25
14 Bab II. KAJIAN TEORI II.1. Kajian Terminal Penyeberangan Ferry Terminal Penyeberangan Ferry sebagai fasilitas umum melayani pengguna moda transportasi penyeberangan dan menjadi bagian dari kawasan Pelabuhan Penyeberangan Ferry. Sebagai suatu tautan yang erat dan bagian dari pelayanan jasa penyeberangan yang berhubungan secara langsung dengan masyarakat membutuhkan perancangan arsitektur dalam rangka meningkatkan pelayanan Pelabuhan Penyeberangan Ferry. “The Terminal is machine for processing and controling mobility that operates a particular logic of transit, where the differently motivated imperatives of inclusion/exclusion and capacity and flow integrated.”(Dunphy; 2004) Sesuai dengan kebijakan prioritas pembangunan Perhubungan Darat dalam situs (www.hubdat.web.id; 12/11/2009) peran Pelabuhan Penyeberangan sebagai rangkaian jaringan transportasi nasional, yaitu: 1. Meningkatan Keselamatan Transportasi Darat. 2. Pemulihan kondisi armada angkutan jalan sesuai standar pelayanan minimal. 3. Pembangunan perkotaan terutama di kota-kota besar diprioritaskan pada pengembangan angkutan massal (Bus Rapid Transit) berbasis jalan raya, menurunkan penggunaan kendaraan pribadi dan meningkatkan kehandalan angkutan umum. 4. Pelayanan keperintisan LLAJ dan LLASDP. 5. Pembangunan ASDP diprioritaskan pada pengembangan armada angkutan SDP, rehabilitasi & pemeliharaan saranan dan prsaranana transportasi SDP, pengembangan saranan SDP; serta penyediaan sarana bantu navigasi beserta fasilitas penyeberangan di pulau-pulau terpencil dan di kawasan perbatasan. Pelabuhan Penyeberangan Ferry merupakan satu kesatuan utuh dari fasilitas publik yang melayani jasa penyeberangan yang terdiri dari berbagai sarana dan prasarana, sebagaimana menurut Direktorat Perhubungan Darat dalam situs (www.hubdat.web.id; 12/11/2009) beberapa fasilitas pokok Pelabuhan, yaitu:

Terminal Penyebrangan Ferry

  • Upload
    ta-ma

  • View
    82

  • Download
    9

Embed Size (px)

DESCRIPTION

k

Citation preview

Page 1: Terminal Penyebrangan Ferry

  14 

Bab II. KAJIAN TEORI

II.1. Kajian Terminal Penyeberangan Ferry

Terminal Penyeberangan Ferry sebagai fasilitas umum melayani pengguna moda

transportasi penyeberangan dan menjadi bagian dari kawasan Pelabuhan

Penyeberangan Ferry. Sebagai suatu tautan yang erat dan bagian dari pelayanan jasa

penyeberangan yang berhubungan secara langsung dengan masyarakat membutuhkan

perancangan arsitektur dalam rangka meningkatkan pelayanan Pelabuhan

Penyeberangan Ferry.

“The Terminal is machine for processing and controling mobility that operates a

particular logic of transit, where the differently motivated imperatives of

inclusion/exclusion and capacity and flow integrated.”(Dunphy; 2004)

Sesuai dengan kebijakan prioritas pembangunan Perhubungan Darat dalam situs

(www.hubdat.web.id; 12/11/2009) peran Pelabuhan Penyeberangan sebagai rangkaian

jaringan transportasi nasional, yaitu:

1. Meningkatan Keselamatan Transportasi Darat.

2. Pemulihan kondisi armada angkutan jalan sesuai standar pelayanan minimal.

3. Pembangunan perkotaan terutama di kota-kota besar diprioritaskan pada

pengembangan angkutan massal (Bus Rapid Transit) berbasis jalan raya,

menurunkan penggunaan kendaraan pribadi dan meningkatkan kehandalan

angkutan umum.

4. Pelayanan keperintisan LLAJ dan LLASDP.

5. Pembangunan ASDP diprioritaskan pada pengembangan armada angkutan SDP,

rehabilitasi & pemeliharaan saranan dan prsaranana transportasi SDP,

pengembangan saranan SDP; serta penyediaan sarana bantu navigasi beserta

fasilitas penyeberangan di pulau-pulau terpencil dan di kawasan perbatasan.

Pelabuhan Penyeberangan Ferry merupakan satu kesatuan utuh dari fasilitas

publik yang melayani jasa penyeberangan yang terdiri dari berbagai sarana dan

prasarana, sebagaimana menurut Direktorat Perhubungan Darat dalam situs

(www.hubdat.web.id; 12/11/2009) beberapa fasilitas pokok Pelabuhan, yaitu:

Page 2: Terminal Penyebrangan Ferry

  15 

a) Fasilitas Pokok Pelabuhan Ferry

1) Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran

2) Kolam pelabuhan

3) Penimbangan kendaraan

4) Fasilitas sandar kapal

5) Terminal penumpang

6) Jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way)

7) Perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa

8) Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker)

9) Fasilitas air, listrik dan komunikasi

10) Akses jalan dan/atau rel kereta api

11) Fasilitas pemadam kebakaran

12) Tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal atau

setelah turun dari kapal

b) Fasilitas penunjang Pelabuhan, yang meliputi

1) Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayaran jasa

pelabuhan

2) Tempat penampungan limbah

3) Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan

penyeberangan

4) Area pengembangan pelabuhan

5) Jasa pelayanan penumpang di pelabuhan penyeberangan tertentu

Peluang dan Potensi dari beberapa fasilitas yang bisa digali dan direintegrasi

dari pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Ferry, yang menjadi parameter obyek

kajian dengan pendekatan Transit Oriented Development.

II.1.1. Definisi Terminal Ferry

Terminal Ferry merupakan fasilitas umum untuk melayani pengguna

moda transportasi penyeberangan ferry, merupakan tempat pelayanan dan

segala urusan administrasi penyeberangan Ferry. Sedangkan menurut

Page 3: Terminal Penyebrangan Ferry

  16 

Kamus Umum Bahasa Indonesia Terminal adalah tempat pemberhentian

atau penghabisan, ditinjau dari pengertian terminal maka terminal ferry

seharusnya merupakan tempat pemberhentian penumpang kapal ferry

sebagai tujuan atau keberangkatan, sekaligus juga sebagai pemberhentian

sementara (transit place).

Terminal Penyeberangan ferry memfasilitasi transit penumpang

angkutan penyeberangan sebagai sarana transportasi, menurut Keputusan

Menteri Perhubungan KM. 32 TAHUN 2001 tentang Penyelenggaraan

Angkutan Penyeberangan:

1. Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang dilakukan untuk

melayani lintas penyeberangan yang berfungsi sebagai jembatan

bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta

api yang terputus karena adanya perairan, untuk mengangkut

penumpang dan kendaraan beserta muatannya;

2. Usaha Angkutan Penyeberangan adalah usaha di bidang angkutan yang

diselenggarakan untuk umum pada lintas penyeberangan dengan

memungut bayaran dengan menggunakan kapal yang memiliki

spesifikasi yang sesuai dengan kondisi teknis dan operasional

prasarana, sarana dan perairan;

Dan KM. 11 TAHUN 2002 tentang pelaksanaan kegiatan pemerintahan di

pelabuhan penyeberangan yang diusahakan, yang berisi:

1. Pelabuhan Penyeberangan adalah pelabuhan umum untuk kegiatan

angkutan penyeberangan;

2. Pelabuhan Penyeberangan yang Diusahakan adalah pelabuhan

penyeberangan yang pengelolaannya dilakukan oleh Badan Usaha

Pelabuhan, PT. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan yang

selanjutnya disingkat dengan PT.ASDP (Persero)

3. Direktur Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Darat

Pelabuhan Penyeberangan Ferry diperuntukkan sebagai sarana

penyeberangan menghubungkan jalur transportasi hanya untuk mengangkut

barang – barang yang melekat atau menjadi satu kesatuan dengan kendaraan

pengangkutnya atau barang jinjingan yang dibawa oleh penumpang,

Page 4: Terminal Penyebrangan Ferry

  17 

sehingga tidak memerlukan proses bongkar muat barang dari dan ke kapal

ferry.

II.1.2. Prinsip Dan Kriteria Terminal Penyeberangan Ferry

Terminal Pelabuhan Penyeberangan Ferry sebagai fasilitas transit

antar moda Transportasi memiliki beberapa prinsip teknis Pelabuhan

Penyeberangan Ferry, yaitu:

Kondisi daerah pelayaran

Kriteria pengguna pelayanan

Perkiraan kapasitas lintas

Kemampuan pelayanan alur

Spesifikasi teknis kapal dan pelabuhan

Dengan fokus pada tempat transit yang berkaitan dengan pengguna

pelayanan maka Terminal Penyeberangan Ferry sebagai bangunan

pelayanan jasa publik memfasilitasi kebutuhan transit penumpang

penyeberangan ferry, dengan tuntutannya menurut Leung Pak Kan, Gary

(1999), yaitu:

1. Flow Control

Sirkulasi yang sederhana dan langsung, sinyal dan petunjuk yang jelas

untuk menunjukkan wilayah fungsional yang berbeda. Tata

pencahayaan yang baik dan juga desain arsitektur memberikan arah

penumpang dengan tepat.

2. Vessels Circulation

Tipe pelabuhan mampu memberikan kelancaran sirkulasi kapal dan

faktor sebagai "back-out" tidak dibutuhkan. Hal itu memberikan

keuntungan dengan memperpendek jarak berjalan dari ruang tunggu

terminal menuju akses ke Kapal Ferry.

3. Traffic Interchange

Fasilitas harus terhubung langsung ke tempat keberangkatan dan

kedatangan penumpang. Dan desain jalur akses seharusnya

sesederhana mungkin dan mudah untuk penumpang menggunakannya.

4. Tidal, Current, Wave and Wind Condition

Page 5: Terminal Penyebrangan Ferry

  18 

Menyadari bahwa tidak ada kondisi sempurna dalam desain,

akantetapi informasi dasar dapat memberikan ide untuk berkompromi

bagaimana semua kondisi cocok untuk satu solution.

5. Separate Operation

Kapasitas penumpang di jam sibuk dan jam sepi sehingga terminal

harus dapat beroperasi secara hemat (misalnya listrik) dengan

menggunakan pembagian area operational secara efektif.

6. Expansion

Kesulitan untuk memprediksi kebutuhan masa depan yang akurat,

diusulkan pembangunan terminal terbagi dalam fase - fase. Dan pada

fase berikutnya akan menjadi pengembangan yang tergantung pada

penyelidikan dan prediksi pertumbuhan penumpang selanjutnya.

Kajian ini merangkai pedoman desain praktik yang baik yang

bertujuan untuk memastikan bahwa rancangan fasilitas terminal sesuai

dengan praktek-praktek terbaik di dunia dan meningkatkan akses ke

terminal feri oleh transit, berjalan, dan sepeda. Tujuannya untuk

meningkatkan multi-modal akses ke terminal melengkapi peran pelayanan

lingkungan. Fasilitas terminal penting pada link sistem transit, perancangan

terminal yang baik menurut ARUP (WTA; 2001), seharusnya memperhatikan

beberapa aspek, yaitu:

a. Membuat sistem feri lebih menarik dan lebih mudah digunakan

b. Meningkatkan kepuasan penumpang

c. Meningkatkan nilai ekonomi yang tersedia

d. Membuat sirkulasi antara feri, akses / jalan keluar, dan transfer antar

modanya mulus dan efisien

e. Meningkatkan keselamatan penumpang

f. Memadai dan dapat diandalkan dalam menyediakan informasi bagi

penumpang

g. Menyediakan signage untuk menghubungkan transit dan penggunaan

lahan yang berdampingan dan fasilitas

h. Mengintegrasikan terminal dengan konteks perkotaan lokal

Page 6: Terminal Penyebrangan Ferry

  19 

Intermodal ideal fasilitas terminal seharusnya tidak hanya pelengkap,

tetapi juga berfungsi sebagai katalis untuk perluasan layanan Ferry.

Intermodality adalah konsep yang cukup baru yang membutuhkan

pendekatan inovatif dalam perencanaan, perancangan dan pengoperasian

fasilitas transfer transit. Transfer poin antara mode dan jasa dapat berpotensi

dilihat sebagai penghalang di dalam sistem dan karena itu memerlukan

perhatian khusus.

II.1.3. Tipologi Terminal Penyeberangan Ferry

Terminal Penyeberangan Ferry merupakan bagian dari kawasan Pelabuhan

Penyeberangan Ferry yang menurut Direktorat Perhubungan Darat KM. 32

Tahun 2002, terminal Pelabuhan Penyeberangan Ferry terbagi menjadi 4

menurut wewenang pelayanannya, yaitu:

1. Melayani lintas penyeberangan antar negara, yaitu yang menghubungkan

simpul pada jaringan jalan dan/atau jaringan kereta api antar negara

2. Melayani lintas penyeberangan antar propinsi, yaitu yang

menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan/atau jaringan kereta api

antar propinsi

3. Melayani lintas penyeberangan antar Kabupaten/Kota dalam propinsi,

yaitu yang menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan/atau jaringan

kereta api antar Kabupaten/Kota dalam propinsi

4. Melayani lintas penyeberangan dalam Kabupaten/Kota, yaitu yang

menghubungkan simpul pada jaringan jalan dan/atau jaringan kereta api

antar Kabupaten/Kota

Lintas Penyeberangan yang dimaksud adalah dimaksudkan untuk

menyatukan ruang kegiatan dan simpul – simpul transportasi di wilayah

Indonesia dalam rangka mewujudkan sistem transportasi nasional.

II.1.4. ‘Transit Place’ Pada Terminal Penyeberangan Ferry

Terminal Penyeberangan Ferry merupakan bagian dari kawasan

Pelabuhan Penyeberangan Ferry, yang otomatis menjadi tempat transit

perpindahan antar moda transportasi (intermodal terminal). Dalam kajian ini

Page 7: Terminal Penyebrangan Ferry

  20 

teori dan kriteria terminal penyeberangan ferry dibutuhkan sebagai batasan

area perancangan, terutama kajian transit place sebagai topik utama kajian

ini.

Tempat transit sebagai bagian dari terminal merupakan bagian yang

tidak bisa dipisahkan sebagai pendukung sistem transportasi, dengan

beberapa strategi pengembangan yaitu mendorong penggunaan transit,

dengan menyediakan akses bagi pejalan kaki dan sepeda, menyediakan

tempat parkir yang sesuai dan tidak berlebihan, memanfaatkan tata guna

lahan untuk melengkapi fungsi terminal.

Kajian desain fisik terminal sebagai transit place pada jaringan sistem

transportasi dalam Intermodal and Terminal Access Study Design

Guidelines (ARUP; 2001) menyimpulkan beberapa aspek desain terminal

yang dapat membentuk dan memberikan pengalaman pada pengguna

fasilitas transit, yaitu diantaranya:

1. Overal Design and Layout

Desain terminal mampu mempengaruhi bentuk kota karena berhubungan

dengan sistem transportasi, sehingga diharapkan desain terminal mampu

menunjukkan fungsi dan efektifitas tinggi. Salah satunya harus mampu

memfasilitasi pergerakan perpindahan penumpang antar moda

transportasi yang pasti akan banyak ditemui konflik dengan melakukan

pembagian dan pemilihan prioritas.

2. Local Accessibility

Hubungan antara fasilitas transit dan area sekitar dan sirkulasi lalu lintas

penumpang, termasuk akses moda transportasi yang terorganisasi dengan

baik dengan pembagian beberapa tingkat prioritas akses. Dengan fokus

utama pada akses penuh segala jenis penumpang termasuk diffable

sebagai syarat fasilitas publik.

3. Facilities

Desain fasilitas termasuk kedalam program ruang, pembagian zona untuk

menempatkan fasilitas utama transit, fasilitas fungsional, fasilitas

pendukung transit dan sirkulasi ruang terbuka untuk mempermudah

pembagian lalu lintas penumpang ataupun pengunjung. Kemampuan

memisahkan aktifitas fasilitas tunggu dan fungsional terminal dengan

area komersial termasuk retail dalam bentuk kesatuan yang utuh.

Page 8: Terminal Penyebrangan Ferry

  21 

4. Image

Persepsi publik kepada sistem transit dapat meningkat seiring dengan

kualitas penampilan tempat transit, termasuk kenyamanan, terbuka

dengan suasana familiar, dan komunikatif. Dengan beberapa aspek

pembentuk image tempat transit pada suatu terminal, seperti:

a. Struktur kota dan layout terminal dalam bentuk respon eksterior

b. Penyelesaian hubungan antara terminal dan area disekitarnya

c. Jenis fasilitas yang disediakan didalam terminal

d. Perawatan dan pengelolaan kebersihan terminal

e. Perasaan keamanan pengguna dari suasana interior

f. Konsistensi image yang dibentuk dari terminal dengan terminal yang

lain pada sistem transit melalui penandaan rambu-rambu dan tema

warna sebagai contohnya

5. Information

Informasi merupakan hal penting demi kemudahan pelayanan fasilitas

umum dengan desain arsitektur yang benar penumpang dapat diarahkan

dan mampu mengurangi kesalahan arah atau kehilangan orientasi

terutama pada intermodal terminal.

6. Signage

Tanda dan petunjuk arah sangat membantu penumpang dan pengunjung

dengan desain arsitektural yang baik, akan tetapi juaga harus

memperhatikan seluruh moda transportasi.

7. Personal Security

Keamanan diusahakan oleh pengelola haruslah mampu melayani seluruh

pengguna fasilitas transit tidak terkecuali, karena berkaitan dengan

banyak aktifitas dan kepentingan.

8. Operational Safety

Keselamatan merupakan prioritas utama dalam fasilitas publik terutama

sektor transportasi, termasuk mengantisipasi ledakan penumpang pada

hari-hari libur yang mungkin akan melebihi kapasitas. Beberapa aspek

penyelesaian arsitektur yang dapat diperhatikan antara lain:

Kapasitas area tunggu

Ukuran jalur sirkulasi horizontal dan vertikal

Jumlah dan ukuran hall tiket dan jalan keluar, termasuk akses darurat

Page 9: Terminal Penyebrangan Ferry

  22 

Ventilasi sirkulasi udara dan peralatan pencahayaan

Persiapan peralatan keamanan darurat seperti penanggulangan

kebakaran termasuk perawatan peralatan

Aturan manajemen dan operasional penanggulangan dan kontrol

kepadatan yang berlebihan (berdesak-desakan) seperti temporary

space.

Dalam beberapa kajian kriteria ukuran desain terminal diatas sebagai

sikap penyelesaian tempat transit intermodal transportasi. Dengan topik

kasus Terminal Penyeberangan Ferry yang melayani transportasi

penyeberangan sangat terkait dengan tempat transit mengingat berbagai

moda transpotasi (intermodal) yang berujung pada terminal penyeberangan

untuk menghubungkan jalur transportasi darat antar pulau, sehingga harus

melayani perpindah moda transportasi darat ke jenis perairan. Transit yang

diutamakan adalah transit penumpang dibandingkan dengan transit

kendaraan pribadi dengan kata lain optimalisasi tempat transit pada terminal

penyeberangan ferry untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan

lahan terbuang dari areal parkir.

II.2. Teori ‘Transit Oriented Development’

Transit Oriented Development merupakan restruktur konsep pembangunan yang

berpusat pada fasilitas transit, yang sebenarnya telah dikenal sejak awal abad ke-20

berupa konsep pengembangan terpadu pada stasiun kereta api dan Bus Rapid Transit

sebagai fasilitas publik transportasi massal. Yang kemudian coba di rekonstruksi

menjadi sebuah teori oleh Calthrope.

Petrus Calthorpe menterjemahkan konsep Transit Oriented Development (TOD)

pada akhir 1980-an, dan sementara yang lain telah mempromosikan konsep serupa dan

berkontribusi pada konsep desain, TOD menjadi bagian dari perencanaan modern

ketika Calthorpe menerbitkan "The New American Metropolis" pada tahun 1993. TOD

telah didefinisikan secara umum sebagai "komunitas mixed use yang mendorong orang

untuk tinggal dekat layanan transit dan untuk mengurangi ketergantungan mereka

mengemudi." Calthorpe melihatnya sebagai neo-panduan tradisional desain

masyarakat yang berkelanjutan. Diluar definisi bentuk yang dibangun, itu juga teori

Page 10: Terminal Penyebrangan Ferry

  23 

desain sebuah komunitas yang menjanjikan untuk mengatasi berbagai masalah sosial.

(Ian Carlton; IURD 2009)

TOD mudah dipahami sebagai solusi untuk pertumbuhan daerah. Ini juga cocok

dengan kebutuhan transit agencies untuk sumber-sumber pajak alternatif. Dan itu

suatu evolusi alamiah langkah selanjutnya dari banyak masyarakat akrab desain

preseden. Dalam janji yang paling berani, TOD adalah untuk membantu

"mendefinisikan kembali American Dream" (Calthorpe dalam Ditmarr dan Ohland; 2004).

Seperti kemudian analysts TOD jelaskan, "Ini perkembangan yang berorientasi Transit

memiliki potensi untuk memberikan penduduk dengan peningkatan kualitas hidup dan

mengurangi biaya transportasi rumah tangga sedangkan wilayah dengan mixed-use

lingkungan yang stabil, yang mengurangi dampak lingkungan dan memberikan

alternatif nyata kemacetan lalu lintas. (Ditmarr dan Ohland; 2004)

II.2.1. Definisi

The definition advanced by architect and planner Peter Calthorpe is typical

and conveys the basic themes of TOD: “A Transit-Oriented Development is a

mixed-use community within an average 2,000-foot walking distance of a transit

stop and core commercial area. TODs mix residential, retail, office, open space,

and Public uses in a walkable environment, making it convenient for residents

and employees to travel by transit, bicycle, foot, or car” (Calthorpe; 1993: 56)

Transit Oriented Development merupakan prinsip pengembangan kawasan

dengan pertimbangan orientasi dari fasilitas transit, dengan batasan area adalah

sejauh sekitar 2000 kaki di sekitar fasilitas transit, merupakan kawasan yang

terjangkau untuk kenyamanan akses mencapai tempat transi fasilitas transportasi,

sehingga membuka peluang dan potensi pengembangan sebagai mixed use area

hunian, komersial, ruang publik, retail, dll. Dari definisi tersebut seiring

perkembangan jaman teori Transit Oriented Development terus berkembang.

Dua type Transit Oriented Development menurut Calthorpe (1993), yaitu :

o Urban TOD, merupakan urban transit dengan mixed-use suatu kawasan yang

meliputi segala aktifitas urban seprti hunian, kantor, perdagangan, dan

sebagainya yang dikemas dalam suatu kawasan dengan pusat pengembangan

Page 11: Terminal Penyebrangan Ferry

  24 

merupakan fasilitas transit Public, untuk meningkatkan efesiensi akses

pencapaian masyarakat urban.

o Neighborhood TOD, merupakan pengembangan sepanjang alur antar transit

station maupun alur pencapaian menuju transit station dengan memanfaatkan

waktu pencapaian masyarakat menuju transit station sebagai kawasan

strategis.

“It could very well be that the benefits of TOD have less to do with transportation

and more to do with widening choices on where to live and how to travel,

revitalizing urban neighborhoods, bringing more people into everyday face-to

face contact, and engendering more social and cultural diversity in suburbia”

(Cervero; 2004)

Prinsip-prinsip rail-oriented planning yang dapat menjadi pertimbangan untuk

area transit menurut CRCOG dalam Calgary; Transit Oriented Development, Best

Practices Handbook; (2004):

1. Higher Density

2. Mixed-Use

3. Mixture of Housing Types

4. Pedestrian-Friendly Design

5. Half-Mile Radius

Transit Oriented Development merupakan pengembangan kawasan maupun

tempat transit itu sendiri dengan harapan penggunaan fasilitas transportasi massal

yang lebih efektif dan efisien dapat ditingkatkan. Hal ini sebenarnya tidak terikat

pada satu moda transportasi maupun kawasan khusus saja, akan tetapi pada hal

yang lebih mendasar yaitu bagaimana sistem transportasi antar moda dapat

terpadu dan tersinergi dengan baik dan mampu memberi kemudahan dan melayani

kebutuhan masyarakat yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan lebih

efisien termasuk keuntungan dari peningkatan nilai guna lahan disekitarnya.

Page 12: Terminal Penyebrangan Ferry

  25 

II.2.2. Konsep Transit Oriented Development Dengan Mixed Use

Konsep Transit Oriented Development (TOD) adalah suatu komunitas

penggunaan campuran pada rata-rata jarak jalan kaki 2000 kaki dari suatu

perhentian transit dengan area komersil inti, ukuran TOD harus ditentukan

berdasarkan kasus studi. Rata-rata radius 2.000 kaki dimaksudkan untuk

mempresentasikan suatu “jarak jalan kaki yang nyaman” (± 10 menit) bagi

sebagian orang. Di beberapa lokasi, jarak jalan kaki yang nyaman dipengaruhi

oleh topografi, iklim, arterial atau jalan-bebas yang saling terjalin, serta ciri-ciri

fisik lainnya. Oleh karena itu, ukurannya akan lebih besar atau lebih kecil yang

tergantung pada ciri-ciri tertentu. Serta ditunjang land use yang beragam dari

sektor komersial, pelayanan jasa, fasilitas umum, perkantoran, dan hunian yang

terkomposisi dengan harmonis.

Kawasan TOD terkonsep menjadi beberapa fungsi lahan, sebagai area

pengembangan dan mendukung fasilitas transit

1. Daerah Komersial Inti

Inti perniagaan di pusat setiap TOD adalah hal esensial karena

memungkingkan sebagian besar penduduk dan pekerja berjalan atau

mengendarai sepeda bagi banyak barang-barang dan pelayanan dasar. Ini

secara khusus menguntungkan bagi mereka yang tidak memiliki mobil dan

orang-orang yang terbatas mobilitasnya. Mereka yang masih memilih pergi

ke toko akan pergi pada sekian mil yang lebih singkat serta dapat

menghindari menggunakan jalan arterial untuk perjalanan lokal. Area

komersial inti juga menyediakan destination (tempat tujuan) mixed use yang

membuat penggunaan transit menjadi menarik.orang-orang lebih mudah

menggunakan transit untuk pergi bekerja bila perhentian transit

dikombinasikan dengan peluang-peluang retail, pelayanan/jasa, perkantoran,

mall, dan tempat pertemuan.

2. Daerah Pemukiman

Daerah pemukiman TOD mencakup perumahan yang berada pada jarak jalan

kaki yang nyaman dari daerah komersial inti dan perhentian transit.

Kebutuhan pemukiman yang padat harus dipenuhi dengan suatu campuran

tipe hunian sementara (temporary resident), seperti kondominium, apartemen,

dan hotel.

Page 13: Terminal Penyebrangan Ferry

  26 

3. Penggunaan Publik

Penggunaan Public diperluakan untuk melayani penduduk/residen dan para

pekerja di TOD dan daerah-daerah sekitarnya. Tempat parkir, plasa, zona

hijau, gedung-gedung publik, dan pelayanan publik dapat digunakan untuk

mengisi kebutuhan tersebut. Parkir umum dan plasa kecil harus disediakan

dalam memenuhi kebutuhan penduduk.

4. Area Sekunder

Setiap TOD memiliki area sekunder yang terletak tidak jauh dari satu mil dari

area komersial inti. Jaringan jalan area sekunder harus menyediakan jalan

langsung multiple serta koneksi sepeda ke perhentian transit serta area

komersial inti, dengan tingkat minimal penyeberangan artesial. Area sekunder

boleh jadi difungsikan sebagai fasilitas umum, sekolah umum, parkir

masyarakat yang luas, penggunaan penghasil-pekerjaan intensitas yang

rendah, dan lot parkir dan kendaraan.

II.2.3. Prinsip ‘Transit Place’ Sebagai Oriented Development

Transit Oriented Development (TOD) sebagai sebuah kajian dari

perencanaan kota, memiliki korelasi dengan perancangan kawasan maupun

bangunan yang mengadopsi prinsip – prinsip pengembangan dengan berorientasi

fasilitas transit, termasuk fasilitas transit itu sendiri dalam wujud “transit place”.

Beberapa kajian prinsip TOD yang berasal dari peneliti amerika pada umumnya

yang relevan dengan perancangan “transit place”, dan coba dikemas dalam prinsip

timur.

Dalam kajian Terminal Good Practice Design Guidlines (WTA; 2001)

beberapa keuntungan dari penerapan konsep Transit Oriented Development pada

terminal ferry, salah satunya yang utama adalah meningkatkan transit ridership

pengguna transportasi publik, termasuk Pedestrian yang baik dan jasa retail

disekitar transit, meningkatkan penggunaan fasilitas transit dan mengurangi

penggunaan kendaraan pribadi

Dalam salah satu kajian Urban Land Institute oleh Jacobson yaitu Seven

American TODs, Good Practices for urban design in Transit-Oriented

Development projects (2008) mengenai permasalahan tata guna lahan yang

menurun untuk daerah kota-kota lama di Amerika berhasil ditingkatkan kembali

Page 14: Terminal Penyebrangan Ferry

  27 

dengan konsep Transit Oriented Development, dimana pola pengembangan

perkotaan dengan orientasi transit berhasil mengingkatkan pertumbuhan ekonomi

perkotaan. Kajian ini menganalisa peran tempat transit terhadap pengembangan

kawasan disekitarnya dan menghidupkan kembali aktivitas ekonomi melalui

optimalisasi pergerakan manusia dengan moda transportasi publik seperti BRT

(Bus Rapid Transit) dan kereta melalui fasilitas transit sehingga didapat beberapa

prinsip pengembangan kawasan tempat transit termasuk akses pencapaian dan

pengembangan kawasan disekitar transit, dari kesimpulan kajian diatas yang dapat

dijadikan parameter dan pengarah strategi pengembangan kawasan transit, yaitu:

Prinsip-prinsip Transit Oriented Development

Principle 1 : Appreciate that planning and developing great places takes

time

Mampu menyadari dan memfasilitasi bahwa perencanaan

pengembangan suatu kawasan agar memperoleh hasil maksimal

membutuhkan proses dan waktu tahapan yang berjenjang secara

berkala.

Principle 2 : Engage the Public and experts as collaborators and work with

activist energy

Pengembangan yang berbasis pada partisipasi dan kerjasama

berbagai pihak terkait termasuk masyarakat setempat sebagai

faktor koreksi dan pelengkap perencanaan.

Principle 3 : Program spaces for use

Memprogram ruang untuk dapat digunakan kegiatan yang tepat

pada saat yang tepat, dengan optimalisasi waktu penggunaan.

Principle 4 : Invest in maintaining spaces

Invest pada perawatan ruang dapat menjaga citra penampilan

kawasan sebagai fasilitas umum.

Principle 5 : Design at a human scale

skala manusia sebagai penyesuaian dengan kebiasaan pengguna,

merupakan pokok dalam membuat great a place

Principle 6 : Provide Public spaces that accommodate a variety of uses and

users

Page 15: Terminal Penyebrangan Ferry

  28 

Fasilitas transportasi berhasil menarik orang-orang yang

bergerak melalui mereka dengan perantara ruang publik sebagai

ruang pengumpul.

Principle 7 : Use design and programming strategies to increase safety

Keselamatan pribadi adalah fundamental bagi keberhasilan

ruang publik, termasuk tempat transit dengan keragaman

penggunanya.

Principle 8 : Allow for variety and complexity

memiliki banyak variasi dan kompleksitas, dapat memberikan

perasaan positif tempat, dan memperkuat karakter “place”.

Principle 9 : Create connections between spaces

hubungan antar ruang kota (well-connected) mampu meciptakan

integrasi yang saling mendukung dengan tempat transit.

Principle10: Designsidewalks and crosswalks for appropriate Pedestrian

use

menghidupkan kembali pejalan kaki dengan fasilitas yang

senyaman mungkin, tersinergi dengan rencana perkotaan.

Principle11: Integrate transit and transit facilities into the urban pattern

transfer antara rute atau jenis transit yang mudah dan bersinergi

dengan Sistem Transportasi Nasional.

Principle12: Don’t forget (but don’t overemphasize) car movement and car

parking

batasan yang jelas jalur pengguna dan pejalan kaki, termasuk

penyediaan akses parkir yang tidak berlebihan.

Beberapa kajian lain telah dilakukan untuk menganalisa permasalahan pada

tempat transit dan bagaimana perencanaan tempat transit yang baik, diantaranya

yaitu teori development around transit yang termasuk dalam perancangan urban

yang umum dikenal dengan Transit Oriented Development peningkatan nilai

kawasan disekitar transit dengan tempat transit sebagai orientasinya, termasuk

pengembangan fasilitas transit yang terintegrasi dengan kawasan perkotaan untuk

menarik pengguna transpotasi publik. Beberapa strategi dari Dunphy (Dunphy;

2004) dalam perencanaan tempat transit yang sinergi dengan perencaan perkotaan

dan sistem transportasi.

Page 16: Terminal Penyebrangan Ferry

  29 

Sepuluh prinsip Development Around Transit dalam Urban Land Institute (2003)

yaitu:

1. Make It Better with a Vision

Visi menjadi penting ketika melakukan perencaan jangka panjang dan

proses membentuk asumsi baru tentang suatu tempat transit, perencaan

secara sadar akan suatu tempat transi untuk masa mendatang

merupakan salah satu strategi pengembangan kawasan.

2. Apply the Power of Partnerships

Tidak bisa diabaikan perencanaan tempat transit terkait dengan

partisipasi berbagai pihak, baik itu pemerintah (sebagai regulator),

swasta (sebagai investor), maupun masyarakat sebagai pengguna, hal

tersebut merupakan konsekuensi dari perencanaan fasilitas umum.

3. Think Development When Thinking about Transit

Kemungkinan pengembangan merupakan salah satu strategi sebagai

bentuk respon kemungkinan penambahan kapasitas jangka panjang

sehingga proses dan tahapan pelaksaan tidak terputus dan terus

berkesinambungan.

4. Get the Parking Right

Menempatkan parkir secara proporsional dan tidak berlebihan, dengan

asumsi positif kedepan semakin berkurang kapasitasnya.

5. Build a Place, Not a Project

Merancang tempat transit membutuhkan suatu jiwa (sense) agar

interaksi sosial dapat berlangsung (Karsten; 1908, mangunwijaya;

1995), termasuk partisipasi segala pihak yang membentuk suatu ikatan

interaksi yang harmonis.

6. Make Retail Development Market Driven, Not Transit Driven

Memanfaatkan secara optimal ruang untuk retail sebagai pendukung

fasilitas transit.

7. Mix Uses,but Not Necessarily in the Same Place

Menggabungkan beberapa fungsi kegiatan pada kawasan fasilitas transit

merupakan suatu keuntungan, akan tetapi tidak harus dalam satu

tempat, cukup satu kawasan yang terhubung dengan baik dalam

jangkauan pejalan kaki.

8. Make Buses a Great Idea

Page 17: Terminal Penyebrangan Ferry

  30 

Menjadikan fasilitas transportasi pilihan yang menarik, dengan

perbaikan fasilitas, jasa layanan, strategi pembangunan, maupun

kebijakan yang terkait.

9. Encourage Every Price Point to Live around Transit

Mengembangkan pusat-pusat area disekitar transit untuk mengdukung

fasilitas transit

10. Engage Corporate Attention

Peran serta pemerintah maupun swasta dalam pengembangan kawasan

diperlukan sebagai pihak pengontrol maupun pengendali proses tahapan

pengembangan.

Salah satu kajian teori yang digunakan yaitu prinsip Transit Oriented

Development yang berkonsep pada pengembangan areal transit dan

pengembangan areal sekitar transit dengan titik berat pada programming fasilitas

dan masterplanning areal transit yang respon penggunaan lahan disekitar areal

transit. Transit Oriented Development sebagai landasan pemikiran pengembangan

area terminal penyeberangan dengan visi kedepan mampu mendukung

pengembangan perkotaan dan sistem transportasi nasional.

II.3. Reinterpretasi Transit ‘Place Making’

Teori place making ditinjau sebagai salah satu konsep pembentuk image tempat,

yang dalam kajian ini membatasi hanya pada pembentukan tempat transit sebagai

obyek studi. Proses place making dirumuskan dalam bentuk reinterpretasi tempat

transit pada salah satu simpul transportasi yaitu Terminal Penyeberangan Ferry. Hal

itu dikarenakan faktor pembentuk tempat transit terkait dengan interaksi sosial, budaya

bertransportasi dan sejarah tempat. Konsep place making digunakan sebagai upaya

meningkatkan image dan kualitas tempat transit yang sebelumnya kurang menarik

minat penumpang akibat tidak adanya perhatian penyelenggara transportasi publik

terhadap potensi-potensi tempat transit sebagai suatu tempat yang mampu

memfasilitasi beragam aktivitas transit pada pengguna transportasi publik.

Penerapan konsep place making pada perencananan pengembangan fungsi

terminal sebagai tempat transit dapat memberikan keuntungan dari meningkatnya

minat pengguna transportasi publik akibat kenyamanan, kepuasan dan pengalaman

Page 18: Terminal Penyebrangan Ferry

  31 

baru transit dalam bertransportasi. Selain itu juga dapat menjaga nilai nilai sejarah dan

budaya lokal sebagai identitas kawasan maupun perkotaan secara luas. Beberapa

tinjauan singkat sebagai dasar perumusan interpretasi pengguna sistem transportasi

mengenai transit place yaitu melalui identifikasi Terminal Penyeberangan Ferry dari

aturan pemerintah termasuk antusias komentar keberadaan Terminal Ferry Ujung,

pengamatan sejarah budaya bertransportasi, dan proses perkembangan Kota Surabaya

secara luas sebagai penentu parameter perubahan pada Terminal Penyeberangan Ferry

Ujung.

Strategi ‘transit place’ making disini adalah membentuk pengembangan tempat

transit yang berkualitas baik dan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya,

karena strategi place making adalah prinsip mendasar yang dibutuhkan dalam setiap

perancangan ruang publik (Tiesdell; 1996). Proses pembentukan tempat transit dari

sekedar ruangan transit menjadi lebih agresif dan mampu memicu interaksi antara

pengguna, lingkungan, fungsi transit dan karakter tempat, dan diharapkan dapat

menjadi daya tarik tersendiri bagi suatu tempat transit, sekaligus mampu melayani dan

mewadahi aktifitas dan kegiatan transit didalamnya. Dengan penekanan pada

pembentukan citra tempat transit jika memiliki makna dari lingkungan yang berasal

dari budaya lokal setempat, seperti yang diutarakan oleh (Norberg-Schulz dalam Zahnd,

1999),“sebuah place adalah sebuah space yang memiliki suatu ciri khas tersendiri”.

Salah satu strategi penguatan identitas sebuah tempat adalah dengan

pengembangan dan perbaikan sejumlah aspek kawasan yang menurut (Garnham; 1985),

yakni dengan mengembangkan dan memperbaiki aspek-aspek berikut:

a) Permeabilitas kawasan, yakni kemudahan memandang dan bersirkulasi ke arah

dalam maupun keluar kawasan,

b) Orientasi visual,

c) Sense of place,

d) Titik masuk (entry point) dan gerbang masuk kawasan,

e) Pedestrian life,

f) Preservation Area,

g) Lokasi bangunan maupun struktur yang dianggap penting untuk citra kawasan,

h) Hubungan kawasan dengan lingkungan luarnya.

Beberapa poin diatas termasuk dalam kajian konsep modern Transit Oriented

Development yang relevan untuk Terminal Penyeberangan Ujung sebagai katalis

perkembangan tempat transit di Indonesia. Dengan subyek pertimbangan adalah

Page 19: Terminal Penyebrangan Ferry

  32 

tempat transit, maka identifikasi yang diambil untuk tempat transit secara umum

maupun arsitektur dapat dikerucutkan kepada prinsip Transit Oriented Development

yang menempatkan tempat transit sebagai orientasi utama, untuk mendorong

penggunaan fasilitas transportasi massal.

II.3.1. Tempat Transit

Identifikasi umum tempat transit adalah tempat yang disediakan untuk

aktivitas transit, dan menurut (Geoff Stahl; 2007) tempat transit merupakan

tempat yang berada diantara tempat sekarang dan tempat nanti (tempat antara asal

dan tujuan) sehingga bisa disebutkan tempat transit merupakan tempat antara.

Pada Terminal Penyeberangan Ferry untuk mengetahui perubahan yang terjadi

mengikuti budaya masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas transit, termasuk

pemahaman masyarakat atas tempat transit yang telah dikorelasikan dalam

fasilitas Terminal Penyeberangan Ferry. Beberapa kajian perlu dilengkapi untuk

dapat melakukan penilaian dan menangkap parameter perubahan penggunaan

fasilitas tempat transit di Terminal Penyeberangan Ferry.

Kajian transit place ini untuk mendalami faktor-faktor pembentuk tempat

transit dan hubungan tempat transit, transportasi, dan penumpang, sebagai satu

kesatuan utuh pada perancangan arsitektur. Tempat transit terlihat sebagai

keramahan fasilitas publik yang mengundang dan memberikan pengendara dan

penumpang suatu pilihan untuk sekedar istirahat maupun mencari kebutuhan

perjalanan, selain sebagai kebutuhan pendukung sistem transportasi yang

melayani pengguna fasilitas transportasi.

Tempat transit (transit place) merupakan ujung maupun simpul tempat

singgah sementara sistem transportasi pada suatu kawasan tempat orang berhenti

dan akan melanjutkan perjalanan dengan moda transportasi. Tempat transit

sebagai pusat orientasi komunitas “mixed use” yang terjangkau dengan berjalan

kaki maupun fasilitas pemberhentian sementara dan pergantian moda transportasi

yang mencakup pengembangan suatu kawasan dengan konsep Transit Oriented

Development.

Tempat transit sebagai bagian dari jaringan transportasi termasuk tempat

transit, terminal transit, maupun terminal, yang kesemuanya sebagai simpul-

simpul jalur moda transportasi sejenis maupun antar moda transportasi yang

Page 20: Terminal Penyebrangan Ferry

  33 

memiliki peluang pengembangan dan subyek perbaikan Sistem Transportasi

nasional selain infrastruktur jalan, armada, dan jasa pelayanan transportasi.

Dengan dasar kajian transit dari Development Around Transit: Strategies and

Solution That Work; ULI, 2004 oleh Robert T Dunphy, Robert Cervero,

Frederick C Dock, Maureen McAvey, Douglas R Porter, dan Carol J Swenson

adalah prinsip dasar bagaimana merubah demografi, kemacetan lalu lintas, dan

inisiatif kebijakan publik yang memiliki pengaruh penting terhadap

pengembangan transit dan hubungan timbal baliknya terhadap penataan

perkotaan.

Sepuluh prinsip Successful Development Around Transit merupakan salah

satu hasil penelitian Urban Land Institute yang dapat digunakan sebagai rujukan

literatur pengembangan fasiltas transit sebagai salah satu upaya optimalisasi

penggunaan transportasi publik sebagaimana uraian di sub bab Transit Oriented

Development di atas. Selanjutnya dalam kajian topik Terminal Penyeberangan

Ferry diambil beberapa unsur transit sebagai visi eksternal terminal terhadap

jaringan transportasi kota dan penatan perkotaan secara general. Dengan dua

fokus kajian yaitu:

Transit mendukung potensi pengembangan perkotaan

Sistem transportasi kota sebagai pembentuk strukur kota dan merupakan

tulang punggung ekonomi perkotaan (Sigurd Grava; Urban Transportation

System; 2004), menjadi bagian vital perkotaan memposisikan fasilitas

transportasi pada tempat-tempat strategis dan secara tidak langsung memiliki

peluang pengembangan yang lebih dibandingkan kawasan lainnya, dan

pengembangan kawasan transit dan sekitarnya yang beakibat pada struktur

kota dan kegiatan ekonominya. Termasuk mendukung usaha peralihan

kendaraan pribadi kepada transportasi publik sebagai salah satu solusi

permasalahan perkotaan, dengan pembenahan pelayanan dan tempat transit.

Transit sebagai investasi optimalisasi nilai kawasan

Pengembangan kawasan transit membuka peluang kenaikan nilai guna lahan

disekitarnya dengan pergerakan manusia di tempat transit mampu memicu

minat ekonomi dikawasan sekitar transit, dengan investasi dan penataan

jangka panjang transit menjadi pusat orientasi pengembangan kawasan

disekitarnya.

Page 21: Terminal Penyebrangan Ferry

  34 

Tempat transit dan tata guna nilai lahan bersimbiosis dengan sangat erat saling

menunjang (Dunphy; 2004), tempat transit mampu menaikkan nilai guna lahan

dan sebaliknya nilai guna lahan dapat mengundang investasi yang mampu

menghidupi tempat transit. Pengembangan kawasan transit merupakan salah satu

usaha mengembalikan nilai guna lahan yang telah menurun maupun

mendatangkan investasi dan geliat ekonomi dengan pilihan fasilitas transit yang

baik kepada masyarakat.

Tempat transit dalam topik transportasi lebih cenderung kepada tempat

diantara tempat asal dan tempat tujuan dengan pertimbangan jarak yang jauh

sehingga dibutuhkan tempat transit. Dalam budaya nusantara kita kenal istilah

persinggahan yang menawarkan fasiltas penginapan sementara, tempat makan,

jasa dan komersial lainnya untuk memenuhi kebutuhan orang dalam perjalanan

jauh. Akan tetapi kini terjadi sedikit pergeseran budaya terutama dikota besar

istilah transit bisa dikenal juga sebagai tujuan, dengan tingkat jarak yang pendek

dan frekuensi yang tinggi, tempat transit mampu menawarkan pelayanan rekreasi

selain pemenuhan kebutuhan barang dan jasa. Sehingga dalam tempat transit

menjadi lebih mudah dijangkau.

II.3.2. Place Making

Place making adalah proses mengubah ruang (space) menjadi (place). Place

making terkenal dengan karakternya yang berfokus terhadap aktivitas,

manajemen, komunitas, dan sosialibilitas, sebagaimana terlihat dari rancangan

arsitektural atau lansekap pada kawasan tersebut (Wikipedia; 2009)

Christian Norberg-Schulz dalam Zahnd (1999) mendefinisikan place

sebagai space yang memiliki suatu ciri khas tersendiri. Kemudian Trancik dalam

Zahnd (1999) merumuskan bahwa sebuah ‘ruang’ (space) akan muncul apabila

terdapat pembatas dalam sebuah void, dan selanjutnya sebuah space akan menjadi

sebuah place apabila memiliki makna atau citra dari lokalitas setempat. Dapat

dikatakan bahwa sebuah space akan bertranformasi menjadi sebuah place jika

memiliki ciri khas dan suasana tertentu yang berarti bagi lingkungannya. Suasana

tersebut dapat berupa benda yang konkret, seperti bahan, rupa, tekstur, dan warna,

maupun benda yang abstrak, seperti asosiasi kultural dan regional yang dilakukan

manusia di tempatnya.

Page 22: Terminal Penyebrangan Ferry

  35 

Relph dalam Carmona (2003) berpendapat, bahwa bagaimanapun tidak

terstruktur dan tidak terdefinisikannya sebuah tempat, namun di saat manusia

dapat merasakan dan menyadari “space” (ruang) yang mengelilinginya tersebut,

maka itulah yang pada umumnya dikatakan sebagai konsep “place”. “Place”

adalah suatu ruang yang terbangun dari pengalaman-pengalaman yang dirasakan

langsung pada saat itu (lived-experience). Dengan demikian, untuk mengubah

suatu “space” menjadi “place”, maka dibutuhkan penambahan “space” dengan

suatu arti (meaning).

Linda Laniado (2005) berpendapat bahwa place making selain tindakan

fisik, juga melibatkan interaksi sosial dan kesadaran kualitas dan bahwa usaha

mandiri dapat memberikan kontribusi “sense of place” dengan peran ruang yang

lebih cenderung mempromosikan interaksi sosial dan beradaptasi dari waktu ke

waktu dan dengan memberikan rasa keunikan, makna dalam dan original. “Sense

of place” (Jackson dalam Carmona; 2003) seringkali dikaitkan dalam sebuah

istilah konsep Latin yang disebut “genius loci”, yang menyarankan manusia untuk

menjalani pengalaman ruang melalui indra fisik maupun sensorik dari sebuah

tempat, dan merasakan suatu ikatan terhadap jiwa tempat (spirit of place).

Interaksi sosial yang dimaksud merupakan hubungan dinamis antar manusia,

lingkungan, budaya, dan tempat (‘place’) yang mampu memberi kesan (‘sense’)

suasana tempat yang diharapkan. Bagaimana dalam kutipan diatas ditekankan

pada efek psikologis pengunjung akan kerinduan untuk berkunjung kembali.

Proses pembentukan kesan tempat dari unsur-unsur dasar seperti budaya

setempat, sejarah, kebiasaan, dan psikologis manusia, yang semuanya bermuara

pada (meaning) kualitas hubungan dan komunikasi antara manusianya dan

tempatnya. Hal itu mampu membentuk kesan suatu tempat karena pada dasarnya

tidak ada di dunia ini kesan tempat yang sama, kemungkinan mirip dan serupa

memang besar akan tetapi kesan tempat lebih kepada karakter yang unik dan yang

pasti tempat dibentuk oleh waktu yang di hiasi oleh budaya, kebiasaan,

manusianya, dan lingkungan yang selalu terintegrasi membentuk karakter.

Page 23: Terminal Penyebrangan Ferry

  36 

Proses pembentukan citra tempat membutuhkan waktu dan tahapan

termasuk pengalaman penggunanya (Carmona; 2003), dengan parameter mampu

mewadahi aktifitas penggunannya, kapasitas, fungsi, selain kualitas interaksi

sosial yang berhasil sehingga dibutuhkan pedoman perancangan tempat transit

sebagai fasilitas publik. Menurut John Punter; 1991 dan John Montgomery; 1998

terdapat unsur-unsur pembentuk tempat yaitu Activity, Form, dan Image, ketiga

unsur tersebut saling berkaitan dan berintraksi membentuk tempat, dan yang

memberikan citra terdiri dari tiga aspek yang juga saling bertautan yaitu Activity,

Physical Setting, dan Meaning.

Gambar II.1 Skematik aspek Citra Tempat oleh John Punter; 1991 dan John

Montgomery; 1998 (Sumber: Carmona; 2003)

Dari skema diatas dapat dikenali parameter pembentuk tempat menurut John

Punter; 1991 dan John Montgomery; 1998, pemisahan antara tempat (place) dan

citra (sense) merupakan pembedaan parameter fisik dan non fisik yang keduanya

teraplikasi secara terpadu dan menyatu, Dalam hal ini parameter fisik lebih kearah

pembentukan tempat secara wujud dapat deitangkap secara fisik yaitu kegiatan

yang diwadahi serta segala penunjangnya, bentuk tempat yang diwujudkan dari

kegiatan, dan kesan yang dihasilkan dari kegiatan dan bentuk yang ekspresikan.

Sedangkan parameter non fisik lebih kearah pembentukan citra secara abstrak

sebagai ‘jiwa’ yaitu fungsi dan kebiasaan (behaviour) yang akan diwadahi, setting

PLACE 

FORMACTIVITY

IMAGE (cognition, perception, 

and information) 

SENSE 

OF 

PLACE 

PHYSICAL 

SETTING ACTIVITY

MEANING 

Page 24: Terminal Penyebrangan Ferry

  37 

fisik psikologis, dan meaning sense identitas budaya dan sejarah yang dimiliki

tempat.

Gambar II.2 Skema aspek pembentuk citra tempat

(Sumber: Project for Publik Space; 2003)

Sedangkan kajian dalam Project for Publik Space (pps.org) menekankan empat

aspek utama yang dibutuhkandalam perancangan place, yaitu:

1) Sociability

Sosialabilitas termasuk interaksi sosial antar pengguna yang terjadi pada

sebuah tempat akan membentuk citra sebuah tempat dan memberikan

proses komunikasi dengan tempat.

2) Uses and Activities

Fungsi dan aktifitas pengguna yang diwadahinya mampu menarik minat

pengunjung dan memberikan citra tempat

3) Comfort and Image

Kesan dan kenyamanan pengguna membentuk citra tempat dari

pengalaman mengalami aktivitas.

4) Acces and Linkages

Page 25: Terminal Penyebrangan Ferry

  38 

Akses pencapaian dan hubungan tempat dengan lingkungan sekitar

mampu membentuk citra tempat.

Keempat aspek diatas pun saling terkait satu dengan yang lain membentuk satu

kesatuan utuh suatu tempat (place) dengan pembagian tingkatan Key Attributes,

Intangibles, dan yang terluar Measurements, unsur unsur diatas membentuk suatu

identitas kekhasan, maka space akan berhasil menjadi sebuah place dan dengan

sendirinya mampu memberikan pengalaman (experience) pada pengunjungnya

dan mampu menarik dan mengundang pengunjung untuk berinteraksi sosial

didalamnya.

Kajian place making dalam Place Making; Developing Town Center,

Main Street, and Urban Villages (Charles C. Bohl; 2002) Karakter tempat

sebagai pembentuk citra fasilitas publik

Kekuatan lokal karakter dan identitas komunitas menjadi kekuatan

pembentuk tempat, mampu merefleksikan nilai-nilai lokal setempat.

Interaksi sosial dalam bentuk keramahan setting tempat dan penataan

kawasan yang bersahabat (friendly).

Sense of belonging dan sense of community menempatkan pejalan kaki

sebagai prioritas dengan tingkat interaksi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan penggunaan kendaraan personal.

Dalam kajian ini akan dianalisis teori pembentuk tempat dengan beberapa

metoda yang akan selalu terbagi menjadi beberapa tahapan, sebagai bentuk proses

pematangan suatu karakter tempat dengan usaha perbaikan dan penggalian

kembali sejarah dan keunikan lokal tempat. Dengan penekanan pada interaksi

sosial, kajian ini berusaha mengembalikan kesan tempat yang sudah pernah ada

dan mencoba untuk mengangkat kesan tempat transit sebagai pusat

pengembangan kawasan dan Sistem Transportasi Nasional.