3
 Terapi Antihipertensi dan Efeknya terhadap Metabolisme Glukosa dan Lipid ADVERTORIAL  - Edisi Juni 2008 (Vol.7 No.11) Terapi hipertensi dengan obat-obat antihipertensi yang relatif murah seperti diuretika dan penyekat beta-adrenoseptor, terbukti bisa mengurangi mortalitas dan morbiditas akibat peyakit kardiovaskular dan stroke. Namun hasil-hasil terapi kurang kuat untuk penyakit jantung koroner. Diduga hal ini disebabkan ada efek metabolik yang dihasilkan obat-obat tersebut. Sebelumnya, bahkan hingga sekarang, masih ada pernyataan bahwa metabolisme glukosa dan lipid bisa membawa efek negatif dalam terapi menggunakan diuretika dan penyekat beta- adrenoseptor. Tetapi masih belum jelas apakah hal ini juga terjadi bila terapi jangka panjang dilakukan dengan dosis rendah seperti yang direkomendasikan di Inggris dan negara-negara di Eropa Utara. Angiotensin-II-receptor blocker (ARB) dan kalsium antagonis adalah dua obat antihipertensi yang dianggap memiliki efek netral terhadap metabolisme. Dengan dosis yang direkomendasikan, kedua obat ini tidak akan berdampak pada kadar glukosa dan lipid plasma. Beberapa guideline merekomendasikan diuretik tiazida dan atau penyekat beta-adrenoseptor dikombinasikan dengan obat lain, namun kombinasi dengan ARB tidak dijadikan lini pertama. Sementara ada juga guideline yang yang merekomendasikan kombinasi dengan lima atau enam golongan obat antihipertensi termasuk ARB. Pertimbangan cost sepertinya menjadi pertimbangan dalam pemilihan kombinasi. Tetapi dengan kombinasi apapun, efek terhadap mortalitas kardiovakular selama 5 tahun relatif sama., kecuali pada pasien risiko tinggi yang memiliki hipertrofi ventrikel kiri dan atau memiliki diabetes. Studi Antihypertensive Treatment and Lipid Profile in a North of Sweden Effiacy Evaluation (ALPINE) adalah studi yang dilakukan untuk membandingkan efek jangka panjang obat-obat antihipertensi yang paling sering digunakan dan relatif murah yakni diuretika (hidroklorotiazida) sebagai monoterapi maupun dikombinasikan dengan penyekat beta-adrenoseptor (atenolol). Kemudian dibandingkan dengan antihipertensi yang relatif lebih baru dan lebih mahal yakni ARB (candesartan) sebagai monoterapi maupun dikombinasikan dengan kalsium antagonis (felodipine), pada pasien yang baru terdiagnosa hipertensi. Nilai objektif yang diukur adalah perbandingan efek terhadap metabolisme glukosa, lipoprotein, elektrolit, tekanan darah, dan gejala-gejala subyektif. Studi dilakukan selama 1 tahun dengan metode acak, tersamar ganda, dan terkontrol. Ada 392 pasien berusia rata-rata 55 tahun. 48% laki-laki. Sebagian besar peserta studi (370 pasien atau 94%) belum pernah diterapi dengan obat-obat antihipertensi sebelum studi. Semua pasien bisa di-follow up. Hasil studi menunjukkan, kedua agen (diuretika dan ARB) sama-sama menurunkan tekanan darah dengan baik, yakni menurun 23/13 mmHg pada kelompok hidroklorotiazida dan 21/13 mmHg pada kelompok candesartan, dengan mayoritas pasien membutuhkan dua obat. Kadar insulin serum dan glukosa plasma saat puasa meningkat pada kelompok hidroklorotiazida. Sebaliknya pada kelompok candesartan kadar insulin maupun glukosa puasa relatif tetap.

Terapi Antihipertensi Dan Efeknya Terhadap Metabolisme Glukosa Dan Lipid

Embed Size (px)

Citation preview

5/9/2018 Terapi Antihipertensi Dan Efeknya Terhadap Metabolisme Glukosa Dan Lipid - slidepd...

http://slidepdf.com/reader/full/terapi-antihipertensi-dan-efeknya-terhadap-metabolisme-glukos

Terapi Antihipertensi dan Efeknya terhadap Metabolisme Glukosa dan Lipid

ADVERTORIAL - Edisi Juni 2008 (Vol.7 No.11)

Terapi hipertensi dengan obat-obat antihipertensi yang relatif murah seperti diuretika danpenyekat beta-adrenoseptor, terbukti bisa mengurangi mortalitas dan morbiditas akibat peyakit

kardiovaskular dan stroke. Namun hasil-hasil terapi kurang kuat untuk penyakit jantung koroner.Diduga hal ini disebabkan ada efek metabolik yang dihasilkan obat-obat tersebut.

Sebelumnya, bahkan hingga sekarang, masih ada pernyataan bahwa metabolisme glukosa dan

lipid bisa membawa efek negatif dalam terapi menggunakan diuretika dan penyekat beta-adrenoseptor. Tetapi masih belum jelas apakah hal ini juga terjadi bila terapi jangka panjang

dilakukan dengan dosis rendah seperti yang direkomendasikan di Inggris dan negara-negara di

Eropa Utara.

Angiotensin-II-receptor blocker (ARB) dan kalsium antagonis adalah dua obat antihipertensi

yang dianggap memiliki efek netral terhadap metabolisme. Dengan dosis yang

direkomendasikan, kedua obat ini tidak akan berdampak pada kadar glukosa dan lipid plasma.Beberapa guideline merekomendasikan diuretik tiazida dan atau penyekat beta-adrenoseptor

dikombinasikan dengan obat lain, namun kombinasi dengan ARB tidak dijadikan lini pertama.

Sementara ada juga guideline yang yang merekomendasikan kombinasi dengan lima atau enamgolongan obat antihipertensi termasuk ARB. Pertimbangan cost sepertinya menjadi

pertimbangan dalam pemilihan kombinasi. Tetapi dengan kombinasi apapun, efek terhadap

mortalitas kardiovakular selama 5 tahun relatif sama., kecuali pada pasien risiko tinggi yangmemiliki hipertrofi ventrikel kiri dan atau memiliki diabetes.

Studi Antihypertensive Treatment and Lipid Profile in a North of Sweden Effiacy Evaluation(ALPINE) adalah studi yang dilakukan untuk membandingkan efek jangka panjang obat-obat

antihipertensi yang paling sering digunakan dan relatif murah yakni diuretika (hidroklorotiazida)sebagai monoterapi maupun dikombinasikan dengan penyekat beta-adrenoseptor (atenolol).Kemudian dibandingkan dengan antihipertensi yang relatif lebih baru dan lebih mahal yakni

ARB (candesartan) sebagai monoterapi maupun dikombinasikan dengan kalsium antagonis

(felodipine), pada pasien yang baru terdiagnosa hipertensi. Nilai objektif yang diukur adalah

perbandingan efek terhadap metabolisme glukosa, lipoprotein, elektrolit, tekanan darah, dangejala-gejala subyektif.

Studi dilakukan selama 1 tahun dengan metode acak, tersamar ganda, dan terkontrol. Ada 392

pasien berusia rata-rata 55 tahun. 48% laki-laki. Sebagian besar peserta studi (370 pasien atau

94%) belum pernah diterapi dengan obat-obat antihipertensi sebelum studi. Semua pasien bisa

di-follow up.

Hasil studi menunjukkan, kedua agen (diuretika dan ARB) sama-sama menurunkan tekanandarah dengan baik, yakni menurun 23/13 mmHg pada kelompok hidroklorotiazida dan 21/13mmHg pada kelompok candesartan, dengan mayoritas pasien membutuhkan dua obat.

Kadar insulin serum dan glukosa plasma saat puasa meningkat pada kelompok hidroklorotiazida.Sebaliknya pada kelompok candesartan kadar insulin maupun glukosa puasa relatif tetap.

5/9/2018 Terapi Antihipertensi Dan Efeknya Terhadap Metabolisme Glukosa Dan Lipid - slidepd...

http://slidepdf.com/reader/full/terapi-antihipertensi-dan-efeknya-terhadap-metabolisme-glukos

Akibatnya sembilan pasien terdiagnosa diabetes melitus selama masa follow-up, yakni delapan

pasien (4,1%) pada kelompok hidroklorotiazida dan hanya satu (0,5%) pada kelompok candesartan.

Kadar trigliserida naik dan HDL turun lebih banyak pada kelompok hidroklorotiazida

dibandingkan pada kelompok candesartan. Baik LDL maupun HDL dan rasio apolipoproteinB/apolipoprotein A-I meningkat pada kelompok hidroklorotiazida.

Di bulan ke-12, 18 pasien pada kelompok hidroklorotiazida dan lima pasien pada kelompok 

candesartan mengalami sindrom metabolik. Sesuai kriteria WHO, sindrom metabolik 

didefinisikan bila kadar glukosa puasa > 6,1 mmol/l dan tekanan darah > 140 mmHg dengan satuatau lebih kroteria berikut: kadar trigliserida > 1,7 mmol/l dan atau HDL < 0,9 mmol/l (pria) atau

HDL < 1,0 mmol/l (wanita), dan indeks massa tubuh (BMI) > 30 kg/m2, meskipun dilakukan

terapi aktif dengan obat antihipertensi.

Adverse events lebih sedikit terjadi pada kelompok candesartan, naun tidak ada perbedaan besar

dalam gejala-gejala subyektif. Pada masing-masing kelompok ada satu pasien mengalami infark miokardial.

Temuan penting dalam studi ALPINE adalah terapi dengan obat antihipertensi yang palingsering digunakan yakni diuretika tiazida dalam dosis rendah (kebanyakan dikombinasikan

dengan penyekat beta-adrenoseptor), berkaitan dengan memburuknya metabolisme glukosa danperubahan liporotein yang khas. Hal ini akan memperburuk profil metabolisme secarakeseluruhan. Efek diuretika terhadap profil metabolisme amat kontras dengan terapi

menggunakan antihipertensi dari kelas angiotensin-II-receptor blocker (ARB), yang pada

sebagian besar pasien dikombinasikan dengan kalsium antagonis. Terbukti, selama studi

berlangsung diabetes melitus lebih banyak terdiagnosa pada penerima diuretika

(hidroklorotiazida) dibandingkan pada penerima ARB (candesartan).

Dampak pada Onset Diabetes dan aterosklerosis

ALPINE studi menunjukkan ada kebutuhan mengombinasikan lebih dari satu obat antihipertensi

agar tekanan darah target tercapai pada pasien hipertensi ringan-sedang. Dalam studi ini, pada

dua kelompok, hanya sedikit yang tekanan darahnya tercapai hanya dengan terapi tunggal. Hasilini juga ditemui pada semua studi dan praktik klinis sehari-hari. Studi yang meneliti efek 

metabolik obat-obat antihipertensi masih sangat terbatas. Namun karena masa inkubasi penyakit

 jantung koroner sangat lama, maka perlu dilakukan studi-studi seperti ini untuk melihat status

metabolisme dengan terapi jangka panjang.

Dalam studi lain seperti Captopril Prevention Project, Losartan Intervention for Endpointreduction in hypertension, dan Antihypertensive and Lipid-Lowering treatment to prevent Heart

Attack Trial (ALLHAT), ditemukan bahwa pasien hipertensi yang diterapi dengan ACE inhibitor

atau ARB memiliki onset diabetes melitus yang secara signifikan lebih rendah dibandingkanpasien yang mendapat terapi degan antihipertensi konvensional (diuretika dan beta bloker).

Dalam ALLHAT, hasil end point primer terlihat sama antara antihipertensi klorotalidon,

amlodipine, dan lisinopril. Demikian pula dalam hal onset diabetes yang terdiagnosa.

5/9/2018 Terapi Antihipertensi Dan Efeknya Terhadap Metabolisme Glukosa Dan Lipid - slidepd...

http://slidepdf.com/reader/full/terapi-antihipertensi-dan-efeknya-terhadap-metabolisme-glukos

Temuan dalam ALPINE mendukung studi sebelumnya, bahwa obat yang menghambat aksi

sistem renin-angiotensin tidak mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa. Sebaliknya terapidengan diuretik dan penyekat beta-adrenoseptor meningkatkan resistensi insulin. Studi ALPINE

tidak didesain untuk mengevaluasi apakah ARB bisa meningkatkan sensitivitas insulin. Namun,

perubahan kualitatif pada pasien yang diterapi dengan candesartan ternyata sebanding atau

berada dalam jalur yang sama dengan peningkatan sensitivitas insulin selama terapi jangkapanjang.

Jika dikaitkan dengan peningkatan insiden diabetes dalam dekade terakhir, maka pilihan terapi

pada pasien hipertensi menjadi penting. Kita tahu bahwa diabetes adalah faktor risiko amat tinggi

untuk penyakit kardiovaskular, dan diabetes melitus tipe 2 sering dijumpai pada pasien-pasienhipertensi.

Intervensi apapun yang bisa memperlambat laju tekanan darah bahkan mengurangi, akan

bermanfaat dalam perkembangan diabetes melitus pada pasien hipertensi, terutama dalammenekan laju penyakit kardiovakular. Oleh karena itu, skrining intoleransi glukosa pada pasien

hipertensi sebelum diterapi, akan sangat bermanfaat.

Dalam studi ALPINE, ada perbedaan profil lipoprotein dari hasil terapi dengan dua

antihipertensi. Peningkatan kadar trigliserida puasa sesuai dengan akumulasi lipoprotein yang

kaya trigliserida. Hipertrigliseridemia meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, meskipuntidak sekuat LDL. Lipoprotein yang kaya trigliserida amat aterogenik dan dalam jumlah yang

meningkat akan memicu perkembangan aterosklerosis.

Apolipoprotein merupakan konstituen mayor dari lipoprotein. Apolipoprotein tidak hanya

menentukan integritas struktural partikel lipoprotein, tetapi juga fungsi dan jalur metaboliknya.

Studi The Apolipoprotein-related Mortality RISk (AMORIS) menunjukkan bahwa

apolipoprotein B adalah prediktor kuat risiko penyakit koroner dibandingkan kadar LDL dibawah 3,73 mol/l. Rata-rata kadar LDL yang dicapai dalam ALPINE studi sama dengan yang

ditunjukkan AMORIS. Dan studi epidemilogis terbaru menyatakan bahwa apolipoprotein B

adalah marker yang lebih baik untuk risiko kardiovaskular daripada indeks kolesterol. Efek negatif pada konsentrasi apolipoprotein B ditunjukkan melalui studi ALPINE pada kelompok 

yang mendapat terapi konvensional.

Kesimpulan studi ALPINE, terapi dengan antihipertensi diuretika dan bila perlu dikombinasikan

dengan penyekat beta-adrenoceptor, berkaitan dengan profil metabolis yang memburuk. Hal initidak terjadi pada pasien-pasien yang diterapi dengan angiotensin-II-receptor blocker (ARB)

yang bila perlu dikombinasikan dengan kalsium antagonis. Meski secara ekonomi cost lebih

mahal, namun ada keuntungan lebih yakni tidak adanya adverse events metabolik yang secaradampak ekonomisnya dirasakan dalam jangka panjang.