepat

    diversifikasi energi untuk pembangkit tenaga listrik ke non bahan bakar minyak

    dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik. Untuk itu diperlukan upaya untuk

    melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan

    batubara ( Perpres RI. Nomor 71 Tahun 2006 ).

    Sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait dengan kebutuhan energi listrik

    dan kebutuhan energi listrik yang terus meningkat khususnya di pulau Ambon, maka

    akan dibangun PLTU berkapasitas 2 x 15 MW. Pembangkit Listrik Tenaga Uap ini

    berlokasi di Desa Waai ( Pulau Ambon ) dan proyek tersebut diharapkan sudah dapat

    beroperasi Tahun 2012 [ RPTL 2010 2019 ] .

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    2/85

    2

    Diharapkan nanti dengan beroperasinya PLTU ini, kebutuhan akan tenaga listrik di

    pulau Ambon dan sekitarnya sudah dapat teratasi.

    Untuk memenuhi kebutuhan Bahan bakar pada PLTU tersebut, batubara

    dalam rencana akan disuplai dari Kalimantan Timur, Pulau Obi dan Nabire. Dengan

    demikian, untuk menjaga ketersediaan pasokan batubara untuk kebutuhan

    pembangkit tersebut perlu adanya kajian, meliputi ; proses suplai dengan

    menggunakan transportasi laut, Jumlah Batubara yang akan disuplai, Model dan

    kapasitas kapal pengangkut, Waktu operasional transportasi, Jalur yang ditempuh

    dari Lokasi penambangan ke Ambon.

    Mengacu dari latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini akan

    dilakukan dengan judul ;

    Studi Pemodelan Transportasi Laut Untuk Memenuhi

    Kebutuhan Batubara Pada PLTU 2 x 15 MW

    Di Desa Waai Pulau Ambon

    1.2. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang dan kondisi yang dihadapi seperti yang digambarkan

    diatas, dengan melihat akan pentingnya pasokan batu bara untuk pengoperasian

    pembangkit yang direncanakan, maka dirumuskan permasalahan yang akan dibahas

    dalam penelitian ini, sebagai berikut :

    1.Seberapa besar jumlah batu bara yang dibutuhkan untuk mengoperasikan

    pembangkit listrik.

    2.Bagaimana menentukan pola transportasi batu bara dari Pusat

    penambangan ke Ambon.

    1.3. Tujuan Penelitian

    Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari

    penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1.Menentukan jumlah batu bara yang harus disuplay untuk mengoperasikan

    Pembangkit Listrik Tenaga Uap 2 x 15 MW di Pulau Ambon.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    3/85

    3

    2.Mendesain pola transportasi batu bara dari lokasi penambangan ke

    Ambon, jenis kapal ( Tongkang atau kapal curah, atau kedua-duanya ),

    besar kapal dan jalur yang dilalui agar ketersediaan batu bara dapat tetap

    terjamin.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang dapat diperolah dari penelitian ini, antara lain :

    1. Terciptanya suatu sistim penyuplaian batu bara sebagai bahan bakar

    pembangkit listrik agar secara kontinyu dapat memproduksi energi listrik bagi

    kebutuhan masyarakat, khususnya di Pulau Ambon.

    2. Masukan dan informasi kepada instansi-instansi terkait yang berkompeten

    dalam pengambilan keputusan pembangunan dan pengoperasian Pembangkit

    Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) di Di Pulau Ambon.

    1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

    Untuk mendapatkan hasil yang tidak menyimpang dari tujuan penelitian ini,

    maka beberapa pembatasan masalah dan asumsi yang dipakai dalam pembahasan

    masalah ini, antara lain :

    1.Pertumbuhan permintaan energi listrik diasumsikan sesuai dengan data

    pertumbuhan permintaan dan beban puncak dari PT. PLN (Persero)

    Wilayah Maluku dan Maluku Utara.

    2.Selama proses penelitian ini diasumsikan tidak terjadi penambahan

    kapasitas pembangkit dari rencana semula ( 2 x 15 MW ) ataupun

    pembangunan pembangkit yang baru di daerah lain.

    3.Pemodelan transportasi yang dilakukan untuk menyuplai batu bara sebagai

    pembangkit pada PLTU yang direncanakan ini, disupplai dari tiga lokasi

    penambangan, masing-masing ; North Pulau Laut - Kalimantan Selatan,

    Pulau Obi dan Nabire Papua.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    4/85

    4

    BAB 2

    KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

    2.1. Model Dasar Transportasi

    Secara khusus model transportasi berkaitan dengan masalah pendistribusian

    barang-barang dari pusat pusat pengiriman atau sumber ke pusat-pusat penerimaan

    atau tujuan. Persoalan yang ingin dipecahkan oleh model transportasi adalah

    penentuan distribusi barang yang akan meminimumkan biaya total distribusi (

    Siswanto, 2007 )

    Min bij

    Gambar 2.1. Masalah dasar yang hendak dipecahkan Model Transportasi

    Dimana :

    Si : Sumber-sumber dari mana barang akan diangkut, untuk i ; 1, 2, , m

    Tj : Tujuan-tujuan hendak kemana barang akan diangkut, untuk j ; 1,2, . n

    Ij : Biaya distribusi dari Si ke Tj

    Karena ada i sumber danjtujuan maka ada i x j kemungkinan distribusi dari sumber-

    sumber ke tujuan-tujuan. Di samping itu, masing-masing sumber mempunyai

    kemampuan terbatas untuk menyediakan barang, sedangkan masing-masing tujuan

    mempunyai tingkat permintaan tertentu untuk dipenuhi. Persoalan itu menjadi rumit

    karena biaya angkut per satuan barang dari sumber i ke tujuan j berbeda. Oleh karena

    itu, model harus bisa menentukan distribusi yang akan meminimumkan biaya total

    distribusi dan :

    1. Tidak melampaui kapasitas sumber-sumber.

    2. Memenuhi permintaan tujuan-tujuan.

    ?

    S1 T1

    T2S2

    Sm Tn

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    5/85

    5

    2.1.1. Matriks Transportasi

    Model adalah gambaran sederhana dari sebuah kasus yang dapat membantu

    kita untuk berpikir secara sistematis dan cepat untuk memahami kasus tersebut.

    Model transportasi menggunakan sarana sebuah matriks untuk memberikan

    gambaran mengenai kasus distribusi.

    Bentuk umum sebuah matriks transportasi dinyatakan pada Peraga 8.2.

    Model Matematis Transportasi

    Sebuah matriks transportasi memiliki m baris dan n kolom. Sumber-sumber

    belajar pada baris ke 1 hingga ke m, sedangkan tujuan-tujuan berbanjar pada kolom

    ke 1 hingga ke n. Dengan demikian,

    Xij : satuan barang yang diangkut dari sumber i ke tujuan j.

    Bij : biaya angkut per satuan barang dari sumber i ke tujuan j.

    Sehingga secara matematis,

    .................................................................. (2.1)

    Gambar 2.2. Matriks Transportasi

    SUMBERTUJUAN Kapasitas

    sumber per

    periodeT1 T2 .................... Tn

    S1C11

    X11

    C12

    X12

    ..C1n

    X1nS1

    S2C21

    X21

    C21

    X21

    .C1n

    X1nS2

    SmCm1

    Xm1

    Cm2

    Xm2

    .Cmn

    XmnSm

    Kebutuhan

    tujuan per

    periodet1 t2 . tn

    s1

    t1

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    6/85

    6

    .......................................................................... (2.2)

    ........................................................................................................................... (2.3)

    Dimana Xij 0

    Penyelesaian persoalan ini akan menghasilkan Xij optimal, yaitu Xij yang akan

    memenuhi persamaan ( 2.2 ) dan ( 2.3 ) serta membuat (2.1) minimum. Dengan kata

    lain Xijoptimal adalah distribusi optimal yang akan meminimumkan biaya distribusi

    total.

    Distribusi optimal di dalam model transportasi adalah distribusi barang dari sumber-

    sumber untuk memenuhi permintaan tujuan agar biaya total distribusi minimum.

    2.2.Konsep Dasar Pemrograman Matematis

    Pemrograman matematis ( mathematical programing ) adalah pembuatan model

    matematika atas suatu permasalahan yang sedang dihadapi dan menggunakan sebuah

    proses atau prosedur yang dapat diprogram, disebut algoritma, untuk mendapatkan

    solusinya.

    Model-model pemrograman matematika yang banyak digunakan adalah

    pemrograman linier (linear programming), pemrograman bilangan bulat (integer

    programming), pemrograman non linier (non linear programming), analisis jaringan

    (network analysis) dan pemrograman dinamis (dynamic programming). Model-

    model pemrograman matematika tersebut dipakai untuk permasalahan deterministik

    dimana teori probabilitas tidak dibutuhkan.

    Model matematika secara fisis adalah sekumpulan persamaan dan atau

    pertidaksamaan dari satu atau beberapa fungsi matematis. Fungsi matematis ini

    mengandung satu atau beberapa variabel keputusan, dan fungsi ini membentuk

    tujuan atau kriteria serta kendala-kendala atau batasan-batasan.

    1,2, . ,

    1,2, . ,

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    7/85

    7

    2.2.1. Defenisi Pemrograman Matematis

    Sebuah model atau pemrograman matematis memuat beberapa variabel

    keputusan, fungsi tujuan dan beberapa fungsi kendala dalam bentuk persamaan atau

    pertidaksamaan, di mana :

    - Variabel-variabel keputusan adalah variabel-variabel yang menggambarkan

    keputusan-keputusan yang akan dibuat.

    - Fungsi tujuan adalah fungsi dari harapan atau kriteria yang ingin dicapai, yang

    selanjutnya akan dimaksimalkan atau diminimalkan.

    - Batasan-batasan atau kendala adalah kondisi atau syarat yang membatasi nilai-

    nilai dari variabel keputusan yang mungkin.

    - Daerah solusi yang layak (feasible space) adalah daerah dari nilai-nilai

    variabel keputusan yang memenuhi semua kendala, atau semua kemungkinan

    kombinasi variabel keputusan yang memenuhi semua kendala.

    - Solusi tidak layak (infeasible solution) adalah solusi yang tidak memenuhi

    satu kendala atau lebih.

    - Solusi tak terbatas/terhingga (unbaunded solution) adalah nilai fungsi tujuan

    tak terbatas (solusi optimal + ).

    - Banyak solusi optimal (multiple optimal solution) adalah nilai fungsi tujuan

    paling baik dengan jumlah dua atau lebih.

    Adapun bentuk pemrograman matematika adalah memaksimumkan atau

    meminimumkan fungsi tujuan, yang memenuhi kendala-kendala, syarat atau batasan.

    2.2.2. Analisis Sensitivitas

    Analisis ini dilakukan setelah mendapatkan solusi optimal sehingga kerap juga

    disebut analisis pascaoptimalitas. Tujuannya adalah menguji ketangguhan model.

    Analisis sensitivitas dilakukan untuk menentukan pengaruh perubahan data, variabel

    atau kendala pada model terhadap keputusan yang didapat.

    - Kendala atau batasan yang ketat (binding constraint)

    Adalah batasan yang dimanfaatkan sepenuhnya (dihabiskan) dalam mencapai

    keputusan yang optimal. Batasan yang ketat ini disebut batasan aktif.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    8/85

    8

    - Kelebihan sumber daya yang ada terhadap yang digunakan (slack)

    Untuk kendala dengan tanda , jumlah sumber daya yang berlebihan

    dikurangi sedemikian rupa hingga batasan sumber daya tersebut menjadi

    ketat atau seimbang.

    - Kelebihan penggunaan sumber daya dari batasan persediaan

    Untuk kendala dengan tanda , jumlah penggunaan sumber daya yang

    berlebihan dikurangi sedemikian rupa hingga batasan sumber daya tersebut

    menjadi ketat atau seimbang.

    - Shadow price ( harga bayangan )

    Peningkatan (untuk kriteria laba) nilai fungsi tujuan jika dilakukan

    penambahan satu unit sumber daya pada pembatas sebelah kanan atau

    sebaliknya penurunan (untuk kriteria biaya) nilai fungsi tujuan jika dilakukan

    penambahan satu unit pada pembatas sebelah kanan.

    - Penurunan biaya (reduced cost)

    Perubahan nilai koefisien dalam sebuah fungsi tujuan untuk meningkatkan

    laba atau biaya optimal.

    2.2.3. Pedoman Pemograman Matematis

    - Mengerti masalah yang sebenarnya.

    - Menyatakan secara lisan dan ringkas hal-hal berikut :

    1. Tujuan (objective) adalah sasaran yang ingin dicapai dari masalah yang

    dihadapi, misalnya keuntungan terbesar (maksimal), penjualan terbanyak,

    produktivitas tertinggi, biaya terendah, atau waktu tercepat.

    2. Variabel keputusan yaitu aspek-aspek yang dapat dikontrol untuk

    mencapai sasaran yang diharapkan.

    3. Kendala adalah kondisi/syarat yang harus dipenuhi agar mendapat solusi

    yang layak.

    - Mengembangkan model matematis menggunakan variabel-variabel keputusan

    sebagai sesuatu yang akan dicari

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    9/85

    9

    - Mengimplementasikan model matematis yang telah dibuat dalam software

    yang tersedia dan menjalankannya.

    2.2.4. Konsep dalam Pemrograman Linier

    Pemrograman linier bilangan bulat (integer linier pemrogramming) adalah

    pemrograman linier dimana semua variabel keputusannya adalah bilangan bulat.

    - Pemrograman linier bilangan bulat campuran, dimana beberapa (tidak semua)

    variabel keputusannya adalah bilangan bulat.

    - Pemrograman bilangan bulat biner ( 0 atau 1 ).

    2.2.5. Pengertian Solver

    Pembahasan masalah dengan menggunakan program solver. Sebelum

    memasuki solver, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendefenisikan dan

    memilih variabel keputusan, kendala dan fungsi tujuan dari suatu masalah. Setelah

    langkah pertama dilakukan, masukan data fungsi tujuan, kendala dan dan variabel

    keputusan dalam Excel

    Solver adalah suatu program penyelesaian (menemukan jawaban) pada Excel

    untuk menyelesaikan masalah-masalah, seperti yang meliputi Jawaban fungsi tujuan

    dan jawaban kendala serta jawaban analisis sensitivitas

    2.3. Permintaan dan Penawaran Jasa Transportasi

    2.3.1. Sisi Permintaan ( Demand )

    Kebutuhan akan jasa-jasa transportasi ditentukan oleh barang-barang dan

    penumpang yang akan diangkut dari satu tempat ke tempat lain. Untuk mengetahui

    berapa jumlah permintaan akan jasa angkutan sebenarnya (actual demand) perlu

    dianalisis permintaan akan jasa-jasa transportasi sebagai beriku [( Salim, (2002)] :

    a. Pertumbuhan Penduduk ; Pertumbuhan penduduk satu daerah, propinsi

    dari satu negara akan membawa pengaruh terhadap jumlah jasa angkutan yang

    dibutuhkan (perdagangan, pertanian, perindustrian dan sebagainya).

    b. Pembangunan Wilayah dan Daerah ; Dalam rangka pemerataan

    pembangunan dan penyebaran penduduk di seluruh pelosok Indonesia, transportasi

    sebagai sarana dan prasarana penunjang untuk memenuhi kebutuhan akan jasa

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    10/85

    10

    angkutan harus dibarengi dengan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan

    tersebut.

    c. Perdagangan Ekspor dan Impor ; Sektor ini merupakan satu segi yang

    menentukan berapa jumlah jasa transportasi yang diperlukan.

    d.Industrialisasi ; Proses industrialisasi di segala sektor ekonomi dewasa ini

    yang merupakan program pemerintah untuk pemerataan pembangunan, akan

    membawa dampak terhadap jasa-jasa transportasi yang diperlukan.

    e. Transmigrasi dan Penyebaran penduduk ; Transmigrasi dan penyebaran

    penduduk ke seluruh daerah di Indonesia merupakan salah satu faktor demand yang

    menentukan banyaknya jasa-jasa angkutan yang harus disediakan oleh Perusahaan

    angkutan.

    f. Analisis dan Proyeksi permintaan jasa transportasi ; Untuk memenuhi

    permintaan akan jasa-jasa transportasi, perlu diadakan perencanaan transportasi yang

    mantap dan terarah agar dapat menutupi kebutuhan akan jasa angkutan yang

    diperlukan oleh masyarakat pengguna jasa. Metode analisis dan proyeksi untuk

    mengetahui permintaan, secara makro adalah analisis rasio (ratio analysis) dan

    metode matematis (mathematical method).

    2.3.2. Sisi Penawaran

    A. Penentuan Kebutuhan Armada Transportasi Laut

    Tujuan dasar perencanaan transportasi adalah memperkirakan jumlah serta

    lokasi kebutuhan akan transportasi (misalnya menentukan total pergerakan, baik

    untuk angkutan umum maupun angkutan pribadi) pada masa mendatang atau pada

    tahun rencana yang akan digunakan untuk berbagai kebijakan investasi perencanaan

    transportasi [Tamim, (2000)]. Pemilihan moda transportasi dari satu wilayah ke

    wilayah lain didasarkan pada perbandingan antara berbagai karakteristik operasional

    moda transportasi yang tersedia (misalnya waktu tempuh, tarif, waktu tunggu dan

    lain-lain). Begitu juga halnya rute pemilihan rute didasarkan pada perbandingan

    karakteristik operasional setiap alternatif rute untuk setiap moda transportasi yang

    tersedia.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    11/85

    11

    Perencanaan kebutuhan kapal untuk transportasi antar pulau membutuhkan

    data-data sebagai berikut [Erichsen, (1989)] :

    a. Besaran, fluktuasi, estimasi durasi dan arus alami dari barang dan

    penumpang.

    Informasi mengenai potensi arus barang dan penumpang lengkap dengan

    proyeksi masa depan pada trayek yang direncanakan perlu diketahui agar dapat

    ditentukan kelayakan pengadaan kapal serta dimensi dan jenis kapal. Kapal yang

    akan dioperasikan harus memiliki nilai ekonomis berupa pendapatan yang akan

    digunakan untuk membiayai biaya investasi, biaya operasional dan keuntungan bagi

    operator untuk menjamin kelangsungan kapal dan operator. Dalam prakteknya kapal

    juga memiliki nilai sosial, yaitu ikut dalam memperlancar transportasi antar pulau

    yang berujung pada peningkatan pembangunan, sehingga pada rute-rute tertentu

    walau secara ekonomis kurang menguntungkan tetapi tetap dioperasikan dengan

    dukungan subsidi pemerintah.

    b. Lokasi dan jarak antara pelabuhan

    Penentuan lokasi dan jarak antar pelabuhan diperlukan untuk aspek ekonomis

    yaitu penentuan tarif terhadap barang dan jasa dan aspek teknis yaitu penentuan

    kapasitas consumable kapal yang berujung pada dimensi dan kapasitas total kapal.

    c. Jalur pelayaran dan panduan navigasi

    Jalur pelayaran dan kondisi navigasi menentukan karasteristik bangunan

    kapal dan perlengkapan kapal, termasuk perlengkapan keselamatan. Untuk kapal

    dengan jalur pelayaran yang ramai atau rawan kecelakaan tentu akan berbeda dengan

    kapal yang beroperasi pada jalur pelayaran yang sepi. Demikian juga dengan kondisi

    alam sekitar jalur pelayaran.

    d. Keandalan dari Pelayanan Pelabuhan

    Pelayanan yang diberikan pelabuhan pada kapal mempengaruhi waktu sandar

    dan operasional kapal di pelabuhan. Sehingga perencanaan kapal perlu

    mempertimbangkan karakteristik pelayanan pelabuhan yang akan disinggahi agar

    kapal dapat memberi kemudahan bagi pelayanan pelabuhan.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    12/85

    12

    e. Fasilitas Pelabuhan

    Fasilitas yang dimiliki pelabuhan sangat berpengaruh terhadap perencanaan

    perlengkapan kapal, seperti penyediaan alat untuk material handling derek atau

    crane, dan sebagainya. Atau bisa berpengaruh juga terhadap desain kapal secara

    keseluruhan.

    B. Proses Pemilihan Rute

    Prosedur pemilihan rute bertujuan untuk memodel perilaku pelaku

    pergerakan dalam memilih rute yang menurut mereka merupakan rute terbaiknya.

    Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan rute pada saat seseorang

    melakukan perjalanan. Untuk transportasi laut dengan kapal adalah satu-satunya

    pilihan moda transportasi, waktu tempuh, jarak dan biaya merupakan parameter yang

    sangat mempengaruhi pemilihan rute.

    Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah mempertimbangkan dua

    faktor utama dalam pemilihan rute, yaitu biaya pergerakan dan nilai waktu biaya

    pergerakan dianggap proporsional dengan jarak tempuh. Dalam beberapa model

    pemilihan rute dimungkinkan penggunaan bobot yang berbeda bagi faktor waktu

    tempuh dan faktor jarak tempuh untuk menggambarkan persepsi pengguna jasa

    transportasi dalam kedua faktor tersebut. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan

    bahwa waktu tempuh mempunyai bobot lebih dominan daripada jarak tempuh bagi

    pergerakan dalam satu wilayah.

    Waktu pelayaran untuk transportasi laut sangat dominan dalam pemilihan rute

    pelayaran. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi waktu pelayaran semakin besar

    biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna jasa maupun oleh pihak penyedia jasapelayaran (kapal). Biaya operasional kapal akan meningkat seiring dengan

    meningkatnya waktu berlayar.

    Permintaan jasa transportasi laut per tahun dapat dijadikan sebagai dasar

    perencanaan rute. Besaran permintaan barang dan penumpang per tahun tersebut

    kemudian menjadi indikator kapasitas transportasi dari moda transportasi dalam

    bentuk rute-rute. Nilai kapasitas transportasi inilah yang kemudian menjadi referensi

    dasar perhitungan rancangan parameter-parameter operasional lain yang lebih detail,

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    13/85

    13

    terutama dalam mengestimasi kapasitas angkut per kapal, jumlah kapal, dan

    kapasitas angkut kapal secara total per tahunnya.

    Model umum penawaran ( supply ) ditujukan untuk mencari / mendapatkan total

    kapasitas angkut yang harus disediakan. Pemodelan penawaran merupakan fungsi

    dari jumlah armada, kapasitas angkut dan jarak yang ditempuh [ Stopford Martin (

    1988 ) ] , yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

    S = f ( Jumlah Kapal x Kapasitas Angkut x Jarak Pelayaran )

    S = f ( Q ) ............ ........................... .....................................................( 2.4 )

    Dimana :

    Q = E fo + E fr .............................................. .................................( 2.5 )

    Ef = Nk x P .................................................. ................................. .( 2.6 )

    P = LF x Cp x R trip ................................ ................................... .( 2.7 )

    Rtrip =

    ................................................ .................................... .( 2.8 )T = T sea + T port ................................. ..................................... ..( 2.9 )

    T sea =

    ................................................ .................... .( 2.10 )

    dimana :

    S = Total Penawaran Terhadap Barang ........................... ( ton )

    Q = Total Kapasitas Angkut yang dibutuhkan........... . ..( DWT )

    Efo = Kapasitas armada kapal yang telah ada ................ . ( DWT )

    Efr = Kapasitas armada kapal yang direncanakan..... ......( DWT )

    Nk = Jumlah Kapal .................................................... ... .....( unit )P = Kapasitas Angkut per Tahun ............................... ... ....( ton )

    Cp = Kapasitas Angkut per Unit ................................... . ....( ton )

    LF = Faktor Muatan ( Load Factor )

    Rtrip = Total trip kapal per Tahun

    Z = Waktu Kapal tidak beroperasi...................... ..... ........( jam )

    T = Waktu yang dibutuhkan kapal per trip ............... . ......( jam )

    Tsea = Waktu yang dibutuhkan kapal dalam pelayaran .. .....( jam )

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    14/85

    14

    Vs = Kecepatan Kapal.................................................... ...( knot )

    Tport = Waktu yang dibutuhkan kapal di pelabuhan. ........ ...( jam )

    Selanjutnya, muatan bersih ( pay load ) dari kapal yang direncanakan dapat

    ditentukan dengan menggunakan hubungan, [ Poehls Herald ( 1992 ) ] sebagai

    berikut :

    Muatan Bersih ( Pb ) = ( 0,65 0,85 ) DWT .................................. (2.11)

    2.4. Kepelabuhanan

    Pelabuhan adalah tempat berlabuh dan atau tempat bertambatnya kapal laut

    serta kendaraan air lainnya, menaikan dan menurunkan muatan (barang, penumpang,

    dan hewan), serta merupakan daerah kerja kegiatan ekonomi, selain itu pelabuhan

    merupakan salah satu mata rantai transportasi yang menunjang roda perekonomian

    negara atau suatu daerah dimana pelabuhan tersebut berada, [Salim Abbas,(1995)]

    2.4.1. Fungsi pelabuhan

    Fungsi pelabuhan adalah sebagai tempat yang aman berlabuhnya kapal, sebagai

    terminal transper barang dan penumpang. Dan dalam arti yang luas yaitu sebagai

    interface, link, gateway dan industry entity , [Salim Abbas, (1995)]

    Dalam merencanakan suatu pelabuhan, maka perlu adanya penilaian terhadap efektif

    suatu investasi ditinjau terhadap segi perkiraan operasional yang akan datang.

    Efisiensi ini meliputi penggunaan-penggunaan dari alur pelayaran, fasilitas tambatan

    / dermaga, fasilitas bongkar muat, penggudangan, perkantoran/administrasi,

    kesahbandaran, ruang tunggu antar jemput dan lain sebagainya.

    Perencanaan pengembangan pelabuhan harus didasarkan atas data statistik guna

    memperlihatkan keadaan mendatang. Data-data statistik sebagai dasar dalam

    memperkirakan kemungkinan arus barang masuk/keluar.

    2.4.2. Faktor-faktor Pengembangan Pelabuhan

    Beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian serta pertimbangan dalam

    pengembangan pelabuhan ialah, [Salim Abbas, (1995)]:

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    15/85

    15

    1. Pertumbuhan / perkembangan ekonomi daerah belakang (hinterland) dari

    pelabuhan yang bersangkutan.

    2. Perkembangan industri yang terkait dengan pelabuhan

    3. Data arus barang (cargo flow), sekarang dan perkiraan yang akan datang serta

    4. Jenis dan macam komoditi yang akan keluar/masuk

    5. Tipe dan ukuran kapal yang diperkirakan akan memasuki pelabuhan

    6. Jaringan jalan (prasarana dan sarana angkutan dari / ke hinterland)

    7. Alur masuk / keluar menuju laut

    8. Dampak keselamatan dan lingkungan hidup

    9. Analisis ekonomis dan keuangan

    Biasanya perencanaan pelabuhan dimulai dengan penilaian dan pertimbangan aspek

    ekonomi dengan memperhatikan arus barang masa mendatang berdasarkan komoditi

    yang masuk / keluar dari pelabuhan asal/tujuan. Untuk menentukan master plan

    sedikitnya didasarkan pada perkiraan (forecasting) 20 tahun dengan angka-angka

    yang terperinci dan terpercaya serta analisis yang tepat untuk masa 5 - 10 tahun

    mendatang, [Salim Abbas,(1995)]:

    Disamping pertimbangan ekonomis dan transportasi, ada pertimbangan lain

    yang sangat penting dalam perencanaan pelabuhan, antara lain:

    - Fisik (Physical Conditions/site investigations)

    - Hidraulik (Hydraulic cosiderations)

    - Nautis (Nautical considerations)

    - Rencana (Master plan development)

    2.5. Parameter Teknis Pelabuhan

    Ukuran suatu pelabuhan sangat ditentukan berdasarkan panjang dermaga,

    lebar, kedalaman kolam dan tersedianya fasilitas bongkar muat. Parameter diatas

    sangat menentukan kinerja suatu pelabuhan terhadap kapal dan barang. Ukuran dan

    bentuk serta jumlah parameter menentukan seberapa besar investasi yang diperlukan,

    sehingga penentuan kebutuhan parameter yang tepat dan maksimal sangat membantu

    dalam pemecahan masalah kepelabuhan saat ini dan masa mendatang.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    16/85

    16

    2.5.1. Panjang Dermaga

    Salah satu faktor untuk menilai kelayakan pelabuhan adalah kapasitas

    dermaga yang ditentukan berdasarkan panjang tambatan.

    2.5.2. Lebar Tambatan

    Lebar tambatan ditentukan berdasarkan kedudukan dari tambatan ditinjau

    dari jenis dan volume barang yang mungkin ditangani pada pelabuhan yang

    bersangkutan.

    2.5.3. Kedalaman Kolam PelabuhanPada dasarnya perhitungan kedalaman kolam pelabuhan adalah dilihat dari

    sarat maksimum kapal terbesar yang menggunakan tambatan pada pelabuhan yang

    bersangkutan ditambah dengan jarak aman lunas kapal dari dasar laut (clearance)

    sebesar 0,8 - 1 m dibawah lunas kapal [ Kramadibraata,( 2000) ].

    2.6. Kinerja Pelabuhan

    Dalam memberikan jasa-jasa, pelabuhan memiliki beberapa prasarana, yaitu

    dermaga, terminal, gudang, lapangan penimbunan, navigasi dan telekomunikasi,

    peralatan bongkar muat, serta perkantoran. Evaluasi kinerja pelabuhan dilakukan

    terhadap kinerja administrasi dan manajemen, kinerja keuangan dan kinerja

    operasional (JICA 1999). Ada sarana dan prasarana pelabuhan yang tersedia, dan

    didukung oleh data terkait. Pada umumnya, lingkup kinerja operasional pelabuhan

    meliputi waktu pelayanan kapal, pelayanan barang dan utilitas fasilitas serta

    peralatan.

    2.6.1. Waktu Pelayanan Kapal di Pelabuhan

    Waktu pelayanan kapal di pelabuhan meliputi unsur-unsur yang merupakan

    gambaran terhadap tahapan-tahapan aktifitas kapal pada saat tiba di pelabuhan,

    merapat di dermaga atau meninggalkan pelabuhan.

    a. Arrival Rate ( AR )

    Adalah rata-rata kunjungan kapal per hari, yaitu jumlah rata-rata kapal yang

    berkunjung setiap hari di pelabuhan.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    17/85

    17

    AR =itubulandalamkalenderharijumlah

    bulansatudalamkapalkunjunganjumlah....................... (2.11)

    b. Turn Round Time (TRT)

    Adalah jumlah jam untuk satu kapal berada di pelabuhan, yang dihitung sejak

    kapal tiba di lokasi lego jangkar ( anchorage area ) sampai kapal berangkat

    meninggalkan lokasi lego jangkar.

    TRT = Jumlah jam selama kapal di Pelabuhan

    = PT + AT + WT + BT

    = WTG + BT ............................................................ (2.12)

    Dimana : PT + AT + WT di sebut juga Waiting Time Gross (WTG).

    c. Waiting Time ( WT )

    Adalah jumlah rata-rata waktu tunggu kapal di perairan kolam pelabuhan

    lokasi lego jangkar sampai pelayanan pemanduan dan pelayanan fasilitas`tambat.

    WT = WT pilot + WT berth ...................................................... (2.13)

    Dimana :

    WT pilot = selisih waktu antara waktu penetapan pelayanan pandu

    dengan waktu pandu naik ke kapal

    WT berth = selisih waktu sejak kapal ditetapkan untuk tambat sampai

    dengan realisasi kapal tambat.

    d. Postphone Time ( PT )

    Adalah waktu tertunda yang tidak bermanfaat selama kapal berada di lokasi

    lego jangkar sebelum atau sesudah melakukan kegiatan bongkar muat di tambatan

    atas kehendak atau dilakukan oleh pihak kapal.

    PT = TRT - ( AT + BT + WT ) ............................................. (2.14)

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    18/85

    18

    e. Approach Time ( AT )

    Adalah jumlah jam bagi kapal yang terpakai selama kapal bergerak dari

    lokasi lego jangkar sampai ikat tali di tambatan. (pakai/tanpa pelayanan pandu/tunda)

    atau sebaliknya.

    AT = TRT - ( WT + PT + BT ) ......................................... (2.15)

    f. Berthing Time ( BT )

    Adalah jumlah jam satu kapal selama berada di tambatan ( first time sampai

    dengan last time )

    BT = BWT + NOT ................................................................. (2.16)

    g. Berth Working Time ( BWT )

    Adalah jumlah jam satu kapal yang direncanakan untuk melakukan kegiatan

    bongkar muat barang selama berada di tambatan.

    BWT = ET + IT ...................................................................... (2.17)

    BWT = BT - NOT .................................................................... (2.18)

    h. Idle Time ( IT )

    Adalah jumlah jam bagi satu kapal yang terbuang / tidak terpakai dari jam

    kerja yang direncanakan untuk melakukan kegiatan bongkar-muat barang (tidak

    termasuk jam istirahat)

    IT = BT - ( NOT + ET ) ....................................................... (2.19)

    IT = BWT - ET ......................................................................... (2.20)

    i. Effective Time ( ET )

    Adalah jumlah jam bagi satu kapal yang benar-benar digunakan untuk

    melakukan kegiatan bongkar muat barang.

    ET = BT - ( NOT + IT ) ......................................................... (2.21)

    ET = BWT - IT ......................................................................... (2.22)

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    19/85

    19

    j. Not Operation Time ( NOT )

    Adalah jumlah jam bagi satu kapal yang direncanakan tidak bekerja selama

    berada di tambatan, termasuk istirahat dan waktu menunggu lepas tambat (lepas tali)

    pada waktu kapal akan berangkat dari tambatan.

    NOT = BT - ( IT + ET ) ......................................................... (2.23)

    NOT = BT - BWT .................................................................... (2.24)

    2.7. Pengertian Perjanjian carter

    Didalam dunia perhubungan laut, untuk meningkatkan kelancaran

    penyelenggaraan pengangkutan diperlukan suatu sarana penunjangnya, yaitu sarana

    kapal. Salah satu penyelenggaraan angkutan laut adalah dengan mengadakan suatu

    perjanjian yang di namakan perjanjian carter kapal. Mengenai pencarteran kapal itu

    sendiri adalah :

    penggunaan / pengoperasian kapal milik orang lain, yag sudah di perlengkap

    dengan alat perlengkapan kapal beserta pelautnya, yang siap untuk menjalankan

    kapal sesuai dengan intruksi pencarter .

    Mengenai perjanjian carter kapal ini dapat di perhatikan pengertian pengertian di

    bawah ini.

    Charter kapal adalah suatu perjanjian timbal balik antara tercarter (vevrater)

    dengan pencarter (bevrachter), dengan mana tercarter mengikatkan diri untuk

    menyediakan kapal lengkap dengan perlengkapan serta pelautnya untuk kepentingan

    pencarter, dan si pencarter mengikatkan diri untuk membayar uang charter

    (charterprijs).

    Sedangkan dalam pasal 453 ayat (1) kitab UU Hukum Dagang dinyatakan bahwa :

    yang namakan pencarteran kapal ialah carter menurut waktu dan carter menurut

    perjalanan.

    Apabila dalam perjanjian carter kapal ini, dalam pelaksanaan terjadi tabrakan, maka

    beban di pikul sendiri oleh pencarter apabila pekerjaan di kerjakan sendiri oleh

    pencarter, dan sebaliknya jika dipersiapkan oleh tercarter.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    20/85

    20

    2.7.1.Dasar Hukum Perjanjian Carter Kapal

    Sebagaimana diketahui bahwa setiap kegiatan atau perbuatan yang dilakukan

    di tanah air Republik Indonesia ini mempunyai dasar dasar hukum yang dijadikan

    tuntutan untuk pelaksanakan kegiatan tersebut. Adapun yang dijadikan dasar hukum

    perjanjian carter kapal adalah kitab UU Hukum Dagang, yang diatur mulai dari pasal

    453 sampai dengan pasal 565.

    Pasal pasal tersebut secara umum isinya adalah sebagai berikut :

    Pada pasal 453 mengatur mengenai perjanjian pencarter kapal secara umum dan

    membedakan perjanjian carter kapal itu atas 2 (dua) jenis, yaitu perjanjian carter

    kapal menurut perjalanan dan perjanjian carter kapal menurut waktu.

    Pasal 454 mengatur tentang perlu adanya akta dalam suatu perjanjian carter kapal.

    Pasal 455 sampai dengan pasal 459 mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak

    yang mengadakan perjanjian carter kapal.

    Pasal 460 sampai dengan pasal 462 mengatur tentang perjanjian carter kapal menurut

    perjalanan.

    Kemudian pada pasal 463 sampai dengan pasal 465 mengatur tentang perjanjian

    carter kapal menurut waktu.

    2.7.2. Syarat Sah Perjanjian Carter Kapal

    Seperti halnya perjanjian pada umumnya, perjanjian carter kapal harus

    memenuhi syarat untuk sahnya perjanjian sebagaimana menurut ketentuan peraturan

    perundang undangan yang berlaku. Yaitu harus terpenuhi unsur unsur sebagai

    berikut .

    1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

    Yaitu sepakat antara penyedia kapal (tercarter) dengan orang yang mencarter

    kapal (pencarter).

    2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

    Pihak yang mengadakan perjanjian carter kapal tidak terhalang untuk mengadakan

    perjanjian sebagaimana di atur dalam peraturan perundangan yang berlaku, yaitu

    pihak yang tidak termasuk orang orang belum dewasa atau orang yang berada di

    bawah pengampuan.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    21/85

    21

    3. Suatu hal tertentu

    Dalam perjanjian ini barang diharapkan adalah satu atau beberapa buah kapal

    yang akan dipergunakan untuk suatu tujuan tertentu oleh pencarter.

    4. Suatu sebab hal yang halal

    Isi dan tujuan dalam perjanjian carter kapal adalah yang tidak bertentangan

    dengan UU, ketertiban umum maupun kesusilaan, yaitu berkenaan dengan

    pemakaian, pengangkutan dan jangka waktu pencarteran kapal tersebut.

    2.7.3. Para Pihak yang Terlibat Dalam Perjanjian Charter Kapal

    Para pihak dalam suatu perjanjian disebut subjek, yaitu siapa siapa yang

    terlibat dengan diadakannya perjanjian subjek harus mampu atau wenang untuk

    melakukan perbuatan hokum yang ditetapkan oleh UU.

    Dengan demikian, disamping manusia perorangan, badan hukum juga dapat

    bertindak dalam hokum dan mempunyai hak hak, kewajiban dan perhubungan

    hokum terhadap orang lain arau badan lain.

    Artinya badan hukum adalah turut serta dalam pergaulan hidup masyarakat yang

    meliputi perbuatan pembeli. Sehubungan dengan itu, dalam perjanjian carter kapal di

    kota jambi, para pihak yang terikat di adakannya perjanjian tersebut adalah pihak

    tercarter (shipowners) suatu puak yang mencarterkan kapal, yang dalam prakteknya

    pihak tercarter ini adalah perusahaan pelayaran disatu pihak denga pihak pencarter

    selaku pihak pemakai jasa angkutan.

    Disamping itu, didalam perjanjian carter kapal yang diadakan antara pihak

    tercarter denga pencarter (pemakai jasa angkutan) terdapat pula beberapa orang yang

    bukan merupakan pihak dalam perjanjian, tetapi mempunyai peranan yang sangat

    penting untuk memulai mengadakan perjanjian carter kapal. Orang orang ini

    disebut dengan pihak perantara atau wakil masing masing pihak tercarter maupun

    dari pihak pencarter.

    Dengan demikian dapat diketahui bahwa dalam perjanjian carter kapal di

    kenal para pihak dalam perjanjian yang terdiridari unsur unsur tersebut adalah :

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    22/85

    22

    1. Pihak Tercarter (shipowners atau perusahaan pelayaran)

    Pihak tercarter adalah pihak yang menyediakan kapal beserta perlengkapan

    dan pelautnya yang akan di gunakan oleh pihak pencarter untuk kepentingannya

    dalam perjanjian kerja laut.

    Mengenai pelaut yang disediakan pihak tercarter masih tetap merupakan bawahan

    pihak tercarter, yang mana mereka mengikatkan diri pada pihak tercarter

    berdasakan perjanjian kerja laut.

    2. Pihak Pencarter (Charterers atau pemakai jasa angkutan)

    Pihak pencarter adalah pihak yang menggunakan penyediaan kapal untuk

    kepentingan dalam pelayaran dilaut sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati

    sebelumnya. Pihak pencarter dapat berupa perorangan,badan hokum seperti

    Perseroan Terbatas (PT), Comaditer Veneschap (CV) dan lain lain.

    Selain itu juga pihak pencarter dapat berupa perusahaan pelayaran, yang dalam

    menjalankan usaha pengangkutan laut mengalami kekurangan sarana kapal.

    Untuk menutupi kekurangan tersebut maka pihak perusahaan pelayaran tersebut

    mencarter kapal dari perusahaan lain.

    3. Perantara atau wakil wakil dari masing masing pihak

    Perantara atau wakil dari masing masing pihak adalah perantara dari pihak

    adalah perantara dari pihak tercarter (shipowners atau perusahaan pelayaran)

    maupun dari pihak pencarter.

    Adanya pihak perantara atau wakil wakil dari masing masing pihak dalam

    perjanjian carter kapal ini dikarenakan para pihak, baik pihak pencarter dan

    tercarter tidak dapat berlangsung untuk melaksanakan tugasnya yang berhubungan

    dengan carter kapal, sehingga bagi pihak pencarter.

    Tentang kemungkinan bahwa dalam perjanjian carter kapal itu dapat di

    adakan oleh masing masing pihak yang merupakan perwakilan dengan izin

    masing masing pihak, baik izin dari pihak tercarter maupun izin dari pihak

    pencarter. Dapat ditemui dalam pasal 455 Kitab UU Hukum Dagang, yang

    menyebutkan :

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    23/85

    23

    Barang siapa mengadakan perjanjian kapal untuk orang lain, bagaimanapun ia

    terhadap pihak yang lain terikat karenanya, kecuali bilamana ia pada pembuatan

    perjanjian berbuat dalam batas kuasanya dan menyebutkan pemberi kuasanya.

    Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 455 Kitab Undang undang

    Hukum dagang tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa perantara atau wakil

    wakil dan masing masing pihak dalam perjanjian carter kapal adalah bertindak

    hanya sebagai perantara atau wakil pihak dalam perjanjian carter kapal.

    Terhadap semua perantara atau wakil wakil yang bekerja untuk masing

    masing pihak, mereka memperoleh komisi dari masing masing pihak yang

    diwakilinya setelah mereka menyelesaikan tugas tugasnya.

    2.7.4. Jenis jenis Perjanjian Carter

    Dalam Kitab Undang undang Hukum Dagang, Perjanjian carter kapal

    terdiri atas 2 (Dua) jenis, yaitu :

    1. Carter kapal menurut waktu ( Time Chartaer )

    Perjanjian carter kapal jenis ini di atur dalam pasal 453 ayat (2) Kitab Undang

    undang Hukum Dagang, yang menyatakan :

    Carter menurut perjalanan adalah persetujuan, dengan mana pihak yang satu

    (pencarter) mengikatkan diri selama suatu waktu tertentu, kepada pihak lawannya

    dengan maksud memakai kapal tersebut dalam pelayaran di lautan guna keperluan

    pihak yang terakhir ini, dengan pembayaran suatu harga yang dihitung menurut

    lamanya waktu.

    Dari ketentuan pasal tersebut di atas di ketahui bahwa pada perjanjian carter kapal

    menurut waktu yang menjadi pokok perjanjian adalah jangka waktu pemakaian

    kapal itu sendiri, di mana kewajiban pembayaran oleh pencarter dilihat dan di

    hitung menurut lamanya waktu yang digunakan.

    2. Carter Kapal menurut Perjalanan ( Voyage Charter )

    Perjanjian carter kapal yang telah disepakati bersama antara tercarter dengan

    pencarter berakhir apabila uang carter telah di bayar oleh pihak pencarter kepada

    pihak tercarter dan semua hak hak dan kewajiban dari masing masing pihak

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    24/85

    24

    telah dilaksanakan sebagaimana yang telah di sepakati sebelumnya oleh kedua

    belah pihak.

    2.7.5. Berakhirnya Perjanjian Carter kapal

    Selain itu pihak perjanjian carter juga dapat berakhir pada saat tertentu yang

    disebabkan oleh sesuatu hal di luar apa yang telah di janjikan bersama. Berkenaan

    dengan ini, pasal 462 sampai dengan pasal 465 kitab UU Hukum Dagang

    menentukan mengenai berakhirnya perjanjian carter kapal, yaitu :

    1. Perjanjian carter kapal berakhir, bila kapalnya musnah (Pasal 462 ayat (1)

    2. Bila kapal itu hilang, perjanjian carter kapal berakhir pada saat penerimaan kabar

    terakhir mengenai kapal yang bersangkutan (Pasal 462 ayat (2)

    3. bila kapalnya tidak dapat di pakai akibat adanya kerusakan tidak di lengkapi

    secara baik, tidak di lengkapi dengan awak kapal yang cukup, maka selama kapal

    itu tidak dipakai, uang carter tidak perlu di bayar (Pasal 462 ayat (2)

    4. Apabila uang carter tidak di bayar pada waktu yang telah ditentukan, maka

    tercarter dapat menghentikan perjanjian carter itu dengan lebih dahulu

    memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pencarter (Pasal 463)

    5. Apabila karena sesuatu tindakan atasan atau karena pecahnya perang, perjanjian

    carter menjadi terhalang pelaksanaanya dan belum dapat ditentukan kapan

    perjanjian dapat dilaksanakan, maka baik pencarter dan tercarter dapat mengakhiri

    perjanjian carter itu dengan cara memberitahukan masing masing kepada

    lawannya. Yang di maksud Pada (Pasal 464)

    6. Apabila kapalnya sedang ada di tengah lautan, memuat barang barang atau orang

    orang dalam hal sebagaimana di maksud dalam huruf 5 tersebut di atas, maka

    kapal di wajibkan menuju kepelabuhan terdekat dan aman (Pasal 465)

    7. Meskipun begitu, bila terjadi hal seperti di maksudkan dalam pasal 463 dan 464,

    sedangkan kapal dalam keadaan memuat barang barang atau penumpang, maka

    uang carter tersebut harus di bayar sampai dengan hari di bongkarnya muatan atau

    diturunkan penumpangnya tersebut.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    25/85

    25

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1. Lokasi penelitian

    Penelitian ini akan dilakukan di Pulau Ambon, tepatnya di Desa Waai, lokasi

    pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU ).

    3.2. Objek Penelitian

    Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah pasokan batu bara yang

    merupakan bahan bakar utama pembangkit listrik, dan pola sistim transportasinya.3.3. Subjek Penelitian

    Subjek dari pada penelitian ini antara lain :

    Geografis lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU )

    Kuantitas kebutuhan batu bara untuk menggerakan pembangkit listrik

    Model sistim transportasi yang digunakan untuk mensuplai batu bara

    Jenis dan dimensi fisik kapal yang digunakan untuk mengangkut batubara.

    Jarak pelayaran, sistim bongkar muat

    3.4. Metode Penelitian

    a. Metode Penulisan

    Berhasil tidaknya suatu penelitian, dalam artian mencapai tujuan yang

    diinginkan secara maksimal, tepat dan akuratif sangat tergantung dari metode yang

    digunakan. Untuk itu metode yang digunakan dalam memecahkan permasalahan di

    atas adalah metode deskriptif ; untuk memaparkan situasi dan data lapangan yang

    terkait dengan penelitian ini. Metode analisis, yang didasarkan pada berbagai

    literatur , berbagai text book, journal dan laporan kerja yang terkait dengan sifat dan

    tujuan penelitian. Selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

    Data Teknis Pembangkit Listrik ; Data ini digunakan untuk memperkirakan

    kuantitas batubara yang dibutuhkan untuk membangkitkan energi listrik

    sesuai dengan kapasitas yang direncanakan.

    Data Kapasitas dan Performa Alat Angkut ; data ini dibutuhkan untuk

    memperkirakan frekwensi dan kuantitas supply batubara.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    26/85

    26

    b. Pengumpulan data

    Untuk mendapatkan data yang tepat sesuai dengan fokus kajian maka teknik

    pengumpulan data yang digunakan adalah :

    a. Data Primer yang didapat lewat observasi, wawancara dengan menggunakan

    kuisioner dan pencatatan langsung terhadap objek yang diteliti.

    b.Data Sekunderyang didapat lewat literatur maupun badan/instansi terkait.

    Selengkapnya, penelitian ini dilakukan dengan menempuh tahapan- tahapan

    sebagaimana tergambar padaDiagram Alir Penelitian berikut ini :

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    27/85

    27

    Gambar 3.1. Diagram Alur Penelitian

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    28/85

    28

    BAB IV

    ANALISIS KEBUTUHAN BATUBARA

    DAN PEMODELAN TRANSPORTASI

    4.1. Batu Bara

    Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah

    batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya

    adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur

    utamanya terdiri dari ; Karbon, Hidrogen, dan Oksigen. Batu bara juga adalah batuan

    organik yang memiliki sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui

    dalam berbagai bentuk.

    Indonesia dalam 2 dekade belakangan telah meningkatkan produksi

    batubaranya besar- besaran dari hanya 2 juta ton pada tahun 1985 menjadi 145 juta

    ton pada Tahun 2005. Sebagian besar dari produksi batubara tersebut diekspor

    terutama ke negara industri Asia (Taiwan, Jepang, Hong Kong dan Korea Selatan).

    Indonesia saat ini tercatat sebagai pengekspor batubara terbesar kedua di dunia,

    mengekspor 92,5 juta ton pada Tahun 2005.

    Kalimantan merupakan pusat produksi batubara Indonesia, yang

    menghasilkan lebih dari 90% produksi batubara di Tanah Air. Cadangan batubara

    Kalimantan sebenarnya hanyalah sekitar 51% dari cadangan batubara (resources) di

    Tanah Air, sementara daerah lain, terutama Sumatra, juga memiliki cadangan

    batubara dalam jumlah besar, khususnya yang telah terbukti ( proven reserves ).

    Mutu batu bara Kalimantan sangat baik dengan kandungan panas tinggi serta

    kadar abu dan belerang yang rendah, membuatnya sangat laku, baik untuk eksport

    maupun pasaran domestik. Dibandingkan Sumatra yang juga memiliki cadangan

    cukup besar dan beberapa tambang batu bara, industri batu bara diuntungkan dengan

    keberadaan tambang-tambang yang berada relatif dekat dengan pantai serta sungai

    besar ( Barito, Mahakam ) yang memungkinkan batu bara dapat ditransport tanpa

    harus mengembangkan infrastruktur transportasi yang mahal untuk itu.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    29/85

    29

    Pada Tahun 2005, cadangan sumberdaya (resources) batubara Indonesia

    ditaksir berjumlah 57,8 milyar ton dan 51% dari cadangan tersebut (29,7 milyar

    ton) berada di Kalimantan. Dari sekitar 29,7 milyar ton tersebut, 9,7 milyar ton

    diklasifikasikan sebagai cadangan terunjuk, dan 4,2 milyar ton merupakan cadangan

    terbukti (proven reserves). Cadangan batubara Kalimantan menyebar terutama di

    Kalimantan Timur dan Selatan, namun hampir tidak ada yang di Kalimantan

    Barat. Ini sesuai dengan karakteristik geologi pulau Kalimantan, dimana bagian

    Timur-Selatan dari pulau itu kaya dengan sumber-sumber bahan bakar fosil.

    Kalimantan bagian timur dan selatan memiliki kandungan batubara bermutu

    tinggi dengan kandungan panas tinggi dan kadar belerang dan abu yang

    rendah. Sekitar sepertiga dari batubara Kalimantan memiliki kategori kandungan

    panas tinggi (lebih dari 6.100 kkal/kg), sedangkan sekitar 45% berkategori

    kandungan panas sedang (5.100 6.100 kkal/kg).

    Di Kalimantan (2005) tercatat 70 tambang dalam tahap produksi,

    konstruksi, studi kelayakan, eksplorasi dan survei umum. Dari 70 tambang

    tersebut, 69 tambang berlokasi di Kalimantan Timur, Selatan dan Tengah, dan

    hanya 1 beroperasi di Kalimantan Barat. Penambangan dilakukan baik oleh

    perusahaan tambang kelas dunia (Adaro, Kaltim Prima Coal, Arutmin, dll)

    berdasarkan Kuasa Pertambangan, Perjanjian Kerja Perusahaan Pertambangan

    Batubara (PKP2B) maupun unit-unit koperasi serta pertambangan tanpa izin

    (PETI) yang mengusahakan penambangan batu bara skala kecil. Lebih dari 90%

    dari produksi tersebut diekspor. Terlihat 4 perusahaan utama (Adaro, Kaltim Prima

    Coal, Arutmin, Kideco Jaya Agung) yang memproduksi sekitar 70% dari produksi

    batubara Kalimantan, dengan masing-masing perusahaan memproduksi lebih

    dari 10 juta ton/tahun, atau lebih besar dari produksi oleh produsen utama batubara

    di Sumatra (PT Batubara Bukit Asam) yang hanya di bawah 10 juta ton/tahun.

    Mutu batubara Kalimantan, berdasarkan kandungan panasnya, dapat

    dibedakan berdasarkan basin batubara yang ada. Basin Tarakan di bagian

    utara Kalimantan Timur memiliki batubara dengan kandungan panas (calorific

    value) 5.700 6.000 kkal/kg, sementara basin Kutai memiliki batubara dengan

    kandungan panas yang lebih tinggi (5.800 7.100 kkal/kg). Batubara di basin

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    30/85

    30

    Pasir, di wilayah pantai Kalimantan Selatan, memiliki kandungan panas yang

    relatif rendah (4.300 6.800 kkal/kg) sedang batubara di basin Barito memiliki

    kandungan panas yang bervariasi dari yang rendah (4.800 kkal/kg) sampai yang

    tinggi (7.000 kkal/kg).

    Operasi tambang batubara di Kalimantan sampai saat ini dilakukan di

    tambang terbuka (open pit mining), menggunakan teknologi penambangan

    sederhana mengandalkan truk dan mobil penggaruk (shovel), dan hanya

    menerapkan pengolahan lanjut yang minimal sebelum batubaranya dikirimkan.

    Tambang-tambang yang sekarang dalam status produksi sebagian besar

    berlokasi di dekat-dekat sungai atau tepi pantai. Sementara itu, beberapa studi

    kelayakan sedang dilakukan untuk mengembangkan tambang-tambang yang berada

    lebih di pedalaman. Terdapat indikasi bahwa cadangan batubara yang bermutu

    sangat tinggi (khususnya cooking coal yang berharga sangat mahal) berada di

    wilayah-wilayah pedalaman yang masih jauh dari jangkauan infrastruktur

    transportasi saat ini.

    4.2. Tinjauan Terhadap Aspek yang Dapat Mempengaruhi Penentuan Dimensi

    Optimum dari Tongkang dan Pusher Tug

    4.2.1. Keadaan cuaca dengan tinggi gelombang laut

    Keadaan cuaca dengan tinggi gelombang laut yang terjadi di wilayah

    Indonesia digambarkan pada Tabel-1 dibawah ini .

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    31/85

    31

    Tabel 4.1. Keadaan cuaca dengan tinggi gelombang laut

    Tinggi Gelombang (m)

    Bulan Thn 2008 Thn 2009 Thn 2010 Ket.

    Januari 2,0 - 4,0 2,0 - 4,0

    Pebruari 2,0 - 4,0 2,0 - 3,0

    Maret 0 - 0,75 0 - 0,75 0 - 1,5

    April 0 - 0,75 0 - 1,5 0 - 1,5

    Mei 1,5 - 2,5 0,5 - 1,5 1,5 - 2,5

    Juni 2,0 - 3,0 2,0 - 2,5 1,5 - 2,5

    Juli 3,0 - 4,0 2,0 - 3,0

    Agustus 2,5 - 3,5 2,0 - 3,0 3,0 - 5,0

    September 1,5 - 2,5 1,5 - 2,5

    Oktober 0,5 - 2,0 0,75 - 1,5 0,75 - 1,5

    November 0,0 - 0,75 0,75 - 1,5 0,75 - 1,5

    Desember 0,75 - 1,25 0,75 - 1,5

    Secara visual, kondisi cuaca wilayah Indonesia sebagaimana terlihat pada gambar

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    32/85

    32

    Gambar 4.1. Keadaan Cuaca dan Tinggi Gelombang Laut

    Tabel 4.2. Keadaan Cuaca dengan Tinggi Gelombang Laut Tahun 2008

    Tahun 2008

    Bulan

    Tinggi Gelombang ( % )

    Ket.

    0 1,25m 1,25 - 2,5 m >2,5m

    Januari Februari 5 10 85

    Maret April Mei 95 5 -

    Juni Juli Agustus 5 5 90

    SeptemberOktober

    November Desember95 5 -

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    33/85

    33

    Gambar 4.2. Keadaan Cuaca dan Tinggi Gelombang Laut

    Tabel 4.3. Keadaan Cuaca dengan Tinggi Gelombang Laut Tahun 2009

    Tahun 2009

    Bulan

    Tinggi Gelombang ( % )

    Ket.

    1 1,25m 1,25 - 2,5 m >2,5m

    Januari Februari 5 5 90

    Maret April Mei 95 5 0

    Juni Juli Agustus 5 5 90

    SeptemberOktober

    November Desember90 5 5

    Sumber: BMKG Ambon.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    34/85

    34

    Gambar 4.3. Keadaan Cuaca dan Tinggi Gelombang Laut

    Tabel 4.4. Keadaan Cuaca dengan Tinggi Gelombang Laut Tahun 2010

    Tahun 2010

    Bulan

    Tinggi Gelombang ( % )

    Ket.

    2 1,25m 1,25 - 2,5 m >2,5m

    Januari Februari 5 5 90

    Maret April Mei 95 5 -

    Juni Juli Agustus 5 5 90

    SeptemberOktober

    November Desember

    90 5 5

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    35/85

    35

    4.3 Tinjauan terhadap route pelayaran

    Tinjauan terhadap route pelayaran yang dimaksud disini adalah untuk

    menyelidiki hambatan-hambatan apa yang terjadi atau yang timbul pada route

    pelayaran dalam kaitannya dengan sistem transportasi laut batu bara dari pusat-pusat

    penambangan yang sudah ada ( Kalimantan Selatan , Pulau Obi Maluku Utara, dan

    Nabire-Papua ). Sehingga nantinya akan merupakan bahan bahan pertimbangan

    dalam menentukan atau merencanakan sistem transpotasi laut batu bara dari pusat-

    pusat penambangan tersebut sampai ke pelabuhan bongkar di desa Waai Pulau

    Ambon. Untuk kepentingan hal tersebut diatas, maka perlu untuk diketahi peta

    route pelayaran angkutan laut batu bara Kalimantan Selatan dan pusat-pusat

    penambangan lain dari pelabuhan muat sampai ke pelabuhan bongkar. Route

    pelayaran sistem transportasi laut batu bara Kalimantan Selatan dari pelabuhan muat

    di Kalimantan Selatan ke pelabuhan bongkar di Ambon sebagai berikut ;

    Route yang akan ditempuh oleh kapal pengangkut batu bara dari Kalimantan

    Selatan, kapal akan mengangkut batu bara menuju Sulawesi Selatan, kemudian

    menyusuri pulau dibagian Sulawesi Tenggara, dan dari situ kapal akan menuju

    langsung ke bagian timur pulau Ambon untuk memasok batu bara pada PLTU Waai

    Pulau Ambon.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    36/85

    36

    Sumber. www.google map

    Gambar 4.4. Rute Pelayaran

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    37/85

    37

    Route yang akan ditempuh oleh kapal pengangkut batu bara dari Pulau Obi

    dan Nabire menuju PLTU Waai Pulau Ambon, sebagaimana terlihat pada Gambar

    4.5 berikut ini.

    Gambar 4.5. Rute Pelayaran Untuk Lokasi Penambangan

    Nabire dan Pulau Obi

    Gambar 4.6. Pulau Ambon dan letak PLTU Desa Waai.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    38/85

    38

    4.4. Gambaran Umum Mengenai Tongkang (Barges )

    4.4.1 Sistem Pengangkutan

    Untuk menentuan jenis dan kapasitas kapal sangat tergantung dari jenis dan

    jumlah komoditi barang yang dimuat atau dibongkar serta kondisi

    infrastruktur dan fasilitas di pelabuhan.

    Yang dimaksud dengan komoditi barang yang diangkut adalah batubara,

    maka dalam hal ini tipe kapal yang memungkinkan untuk melaksanakan

    pengangkutan batubara ada tiga tipe antara lain:

    Tug and Barge atau kapal tunda yang menarik tongkang

    Self Propelled Barge (SPB) atau kapal tongkang yang memiliki tenaga

    penggerak (tongkang bermesin)

    Bulk Carrier yang dimaksud dengan bulk carrier disini adalah kapal

    pengangkut muatan curah

    Gambar 4.7a. Sistem Bongkar Muat Batubara

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    39/85

    39

    4.4.2. Sistem Tug - Barge

    Yang dimaksud dengan sistem Tug - Barge adalah sistem pengangkutan yang

    menggunakan sarana angkut berupa tongkang sebagai ruang muat dan kapal tunda

    sebagai mesin penggeraknya.

    Pengertian tongkang itu sendiri adalah alat apung yang berbadan lebar dan beralas

    rata, serta umumnya mempunyai geladak yang digunakan untuk pengangkutan antara

    daratan dan lautan. Berdasarkan posisi muatan tongkang dapat dibagi menjadi dua

    jenis yaitu muatan atas geladak dan didalam palka. Untuk tongkang yang membawa

    muatan dalam palka dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

    Tongkang yang membawa muatan cair seperti minyak (oil), bahan bakar, air

    tawar dan sebagainya. Tongkang jenis ini biasanya beroperasi di pelabuhan,

    digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak atau air tawar bagi kapal-

    kapal yang sedang berlabuh dan biasanya berukuran kecil. Untuk oil barge

    yang beroperasi di sungai-sungai besar mempunyai kapasitas yang relative

    lebih besar, pada jenis ini biasanya dilengkapi dengan pompa-pompa untuk

    pengosonganmuatan (discharging pump).

    Tongkang Lumpur, untuk melayani kapal keruk pada pengerukan pelabuhan,

    sungai dan sebagainya. Tongkang jenis ini dibuat tanpa tutup palkah (hatch

    cover)

    Tongkang barang, pembawa muatan bulk (muatan curah), general cargo serta

    muatan yang dimasukkan dalam karung (barge cargo). Jenis ini mempunyai

    ruang palkah sebagaimana layaknya kapal barang atau bulk carrier. Ada yang

    dirancang dengan penutup palkah ada pula yang dirancang tanpa penutup

    palkah.

    Untuk batu bara kebanyakan menggunakan tongkang dengan jenis deck barge

    atau muatan diatas geladak. Tongkang tidak memiliki consumables (bahan bakar dan

    air tawar) namun memiliki tangki ballast dan pengaturan trim. Sedangkan kapal

    tunda dapat diartikan sebagai kapal yang digunakan untuk mendorong atau

    membantu kapal lain dilaut dan untuk menarik tongkang-tongkang dipelabuhan, dan

    kapal ini memiliki daya mesin yang besar.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    40/85

    40

    Berdasarkan teknologi yang digunakan, sistem tug-barge ini dapat dibedakan

    menjadi:

    1 Pull-Toward Tug-Barge System, sistem ini menggunakan sistem tarik, sehingga

    kapal tunda yang digunakan berfungsi untuk menarik tongkang dimana tali yang

    digunakan menggunakan tali khusus yang dapat disesuiakan dengan kebutuhan.

    2 1st Generation Push-Towed Tug-Barge, pada sistem ini tongkang yang

    digunakan dirancang dengan notch berukuran kecil dibagian belakang sehingga

    pada sistem ini tongkang hanya dapat didorong pada saat cuaca baik dan

    gelombang yang kecil, untuk selebihnya maka tongkang harus ditarik.

    3 2nd Generation Push-Towed Tug-Barge System, pada sistem ini tongkang

    didesain dengan notch yang lebih dalam dan sudah menggunakan coupling

    sehingga memungkinkan untuk kapal tunda mendorong tongkang pada saat

    berlayar dilaut. Kelemahan pada sustem ketiga ini adalah kemampuan coupling

    untuk mengikat kapal dengan tongkang yang terbatas pada saat sistem ini

    berlayar pada cuaca yang buruk dan kondisi gelombang yang besar.

    4 3rd Generation Push-Towed Tug-Barge System, ini adalah sistem tug-barge yang

    telah menggunkan teknologi coupling lebih baik daripada sistem sebelumnya,

    maka kapal dapat mendorong tongkang dalam segala kondisi gelombang dan

    cuaca.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    41/85

    41

    Gambar 4.7b.Barge

    Karakteristik dari sistem tug-barge yang saat ini digunakan adalah :

    Dengan menggunakan dua unit yaitu kapal tunda sebagai unit penggerak dan

    tongkang sebagai unit muatan maka memungkinkan sistem operasi ini

    memiliki fleksiblitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kapal pada

    umumnya. Dengan terpisahnya sistem ini menjadi dua unitt memungkinkan

    juga sistem ini melakukan pola operasi drop and swap.

    Biaya investasi yang dikeluarkan lebih rendah dibandingkan dengan kapal

    dengan kapasitas yang sama. Total biaya konstruksi tug-barge 57%-68%

    lebih rendah dan juga biaya awak kapal dan provision 55%-60% lebih rendah

    bila dibandingkan dengan kapal yang memiliki kapasitas yang sama, hal ini

    dengan catatan bahwa kecepatan tug-barge adalah 10-12 knot sedangkan

    kecepatan kapal13-15 knot.

    Bila dibandingkan dengan kapal dengan kapasitas yang sama sistem ini

    memiliki sarat air yang lebih rendah sekitar 65%-75%. Karakteristik ini

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    42/85

    42

    menguntungkan karena dapat digunakan sebagai alat angkut dengan kapasitas

    yang lebih besar pada alur yang memiliki sarat air terbatas.

    Dari segi pembangunan sistem tug-barge lebih mudah pada saat

    pembangunan dan lebih mudah juga pada saat diadakan perbaikan.

    Konstruksi tongkang relatif sederhana sehingga akan lebih mudah pada

    proses pembangunan dan perbaikan.

    4.4.3. Sistem Self Propelled Barge

    Untuk menjelaskannya Secara umum dapat digambarkan bahwa Self

    Propelled Barge (SPB) ialah kapal yang mempunyai bentuk seperti tongkang namun

    menggunakan tenaga pendorong sendiri.

    Bila dibandingkan dengan biaya pembangunan kapal pada umumnya terlebih dengan

    kapal bulk carier, SPB mempunyai biaya pembangunan yang lebih rendah 1/3 kali

    dari kapal bulk carier [Harryadi Mulya, 2006], sehingga dapat disimpulkan pula

    bahwa biaya operasional SPB lebih rendah dibandingkan dengan kapal bulk carier.

    Gambar 4.8. Self Propelled Barge

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    43/85

    43

    4.5. SistemBulk Carier

    KapalBulk Carier atau kapal muatan curah merupakan salah satu jenis kapal

    yang mempunyai ciri khusus dan perbedaan apabila dibandingkan dengan kapal jenis

    lainnya. Ciri khusus yang dimiliki kapal ini sangat terpengaruh dengan jenis

    muatannya yaitu muatan curah misalnya : biji tanaman, gandum, padi, biji tambang

    seperti biji besi, batu bara dan lain-lain.

    Tiap jenis muatan curah yang diangkut mempunyai karakteristik berbeda,

    oleh karenanya jenis muatan sangat berpengaruh terhadap sistem perlengkapan dan

    tiap jenisnya yaitu muatan mempunyai kecenderungan akan memadat selama kapal

    berlayar, dan juga akan terjadi pergeseran muatan kesamping pada permukaan atas

    muatan akibat pengaruh dari olengnya kapal. Terjadinya pergeseran muatan ini akan

    mempengaruhi stabilitas kapal. Menurut perhitungan IMO sudut pemuatan kritis

    adalah 35, apabila sudut muatan lebih besar dari sudut kritis maka muatan akan

    mengalami pergeseran karena itu permukaan muatan harus diratakan. Oleh

    karenanya konstruksi kapal muatan curah ini direncanakan agar muatan tidak mudah

    mengalami pergeseran permukaan. Salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah

    dengan memberi sisi miring pada bagian atas ruang muat (upper wing tank).

    Penggunaan cara ini memungkinkan pergeseran muatan yang terjadi tidak terlalu

    besar karena permukaan muatan lebih kecil yang secara langsung dapat

    mempengaruhi stabilitas kapal.

    Gambar 4.9. Upper Wing Tank

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    44/85

    44

    Untuk kapal Bulk Carier muatan batu bara, terdapat beberapa perbedaan konstruksi

    bila dibandingakan dengan kapal muatan curah yang lain, hal ini dikarenakan batu

    bara memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik batu bara yang perlu

    diperhatikan diantaranya :

    Gas yang mudah meledak

    Untuk beberapa jenis batu bara khususnya tambang batu bara baru dapat

    menghasilkan gas yang mudah terbakar (gas methana). Apabila gas methana ini

    bercampur dengan udara dan kemudian terjadi kontak dengan nyala api maka akan

    mudah sekali terjadi ledakan. Karenanya batu bara harus dimuat pada ruang muat

    dengan kondisi udara yang bersih, dan selama pelayaran pada ruang muat diberi alat

    ventilasi agar gas methana yang dihasilkan dapat dikeluarkan dan harus dijaga agar

    gas tersebut tidak masuk ke ruangan yang lain.

    Pembakaran Spontan

    Untuk Batu bara dengan tipe soft, bituminous adalah subyek untuk

    pemanasan dan pembakaran yang cepat. Terjadinya pemanasan dan pembakaran ini

    tergantung pada lamanya batu bara berada dalam ruang muat kapal. Sistem ventilasi

    mungkin bisa mengurangi resiko terjadinya ledakan gas tetapi masih memungkinkan

    terjadinya pembakaran pada batu bara apabila terjadi hubungan antara udara dengan

    permukaan batu bara yang panas. IMO merekomendasikan bahwa temperatur dari

    muatan batu bara harus dicek setiap hari pada tiga tempat di setiap ruang muat,

    disekitar dasar ruang muat dan ditengah muatan. Batasan temperatur yang

    membahayakan untuk muatan batu bara berkisar antara 50 C - 55 C. Pada suhu 80

    C tidak diperbolehkan ada muatan batu bara, oleh karena itu harus dilakukan

    pengecekan temperatur sebelum dilakukan proses pemuatan.

    Pergeseran Muatan Pada Saat Berlayar

    Bila batu bara dimuat dalam kondisi basah maka akan lebih memudahkan

    terjadinya pergeseran muatan sehingga akan membahayakan kapal apabila kapal

    tersebut tidak dilengkapi dengan self trimming. Dengan alasan tersebut maka harus

    dilakukan pengetesan kandungan air sebelum melakukan pelayaran.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    45/85

    45

    Terjadi korosi pada ruang muat kapal Batu bara dengan kandungan sulfur yang

    tinggi, khususnya dalam kondisi yang basah akan mudah menyebabkan terjadinya

    reaksi kimia yang dapat menimbulkan korosi pada permukaan ruang muat kapal.

    Kondisi akan semakin memburuk apabila temperatur ruangan naik dan batu bara

    berada lebih lama di dalam ruang muat. Untuk mengatasi maka digunakan kapal bulk

    carier double skin karena perlindungan terhadap korosi dan kerusakan lebih baik.

    4.6. Kebutuhan Bahan Bakar Batu Bara

    Kalimantan merupakan wilayah dengan produksi batu bara terbesar di

    Indonesia. Batubara yang dihasilkan dari Pulau Kalimantan, 90% diekspor untuk

    memenuhi kebutuhan pasar internasional, (kini pengekspor terbesar kedua di dunia).

    Dengan pembangunan PLTU skala besar yang dibangun pemerintah yaitu PLTU

    17.000 MW akan mendongkrak permintaan terhadap batu bara di Kalimantan lebih

    tinggi lagi dengan kebutuhan sebagian besar di Jawa, dan sebagian kecil non jawa,

    ini merupakan tantangan yang serius dari segi transportasinya.

    Salah satu pembangkit dari 17.000 MW sesuai rencana pemerintah, akan

    dibangun di Desa Waai pulau Ambon Propinsi Maluku dengan kapasitas 2 x 15 MW.

    Untuk membangkitkan energi listrik dengan kapasitas 2 x 15 MW ini direncanakan

    menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Dengan demikian batubara yang

    dibutuhkan dapat dihitung dengan pendekatan sebagai berikut :

    Jumlah pembangkit 2

    Kebutuhan 15 MW

    Total = 2 x 15 30 MW = 30.000.000 Watt

    Waktu = 3600 detik

    1 kg = 2980 Watt / detik

    1 jam = 3.600 detik

    1 hari = 24 jam

    1 bulan = 30 hari

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    46/85

    46

    Kebutuhan bahan bakar untuk operasional 2x15 MW yang harus disupply ke PLTU

    Ambon adalah 7.248,32 ton/bulan atau dalam 1 Tahun adalah sebanyak 86.979,86

    Ton.

    4.7. Pemodelan Transportasi Batu bara untuk PLTU Waai - Ambon

    Permintaan kebutuhan batu bara untuk PLTU di desa Waai pulau Ambon,

    rencananya akan di supply dari tiga alternatif lokasi penambangan yang memadai

    baik dari sisi kualitas, maupun kuantitas. Tiga lokasi tersebut yaitu ; North Pulau

    Laut Kalimantan Selatan, Pulau Obi Maluku Utara dan Nabire Papua (sumber;

    http://batubaramarginal.wordpress.com/2008/08/01/)

    Selanjutnya dapat di gambar dengan skema sebagai berikut.

    Gambar 4.10. Skema Asal dan Tujuan Transportasi Batubara

    Kapasitas ( ukuran ) muatan bersih ( payload ) kapal yang akan melayani

    transportasi batubara ke PLTU Desa Waai Pulau Ambon dapat dinyatakan dengan

    persamaan berikut :

    Rtpa*nQCapv

    maxmax ==== ................................................. ( 4.1 )

    Diambil Qmax, yaitu kuantitas batubara per tahun yang akan di angkut untuk

    melayani kebutuhan pembangkit. Hal ini menjamin bahwa seluruh kebutuhan

    batubara dapat terangkut oleh armada kapal yang akan direncanakan.

    Sedangkan untuk jumlah waktu per roundtrip mempunyai komponen yaitu

    lama pelayaran , total waktu untuk bongkar muat di pelabuhan :

    86.979,9 Ton.

    S2

    S3

    S2Q

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    47/85

    47

    R trip = T sea + T handl ......................................... ( 4.2 )

    Untuk masing-masing komponen dapat ditulis sebagai berikut :

    seaT =s

    sea

    V

    Dist

    *24 ; .......................................... ( 4.3 )

    handlT =( )

    =

    +portn

    i i

    LU

    r

    XX

    1

    ; ........................... ( 4.4. )

    Jumlah roundtrip per tahun dan frekwensi kunjungan di tiap pelabuhan yang

    dilakukan, dapat dihitung [ Tri Achmadi, ( 1997) ]sebagai berikut :

    Rtpa =Rtrip

    Z

    Rtrip

    OD offeff ====

    365 ............................... ( 4.5 )

    Selanjutnya , maka total aliran batubara yang harus disupply dari pusat

    penambangan ke PLTU Waai dapat ditulis sebagai berikut :

    QCapRtpanv ** , ........................................... ( 4.6 )

    dimana :

    Cap = Cargo deadweight kapal / muatan bersih

    Freq = Frekwensi kunjunga n kapal per pelabuhan

    nv = Jumlah kapal yang beroperasi

    ODeff = Jumlah hari operasi kapal per tahun

    Qmax = Jumlah cargo maksimum yang terdapat dalam sistim

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    48/85

    48

    r ik = Kecepatan B/M cargo.

    Rtpa = Jumah trip per tahun yang dilakukan

    Tnk = Jumlah node dalam region / pulau k

    X Ui = Jlh barang yang dibongkar dipelabuhan i

    X Lj = Jlh barang yang dimuat di pelabuhan j

    T handl = Lama bongkar-muat barang di pelabuhan per trip

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    49/85

    49

    BAB V

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    5.1. Lokasi Penambangan Batubara

    Pemilihan moda transportasi dari satu wilayah ke wilayah lain didasarkan

    pada perbandingan antara berbagai karakteristik operasional moda transportasi yang

    tersedia (misalnya waktu tempuh, tarif, waktu tunggu dan lain-lain). Begitu juga

    halnya rute pemilihan rute didasarkan pada perbandingan karakteristik operasional

    setiap alternatif rute untuk setiap moda transportasi yang tersedia.

    Untuk memenuhi kebutuhan bagi PLTU di desa Waai Pulau Ambon maka

    diidentifikasi beberapa pusat penambangan batubara yang ada di tanah air. Pusat-

    pusat penambangan tersebut antara lain :

    Tabel 5.1. Lokasi Penambangan Batubara dan Jaraknya dari P . Ambon

    Lokasi Penambangan Jarak dari P. Ambon ( mil laut )

    North Pulau Laut 842

    Pulau Obi 160

    Nabire 726

    5.2. Kinerja dan Biaya Operasional Pelabuhan.

    Salah satu tujuan utama dalam pemodelan transportasi adalah

    mengoptimalkan kinerja sistim transportasi pada satu sisi dan juga meminimalkan

    biaya operasional pada sisi yang lain. Dengan demikian perlu diketahui konsekuensi

    biaya yang timbul akibat operasional sistem transport.

    Dalam upaya pengoperasian sistem transportasi batu bara untuk PLTU di

    Pulau Ambon ini, beberapa indikator kinerja pelabuhan dan biaya operasional

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    50/85

    50

    diperhitungkan dalam 2 (dua) kondisi, yaitu kondisi muat (loading) dan bongkar

    (Discharge). Elemen biaya operasional pelabuhan, masing-masing :

    - Biaya Pandu yang dihitung berdasarkan jumlah kunjungan pada setiap

    pelabuhan dikalikan dengan kapasitas (GT).

    - Biaya Bongkar/ Muat yang dihitung di masing-masing pelabuhan adalah

    Jumlah muatan bersih dibagi dengan kecepatan bongkar dikalikan dengan

    biaya bongkar/Muat.

    - Biaya tambat (sandar) yang dihitung berdasarkan waktu tambat kapal di

    masing- masing pelabuhan dikalikan dengan GT.

    Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.2 dan 5.3 berikut ini :

    Tabel 5.2. Indikator Biaya Pelabuhan ( Loading Port )

    PelabuhanKecepatan

    Muat

    (ton/jam)

    Biaya

    Pandu

    (Rp/GT)

    Biaya

    Sandar

    (Rp/GT)

    Biaya Muat

    (Rp/GT)

    North Pulau Laut 800 12.00 48.00 20,000.00

    Pulau Obi 800 24.00 72.00 20,000.00

    Nabire 800 24.00 72.00 20,000.00

    Pelabuhan Kapasitas Supply (ton/tahun)Kapasitas Supply

    (ton/bulan)

    North Pulau Laut 10.600.000 883,333

    Pulau Obi 787.065 65.588

    Nabire 200,000 16,667

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    51/85

    51

    Tabel 5.3. Indikator Biaya Pelabuhan ( Discharge Port )

    PelabuhanKec. Bongkar

    (ton/jam)Biaya pandu

    (Rp/GT)

    Biaya

    Sandar

    (Rp/GT)

    Biaya

    bongkar

    (Rp/ton)

    Ambon 500 22.00 64.00 30,000.00

    5.3. Tipe dan Spesifikasi Alat Angkut Kapal

    Tipe alat angkut yang dipilih untuk mengangkut batubara dari tempat

    penambangan ke PLTU di Ambon adalah Tongkang dan Bulk Carrier. Kedua jenis

    ini dipilih karena mempunyai daya angkut yang cukup besar. Spesifikasi tongkang

    dan bulk carrier sebagai berikut :

    Tabel 5.4. Spesifikasi Alat Angkut Kapal

    Satuan

    Tongkang ( Feet )

    Kec. (muatan

    penuh)knot 5.5 5 4.5 4

    Kec. (muatan

    kosong)knot 6 5.5 5 4.5

    Konsumsi BBM Liter/day 2.000 2.700 3.600 4.000

    Charter Rate Juta Rp/bulan 650 680 690 700

    GT ton

    Payload ton

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    52/85

    52

    SatuanBulk 3765

    DWT

    Bulk 6341

    DWT

    Kec . (muatan penuh) Knot 8 9

    Kec. ( muatan kosong) Knot 10 10,5

    Konsumsi BBM Liter/day 4000 6500

    Charter Rate Juta Rp/bln 800,- 975,-

    GT Ton 2200 3738

    Payload Ton 3163 5326

    5.4. Perhitungan Roundtrip Kapal

    Annual Roundtrip ( Rtpa ) adalah jumlah trip yang dapat dilakukan oleh

    kapal dalam jangka waktu tertentu ( Satu tahun ). Faktor-faktor yang mempengaruhi

    jumlah roundtrip kapal antara lain ; waktu kapal di pelabuhan ( Tport), waktu

    berlayar ( Tsea).

    Perhitungan round trip untuk Tongkang I dengan lokasi North Pulau Laut

    sebagai berikut : Jarak pelayaran Ambon - North Pulau Laut dibagi dengan

    kecepatan Tongkang I ( 842 mil laut / 5,5 knot = 153,1 jam ). Selanjutnya waktu

    berlayar diperhitungkan untuk kondisi muatan penuh dan kosong dari setiap jenis

    kapal, dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 berikut ini :

    Tabel 5.5. Waktu Berlayar untuk Kondisi Muatan Penuh

    Lokasi

    Waktu Berlayar ( jam )

    TONGKANG BULKCARRIER

    120 180 230 3003765

    DWT6341

    DWT

    North P.

    Laut

    Pulau Obi

    Nabire

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    53/85

    53

    Tabel 5.6. Waktu Berlayar untuk Kondisi Muatan Kosong

    Lokasi

    Waktu Berlayar ( jam )

    TONGKANG BULKCARRIER

    120 180 230 300 3765 DWT 6341 DWT

    North P. Laut

    Pulau Obi

    Nabire

    Untuk waktu dipelabuhan , dihitung dengan membagi jumlah barang yang

    dimuat ( payload ) dengan kecepatan bongkar muat di pelabuhan. Untuk Tongkang

    120 feet dengan lokasi North Pulau Laut diperolah 1500 ton / 800 ton / jam = 1,8

    jam. Selanjutnya waktu bongkar / muat di pelabuhan dari setiap jenis kapal dan

    lokasi, dapat dilihat pada Tabel 5.7 dan Tabel 5.8 berikut ini :

    Tabel 5.7. Waktu Pemuatan Batubara

    Pelabuhan

    Waktu Pemuatan ( jam )

    TONGKANG BULKCARRIER

    120 180 230 300 3765 DWT 6341 DWT

    North P. Laut

    Pulau Obi

    Nabire

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    54/85

    54

    Tabel 5.8. Waktu Bongkar Batubara di Pelabuhan PLTU Ambon

    Lokasi Asal

    Waktu Bongkar ( jam )

    TONGKANG BULKCARRIER

    120 180 230 300 3765 DWT 6341 DWT

    North P. Laut

    Pulau Obi

    Nabire

    Total waktu kapal diperoleh dengan menjumlahkan elemen-elemen waktu di

    atas ( Tabel 5.5. Tabel 5.8 ), yaitu waktu berlayar pada kondisi penuh/kosong

    ditambah waktu bongkar/muat di pelabuhan. Untuk Tongkang 120 feet dengan lokasi

    North Pulau Laut diperoleh : 153,1 + 140,3 + 1,875 + 3 = 298,27. Untuk lokasi

    dan jenis kapal yang lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.9 berikut ini.

    Tabel 5.9. Total Waktu Kapal

    Lokasi

    Total Waktu ( jam )

    TONGKANG BULKCARRIER

    120 180 230 300 3765 DWT 6341 DWT

    North P. Laut

    Pulau Obi

    Nabire

    5.5. Perhitungan Biaya Operasi Kapal

    Biaya operasional kapal merupakan akumulasi dari beberapa elemen biaya,

    yaitu biaya ketika kapal berada di pelabuhan yang terdiri dari komponen-komponen

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    55/85

    55

    biaya pandu dan biaya sandar pada setiap pelabuhan. Biaya pelabuhan ( port charges

    ) di kedua pelabuhan untuk masing-masing kapal dihitung sebagai berikut :

    5.5.1. Port Charges

    Biaya pada pelabuhan muat ( Lokasi penambangan ) dapat dihitung sebagai berikut :

    ( 2 x biaya pandu ) + ( biaya sandar ) pada masing-masing pelabuhan, yang

    kemudian dikalikan dengan GT kapal.

    Pelabuhan Muat ( Loading Port )

    Untuk Tongkang I dengan lokasi North Pulau Laut diperoleh : (( 2 * Rp.12 ) + Rp.

    48) * 495 = Rp. 35.640,- Untuk lokasi dan jenis kapal yang lainnya dapat dilihat

    pada Tabel 5.10 berikut ini.

    Tabel 5.10. Biaya Pelabuhan ( Loading Port )

    Lokasi

    Biaya Pelabuhan (Rp)

    Tongkang Bulk Carrier

    120 180 230 300 3765 6341

    North Pulau

    Laut

    Pulau Obi

    Nabire

    Pelabuhan Bongkar ( Discharge Port )

    Untuk Tongkang I dengan lokasi Pelabuhan Waai, diperoleh : (( 2 * Rp.22 ) + Rp.

    64) * 495 = Rp. 53.460,- Untuk lokasi dan jenis kapal yang lainnya dapat dilihat

    pada Tabel 5.11 berikut ini.

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    56/85

    56

    Tabel 5.11. Biaya Pelabuhan ( Discharge Port )

    Lokasi

    Biaya Pelabuhan (Rp)

    Tongkang Bulk Carrier

    120 180 230 300 3765 6341

    Ambon 53.460 123.552 204.984 354.456 237.600 403.704

    Dengan demikian total biaya pelabuhan untuk masing-masing jenis kapal dan

    pelabuhan, diperoleh dengan menjumlahkan biaya pada pelabuhan muat ( Tabel 5.10

    ) dan biaya pada pelabuhan bongkar (Tabel 5.11) , yang hasilnya dapat dilihat pada

    Tabel 5.12 berikut ini .

    Tabel 5.12. Total Biaya Pelabuhan

    Lokasi

    Biaya Pelabuhan (Rp)

    Tongkang Bulk Carrier

    120 180 230 300 3765 6341

    North Pulau

    Laut 396.000 672.840

    Pulau Obi 501.600 852.264

    Nabire 501.600 852.264

    5.5.2. Bunkering Cost

    Biaya Bahan Bakar Minyak ( Fuel costs )

    Biaya bahan bakar dipengaruhi oleh komponen-komponen ; harga bahan

    bakar, lama perjalanan, tingkat konsumsi bahan bakar . Selanjutnya, harga bahan

    bakar dihitung sebagai berikut :

    Untuk Tongkang 120 feet dengan pelabuhan Pulau Obi dihitung sebagai berikut :

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    57/85

    57

    Konsumsi bahan bakar per hari = 2000 liter

    Harga Bahan Bakar = Rp. 6.985,- / liter

    Lama perjalanan Waktu kosong = 26,7 jam

    Lama Perjalanan Waktu penuh = 29,1 jam

    Konsumsi bahan bakar adalah sebagai berikut :

    = 2000 * 6.985 * ( 26,7 + 29,1 ) / 24

    = Rp. 32.455.555,56

    Tabel 5.13a. Biaya Bahan Bakar untuk Tongkang

    Biaya Bahan Bakar (Rp) untuk Tongkang

    120 180 230 300

    North Pulau

    Laut

    Pulau Obi

    Nabire

    Tabel 5.13b. Biaya Bahan Bakar untuk Bulk Carrier

    Biaya Bahan Bakar (Rp) untuk Bulk

    3765 DWT 6341 DWT

    North Pulau Laut

    Pulau Obi

    Nabire

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    58/85

    58

    Biaya Pelumas ( Lubrication Costs )

    Biaya pelumas ( Lubrications Costs ) ditentukan sesuai dengan besarnya

    kebutuhan Bahan bakar minyak. Konsumsi minyak pelumas berkisar antara 0,01

    0,03 % dari kebutuhan bahan bakar. ( diambil 0,01 dari Bahan bakar )

    Untuk Tongkang 120 feet dengan pelabuhan Pulau Obi dihitung sebagai berikut :

    Konsumsi Pelumas per hari = 20 liter

    Harga Pelumas = Rp. 20.000,- / liter

    Lama perjalanan Waktu kosong = 26,7 jam

    Lama Perjalanan Waktu penuh = 29,1 jam

    Konsumsi pelumas adalah sebagai berikut :

    = 20 * 20.000 * ( 26,7 + 29,1 ) / 24

    = Rp. 930.000,-

    Tabel 5.14a. Biaya Pelumas untuk Tongkang

    Biaya pelumas (Rp) untuk Tongkang

    120 180 230 300

    North Pulau

    Laut

    Pulau Obi

    Nabire

    Tabel 5.14b. Biaya pelumas untuk Bulk Carrier

    Biaya pelumas (Rp) untuk Bulk Carrier

    3765 DWT 6341 DWT

    North Pulau Laut

    Pulau Obi

    Nabire

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    59/85

    59

    5.5.3. Cargo Handling Cost

    Biaya bongkar muat (cargo handling costs) ditentukan oleh kapasitas kapal

    dan biaya bongkar/ muat pada tiap pelabuhan. Selanjutnya, biaya bongkar muat

    dihitung sebagai berikut :

    Kapasitas Kapal = 1500 ton

    Biaya Bongkar = Rp. 30.000,-

    Biaya Muat = Rp. 20.000,-

    Biaya bongkar muat = 1500 * ( 20.000 + 30.000 )

    = Rp. 75.000.000,-

    Tabel 5.15a. Biaya Bongkar-Muat untuk Tongkang

    Biaya Bongkar Muat (Rp) untuk Tongkang

    120 180 230 300

    North Pulau

    Laut

    Pulau Obi

    Nabire

    Tabel 5.15b. Biaya Bongkar-Muat untuk Bulk Carrier

    Biaya Bongkar Muat (Rp) untuk Bulk

    3765 6341

    North Pulau Laut 158,150,000.00 266,300,000.00

    Pulau Obi 158,150,000.00 266,300,000.00

    Nabire 158,150,000.00 266,300,000.00

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    60/85

    60

    5.5.5. Total Biaya Operasi Kapal

    Total Biaya Operasi kapal untuk mensupply batubara merupakan akumulasi

    dari elemen-elemen biaya Pelabuhan ( Port Costs), Biaya Bahan Bakar ( Bunkering

    Cost ), Biaya Pelumas ( Lubrication Costs) , dan Biaya Bongkar Muat ( Cargo

    Handling Cost ).

    Total biaya operasi per roundtrip untuk masing-masing kapal pada masing-masing

    rute adalah sebagai berikut :

    Tabel 5.16a. Total Biaya Operasi untuk Tongkang ( Rupiah )

    Tongkang

    120 180 230 300

    North Pulau

    Laut

    Pulau Obi

    Nabire

    Tabel 5.16b. Total Biaya Operasi untuk Bulk Carrier ( Rupiah )

    Bulk Carrier

    3765 6341

    North Pulau Laut

    Pulau Obi

    Nabire

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    61/85

    61

    5.6. Optimalisasi

    Dari data-data kebutuhan bahan bakar batubara, jarak pulau Ambon dengan

    pusat penambangan di beberapa lokasi, beberapa alternatif alat angkut kapal serta

    kondisi pengoperasian, maka dilakukan optimalisasi agar terpenuhi kebutuhan

    pembangkit terhadap batubara. Secara skematis, proses optimalisasi dilakukan

    dengan langkah-langkah sebagai berikut :

    Gambar 5.1. Flowchart Pemecahan Masalah

    5.6.1. Tujuan dan Kendala

    Optimalisasi dilakukan dengan tujuan meminimize biaya pengangkutan

    batubara dari pusat penambangan ke lokasi pembangkit listrik tenaga uap di desa

    Waai pulau Ambon. Formulasi model transportasi, parameter-parameter yang

    digunakan adalah sebagai berikut :

  • 7/25/2019 Tesis Transportasi Laut 1

    62/85

    62

    Ci = Kapasitas Produksi batubara dari lokasi penambangan i

    Di = Demand atau permintaan batubara pada PLTU

    Xij = Jumlah batubara yang ditransport dari lokasi i ke PLTU

    Bij = Biaya angkut per satuan barang dari sumber i ke tujuan j

    Dengan variabel-variabel diatas, model transportasi batubara dapat

    dirumuskan dengan tujuan meminimalkan biaya transportasi sebagai berikut :

    Min ........................................................................................................... (5.1)

    Dengan kendala-kendala :

    Kendala (5.2) memastikan kuantitas batubara yang dihasilkan pada lokasi

    penambangan guna menjamin kelangsungan pasokan ke PLTU sesuai jumlah

    dibutuhkan :

    Ci ........................................................ (5.2)

    Kendala (5.3) menjamin total batubara yang disupply harus sama atau lebih besar

    dari permintaan PLTU :

    Di ..............