18
BAB I PENDAHULUAN Teratoma berasal dari bahasa Yunani “teratos” yang artinya monster dan “onkoma” yang artinya tumor . Teratoma merupakan jenis tumor sel germinal yang berasal dari sel pluripoten dan tersusun oleh unsur berbagai jenis jaringan yang berbeda dari satu atau lebih ketiga lapisan sel germinal; paling sering ditemukan dalam ovarium atau testis orang dewasa dan pada daerah sacrococcygeus anak-anak. Teratoma berkisar dari jinak (matur, dermoid, dan kistik) sampai ganas (imatur dan padat) . 1 Willis mendefinisikan teratoma sebagai tumor atau neoplasma yang tersusun oleh jaringan multipel yang bersifat asing bagi tempat dimana tumor itu tumbuh. Tumor ini dapat mengandung elemen kulit, jaringan neural, gigi, kartilago, kalsifikasi, lemak dan mukosa usus. 2 Tumor ini tersusun dari ketiga lapis embrionik. Biasanya jinak, tetapi dapat mengandung elemen ganas. Tempat bervariasi, paling sering pada area sakrokoksigeus (40%). Tempat lainnya termasuk mediastinum anterior, ovarium, retroperitoneum, testis dan leher. 3 1

Teratoma Testis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Teratoma Testis

BAB I

PENDAHULUAN

Teratoma berasal dari bahasa Yunani “teratos” yang artinya monster dan

“onkoma” yang artinya tumor. Teratoma merupakan jenis tumor sel germinal

yang berasal dari sel pluripoten dan tersusun oleh unsur berbagai jenis jaringan

yang berbeda dari satu atau lebih ketiga lapisan sel germinal; paling sering

ditemukan dalam ovarium atau testis orang dewasa dan pada daerah

sacrococcygeus anak-anak. Teratoma berkisar dari jinak (matur, dermoid, dan

kistik) sampai ganas (imatur dan padat). 1

Willis mendefinisikan teratoma sebagai tumor atau neoplasma yang

tersusun oleh jaringan multipel yang bersifat asing bagi tempat dimana tumor itu

tumbuh. Tumor ini dapat mengandung elemen kulit, jaringan neural, gigi,

kartilago, kalsifikasi, lemak dan mukosa usus. 2

Tumor ini tersusun dari ketiga lapis embrionik. Biasanya jinak, tetapi

dapat mengandung elemen ganas. Tempat bervariasi, paling sering pada area

sakrokoksigeus (40%). Tempat lainnya termasuk mediastinum anterior, ovarium,

retroperitoneum, testis dan leher. 3

Empat puluh tujuh persen dari teratoma ditemukan di daerah

sacrokoksigeal dan sacrokoksigeal ini adalah tumor yang sering terjadi pada bayi

baru lahir, dengan insiden dari 1 : 40.000 kelahiran. Dan rasio pria : wanita adalah

1 : 4. 4 Teratoma sakrokoksigeus merupakan varian yang tersering (45-65%

kasus), selain gonad (10-35%), mediastinal (10-12%), retroperitoneal (3-5%),

cervical (3-6%), presakral (3-5%) dan susunan saraf pusat (2-4%). 2

Sekitar 20% dari teratoma sakrokoksigeus merupakan tumor ganas.

Teratoma lebih banyak terjadi pada perempuan, tetapi keganasan teratoma lebih

banyak terjadi pada laki-laki. Seluruh spesimen harus dieksisi oleh ahli patologi

untuk mencari elemen keganasan. Terapi radiasi dan kemoterapi khususnya

penggunaan Cytoxian, vincristine dan actinomycin seharusnya menjadi

1

Page 2: Teratoma Testis

pertimbangan terapi pada pasien ketika elemen keganasan ditemukan. Sayangnya,

hampir tidak ada bayi baru lahir yang selamat ketika mereka teratoma yang

diderita merupakan tipe keganasan.

Jumlah kematian pada anak-anak dengan teratoma sakrokoksigeum

benigna harus diminimalkan. Dalam survei rantai luas oleh American Academy of

Pediatric tahun 1973, 2 persen dari pasien yang dioperasi untuk penyakit benigna

meninggal post operasi, setengahnya disebabkan oleh perdarahan sedangkan

setengah lainnya disebabkan oleh meningitis. Ada beberapa kematian yang terjadi

pada kelompok benigna, tetapi semua itu berhubungan dengan anomali yang

terkait. 5

2

Page 3: Teratoma Testis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Os sacrum orang dewasa yang besar dan berbentuk baji, terbentuk dari

lima vertebra sacralis yang bersatu. Os sacrum memberi kekuatan dan kemantapan

pada pelvis dan meneruskan berat tubuh kepada cingulum membri inferioris

melalui articulation sacro-iliaca. Basis ossis sacri dibentuk oleh permukaan cranial

vertebra sacralis I. Processus articularis vertebrae sacralis I bersendi dengan

processus articularis inferior vertebrae lumbalis V. Tepi ventral corpus vertebrae

sacralis I yang menganjur kearah ventral adalah promontorium (os sacrum).

Pada facies pelvica dan facies dorsalis terdapat empat pasang foramen

sacralis guna jalan keluar cabang-cabang keempat nervus sacralis paling cranial

dan pembuluh pengiringnya. Facies pelvica ossis crani adalah licin dan cekung.

Keempat garis transversal member petunjuk mengenai tempat terjadinya

persatuan vertebrae sacrales. Facies dorsalis ossis crani adalah kasar dan

cembung. Persatuan processus spinosus membentuk crista sacralis mediana.

Hiatus sacralis yang berbentuk seperti U terbalik, terjadi karena tidak adanya

lamina arcus vertebrae dan processus spinosus pada vertebra sacralis IV dan

vertebra sacralis V. Hiatus sacralis mengantar ke canalis sacralis, yakni ujung

kaudal canalis vertebralis. Cornu sacrale yang mewakili processus articularis

inferior vertebrae sacralis V, menonjol ke kaudal dari masing-masing sisi hiatus

sacralis dan membantu untuk menentukan tempat letak hiatus sacralis. Pars

lateralis ossis sacri mempunyai facies articularis yang berbentuk seperti telinga

dan merupakan bagian articulation sacro-iliaca.

Vertebrae coccygea yang meruncing adalah sisa-sisa kerangka ekor

embriologis. Vertebrae coccygea ini telah menjadi kecil dan tidak memiliki

pediculus arcus vertebrae, lamina arcus vertebrae, atau processus spinosus. Ketiga

3

Page 4: Teratoma Testis

vertebra kaudal bersatu pada usia setengah baya untuk membentuk os coccygis

yang menyerupai paruh dan bersendi dengan os sacrum. 6

B. ETIOPATOLOGI

Teratoma tersusun atas berbagai jenis sel parenkimal yang berasal lebih

dari satu lapisan germinal dan sering berasal dari ketiga lapisan. Tumor ini berasal

dari sel-sel totipoten, umumnya pada garis tengah atau paraxial. Lokasi yang

paling sering adalah sakrokoksigeal. Karena berasal dari sel totipoten, sehingga

sering ditemukan di kelenjar gonad (29%). Sejauh ini, lokasi gonad yang paling

sering terjadi adalah pada ovarium, disusul pada testis. Kista teratoma kadang

muncul pada sequestered midline embryonic cell rests dan bias pada mediastinum,

retroperitoneal, servikal, dan intracranial. Sel-sel berdiferensiasi sesuai lapisan

germinal, yang terdiri dari berbagai jaringan pada tubuh, seperti rambut, gigi,

lemak, kulit, otot dan jaringan endokrin. 7

Teratoma terbentuk dan berkembang selama kehidupan intrautrin, dapat

menjadi sangat besar pada teratoma sakrokoksigeus seiring dengan perkembangan

fetus. Teratoma sakrokoksigeus muncul dari primitif knot atau hensen’s node.

Hensen’s node adalah suatu agregasi dari sel totipotensial yang merupakan

pengatur utama pada perkembangan embrionik. Semula terletak di bagian

posterior embrio yang bermigrasi secara caudal pada minggu pertama kehidupan

didalam ekor embrio, akhirnya berhenti di anterior tulang ekor (coccyx). Alur

migrasi dari sel germinal menunjukan lokasi dan patologi yang paling sering

terdapat teratoma (sakrokoksigeus dan gonad). Sel-sel ini dapat meluas ke

postero-inferior masuk daerah glutea dan /atau postero-superior masuk ke rongga

abdominopelvik. Pemisahan sel totipotensial dari hansen’s node mungkin

menyebabkan munculnya teratoma sakrokoksigeus. Sel pleuripotensial ini

melarikan diri dari kontrol pengatur embrionik dan berdiferensiasi masuk dalam

jaringan yang tidak biasa ditemukan pada daerah sakrokoksigeus. Tumor terjadi

dekat dengan tulang ekor, dimana konsentrasi terbesar primitif sel berada untuk

waktu yang lama selama masa perkembangan. 8

4

Page 5: Teratoma Testis

C. GAMBARAN KLINIK

Secara klinis, Tumor paling sering muncul sebagai massa yang menonjol

antara coccyx dan anus yang biasa ditutupi dengan kulit normal yang intak.

Beberapa pasien, seluruh atau sebagian benjolan terletak pada permukaan

retrorektal atau retroperitoneum. Pada bayi dan anak-anak, Tumor muncul sebagai

massa pada daerah sakropelvis yang menekan kandung kemih dan rectum.

Seringnya gejala obstruksi pada traktus urinarius yang disebabkan oleh kompresi

ureter dan urethra terhadap pubis atau kompresi ureter terhadap pinggiran pelvis

dan terjadi kesulitan defekasi sebagai tanda obstruksi yang mungkin tidak cukup

dikenali.

Sebagian kecil pasien dapat mengalami paralysis, nyeri, atau kelemahan

pada kaki, terutama pada stadium lambat dari invasi maligna dari tumor.

Pada teratoma sakrokoksigeus pada fetus, jika tumornya besar, dapat

menyebabkan distosia, kesulitan melahirkan dan perdarahan atau laserasi tumor. 8

D. DIAGNOSIS BANDING

Prinsip pertimbangan diagnosis banding pada bayi dengan masa posterior

ke koksigeus adalah meningokel, kordoma, duplikasi rectum, tumor neurogenik,

lipoma dan hemangioma. Untungnya, teratoma memilliki penampilan

karakteristik yang membuat diagnosis pada bayi relatif mudah. 5

E. DIAGNOSIS

1. Prenatal

USG prenatal dapat mendeteksi tumor ini mulai pada usia kehamilan 13

minggu. USG menunjukkan peningkatan ukuran uterus, placentomegaly,

polihidramnion, hidrops fetalis, massa inhomogen pada sakrum dengan gambaran

kalsifikasi. Ibu pasien bergejala polihidramnion, meningkat kadar alfa fetoprotein

darah sebelum partus dan partus prematur. Bila gejala ini timbul sebelum usia 30

minggu kehamilan maka prognosis anak adalah buruk. Persalinan akan beresiko

5

Page 6: Teratoma Testis

pada ibu sehingga untuk menghindari distosia atau ruptur tumor dianjurkan untuk

dilakukan sectio cesarea bila ukuran tumor lebih dari 5 cm atau tumor lebih besar

dari diameter fetus.

2. Postnatal

Teratoma benign hanya sedikit bergejala atau bahkan tidak bergejala sama

sekali. Massa pada pelvis yang besar dapat menyebabkan dekompresi traktus

urinarius maupun rektum. Defisit neurologis jarang terjadi, bila terjadi

mengindikasikan malignansi. Tanda metastasis perlu dicari pada anak lebih tua.

Diagnosis teratoma sakrokoksigeus biasanya ditegakkan melalui

pemeriksaan fisik. Tumor ini biasanya didiagnosa ketika ditemukan benjolan

sacrum yang besar setelah kelahiran yang sulit atau obstruksi pada kelahiran.

Anamnesis didapatkan adanya nyeri rectum, konstipasi, dan adanya sebuah

benjolan.

6

Page 7: Teratoma Testis

Teratoma sakrokoksigeus juga sering didiagnosa sebelum bayi lahir

dengan pemeriksaan ultrasonografi fetal. Laporan bertahap diagnosis antenatal

pada teratoma sakrokoksigeus menunjukkan bahwa sebagian besar fetus yang

didiagnosa teratoma sakrokoksigeus kemungkinan meninggal sebelum kelahiran.

Diagnosis prenatal penting karena tumor ini mungkin cukup besar untuk

menyebabkan distosia dan ruptur dari tumor dengan perdarahan masif dapat

terjadi selama kehamilan.

Pada sebagian besar kasus, teratoma sakrokoksigeus sangat khas sehingga

diagnosisnya sangat jelas. Kadang-kadang, bagaimanapun diagnosis tidak begitu

jelas dan adanya lesi lain seperti kondroma, fibroma, duplikasi rektal, terutama

mielomeningocele dan tumor neurogenic presakral, harus dikeluarkan. Apabila

sulit membedakan teratoma sacrococygeal dengan lesi lain, studi diagnostic

seperti Foto polos, Ultrasonografi, computer tomografi (CT) atau MRI.

Foto thoraks membantu menyingkirkan penyakit metastase. Foto polos pada

sacral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi dalam tumor. Ultrasonografi berguna

untuk menentukan sifat lesi (padat atau kistik, adanya komponen intraabdominal

dan keterlibatan hati). Baik CT Scan lateral dan magnetic resonance imaging

(MRI) akan menunjukkan perluasan intrapelvis dan intraspinal dari lesi sacral

dengan rincian yang jelas. Beberapa teratoma mengandung elemen yolk salk,

dimana mengeluarkan alfa–fetoprotein. Deteksi AFP dapat membantu

memperjelas diagnosis dan sering digunakan sebagai marker untuk rekurensi atau

efektifitas pengobatan, tapi metode yang jarang pada diagnosis awal. Pada satu

tahap, AFP meningkat pada 31 dari 32 teratoma maligna. AFP juga ditemukan

meningkat pada cairan amnion jika infan menderita teratoma. 8

7

Page 8: Teratoma Testis

F. STADIUM

Klasifikasi Altman membagi tumor berdasarkan fungsi bentang

anatominya ke dalam 4 kelompok :

1. Altman I : eksternal tumor yang mendominasi, dengan perluasan

minimal

2. Altman II : eksternal tumor dengan perluasan signifikan intrapelvis.

8

Page 9: Teratoma Testis

3. Altman III : tumor eksternal dengan perluasan intra-abdominal

4. Altman IV : hanya tumor intrapelvis, tidak dapat dilihat dari luar. 9

G. PENATALAKSANAAN

Teratoma sakrokoksigeus harus dieksisi lengkap. Lesi Tipe I dan II dapat

dimulai pada daerah posterior melalui chevron insisi dan sagital. Lesi tipe III dan

IV harus insisi tambahan transversal pada perut bagian bawah. Bagian penting

9

Page 10: Teratoma Testis

pada prosedur termasuk pengangkatan lengkap pada tumor intak, ligasi arteri

sakral tengah, dan eksisi tulang ekor ( coccyx ) bersama tumor.

Jika tumor secara histologi benigna ( hanya jaringan matur) atau mengandung

jaringan embrionik tanpa maligna seutuhnya, eksisi lengkap adekuat. Jika lesi

benigna (97 %), tidak diindikasikan terapi lanjutan. Untuk Tumor yang agresif

dan terdapat jaringan malignan seutuhnya, pembedahan eksisi sendiri tidak

adekuat dan pasien harus mendapatkan kemoterapi dan atau radioterapi. Pasien

dengan rekurensi kanker dan tidak dapat dieksisi diberikan terapi VAC

(vinkristin, dactinomycin, cyclophosphamide) ditambah radiasi lokal. Pasien ini

harus dievaluasi setiap 3 bulan selama 2 tahun pertama dengan pemeriksaan rectal

dan jumlah AFP. Pasien yang diperkirakan rekurensi harus dievalusi dengan

pemeriksan radiologi yang sesuai, Ultrasonografi dan/ atau CT.

Lesi ini paling baik direseksi dalam 24 jam pertama, sejak usus tidak dikoloni

pada 24 jam pertama setelah kelahiran., mengurangi resiko infeksi pada daerah

yang terkontaminasi feses selama reseksi. Perioperatif antibiotic diberikan segera

sebelum pembedahan dan dilanjutkan 24-48 jam setelah operasi. 8

10

Page 11: Teratoma Testis

H. KOMPLIKASI

Infeksi luka umumnya tidak terjadi, tetapi sama seperti pada seluruh

pembedahan bayi baru lahir lainnya, antibiotik spektrum luas diberikan 5 hingga 7

hari. Luka infeksi yang terjadi ditangani dengan tidak ada perbedaan dengan luka

infeksi lainnya di bagian tubuh mana saja, dan seharusnya tidak menjadi suatu

masalah serius. Kontinesia urin dan feses tergantung dari derajat kerusakan

nervus yang terlibat dan kerusakan ketika waktu pembedahan dan distorsi

sejumlah otot levator. Perlu untuk memperbaiki otot levator sesudah eksisi tumor

akan memberikan hasil inkontinensia feses seminimal mungkin. 5

I. PROGNOSIS

Mortalitas berada dalam batas 15 hingga 20 persen untuk operasi yang

dilaksanakan segera setelah kelahiran, dan hampir tiga kali jumlahnya jika

dilaksanakan 1 bulan atau lebih setelah kelahiran (Ravitvh 1951). Peningkatan

mortalitas berhubungan dengan adanya eksisi yang tertunda oleh karena adanya

ruptur dan perdarahan dan adanya perluasan maligna. Gambaran ini menegaskan

bahwa perlunya intervensi pembedahan pada periode kelahiran baru yang lebih

cepat. 10

Secara keseluruhan, dengan tingkat kesuksesan hidup lebih dari 95%,

prognosis dari bayi baru lahir dan anak-anak penderita sacro-coccygeal teratoma

baik. Pasien dengan maligna sacro-coccygeal teratoma akan menghadapi

prognosis yang kurang menyenangkan dibandingan pasien dengan gambaran

histologi benigna, tetapi perbaikan substansial telah dicatat sejak lebih dari 20

tahun yang lalu. Angka pasien yang hidup 80%-90% bisa dicapai di sub kelompok

tumor maligna. 9

11

Page 12: Teratoma Testis

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartanto Huriawati, Koesoemawati Herni, Salim Ivo. Kamus Kedokteran

Dorlan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002.

2. Ilmu Bedah. Teratoma Sacrococcygeus. 2012. Available on :

http://ilmubedah.info/teratoma-sacrococcygeus-20120713.html.

3. Seymour Schwartz, Shires Tom, Spencer Frank. Intisari Prinsip-Prinsip

Ilmu Bedah. Ed 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000.

4. Burge David, Griffiths Mervyn, Steinbrecher Henrik. Paediatric Surgery.

Ed 2. Hodder Arnold, 2005.

5. Coran Arnold, Behndt Douglas, Weintraub William. Surgery of the

Neonate. Boston : Little, Brown and Company, 1978.

6. Moore Keith, Agur Anne. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates,

2002.

7. Medscape Reference. Cystic Teratoma. 2012. Available on :

http://emedicine.medscape.com/article/281850-overview#a0104

8. When You’ll Be A Doctor. Teratoma Sakrokoksigeus. 2010. Available on:

http://dokterblogger.wordpress.com/2010/11/11/teratoma-sakrokoksigeus/

9. Oldham Keinth, Colombani Paul, Foglia Robert. Principles and Practice

of Pediatric Surgery. Vol 1. Lippincott Williams & Wilkins, 2005.

10. Haller Alex, Talbert James. Surgical Emergencies in the Newborn.

Philadelphia : Lea & Febiger, 1972.

11. Tanda-tanda Vital dan Pemeriksaan Fisik pada Bayi. 2011. Available on :

http://freyadefunk.wordpress.com/2011/11/16/tanda-tanda-vital-dan-

pemeriksaan-fisik-pada-bayi/

12. Four Season News. Penjelasan Tentang Teratoma Sakrokoksigeus.

Available on : http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/01/penjelasan-

tentang-teratoma.html

12