Terapi Viral Akut Gastroenteritis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Farmakoterapi

Citation preview

TERAPI GASTROENTERITIS VIRUS AKUT

Tujuan Terapi : Mencegah dehidrasi Mengatasi dehidrasi yang telah ada Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare Mengurangi lama dan beratnya diare

Pengobatan yang digunakan adalah pengobatan suportif, dimana sistem imun tubuh yang berperan utama didalam proses penyembuhan. Diare yang disebabkan oleh virus biasanya dapat sembuh sendiri (self limiting disease).Terapi suportif untuk mencegah atau mengatasi dehidrasi, selain itu juga mempersingkat lamanya sakit serta mengurangi periode infeksius penderita. Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan volume darah (hipovolemia), kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.

TERAPI: INFEKSI ROTAVIRUSPencegahan Vaksin oral rotavirus (RotaTeq, Merck) Vaksin ini dikembangkan dari serum bovine dan merupakan vaksin pentavalen. Vaksin ini memiliki efektivitas yang tinggi dalam mencegah keparahan akibat rotavirus. Rotateq mengandung 5 strain virus Rotavirus yang dilemahkan yaitu G1, G2, G3, G4 dan P1. RotaTeq juga mengandung sukrosa, natrium nitrat, natrium fosfat monobasicmonohidrat, natrium hidroksida, polysorbate dan fetal bovine serum. Vaksin Rotateq, vaksin rotavirus ini diberikan melalui mulut. Rotateq diberikan dalam 3 dosis. Sekali pemberian 2 ml. Jarak antara pemberian dosis berkisar 2 bulan dari pemberian pertama. Dosis pertama diberikan saat bayi berumur 2 bulan. Dosis kedua diberikan saat umur 4 bulan dan dosis ketiga diberikan saat bayi berumur 6 bulan.

Pengobatan Penggantian cairan oral dan elektrolit adalah dasar pengobatan. Terapi Lactobacillus oral dapat mengurangi durasi diare dan atau ekskresi virus. Tidak ada peran bagi antibiotik pada infeksi akut. Bismuth subsalicylate meskipun terbukti menurunkan durasi diare dan output tinja tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin karena risiko overdosis subsalisilat. Agen antimotilitas tidak dianjurkan karena belum terbukti menurunkan durasi atau volume diare.

ProbiotikProbiotik (Lactic acid bacteria) merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen saluran cerna schingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus, sehingga tidak terdapat tempat lagi untuk bakteri patogen untuk melekatkan diri pada sel epitel usus sehingga kolonisasi bakteri patogen tidak terjadi. Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai sebagai cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain, pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional (antibiotic associated diarrhea). Mikroekologi mikrobiota yang rusak oleh karena pemakaian antibotika dapat dinormalisir kembali dengan pemberian bakteri probiotik. Mekanisme kerja bakteri probiotik dalam meregulasi kekacauan atau gamgguan keseimbangan mikrobiota komensal melalui 2 model kerja rekolonisasi bakteri probiotik dan peningkatan respon imun dari sistem imun mukosa untuk menjamin terutama sistem imun humoral lokal mukosa yang adekuat yang dapat menetralisasi bakteri patogen yang berada dalam lumen usus yang fungsi ini dilakukan oleh secretory IgA (SIgA).

TERAPI: INFEKSI CALICIVIRUS Penyakit ini umumnya sembuh sendiri dan tidak membutuhkan terapi. Hanya diperlukan rehidrasi oral. Hidrasi parenteral jarang diperlukan.

TERAPI: INFEKSI AGEN NORWALK DAN NORWALK-LIKE Penyakit ini umumnya sembuh sendiri. Penggantian cairan oral dan elektrolit harus digunakan, jika diperlukan. Vaksin virus Norwalk oral yang diproduksi melalui ekspresi antigen virus pada tanaman sedang diteliti.

TERAPI: INFEKSI ASTROVIRUS DAN ENTERIC ADENOVIRUS Pemeliharaan hidrasi yang memadai dan keseimbangan elektrolit adalah satu-satunya terapi.

VIRUS PATOGEN POTENSIAL LAINNYATRAVELERS DIARRHEA 1) PROFILAKSIS Edukasi pasien untuk menghindari makanan dan minuman berisiko tinggi, hal ini dapat mengurangi risiko kurang dari 15%, bahkan di daerah endemik. Slogan-slogan seperti "Kupas itu, rebus itu, masak itu, atau lupakan saja" mengingatkan wisatawan untuk menghindari makanan yang terkontaminasi dan menggunakan air murni atau minuman kemasan yang dapat diandalkan. Bismuth subsalicylate 525 mg oral sekali sampai empat kali sehari sampai 3 minggu adalah rejimen profilaksis yang umumnya direkomendasikan. Bismuth subsalicylate dapat menghambat aktivitas enterotoksin dan mencegah diare. Meskipun efikasi antibiotik profilaksis telah didokumentasikan, penggunaannya tidak dianjurkan karena peningkatan risiko seleksi organisme yang resisten terhadap obat, efek samping antibiotik (misalnya, fotosensitivitas), dan kemungkinan akuisisi infeksi yang lebih parah. Antibiotik profilaksis yang direkomendasikan hanya pada individu yang berisiko tinggi atau dalam situasi di mana penyakit jangka pendek bisa merusak tujuan wisata mereka. Wisatawan yang mengadakan perjalanan ke daerah berisiko tinggi harus membawa perlengkapan yang meliputi termometer, loperamide, antibiotik 3 hari, larutan garam rehidrasi oral, dan air murni. Tidak ada vaksin saat ini dipasarkan di Amerika Serikat. Terapi profilaksis yaitu norfloksasin 400 mg atau 500 mg ciprofloxacin oral setiap hari (di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan); tablet trimetoprim-sulfametoksazol DS oral setiap hari (di Meksiko). Agen Alternatifnya yaitu rifaximin 200 mg 1-3 kali sehari selama 2 minggu.

2) PENGOBATAN Penggantian cairan dan elektrolit harus dimulai pada awal diare. (ORT umumnya tidak diperlukan pada individu yang sehat;. Air mineral rasa menawarkan sumber natrium dan glukosa) Untuk meringankan gejala, loperamide (disukai karena onset yang lebih cepat dan durasi lama) harus digunakan (diawali 4 mg oral dan kemudian 2 mg setelah tiap BAB maksimal 16 mg/hari pada pasien tanpa diare berdarah dan dihentikan jika gejala bertahan selama lebih dari 48 jam). Efek samping apabila menggunakan loperamid, antara lain: kram pada daerah perut, konstipasi, pusing, merasa lelah, mengantuk dan mulut terasa kering. Loperamid dikontraindikasikan untuk pasien yang hipersensitif pada loperamid, anak diusia 2 tahun, diare dengan tinja berdarah, diare dengan suhu tubuh di atas 38C, diare yang disebabkan oleh bakteri. Peringatan: wanita yang sedang menyusui dilarang menggunakan loperamid. Hati-hati penggunaan loperamid pada pasien dengan disfungsi hati. Terapi simtomatik lainnya termasuk subsalisilat 525 mg setiap 30 menit sampai dengan 8 dosis. Antibiotik yang direkomendasikan untuk diare sedang atau berat dengan gejala sistemik yaitu Norfloksasin 400 mg atau 500 mg ciprofloxacin oral dua kali sehari selama 3 hari, atau tablet trimetoprim-sulfametoksazol DS oral dua kali sehari selama 3 hari (di Meksiko), atau azitromisin 500 mg oral sekali sehari selama 3 hari (hanya di daerah prevalensi tinggi spesies Campylobacter yang resisten terhadap kuinolon, seperti Thailand). Agen Alternatif yaitu Rifaximin 200 mg tiga kali sehari atau 400 mg dua kali sehari selama 3 hari. Saat ini, obat pilihan adalah fluorokuinolon. Pada wanita hamil dan anak-anak muda dari 16 tahun, kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol dan eritromisin telah disarankan. Makrolida adalah obat pilihan hanya di daerah prevalensi tinggi spesies Campylobacter yang telah resisten terhadap kuinolon, seperti Thailand.

TERAPI PADA KERACUNAN MAKANAN Pengobatan terutama terdiri dari dukungan pernapasan dan penggunaan antitoksin botulinum. Jika evaluasi dilakukan dalam beberapa jam setelah ingesti, bilas lambung atau induksi muntah disarankan. Cathartics dan enema juga dapat digunakan untuk menghilangkan racun sisa dari usus, tetapi mereka kontraindikasi pada kasus ileus. Meskipun efektivitas antitoksin tidak diketahui, pasien yang didiagnosis dengan botulisme harus menerima antitoksin botulinum. Antitoksin botulinum adalah sediaan terkonsentrasi dari globulin kuda yang diperoleh dari kuda yang diimunisasi dengan racun A, B, dan E. Karena antitoksin trivalen berasal dari kuda, maka pasien harus diuji untuk hipersensitivitas sebelum menerima produk intravena. Agen lain yang digunakan sebagai terapi tambahan adalah guanidin, yang memiliki efek antagonis toksin botulinum pada neuromuskuler junction, dan 4-Aminopyridine, yang meningkatkan pelepasan asetilkolin. Metode pengobatan dan pencegahan yang baru dan lebih efektif sedang dalam pengembangan, termasuk vaksin toksin botulinum yang terdiri dari fragmen botulinum yang tidak beracun. Racun botulinum labil terhadap panas dan mudah hancur pada pendidihan selama 10 menit. Semua makanan kaleng harus diproses sesuai dengan petunjuk dan direbus, bukan hanya hangat, sebelum dikonsumsi. Dasar terapi tetap terapi suportif. ORT lebih disukai untuk mencukupi dan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, dan terapi cairan intravena bagi mereka yang sakit parah dan tidak bisa mentolerir terapi oral. Agen antiemetik dan antiperistaltik untuk terapi simtomatik, tetapi tidak boleh diberikan pada pasien dengan demam tinggi, diare berdarah, atau leukosit fecal. Terapi antimikroba tidak efektif dalam mengendalikan keracunan makanan S. aureus, C. perfingens, atau B. cereus. Di negara maju, banyak penyakit karena makanan dapat dicegah dengan pemilihan, persiapan, dan penyimpanan makanan yang tepat dan baik. Namun, di negara-negara berkembang, sanitasi dan penyediaan air bersih menjadi kekhawatiran yang lebih besar.

PENCEGAHAN DAN EDUKASIAda beberapa kiat pencegahan terjadinya diare pada anak-anak antara lain :1. Pemberian AS1 eksklusif 4-6 bulan,2. Sterilisasi botol setiap sebelum pemberian susu formula, bila bayi karena sesuatu sebab tidak mendapat ASI.3. Persiapan dan penyimpanan makanan bayi/anak secara bersih (hygiene).4. Gunakan air bersih dan matang untuk minum.5. Kebiasaan mencuci tangan terutama sebelum menyiapkan dan memberi makan.6. Membuang tinja di jamban.7. Pemberian makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik.

Adisasmito W. Faktor Risiko Diare Pada Bayi Dan Balita Di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Makara Kesehatan 2007;11(1). 1-10Firmasnyah A, Soenarto Y. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi keempat. Jakarta:Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Hal 318 323.Markum, dkk. Buku Ajar llmu Kesehatan Anak. FK UI.Jakarta.1991Pickering LK, Snyder JD,. Gastroenteritis. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB.Nelson textbook of pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Sauders, 2004.Hlm 1272-6.DiPiro, Joseph T., et. Al. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th edition. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division.