45
Anggota kelompok : Sista Okvies alviani Gea (1002112766) Stanggi dwi lestari (1002112281) Ufi Mitsari (1002135012)

Teori Sosiologi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Teori Sosiologi

Anggota kelompok :

Sista Okvies alviani Gea (1002112766)

Stanggi dwi lestari (1002112281)

Ufi Mitsari (1002135012)

TUGAS SOSIOLOGI

Page 2: Teori Sosiologi

BAB 15

TEORI SOSIOLOGI

DI SUSUN OLEH :

STANGGI DWI LESTARI

SISTA OKVIES ALVIANI GEA

UFI MITSAQY

Bab 15

Page 3: Teori Sosiologi

TEORI SOSIOLOGI

Sebagaimana telah kita lihat pada Bab 1, maka sosiologi muncul setelah

ancaman terhadap dunia yang dianggap nyata. Sosiologi muncul setelah terjadi

perubahan mendasar dan berjangka panjang di Eropa seperti industrialisasi,

urbanisasi, rasionalisasi. Untuk menjelaskan proses tersebut para ahli sosiologi

berteori.

TEORI, PARADIGMA, DAN PENJELASAN SOSIOLOGIS

Apakah yang dimaksud dengan teori ? Jhonathan H. Turner

merumuskan sebagai : “… a mental activity …a process of developing ideas

that can allow the scientists ro explain why evenrs should occcur” (1978:2).

Melalui kegiatan teori, menurut Tuner, seorang ilmuan dapat menjelaskan

mengapa peristiwa-peristiwa tertentu terjadi.

Suatu perumusan lain ditawarkan oleh Kornblum. “a set of interrelated

concepts that seeks to explain the cause of an observable ohenomenon”

(Kornblum, 1988:600). Dalam perumusan Kronblum maupun Turner yang

ditetakankan ialah penjelasan sebab terjadinya suatu gejala yang diamati.

Dalam defenisi Turner dan Kornblum kita jumpai kata to explain. Perlu

kita perhatikan disini bahwa dalam bidang ilmu kata “menjelaskan” ini

Page 4: Teori Sosiologi

mempunyai makna khusu, yaitu penjelasan ilmiah (scientific explanation) yang

intinya ialah pencarian faktor penyebab (dalam defenisi diatas Turner berbicara

mengenai “to explain why”, menjelaskan mengapa, Kornblum berbicara

mengenai “to explain the causes”, menjelaskan sebab-sebab).

Dalam proses pencarian sebab ini, para ilmuan membedakan antara dan

faktor yang dijelaskan (explanandum) dan faktor penyebab (explanans). Dalam

analisis data kuantitatif kita pun mengenai perbedaan antara konsep variable

tergantung (defendant variable) yang merupakan faktor yang harus dijelaskan,

dan variabel bebas (independent variable) yang merupakan faktor penyebab.

Disamping penjelasan kausal dikenal pula bentuk penjelasan lain.

Durkheim (1965), misalnya, membedakan dua macam penjelasan : penjelasan

fungsional, yang terdiri atas pencarian fungsi suatu fakta sosial, dan penjelasan

kausal, yang mencari sebab-sebab terjadinya suatu fakta sosial. Dikala kita

dalam Bab 10 membahas institusi kita telah jumpai berbagai penjelasan

fungsional. Penjelasan fungsi institusi pendidikan, ekonomi, agama, politik,

keluarga. Dalam bab-bab terdahulu kita pun telah berulang kali menjumpai

berbagai penjelasan kausal. Misalnya, mengpa stratifikasi sosial timbul megapa

perilaku kolektif terjadi, mengapa otang melakukan penyimpangan dan

sebagainya.

Sebagaimana juga halnya dengan ilmu-ilmu lain, maka sosiologi pun

mempunyai teori sendiri, mempunyai konsep hipotesis, proposisi, vatiabelnya

sendiri. Suatu ciri yangdipunyai sosiologi sebagai suatu bidang ilmu ialah

bahwa sosiologi mempunyai banyak teori (Sorokin mendata lebih dari seribu

tokoh sosiologi), sosiologi mempunyai banyak paradigma (lihat Ritzer, 1980

yang menamakan sosiologi suatu ilmu berparadigma majemuk. a multiple

paradigma science. Karena mempunyai tiga paradigma. Untuk uraian rinci

mengenai paradigma dalam sosiologi, lihat Bab 16).

Kita telah melihat bahwa teori menjawab pertanyaan : mengapa? Kita

tentu ingin mengetahui pertanyaan apakah yang hendak dijawab oleh teori

sosiologi, masalah apakah yang hendak dipecahkan oleh sosiologi.

Page 5: Teori Sosiologi

Talcoot Parsons, seorang tokoh sosiologi masa kini mengemukakan

bahwa masaah yang hendak dipecahkan sosiologi berkaitan erat dengan

masalah yang pernah dihadapi oleh Thomas Hobbes, seorang pemikir Inggris

yang hidup antara tahun 1588-1679 (lihat Parsons, 1949). Dimasa hidup Eropa

dilanda perang tures-menerus. Hobbes mengkhawatirkan bahwa apabila

keadaan ini dibiarkan terus maka umat manusia akan punah. Oleh sebab itu ia

kemudian mengajukan pertanyaan yang sangat terkenal : “How and why is

society possible?” mengapa dan bagaimana masyarakat dimungkinkan

merupakan pertanyaan yang mendorong Hobbes untuk menulis buku berjudul

Leviathan.

Bagi Parsons yang penting bagi sosiologi bukan jawaban yang diberikan

Hobbes, yang dikenal dengan nama teori perjanjian, melainkan pertanyaan itu

sendiri. Dengan demikian pertanyaan pokok yang mendorong ahli sosiologi

untuk mengkaji masyarakat ialah pertanyaan Hobbes tersebut diatas, yang

dikenal dengan nama the problem of order.

Sosiologi tertarik pada masalah keteraturan, sebagaimana telah kita lihat

dari pandangan Berger pada awal buku ini. Pertanyaan yang diajukan para ahli

sosiologi, menurut Berger, ialah apa yang dilakukan manusia, bagaimana

hubungan antar manusia membentuk institusi, ide kolektif apa yang

menggerakkan manusia dan institusi (lihat Berger, 1978:31).

Pandangan hampir serupa kita jumpai pula dalam pandangan C. Wright

Mills, meskipun ia lebih memfokuskan perhatian sosiologi pada masalah krisis.

Menurut Mills pertanyaan yang akan diliputpara ahli sosiologi dapat

digolongkan kedalam tiga kelompok (lihat Mills, 1967:6-8). Pertanyaan dalam

kelompok pertama melihat struktur seluruh masyarakat: bentuknya, bagian-

bagiannya yang utama, hubungan antara satu bagian dengan bagian yang lain,

beda satu masyarakat dengan masyarakat lain, sumbangan unsur tertentu bagi

kesinambungan dan perubahannya. Kelompok kedua menyangkut pertanyaan

seperti letak masyarakat dalam sejarah, mekanisme perubahannya, tempatnya

dalamperkembangan manusia. Pertanyaan dalam kelompok ketiga

mempermasalahkan jenis laki-laki dan perempuan yang kini terdapat dalam

Page 6: Teori Sosiologi

masyarakat, jenis bagaimana yang akan bertahan, cara mereka dibentuk,

diseleksi, dibuat peka dan seterusnya.

Kita telah melihat bahwa pandangan Berger dan Mills mengenai apa

yang seharusnya merupakan pokok perhatian sosiologi berbeda. Dalam

sosiologi dikenal berbagai paradigma dan teori, dan para pendukung masing-

masing paradigma dan teori tersebut berusaha menjawab permasalahan (the

ptonlem of order) tersebut sesuai dengan sudut pandang paradigma dan teori

yang dianut.

KLASIFIKASI TEORI SOSIOLOGI

Dalam sosiologi ditempuh berbagai cara untuk mengklasifikasikan teori.

Kita telah melihat klasifikasi teori sosiologi klasik dan modern yang didasarkan

pada uturan waktu lahirnya teori, yang antara lain ditempuh Johnson (lihat bab

1). Collins (1994) pun mengaitkan teori masa kini. Dengan karya pemikir awal

sosiologi. Dengan mengacu pada pemikiran tokoh sosiologi seabad yang lalu

sebagai titik tolak Collins, misalnya, mengidentifikasi empat tradisi sosiologi : (1)

tradisi konflik (the conflict tradision) dengan Marx, Engels, Weber, Dahrendotf,

Lenski dan Collins sendiri sebagai pemikirnya. (2) tradisi rasional/utiliter (the

rational/utilitarian tradition) yang dipelopori Homans, March dan Simon,

Schelling, Olson, dan Coleman. (3) tradisi Durkheim (rhe Durkheimian tradition)

dengan tokohnya seperti Durkheim, Hubert dan Mauss, Levi-Strauss, Goffman,

Hagstrom, dan Douglas, dan (4) tradisi mikrointeraksi (the microinteractionist

tradition) yang prakarsai Cooley, Mead, Blumer, Mehan dan Wood, dan

Goffman.

Kita pun telah menjumpai klasifikasi makrososiologi-mesososiologi-

mikrososiologi yang didasarkan pada luasnya ruang lingkup pokok bahasan.

(lihat bab 2 ). Collins (1988) merinci klasifikasi lebih lanjut, dibawah judul teori

makro Collins menempatkan teori evolusionisme, teori sistem, ekonomi politik,

konflik dan perubahan sosial, serta teori konflik multidimensi dan stratiffikasi.

Teori meso mencakup hubungan mikro-makro, teori jaringan, dan organisasi.

Page 7: Teori Sosiologi

Sedangkan teori mikro mencakup ritual interaksi, diri, pikiran dan peranan

sosial, defenisi situasi dan konstruksi sosial terhadap realitas, strukturalisme

dan sosiolinguistik, serta pertukaran sosial dan teori terkait.

Klasifikasi lain menekankan pada perbedaan aliran pemikiran (lihat

Ritzer, 1992) aliran-aliran utama (major schools) teori sosiologi yang dicatat

Ritzer ialah (1) fungionalisme struktural dan teori konflik, (2) berbagai ragam

teori sosiologi neo-Marxis, (3) interaksionisme simbolik, (4) sosiologi

fenomenologi dan etnometodologi, (5) teori pertukaran dan sosiologi perilaku,

(6) teori feminis masa kini, dan (7) teori sosiologi struktural, Ritzer kemudian

menguraikan perkembangan mutakhir dalam teori sosiologi, yang mencakup

baik integrasi antara teori jenjang mikro dengan makro maupun sintesis antara

berbagai aliran pemikiran (lihat Ritzer, 1990).

TEORI MAKROSOSIOLOGI (1): FUNGSIONALISME

Tokoh Fungsionalisme Klasik

Durhheim mengemukakan bahwa ikatan solidaritas mekanik, yang

dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana, laksana kohesi antara

benda-benda mati, sedangkan ikatan solidaritas organik, yang dijumpai pada

masyarakat yang kompleks, laksana kohesi antara organ hidup (lihat Lukes,

1973:148). Pertanyaan seperti ini mencerminkan penganutan analogi organik-

anggaran mengenai adanya persamaan tertentu antara organisme biologis

dengan masyarakat. Analogi organik merupakan suatu cara memnadang

masyarakat yang banyak kira jumpai dikalangan penganut teori fungsionalisme.

Gambaran yang disajikan Dahrendorf mengenai pokok teori fungsionalisme

adalah sebagai berikut : (1) setiap masyarakat merupakan suatu struktur unsur

yang relatif gigih dan stabil, (2) mempunyai struktur unsur yang terintegrasi

dengan baik, (3) setiap unsur dalam masyarakat mempunyai fungsi,

memberikan sumbangan pada terpeliharanya masyarakat sebagai suatu

sistem, dan (4) setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada konsesus

mengenai nilai di kalangan para anggotanya (lihar Dahrendorf, 1976:161).

Page 8: Teori Sosiologi

Auguste Comte, teori yang dikenal dengan berbagai nama seperti teori

struktur-fungsi, fungsionalisme, dan fungsionalisme struktural merupakan teori

yang tertua dan hingga kini paling luas pengaruhnya. Tokoh awal teori ini ialah

“Bapak Sosiologi” Auguste Comte sumbangan utama Comte bagi sosiologi,

yaitu positivisme, pembagian antara statika sosial dan dinamika sosial, dan

organisisme (organicism) menampilkan kesalingketerkaitan yang erat.

Turner (1978) mengemukakan bahwa Comte merupakan perintis

pendekatan positivisme yang memakai metode ilmiah untuk mengumpulkan

data empiris. Sebagaimana kita lihat dalam Bab 1 mengenai sejarah sosiologi,

positivisme yang dirintis Comte mengandung ciri pengkajian fakta yang pasti,

cermat, dan bermanfaat melalui pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan

metode historis (lihat Laeyendecker, 1983:145).

Untuk mendukung pandangannya bahwa sosiologi merupakan suatu

ilmu, Comte meminjam alih konsep dari ilmu-ilmu biologi. Oleh sebab itu Turner

menanamkan pendekatan organicism. Dengan menggunakan analogi

organisme individu untuk menjelaskan masyarakat, Comte menyamakan

struktur keluarga dengan struktur unsur atau sel, kelas atau kasra dengan

jaringan, dan kota atau komun dengan organ. Kajian terhadap “organisme

sosial” ini merupakan strudi terhadap statika sosial (lihat Turner, 1978:20-21).

Dengan sendirinya Comte pun sadar akan perbedaan antara organisme

biologis dan masyarakat. Ia mengemukakan, misalnya, bahwa, berbeda dengan

organisme biologis, ikatan pada organisme sosial tidak berwujud fisik melainkan

terdiri atas ikatan-ikatan batin.

Herbert Spencer. Positivisme pada organisme kita jumpai lagi dalam

karya ahli sosiologi dari Inggris, Herbert Spencer (lihat Turner, 1978). Spencer

pun melakukan perbandingan antara organisme individu dan organisme sosial

dan mengamati bahwa, sebagaimana halnya dengan organisme biologis,

masyarakat manusia pun berkembang secara evolusioner dari bentuk

sederhana kebentuk kompleks. Dalam proses peningkatan kompleksitas dan

diferensiasi ini, menurut Spencer, terjadi pula diferensiasi fungsi : terjadinya

perubahan struktur disertai dengan perubahan pada fungsi.

Page 9: Teori Sosiologi

Emile Durkheim. Durkheim merupakan tokoh sosiologi klasik yang

secara rinci membahas konsep fungsi dan menggunakannya dalam analisis

terhadap berbagai pokok pembahasannya. Dalam bukunya The Division of

Labor in Siciety (1964), misalnya, selain membahas secara rinci konsep fungsi

ia pun membahas fungsi pembagian kerja dalam masyarakat. Apa fungsi

pembagian kerja dalam masyarakat? “To ask what the function of the division of

labor is is to seek for the need which it supplies,” ujar Durkheim (1968:49).

Dalam bukunya The Rules of Sociological Method (1965) ia

mengemukan bahwa fakra sosial dapat dijelaskan dengan mempelajari

fungsinya. Menurut Durkheim (1965:95) mencari fungsi suatu fakta sosial

berarti “…determine whether there is a correspondence between the fact under

consideration and the general needs of the social organism…” contoh yang

diberikan Durkheim ialah hukuman : fungsi hukuman dalam masyarakat ialah

untuk tetap memelihara intensitas sistem kolektif yang ditimbulkan oleh

kejahatan. Tanpa adanya hukuman bagi kejahatan sentimen tersebut, menurut

Durkheim, akan segera lenyap (1965:96).

Dalam buku The Elementary Forms of the Religious Life Durkheim

(1966) mempelajari fungsi agama. Mengenai hal ini Durkheim antara lain

mengemukakan bahwa “…even with the most simple religions we know, their

essential taks is to maintain, in a positive manner, the normal course of life”

(1966:43),

A.R. Radcliffe-Brown. Dalam uraiannya mengenai konsep fungsi

Radcliffe-Brown (1935) mengemukakan bahwa konsep fungsi didasarkan pada

analogi antara kehidupan sosial dan kehidupan organik. Mengenai konsep

fungsi Radcliffe-Brown mengemukakan pandangan berikut :

The function of any recurrent acrivity, such as rhe punishment of a crime,

or a funeral ceremony, is the part it plays in the social life as a whole and

therefore the contribution it makes to rhe maintenance of the structural continuty

(1935).

Page 10: Teori Sosiologi

Bronislaw Malinowski. Seorang ahli antropologi lain, Bronislaw

Malinowski, pun menggunakan pendekatan fungsional dalam karya-karyanya.

Menurut pandangannya setiap unsur kebudayaan mempunyi fungsi penting,

sebagaimana nampak dari kutipan berikut ini :

“…in every type of civilization, every custom, maretial object, idea and

belief fulfills some vital function, has some tasks to accomplish, represents an

indispensable part within a working whole.” (lihat Turner, (1978:32).

TOKOH FUNGSIONALISME MODERN

Talcott Parsons. Talcott Parsons merupakan tokoh sosiologi modern

yang mengembangkn analisis fungsional dan secara sangat rinci

menggunakannya dalam karya-karyanya pertamanya yang memakai analisis

fungsional adalah buku The Social System (1951). Dalam karya berikutnya

Parsons secara rinci menguraikan fungsi berbagai struktur bagi

dipertahankannya sistem sosial.

Karya pandangan Parsons yang terkenal ialah kajiannya mengenai

fungsi struktur bagi dipecahkannya empat masalah : adaptasi, pencapaian

tujuan, integrasi, pemeliharaan pola, dan pengendalian ketegangan (lihat

Turner, 1978:51).

Robert K. Merton. Merton (1968) merupakan seorang tokoh sosiologi

modern yang melakukan rincian lebih lanjut dalam analisis fungsional dengan

memperkenalkan konsep fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest.

Mengenai berbagai konsep ini perlu, karena menurut Merton para tokoh

fungsionalisme sebelumnya hanya menitikberatkan perhatian mereka pada

konsep fungsi saja dan mengabaikan konsef disfungsi dan konsep fungsi laten.

TEORI MAKROSOSIOLOGI (2): TEORI KONFLIK

Apa pokok pikiran yang terkandung dalam teori konflik? Gambaran

Dahrendorf mengenai asumsi-asumsi utama teori konflik adalah sebagai

berikut : (1) Setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan, perubahan ada

Page 11: Teori Sosiologi

dimana-mana. (2) disensus dan konflik terdapat dimana-mana. (3) setiap unsur

masyarakat memberikan sumbangan pada disintegrasi dan perubahan

masyarakat, dan (4) setiap masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa

orang anggota terhadap anggota lain (lihat Dahrendorf, 1976:162).

Tokoh Awal: Karl Marx

Teori kelas. Sumbangan Marx kepada sosiologi terletak pada teorinya

mengenai kelas. Marx berpendapat bahwa sejarah masyarakat hingga kini

adalah sejarah perjuangan kelas (lihat Coser, 1977:48). Dengan munculnya

kapitalisme terjadi pemisahan tajam antara mereka yang mengusai alat

produksi dan mereka yang mempunyai tenaga. Pengembangan kapitalisme

memperuncing kontradiksi antara kedua kategori sosial sehingga pada akhirnya

terjadi konflik diantara kedua kelas. Menurut ramalan marx kaum proletar akan

memenangkan perjuangan kelas ini dan akan menciptakan masyarakat tanpa

kelas dan tanpa negara.

Dalam kerangka teori Marx cara produksi yang terdapat dalam

masyarakat merupakan faktor yang menentukan struktur masyarakat tersebut.

Pandangan ini dituangkan dalam konsepnya mengenai struktur infra dan

struktur supra. Menurut pandangan Marx struktur supra selalu ditentukan oleh

strukur infra.

Alienasi. Konsep penting lain yang dikembangkan Marx melihat bahwa

sejarah manusia memperhatikan peningkatan penguasaan mansusia terhadap

alam serta peningkatan alienasi manusia.

Tokoh Awal: Max Weber

Karya Weber sering dikaitkan dengan teori sosiologi yang berbeda.

Uraian Weber mengenai tindakan sosial sebagai pokok perhatian sosiologi

dijadikan dasar pengembangan teori interaksionlisme simbolik (lihat Turner,

1978), Weber pun dianggap sebagai tokoh yang memberi sumbangan terhadap

fungsionalisme awal (lihat Turner, 1978) namun Weber dianggap pula sebagai

penganut teori konflik (lihat Collins, (1968).

Page 12: Teori Sosiologi

Tokoh Modern: Ralf Dahrendorf

Dalam tulisannya mengenai kelas dan konflik kelas dalam masyarakat

industri, Ralf Dahrendorf (1976) menolak beberapa diantara pandangan Marx.

Ia mengamati bahwa, berbeda dengan pandangan Marx, perubahan sosial

tidak hanya datang dari dalam tetpi dapat juga dari luar masyarakat. Bahwa

perubahan dari dalam masyarakat tidak selalu disebabkan konflik sosial, dan

bahwa disamping konflik kelas terdapat pula konflik sosial yang berbentuk lain.

Ia pun mengamati bahwa konflik tidak selalu menghasilkan revolusi, dan bahwa

perubahan sosial dapat terjadi tanpa revolusi. Selanjutnya, Dahrendorf melihat

pula bahwa kelas-kelas sosial tidak selalu terlibat dalam konflik. Akhirnya,

Dahrendorf mencatat bahwa kekuasaan politik selalu mengikuti kekuasaan

dibidang industri.

Dahrendorf melihat bahwa struktur masyarakat industri telah mengalami

perubahan yang besar semenjak zamannya Marx. Oleh sebab itu Dahrendorf

menolak sebagian dari teori Marx, seperti misalnya teori mengenai perubahan

sosial dan konflik kelas, konflik kelas dan revolusi, hak milik dan kelas sosial.

Dahrendorf kemudian membuat teori konflik yang dalam berbagai segi berbeda

dengan teori Marx.

Menurut teori konflik versi Dahrendorf masyarakat terdiri atas organisasi-

organisasi yang didasarkan pada kekuasaan (dominasi satu pihaklain atas

dasar paksaan) atau wewenang (domisili yang diterima dan diakui oleh pihak

yang didomisili) yang dinamakannya “imperatively coordinated associations”

(asosiasi yang dikoordinir secara paksa). Karena kepentingan kedua pihak

dalam asosiasi-asosiasi tersebut berbeda. Pihak penguasa berkepentingan

untuk mempertahankan kekuasaan, sedangkan pihak yang dikuasai

berkepentingan untuk memperoleh kekuasaan. Maka dalam asosiasi akan

terjadi polarisasi dan konflik antara kedua kelompok. Keberhasilan kelompok

yang dikuasai untuk merebut kekuasaan dalam asosiasi akan menghasilkan

perubahan sosial. Dengan demikian konflik, menurut Dahrendorf, merupakan

sumber terjadinya perubahan sosial (lihat Dahrendorf, 1976)

Page 13: Teori Sosiologi

Tokoh Modern: Lewis Coser

Dikala Jepang menyerbu Cina menjelang awal Perang Dunia II,

kelompok Kuomintang dibawah pimpinan Chiang Kai Sek dan kelompok komuni

dibawah pimpinan Mao Zedong yang sedang terlibat konflik berkesinambungan

menghentikan konflik mereka untuk menghadapi ancaman Jepang. Setelah

terjadi kudeta Gerakan 30 September pada tahun 1965 berbagai kelompok

agama antikomunis seperti organisasi Islam, Kristen, Katolik bergabung dalam

berbagai kesatuan aksi untuk menetang dan menuntut pembubaran Partai

Komunis Indonesia. Setelah Irak menduduki Kuwait sejumlah negara Arab yang

tergabung dalam Liga Arab mengutuk Irak, menuntut penarikan mundur

pasukan Irak dari Kuwait, dan mengirimkan pasukan mereka Saudi Arabia

untuk menghadapi kemungkinan serangan Irak. Peristiwa-peristiwa ini

mendukung proposisi conflict binds antagonists yang dilontarkan Coser. Bahwa

kelompok yang mempunyai kepentingan berlainan, dan bahkan mungkin

bertentangan dapat bersatu menghadapi lawan bersama.

Coser terkenal karena pandangannya bahwa konflik mempunyai fungsi

positif bagi masyarakat (lihat Coser, 1964). Ia mengembangkan sejumlah

proposisi mengenai fungsi konflik atas dasar asas yang ditegakkan oleh tokoh

teori konflik lain, Georg Simmel. Menurut defenisi kerja Coser konflik adalah

“perjuangan mengenai nilai serta tuntutan atas status, kekuasaan dan sumber

daya yang bersifat langka dengan masud mentralkan, mencederai atau

melenyapkan lawan” (Coser, 1964:8). Kajian Coser terbatas pada fungsi postif

dari konflik, yaitu dampak yang mengakibatkan peningkatan dalam adaptasi

hubungan sosial atau kelompok tertentu.

TEORI MIKROSOSIOLOGI (1): TEORI PERTUKARAN

Hubungan antara dua orang kekasih renggang dan akhitnya terputus

tatkala salah seorang dipindahkan ke daerah lain sehingga biaya untuk

berkomunikasi menjadi sangat mahal. Seorang dermawan memberikan secara

berkala pula menyatakan rasa terima kasihnya secara terbuka di muka umum,

namun sumbangan dihentikan tatkala dermawan bersangkutan merasa bahwa

Page 14: Teori Sosiologi

pengurus yayasan kurang memperlihatkan rasa terima kasih mereka. Seorang

siswa senantiasa belajar dengan rajin karena orang tuanya selalu memuji

prestasi belajarnya, sedangkan seorang siswa lain enggan belajar karena terus-

menerus dikritik. Pelanggaran lalu lintas berkurang tatkala kebanyakan

pelanggar dapat segera ditahan, diadili dan dijatuhi hukuman denda tinggi atau

hukuman kurungan. Kasus ini mencerminkan adanya asas pertukaran dalam

hubungan sosial antaramanusia, dan oleh sejumlah ahli sosiologi asas

pertukaran dikembangkan menjadi teori untuk menjelaskan ada tidaknya

hubungan sosial.

Turner meringkas pokok pikiran teori pertukaran sebagai berikut (lihar

Turner, 1978:202-203) : (1) manusia selalu berusaha mencari keuntungan

dalam trasanksi sosialnya dengan orang lain, (2) dalam melakukan transaksi

sosial manusia melakukan perhitungan untung-rugi, (3) manusia cenderung

menyadari adanya berbagai alternatif yang tersedia baginya, (4) manusia

bersaing satu dengan yang lain, (5) hubungan pertukaran secara umum

antarindivisu berlangsung dalam hampir semua konteks sosial, (5) individu pun

mempertukarkan berbagai komoditas tak berwujud seperti perasaan dan jasa.

Teori Pertukaran Klasik

Teori pertukaran (exchange rheory) berakar pada pemikiran ahli filsafat

sosial abad ke 18. dikala itu di Inggris berkembang pemikiran utilitasrium, yang

antara lain dipelopori oleh Jeremy Bentham. Menurut Bentham para penganut

prinsip kemanfaatan (utility) terdiri atas mereka yang mengukur baik buruknya

suatu tindakan dengan melihat pada penderitaan dan kesenangan (pain and

pleasure) yang dihasilkan oleh tindakan tersebut. Suatu tindakan dianggap adil,

baik, atau bermoral manakala tindakan tersebut mengakibatkan hal yang

menyenangkan, bila suatu tindakan mengakibatkan penderitaan maka tindakan

tersebut dianggap buruk, tidak adil, tidak bermoral (lihat Beck, 1979:67-86).

Teori pertukaran awal mula-mula dikembangkan oleh para ahli

antropologi Inggris seperti Bronislaw Malinowski, dan diperluas oleh ahli

antropologi Prancis seperti macel Mauss dan Claude Levi-Strauss (lihar Turner,

Page 15: Teori Sosiologi

1978:201-215). Inti dari teori ini ialah bahwa manusia adalah makhluk yang

mencari keuntungan (benefit) dan menghindar biaya (cost) manusia, dalam

prespekrif para penganut teori pertukaran, merupakan makhluk pencari imbalan

(reward-seeking animal).

Dalam perkembangan selanjutnya teori ini mulai meninggalkan beberapa

asumsi utama dari aliran untulitarianisme. Misalnya : kaum utilitarian yang

mempermasalhkan komoditas maretial, teori pertukaran, dipihak lain, melihat

bahwa manusia tidak hanya mencari dan mempertukarkan komoditas material

seperti makanan, minuman dan kebutuhan material lainnya, namun dapat pula

mengejar dan mempertukarkan komoditas material seperti jasa, perasaan dan

sebagainya.

Teori Pertukaran Modern

George C.Homans. George C.Homans merupakan salah seorang tokoh

teori pertukaran kodern. Pemikirannya antara lain dipengaruhi karya ahli

psikologi skinner. Homans berpendapat bahwa pertukaran yang berulang-ulang

mendasari hubungan sosial yang berkesinambungan antara orang tertentu.

Pandangan Homans ini dituangkan dalam sejarah proposisi, salah satu

diantaranya berbunyi demikian : “For all actions taken by persons, the more

often a paticular actions is rewarded, the more likely the person is to perform

that actions”. (Homans 1974:16). Menurut proposisi ini seseorang akan

semakin cenderung melakukan suatu tindakan manakala tindakan tersebut

makin sering disertai imbalan. Dari proses pertukaran semacam inilah, menurut

pendapat Homans, muncul organisasi sosial, baik yang berupa kelompok,

institusi maupun masyarakat (lihat (Turner, 1978:216-245).

Peter Blau. Berbeda dengan Homans, yang membatasi analisinya pada

jenjang mikrososiologi walaupun menurutnya proses perilaku sosial pada

jenjang mikro tersebut mempunyai dampak pada makrososiologi, maka teori

Blau berusaha menjembatani kedua jenjang analisis sosiologi. Perbedaan lain

ialah bahwa Blau membatasi diri pada interaksi yang melibatkan asas

pertukaran dengan mengakui bahwa tidak semua interkasi melibatkan

Page 16: Teori Sosiologi

pertukaran, sedangkan Homans cenderung berpendapat bahwa semua

interaksi melibatkan pertukaran.

Sebagaimana halnya dengan Homans, Blau pun memulai analisisnya

pada proses interaksi, namun kemudian melanjutkan analisisnya dengan

membahas bagaimana struktur yang lebih besar seperti komunitas, organisai

dan masyarakat tercipta, bertahan, berubah, atau bubar (lihat Turner,

1978:246-277).

TEORI MIKROSOSIOLOGI (2): INTEAKSIONALISME SIMBOLIK

Meskipun diantara para penganut teori interaksionalisme simbol terdapat

perbedaan pandangan, namun Turner mencatat bahwa mereka sepakat

mengenai beberapa hal (lihat Turner, 1978:327-330). Pertama, terdapat

kesepakatan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu menciptakan

dan menggunakan simbol. Kedua, manusia memakai simbol untuk saling

berkomunikasi. Ketiga, manusia berkomunikasi melalui pengambilan peran

(role taking). Keempat, masyarakat tercipta, berahan, dan berubah berdasarkan

kemampuan manusia untuk berpikir, untuk mendefenisikan, untuk melakukan

renunangan, dan untuk melakukan evaluasi.

Interaksionalisme Klasik

Teori yang mengkhususkan diri pada interaksi sosial mula-mula

bersumber pada pemikiran para tokoh sosiologi klasik dari Eropa seperti Georg

Simmel dan Max Weber.

Georg Simmel. Simmel berpandangan bahwa muncul dan berkebangnya

kepribadian seseorang tergantung pada jaringan hubungan sosial (istlah

Simmel : web of group affiliations) yang dimilikinya, yaitu pada keanggotaan

kelompoknya (lihat Turner, 1978).

Max Weber. Sebagaimana telah kita lihat, Weber memperkenalkan

interaksionalisme dengan menyatakan bahwa sosiologi ialah ilmu yang

berusaha memahami tindakan sosial dengan mendefenisikan dan membahas

konsep dasar yang menyangkut interaksi seperti tindakan, tindakan sosial dan

tindakan nonsosial, serta hubungan sosial (lihat Weber, 1947). Sumbangan

Page 17: Teori Sosiologi

penting lain bagi teori sosiologi terletak pada konsep pemahanan (verstehen)

dan konsep makna subyektif individu. Pemahaman terhadap tindakan sosial

dilakukan dengan meneliti makna subyektif yang diberikan individu terhadap

tindakannya, karena manusia bertindak atas dasar makna yang diberikannya

pada tindakan tersebut.

Interaksionalisme Simbolik Modern

Tokoh sosiologi modern dari Amerika Serikat yang merintis pemikiran

dasar mengenai interaksionalisme ialah, antara lain, William James, Charles

Horton Cooley, Jhon Dewey, dan George Herbert Mead (lihat Turner, 1978:309-

390). Ide-ide mereka kemudian mempengaruhi angkatan ahli sosiologi yang

lebih muda seperti Herbert Blumer, Erving Goffman dan Peter L. Berger.

William James. James terkenal karena merumuskan dan

mengembangkan konsep diri (self). Ia berpendapat bahwa perasaan seseorang

mengenai dirinya sendiri, seseorang muncul dari interaksinya dengan orang

lain. Suatu ungkapan terkenal dari James ialah bahwa “a man has as many

social selves as there are individuals who recognize him” (Turner, 1978: 313).

Jumlah diri yang dimiliki seseorang sama banyaknya dengan jumlah lingkungan

sosial dimana dia berada. Dengan memakai penjelasan James ini kita dapat

memahami, misalnya, mengpa dikalangan kelompok keagamaannya seseorang

dikenal dermawan tetapi dikalangan keluarga sendiri ia dikenal sebagai orang

kikir, atau mengapa bersikap sangat otoriter terhadap isteri dan anak-anaknya.

Charles Horton Cooley. Sebagaimana telah kita lihat dalam pebahasan

mengenai sosialisasi, maka Cooley terkenal karena antara lain

mengembangkan konsep looking glass self yang intinya alah bahwa seseorang

mengevaluasi dirinya sendiri atas dasar sikap dan perilaku orang lain

terhadapnya. Disini pun nampak bahwa menurut Cooley diri seseorang

berkembang dalam interaksi dengan orang lain (lihat Turner, 1978:313-314).

Jhon Dewey. Dewey, rekan Mead adalah tokoh pragmatisme yang

menekankan pada proses penyesuaian diri manusia pada dunia. Sumbangan

Page 18: Teori Sosiologi

Dewey terletak pada pandangannya bahwa pikiran (mind) seseorang

berkembang dalam rangka usahanya untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungan, dan bahwa pikiran tersebut ditunjang oleh interaksinya dengan

orang lain (pembahasan mengenai Dewey ini bersumber pada Turner,

1978:314-315).

George Herbert mead. Konsep diri dan pikiran yang dikembangkan oleh

para ahli sosiologi tersebut diatas digunakan Mead untuk mengembangkan

teorinya. Mead secara rinci membahas hubungan antara pikiran seseorang,

dirinya, dan masyarakat (lihat Mead, 1972). Sebagaimana telah kita lihat dalam

pembahasan kita mengenai proses sosialisasi, maka sumbangan pikiran

penting Mead antara lain terletak pada pandangannya bahwa diri (self)

seseorang berkembang melalui tahap play, the game, dan generalized other,

dan bahwa dalam proses perkembangan diri ini seseorang belajar mengambil

peran orang lain. 9taking the rule of the other).

W.I.Thomas. W.I.Thomas memperkenalkan konsep The definition of the

situation dalamsosiologi interaksi. Yang dimaksud Thomas dengan konsep

ialah bahwa manusia tidak langsung memberikan tanggapan (respons)

terhadap rangsangn (stimulus) sebagaimana halnya makhluk lain. Sebelum

bertindak untuk menanggapi melakukan penilaian dan mempertimbangkan

lebih dahulu. Mendefenisikan suatu rangsangan dari luar, individu selalu

melakukan seleksi, mendefinisi situasi, memberi makna pada siatuasi yang

dihadapinya.

Ungkapan terkenal dari Thomas adalah sebagai berikut : “When men

define situations as real, they are real in their consequences” jika orang

mendefinisi situasi sebagai hal yang nyata, maka konsekuensinya nyata pula,

ketika seorang wartawan Inggris keturunan Iran mengumpulkan data mengenai

instalasi militer di Irak ia mendefinisi situasinya sebagai kegitan pencarian berita

untuk surat kabar, namun penguasa di Irak mendefinisi situasinya sebagai

kegiatan mata-mata untuk Israel sehingga wartawan tersebut harus menjalani

hukuman mati. Beberapa tahun yang beberapa orang anggota polisi berpakaian

sipil mendatangi suatu desa di wilayah Cirebon di malam hari dengan maksud

Page 19: Teori Sosiologi

menangkap seorang tersangka pelaku kejahatanb, namun situasi yang mereka

definisikan sebagai pelaksanaan tugas teranyata didefinisikan sebagai

perampokan oleh penduduk setempat sehingga para petugas diserang

penduduk yang mengakibatkan meninggalnya seorang petugas dan luka-

lukanya petugas lain. Dalam kedua kausus ini konesekuensi yang nyata-maut-

mengikuti definisi oleh salah satu pihak yang berinteraksi.

Dari conton ini nampak bahwa situasi dapat disefenisikan secara

berlainan. Sehubungan dengan ini Thomas menyebutkan adanya persaingan

antara defenisi situasi yang spontan, yang dibuat oleh anggota masyarakat,

dan defenisi situasi yang disediakan oleh masyarakat untuknya (lihat Thomas,

1968). Menurut Thomas defenisi situasi yang dibuat oleh masyarakat.

Keluarga, teman, komunitas, terdiri atas moralitas, aturan, norma, hukum.

Herbert Blumer. Herbert Blumer berusaha merinci dan menjelaskan asas

yang telah ditegakkan oleh mead. Menurut interprestasi Blumer,

interaksionalisme simbolik didasarkan pada tiga premis (lihat Blumer, 1969:1-

60) : (1) manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna sesuatu

tersebut bagi mereka, (2) makna merupakan saru produk sosial yang muncul

dalam proses interaksi antarmanusi, (3) penggunaan makna oleh para pelaku

belangsung melalui suatu ptoses penafsiran.

Erving Goffman. Teori Erving Goffman pun berpangkal tolak pada

interaksi tatap muka. Namun kalau dalam teori para ahli lain pelaku

digambarkan sebagai individu yang memberikan reaksi terhadap tindakan

individu atau kelompok lain, maka dalam teori Goffman individu digambarkan

sebagai pelaku yang melalui interaksi secara aktif mempengaruhi individu lain.

Kalau Mead berbicara mengenai invidu yang melakukan role Taking, maka

menurut Karp dan Yoels (1979), individu dalam teori Goffamn terlibat dalam

tole making.

Pendekatan Goffman dinamakan dramaturgi, pendekatan yang oleh

Poloma didefenisikan sebagai “an approach that uses the language and

imagery of the theater to desctibe the subjective as well as objective fact of

social interaktion” (Poloma, 1979:271). Penggunaan bahasa dan khayalan

Page 20: Teori Sosiologi

teater untuk menggambarkan fakta subjektif dan objektif dari interaksi.

Ungkapan terkenal Sheakespeare yang digunakan Goffman untuk menjelaskan

pendekatannya adalah “all the world’s a stage and all the men and women

merely players.”

Dengan demikian dapatlah dimengerti mengapa situasi dalam mana

interaksi berlangsung (dalam kerangka Goffman dinamakan social

establishmen) dibagi-bagi dalam panggung atau pentas depan (ftont region),

panggung belakang (back region), kenapa individu yang bertindak secara aktif

dinamakan tim pemain (team of performers), individu yang diajak berinteraksi

dinamakan khalayak (undience) dan individu yang hadir tetapi tidak terlibat

dalam interaksi dinamakan orang luar (outsider, lihat Goffman, 1959).

Peter Berger. Peter Berger membuat suatu kerangka pemikiran untuk

memperlihatkan hubungan antara individu dan masyarakat. Menurut

pendapatnya dalam masyarakat terdapat proses dialektis mendasar yang terdiri

atas tiga langkah, yang masing-masing diberi nama eksternalisasi

(externalization), objektivasi (objecticvarion), dan internalisasi (internalization).

Externalization : menurut Berger manusia, apabila dibandingkan dengan

makhluk biologis lainnya, merupakan makhluk yang secarabiologis mempunyai

kekurangan karena dilahirkan dengan struktur naluri yang tidk lengkap, yaitu

tidak terarah dan kurang terspesialisasi. Dunia manusia merupakan dunia

terbuka yang diprogram secara tidak sempurna, sehingga menurut Berger

dunia manusia ditandai oleh built-in-instality. Ketidkstabilan yang melekat.

Objectivation : inti dari prose objektivasi ialah bahwa kebudayaan yang

diciptakan manusia kemudian menghadapi penciptaannya sebagai suatu fakta

diluar dirinya. Dunia yang diciptakan manusia tersebut menjadi suatu yang

berada diluarnya. Menjadi suatu realitas objektif. Oleh sebab itu Berger

mengemukakan bahwa masyarakat merupakan suatu gejala dialektis.

Menurutnya : “Society is a dialectic phenomeon in that it is a human product,

and nothing but a human product, that yet continuously acts back upon its

ptoducer.”

Page 21: Teori Sosiologi

Internalization : pada langkah atau saat internalisasi ini, menurut

pandangan Berger, dunia yang telah diobjektivasikan itu diserap kembali

kedalam struktur kesadaran subyektif individu sehinggamenetukannya. Individu

mempelajari makna yang telah diobjekvasikan sehingga terbentuk olehnya,

mengidentifikasikan dirinya dengan : makna tersebut masuk kedalam dirinya

dan menjadi miliknya. Individu tidak hanya memiliki makna tersebut tetapi juga

mewakili dan menyatakannya. Singkatnya, melalui internalisasi fakta objektif

dari dunia sosial menjadi akta subyektif dari individu. Pada tahap ini, memurut

Berger, manusia adalah produk masyarakat (man : produck of society).

Tatkala 62 orang Bapak bangsa kita yang menjadi anggota Badan

Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (Dokutiru Zyunbi Tyoosakai)

bersidang pada bulan Mei, Juni dan Juli 1945 diPejambon, Jakarta dibawah

pimpinan Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat untuk menyusun Undang-

Undang Dasar, maka kegiatan mereka dapat dikategorikan sebagai kegiatan

yang oleh berger disebut eksternalisasi (bahan mengenai kegiatan persiapan

UUD 1945 didasarkan pada M. Yamin, 1959). Mereka terlibat dalam kegiatan

world-building, karena undang-undang dasar bukanlah aturan yang sudah

tersedia siap dipakai melainkan harus selalu menciptakan untuk mengisi suatu

kekososngan (built-in instability). Karena kegiatan yang dilakukan adalah

mengisi kekosongan, maka para anggota mempunyai kelelluasaan sangat

besar untuk mencipta. Dikala membahas negara, misalnya, mereka leluasa

memutuskan apakah wilayah negata terbatas pada daerah bekas jajahan Hindi

Belanda ataukah mencakup pula wilayah lain seperti Semenanjung Malaya,

Timur Protugis, Papua dan Borneo Utara. Mereka leluasa menentukan, melalui

pemungutan suara, apakah negara apan berbentuk monarki atau republik

(dalam pemungutan suara 55 orang anggota memilih republik, 6 orang memilih

monarki). Setelah diputuskan republik sebagai bentuk negara, mereka bebas

menetukan apakah Wakil Presiden berjumlah satu orang saja ataukah harus

lebih dari seorang, dan seterusnya.

Setelah undang-undang Dasar Negara RI diputuskan dan disahkan

Panitia Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dan kemudia

Page 22: Teori Sosiologi

diumumkan dengan resmi dalam Berita RT pada tanggal 15 Febtuari 1946,

UUD yang diciptakan Panitia itu menghadapi mereka sebagai suatu fakta diluar

diri mereka. Menjadi suatu relairas objektif yng seakan-akan berada diluar

mereka. Kalau semua Panitia leluasa menciptakan dan mengubah rancangan

dan mengubah rancangan UUD tersebut, maka kini mereka menjadi terikat oleh

UUD tersebut dan wajib tunduk padanya. Proses inilah yang oleh Berger

dinakan objektivasi.

UUD Negara RI tahun 1945 yang telah diobjektivasikan tersebut

kemudian diniternalisasikan para warga masyarakat. Melalui berbagai berbagai

jalur sosialisasi seperti lembaga pendidikan formal dan nonformal, media

massa, organisasi sosial dan politik serta lembaga politik UUD 1945 diserap

kedalam kesadaran subyektif individu. Individu mempelajari makna UUD,

terbentuk olehnya, mengendidentifikasikan dirinya dengannya, makna UUD

masuk kedalam diri individu dan menjadi miliknya. Pada tahap ini, menuru

Berger, fakta objektif dari dunia sosial telah menjadi fakta subyektif dari

individu.

PERKEMBANGAN MUTAKHIR DALAM TEORI SOSIOLOGI

Sebagaimana telah disebutkan, Ritzer (1992) mencatat perkembangan

dalam teori sosiologi yang menurutnya berlangsung sejak tahun 80-an,

terutama di Amerika Serikat. Ritzer mencurahkan perhatian pada tiga

perkembangan, yaitu meningkatnya perhatian terhadap (1) kaitan mikro-makro

(micro-macro linkage) dalam sosiologi di Amerika Serikat, (2) hubungan antara

agency dan structure dalam sosiologi di Eropa, dan (3) sintesis teori.

Menurut ritzer teori sosiologi di Amerika Serikat ditandai oleh apa yang

dinamakan ekstremisme mikro-makro (micro-macro extremism), yaitu konflik

antara teori dan teoretikus ekstrem mikro dan enktrem makro. Kalau para

perintis seperti Marx, Durkheim dan Weber mempunyai perhatian besar

terhadap keterkaitan terhadap keterkaitan antara mikro-makro, maka

menurutnya para ahli sosiologi abad 20 si Amerika telah meninggalkan

perhatian mereka terhadap keterkaitan tersebut dan secara ektrem telah

Page 23: Teori Sosiologi

membatasi diri pada salah satu jenjang saja-mikro ataupun makro (extreme

microscopic and macroscopic theories). Dipihak ekstrem makro Ritzer

menggolongkan fungsionalisme struktural, teori konflik, beberapa verietas teori

Neo-Marxis dan strukturalisme sedangkan dikubu ekstrem mikro ia

megidentifikasi interaksionalisme simbolik, fenomenologi, etnometodologi,

sosiologi eksistensial, sosiologi perilaku dan teori pertukaran (lihat Ritzer,

1992:397-510).

Namun sejak tahun 80-an dalam sosiologi Amerika telah terjadi gerakan

kearah integrasi mikro-makro. Ritzer (1992:399) mengutip berbagai pernyataan

ahli sosiologi yang intinya ialah bahwa pertentangan antara teori mikro dan

makro kini telah berakhir, bahwa satu teori tidak bersifat lebih mendasar

daripada teori yang lain, dan bahwa antara keduanya dijumpai kesaling

terkaitan timbal balik.

Sebagai contoh mengenai integrasi mikro-makro, Ritzer menyajikan

pokok pemikirannya sendiri mengenai paradigma sosiologi terpadu (integrated

sociological paradigm). Dengan mengkaitkan dimensi mikro-makro dengan

dimensi objektif-subjektif Ritzer menyimpulkan bahwa analisis sosial dapat

dilakukan pada empat jenjang : (1) jenjang makro-mikro objektif (misalnya :

kaljian terhadap masyarakat, hukum, birokrasi), (2) makro-subjektif (misalnya

kajian terhadap kebudayaan, arutan, nilai), (3) mikro-objektif (mislnya kajian

terhadap pola prilaku, tindakan, interaksi), dan (4) mikro-subyektif (seperti

kajian terhadap konstruksi sosial terhadp realitas).

Contoh lain yang disajikan Ritzer mengenai integrasi makro-mikro ialah

pokok pikiran Alexander, Wiley, Coleman, Collins, dan Berger-Eyre-Zelditch, Jr.

Ritzer mengedentifikasikan berbagai titik persamaan dalam pemikiran-

pemikiran tersebu, meskipun diantara mereka dijumpai pula perbedaan penting

dalam hal penekanan yang masih mengingatkannya pada perbedaan makro-

mikro dimasa lalu.

Kalau ahli sosiologi di Amerika mengupayakan integrasi makro-mikro,

maka menurut Ritzer para ahli sosiologi di Eropa mengupayakan integrasi

agency-structure. Menurut Ritzer kedua klasifikasi tersebut tidak dapat

Page 24: Teori Sosiologi

disamakan, karena konsep mikro tidak selalu sama dengan agen, dan makro

pun tidak selalu sama dengan struktur. Berbeda dengan klasifikasi makro-mikro

dalam sosiologi di Amerika, maka konsep agency di Eropa dapat mengacu baik

pada perilaku individu mapun pada kolektiva (kelompok, organisasi, nasion)

dan kelas sosial, sedangkan konsep struktur dapat mengacu pada struktur

sosial berskala besar maupun pada struktur mikro seperti interaksi manusia

(lihat Ritzer, 1992:425-456).

Untuk memperlihatkan adanya hasrat mengintegrasikan berbagai

jenjang analisis di Eropa, Ritzer mengajukan sejumlah kasusupaya integrasi.

Karya yang dijadikannya acuan antara lain pokok pikiran Giddens, Aecher,

Boudieau, dan Habermas.

Sintesis antara berbagai teori sosiologi merupakan kecendrungan ketiga

yang menurut Rizer berlangsung secara gencar sejak tahun 80-an. Upaya

sitesis yang didefenisikan Ritzer (1992:457-510) dijumpai dalam fungsionalisme

dalam bentuk neofungsionalisme (neofunctionalisme) yang dipelopori

Alexander. Dalam teori konflik berlangsung sintesis dengan mikro-sosiologi.

Dalam teori neo-maksis dijumpai sintesis dengan berbagai pendekatan non-

Marxis seperti ide posmodermisme. Interaksionisme simbolik yang siap

bersintesis dengan berbagai pendekatan lain seperti pemkiran Durkheim,

Weber, Simmel, dan Marx. Fenomenologi serta ernometodologi mulai dijajaki

sintesis dengan interaksionalisme simbolik.

Teori yang mengkhususkan diri pada interaksi sosial mula-mula

bersumber pada pemikiran para tokoh sosiologi klasik dari Eropa seperti Georg

Simmel dan Max Weber.

Page 25: Teori Sosiologi

RINGKASAN

Untuk menjelaskan proses perubahan sosial dan mendasar dan

berjangka panjang di Eropa seperti industrialisasi, urbanisasi, dan rasionalisasi

para ahli sosiologi klasik di masa lampau mulai berteori. Teori, menurut

Kornbium, merupakan seprangkat konsep saling terkait ynag bertujuan

menjelaskan sebab-sebab terjadinya gejala yang dapat diamati.

Inti penjelasan ilmiah ialah pencarian faktor penyebab. Dalam proses

pencarian sebab ini dibedakan antara faktor yang harus dijelaskan

(explanandum) dan faktor penyebab (explanans) atau antara variabel

tergantung (dependent variabel) dan variabel bebas (independent variabel). Di

samping penjelasan kausal dikenal pula bentuk penjelasan fungsional.

Teori menjawab pertanyaan : “Mengapa ?” Pertanyaan yang hendak

dijawab oleh teori sosiologi ialah mengapa dan bagaimana masyarakat

dimungkinkan, dan dikenal dengan nama the problem of order.

Karena sosiologi mempunyai banyak teori dan banyak paradigma maka

sosiologi dinamakan suatu ilmiah berparadigma majemuk.

Analogi organik merupakan suatu cara memandang masyarakat yang

banyak kita jumpai di kalangan penganut teori fungsional isme dan mulai

dijumpai dalam karya Comte. Pendekatan Comte berupa peminjaman konsep

ilmu-ilmu biologi dinamakan pendekatan organicism. Comte merupakan perintis

pendekatan positivisme yang memakai metode ilmiah untuk mengumpulkan

data empiris. Positivisme dan organisme kita jumpai pula dalam karya Spencer.

Spencer berpandangan bahwa masyarakat manusia pun berkembang

secara evolusioner dari bentuk sederhana ke bentuk kompleks. Dalam proses

peningkatan kompleksitas dan diferensiasi ini, menurut Spencer, terjadi pula

diferensiasi fungsi. Durkheim secara rinci membahas konsep fungsi dan

menggunakannya dalam analisis terhadap berbagai pokok pembahasannya.

Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi merupakan sumbangan

suatu kegiatan terhadap kesinambungan struktur sosial. Malinowski bahkan

berpandangan bahwa setiap unsur kebudayaan mempunyai fungsi penting

dalam masyarakat.

Page 26: Teori Sosiologi

Parsons merupakan tokoh sosiologi modern yang mengembangkan

analisis fungsional dan secara sangat rinci menggunakannya dalam karya-

karyanya. Merton melakukan rincian lebih lanjut dalam analisis fungsional

dengan memperkenalkan konsep fungsi, disfungsi, fungsi laten, dan fungsi

manifes.

Tokoh teori konflik ialah Marx. Sumbangan Marx kepada sosiologi

terletak pada teorinya mengenai kelas. Weber pun dianggap sebagai penganut

terori konflik.

Dahrendorf melihat bahwa struktur masyarakat industri telah mengalami

perubahan besar sejak zamannya Marx sehingga menolak beberapa di antara

pandangan Marx. Coser terkenal karena pendangannya bahwa konflik

mempunyai fungsi positif bagi masyarakat.

Hubungan antara dua orang kekasih renggang dan akhirnya terputus

tatkala salah seorang dipindahkan ke daerah lain sehingga biaya untuk

berkomunitas menjadi sangat mahal. Seorang dermawan memberikan secara

berkala sumbangan dalam jumlah besar pada suatu yayasan amal, dan

yayasan penerima sumbangan secara berkala pula menyatakan rasa terima

kasihnya secara terbuka di muka umum,namun sumbangan dihentikan tatkala

dermawan yang bersangkutan merasa bahwa pengurus yayasan kurang

memperhatikan rasa terima kasih mereka. Seorang siswa senantiasa belajar

dengan rajin karena orang tuanya selalu memuji prestasi belajarnya,

sedangkan seorang siswa lain enggan belajar karena terus-menerus dikritik.

Pelanggaran lalu lintas berkurang tatkala kebanyakan pelanggar dapat segera

ditahan, diadili dan dijatuhi hukuman denda tinggi atau hukuman kurungan.

Kasus ini mencerminkan adanya asas pertukaran dalam hubungan sosial

antarmanusia, dan oleh sejumlah ahli sosiologi asas pertukaran dikembangkan

menjadi teori untuk menjelaskan ada-tidaknya hubungan sosial.

Teori pertukaran pada awal mula-mula dikembangkan oleh para ahli

antropologi Inggris seperti Malinowski, dan diperhalus oleh ahli antropologi

Perancis seperti Mauss dan Levi-Strauss. Homans berpendapat bahwa

pertukaran yang berulang-ulang mendasari hubungan sosial yang

Page 27: Teori Sosiologi

berkesinambungan antara oeang tertentu. Teori Blau berusaha menjembatani

dua jenjang analisis sosiologi, dan tidak semua interaksi melibatkan pertukaran.

Simmel berpandangan bahwa muncul dan berkebangnya kepribadian

seseorang tergantung pada jaringan hubungan sosial yang dimilikinya. Weber

memperkenalkan interaksionalisme dengan menyatakan bahwa sosiologi ialah

ilmu yang berusaha memahami tindakan sosial.

Tokoh sosiologi modern dari Amerika Serikat yang merintis pemikiran

dasar mengenai interaksionalisme ialah, antara lain, William James, Charles

Horton Cooley, Jhon Dewey, dan George Herbert Mead. James terkenal karena

merumuskan dan mengembangkan konsep diri (self). Ia berpendapat bahwa

perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri, seseorang muncul dari

interaksinya dengan orang lain. Cooley terkenal karena antara lain

mengembangkan konsep looking glass self yang intinya alah bahwa seseorang

mengevaluasi dirinya sendiri atas dasar sikap dan perilaku orang lain

terhadapnya. Menurut Dewey, seseorang berkmembang dalam rangka

usahanya untuk penyesuaian diri manusia pada dunia. Sumbangan Dewey

terletak pada pandangannya bahwa pikiran seseorang berkembang dalam

rangka usahanya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan bahwa

pikiran tersebut ditunjang oleh interaksinya dengan orang lain. Sumbangan

pikiran penting Mead antara lain terletak pada pandangannya bahwa diri

seseorang berkembang melalui tahap tertentu, dan bahwa dalam proses

perkembangan diri ini seseorang belajar mengambil peran orang lain.

Thomas memperkenalkan konsef defenisi situasi dalam sosiologi

interaksi, yang intiny ialah bahwa sebelum bertindak untuk menanggapi suatu

rangsangan dari luar, individu selalu memberi makna pada situasi yang

dihadapinya. Blumer menjabarkan lebih lanjut memikirkan interaksionalisme

simbolik.

Dalam teori Erving Goffman pun berpangkal tolak pada interaksi tatap

muka. Namun kalau dalam teori para ahli lain pelaku digambarkan sebagai

individu yang memberikan reaksi terhadap tindakan individu atau kelompok lain.

Page 28: Teori Sosiologi

Peter Berger membuat suatu kerangka pemikiran untuk memperlihatkan

hubungan antara individu dan masyarakat.

Menurut ritzer teori sosiologi di Amerika Serikat ditandai oleh apa yang

dinamakan ekstremisme mikro-makro , yaitu konflik antara teori dan teoretikus

ekstrem mikro dan enktrem makro. Namun sejak tahun 80-an ditandai oleh

ekstremisme mikro-makro, yaitu konflik antara teori dan teoritikus ekstrem mikro

dan ekstrem makro. Namun Ritzer mencatat bahwa sejak tahun 80-an telah

terjadi perkembangan, yaitu meningkatnya perhatian terhadap kaitan miakro-

makro dalam sosilogi di Amerika Serikat, hubungan antara agency dan

structure dalam sosiologi di Eropa, dan sintesis teori.

Page 29: Teori Sosiologi

KONSEP PENTING

Analogi organik : anggapan mengenai adanya persamaan tertentu antara

organisme biologis dengan masyarakat.

Diferensiasi fungsi : terjadinya perubahan struktur disertai dengan perubahan

pada fungsi.

Eksplanandum (explanandum) : faktot yang harus dijelaskan.

Eksplanans (explanans) : faktor penyebab.

Eksternalisasi (externalization: Berger) : upaya manusia untuk mengisi dunia

karena manusia merupakan makhluk yang dilahirkan dengan strukutr naluri

yang tidak lengkap sehingga ditandai oleh ketidakstabilan melekat.

Ikatan Solidaritas mekanik (Durkheim) : ikatan solidaritas pada msyarakat

masih sederhana yang laksana kohesi antara benda-benda mari.

Ikatan Solidaritas organik (Durkheim) : ikatan solidaritas pada masyarakat

kompleks yang laksana kohesi antara organ hidup.

Imperatively coordinated association (Dahrendorf) : organisasi-organisasi yang

didasarkan pada kekuasaan (dominasi satu pihak atas pihak lain atas dasar

paksaan) atau wewenang (dominasi yang diterima dan diakui oleh pihak yang

didominasi).

Internalisasi (internalization; Berger) langkah atau dimana dunia yang telah

diobjektivasikan diserap kembali kedalam struktur kesadaran subyektif individu.

Konflik (Coser) : perjuangan mengenai nilai nilai serta tuntutan atas status,

kekuasaan dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud

menetralkan, mencederai atau melenyapkan lawan.

Ojektivasi (objectivation;Berger) : proses berkembangnya dunia yang diciptakan

manusia menjadi suatu realitas objekrif yang berada diluar manusia.

Organisisme (organicism; Comte) : analogi organisme individu untuk

menjelaskan masyarakat.

Penjelasan fungsional (Durkheim) : pencarian fungsi suatu fakta sosial.

Penjelasan ilmiah (scientific explanation) : pencarian faktor penyebab.

Penjelasan kausal (Durkheim) pencarian sebab-sebab terjadinya suatu fakta

sisoal.

Page 30: Teori Sosiologi

Positivisme (Comte) : pendekatan yang memakai merode ilmiah yaitu

pengkajian fakta yang pasti, cermat, dan bermanfaat melalui pengamatan,

perbandingan, eksperiman, dan merode historis untuk pengumpulan data

empirik.

Prinsip kemanfaat : prinsip yang mengukur baik-buruknya suatu tindakan

dengan melihat pada penderitaan ataupun kesenangan yang dihasilkan oleh

tindakan tersebut.

Teori (Kornblum) : seperangkat konsep saling terkait yang berupaya

menjelaskan sebab-sebab suatu gejala yang dapat diamati.

Teori (Rutner) : suatu kegiatan mental, suatu proses pengembangan ide yang

akan memungkinkan ilmuwan untuk menjelaskan mengapa peristiwa tertentu

terjadi.

Teori pertukaran : teori yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang

mencari keuntungan dan menghindari biaya.

The problem of order ; masalah mengapa ketertiban sosial memungkinkan.

Variabel bebas (independent variabel) : faktor penyebab.

Variabel tergantung (dependent variable) : faktor yang harus dijelaskan.

Verstehen (Weber) : pemahaman terhadap tindakan sosial yang dilakukan

dengan meneliti makna subyektif yang diberikan individu terhadap tindakannya.

Web of group affilliations (Simmel) : keanggotaan kelompok seseorang yang

menentukan muncul dan berkembangnya kepribadian seseorang.