159
i TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Syari’ah Dalam Ilmu Jinayah Siyasah Oleh : MALIK KHABIBURROHMAN NIM. 052211180 FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010

TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

  • Upload
    ngolien

  • View
    239

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

i

TEORI LOCUS DELICTI

PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Syari’ah

Dalam Ilmu Jinayah Siyasah

Oleh :

MALIK KHABIBURROHMAN NIM. 052211180

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2010

Page 2: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

ii

ABSTRAK

Dalam hukum pidana dikenal beberapa asas yang menjadi dasar bagi pembentukan serta penerapan hukum. Asas-asas ini merupakan asas yang telah diakui oleh hukum Internasional sebagai dasar bagi suatu negara untuk menerapkan hukum yang berlaku di negra tersebut. Akan tetapi dalam penerapannya, asas-asas ini dapat saling bertautan dalam masalah kejahatan yang melibatkan dua atau lebih negara.

Islam sendiri meskipun pada dataran ideal ajaran-ajarannya bersifat universal, akan tetapi pada dataran praktis lebih bersifat regional. Berdasarkan hal ini hukum-hukum Islam mengenai pidana khususnya hanya dapat diterapkan dalam wilayah-wilayah kekuasaan dar as-salam. Dalam penerapan hukum, suatu negara dapat menerapkan hukum terhadap kejhatan yang terjadi di wilayahnya berdasarkan asas teritorial yang menitik beratkan tempat (locus delicti) sebagai dasar pemberlakuan hukum. Setiap orang (warga negara maupun warga negara Asing) yang mengancam keamanan negara maupun warganya di luar batas-batas wilayah negara berlaku ketentuan pidana berdasarkan asas personalitas (pasif). Adapun dalam hukum pidana Islam ketentuan mengenai batas-batas berlakunya ketentuan pidana salah satunya dapat dilihat dalam teori imam madzhab Hanafi menekankan aspek tempat (locus delicti) sebagai dasar pemberlakuan hukum pidana Islam. Teori Imam Abu Hanifah tidak jauh berbeda dengan hukum pidana Indonesia artinya sama-sama menekankan pada unsur tempat (wilayah teritorial), akan tetapi hukum pidana Indonesia lebih lengkap dalam menerapkan pidana yang lebih dikenal sebagai asas hukum yaitu; asas teritorial, asas personal aktif, personal pasif dan asas universal. Dapat kita ketahui dalam KUHP pasal 2-9.

Dalam hukum Internasional setiap negara dianggap memiliki wewenang untuk melaksanakan ketentuan hukum terhadap setiap kejahatan yang terjadi di wilayah negara tersebut. Adapun pemberlakuan hukum terhadap warga negara yang berad di luar wilayah negara tersebut sebagai kewajiban sekaligus tanggung jawab sebagai warga negara.

Asas-asas yang menjadi dasar diberlakukannya ketentuan pidana menurut tempat (locu delicti); asas teritorial, asas nasionalitas aktif dan pasif dan asas universal maupun teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan serta titik taut yang dapat dipertemukan. Dalam hal penerapan hukum tehadap kejahatan yang berlaku di wilayah negara (dar as-salam dan dar al-harb), setiap negara memiliki wewenang untuk menerapkan hukum pidana terhadap setiap kejahatan yang terjadi di batas-batas wilayah negara tersebut tanpa melihat kewarganegaraan pelaku. Dalam hukum Internasional hal ini dapt dibenarkan dikarenakan negara yang menjadi tempat dilakukannya suatu kejahatan dianggap sebagai negara yang paling memiliki wewenang untuk menerapkan hukum pidana nasionalnya. Dengan demikian hukum pidana negara yang menjadi tempat (locus delicti) dilakukannya kejahatan berlaku bagi seorang warga dar as-salam yang melakukan kejahatan di wilayah dar al-harb atau seorang warga dar al-harb yang melakukan kejahatan di wilayah dar as-salam.

Page 3: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

iii

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab penulis

menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang

pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga

skripsi ini satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali

informasi dalam referensi yang penulis jadikan bahan

rujukan.

Semarang, 31, Mei, 2010

Deklarator,

Malik Khabiburrohman NIM. 052211180

Page 4: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

iv

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp. : 4 (empat) eksemplar

Hal : Naskah Skripsi

a.n. Sdr. Malik Khabiburrohman

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama

ini saya kirim naskah skripsi saudara :

Nama : Malik Khabiburrohman

Nim : 052211180

Judul : TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF

IMAM ABU HANIFAH

Selanjutnya saya mohon agar skripsi saudara tersebut dapat segera

dimunaqasyahkan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Semarang, 31, Mei, 2010

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Muhyiddin, M. Ag. Drs. Moh Solek, M.A NIP. 19550228 198303 1 003 NIP. 19660318 199303 1 004

Page 5: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

v

PENGESAHAN PENGUJI

Nama : MALIK KHABIBURROHMAN

NIM : 052211180

Jurusan : JINAYAH SIYASAH

Judul :TEORI LOCUS DELECTI PERSPEKTIF

IMAM ABU HSNIFAH

Telah memunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo

Semarang dinyatakan lulus pada tanggal:

28 Juni 2010

Dan dapat diterima sebagai pelengkap ujian akhir Program sarjana Strata satu (1) guna

memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Syari'ah.

Semarang, 22 Juni 2010

Mengetahui

Ketua Sidang Sekretaris Sidang Drs. Miftah AF, M. Ag. Drs. Moh. Solek, M.A. NIP. 19530515 198403 1 001 NIP. 19660318 199303 1 004 Penguji I Penguji II Drs. H. A. Fatah Idris, M. S.I. H. Ade Yusuf Mujadid, M. Ag. NIP. 19520805 198303 1 002 NIP. 19670119 199803 1 002 Pembimbing I Pembimbing II Drs. H. Muhyidin, M.Ag Drs. Moh. Solek,M.A NIP. 19550228 198303 1 003 NIP. 19660318 199303 1 004

Page 6: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

vi

MOTTO

ا��� ��ور�� ����

“Hukum itu berputar bersama illatnya ”.

Page 7: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

vii

PERSEMBAHAN

Salah satu karya sederhana menggapai cita, takkan berarti tanpa kehadiran

mereka, penulis persembahkan karya ini sebagai salah satu wujud mengangkat derajat

kedua orangtua dan keluarga:

1. ”Kedua pahlawanku paling sabar” dan sumber inspirasi ”(bapak Asnawi, BA dan

Ibu Hanik Siti Musyarofah, BA)” pemilik samudera kasih sayang yang tak pernah

surut sehingga tetap tegar dalam menyongsong masa depan yang gemilang, yang

selalu mendoakan dan tiada henti mendidik dan selalu berjuang untuk kehidupan

keluarga, Insya’Alloh Tuhan SWT membalas keduanya dengan derajat yang lebih

tinggi, Amin...

2. Saudara ku, keluarga “TELETUBBIS”: mas Fuad, Risma, dan Riza yang selalu

memberi motivasi belajar.

3. “Hana Mufida”, My Inspirasi yang selalu mendukung setiap waktu, memotivasi

dan fasilitas selama pembuatan skripsi, terima kasih atas kesabaran, perhatian,

kesetiaan dan pengabdiannya.

4. “Mas. Syiarudin”, terimakasih atas didikan dan perhatiannya selama di Semarang.

Page 8: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

viii

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas nikmat, taufiq dan hidayah-Nya yang telah

diberikan kepada makhluk-makluk Nya. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi.

Sholawat serta Salam kehadirat Nabi Agung Muhammad Saw, keluarganya, sahabat-

sahabatnya, semoga kita mendapatkan syafaatnya baik di dunia maupun di akhirat nanti,

dan semoga kita betul-betul diakui sebagai umat beliau, Amien.

Selanjutnya, penulis juga memanjatkan syukur kepada Allah SWT sehingga

untukmelengkapi tugas penulis sebagai mahasiswa dengan menyusun skripsi denganjudul

”TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH” dapat diselesaikan

meskipun masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan.

Penulis sangat menyadari bahwa selain dukungan dan bantuan dari orang tua

dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak baik

materi maupun spiritual (do’a). Dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih

yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Rektor IAIN Walisongo Semarang

2. Bapak Dekan Fakultas Syari’ah dan staf Jinayah Siyasah IAIN Walisongo

Semarang

3. Bapak Drs. H. Muhyiddin, M.Ag, dan bapak Drs. Moh.Solek, MA selaku

pembimbing yang telah membantu dan membimbing serta memberi pengarahan

penulis sehingga skripsi ini selesai.

4. Bapak M. Saifullah, M.Ag, selaku wali studi selama ini.

5. Dosen pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah, dan staf karyawan yang telah

membekali ilmu kepada penulis.

6. Kawan-kawan organisasi politik ”GERINDRA” dan LSM ”JOGLO”, terimakasih

atas kerjasama dan motivasinya.

7. Teman-teman kost AL-FIRDAUS II: Ridho’, Ahnaf, , Anam, Arip, Anshori,

Baidhowi, Jawaher, Sarif, Uly, Amron dan Faesol yang selalu memberi

Page 9: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

ix

semangat, selalu mendukung, dan senantiasa berbagi rasa dalam suka maupun

duka.

8. Sahabat-sahabat se nasib dan se perjuangan, semua anak Jinayah Siyasah

khususnya kelas JS B angkatan 2005 yang selalu SEMANGAT…!!!

9. Keluarga besar “KMT” cabang Walisongo Semarang yang telah memberikan

banyak pengalaman berharga.

10. Sahabat-sahabat PPL - KKL, terima kasih atas kerjasamanya.

11. Kawan-kawan KKN Pahlawan di desa Curug 1000, terima kasih atas

kebersamaan nya. Kapan kita ngajar WB lagi?

12. Om Sowam n Bang Thobroni yang selalu memberikan informasi

13. UKM WSC (Walisongo Sport Club), Ayo… tembus Liga Super,.!!!

14. Semua pihak yang berpengaruh dalam pembuatan skripsi ini, terima kasih.

15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan, motivasi

dan do’a yang telah diberikan kepada penulis.

Semua bantuan dan dukungan yang telah mereka berikan dengan tulus ikhlas

semoga mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak

kekurangan karena keterbatasan penulis, untuk itu kritik dan saran yang bersifat

membangun dari pembaca sangat diharapkan, demi kemajuan penulis.

Selanjutnya bagi para pembaca skripsi ini, semoga skripsi ini dapat memberikan

sedikit manfaat meskipun dalam penulisan masih perlu ditindaklanjuti untuk

kesempurnaannya. Untuk itu sangat kami harapkan bagi pembaca atas saran serta kritik

yang membangun untuk menambah wawasan keilmuan dalam bidang ilmu sosial, ilmu

hukum dan ilmu politik.

Semarang,

Penulis, 31, Mei, 2010

Malik Khabiburrohman NIM. 052211180

Page 10: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… ….… i ABSTRAK ………………………………………………………… .…………… ii DEKLARASI ………………………………………………………… ..……...... iii NOTA PEMBIMBING ……………………………………………… .……....... iv PENGESAHAN …………………………………………………………..…….. v MOTTO ……………………………………………… ..……………………...… vi PERSEMBAHAN …………………………………………………………….… vii KATA PENGANTAR ……………………………………………………… ...... viii DAFTAR ISI ………………………………………………………………… ..… x BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………….……………….…….. 1 B. Rumusan Masalah ……………………….…………….…… 7 C. Tujuan dan Kegunaan ……………….…………..…………. 7 D. Telaah Pustaka …….…………………………….…………. 8 E. Metode Penelitian ……………………………….….………. 12 F. Sistematika Penulisan Skripsi ………………………..……... 15

BAB II : KETENTUAN HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT (LOCUS DELICTI) PERSPEKTIF HUKUM POSITIF A. Pengertian Locus Delicti …………...…...………......…….… 17 B. Teori Locus Delicti ...............................................…...…….. 18

1. Teori Personal …………………………………………. 18 2. Teori Alat (instrument) ………………………………... 19 3. Teori Akibat …………………………………………… 19

C. Penerapan Teori Locus Delicti (Asas Berlakunya undang-undang pidana menurut hukum pidana positif) …... 20 1. Asas Teritorial ……………………………………..….. 20 2. Asas Kewarganegaraan (Nasional Aktif) ……………... 29 3. Asas Kewarganegaraan (Nasional Pasif) ……………… 34 4. Asas Universal ………………………………………… 36

BAB III : TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH A. Biografi Singkat … ..………………...…………..…….…… 41 B. Istinbat Hukum Imam Abu Hanifah ……..……...……..…... 45 C. Teori Locus Delicti .…………………………………….….. 54

Page 11: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

xi

BAB IV : ANALISIS TEORI DAN PENERAPAN LOCUS DELICTI (KETENTUAN HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT) PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH A. Teori Locus Delicti ............................................................. 63 B. Penerapan Teori Locus Delicti ............................................ 71

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………….…. 82 B. Saran ………………………………………………….…… 83 C. Penutup ……………………………………………….…… 84

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran

dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Selain

sistem hukum Eropa Kontinental, di Indonesia juga berlaku sistem hukum

adat dan sistem hukum agama, khususnya hukum (syari’ah) Islam.1

Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan masyarakat kini

tidak dapat terelakkan dan sudah dapat dirasakan hampir di semua negara,

terutama di negara berkembang seperti Indonesia pada umumnya. Pengaruh

ini ada yang berdampak positif dan ada yang berdampak negatif. Pengaruh

positif yang dapat dirasakan di antaranya adalah adanya peningkatan

hubungan masyarakat Internasional yang pesat di bidang perekonomian pada

umumnya dan bidang perdagangan pada khususnya. Pengaruh yang

berdampak negatif antara lain meningkatnya lalu lintas tindak pidana lintas

teritorial antara satu negara dengan negara lainnya. Perkembangan tindak

pidana ini selain telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan

kepentingan kesejahteraan, keamanan dan ketertiban suatu negara, juga telah

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum/tangal 20, Nopember, 2009, pukul 21.00 WIB.

Page 13: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

2

menimbulkan sensitivitas hubungan diplomatik antara negara-negara yang

terlibat dalam jaringan tindak pidana yang ber dimensi Internasional.2

Salah satu dampak tindak pidana Internasional yang dapat

menimbulkan sensitivitas hubungan diplomatik (karena dominan nya faktor

politik dalam penyelesaian kasus pidana yang melibatkan lebih dari satu

negara) antara satu negara dengan negara lainnya adalah masalah yuridiksi3

kriminal.

Dalam KUHP Indonesia secara tersirat disebutkan beberapa asas yang

menjadi landasan bagi pembentukan serta pemberlakuan hukum pidana atas

suatu peristiwa pidana menurut tempat yaitu asas teritorial, asas personalitas

berdasarkan kewarganegaraan aktif, asas personalitas berdasarkan

kewarganegaraan pasif dan yang terakhir adalah asas universal.4 Asas-asas ini

merupakan dasar yang di atasnya dapat dilaksanakan yuridiksi suatu negara.

2 Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Bandung: Mandar

Maju, 1995, hlm 1. 3 Pengertian yuridiksi atau wewenang harus dibedakan dengan pengertian berlakunya

undang-undang. Yuridiksi berkaitan dengan kedaulatan suatu negara untuk menangkap, menahan dan mengadili setiap kejahatan yang terjadi di wilayah teritorial negara yang bersangkutan. Penjelasan khusus mengenai yuridiksi ini berkaitan dengan locus delicti. Doktrin mengenai penentuan locus delicti atau tempat tindak pidana adalah mengenai penetapan kompetensi relatif dari suatu pengadilan dan untuk menentukan berlakunya undang-undang. Penentuan kompetensi pengadilan telah diatur di dalam Bab X Pasal 84-88 KUHAP. Sedangkan pengertian berlakunya undang-undang pidana berkaitan erat dengan jangkauan efektivitas berlakunya undang-undang hukum pidana suatu negara. Hal ini telah diatur dalam Pasal 1 (menurut waktu) dan Pasal 2-9 (menurut tempat). Meskipun berkaitan, kedua pengertian ini mempunyai pengaturan yang berbeda dan perbedaan ini tergantung dilihat dari sudut sistem hukum yang berlaku, yaitu sistem Civil Law atau sistem Common Law. Sistem Civil Law menempatkan undang-undang sebagai sumber hukum utama, sedangkan Common Law menempatkan yurisprudensi sebagai sumber hukum yang utama. Lihat Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, Bandung: Penerbit Mandar Maju, 1996, hlm. 84-86.

4 Asas-asas ini ditulis secara tersirat dalam Pasal 2-9 KUHP. Meskipun demikian dalam pasal-pasal tersebut dapat ditemukan aturan tentang pemberlakuan undang-undang pidana Indonesia dilihat dari segi tempat. Lihat Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hkum Pidana, Jakarta : Bumi Aksara, cet-27, 2008, hlm. 3-5.

Page 14: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

3

Asas-asas tersebut juga dianut oleh sebagian besar hukum pidana

negara lain di dunia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asas-asas

tersebut merupakan asas-asas hukum pidana Internasional yang berlaku

umum.5 Penerapan asas-asas tersebut oleh negara-negara dalam rangka

menerapkan hukum pidana nasional nya masing-masing dalam beberapa

masalah dapat menimbulkan pertautan yuridiksi, di antaranya adalah terhadap

tindak pidana yang melibatkan dua negara atau lebih. Begitu juga dengan

hukum pidana Indonesia dalam kasus pidana yang memiliki dimensi

Internasional (transnasional).6

Asas teritorial terdapat dalam pasal 2 KUHP yang berbunyi:

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi setiap orang yang dalam daerah Republik Indonesia melakukan sesuatu tindak pidana”. Asas teritorial ini melahirkan yuridiksi teritorial, yaitu kedaulatan atau

kewenangan suatu negara yang berdasarkan hukum Internasional untuk

mengatur segala sesuatu yang terjadi dalam batas-batas wilayah negaranya.

Salah satu wujud dari yuridiksi teritorial suatu negara adalah membuat serta

memberlakukan hukum pidana nasional nya terhadap tindak pidana yang

terjadi dalam wilayah negara tersebut. Ketentuan ini berlaku bagi warga

5 I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Bandung: Yrama Widya,

2003, hlm. 11. 6 Bisa jadi satu kasus kejahatan melibatkan beberapa negara seperti tindak pidana yang

dilakukan oleh seorang warga Indonesia di wilayah teritorial Malaysia. Kasus seperti ini akan melahirkan pertautan yuridiksi dalam menentukan hukum pidana negara mana (Indonesia atau Malaysia) yang berlaku terhadap kasus pidana tersebut. Hal ini bisa terjadi karena Malaysia dapat memberlakukan hukum pidana nya terhadap pelaku atas dasar asas teritorial karena perbuatan tersebut terjadi di wilayah teritorial Malaysia sedangkan Indonesia bisa memberlakukan hukum pidana nasional berdasarkan asas nasional aktif. Lihat Ibid., hlm. 17-21.

Page 15: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

4

negaranya sendiri maupun orang asing yang melakukan suatu tindak pidana.7

Ini merupakan dasar yang diunggulkan bagi pelaksanaan yuridiksi negara.

Peristiwa yang terjadi dalam batas-batas teritorial suatu negara dan orang-

orang yang berada di wilayah tersebut sekalipun untuk sementara, pada

lazimnya tunduk pada penerapan hukum lokal.8

Dalam hukum pidana Islam sendiri meskipun secara teoritis ajaran

Islam untuk seluruh dunia (universal), peraturan-peraturannya tidak saja

mengikat kaum muslimin yang hidup di bawah kekuasaan negara Islam

melainkan juga mereka yang berada di luar kedaulatan negara Islam,9 Berbeda

dengan syari’at nabi-nabi sebelumnya yang bersifat lokal dan temporal,

syari’at Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW bersifat Internasional

dan kekal hingga akhir zaman. Dengan kata lain syari’at Islam bersifat

universal melintasi batas-batas ruang dan waktu. Hal ini ditegaskan dalam

Firman Allah SWT dalam surat As-Saba’ ayat 28:

�� و����ا ����ا ����س آ���� إ �� أر���ك و��� �$�#!ن � ا ���س أآ�� و

)٢٨(

Artinya: Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Q.S. As-Saba’: 28).10

Akan tetapi pada dataran praktis tidaklah demikian. Amin Widodo

berpendapat bahwa meskipun pada asasnya hukum Islam itu berlaku universal

7 I Wayan Parthiana, 0p.cit., hlm. 12-13. 8 Rebecca M.M. Wallace, Hukum Internasional, alih bahasa Bambang Arumanadi,

Semarang: IKIP Semarang Press, 1993, hlm. 120. 9 ‘Abd al-Qadir ‘Audah, at-Tasyri al-Jana’i al-Islamiy Muqaranan bi al-Qanun al-Wad‘iy,

Juz. I, Beirut: Muasasah ar- Risalah. 1994, hlm. 275. 10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah, Semarang : Toha Putra, 2006, hlm.688.

Page 16: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

5

akan tetapi dilihat dari segi ‘amaliyyah-nya adalah bercorak iqlimiyyah,

artinya hukum Islam hanya dapat diterapkan dalam lingkungan yuridiksi dar

as-salam.11 Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa hukum Islam

mempunyai batasan mengenai kekuasaan berlakunya ketentuan pidana dilihat

dari segi tempat. Tidak di segala tempat (wilayah atau negara) hukum Islam

dapat diterapkan, bahkan dalam negara yang hukum-hukumnya dibangun

berlandaskan syariat Islam sekalipun terkait dengan siapa yang menjadi

pelaku dan di mana perbuatan tersebut dilakukan.

Abu Hanifah berpendapat bahwa Hukum Islam diterapkan atas jarimah

(tindak pidana) yang dilakukan di dar as-salam, yaitu tempat-tempat yang

masuk dalam kekuasaan pemerintahan Islam tanpa melihat jenis jarimah

maupun pelaku, muslim maupun non-muslim.12 Di luar dar as-salam hukum

Islam yang menyangkut masalah pidana tidak berlaku kecuali untuk

kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan hak perseorangan (haq adamiy).

Pendapat yang popular yang selalu menjadi rujukan dan sandaran hujjah ialah

pengertian Dar kufr yang disebut oleh al-Kasani dari Mazhab Hanafi dalam

Kitabnya Bada'I'alsana'I', juz 7, Al-Kasani menyebut pendapat Abu Yusuf dan

Muhammad al-Syaibani (murid Abu Hanifah): Maksudnya: Sesungguhnya

kenyataan yang kami sebut dar al-Islam dan dar kufr ialah menyandarkan

keadaan negara kepada Islam dan kepada kufur. Sebenarnya disandarkan

11 L. Amin Widodo, Fiqh Siyasah dalam Hubungan Internasional, Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1994, hlm. 17. 12 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum Antar. Golongan, (ed.) H.Z. Fuad Hasbi Ash

Shhidieqy, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 8.

Page 17: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

6

negara kepada Islam atau kepada kufur adalah kerana zahir (menonjolnya)

Islam atau menonjolnya kufur di dalamnya.13

Teori Abu Hanifah menitikberatkan pada tempat sebagai unsur utama

untuk menentukan berlaku tidaknya ketentuan hukum Islam. Pada dasarnya,

berlakunya hukum pidana itu berkaitan erat dengan kondisi suatu masyarakat

yang mengenal struktur kekuasaan. Dalam pelaksanaannya, sesungguhnya

pemberian hukuman kepada setiap pelaku kejahatan yang bersifat publik

terdapat dalam setiap masyarakat. Salah satu dari ajaran Islam adalah

memperhatikan dan menghormati hak hidup manusia, baik Muslim maupun

non-Muslim. Islam menyamakan kedudukan kaum muslimin dengan kaum

śimmi, yaitu orang kafir yang berlindung di bawah kekuasaan Negara Islam,

dalam kehidupan sosial dan politik. Sedangkan dalam bidang akidah tidak

boleh ada persamaan sama sekali, juga tidak boleh kompromi. Dalam hal ini

Islam telah menarik garis nyata antara kaum Muslimin dan orang-orang

kafir.14

Terkait dengan bahasan di atas yang kemudian menjadi persoalan

adalah apakah teori Imam Abu Hanifah Indonesia merupakan salah satu

bagian dari negara Islam (dar as-salam)? Atau dar al-harby?, bagaimana

rumusan (aplikasi) asas yang membatasi berlakunya ketentuan pidana (teori

Imam Abu Hanifah)? Artinya, bagaimana bila seorang penduduk Indonesia

atau penduduk negara yang memakai hukum pidana positif melakukan suatu

13Al-Kasani, Badaa’I’alsana’I’ fi tartibi asy-syara’i, juz 7Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,

1997, hlm. 130-131. 14 Hasmi, A., Dimana Letak Negara Islam, cet.I. ( Surabaya : P.T. Bina Ilmu, 1984 ), hlm.

222. Lihat juga ENSIKLOPEDI Islam, Dewan Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994).V: 236.

Page 18: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

7

tindak pidana di negara yang menerapkan aturan pidana Islam (dar as-salam)

atau sebaliknya, bagaimana jika seorang muslim atau seorang penduduk dar

as-salam melakukan tindak pidana di Indonesia atau negara yang landasan

hukumnya berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum pidana positif. Ketentuan

hukum pidana manakah yang berlaku dalam kasus tersebut?

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk

mengangkat masalah ini dalam karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul

“TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABUHANIFAH” untuk

mendapatkan kajian yang lebih mendalam mengenai permasalahan di atas.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari pemikiran di atas, maka skripsi ini mencari pokok

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana aplikasi ketentuan pidana menurut tempat (teori locus delicti)

perspektif Imam Abu Hanifah?

C. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dan kegunaan yang ingin dicapai dalam skripsi ini

adalah:

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui ketentuan pidana menurut tempat (teori locus

delicti) perspektif Imam Abu Hanifah.

Page 19: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

8

b. Untuk mengetahui aplikasi ketentuan pidana menurut tempat (teori

locus delicti) perspektif Imam Abu Hanifah.

2. Kegunaan

a. Sebagai pengembangan keilmuan khususnya di bidang ilmu hukum

di Indonesia, terutama dalam masalah hukum pidana khusus nya

Jinayah Siyasah

b. Mengetahui teori yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah dalam

masalah locus delicti.

c. Sebagai bahan acuan bagi yang akan melanjutkan penelitian

tentang asas-asas berlakunya ketentuan pidana dalam hukum Islam

dan hukum pidana positif.

d. Sebagai salah satu kontribusi pemikiran penyusun dalam bidang

hukum di Indonesia, terutama dalam masalah pidana.

D. Telaah Pustaka

Dalam menulis skripsi ini, penulis melakukan telah pustaka secara

fokus membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan judul skripsi.

Di dalam skripsi saudara Khoirudin Zuhri (2100093) Fakultas Syari’ah

Jurusan Jinayah Siyasah (2004/2005) IAIN Semarang dengan judul

“Kewarganegaraan dalam Sistem Ketatanegaraan Islam”. Dalam

pembahasan skripsinya mengenai kafir zimmiy di wilayah Negara Islam

(kaitannya dengan locus delicti), bahwa dalam pemberlakuan hukum pidana

terjadi persamaan antara seorang muslim dengan zimmiy. Sebagaimana warga

Page 20: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

9

negara non muslim terikat pula oleh hukum pidana yang sama tanpa adanya

pembedaan kecuali dalam jarimah yang terkait dengan minum-minuman

keras.

Di dalam skripsi saudara Suhardi (2199135) Fakultas Syari’ah Jurusan

Jinayah Siyasah (2004/2005) IAIN Semarang dengan judul “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Pasal 134 dalam KUHP Tentang Tindak Pidana Penghinaan

Terhadap Presiden atau Wakil Presiden”. Dalam pembahasan skripsinya

dijelaskan secara global terhadap unsur-unsur delik penghinaan. Seseorang

dapat dikatakan telah melanggar hukum dalam suatu tindak pidana, maka

perbuatan tersebut harus dapat dirumuskan. Adapun syarat untuk

memungkinkan adanya penjatuhan pidana ialah adanya perbuatan (manusia)

yang memenuhi rumusan delik. Rumusan delik dalam hukum pidana penting

sebelum menjatuhkan pidana karena merupakan konsekuensi dari asas

legalitas. Salah satu rumusan delik tersebut ialah jelas ruang berlakunya delik

tersebut, dalam artian bahwa tempat kejadian perkara pidana tersebut (locus

delicti)

Dalam makalah nya Romli menulis tentang Pengaruh Konvensi

Internasional Terhadap Perkembangan Asas-Asas Hukum Pidana Nasional.

Ia mempertanyakan sejauh manakah asas-asas berlakunya hukum pidana

nasional dapat dipertahankan seutuhnya dan merupakan “hak eksklusif” dari

setiap negara.15 Menurutnya perkembangan kejahatan memasuki abad 21 tidak

15 http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum/tanggal 5, Desember, 2009, pukul 22.00 WIB.Romli

Atmasasmita, “Pengaruh Konvensi Internasional terhadap Perkembangan Asas-asas Hukum Pidana Nasional.”Makalah disampaikan pada Seminar Tentang Asas-asas Hukum Pidana Nasional, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan

Page 21: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

10

lagi sebatas wilayah teritorial suatu negara melainkan sudah melampaui batas

satu atau lebih.

Menurut T. M. Hasbi Ash Shhidieqy dalam bukunya Hukum Antar

Golongan, pada dasarnya syari’at Islam hanya diberlakukan terhadap mereka

yang melakukan kejahatan di darul Islam, serta kejahatan yang dilakukan di

darul harbi.16Namun para fuqaha berbeda pendapat dalam menerapkan

prinsip ini. Akibat perbedaan pendapat ini, muncul tiga aliran (paham) tentang

penerapan hukum terhadap kejahatan berdasarkan tempat kejadian perkara

(locus delicti).

I Wayan Parthiana dalam bukunya yang merupakan kumpulan

makalah serta artikelnya yang pernah dipublikasikan, menulis tentang suatu

pertautan antara yuridiksi negara dan asas-asas hukum pidana nasional dalam

suatu peristiwa pidana yang ber dimensi internasional. Ia membahas maksud,

tujuan serta substansi dari asas-asas hukum pidana yang diakui oleh

kebanyakan negara-negara di dunia ditinjau dari segi hukum internasional dan

hukum pidana nasional. Ia mencoba menjawab persoalan tentang pertautan

asas-asas hukum pada tindak pidana yang melibatkan dua negara atau lebih

(lintas teritorial).17 Selain itu, ia juga membahas masalah penerapan yuridiksi

universal melalui mekanisme ekstradisi atas kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pada kesimpulannya ia menulis bahwa meskipun terhadap kejahatan

kemanusiaan dapat diberlakukan yuridiksi universal dari hukum pidana, akan

Hak Asasi Manusia RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, 26-27 April 2004,

16 T.M. Hasbi Ash Shhidieqy, op. cit., hlm. 8. 17 I Wayan Parthiana,op.cit.., hlm. 1-22.

Page 22: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

11

tetapi dalam kenyataannya bukanlah hal yang mudah untuk mengadili serta

memberi hukuman terhadap pelaku tindak pidana terhadap kemanusiaan. Hal

ini, menurutnya dikarenakan adanya kendala dalam proses peradilan yang

terletak pada faktor kedaulatan negara dari segi ada atau tidaknya kemauan

politik, baik untuk mengadili sendiri pelaku, mengekstradisikannya kepada

negara lain yang meminta atau menyerahkan proses peradilan kepada badan

peradilan pidana Internasional.18

Amin Widodo dalam bukunya yang berjudul Fiqh Siyasah dalam

Hubungan Internasional menulis pendapat para imam mazhab mengenai

berlakunya hukum pidana dari segi tempat. Dalam bukunya dipaparkan teori

para imam mazhab yang pada prinsipnya hukuman terhadap pelaku tindak

kejahatan yang dilakukan di dar al-harb tidak wajib dilakukan. Begitu juga

sebaliknya, setiap kejahatan yang dilakukan oleh penduduk dar as-salam di

dalam maupun di luar negeri tetap berhak mendapat hukuman. Larinya pelaku

kejahatan ke dar as-salam atau ke dar al-harb tidak dapat menggugurkan

hukuman yang telah ditetapkan.19

Sejauh penulis ketahui, belum ada skripsi yang membahas tentang

teori Locus Delicti (analisis perbandingan hukum pidana positif dengan Imam

Abu Hanifah). Meskipun demikian, buku-buku yang membahas hukum pidana

(hukum pidana Islam dan hukum pidana positif) dapat ditemukan membahas

mengenai hal ini. Akan tetapi buku-buku tersebut bahasanya tidak terlalu

mendalam dan dibahas secara terpisah, artinya dalam hukum pidana Islam

18 Ibid., hlm. 38. 19 L. Amin Widodo, op. cit., hlm. 28.

Page 23: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

12

sendiri dan hukum pidana positif sendiri dengan tidak membandingkan antara

keduanya.

E. Metode Penelitian

Skripsi ini dimaksudkan penulis untuk mengetahui tentang asas

berlakunya ketentuan pidana menurut tempat kejadian perkara (teori locus

delicti) dalam perspektif hukum pidana positif dan teori Imam Abu Hanifah.

Ada beberapa bagian dalam metode penelitian ini, antara lain jenis dan data

penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian dan teknik analisis data.

1. Jenis dan Data Penelitian

Ditinjau dari segi metodologi, penelitian ini merupakan library

research (penelitian pustaka) yaitu penelitian yang berdasarkan data-data

kepustakaan (melalui buku, surat kabar, majalah, jurnal, internet dan lain-

lain).20

Adapun jenis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah:

a) Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek

penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat

pengambilan langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang

dicari. Adapun sumber data ini diperoleh dari buku karangan Alau al-

Din Abi Bakr Ibn Mas’ud al-Kasaniy, Bada’I as-Sana’I fi Tartib asy-

Syara’I, Juz VII, Beirut: Dar al-Fikr, 1996, Imam Kamaluddin bin Al-

20 Marzuki, MetodologiRiset, BPFE UII, Jogjakarta, 1995, hlm. 7.

Page 24: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

13

Ghamam, Syarah Fathul Qadir Ala’Hidayah Syarah Bidayatul

Mubtadi, Juz IV, Bairut: Darrul Kitab Alamiyah dan pasal 2 sampai 9

kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).

b) Data Sekunder

Bahan-bahan ini terdiri dari buku-buku, internet, dan kitab-

kitab lainnya yang di dalamnya terdapat masalah yang berkaitan

dengan masalah tersebut di atas misalnya; Abd al-Qadir ‘Audah ‘, at-

Tasyri al-Jana’I al-Islamiy Muqaranan bi al-Qanun al-Wad’iy,

Baeirut: Muasasah ar-Risalah, 1994.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitik, yaitu menjelaskan

tentang asas berlakunya ketentuan pidana dari segi tempat serta

penerapannya asas-asas tersebut secara sistematis serta memberikan

penelitian secara cermat dan tepat terhadap objek kajian tersebut.

Selanjutnya konsep tentang asas-asas berlakunya ketentuan pidana dari

segi tempat (locus delicti) dibandingkan supaya dapat diketahui dari segi

persamaan dan perbedaan dalam hukum pidana positif dengan teori Imam

Abu Hanifah.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

normatif-yuridis yakni menginventarisasi norma-norma hukum yang ada,

baik dalam hukum pidana Islam maupun hukum positif, yang berkaitan

dengan asas berlakunya hukum pidana dari segi tempat (locus delicti).

Page 25: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

14

4. Teknik Analisis Data

Akumulasi data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan

metode sebagai berikut :

a. Induktif, yaitu dengan mengurai data yang bersifat khusus dan menarik

kesimpulan yang bersifat umum. Metode ini digunakan dalam

menjelaskan pendapat-pendapat dari Imam Abu Hanifah dengan pasal

2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai locus

delicti dan menarik kesimpulan dari pendapat-pendapatnya terebut.

b. Komparatif, yaitu menganalisis data yang berbeda dengan jalan

membandingkan untuk diketahui mana yang lebih benar atau untuk

mencapai kemungkinan mengkompromikan, shingga dapat diketahui

kelebihan dan kelamahan dari teori tersebut.

Page 26: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

15

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Skripsi ini dibagi menjadi lima bab, adapun sistematika pembahasan

dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penulisan skripsi, Telaah pustaka, metode

penelitian skripsi dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II KETENTUAN HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT

(LOCUS DELICTI) DALAM HUKUM DI INDONESIA

Bab ini membahas locus delicti dalam hukum pidana positif,

pengertian locus delicti, Teori locus delicti, dan penerapan locus

delicti di Indonesia.

BAB III TEORI IMAM ABU HANIFAH TENTANG LOCUS

DELICTI

Bab ini membahas mengenai biografi singkat, metode istinbat

hukum yang digunakan Imam Abu Hanifah dan teori locus delicti

yang digunakan Imam Abu Hanifah.

Page 27: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

16

BAB IV ANALISIS TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM

ABU HANIFAH

Bab ini merupakan analisis terhadap teori locus delicti dan aplikasi

asas-asas berlakunya hukum pidana dari segi tempat (locus delicti)

perspektif Imam Abu hanifah.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan penutup.

Page 28: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

17

BAB II

KETENTUAN HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT

(LOCUS DELICTI) PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

A. Pengertian locus delicti

Pembentukan undang-undang dapat menetapkan ruang berlakunya

undang-undang yang dibuatnya. Pembentukan undang-undang pusat dapat

menetapkan berlakunya undang-undang pidana terhadap tindak-tindak pidana

yang terjadi dalam atau di luar wilayah Negara sedang pembentuk-pembentuk

undang-undang di daerah hanya terbatas pada daerahnya masing-masing,

wilayah suatu negara itu hanya pengertian dalam hukum tata negara.1

locus delicti adalah tempat terjadinya suatu tindak pidana atau lokasi

tempat kejadian perkara atas suatu tindak pidana terjadi, dalam istilah hukum

Internasional locus delicti adalah sebuah istilah yang berarti kewenangan

yurisdiksi atau wilayah kewenangan peradilan.2 Sedangkan dalam KUHAP

Republik Indonesia dalam pasal pasal 84 menjelaskan locus delicti sebagai

berikut:

Pasal (1) Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya. Pasal (2) Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut apabila

1 Sudarto, hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudaarto d/a Fakultas Hukum UNDIP,

1990, hlm. 32 2 http://daemien-ocehankosong.blogspot.com/2009/07/polisi-dan-locus-delicti.html/19-04-

10-19.30.

Page 29: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

18

tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan. (UU no 8 /1981 tentang KUHAP)

B. Teori locus delicti

Pembahasan mengenai locus delicti diperlukan karena hal ini

berhubungan dengan Pasal 2-9 KUHP yaitu menentukan apakah hukum

pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana atau tidak. Selain itu, locus

delicti juga akan menentukan pengadilan mana yang memiliki wewenang

terhadap kasus tersebut dan ini berhubungan dengan kompetensi relatif.3

Mengenai locus delicti, ada beberapa teori untuk menentukan di mana

tempat terjadinya perbuatan pidana yaitu teori mengenai tempat di mana

perbuatan dilakukan secara personal, kedua adalah teori tentang instrument

dan yang terakhir adalah teori tentang akibat.4

1. Teori tentang di mana perbuatan dilakukan secara personal

Yang dianggap sebagai tempat terjadinya perbuatan dalam teori ini

adalah tempat di mana perbuatan yang dilarang dan diancam dengan

hukuman dilakukan.

Menurut teori ini, jika seorang pelaku menikam korbannya di

Jakarta, setelah terjadi penikaman tersebut si korban pulang ke Bogor dan

di sana ia mati, maka meskipun akibatnya (matinya korban) terjadi di

Bogor, yang dianggap sebagai tempat dilakukannya perbuatan adalah

Jakarta.

3 Moeljanto, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Putra, 2000, hlm. 78. 4 Mengenai teori-teori tentang locus delicti lihat misalnya Satochid Kartanegara, Hukum

Pidana (t.tp. Balai Lektur Mahasisiwa, t.th), hlm. 154-158.

Page 30: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

19

2. Teori tentang alat atau instrument yang digunakan

Yang dianggap sebagai tempat kejahatan dilakukan dalam teori ini

adalah tempat di mana alat atau instrument yang digunakan untuk

melakukan kejahatan menimbulkan akibat.

Jika seorang pelaku mengirimkan makanan beracun dari Jakarta ke

Bandung untuk seseorang, kemudian orang tersebut (korban) memakan

makanan beracun tersebut dan ia mati maka, yang dianggap sebagai

tempat terjadinya kejahatan adalah Bandung. Hal ini dikarenakan alat yang

digunakan untuk melakukan kejahatan (makanan beracun) menimbulkan

akibat, yaitu matinya korban.

3. Teori tentang akibat.

Menurut teori ini yang dianggap sebagai tempat dilakukannya

tindak pidana adalah tempat di mana suatu kejahatan menimbulkan akibat

perbuatan. Dengan demikian, yang dianggap sebagai tempat terjadinya

perbuatan dalam contoh pada point (a) adalah Bogor dikarenakan di

tempat tersebut akibat dari perbuatan (penikaman) terjadi, yaitu matinya

korban.

Page 31: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

20

C. Penerapan teori locus delicti (asas berlakunya undang-undang pidana

menurut tempat dalam hukum pidana positif)

Mengenai kekuasaan berlakunya undang-undang pidana dapat dilihat

dari dua sisi, yang bersifat negatif dan yang bersifat positif.5 Yang bersifat

negatif berlakunya undang-undang menurut waktu, hal ini tercantum dalam

Pasal 1 KUHP6 sedangkan dari segi positif, berlakunya undang-undang dilihat

dari segi tempat. Hal ini diatur dalam Pasal 2 sampai 9 KUHP yang memuat 4

asas yaitu, asas teritorial, asas nasional aktif, asas nasional pasif dan asas

universal.

1. Asas Teritorial

Asas teritorial terdapat dalam Pasal 2 KUHP yang berbunyi:

“ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi setiap orang yang dalam daerah Republik Indonesia melakukan sesuatu tindak pidana”.

Asas teritorial ini melahirkan yuridiksi teritorial, yaitu kedaulatan atau

kewenangan suatu negara yang berdasarkan hukum Internasional untuk

mengatur segala sesuatu yang terjadi dalam batas-batas wilayah negaranya.

Salah satu wujud dari yuridiksi teritorial suatu negara adalah membuat serta

memberlakukan hukum pidana nasional nya terhadap tindak pidana yang

terjadi dalam wilayah negara tersebut. Ketentuan ini berlaku bagi warga

5 Lihat misalnya C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,

Jakarta, Balai Pustaka 1989, hlm. 276. 6 Pasal 1 ayat (1) KUHP berbunyi “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, melainkan atas

kekuatan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan iru terjadi”. Dalam Pasal ini terkandung asas legalitas yang berhubungan dengan waktu dilakukannya

perbuatan (kejahatan). Asas ini menentukan bahwa suatu perbuatan hanya merupakan tindak pidana apabila ditentukan demikian oleh atau didasarkan pada undang-undang.

Page 32: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

21

negaranya sendiri maupun orang asing yang melakukan suatu tindak pidana.7

Ini merupakan dasar yang diunggulkan bagi pelaksanaan yuridiksi negara.

Peristiwa yang terjadi dalam batas-batas teritorial suatu negara dan orang-

orang yang berada di wilayah tersebut sekalipun untuk sementara, pada

lazimnya tunduk pada penerapan hukum lokal.8

Asas atau prinsip teritorial mempersoalkan tentang lingkungan kuasa

berlakunya hukum pidana terhadap ruang, jadi lebih luas dari pada tanah

(bumi),9 ia merupakan asas yang tertua dari asas-asas berlakunya hukum

pidana menurut tempat. Asas teritorial merupakan asas yang fundamental.

Hal ini berarti, sekalipun telah diterapkan batas-batas berlakunya hukum

pidana Indonesia, dalam keadaan tertentu serta untuk subyek hukum tertentu,

dapat diterapkan perluasan-perluasan terhadap asas teritorial.10

Romli, dengan mengutip Bert Swart dan Andre Klip menulis bahwa

asas teritorial telah diperluas tidak lagi semata-mata ditujukan terhadap

tempat di mana pelaku melakukan kejahatan, melainkan juga tempat di mana

akibat dari kejahatan itu dilakukan atau di mana korban berada.11Selain

wilayah tanah, asas teritorial juga mencakup seluruh wilayah udara dan

wilayah perairan atau laut Indonesia. Wilayah udara Indonesia terhitung dari

7 I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Bandung: Yarma Widya,

2003. hlm. 12-13. 8 Rebecca M.M. Wallace, Hukum Internasional, alih bahasa Bambang Arumanadi,

Semarang: IKIP Semarang Press, 1993, hlm. 120. 9 A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I ( Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hlm. 162. 10 Romli Atmasamita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem hukum Pidana

Indonesia (Bandung: PT. Citra aditya Bakti, 1997, hlm. 105. 11 Romli Atmasasmita, “Pengaruh Konvensi Internasional terhadap Perkembvangan Asas-

asas Hukum Pidana Nasional.” Makalah disampaikan pada Seminar Tentang Asas-asas Hukum Pidana Nasional, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, 26-27 April 2004, hlm. 6.

Page 33: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

22

tanah ditarik ke atas setinggi yang ditentukan menurut perjanjian antar negara.

Meskipun demikian, bukan berarti seorang pelaku harus berada di salah satu

wilayah tanah, udara atau perairan suatu negara ketika melakukan kejahatan.

Hal ini berhubungan dengan bahasan mengenai locus delicti, karena bisa jadi

pelaku dapat melakukan kejahatan di suatu negara meskipun ia berada di

negara lain.

Wilayah perairan Indonesia meliputi seluruh perairan yang terletak di

sebelah dalam garis dasar serta laut wilayah (teritorial sea) di sekelilingnya

selebar 12 mil laut, diukur mulai garis dasar ke arah luar. Wilayah ini

ditambah lagi seluas 200 mil diukur dari garis dasar yang disebut Zone

Ekonomi Eksklusif (ZEE). Seperti halnya terhadap wilayah daratan, Indonesia

memiliki kedaulatan penuh (soveregnty) di seluruh wilayah perairan yang

diikuti pula oleh yuridiksi kriminal.12

Yang menjadi sasaran yuridiksi kriminal di wilayah lautan adalah

delik-delik yang terjadi di laut yang pada pokoknya diatur dalam ordonansi-

ordonansi dan juga diatur dalam pasal KUHP. Sasaran ini selain delik yang

sifatnya kejahatan, juga meliputi pelanggaran. Delik ini merupakan sasaran

utama yang ditegaskan dalam Ordonansi Laut Wilayah dan Lingkungan

Maritim 1939.13

Berlakunya undang-undang Indonesia terhadap tindak pidana yang

terjadi dalam pesawat Indonesia tercantum dalam Undang-undang Nomor 4

Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab

12 Mustafa Djuang Harahap, Yuridiksi Kriminal di Perairan Indonesia yang Berkaitan dengan hukum Internasional (Bandung: Penerbit Alumni, 1983), hlm. 125.

13 Ibid., hlm. 115

Page 34: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

23

Undang-undang Hukum Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan

terhadap Sarana-prasarana Penerbangan.

Dalam Pasal I Undang-undang tersebut disebutkan:

“Mengubah dan menambah Pasal 3 dan Pasal 4 angka 4 yang tercantum dalam Bab I Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia sehingga berbunyi sebagai berikut: Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia. Pasal 3 KUHP memperluas ruang lingkup berlakunya undang-undang

pidana, yaitu mengenai berlakunya ketentuan hukum pidana bagi setiap tindak

pidana yang terjadi di dalam perahu serta pesawat terbang Indonesia meskipun

keberadaan perahu serta pesawat tersebut berada di luar wilayah teritorial

Indonesia.14 Dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 KUHP

ini, maka setiap perahu dan kapal terbang Indonesia dianggap atau merupakan

perpanjangan dari wilayah teritorial Indonesia dan karenanya setiap tindak

pidana yang terjadi di dalamnya tunduk pada ketentuan perundang-undangan

pidana Indonesia tanpa mempermasalahkan kewarganegaraan pelaku.

Yang dimaksud kapal-kapal Indonesia adalah sebagaimana yang

tercantum dalam Pasal 95 KUHP yang berbunyi:

“Kapal Indonesia berarti kendaraan air yang menurut peraturan-peraturan umum tentang surat-surat laut dan pas-pas kapal di daerah Republik Indonesia, harus mempunyai surat laut atau pas kapal atau surat-surat izin sebagai pengganti sementara kendaraan air atau pas itu”.15

14 C. S. T. Kansil, op.cit., hlm. 278. 15 Pasal 95 KUHP. Tentang pemberian surat laut dan pas kapal diatur oleh Ordonansi Surat

Laut dan Kapal dalam L.N. tahun 1935. ketetapan surat laut dan pas kapal dalam L.N. tahun 1934 No. 78, diubah dalam L.N. 1937 No. 629. jo. L.N. 1935. No. 565. Lih. R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional, 1981, hlm. 112-113.

Page 35: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

24

Yang dimaksud pesawat udara Indonesia, ketentuannya tercantum

dalam Pasal 95 a ayat (1) dan (2).16 Pasal ini berbunyi:

(1) Yang dimaksud dengan “pesawat udara Indonesia” adalah pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia;

(2) Termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara asing yang di sewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia.

Meskipun demikian, tidak semua perahu maupun kapal dianggap

sebagai perpanjangan wilayah suatu negara, hanya kapal perang dan kapal

dagang yang berada di lautan terbuka yang dianggap sebagai wilayah

negara.17 Ketentuan ini juga berlaku bagi kapal-kapal dagang Indonesia yang

berada di pelabuhan asing. KUHP Indonesia tidak saja berlaku bagi awak

serta penumpang, melainkan juga berlaku bagi setiap orang yang ada dalam

kapal tersebut.18

Pasal 3 KUHP diperluas lagi dengan Pasal 8. Pasal ini menentukan

bahwa nahkoda atau penumpang kapal laut atau perahu Indonesia yang

melakukan kejahatan sumpah atau keterangan palsu dan kejahatan pelayaran

di luar wilayah Indonesia, dapat dituntut menurut ketentuan pidana Republik

Indonesia.

Pasal 8 KUHP berbunyi:

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku di luar Indonesia berlaku di luar Indonesia, juga waktu mereka tidak ada di atas kendaraan air, melakukan salah satu perbuatan yang

16 Pasal ini merupakan perubahan dan penambahan pasal dalam KUHP bertalian dengan

perluasan ketentuan perundang-undangan pidana, kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan yang tercantum dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1976 Pasal II ke-1.

17 J. E. Jonkers, Buku Pedoman Hukum Pidana Hindia Belanda, alih bahasa Tim Penerjemah Bina Aksara (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 145.

18 E. Utrecht, Hukum Pidana I (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1994), hlm. 241.

Page 36: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

25

dapat di pidana yang tersebut dalam Bab XXIX Buku Kedua dan Bab IX Buku Ketiga, demikian juga yang tersebut dalam peraturan umum tentang surat-surat laut dan pas-pas kapal di Indonesia dan yang tersebut dalam “Ordonantie Kapal 1927.” Dalam KUHP Indonesia tidak diatur mengenai ketentuan kejahatan

penerbangan yang dilakukan di dalam maupun di luar pesawat udara

Indonesia. Namun demikian usaha ke arah sana sudah dilakukan oleh

pemerintah. Hal ini dapat dilihat dengan sudah dicantumkan nya ketentuan

mengenai hal ini dalam Rancangan Undang-undang tentang Kitab Undang-

undang Hukum Pidana.

Dalam Rancangan Undang-undang tersebut disebutkan:

(1) Ketentuan dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi kapten pilot, awak pesawat udara, penumpang pesawat udara Indonesia yang di luar wilayah Republik Indonesia melakukan salah satu tindak pidana penerbangan sebagai mana di maksud dalam Bab XXXI Buku kedua.19

Pasal ini merupakan perluasan berlakunya ketentuan pidana, yaitu

mengenai berlakunya undang-undang pidana Indonesia bagi pelaku kejahatan

penerbangan di dalam maupun di luar pesawat udara Indonesia yang sedang

melakukan penerbangan di wilayah negara asing.

Sedangkan asas eksteritorial tercantum dalam Pasal 9 KUHP yang

berbunyi:

“Berlakunya Pasal 2 sampai 5, Pasal 7 dan 8 Pasal dibatasi oleh hal yang dikecualikan, yang diakui dalam hukum Internasional.”

Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan yang senantiasa ada bahwa

berlakunya Pasal 2-5, Pasal 7 dan Pasal 8 KUHP akan bertentangan dengan

19 Rancangan Undang-undang Republik Indonesia Nomor….Tahun….Tentang Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 11 ayat (1).

Page 37: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

26

hukum antar negara, karena ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-

pasal tersebut berhubungan juga dengan negara asing.

Selain itu perlu diketahui bahwa hukum antar negara merupakan

kumpulan asas-asas hukum yang mengatur hubungan antar negara di dunia.

Hubungan ini biasanya diselenggarakan dengan saling menempatkan

perwakilan dalam bentuk kedutaan atau konsul di negara-negara

bersangkutan.20 Utrecht dengan tegas mengatakan bahwa ketentuan

sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 KUHP tidak diperlukan lagi saat ini.

Hal ini disebabkan negara kita telah mengakui adanya primat hukum antar

negara. Menurutnya ketentuan tersebut dibuat ketika kedaulatan negara

absolut masih diterima.21

Menurut hukum Internasional, yang tidak terikat oleh KUHP Indonesia

adalah para duta besar negara serta para utusan negara asing yang secara

resmi diterima oleh kepala negara. Selain itu mereka yang tidak tunduk pada

KUHP Indonesia adalah para pegawai dalam kedutaan yang berfungsi di

bidang diplomatik, para konselir (konsultan) dan sekretaris meskipun mereka

tidak berseragam (tidak dalam keadaan dinas).

Berdasarkan asas eksteritorial, para diplomat dianggap tidak berada di

negara penerima melainkan di negara pengirim meskipun pada kenyataannya

ia berada di wilayah negara penerima. Selain itu mereka tidak dapat dikuasai

oleh hukum dan peraturan negara penerima. Seorang diplomat menurut asas

ini, hanya dikuasai oleh hukum negara pengirim begitu juga gedung atau

20 R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional, 1981. hlm. 11. 21 E. Utrecht, op. cit., hlm. 249.

Page 38: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

27

tempat kediaman mereka di negara penerima dianggap sebagai bagian atau

perpanjangan dari wilayah negara pengirim.22 Bammelen berpendapat bahwa

ketentuan tentang mereka yang diberi hak immunitas atau kekebalan hukum

tercantum dalam perjanjian Wina tanggal 18 April 1961.23

Alat-alat kekuasaan negara penerima tidak dapat menangkap,

menuntut maupun mengadili mereka dalam masalah kriminal. Meskipun

demikian mereka harus tetap menghormati serta menghargai hukum di negara

setempat.24 Mengenai para konsul asing, mereka diberi hak immunitas hukum

bukan berdasarkan Pasal 9 KUHP melainkan atas dasar perjanjian yang

disepakati antar negara. Hal ini dikarenakan para konsul bukan merupakan

wakil diplomatik melainkan hanya merupakan wakil perdagangan. Meskipun

demikian mereka diberi keistimewaan seperti yang tercantum dalam Pasal 7a

U.U. Pengawasan Orang Asing dan U.U. Dar No. 9 tahun 1953 (L. N. 1953

No. 64). Pasal-pasal ini menentukan bahwa undang-undang tersebut tidak

berlaku bagi para pejabat diplomatik dan konselir asing.25

Orang-orang yang memiliki hak immunitas meliputi:

a) Kepala negara asing yang berkunjung ke Indonesia secara resmi. Selain itu

sanak saudara kepala negara yang bersangkutan, kecuali mereka yang

melakukan perjalanan yang berdiri sendiri. Meskipun demikian para sanak

saudara kepala negara diperdebatkan hak immunitasnya. Van Hammel

22 Edy Suryono, Perkembangan Hukum Diplomatik (Bandung: Mandar Maju, 1992), hlm.

14. 23 A. Zainal Abidin Farid, op.cit., hlm. 167. 24 Edy Suryono, op.cit., hlm. 46. 25 A. Zainal Abidin Farid, op.cit., hlm. 165-166.

Page 39: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

28

secara tegas mengatakan bahwa mereka tidak memiliki hak immunitas.

Jonkers sebaliknya mengakui adanya hak tersebut bagi mereka.

b) Duta negara asing yang ditempatkan di Indonesia dengan persetujuan

kedua negara yang bersangkutan. Hak immunitas juga berlaku bagi para

sanak saudara yang tinggal bersama duta tersebut. Adapun para pegawai di

kedutaan tersebut dianggap sebagai orang asing yang menempati

kedutaan, oleh karenanya mereka tidak memiliki hak immunitas.

Meskipun demikian, jika para duta negara asing melakukan perbuatan

yang dapat merugikan kepentingan negara yang mereka tempati, mereka

tetap berhak mendapatkan sanksi seperti pengusiran, protes maupun

permintaan penarikan ke negara asalnya.

c) Kapal negara asing yang berlabuh dengan persetujuan pemerintah.

Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan immunitas kepada kapal perang

dan kapal-kapal pemerintah untuk tujuan non-komersial, yaitu diatur

dalam Pasal 95 untuk kapal-kapal perang dan Pasal 96 untuk kapal-kapal

pemerintah non-komersial. Ketentuan ini berhubungan dengan keberadaan

kapal-kapal tersebut di laut lepas. Selama kapal-kapal ini berada di laut

lepas, ia memiliki kekebalan dari yuridiksi negara lain selain negara

benderanya.

d) Pasukan negara asing yang masuk ke suatu negara dengan seizin negara

yang didatangi. Bila mereka masuk tanpa izin, mereka dapat diusir dengan

cara kekerasan.

Page 40: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

29

Mengenai tentara pendudukan, mereka tidak tunduk pada hukum

negara yang diduduki, karena tunduk pada hukum negara yang diduduki

dianggap bertentangan dengan hubungan kekuasaan yang ada, tetapi ia akan

diadili menurut hukum negaranya sendiri dan diadili oleh pengadilan militer

yang mengikuti mereka. Dalam hal ini perbuatan tidak dinilai dengan hukum

pidana umum melainkan hukum perang.

2. Asas Kewarganegaraan (Nasional Aktif)

Dalam hukum Internasional, suatu negara memiliki yuridiksi yang

disebut yuridiksi personal berdasarkan kewarganegaraan (nasionalitas)

aktif atas warga negaranya yang berada di luar wilayah negara tersebut

yang melakukan suatu kejahatan (tertentu). Yuridiksi ini didasarkan pada

adanya hubungan antara negara pada satu pihak dengan warga negaranya

yang berada di luar wilayah negaranya pada pihak lain. Hubungan tersebut

termanifestasikan dalam hak, kekuasaan serta kewenangan negara untuk

memberlakukan hukum nasional terhadap warganya yang berada di luar

wilayah teritoir. Sebaliknya warga negara memiliki hak serta memikul

tanggung jawab dalam hubungan dengan negaranya selama ia berada di

luar wilayah negaranya sendiri. Ini sesuai dengan adagium hukum yang

tidak sepenuhnya berlaku, bahwa setiap orang membawa hukum

negaranya kemanapun ia pergi dan di manapun ia berada.26

Romli menulis bahwa dalam konteks kedaulatan negara yang

berkaitan dengan kewarganegaraan pelaku kejahatan transnasional atau

26 I Wayan Parthiana, op.cit., hlm. 14.

Page 41: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

30

Internasional, asas nasionalitas merupakan landasan hukum bagi suatu

negara untuk melaksanakan penyelidikan, penuntutan serta peradilan atas

warga negaranya yang melakukan kejahatan terlepas di mana locus delicti

itu terjadi.27

Asas kewarganegaraan aktif atau asas personalitas ini terdapat

dalam Pasal 5 KUHP yang berbunyi:

(1) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia yang melakukan di luar wilayah Indonesia: Ke-1. Salah satu kejahatan yang terdapat dalam Bab I dan II Buku

Kedua dan dalam Pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451;

Ke-2. Sesuatu perbuatan yang oleh ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia dipandang sebagai kejahatan dan dapat di pidana menurut perundang-undangan negara tempat perbuatan itu dilakukan.

Mengingat bahwa tempat dilakukannya tindak pidana berada di

luar wilayah Indonesia maka kejahatan yang tunduk pada asas ini bersifat

umum, dalam artian bahwa di samping dapat mengancam kedaulatan

negara Indonesia, kejahatan yang dilakukan harus dianggap sebagai

kejahatan oleh negara tempat tindak pidana dilakukan.

Asas personalitas diperluas lagi dengan adanya ayat (2) Pasal 5

KUHP yang berbunyi:

(2) Kejahatan yang tersebut pada No. 2 itu dapat juga dituntut jika terdakwa baru menjadi warga negara Republik Indonesia sesudah melakukan perbuatan itu.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka hukum pidana Indonesia juga

berlaku bagi tiap orang yang berkebangsaan Indonesia meskipun ia berada

27 Romli Atmasasmita, op.cit., hlm. 5-6.

Page 42: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

31

di luar Indonesia melakukan salah satu atau beberapa delik tertentu yang

dianggap mengancam negara Indonesia. Delik-delik ini dianggap sangat

berbahaya sehingga perlu untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku

dimana saja ia berada.

Bentuk kejahatan dalam asas personalitas, meliputi:

a. Kejahatan yang berupa pelanggaran terhadap keamanan negara yang

tercantum dalam Bab I buku Kedua KUHP, yaitu Pasal 104 -129.

b. Kejahatan yang melanggar martabat kepala negara serta wakil

presiden, ketentuan ini tercantum dalam Pasal 131-139 Bab II Buku

Kedua KUHP.

c. Kejahatan penghasutan yang tercantum dalam Pasal 160 KUHP.

d. Menyebarluaskan tulisan yang bertujuan untuk menghasut yang

tercantum Pasal 161 KUHP.

e. Dengan sengaja membuat diri maupun orang lain menjadi tidak cakap

untuk memenuhi kewajiban militer yang tercantum dalam Pasal 240

KUHP.

f. Melakukan perampokan (pembajakan) di laut yang tercantum dalam

Pasal 450 dan 451 KUHP.

Delik-delik ini dicantumkan secara tidak tegas dalam Pasal 5 ayat 1

Sub1 karena dalam pasal ini terdapat perbuatan yang dapat mengancam

kepentingan-kepentingan yang khusus bagi negara Indonesia, di pihak

lain perbuatan-perbuatan ini tidak dikenai hukuman menurut UU negara di

mana perbuatan tersebut terjadi dan pelaku berada.

Page 43: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

32

Kejahatan yang dianggap oleh KUHP Indonesia dan juga oleh

negara tempat terjadinya kejahatan sebagai delik atau kejahatan yang harus

dikenai sanksi hukum.28

Untuk kejahatan semacam ini diperlukan adanya dua syarat:

1. Perbuatan tersebut harus diakui sebagai kejahatan oleh KUHP.

2. Kejahatan tersebut dikenai hukuman - diakui sebagai kejahatan oleh

negara yang menjadi tempat terjadinya perbuatan.29

KUHP Indonesia hanya menentukan syarat bahwa delik yang

bersangkutan merupakan kejahatan. Apabila kejahatan ini tidak dihukum

oleh hukum pidana negara asing maka peraturan undang-undang hukum

pidana Indonesia tidak berlaku karena tidak terpenuhinya syarat yang

kedua. Ketentuan ini sesuai dengan asas internasionalitas bahwa suatu

negara tidak dapat menyerahkan warga negaranya kepada pemerintahan

negara asing.

Asas personalitas aktif ini dibatasi oleh Pasal 6 KUHP yang

berbunyi:

“Berlakunya Pasal 5, ayat (1) ke-2 itu dibatasi dengan tidak dibolehkan untuk menjatuhkan pidana mati untuk perbuatan yang tiada diancam dengan pidana itu menurut perundang-undangan di tempat perbuatan itu dilakukan.”

Dari pasal ini dapat dipahami bahwa hukuman mati hanya dapat

dijatuhkan apabila perbuatan itu di wilayah Republik Indonesia maupun di

negara lain di mana perbuatan itu dilakukan, diancam dengan hukuman

28 Pengkhususan kejahatan serta dianggap nya perbuatan yang dilakukan sebagai kejahatan

di negara asing guna menghindarkan pelanggaran terhadap kedaulatan negara tersebut terhadap satu tindak pidana. Lihat misalnya Satochid Kartanegara, op.cit., hlm. 196.

29 E. Utrecht, op.cit., hlm. 144.

Page 44: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

33

mati. Pembatasan ini tidak meliputi pada kejahatan-kejahatan yang

tersebut dalam sub 1 ayat 1 Pasal 5; jadi menurut sub 1 ayat 1 Pasal 5 ini

hukuman mati dapat dijatuhkan.30

Ketentuan mengenai asas personal aktif dalam KUHP diperluas

dengan berlakunya undang-undang pidana Indonesia bagi pegawai negeri

Indonesia yang sedang berada di luar negeri melakukan kejahatan jabatan.

Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 7 KUHP yang berbunyi:

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi pegawai negeri Indonesia yang melakukan di luar daerah Republik Indonesia salah satu kejahatan yang disebut dalam Bab XXVIII Buku Kedua.” Kejahatan-kejahatan yang dimaksud dalam pasal ini adalah

kejahatan yang dilakukan dalam jabatan para pegawai negeri Republik

Indonesia. Kejahatan tersebut tertuang dalam Pasal 413 – 437 Bab XXVIII

Buku Kedua KUHP mengenai kejahatan jabatan. Dengan adanya pasal ini,

maka hukum pidana Indonesia berlaku bagi pegawai negeri di luar wilayah

Indonesia.

Kejahatan yang dilakukan dalam jabatan pegawai negeri adalah

pelanggaran yang dapat mengganggu kepentingan negara serta masyarakat

Indonesia yang dapat merusak atau menurunkan wibawa pemerintahan

Indonesia.31

30 R. Sugandhi, op.cit., hlm. 10. 31 A. Zainal Abidin Farid, op.cit., hlm. 160.

Page 45: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

34

3. Asas Kewarganegaraan (Nasional Pasif)

Dalam hukum Internasional, suatu negara memiliki yuridiksi atas

orang yang bukan warga negaranya yang melakukan tindak kejahatan yang

dianggap dapat merugikan negara tersebut atau warganya sendiri yang

dilakukan di luar wilayahnya. Yuridiksi ini berdasarkan asas

kewarganegaraan pasif. Berdasarkan asas ini perundang-undangan pidana

Indonesia berlaku terhadap siapapun juga yang berada di luar wilayah

teritoirial Indonesia melakukan kejahatan tertentu.

Adanya yuridiksi ini sebagai upaya perlindungan terhadap negara

maupun warganya dari tindakan atau perbuatan kejahatan yang dilakukan

oleh orang asing di luar wilayah negara tersebut. Oleh karenanya, yuridiksi

ini disebut juga sebagai yuridiksi personal berdasarkan perlindungan32

yang oleh Hazewinkel Suringa asas ini disebut sebagai asas untuk

melindungi kepentingan umum yang besar dan tidak ditujukan bagi

kepentingan individual.33 Dasar pembenar asas ini adalah bahwa setiap

negara berhak melindungi warganya di luar negeri. Apabila negara

teritorial di mana tindak kejahatan dilakukan tidak menghukum orang

yang menyebabkan kerugian tersebut maka negara asal korban

berwenang34 untuk memberlakukan hukum pidana nya apabila orang

tersebut berada di wilayahnya.35

32 I Wayan Parthiana, op.cit., hlm. 14. 33 A. Zainal Abidin Farid, op.cit., hlm. 157. 34 Mengenai wewenang untuk menghukum pelaku pada dasarnya diserahkan kepada negara

tempat dilakukannya perbuatan. Bila seorang warga negara asing melakukan penipuan terhadap seorang warga Indonesia maka negara asing dipercaya untuk menuntut maupun memidana warganya yang melakukan kejahatan sebagaimana negara Indonesia akan melindungi hak

Page 46: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

35

Asas nasional pasif dirumuskan dalam Pasal 4 ayat 1 sampai ayat 3

dan Pasal 8 KUHP. Pasal 4 KUHP berbunyi:

“Ketentuan perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan di luar daerah Republik Indonesia:

Ke-1 Salah satu kejahatan yang tersebut dalam Pasal-pasal 104, 106, 107 dan 108, 110, 111 bis pada ke-1, 127 dan 131;36

Ke-2 Suatu kejahatan tentang mata uang, uang kertas negara atau uang kertas bank atau tentang materai atau merk yang dikeluarkan atau digunakan oleh pemerintah Republik Indonesia;

Ke-3 Pemalsuan surat-surat utang atau sertifikat-sertifikat utang yang ditanggung Pemerintah Indonesia, daerah atau sebagian daerah, pemalsuan talon-talon, surat-surat utang sero (keterangan Dividend) atau surat-surat bunga uang yang masuk surat-surat itu, serta surat-surat keterangan pengganti surat-surat itu, atau dengan sengaja mempergunakan surat palsu atau yang dipalsukan seperti itu seakan-akan surat itu asli dan tidak dipalsukan.”

Setiap orang, baik warga negara Indonesia maupun warga negara

asing yang melakukan kejahatan seperti yang tersebut dalam pasal-pasal

ini dapat dikenakan ketentuan-ketentuan pidana Indonesia meskipun

mereka melakukan kejahatan ini di luar wilayah Indonesia. Pasal ini

menggunakan istilah “setiap orang” yang berarti bahwa orang tersebut bisa

saja berkebangsaan atau berkewarganegaraan Indonesia maupun

berkewarganegaraan negara asing, bahkan tidak berkebangsaan sekalipun.

Pasal ini meninggalkan asas teritorial dan menerima asas universal. Sub 1

menjaga kepentingan negara, sedangkan sub 2 dan sub 3 menjaga

kepentingan keuangan negara.

individual orang asing yang menjadi korban penipuan oleh warga Indonesia di Indonesia. Lihat ibid.

35 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, alih bahasa bambang Iriana Djajaatmaja, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm. 303.

36 Kejahatan yang dimaksud dalam Pasal 4 Ke-1ini merupakan kejahatan terhadap keamanan negara (Buku Kedua Bab I KUHP) serta kejahatan terhadap martabat Presiden atau Wakil Presiden (Buku Kedua Bab II KUHP).

Page 47: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

36

Pasal 8 KUHP berbunyi:

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku di luar Indonesia, juga waktu mereka tidak ada di atas kendaraan air, melakukan salah satu perbuatan yang tersebut dalam bab XXIX Buku Kedua dan Bab IX Buku Ketiga, demikian juga yang tersebut dalam peraturan umum tentang surat-surat laut dan pas-pas kapal di Indonesia dan yang tersebut dalam “Ordonantie Kapal 1927”.37 Pasal ini menentukan bahwa nakhoda atau penumpang kapal laut

atau perahu Indonesia yang melakukan peristiwa pidana di luar wilayah

Republik Indonesia, dapat dituntut menurut ketentuan hukum pidana

Republik Indonesia.38 Adapun kejahatan yang dimaksud dalam Bab XXIX

Buku Kedua adalah kejahatan dalam pelayaran, sedangkan yang dimaksud

dalam Bab IX Buku Ketiga adalah pelanggaran-pelanggaran dalam

pelayaran.

4. Asas Universal

Asas universal mengandung pengertian bahwa, suatu negara

memiliki yuridiksi atas pelaku suatu kejahatan, di mana dan kapanpun

kejahatan itu dilakukan, siapapun pelaku maupun korbannya. Prinsip ini

melihat pada suatu tata hukum Internasional yang melibatkan semua

negara di dunia. Oleh karenanya jika ada suatu kejahatan yang dapat

merugikan kepentingan Internasional, maka setiap negara berhak untuk

mengadili pelaku tanpa melihat status kewarganegaraan.39

37 R. Sugandhi, op.cit., hlm. 10-11. 38 Ibid.,. 39 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT. Eresco,

1989), hlm. 53.

Page 48: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

37

Kejahatan yang pelaku nya ditundukkan pada asas universal ini

merupakan kejahatan yang digolongkan sebagai musuh umat manusia

(hostis human generis) semisal kejahatan narkotika, terorisme,

pembajakan pesawat udara, genocide, kejahatan perang dan lain-lain.

Penegasan yuridiksi universal ini terdapat di dalam konvensi tentang

kejahatan Internasional atau kejahatan yang mempunyai dimensi

Internasional. Konvensi mewajibkan kepada negara-negara peserta

konvensi yang di wilayahnya di temukan pelaku kejahatan atau pelaku

tindak melawan hukum terhadap keselamatan penerbangan sipil, jika

negara tersebut tidak bermaksud untuk meng ekstradisikan pelaku nya,

agar menyerahkan kasus tersebut kepada badan yang berwenang untuk

dilakukan penuntutan, tanpa terkecuali, baik kejahatan tersebut dilakukan

di wilayah negara bersangkutan maupun di luar wilayah negara tersebut.

Ditinjau dari segi hukum pidana, khususnya hukum pidana

Indonesia, yuridiiksi universal inilah yang dipandang sama dengan asas

universal hukum pidana. Tegas nya hukum pidana suatu negara berlaku

bagi siapapun, di manapun dan kapanpun suatu peristiwa pidana terjadi.40

Dengan demikian, tampak pula bahwa kaidah hukum pidana

berdasarkan asas universal ini tidak tunduk pada asas daluwarsa. Hal ini

dikarenakan kejahatan yang tunduk pada yuridiksi atau asas universal,

40 I Wayan Parthiana, op.cit., hlm. 16.

Page 49: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

38

tergolong peristiwa pidana atau kejahatan yang merupakan musuh umat

manusia.41

Asas universal dalam perkembangan hukum Internasional

memiliki peranan yang sangat strategis sebagai bentuk solidaritas

sekaligus sebagai pertanggungjawaban masyarakat Internasional terhadap

kejahatan Internasional. Meskipun demikian masih banyak negara yang

meragukan penerapan asas ini jika tidak dilandaskan pada standar tertentu,

yaitu kekhawatiran terhadap “intervensi” terhadap kedaulatan suatu

negara.42

Keberatan banyak negara dalam menerapkan asas universal ini

juga disebabkan kehendak negara-negara tersebut untuk menyerahkan

sepenuhnya wewenang menuntut dan mengadili kepada negara yang

memiliki yuridiksi yang kuat atas kejahatan Internasional. Oleh karena itu,

sebagai jalan keluar yang ditawarkan dalam hukum Internasional dikenal

resentation principle yang berarti bahwa, penerapan yuridiksi

ekstrateritorial suatu negara atas kejahatan internasional adalah untuk

kepentingan pihak ketiga yang secara langsung mempunyai kepentingan

atas kejahatan dimaksud.43

Berdasarkan hal ini pula Romli berpendapat bahwa sekalipun

dalam praktik hukum Internasional asas universal dipandang lebih efektif

dalam menuntut dan mengadili kejahatan-kejahatan yang sangat kejam

serta bertentangan dengan kemanusiaan, pada saat yang sama

41 Ibid., 42 Romli Atmasasmita, op.cit., hlm. 6-7. 43 Ibid., hlm. 7.

Page 50: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

39

pemberlakuan asas teritorial dan asas nasionalitas (kewarganegaraan)

tetap relevan untuk diberlakukan.44

Asas universal bertujuan untuk melindungi kepentingan dunia.

Penerapan asas ini diatur dalam Pasal 4 sub ke-2 dan ke-4 KUHP yang

berbunyi:

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Republik Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan di luar daerah Republik Indonesia.”

Ke-2. suatu kejahatan tentang mata uang, uang kertas negara atau uang kertas bank atau tentang materai atau merk yang dikeluarkan atau digunakan oleh Pemerintah Republik Indonesia;

Ke-4. salah satu kejahatan yang tersebut dalam Pasal-pasal 438, 444 sampai dengan Pasal 446 tentang pembajakan laut dan Pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan Pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, Pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil. (UU. No. 4/1976).

Dalam sub ke-2 Pasal 4 KUHP – berdasarkan Conventie Genewa

tahun 1929 - ditetapkan bahwa siapa saja yang memalsukan atau

memasukan uang dan uang kertas dari negara manapun juga dapat dituntut

menurut pidana Indonesia. Pasal 4 sub ke-4 KUHP sesuai dengan jiwa

Declaration of Paris 1856. berdasarkan deklarasi tersebut, maka hukum

antar negara modern melarang perampokan di laut tanpa melihat siapa

pelaku dan yang menjadi korban.45

Kejahatan pembajakan udara yang tunduk pada asas universal ini

diatur dalam U.U. No. 4 tahun 1976 (L.N. No. 26 tahun 1976).46 Undang-

44 Ibid., hlm. 11. 45 A. Zainal Abidin Farid, op.cit., 160-161. 46 Selain sebagai penambahan pasal dalam KUHP yang bertalian dengan perluasan

berlakunya ketentuan perundang-undangan pidana, undang-undang ini juga sebagai penambah Bab

Page 51: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

40

undang ini hanya menyebutkan dua jenis kejahatan yaitu kejahatan

penerbangan dan kejahatan terhadap sarana dan prasarana penerbangan.

Dalam undang-undang ini tidak disebutkan secara tegas adanya

penggolongan tindak pidana penerbangan.

Berkaitan dengan hal ini, dalam KUHP Indonesia ditambahkan

satu bab baru setelah Bab XXIX dengan Bab XXIX A. tentang Kejahatan

Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana dan Prasarana Penerbangan

yang terdiri dari Pasal 479 huruf a dan Pasal 479 huruf r dengan ketentuan

sanksi yang berbeda-beda dalam tiap pasal. Kejahatan penerbangan

merupakan suatu perbuatan yang dapat mengancam keselamatan baik jiwa

maupun harta manusia, juga merupakan tindakan yang sangat mengganggu

serta menghambat pengembangan lalu lintas udara Internasional maupun

nasional serta menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap

keamanan penerbangan sipil menjadi berkurang.47

Demikianlah keempat asas mengenai ruang berlakunya aturan-

aturan hukum pidana Indonesia. Selanjutnya dalam KUHP terdapat

pengecualian terhadap ketentuan-ketentuan dalam pasal 2-5-7 dan 8, yakni

sebagai mana tersebut. Dalam pasal 9.

baru setelah Bab XXIX KUHP dengan XXIX A tentang Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/prasarana Penerbangan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1976 Tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana/prasarana Penerbangan.

47 Djoko Prakoso, Tindak Pidana Penerbangan di Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hlm. 55.

Page 52: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

41

BAB III

TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH

A. Biografi Singkat

An Nu’man bin tsabit yang terkenal dengan sebutan Al-Imamul-A’zham

(Imam Besar karena kemahiran dan keluasan ilmunya). Dilahirkan di kuffah pada

tahun 80 H, beliau keturunan Persia. Beliau adalah seorang pedagang yang terkenal

dengan kejujuran kemudian pindah untuk berkonsentrasi talabul ilmi, abu hanifah

memiliki kecendrungan dalam masalah fiqih Silsilah Guru imam Abu Hanifah pada

metode fiqih syaikh Hammad bin Abi Sulaiman di irak beliau adalah murid dari

Ibrahim bin Yazid An Nakho’i kemudian beliau adalah murid Alqomah bin Qais An

Nakho’i kemudian beliau adalah murid dari Abdullah ibnu Masud Guru fiqih imam

Abu Hanifah selain syaikh Hammad bin Abi Sulaiman yaitu antara lain: Zaid bin Ali,

Zaenal Abidin, Ja’far Ashidiq Abdullah bin Hasan Beliau juga belajar ilmu fiqih

kepada ulama ulama fiqih di makkah pada massa musim musim haji dan beliau

pernah tinggal di mekkah selama 6 tahun semenjak 130 H. Kuffah terkenal dengan

ahlu ra’i dan mencapai puncaknya pada masa imam Abu Hanifah sehingga beliau di

juluki dengan imamul qiyasiyyin dan pembesar ahlu fiqih logika di zaman nya.

Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy merupakan orang yang

faqih di negeri Irak, salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin orang-orang

alim, salah seorang yang mulia dari kalangan ulama dan salah satu imam dari empat

imam yang memiliki madzhab. Para ulama berselisih pendapat tentang tempat

kelahiran Abu Hanifah, menurut penuturan anaknya Hamad bin Abu Hanifah bahwa

Page 53: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

42

Zuthi berasal dari kota Kabul dan dia terlahir dalam keadaan Islam. Ada pula yang

mengatakan dari Anbar, yang lainnya mengatakan dari Turmudz dan yang lainnya

lagi mengatakan dari Babilonia.

Perkembangannya Ismail bin Hamad bin Abu Hanifah cucunya menuturkan

bahwa dahulu Tsabit ayah Abu Hanifah pergi mengunjungi Ali Bin Abi Thalib, lantas

Ali mendoakan keberkahan kepadanya pada dirinya dan keluarganya, sedangkan dia

pada waktu itu masih kecil, dan kami berharap Allah subhanahu wa ta’ala

mengabulkan doa Ali tersebut untuk kami. Dan Abu Hanifah At-Taimi biasa ikut

rombongan pedagang minyak dan kain sutera, bahkan dia punya toko untuk

berdagang kain yang berada di rumah Amr bin Harits.

Beliau disibukkan dengan mencari atsar atau hadits dan juga melakukan

rihlah untuk mencari hal itu. Dan beliau ahli dalam bidang fiqih, mempunyai

kecermatan dalam berpendapat, dan dalam permasalahan-permasalahan yang samar

atau sulit maka kepada beliau akhir penyelesaiannya. Beliau sempat bertemu dengan

Anas bin Malik tatkala datang ke Kufah dan belajar kepadanya, beliau juga belajar

dan meriwayat dari ulama lain seperti Atha’ bin Abi Rabbah yang merupakan syaikh

besarnya, Asy-Sya’bi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj al-A’raj, Amru bin

Dinar, Thalhah bin Nafi’, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di’amah, Qois bin

Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman guru fiqih nya, Abu Ja’far Al-

Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Muhammad bin Munkandar, dan masih banyak lagi.

Dan ada yang meriwayatkan bahwa beliau sempat bertemu dengan 7 sahabat.

Beliau pernah bercerita, tatkala pergi ke kota Bashrah, saya optimis kalau ada

orang yang bertanya kepadaku tentang sesuatu apapun saya akan menjawabnya, maka

tatkala diantara mereka ada yang bertanya kepadaku tentang suatu masalah lantas

Page 54: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

43

saya tidak mempunyai jawaban nya, maka aku memutuskan untuk tidak berpisah

dengan Hamad sampai dia meninggal, maka saya bersama nya selama 10 tahun.

Pada masa pemerintahan Marwan salah seorang raja dari Bani Umayyah di

Kufah, beliau didatangi Hubairoh salah satu anak buah raja Marwan meminta Abu

Hanifah agar menjadi Qodhi (hakim) di Kufah akan tetapi beliau menolak permintaan

tersebut, maka beliau dihukum cambuk sebanyak 110 kali (setiap harinya di cambuk

10 kali), tatkala dia mengetahui keteguhan Abu Hanifah maka dia melepaskan nya.

Adapun orang-orang yang belajar kepadanya dan meriwayatkan darinya

diantaranya adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abul Hajaj di dalam

Tahdzibnya berdasarkan abjad diantaranya Ibrahin bin Thahman seorang alim dari

Khurasan, Abyadh bin Al-Aghar bin Ash-Shabah, Ishaq al-Azroq, Asar bin Amru Al-

Bajali, Ismail bin Yahya Al-Sirafi, Al-Harits bin Nahban, Al-Hasan bin Ziyad, Hafsh

binn Abdurrahman al-Qadhi, Hamad bin Abu Hanifah, Hamzah temannya penjual

minyak wangi, Dawud Ath-Thai, Sulaiman bin Amr An-Nakhai, Su’aib bin Ishaq,

Abdullah ibnul Mubarok, Abdul Aziz bin Khalid at-Turmudzi, Abdul karim bin

Muhammad al-Jurjani, Abdullah bin Zubair al-Qurasy, Ali bin Zhibyan al-Qodhi, Ali

bin Ashim, Isa bin Yunus, Abu Nu’aim, Al-Fadhl bin Musa, Muhammad bin Bisyr,

Muhammad bin Hasan Assaibani, Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Muhammad

bin Qoshim al-Asadi, Nu’man bin Abdus Salam al-Asbahani, Waki’ bin Al-Jarah,

Yahya bin Ayub Al-Mishri, Yazid bin Harun, Abu Syihab Al-Hanath Assamaqondi,

Al-Qodhi Abu Yusuf, dan lain-lain.

Beliau adalah termasuk imam yang pertama-tama berpendapat wajib nya

mengikuti Sunnah dan meninggalkan pendapat-pendapatnya yang menyelisihi

sunnah. dan sungguh telah diriwayatkan dari Abu Hanifah oleh para sahabatnya

Page 55: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

44

pendapat-pendapat yang jitu dan dengan ibarat yang berbeda-beda, yang semuanya

itu menunjukkan pada sesuatu yang satu, yaitu wajib nya mengambil hadits dan

meninggalkan taqlid terhadap pendapat para imam yang menyelisihi hadits.

Wafatnya Pada zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa

pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil

kehadapan nya untuk diminta menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak

permintaan raja tersebut karena Abu Hanifah hendak menjahui harta dan kedudukan

dari sulthan (raja) maka dia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara dan wafat

dalam penjara. Dan beliau wafat di Bagdad pada bulan Rajab pada tahun 150 H

dengan usia 70 tahun, dan dia dishalatkan banyak orang bahkan ada yang

meriwayatkan dishalatkan sampai 6 kloter.(diambil dari majalah Fatawa).

Daerah-daerah Penganut Mazhab Hanafi: Mazhab Hanafi mulai tumbuh di

Kufah (Irak), kemudian tersebar ke negara-negara Islam bagian timur. Dan sekarang

ini mazhab Hanafi merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan

Libanon.Mazhab ini juga dianut sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan,

Turkistan, Muslimin India dan Tiongkok.

Kitab karya Imam Abu Hanifah yang disusun oleh para murid-muridnya ada

dua macam:1

1. Zahirur-riwayah (kitab yang masalah-masalahnya pokok atau terang), yaitu; Al-

Mabsut, Al-Jami’ul-Kabir, Al-Jami’us-Saghir, As-Siyarul Kabir dan Az-Ziyadat.

Semua kitab ini disusun dalam kitab Al-Kafi, oleh Abul Fadal Al-Marwazi

terkenal dengan nama Al-Hakimusy Syahid (344 H), kemudian disyarahi oleh

Imam Muhammad bin Ahmad As-Sarkhasi dalam kitab Al-Mabsut terdiri 30 jilid.

1 Sobhi Mahmassani, Filsafat Hukum dalam Islam, alih bahasa A. Sudjono, Bandung: Alma’arif,

hlm. 44.

Page 56: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

45

2. Masailun-na wadir (kitab yang masalahnya jarang ada), yang diriwayatkan dari

Imam Muhammad ialah kitab Amali Muhammad fil-fiqh atau al-Kisaniyat yang

diriwayatkan oleh Syu”aib Al-Kisani dalam kitab Ar-Raqiyyat.

Murid-murid yang memperkuat dan mempertahankan mazhab antara lain;

Hilalur-Ra’y (245 H), Ahmad bin Mahir yang terkenal dengan nama Al-Hasaf (261

H) pengarang kitab Al-Hail,Al-Waqf, abu Ja’far At-Tahawi (321 H) Al-Jami’ul-

Kabir Fisy-Syurut, Abul-Hasan Al-Khurki (340 H), Abu Abdillah Al-Jurjani (398 H)

dalam kitab Khizanatul-Akmal, Sarkasi dalam kitab Al-Mabsut, Abu Bakar Al-

Kasani (587 H) dalam kitab Badai’us-sa-na’i fi tartibisy-syara’i, dan kitab fathul-

qadir karangan Kamalludin bin Al-Ghamam dan ulama-ulama lainnya.2

B. Metode Istinbat Hukum Imam Abu Hanifah

Berdasarkan keberadaannya, mazhab fiqh ada yang masih utuh dan dianut

oleh masyarakat tertentu, namun ada pula yang telah punah. Menurut aspek teologis,

mazhab fiqh dibagi dalam dua kelompok, yaitu Mazhab Ahlussunnah dan Mazhab

Syi’ah. Dalam perkembangan fiqh di kenal beberapa mazhab fiqh. Berdasarkan

keberadaannya, mazhab fiqh ada yang masih utuh dan dianut masyarakat tertentu,

namun ada pula yang telah punah. Sedangkan berdasarkan aspek teologisnya, mazhab

fiqh dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu Mazhab Ahlusunnah dan Mazhab Syiah.

Menurut istilah ushul fiqih, mazhab adalah kumpulan pendapat mujtahid

(orang yang melakukan ijtihad) yang berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari

dalil-dalil syari’ah yang rinci serta berbagai kaidah (qawâ’id) dan landasan (ushûl)

yang mendasari pendapat tersebut, yang saling terkait satu sama lain sehingga

2 Ibid., hlm. 45.

Page 57: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

46

menjadi satu kesatuan yang utuh.3 Dengan demikian, kendatipun mazhab itu

manifestasi nya berupa hukum-hukum syari’ah (fiqih), harus dipahami bahwa

mazhab itu sesungguhnya juga mencakup ushul fiqih yang menjadi metode

penggalian (Tharîqah al-Istinbâth) untuk melahirkan hukum-hukum tersebut.

Artinya, jika kita mengatakan mazhab Syafi’i, itu artinya adalah, fiqih dan ushul fiqih

menurut Imam Syafi’i.

Sejarah Lahirnya Mazhab Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan

Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age”. Pada masa itu Umat

Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban

maupun kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu

pengetahuan. Fenomena ini kemudian melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar

yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Periode ini dalam sejarah hukum Islam juga dianggap sebagai periode kegemilangan

fiqih Islam, dimana lahir beberapa mazhab fiqih yang panji-panjinya dibawa oleh

tokoh-tokoh fiqih agung yang berjasa mengintegrasikan fiqih Islam dan

meninggalkan khazanah luar biasa yang menjadi landasan kokoh bagi setiap ulama

fiqih sampai sekarang.

Memasuki abad kedua Hijriyah inilah yang menjadi era kelahiran mazhab-

mazhab hukum dan dua abad kemudian mazhab-mazhab hukum ini telah melembaga

dalam masyarakat Islam dengan pola dan karakteristik tersendiri dalam melakukan

istinbat (penetapan) hukum. Para tokoh atau imam mazhab seperti Abu Hanifah,

Imam Malik, Imam Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan lainnya, masing-masing

3http://www.nuansaislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=235:mazhab&ca

tid=96:ensiklopedi-islam 21/april/2010/pukul 15.30 WIB.

Page 58: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

47

menawarkan kerangka metodologi, teori dan kaidah-kaidah ijtihad yang menjadi

pijakan mereka dalam menetapkan hukum. Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang

dirumuskan oleh para tokoh dan para Imam Mazhab ini, pada awalnya hanya

bertujuan untuk memberikan jalan dan merupakan langkah-langkah atau upaya dalam

memecahkan berbagai persoalan hukum yang dihadapi, baik dalam memahami nash

al-Qur’an dan al-Hadist maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan jawaban

nya dalam nash.

Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam

mazhab tersebut terus berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya dan ia tanpa

disadari menjelma menjadi doktrin (anutan) untuk menggali hukum dari sumbernya.

Dengan semakin mengakar dan melembaga nya doktrin pemikiran hukum dimana

antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan yang khas, maka kemudian ia muncul

sebagai aliran atau mazhab yang akhirnya menjadi pijakan oleh masing-masing

pengikut mazhab dalam melakukan istinbat (penetapan) hukum.

Teori-teori pemikiran yang telah dirumuskan oleh masing-masing mazhab

tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting artinya, karena menyangkut

penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi yang sistematis dalam usaha

melakukan istinbat (penetapan) hukum.4 Penciptaan pola kerja dan kerangka

metodologi inilah yang dalam pemikiran hukum Islam disebut dengan ushul fiqih.

Metode imam Abu Hanifah di dalam proses mengajar:5

1. Menyampaikan permasalahan kepada muridnya, menanyakan pendapat masing

masing kepada mereka dan mendiskusikan, maka apabila sepakat Pada kepada

suatu pendapat maka langsung ditulis oleh salah seorang murid beliau, begitu juga

4 Ibid 5 http://aslamsalam.wordpress.com/2010/02/12/biografi-imam-abu-hanifah/

Page 59: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

48

ketika masih ada perselisihan beliau dengan murid muridnya maka tetap di tulis

disertai menyebutkan letak perbedaannya dengan metode ini mazhab imam Abu

Hanifah mulai tumbuh.

2. Mazhab imam Abu Hanifah terkenal dengan metode musyawarah, bertukar

pendapat, pikiran dan diskusi, berbeda dengan metode imam Malik di mana

beliau hanya menyampaikan beberapa permasalahan dan hukum hukumnya

kepada murid muridnya, akan tetapi beliau tidak mengikuti metodenya imam Abu

Haniffah yaitu tanpa mendiskusikan nya dan bertukar pendapat dengan murid

muridnya. demikianlah kemudian mazhab imam Abu Hanifah berkembang

dengan metode tersebut.

Diantara pokok pokok istinbat yang pernah beliau sampaikan secara langsung

adalah, berpegang kepada alquran ketika ditemukan hukum hukumnya, jika tidak

ditemukan di dalam alquran maka pada sunnah jika tidak ditemukan pada sunnah

maka berpegang pada pendapat sahabat, kemudian apabila ijtihad itu dari jalur

Ibrahim An Nakho’i, Assyabi, Ibnu Sirin, A’to, dan Said ibnu Musyaib (pembesar

mujtahidin di kalanagan tabiin), maka saya (Abu Hanifah) ber ijtihad sebagaimana

ijtihad mereka. 6 Dari kutipan perkataan beliau di atas menunjukkan bahwa Abu

Hanifah berpegang kepada alquran kemudian sunnah dan perkataan para sahabat jika

tidak ditemukan baru setelahnya beliau ber ijtihad.

Dengan demikian sumber hukum menurut Imam Abu Hanifah adalah:

1. Al-Qur’an

Al-qur’an adalah perkataan Allah yang di turun kan oleh Ruhul Amin ke

dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah, dengan lafal bahasa Arab

6 Sobhi Mahasimi, Op., citi., hlm. 42.

Page 60: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

49

berikut artinya. Supaya menjadi hujah bagi Rasulullah SAW bahwa Dia adalah

sebagai utusan Allah SWT.7 Menjadi undang-undang dasar bagi orang-orang yang

mendapat petunjuk dengan petunjuk Allah. Dengan membaca Al-Qur’an itulah

maka orang menghamparkan diri kepada Allah dan menyembah-Nya.

Hukum yang terdapat dalam al-Qur’an diuraikan secara global, sedangkan

Sunnah berfungsi menjelaskan secara rinci itu tunduk kepadanya, karena pada

dasarnya penjelasan Sunnah berasal dari al-Qur’an juga, sebagai mana Firman

Allah AWT :

�� ��� ا�����ل �� أع ا����

Artinya: Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. (QS. An-Nisa: 80).8

2. Sunnah

Sunnah dalam arti syar’i adalah apa yang bersumber dari Rasul. Perkataan,

atau perbuatan, atau ketetapan. Dengan demikian Sunnah dilihat dari segi materi

dan esensinya terbagi menjadi tiga macam:9

a. Sunnah Qauliyah (ucapan)

��ؤ��� وا���وا ��ؤ�����ا ��

Artinya: Berpuasa lah karena melihat tanggal(satu Ramadhan) dan ber bukalah (lebaran) karena melihat tanggal (satu syawal).

b. Sunnah Fi’liyah (perbuatan)

���ا آ! رأ��!� � ا���

Artinya: Lakukan lah shalat persis sebagaimana kalian melihat Ku mengerjakan shalat.

7 Syekh Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Halimuddin, Jakarta: Rineka Cipta, hlm.17.

8 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang, Toha Putra, 1989. Hlm. 132. 9 M. Abu Zahrah, Ushul Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus,cet ke 10, 2007, hlm. 149-150.

Page 61: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

50

c. Sunnah Taqririyah (ketetapan)

Sunnah taqririyah ialah semisal Nabi melihat suatu perbuatan atau

mendengar satu ucapan, lalu Nabi mengakui atau membenarkan nya.

3. Qaulu Sahabat

Sahabat adalah orang-orang yang bertemu Rasulullah SAW, yang

langsung menerima risalah nya dan mendengar langsung penjelasan syari’at dari

beliau sendiri.10 Oleh karena itu jumhur fuqaha telah menetapkan bahwa pendapat

mereka dapat dijadikan hujah sesudah dalil-dalil nash.

Firman Allah SWT:

وا�&�(��ن ا1�و���ن �� ا�!32��� وا1� 0ر وا��/�� ا.�-,�ه* ()'&ن

ر:� ا���� 389* ور:�ا 89� وأ9 � 3�* �82ت .6�ي .4�3 ا1� 3ر

�� C١٠٠F �>3 أ( ا ذ�@ ا�?�ز ا�,=>*;�

Artinya: Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah: 100).11

Dalam ayat ini Allah SWT memuji orang-orang yang mengikuti para

sahabat. Sebagai konsekuensi logis dari pujian Allah SWT tersebut, berarti kita di

diperintahkan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk mereka, dan karena fatwa-fatwa

mereka dapat dijadikan hujah.

Sabda Rasulullah SAW:

G) 4وا� G) 4� H ن ا� ا G��H ن ا�

10 Ibid.. hlm. 328. 11 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 297.

Page 62: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

51

Artinya: Saya adalah kepercayaan (orang-orang yang dipercaya) sahabatku, sedang sahabatku adalah kepercayaan para umatku.12

Kepercayaan umat kepada para sahabat berarti menjadikan fatwa-fatwa

sahabat sebagai bahan rujukan karena kepercayaan para sahabat kepada Nabi

berarti kembalinya mereka kepada petunjuk Nabi Muhammad SAW.

�<� IJ,) ا�/ ى G �L ا���و ن�<;

Artinya: Sebaik-baik generasi, adalah generasi ku dimana aku diutus oleh Allah dalam generasi tersebut.13

Jika pendapat para sahabat didasarkan pada qiyas, sedang para ulama yang

hidup sesudah mereka juga menetapkan hukum berdasarkan qiyas yang berada

dengan pendapat sahabat, maka untuk lebih berhati-hati, yang kita ikuti adalah

pendapat para sahabat.

4. Ijtihad (masuk di dalamnya Qiyas dan Istihsan)

a. Qiyas adalah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada nash nya dalam al-

Qur’an dan Hadist dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang

ditetapkan hukumnya berdasarkan nash atau menyamakan sesuatu yang tidak

ada nash hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya

persamaan illat hukumnya.14 Dengan cara qiyas itu berarti para mujtahid telah

mengembalikan ketentuan hukum sesuatu kepada sumbernya al-Qur’an dan

Hadist, kadang juga bersifat implist-analogik terkandung dalam nash

tersebut.15 Jadi hukum Islam ada kalanya dapat diketahui melalui bunyi nash,

yakni hukum-hukum yang secara tegas tersurat dalam al-Qur’an dan Hadist,

ada kalanya harus digali melalui kejelian memahami makna dan kandungan

nash, yang demikian itu dapat diperoleh melalui pendekatan qiyas.

12 M. Abu Zahrah, op.cit. 329. 13 Ibid.. hlm. 330. 14 Syekh Abdul wahab Khalaf, op.cit., hlm. 58. 15 M. Abu Zahrah, op.cit., hlm. 336.

Page 63: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

52

Firman Allah SWT:

أم P,6 ا��/�� �8�Oا و9!��ا ا��04�ت آ�!?& �� �� ا1�رض أم

P,6 C٢٨F ا�!���>� آ�?�6ر

Artinya: Patut kah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi?Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?. (QS. Shaad: 28).16

b. Istihsan adalah mengembalikan sesuatu kepada yang baik. Imam Abu al-

Hasan al-Karkhi menggunakan definisi ihthsan adalah penetapan hukum dari

seorang mujtahid terhadap suatu masalah yang menyimpang dari ketetapan

hukum yang diterapkan pada masalah-masalah yang serupa, karena ada alasan

yang lebih kuat yang menghendaki yang lebih kuat yang menghendaki

dilakukannya penyimpangan itu.17 Pada dasarnya Imam Abu Hanifah masih

tetap menggunakan dalil qiyas, selama masih dipandang tepat. Maka jika

pemakaian dalil pada situasi tertentu kurang pas, maka ia beralih kepada dalil

ihtihan.

5. Beliau juga menggunakan Ijma’ dan Al-Arfu atau adat sebagai sumber hukum

a. Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa setelah wafatnya

Rasulullah SAW, terhadap hukum syara’ yang bersifat praktis (‘amaly). Para

ulama sepakat, bahwa ijma’ dapat dijadikan argumentasi (hujah) untuk

menetapkan hukum syara’, tapi mereka berbeda pendapat dalam menentukan

siapakah ulama mujtahidin yang berhak menetapkan ijma’.18

16 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 736. 17 M. Abu Zahrah, op.cit., hlm. 401. 18 Ibid.. hlm. 308.

Page 64: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

53

b. Al-Arfu adalah apa yang saling diketahui dan saling dijalani orang. Berupa

perkataan, perbuatan, atau meninggalkan.19 Ini merupakan salah satu sumber

hukum yang diambil oleh mazhab Abu Hanifah yang berada di luar lingkup

nash. ‘Urf (tradisi) adalah bentuk muamalah (hubungan kepentingan) yang

telah menjadi adat kebiasaan dan telah berlangsung ajeg (konstan) ditengah

masyarakat. Dan ini tergolong salah satu sumber hukum dari ushul fiqh yang

diambil dari intisari Sabda Nabi Muhammad SAW:

�راT ا �!&�!�ن '&8 ��3 89 اS ا�� '&�

Artinya: Apa yang dipandang baik kaum muslimin, maka menurut Allah pun digolongkan sebagai perkara yang baik.20

Hadits ini, baik dari segi ibarat maupun tujuannya menunjukkan bahwa setiap

perkara yang telah mentradisi dikalangan kaum muslimin dan dipandang

sebagai perkara yang baik, maka perkara tersebut juga dipandang baik

dihadapan Allah.

Oleh karena itu, ulama’ mazhab Hanafi mengatakan bahwa hukum yang

ditetapkan berdasarkan ‘urf yang sohih (benar), bukan yang fasid (rusak /

cacat), sama dengan yang ditetapkan berdasarkan dalil syari’iy.

�9 �U P<� ) I) V ف�,�) I) Vا

Artinya: Dictum hukum yang ditetapkan berdasarkan ‘urf sama dengan diktum hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil syari’iy.

X8� ) I) J� ف آ �,� ) I) Jا�

Artinya: apa yang ditetapkan berdasarkan ’urf statusnya seperti yang ditetapkan berdasarkan nash.21

19 Syekh Abdul Wahab Khalaf, op.cit., hlm. 104. 20 M. abu Zahrah, op.cit., hlm.417. 21 Ibid..

Page 65: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

54

Tidak ditemukan catatan sejarah yang menunjukkan bahwa Imam Abu

Hanifah menulis sebuah buku fiqh. Akan tetapi pendapatnya masih bisa dilacak

secara utuh, sebab muridnya berupaya untuk menyebarluaskan prinsipnya, baik

secara lisan maupun tulisan.22 Pemikiran fiqh dari mazhab ini diawali oleh Imam Abu

Hanifah. Ia dikenal sebagai imam Ahlurra’yi serta faqih dari Irak yang banyak

dikunjungi oleh berbagai ulama di zaman nya. Mazhab Hanafi dikenal banyak

menggunakan ra’yu, qiyas, dan istihsan. Dalam memperoleh suatu hukum yang tidak

ada dalam nash, kadang-kadang ulama mazhab ini meninggalkan kaidah qiyas dan

menggunakan kaidah istihsan. Alasannya, qaidah umum (qiyas) tidak bisa diterapkan

dalam menghadapi kasus tertentu. Mereka dapat mendahulukan qiyas apabila suatu

hadits mereka nilai sebagai hadits ahad.

Yang menjadi pedoman dalam menetapkan hukum Islam (fiqh) di kalangan

Mazhab Hanafi adalah Al-Qur’an, sunnah Nabi SAW, fatwa sahabat, qiyas, istihsan,

ijma’i. Sumber asli dan utama yang digunakan adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi

SAW, sedangkan yang lainnya merupakan dalil dan metode dalam meng-istinbat-kan

hukum Islam dari kedua sumber tersebut.23

C. Teori Locus Delicti

Telah diketahui bahwa pada dasarnya syariat Islam bersifat universal

(‘alamiyyah), sedangkan dari segi pengamalan lebih bersifat regional (iqlimiyyah)

tergantung kewilayahan. Kemudian yang menjadi permasalahan adalah apakah

syariat Islam berlaku bagi seluruh penduduk dar as-salam atau hanya berlaku bagi

sebagian penduduknya saja. Kemudian apabila syariat Islam berlaku bagi tindak

22 Sobhi Mahmassani, op.cit., 43-47. 23 http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/6/1/pustaka-112.html

Page 66: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

55

pidana atau jarimah yang terjadi di wilayah kekuasaan Islam, apakah syariat Islam

juga berlaku bagi tindak pidana yang dilakukan oleh penduduk dar as-salam di dar al-

harb.24 Syariat Islam juga berlaku bagi tiap penduduk dar as-salam yang berada di

bawah kekuasaan pemerintahan Islam tanpa membedakan agama. Bagi orang yang

menetap (berkebangsaan) di dar as-salam mempunyai keharusan melaksanakan

syariat di wilayah dar as-salam saja melainkan di luar wilayah kekuasaan Islam juga.

Dengan sifatnya yang ‘alamiyyah, aturan pidana Islam berlaku di setiap

pelosok negeri. Bila tidak memungkinkan untuk menegakkan syariat di luar dar as-

salam, maka cukup untuk menerapkannya bagi tindak pidana yang terjadi di wilayah

dar as-salam. Karena aturan syariat berlaku bagi siapa saja (muslim maupun zimmiy)

yang melakukan tindak pidana di wilayah kekuasaan Islam. Begitu juga bagi jarimah

yang di lakukan penduduk dar as-salam di dar al-harb.25 Karena merupakan suatu

kemungkinan untuk menetapkan hukum terhadap jarimah yang di lakukan oleh

seseorang yang berkebangsaan dar as-salam, meskipun tidak memungkinkan untuk

menegakkan syariat (memberi hukuman bagi pelaku) di dar al-harb.

Mengenai batas wilayah yang dapat diberlakukan pidana Islam di dalamnya,

Abu Hanifah berpendapat bahwa syariat Islam berlaku hanya bagi tindak Pidana

(jarimah) yang terjadi dalam wilayah kekuasaan dar as-salam. Ketentuan ini berlaku

bagi seluruh penduduk dar as-salam, muslim maupun zimmiy. Pendapat seperti ini

dapat kita lihat dalam ‘Abd al-Qadir ‘Audah, at-tasyri’ al-Jana’I al-Islamiy

Muqaranan bi al-Qanun al-Wad’iy, di bawah ini:

24 TM Hasbi Ash Shiddieqy, Huum Antar Golongan (ed.) H.Z. Fuad Hasbi Ash-Shiddieqy,

Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 3. 25 A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm. 107.

Page 67: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

56

�Z? G و ��ى أن ا�]��,G�9 Y-�. Z ا��6أم ا�>8و� '-3 أ(� ' ود ا� و�Z ا^�[�>Z، ا� ' G� P;ن دادارا^�[م، أى �` G� a`.�.

�>، dن ا�!&�* �>L �� c آن ��.`-3 �&�! أوذ اءآ I ا�Z!��6، و�� ��G أن ��:L �&?8� G � e>�ه، وdن ا�/ �ن e>� ا�]��,Z، و�6�Hز �

26.(�-��� �9 ا�/�Z ا� أم ا���f دأ� م ا��fم أ'`م ا^�[

Adapun terhadap seorang musta’min, Abu Hanifah berpendapat bahwa

hukum Islam yang menyangkut masalah pidana tidak berlaku baginya apabila

kejahatan yang dilakukan merupakan kejahatan yang masuk dalam haq Allah

(berzina, minum khomer, mencuri, merampok dan bugah)27 atau yang menjadi hak

jama’ah. Meskipun demikian ia tetap dihukum apabila tindak kejahatannya

merupakan kejahatan terhadap individu atau haq al-‘abd (qishas, ta’zir, kodhaf,

ghosob dan tabdid).28

�Z �� دارا^��[م ?Z >و� '-3 أ(� '88Lh� Z�L>* إ�� ��أ�Z!��2 a`.إذا ار Z,��[م ا��9>� أ'` Y-�.]� G&!. أى ،Sا �' c!.

c!. Z!��2 a`.إذا ار Z,��[ا� Gj��!) aL,� !.وإ ،Z9!6�� �' �9!8 أن �� ��>*'Lاد، و��k�� &� دارا^�[م G� Z�Lh� Z�Lإ! G

��1�29.ا�!&

26 ‘Abd al-Qadir ‘Audah, at-tasyri’ al-Jana’I al-Islamiy Muqaranan bi al-Qanun al-Wad’iy, Juz I,

Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1994, hlm.280. 27 Apa yang telah disyariatkan oleh Allah tidak terlepas dari kemaslahatan individu (seorang

mukallaf), maupun kemaslahatan orang banyak (jama’ah). Kemaslahatan individu merupakan kemaslahatan jama’ah, begitu juga kemaslahatan jama’ah tidak terlepas dari kemaslahatan individu. Tuntutan syariat yang membawa kemaslahatan serta manfaat dari ditetapkannya kepada kepentingan individu merupakan hak individu dan kewajiban yang menyebabkan kemaslahatan jama’ah adalah hak jama’ah. Dalam kajian ushul fiqh para ulama membagi hukum taklifiy menjadi empat bagian, yang murni menjadi hak Allah, yang terbagi lagi menjadi tiga bagian, masalah ‘ubudiyyah, masalah zakat serta pajak bagi tanah, dan masalah ‘uqubah selain hadd dan qisas. Kedua adalah hukum taklifiy yang mencakup hak Allah (jama’ah) serta hak individu akan tetapi hak Allah (jama’ah) lebih kuat dibanding hak individu. Ketiga, hukum taklifiy yang mencakup hak Allah dan hak Individu, akan tetapi hak individu lebih kuat dibanding hak Allah atau hak jama’ah dan yang keempat adalah hukum taklifiy yang pelaksanaan serta kemaslahatannya murni menjadi hak individu yang terkait dengan masalah harta seperti halnya penentuan harga dalam jual beli, hak syuf‘ah dan sebagainya. Lihat misalnya ‘Ali Hasballah, Usul at-Tasyri’ al-Islamiy (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1964), hlm. 293-297.

28 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shieddiqy, op.cit., hlm. 8. 29 ‘Abd al-Qadir ‘Audah, loc.cit.,

Page 68: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

57

Hal ini dikarenakan seorang musta’min masuk ke dar as-salam bukan untuk

menetap selamanya, melainkan karena adanya suatu kepentingan, seperti berdagang

dan lain sebagainya. Permohonan perlindungan yang diminta tidak menjadikan ia

terikat oleh hukum Islam dalam masalah jarimah. Meskipun demikian ia tetap terikat

oleh apa yang telah ia sepakati dan menjadi tujuannya memasuki dar as-salam, yaitu

segala aturan yang mengharuskan ia berbuat adil dalam bermu’amalah.

Asas dari semua ini adalah wilayah atau kekuasaan, yaitu adanya kekuasaan

atau kedaulatan terhadap tempat, dalam hal ini tidak ada kekuasaan terhadap seorang

musta’min karena keberadaannya dalam dar as-salam dapat diketahui sampai batas

tertentu (sementara waktu).30

Abu Hanifah membagi tauliyyah (wewenang atau kekuasaan) pada dua

bagian yaitu, tauliyyah ‘ammah (kekuasaan yang bersifat umum) dan tauliyyah

khasah (kekuasaan yang bersifat khusus).31

Kekuasaan Umum atau menyeluruh adalah kekuasaan seseorang sultan, raja

maupun orang yang dipercaya untuk memegang tampuk kepemimpinan terhadap

suatu wilayah yang luas atau suatu negara. Kekuasaan ini mempunyai wewenang

untuk menegakkan hadd meskipun dalam hal yang tidak ditetapkan dalam nash al-

Qur’an maupun al-Hadits. Ketika kekuasaan ini diberikan bagi seseorang, maka

menjadi keharusan baginya untuk menjaga kemaslahatan umat Islam yang salah satu

caranya dengan menegakkan hadd.

Adapun kekuasaan khos adalah kekuasaan yang berwenang terhadap

masalah-masalah yang khusus seperti menarik pajak bagi pemilik tanah kharijiyyah.

30 Muhammad Abu Zahrah, al-Jarimah wa al-‘Uqubah fi al-Fiqh al-Islamiy,al-‘Arabiy,t.th., Dar

al-Fikr, hlm 344. 31 Alau al-Din Abi Bakr Ibn Mas’ud al-Kasaniy, Bada’I as-Sana’I fi Tartib asy-Syara’I, Juz VII,

Beirut: Dar al-Fikr, 1996, hlm. 86.

Page 69: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

58

Kekuasaan ini tidak mempunyai wewenang untuk menegakkan hadd, kecuali pada

hal-hal yang telah ditetapkan.

Terhadap jarimah yang dilakukan oleh seorang muslim atau zimmiy di luar

wilayah dar as-salam, Abu Hanifah berpendapat bahwa hukum Islam tidak dapat

diterapkan karena permasalahannya bukan pada terikatnya seorang muslim maupun

zimmiy oleh hukum Islam, melainkan pada kemampuan penguasa untuk menegakkan

hadd.32 Bukan merupakan suatu keharusan bagi penguasa untuk menegakkan hukum

kecuali berdasarkan kemungkinan atau kemampuan untuk menegakkan nya.33 Bila

yang menjadi dasar bagi penerapan hukum adalah adanya suatu kekuasaan terhadap

satu wilayah maka jelas bagi penguasa dar as-salam tidak memungkinkan untuk

menerapkan segala peraturan yang telah ditetapkan oleh syara’ dalam masalah pidana

di wilayah yang berada di bawah kedaulatan dar al-harb. Hal ini dikarenakan dar al-

harb bukan merupakan daerah atau wilayah yang berada dalam kekuasaan Islam.

Pendapat tersebut di atas seperti yang ditulis Kamalludin bin Al-Ghamam

dalam kitab syarah Fathul Qadir, bahwa ”penguasa tidak mampu melaksanakan

hukum had terhadap orang yang melakukan kejahatan di Darrul Harbi, pada waktu

kejahatan itu dilakukan, apa bila penguasa tidak punya kemampuan, maka hukum itu

tidak wajib dilaksanakan (hukum batal dengan sendirinya)”.34

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengadilan dalam

menghukumi suatu perkara harus mempunyai wewenang atau kekuasaan terhadap

32 Hadd merupakan hukuman yang telah ditetapkan (al-Muqaddarah) dalam nas yang menjadi hak

Allah. Maksudnya ditetapkan (muqaddarah) adalah bahwa hukuman hadd telah dibatasi, maka tidak ada hukuman hadd yang lebih berat atau tinggi dan juga tidak ada hukuman hadd yang lebih ringan dari batas yang tekah di tetapkan oleh Syari’. Adapun yang dimaksud dengan yang menjadi hak Allah adalah tidak adanya hak untuk menggugurkan hukuman bagi seseorang maupun bagi jama’ah. Lihat misalnya ‘Abd al-Qadir ‘Audah, op.cit., hlm. 78

33 Ibid., hlm. 281. 34 Imam Kamaluddin bin Al-Ghamam, Syarah Fathul Qadir Ala’Hidayah Syarah Bidayatul

Mubtadi, Juz IV, Bairut: Darrul Kitab Alamiyah, hlm. 152-153.

Page 70: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

59

tempat terjadinya suatu tindak jarimah. Dalam hal ini pengadilan Islam tidak punya

wewenang terhadap wilayah kekuasaan dar al-harb apabila di tempat tersebut terjadi

tindak pidana yang dilakukan oleh seorang berkebangsaan dar as-salam, muslim

maupun zimmiy. Tidak ada hukuman bagi seorang muslim maupun zimmiy yang

melakukan suatu jarimah yang mengharuskan diberlakukannya hadd, sebagaimana

tidak adanya qisas,35 apabila yang menjadi tempat terjadinya jarimah adalah dar al-

harb.

Ini berlainan dengan jarimah yang mengharuskan adanya diyat bila yang

menjadi korban adalah seorang yang dilindungi jiwa, raga dan hartanya. Ketentuan

ini didasarkan pada dua hal. Pertama ditetapkannya wewenang pengadilan Islam

terhadap pelaku. Kedua adalah karena dilindungi nya darah seorang muslim dan

zimmiy. Bila seorang muslim atau zimmiy membunuh seorang muslim lainnya di

dar al-harb, maka tidak mungkin untuk melakukan qisas pada saat terjadinya

perbuatan. Hal ini dikarenakan keberadaan pelaku di dar al-harb tidak memungkinkan

untuk melaksanakan qisas, maka yang kemudian dapat ditetapkan adalah diyat atau

denda. Hal ini mungkin untuk dilakukan karena yang diambil dalam diyat adalah

harta pelaku yang saat itu berada di dar as-salam.36

Ketentuan lainnya adalah mengenai seorang muslim yang melakukan suatu

jarimah di wilayah kedaulatan dar as-salam kemudian melarikan diri ke dar al-harb.

Mengenai hal ini Abu Hanifah berpandangan bahwa ketentuan-ketentuan syariat

Islam tetap berlaku bagi pelaku. Ketentuan ini tidak berbeda dengan peraturan yang

35 Tindak pidana yang mengharuskan adanya qisas (balasan) sebagai ‘uqubah atau hukuman bagi

pelanggar maupun pelaku jarimah. Qisas merupakan hukuman yang bentuknya diserahkan kepada masing-masing individu untuk melaksanakannya (haq li al-afrad). Dalam artian bahwa korban dapat saja menggagalkan hukuman - yang menjadi haknya untuk melaksanakan ataupun menggagalkan - bila ia memaafkan ataupun mengampuni pelaku jarimah tersebut. Lihat ibid.,hlm. 78-80.

36 Muhammad Abu Zahrah, op.cit., hlm. 350.

Page 71: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

60

ditetapkan bagi seorang musta’min yang berbuat jarimah di dar as-salam kemudian

melarikan diri atau kembali ke dar al-harb. Kembalinya ia ke dar al-harb tidak

menjadikan hukuman yang harus diterimanya menjadi gugur.37 Hal tersebut berlaku

pula bagi terhadap seorang musta’min yang pulang dari tempat asalnya (Darrul

Harbi). Hukuman terhadapnya tidak gugur dan hukuman terhadap kejahatannya tetap

dapat dikenakan.38

Mengenai tindak kejahatan yang di lakukan oleh tentara-tentara Islam yang

berada dalam markas meskipun letaknya berada dalam daerah kekuasaan dar al-harb

tetap dikenai ketentuan-ketentuan hukum Islam. Hal ini dikarenakan daerah yang

diduduki tentara Islam termasuk wilayah kekuasaan Islam.39 Oleh karenanya setiap

tindak pidana yang terjadi di tempat tersebut dihukumi seperti dalam dar as-salam.

Seorang imam atau pemimpin dianggap mampu untuk menegakkan hukum di

markas-markas tentara Islam karena adanya kekuatan, senjata serta berkumpulnya

mereka dalam satu tempat. Oleh karenanya markas-markas tentara Islam, ketika

dalam keadaan perang dihukumi seperti dar as-salam meskipun letaknya berjauhan

dengan wilayah yang menjadi kedaulatan dar as-salam.40

Abu Hanifah berpendapat bahwa aturan-aturan hadd tidak berlaku bagi

seorang zimmiy kecuali dalam masalah qazaf41. Pelanggaran mereka dalam bentuk

perbuatan zina, meminum khamr serta mencuri tidak dikenakan aturan yang

37 ‘Abd al- Qadir ‘Audah, op.cit., hlm. 282. 38 Alau al-Din Abi Bakr Ibn Mas’ud al-Kasaniy, op.,cit., hlm. 131. 39 L. Amin Widodo, Fiqh siyasah dalam hubungan Internasional, Yogyakarta: Tiara Wacana,

1994. hlm. 19. 40 ‘Alau al-Din Abi Bakr ibn Mas’ud al-Kasaniy al-Hanafiy, op.cit., hlm. 195. 41 Yaitu menuduh seeorang telah berbuat zina dengan disertai adanya empat orang saksi yang

menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri perbuatan tersebut dan dilakukan terhadap orang yang tidak halal baginya. Qazaf merupakan salah satu perbuatan jarimah yang hukumannya telah ditetapkan oleh Syari’ yang tidak ada peluang untuk mengurangi, menambah, ataupun mengganti hukuman tersebut. Lihat misalnya Mahmud Fuad Jad Allah, Ahkam al-Hudud fi asy-Syari’ah al-Islamiyyah (Mesir: Matabi’ al-Misriyyah al-‘Ammah, 1983), hlm. 51-52.

Page 72: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

61

mewajibkan ditegakkannya hadd. Ketentuan ini seperti yang ditetapkan oleh Malik.

Kecuali asy-Syafi’i yang berpendapat bahwa seorang zimmiy tetap dihukum karena

pelanggaran yang ia lakukan dalam bentuk apapun.42 Menurut asy-Syafi’i, ketentuan

diyat juga berlaku bagi pelaku pembunuhan terhadap ahl az-zimmah, seperti halnya

yang berlaku terhadap pelaku pembunuhan terhadap seorang muslim.

Para tentara Islam yang melakukan jarimah sewaktu dalam keadaan perang

atau melakukan pelanggaran di medan perang tidak terkena ketentuan ‘uqubah.

Hukuman akan ditetapkan se kembalinya ia dari medan perang. Abu Hanifah

membedakan kejahatan pembunuhan yang dilakukan oleh penduduk dar as-salam di

medan perang dalam dua keadaan.43 Pertama, apabila yang terbunuh adalah

penduduk dar al-harb yang telah masuk Islam serta belum pindah ke dar as-salam dan

pelaku pembunuhan nya adalah seorang penduduk dar as-salam, muslim atau zimmiy

maka untuk kasus ini tidak ada qisas maupun diyat bagi pelaku. Kedua, bila yang

terbunuh adalah seorang muslim atau zimmiy sebagai penduduk dar as-salam dan

pembunuh nya adalah seorang musta’min yang masuk ke dar al-harb, maka tidak ada

qisas karena tidak adanya wewenang.

Teori Abu Hanifah tentang lingkungan berlakunya syariat Islam terutama

mengenai orang-orang musta’min mempunyai pengaruh yang buruk bagi negeri-

negeri Islam, karena pendapat tersebut dijadikan dasar untuk pemberian hak istimewa

kepada orang-orang asing (musta’min).

Akibat tersebut masih terasa sampai sekarang. Pemberian hak istimewa

tersebut cukup mendorong mereka untuk memasuki negara-negara Islam dengan

42 Abi Muhammad ‘Ali ibn Ahmad ibn Sa’id ibn Hazm, al-Muhalla, jilid VIII (Beirut: Dar al-

Fikr, t.th.), hlm. 158. 43 ‘Alau al-Din Abi Bakr ibn Mas’ud al-Kasaniy al-Hanafiy, op.cit., hlm. 131.

Page 73: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

62

mendapat jaminan keselamatan. Setelah kaum muslimin lemah banyak hak-hak

mereka yang dilanggar. Keadaan seperti ini menyiapkan jalan kemenangan bagi

orang-orang asing.

Selain itu, tidak dituntut nya orang-orang muslim yang berbuat pidana di dar

al-harb, akan mempersubur jarimah, terutama jarimah yang bertalian dengan akhlak,

bahkan juga jarimah yang ditujukan kepada keamanan, kedudukan serta kewibawaan

dar as-salam.

Dalam penerapan ketentuan-ketentuan pidana, syariat tidak membedakan

antara pribadi, jama’ah, ras, antara hakim dan terdakwa, pemimpin dan rakyat. Tidak

ada yang diistimewakan dalam pemberlakuan hukum. Ketentuan syariat berlaku bagi

para pemimpin negara (dar as-salam) yang melakukan pelanggaran hukum. Begitu

juga terhadap para pemimpin negara luar (ajnabiyyah) yang sedang berada di dar as-

salam. Ketentuan ini berlaku bagi para anggota perwakilan asing yang bertugas di dar

as-salam, pejabat negara dan sanak saudara serta orang-orang yang menyertai

mereka.

Mengenai para pemimpin dar al-harb yang berada di dar as-salam, Abu

Hanifah berpendapat bahwa terhadap mereka tidak memungkinkan untuk

menerapkan syariat jika yang dilakukan adalah jarimah yang menyangkut hak

jama’ah. Hal ini dikarenakan mereka dianggap sebagai musta’min dan tidak ada

hukuman bagi mereka kecuali terhadap jarimah yang menyangkut hak individu.

Selain itu, seorang kepala negara dianggap sebagai pelaksana hukuman oleh

karenanya, tidak memungkinkan untuk melaksanakan hukuman atas dirinya sendiri.44

44 L. Amin Widodo, op.cit., hlm. 48.

Page 74: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

63

BAB IV

ANALISIS TEORI DAN PENERAPAN LOCUS DELICTI

(KETENTUAN HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT)

PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH

A. Teori Locus Delicti

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas

rangkaian kekuasaan kelembagaan, dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan

dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan

bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat

terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana. Hukum pidana yang berupaya

cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan

kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan

memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan dimana mereka yang

akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali

keputusan dari pemerintah, sementara hukum Internasional mengatur

persoalan antar berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan

lingkungan peraturan atau tindakan militer. Filosof Aristoteles menyatakan

bahwa “sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan

dengan peraturan tirani yang merajalela”.1 Jadi sampai di mana hukum pidana

dapat melekat (berlaku) pada seseorang dapat dilihat pada Pasal 2 sampai 9

dalam KUHP. Pasal-pasal ini memberi ketentuan mengenai batas-batas

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum/tangal 20, Nopember, 2009, pukul 21.00 WIB.

Page 75: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

64

berlakunya perundang-undangan pidana Indonesia. Dalam Pasal 2 KUHP

dapat di temukan adanya satu asas yang menjadi dasar bagi berlakunya

undang-undang pidana dilihat dari segi tempat, yaitu asas teritorial.

Asas atau prinsip teritorial mempersoalkan tentang lingkungan kuasa

berlakunya hukum pidana terhadap ruang, jadi lebih luas dari pada tanah

(bumi), ia merupakan asas yang paling tua. Yang menjadi ukuran asas ini

adalah peristiwa pidana (delik, perbuatan pidana, tindak pidana) yang terjadi

dalam batas wilayah Indonesia dan bukan ukuran bahwa pelaku harus berada

dalam batas wilayah Indonesia.2

Pasal 2 KUHP diperluas lagi dengan ditetapkannya Undang-undang

Nomor 4 tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal

dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia bertalian dengan

perluasan berlakunya ketentuan perundang-undangan pidana, kejahatan

penerbangan dan kejahatan sarana prasarana penerbangan. Undang-undang ini

merupakan tambahan bagi Pasal 3 KUHP yang merupakan perluasan Pasal 2

KUHP sehingga berbunyi:

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat Indonesia.”3

Ketentuan mengenai asas teritorial ini dapat dijelaskan dengan teori

mengenai kewenangan setiap negara berdaulat untuk menjaga ketenteraman di

wilayahnya. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan

2 A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 1995, hlm. 162. 3 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1976 Pasal 1 ayat (1) tentang Perubahan dan

Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana-prasarana Penerbangan.

Page 76: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

65

memberlakukan ketentuan hukum yang berlaku di dalamnya. Di samping itu

ada pandangan yang mengatakan bahwa negara yang menjadi tempat

dilakukannya suatu kejahatan adalah negara yang paling berhak untuk

memberlakukan hukum terhadap pelaku.4 Asas teritorial menitik beratkan

pada terjadinya tindakan pidana dalam suatu negara.5 Dalam artian bahwa

segala bentuk tindak pidana yang terjadi dalam negara tersebut tidak bisa lepas

dari peraturan pidana yang telah diundang kan kecuali bagi orang-orang asing

yang mendapat hak eksteritorial yang tercantum dalam Pasal 9 KUHP.

Orang-orang asing yang mendapat hak eksteritorial, mereka tidak

dapat diganggu gugat sehingga ketentuan pidana nasional tidak berlaku bagi

mereka dan mereka hanya tunduk pada undang-undang pidana negaranya

sendiri. Dengan adanya hak eksteritorial bukan berarti mereka dapat bertindak

di luar ketentuan hukum. Bagi mereka senantiasa dapat dimajukan pengaduan

kepada pemerintahannya. Pengaduan ini dapat disertai dengan tuntutan untuk

menarik mereka ke negaranya untuk diadili berdasarkan hukum pidana di

negaranya, hanya saja hal ini harus senantiasa dilakukan melalui jalur

diplomatik.6

Selain itu, hukum-hukum Islam ditegakan atas dasar persamaan antar

manusia tanpa membedakan ras dan golongan. Hal ini sesuai dengan ruh Islam

yang menjadi rahmat bagi sekalian alam. Namun demikian tidak dapat

dipungkiri, pada kenyataannya tidak semua wilayah atau negara menggunakan

4 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, alih bahasa Bambang Iriana Djajaatmaja,

Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm. 277. 5 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rineika Cipta, 2000, hlm. 38. 6 R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional, 1981, hlm. 6-7.

Page 77: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

66

syariat Islam sebagai landasan hukum meskipun sesungguhnya di suatu

wilayah atau negara mayoritas penduduknya beragama Islam. Dengan

demikian hukum Islam dalam arti formalnya hanya dapat berlaku pada

wilayah-wilayah yang bersifat regional.

Sanksi hukum pidana dalam Islam, dilihat dari segi tempat terbagi

pada dua macam, yaitu: pertama yang telah ditetapkan dalam nas-nas syara’

(al-Qur’an, al-sunnah yang berkaitan dengan ‘uqubah, hudud maupun qisas).

Ketentuan ini berlaku umum (universal) untuk semua negara Islam. Kedua

adalah ‘uqubah yang tidak ditetapkan secara pasti oleh Syari’, mengenai

ketentuannya diserahkan kepada pemerintah untuk mengadakan sekaligus

menjalankan ketentuan tersebut. Ketentuan ini tidak harus sama antara satu

daerah dengan daerah lain. Oleh karenanya tidak menjadi soal ketika satu

hukuman berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya selama hal ini

dapat menanggulangi kejahatan atau kerusakan yang terjadi.7

Pada dasarnya suatu negara memiliki wewenang untuk menerapkan

undang-undang pidana terhadap setiap kejahatan yang dilakukan di wilayah

teritorial, baik pelakunya sebagai warga negara tersebut maupun bukan. Hal

ini dikarenakan setiap negara yang berdaulat wajib menjamin ketertiban

hukum yang terjadi di wilayahnya. Selain itu setiap negara yang berdaulat

mempunyai kewajiban untuk tidak melaksanakan kedaulatan di wilayah

negara lain. Pembagian negara atau sistem pemerintahan kepada dar as-salam

dan dar al-harb bukan berarti hanya ada dua sistem pemerintahan dalam Islam.

7 Abu Zahrah, al-Jarimah wa al-‘Uqubah fi al-Fiqh al-Islamiy, Beirut: Dar al-Fikr al-

‘Arabi. Ttp, hlm. 338-340.

Page 78: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

67

Pembagian ini lebih dimaksudkan pada pembagian wilayah sebagai wilayah

yang aman dar as-salam bagi umat Islam dan yang kedua sebagai wilayah

permusuhan (perang) dar al-harb bagi kaum muslimin. Selain itu, pembagian

negara dimaksudkan untuk menentukan hukum yang berlaku di kedua bentuk

negara tersebut.

Negara-negara Islam, meskipun berbeda dalam sistem pemerintahan

dianggap sebagai satu negara (dar) dikarenakan negara-negara Islam, dalam

masalah penerapan hukum mempunyai asas yang sama, yaitu berlandaskan

syariat Islam. Dari segi ini, negara-negara Islam mempunyai satu kesatuan

hukum dan oleh karenanya tiap dar as-salam dianggap sebagai wakil bagi dar

as-salam yang lain dalam penerapan hukum pidana.

Pandangan ini tidak berbeda terhadap dar al-harb, seluruh negara yang

tidak menerapkan ketentuan syariat Islam dianggap sebagai dar al-harb,

meskipun negara-negara tersebut mempunyai sistem pemerintahan yang

berbeda. Berdasarkan hal ini pula dapat disimpulkan bahwa dalam masalah

penerapan hukum dapat di tentukan oleh batas-batas wilayah negara serta

sistem hukum yang berlaku di dalamnya dan juga berdasarkan

kewarganegaraan pelaku.

Dalam hukum pidana Islam dikenal beberapa kaidah mengenai

ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam masalah pidana. Kaidah-kaidah ini

merupakan pedoman dalam pelaksanaan maupun pengguguran hukuman.

Page 79: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

68

Selain itu, kaidah-kaidah ini juga sebagai petunjuk bagi manusia untuk

mengetahui hak milik serta batasan-batasannya.

Kaidah-kaidah ini di antaranya adalah:

إ� �� ���.�� و� �� ��� �

Ketentuan mengenai termasuk atau tidaknya suatu perbuatan dalam jarimah

haruslah menurut nas (al-Qur’an dan Hadits). Berdasarkan hal ini, kejahatan-

kejahatan yang dapat dihukum berdasarkan pidana Islam telah diatur oleh nas

yang merupakan rukun Syari’ dalam pidana Islam. Adapun ketentuan

mengenai nas adalah bahwa nas tersebut harus berlaku tidak dimansukh

ketika dilakukannya perbuatan. Yang kedua adalah bahwa nas tersebut harus

berlaku dapat menjangkau di tempat terjadinya perbuatan. Ketentuan

selanjutnya adalah bahwa nas harus berlaku bagi pelaku atau nas tersebut

merupakan peraturan yang mengikat baginya.

Kaidah yang kedua adalah:

� م �� ا�����ء ���� ون أ�� م � ���$% ا���$�$# "! دار ا

ا�&'�

Dari kaidah ini dapat dijelaskan bahwa seluruh umat muslim di dar as-salam

memiliki hak serta kewajiban yang sama meskipun mereka berasal dari

wilayah yang berbeda. Persamaan dalam hukum, juga mencakup setiap orang

non-muslim yang berada di dar as-salam dikarenakan mereka ketika berada di

Page 80: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

69

dar as-salam, juga memiliki hak serta kewajiban sebagaimana penduduk

muslim.

Kaidah ketiga berbunyi:

� م �$( �)را.8� � ا�/.- �� ,+*� م "! دار ا

Tidak mengetahui hukum islam tidak menjadikan uzur.

Kaidah keempat berbunyi:

وا��! 4; �! , �$( ,ي آ� ن +2 ا�'�7 �# ا�/ ا56 ا��! �4'21 �23 ا�01

ا56 ا�3;ود�

Bahwa para pemimpin dan siapa saja di dar as-salam tidak mempunyai hak

untuk memaafkan suatu kejahatan hudud. Tidak adanya hak untuk memaafkan

atau menggugurkan hukuman juga berlaku terhadap korban dan orang yang

menjadi wali korban.

Abu Hanifah berpendapat bahwa Hukum Islam diterapkan atas jarimah

(tindak pidana) yang dilakukan di dar as-salam, yaitu tempat-tempat yang

masuk dalam kekuasaan pemerintahan Islam tanpa melihat jenis jarimah

maupun pelaku, muslim maupun non-muslim.9 Di luar dar as-salam hukum

Islam yang menyangkut masalah pidana tidak berlaku kecuali untuk

kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan hak perseorangan (haq adamiy).

Abu Hanifah menitikberatkan pada tempat sebagai unsur utama untuk

menentukan berlaku tidaknya ketentuan hukum Islam.

8 Samsul Ma’arif, Terjemah Matan Taqrib Ringkas dan Jelas, cet-II, Magelang: Toko

Kitab Salamun Tegalrejo, 2009, hlm.203. 9 ‘Abd al-Qadir ‘Audah, at-Tasyri al-Jana’i al-Islamiy Muqaranan bi al-Qanun al-

Wad‘iy, Juz. I, Beirut: Muasasah ar- Risalah. 1994, hlm. 280.

Page 81: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

70

Abu Yusuf salah seorang tokoh fiqih dalam mazhab Hanafi

berpendapat bahwa hukum Islam berlaku atas semua tindak pidana yang

terjadi di daerah hukum dar as-salam, baik ia bermukim (penduduk) seperti

seorang muslim atau zimmiy, ataupun bermukim untuk sementara seperti

seorang musta’min. Ia berasumsi bahwa seorang muslim diharuskan menuruti

dan melaksanakan syariat Islam karena ke-Islamanya dan seorang zimmiy

dikarenakan akad zimmah-nya yang menjamin keamanan yang tetap baginya

di dar as-salam. Adapun bagi seorang musta’min, ia harus melaksanakan

hukum-hukum Islam dan menaatinya mengingat ‘aqd al-amn (yaitu akad

jaminan keamanan) yang waktunya terbatas sesuai dengan perjanjian yang

telah memberikan kepadanya hak untuk menetap dalam jangka waktu tertentu

di dar as-salam.10

Selanjutnya Imam asy-Syafi’I, Imam Maliki, dan Imam Ahmad

(jumhur) berpendapat bahwa hukum Islam dapat diterapkan atas segala

kejahatan yang dilakukan di mana saja selama tempat tersebut masih termasuk

dalam daerah yuridiksi dar as-salam, baik pelaku nya adalah seorang muslim,

zimmiy maupun musta’min. Ini berarti bahwa aturan-aturan pidana tidak

terikat oleh wilayah melainkan terikat oleh subyek hukum.11 Jadi setiap

muslim tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang dilarang atau

meninggalkan hal-hal yang diperintahkan atau diwajibkan di manapun ia

berada.

10 Ibid., hlm. 285. 11 ‘Abd al-Qadir ‘Audah, op.cit. hlm. 287.

Page 82: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

71

B. Penerapan Teori Locus Delicti

Dalam masalah penerapan hukum, selain berdasarkan

kewarganegaraan12 dengan ke-Islaman maupun berdasarkan akad zimmah

Abu Hanifah mensyaratkan adanya kedaulatan terhadap tempat. Bila seorang

harbiy masuk Islam di negaranya dan belum pindah atau berhijrah ke dar as-

salam maka, hukum pidana Islam tidak dapat menjangkau atau tidak berlaku

bagi kejahatan yang ia lakukan di negaranya (dar al-harb). Hal ini dikarenakan

ketika ia melakukan kejahatan, ia berada di wilayah yang di dalamnya tidak

ada kedaulatan negara Islam yang mengakibatkan tidak adanya kemampuan

bagi penguasa dar as-salam untuk memberlakukan serta memberi hukuman

kepada pelaku sesuai dengan ketentuan hukum pidana Islam. Aspek tempat

inilah yang kemudian menjadi titik tolak dalam penerapan hukum pidana

Islam dalam teori Abu Hanifah mengenai ruang lingkup berlakunya hukum

pidana.

Berdasarkan hal ini pula jika seorang penduduk dar as-salam

melakukan suatu kejahatan dalam pandangan hukum Islam di dar al-harb

maka ia tidak dapat dijatuhi hukuman berdasarkan ketentuan hukum pidana

Islam melainkan dihukumi berdasarkan hukum pidana yang berlaku di dar al-

harb. Negara tersebut (dar al-harb) dapat memberlakukan hukum pidana yang

berlaku berdasarkan asas teritorial yang dianut oleh negara tersebut dan jika

menganggap bahwa hal tersebut adalah suatu kejahatan. Keberadaannya

12 Yusuf Qardhawi menulis bahwa nasionalisme tidak terletak pada batas wilayah geografis melainkan pada aqidah. Dari pendapatnya ini dapat difahami bahwa meskipun umat Islam berada di wilayah yang berbeda, akan tetapi mereka dianggap satu dalam masalah nasionalisme, yaitu nasionalisme yang berdasarkan akidah Islam, Menyatukan Pikiran Para Pejuang Islam, alih bahasa Ali Makhtum Assalamy (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), hlm. 97.

Page 83: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

72

penduduk dar as-salam di dar al-harb meniadakan kewajiban bagi penguasa

untuk memberi hukuman terhadapnya. Begitu juga sekembalinya ia ke dar as-

salam, kejahatan yang ia lakukan di dar al-harb tidak mengharuskan ia

mendapat hukuman di karenakan ketika ia melakukan kejahatan tersebut

ketentuan pidana Islam (nas) tidak menjangkau apa yang ia lakukan.

Berkaitan dengan penerapan teori Abu Hanifah terhadap seorang

muslim yang menjadi penduduk dar al-harb, hijrahnya seorang harbiy yang

telah masuk Islam dari dar al-harb ke dar as-salam dijadikan syarat

kewarganegaraan dar as-salam menurut Abu Hanifah. Selama ia belum pindah

ke dar as-salam maka hukum pidana Islam belum berlaku bagi pelanggaran-

pelanggaran yang ia lakukan di dar al-harb.13 Hukum pidana yang mengikat

baginya adalah hukum pidana yang berlaku di negara tersebut.

Negara Islam, meskipun bukan negara nasionalis,14 namun tetap

membatasi kewarganegaraan hanya bagi mereka yang menetap di wilayah dar

as-salam dan orang-orang yang telah ber hijrah ke dalamnya. Firman Allah

dalam al-Qur’an:

إن< ا�<)�# E���ا وه�� وا و��ه;وا C���ا�.5 وأ7B�.5 "! �?$- ا�1<0 وا�<)�#

وا أوH'� IJ�.5 أو�$�ء �'G وا�<)�# E���ا و5� �.�� وا �� KBووا وE

وآ5 "! ا�;M�# �*5 �# و����.L #� 5!ء +K���وا وإن ا ��.� N>�

13 Mengenai kewarganegaraan dalam Islam lihat misalnya Teungku Muhammad Hasbi

ash Shiddieqie, Hukum antar Golongan, (ed.) H.Z. Fuad Hasbi Ash Shhidieqy, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001,hlm. 43-45.

14 Syaukat Hussain menyebutnya sebagai negara ideologis. Masyarakat dalam negara ini diklasifikasikan pada dua kelompok yaitu muslim (yang percaya pada ideologi negara) dan warga non-muslim (yang tidak percaya pada ideologi negara), Hak Asasi Manusia dalam Islam, alih bahasa Abdul Rochim C. N (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 75.

Page 84: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

73

$K� �1ن�4' ���م �$�*5 و�$�.5 �$��ق وا�1<0 �Q N1� �>إ� K>1$*5 ا��'"

R٧٢U Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta

berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Anfall: 72).15

Pada ayat ini dinyatakan bahwa Nabi Muhammad sebagai kepala

negara Islam, dibebaskan dari segala macam tanggung jawab terhadap orang-

orang muslim yang bukan warga negara dari negara Islam.16

Ketentuan mengenai boleh nya setiap dar as-salam untuk menerapkan

hukum Islam terhadap seorang penduduk dar as-salam di dar as-salam yang

lain, berlaku selama pelanggaran yang dilakukan belum diadili oleh salah satu

dar as-salam yang menjadi asal pelaku, dar as-salam yang menjadi tempat

dilakukannya perbuatan maupun dar as-salam yang menjadi tempat pelarian

bagi pelaku. Begitu juga bila pelanggaran yang dilakukan telah dijatuhi bukan

berdasarkan ketentuan pidana Islam maka, pelanggaran tersebut harus kembali

diadili dengan ketentuan syariat Islam di dar as-salam yang bermaksud untuk

mengadili.

15 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 273. 16 Syaukat Hussain Hak Asasi Manusia dalam Islam, alih bahasa Abdul Rochim C. N

Jakarta: Gema Insani Press, 1996., hlm. 21.

Page 85: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

74

Mengenai para musta’min, Abu Hanifah berpendapat bahwa ketentuan

pidana Islam tidak berlaku kecuali terhadap pelanggaran yang berkaitan

dengan hak-hak individu selain hudud dan qisas. Oleh karenanya, seorang

musta’min yang melakukan suatu kejahatan yang berkaitan dengan hak-hak

jama’ah atau hak Allah di dar as-salam tidak dapat dikenai hukuman

berdasarkan ketentuan hukum pidana Islam. Hal ini dikarenakan keberadaan

seorang musta’min di dar as-salam adalah dalam rangka bermu’amalah seperti

berdagang atau lainnya. Pendapat seperti inilah yang digunakan Imam Abu

Hanifah menggunakan salah satu metode istinbat hukum sesuai dengan ayat

al-Qur’an surat Al-Anfaall ayat 72.

Dalam hukum pidana positif, penerapan hukum pidana suatu negara

terhadap kejahatan yang terjadi di dalam batas-batas wilayah negara

didasarkan atas asas teritorial. Tidak ada ketentuan tentang kejahatan seperti

apa yang tunduk pada asas teritorial suatu negara. Dalam KUHP Indonesia

hanya disebut ketentuan umum bahwa undang-undang pidana Indonesia

berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana dalam wilayah

Indonesia.17 Penerapan hukum pidana yang didasarkan pada asas teritorial ini

berlaku umum, dalam artian bahwa setiap kejahatan yang terjadi di wilayah

teritorial Indonesia tunduk pada perundang-undangan pidana nasional.

Ketentuan ini berlaku bagi siapa saja yang melakukan suatu kejahatan di

wilayah yuridiksi Indonesia tanpa memandang kewarganegaraan pelaku.

17 Pasal 2 KUHP.

Page 86: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

75

Asas teritorial dilandasi oleh bermacam prinsip yang di antaranya

adalah bahwa kejahatan yang terjadi di suatu wilayah negara harus diatasi oleh

negara dimana kejahatan itu terjadi. Pertimbangan lainnya adalah bahwa

negara yang menjadi tempat terjadinya kejahatan adalah negara yang di

anggap memiliki kepentingan paling kuat, memiliki fasilitas paling baik serta

memiliki perangkat paling kuat untuk menerapkan hukum pidana nya terhadap

kejahatan yang dilakukan baik oleh warga negaranya maupun oleh orang-

orang asing yang berada di wilayahnya.18

Selain memiliki hak serta kekuasaan terhadap kejahatan yang terjadi di

wilayah teritorial, suatu negara dalam pandangan hukum Internasional juga

memiliki hak-hak istimewa bagi duta-duta diplomatik nya di negara lain.19

Hak istimewa ini dapat dinikmati berupa hak immunitas atau kekebalan

hukum terhadap yuridiksi sebuah negara.

Hal ini mengakibatkan adanya pengecualian bagi mereka yang

memiliki hak tersebut dalam penerapan hukum pidana suatu negara. Dengan

kata lain, mereka yang mendapat hak immunitas, meskipun mereka melakukan

suatu kejahatan di wilayah teritorial Indonesia, hukum pidana Indonesia tidak

dapat di terapkan terhadap mereka.20

18 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, alih bahasa Bambang Iriana Djajaatmaja

(Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 277. 19 Hak-hak lainnya yang melekat bagi sebuah negara merdeka di antaranya adalah

kekuasaan eksklusif untuk melakukan kontrol terhadap urusan-urusan dalam negeri, kekuasaan untuk memberi izin masuk dan mengusir orang-orang asing dan juga sebuah negara dianggap memiliki yuridiksi tunggal terhadap kejahatan-kejahatan yang terjadi/dilakukan di wilayah teritorial negara tersebut. Lihat Ibid., hlm. 133.

20 Pengecualian bagi berlakunya hukum pidana yang didasarkan pada asas teritorial ini tercantum dalam Pasal 9 KUHP.

Page 87: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

76

Dengan adanya pengecualian ini maka dapat disimpulkan bahwa

meskipun setiap negara berdaulat memiliki hak untuk memberlakukan hukum

pidana nasional nya terhadap pelaku kejahatan di wilayahnya, dengan adanya

pengecualian bagi mereka yang mendapat hak immunitas, penerapan hukum

pidana berdasarkan asas teritorial tidak berlaku secara mutlak. Dalam

penerapannya, asas ini dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku

menurut hukum internasional.

Wilayah yang termasuk teritorial, selain wilayah tanah adalah wilayah

perairan dan udara. Ini merupakan perluasan bagi berlakunya hukum pidana

dari segi tempat. Dengan adanya perluasan ini maka, kejahatan yang terjadi di

dalam kendaraan air dan juga pesawat Indonesia tunduk pada perundang-

undangan pidana Indonesia.21 Dalam penerapannya, tidak semua kapal atau

perahu dianggap sebagai perpanjangan dari wilayah teritorial. Hanya kapal

yang berada di lautan terbuka yang di dalamnya dapat ditegakkan kedaulatan

teritorial. Berdasarkan hal ini, setiap kejahatan yang dilakukan di atas kapal

berbendera Indonesia, tunduk pada ketentuan hukum pidana Indonesia.

Berdasarkan hal ini setiap kejahatan yang dilakukan oleh seorang

penduduk dar as-salam di Indonesia atau di negara yang menerapkan hukum

pidana positif serta mengakui adanya asas teritorial baik dilakukan di wilayah

tanah, perairan maupun udara dan juga dalam perahu dan pesawat udara

Indonesia maka terhadap kejahatan tersebut dapat diberlakukan hukum pidana

yang berlaku di Indonesia atau negara yang menerapkan hukum pidana positif.

21 Pasal 3 KUHP sebagai perluasan bagi berlakunya perundang-undangan hukum pidana

Indonesia sebagai mana tercantum dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1976.

Page 88: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

77

Adapun ketentuan hukum pidana Islam dalam hal ini tidak dapat diberlakukan

dikarenakan keberadaan pelaku di luar wilayah kekuasaan dar as-salam.

Berdasarkan hal ini pula negara tempat dilakukannya perbuatan dar al-harb

dapat memberlakukan hukum yang berlaku berdasarkan asas teritorial. Hal ini

apabila perbuatan yang dilakukan oleh penduduk dar as-salam tersebut

dianggap sebagai kejahatan dalam hukum pidana positif.

Persamaan antara teori Abu Hanifah dengan asas teritorial dalam

hukum pidana positif adalah pada adanya penekanan terhadap tempat sebagai

dasar bagi pemberlakuan ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan.

Dalam pendapat Abu Hanifah, hal ini dapat dilihat dengan berlakunya

ketentuan jarimah terhadap kejahatan yang dilakukan di dar as-salam, baik

pelakunya seorang muslim maupun zimmiy. Ini merupakan suatu keharusan

bagi tiap negara untuk memberlakukan hukum pidananya terhadap setiap

pelanggaran yang terjadi di wilayahnya. Selama kejahatan tersebut terjadi di

dalam batas-batas wilayah negara, maka hukum pidana yang berlaku dapat

menjangkau serta berlaku terhadap pelaku. Oleh karenanya hukum pidana

Islam berlaku bagi kejahatan yang dilakukan oleh seorang warga Indonesia di

dar as-salam. Sedangkan perbedaan Teori Imam Abu Hanifah dengan asas

teritorial dalam hukum positif perbedaan mengenai warga negara di luar

negeri, dimana menurut hukum positif dikenakan hukuman, sedangkan

menurut Abu Hanifah tidak dikenakan hukuman.

Selain itu, tidak diberlakukannya hukum pidana bagi kejahatan yang

dilakukan oleh penduduk dar as-salam di dar al-harb, melainkan diberikannya

Page 89: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

78

wewenang kepada penguasa dar al-harb untuk melaksanakan hukuman kepada

pelaku berdasarkan asas teritorial yang berlaku merupakan ketentuan yang

timbul akibat dari disyaratkan kedaulatan (kekuasaan) terhadap tempat dalam

penerapan hukum pidana.

Mengenai para kepala negara dan para konsul yang berada atau sedang

berkunjung di dar as-salam, seperti halnya seorang musta’min yang bebas dari

ketentuan pidana terkecuali terhadap pelanggaran yang menyangkut hak

individu. Pendapatnya ini seperti di berlakukannya hak immunitas bagi para

kepala negara asing dan para konsul dalam teori hukum pidana positif, hanya

saja dalam hukum positif ketentuan mengenai tidak berlakunya hukum pidana

nasional terhadap mereka berlaku secara mutlak, dalam artian bahwa hukum

pidana nasioanal tidak berlaku bagi mereka dalam keadaan bagaimanapun.

Adapun hukum yang berlaku bagi mereka adalah hukum yang berlaku di

negara mereka. Hak penuntutan serta pengadilan diserahkan kepada negara

tersebut.

Mengenai para konsul negara asing di dar as-salam, hukum yang

berlaku bagi mereka adalah hukum yang berlaku bagi seorang musta’min.

dengan demikian, hukum yang berlaku bagi mereka adalah hukum yang

menyangkut hak individu. Ini merupakan perbedaan antara pendapat Abu

Hanifah dengan hukum pidana positif mengenai para konsul negara asing.

Berdasarkan teori Abu Hanifah, suatu negara Islam dapat

memberlakukan hukum pidana Islam dalam kapal maupun perahu milik

berbendera negara tersebut. Seperti halnya markas-markas tentara muslim di

Page 90: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

79

medan perang yang dianggap sebagai wilayah kedaulatan dar as-salam, begitu

juga terhadap kapal (perahu) milik suatu dar as-salam.. Berdasarkan pendapat

Abu Hanifah yang menekankan adanya kekuasaan terhadap tempat maka

kapal tersebut dapat dianggap sebagai perluasan bagi wilayah dar as-salam

dan oleh karenanya hukum pidana Islam berlaku terhadap kejahatan yang

terjadi di dalamnya baik pelakunya sebagai warga dar as-salam maupun warga

dari negara yang menerapkan hukum pidana positif seperti halnya Indonesia.

Asas-asas berlakunya ketentuan pidana dari segi tempat dalam

penerapannya didasarkan pada kewenangan negara terhadap tempat serta

adanya kewenangan terhadap pelaku (kewarganegaraan). Dalam hukum

pidana positif, penerapan asas teritorial mencakup seluruh kejahatan yang

dilakukan atau terjadi di dalam batas-batas wilayah negara. Ketentuan ini

berlaku bagi warga negara maupun warga negara asing yang melakukan

kejahatan di wilayah negara tersebut. Dalam penerapannya, keberadaan

seseorang di wilayah negara telah dianggap cukup untuk memberlakukan

hukum pidana nasional tanpa harus berdomisili di negara tersebut. Dalam

hukum pidana Islam, teori Abu Hanifah yang menekankan adanya

kewenangan terhadap tempat dalam penerapan hukum, dapat diterapkan

terhadap setiap kejahatan yang dilakukan di batas-batas wilayah dar as-salam

oleh penduduk dar as-salam, yaitu muslim dari dar as-salam manapun ia

berasal maupun sebagai penduduk dar al-harb yang belum menetap (berhijrah)

di dar as-salam dan zimmiy (orang-orang yang menetap) tidak pada para

pendatang atau musta’min kecuali pada kejahatan-kejahatan yang

Page 91: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

80

berhubungan dengan kemaslahatan jama’ah. Dalam asas teritorial hukum

pidana positif dan teori Abu Hanifah terdapat pengecualian dalam penerapan

hukum meskipun mereka melakukan kejahatan di wilayah teritorial. Adapun

asas kewarganegaraan dalam hukum positif penerapannya terhadap warga

negara yang melakukan kejahatan di luar wilayah teritoir (luar negeri) dengan

kejahatan-kejahatan tertentu. Adapun teori Abu Yusuf penerapannya tidak

jauh berbeda dengan penerapan teori Abu Hanifah hanya saja jangkauannya

lebih luas, yaitu tidak terbatas pada mereka yang menetap di dar as-salam.

Dengan ketentuan seperti ini, terhadap seorang muslim yang bukan berasal

dari dar as-salam berdasarkan ke-Islamannya yang berada di dar as-salam

dapat dikenai ketentuan pidana Islam jika ia melakukan suatu kejahatan.

Ketentuan ini berlaku juga bagi mereka para pendatang di dar as-salam tanpa

terkecuali. Adapun asas universal dalam penerapannya oleh negara-negara

mencakup seluruh kejahatan yang telah disepakati berdasarkan konvensi

Internasional. Berdasarkan hal ini tiap negara yang di dalamnya terdapat

pelaku kejahatan yang menyangkut kepentingan Internasional dapat

memberlakukan hukum pidana nasionalnya terhadap pelaku tanpa melihat

aspek kewarganegaraan. Berdasarkan ketentuan berlakunya hukum pidana

Islam terhadap setiap jarimah yang dilakukan di dar as-salam.

Titik temu antara asas-asas hukum pidana positif dengan teori para

Imam Madzhad mengenai ketentuan berlakunya hukum pidana dilihat dari

segi tempat adalah pada aspek tempat dilakukannya kejahatan. Berdasarkan

hal ini setiap kejahatan (pelanggaran) yang terjadi di wilayah teritorial dar as-

Page 92: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

81

salam maupun negara yang menerapkan hukum pidana positif tunduk terhadap

hukum yang berlaku di negara tersebut. Adapun kewarganegaraan pelaku

dalam hal ini tidak dapat dipermasalahkan. Hal ini berkaitan dengan sistem

hukum yang berbeda antara hukum pidana positif dan hukum pidana Islam.

Suatu perbuatan yang dianggap sebagai suatu kejahatan dalam hukum pidana

positif tidak selalu dianggap kejahatan dalam hukum pidana Islam. Oleh

karenanya penerapan hukum terhadap kejahatan yang melibatkan dua negara

dar as-salam dan negara yang menerapkan hukum pidana positif hanya dapat

dilihat dari satu sistem hukum pidana, yaitu hukum negara yang memandang

perbuatan tersebut sebagai kejahatan dan di mana perbuatan tersebut

dilakukan oleh pelaku. Adapun kejahatan yang diakui oleh kedua sistem

hukum tersebut maka lembaga ekstradisi atau penyerahan pelaku kejahatan

dapat ditempuh untuk menyerahkan pelaku kejahatan kepada negara yang

mempunyai wewenang terhadap pelaku. Dengan demikian hukum yang

berlaku di dar as-salam dan negara yang menerapkan hukum pidana positif

yang berbeda dalam sistem pemerintahan akan senantiasa berjalan dan pelaku

kejahatan tidak dapat menghindarkan diri dari penuntutan.

Page 93: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

63

BAB IV

ANALISIS TEORI DAN PENERAPAN LOCUS DELICTI

(KETENTUAN HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT)

PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAH

A. Teori Locus Delicti

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas

rangkaian kekuasaan kelembagaan, dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan

dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan

bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat

terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana. Hukum pidana yang berupaya

cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan

kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan

memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan dimana mereka yang

akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali

keputusan dari pemerintah, sementara hukum Internasional mengatur

persoalan antar berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan

lingkungan peraturan atau tindakan militer. Filosof Aristoteles menyatakan

bahwa “sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan

dengan peraturan tirani yang merajalela”.1 Jadi sampai di mana hukum pidana

dapat melekat (berlaku) pada seseorang dapat dilihat pada Pasal 2 sampai 9

dalam KUHP. Pasal-pasal ini memberi ketentuan mengenai batas-batas

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum/tangal 20, Nopember, 2009, pukul 21.00 WIB.

Page 94: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

64

berlakunya perundang-undangan pidana Indonesia. Dalam Pasal 2 KUHP

dapat di temukan adanya satu asas yang menjadi dasar bagi berlakunya

undang-undang pidana dilihat dari segi tempat, yaitu asas teritorial.

Asas atau prinsip teritorial mempersoalkan tentang lingkungan kuasa

berlakunya hukum pidana terhadap ruang, jadi lebih luas dari pada tanah

(bumi), ia merupakan asas yang paling tua. Yang menjadi ukuran asas ini

adalah peristiwa pidana (delik, perbuatan pidana, tindak pidana) yang terjadi

dalam batas wilayah Indonesia dan bukan ukuran bahwa pelaku harus berada

dalam batas wilayah Indonesia.2

Pasal 2 KUHP diperluas lagi dengan ditetapkannya Undang-undang

Nomor 4 tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa Pasal

dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia bertalian dengan

perluasan berlakunya ketentuan perundang-undangan pidana, kejahatan

penerbangan dan kejahatan sarana prasarana penerbangan. Undang-undang ini

merupakan tambahan bagi Pasal 3 KUHP yang merupakan perluasan Pasal 2

KUHP sehingga berbunyi:

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat Indonesia.”3

Ketentuan mengenai asas teritorial ini dapat dijelaskan dengan teori

mengenai kewenangan setiap negara berdaulat untuk menjaga ketenteraman di

wilayahnya. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan

2 A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 1995, hlm. 162. 3 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1976 Pasal 1 ayat (1) tentang Perubahan dan

Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan terhadap Sarana-prasarana Penerbangan.

Page 95: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

65

memberlakukan ketentuan hukum yang berlaku di dalamnya. Di samping itu

ada pandangan yang mengatakan bahwa negara yang menjadi tempat

dilakukannya suatu kejahatan adalah negara yang paling berhak untuk

memberlakukan hukum terhadap pelaku.4 Asas teritorial menitik beratkan

pada terjadinya tindakan pidana dalam suatu negara.5 Dalam artian bahwa

segala bentuk tindak pidana yang terjadi dalam negara tersebut tidak bisa lepas

dari peraturan pidana yang telah diundang kan kecuali bagi orang-orang asing

yang mendapat hak eksteritorial yang tercantum dalam Pasal 9 KUHP.

Orang-orang asing yang mendapat hak eksteritorial, mereka tidak

dapat diganggu gugat sehingga ketentuan pidana nasional tidak berlaku bagi

mereka dan mereka hanya tunduk pada undang-undang pidana negaranya

sendiri. Dengan adanya hak eksteritorial bukan berarti mereka dapat bertindak

di luar ketentuan hukum. Bagi mereka senantiasa dapat dimajukan pengaduan

kepada pemerintahannya. Pengaduan ini dapat disertai dengan tuntutan untuk

menarik mereka ke negaranya untuk diadili berdasarkan hukum pidana di

negaranya, hanya saja hal ini harus senantiasa dilakukan melalui jalur

diplomatik.6

Selain itu, hukum-hukum Islam ditegakan atas dasar persamaan antar

manusia tanpa membedakan ras dan golongan. Hal ini sesuai dengan ruh Islam

yang menjadi rahmat bagi sekalian alam. Namun demikian tidak dapat

dipungkiri, pada kenyataannya tidak semua wilayah atau negara menggunakan

4 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, alih bahasa Bambang Iriana Djajaatmaja,

Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm. 277. 5 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rineika Cipta, 2000, hlm. 38. 6 R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional, 1981, hlm. 6-7.

Page 96: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

66

syariat Islam sebagai landasan hukum meskipun sesungguhnya di suatu

wilayah atau negara mayoritas penduduknya beragama Islam. Dengan

demikian hukum Islam dalam arti formalnya hanya dapat berlaku pada

wilayah-wilayah yang bersifat regional.

Sanksi hukum pidana dalam Islam, dilihat dari segi tempat terbagi

pada dua macam, yaitu: pertama yang telah ditetapkan dalam nas-nas syara’

(al-Qur’an, al-sunnah yang berkaitan dengan ‘uqubah, hudud maupun qisas).

Ketentuan ini berlaku umum (universal) untuk semua negara Islam. Kedua

adalah ‘uqubah yang tidak ditetapkan secara pasti oleh Syari’, mengenai

ketentuannya diserahkan kepada pemerintah untuk mengadakan sekaligus

menjalankan ketentuan tersebut. Ketentuan ini tidak harus sama antara satu

daerah dengan daerah lain. Oleh karenanya tidak menjadi soal ketika satu

hukuman berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya selama hal ini

dapat menanggulangi kejahatan atau kerusakan yang terjadi.7

Pada dasarnya suatu negara memiliki wewenang untuk menerapkan

undang-undang pidana terhadap setiap kejahatan yang dilakukan di wilayah

teritorial, baik pelakunya sebagai warga negara tersebut maupun bukan. Hal

ini dikarenakan setiap negara yang berdaulat wajib menjamin ketertiban

hukum yang terjadi di wilayahnya. Selain itu setiap negara yang berdaulat

mempunyai kewajiban untuk tidak melaksanakan kedaulatan di wilayah

negara lain. Pembagian negara atau sistem pemerintahan kepada dar as-salam

dan dar al-harb bukan berarti hanya ada dua sistem pemerintahan dalam Islam.

7 Abu Zahrah, al-Jarimah wa al-‘Uqubah fi al-Fiqh al-Islamiy, Beirut: Dar al-Fikr al-

‘Arabi. Ttp, hlm. 338-340.

Page 97: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

67

Pembagian ini lebih dimaksudkan pada pembagian wilayah sebagai wilayah

yang aman dar as-salam bagi umat Islam dan yang kedua sebagai wilayah

permusuhan (perang) dar al-harb bagi kaum muslimin. Selain itu, pembagian

negara dimaksudkan untuk menentukan hukum yang berlaku di kedua bentuk

negara tersebut.

Negara-negara Islam, meskipun berbeda dalam sistem pemerintahan

dianggap sebagai satu negara (dar) dikarenakan negara-negara Islam, dalam

masalah penerapan hukum mempunyai asas yang sama, yaitu berlandaskan

syariat Islam. Dari segi ini, negara-negara Islam mempunyai satu kesatuan

hukum dan oleh karenanya tiap dar as-salam dianggap sebagai wakil bagi dar

as-salam yang lain dalam penerapan hukum pidana.

Pandangan ini tidak berbeda terhadap dar al-harb, seluruh negara yang

tidak menerapkan ketentuan syariat Islam dianggap sebagai dar al-harb,

meskipun negara-negara tersebut mempunyai sistem pemerintahan yang

berbeda. Berdasarkan hal ini pula dapat disimpulkan bahwa dalam masalah

penerapan hukum dapat di tentukan oleh batas-batas wilayah negara serta

sistem hukum yang berlaku di dalamnya dan juga berdasarkan

kewarganegaraan pelaku.

Dalam hukum pidana Islam dikenal beberapa kaidah mengenai

ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam masalah pidana. Kaidah-kaidah ini

merupakan pedoman dalam pelaksanaan maupun pengguguran hukuman.

Page 98: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

68

Selain itu, kaidah-kaidah ini juga sebagai petunjuk bagi manusia untuk

mengetahui hak milik serta batasan-batasannya.

Kaidah-kaidah ini di antaranya adalah:

إ� �� ���.�� و� �� ��� �

Ketentuan mengenai termasuk atau tidaknya suatu perbuatan dalam jarimah

haruslah menurut nas (al-Qur’an dan Hadits). Berdasarkan hal ini, kejahatan-

kejahatan yang dapat dihukum berdasarkan pidana Islam telah diatur oleh nas

yang merupakan rukun Syari’ dalam pidana Islam. Adapun ketentuan

mengenai nas adalah bahwa nas tersebut harus berlaku tidak dimansukh

ketika dilakukannya perbuatan. Yang kedua adalah bahwa nas tersebut harus

berlaku dapat menjangkau di tempat terjadinya perbuatan. Ketentuan

selanjutnya adalah bahwa nas harus berlaku bagi pelaku atau nas tersebut

merupakan peraturan yang mengikat baginya.

Kaidah yang kedua adalah:

� م �� ا�����ء ���� ون أ�� م � ���$% ا���$�$# "! دار ا

ا�&'�

Dari kaidah ini dapat dijelaskan bahwa seluruh umat muslim di dar as-salam

memiliki hak serta kewajiban yang sama meskipun mereka berasal dari

wilayah yang berbeda. Persamaan dalam hukum, juga mencakup setiap orang

non-muslim yang berada di dar as-salam dikarenakan mereka ketika berada di

Page 99: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

69

dar as-salam, juga memiliki hak serta kewajiban sebagaimana penduduk

muslim.

Kaidah ketiga berbunyi:

� م �$( �)را.8� � ا�/.- �� ,+*� م "! دار ا

Tidak mengetahui hukum islam tidak menjadikan uzur.

Kaidah keempat berbunyi:

وا��! 4; �! , �$( ,ي آ� ن +2 ا�'�7 �# ا�/ ا56 ا��! �4'21 �23 ا�01

ا56 ا�3;ود�

Bahwa para pemimpin dan siapa saja di dar as-salam tidak mempunyai hak

untuk memaafkan suatu kejahatan hudud. Tidak adanya hak untuk memaafkan

atau menggugurkan hukuman juga berlaku terhadap korban dan orang yang

menjadi wali korban.

Abu Hanifah berpendapat bahwa Hukum Islam diterapkan atas jarimah

(tindak pidana) yang dilakukan di dar as-salam, yaitu tempat-tempat yang

masuk dalam kekuasaan pemerintahan Islam tanpa melihat jenis jarimah

maupun pelaku, muslim maupun non-muslim.9 Di luar dar as-salam hukum

Islam yang menyangkut masalah pidana tidak berlaku kecuali untuk

kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan hak perseorangan (haq adamiy).

Abu Hanifah menitikberatkan pada tempat sebagai unsur utama untuk

menentukan berlaku tidaknya ketentuan hukum Islam.

8 Samsul Ma’arif, Terjemah Matan Taqrib Ringkas dan Jelas, cet-II, Magelang: Toko

Kitab Salamun Tegalrejo, 2009, hlm.203. 9 ‘Abd al-Qadir ‘Audah, at-Tasyri al-Jana’i al-Islamiy Muqaranan bi al-Qanun al-

Wad‘iy, Juz. I, Beirut: Muasasah ar- Risalah. 1994, hlm. 280.

Page 100: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

70

Abu Yusuf salah seorang tokoh fiqih dalam mazhab Hanafi

berpendapat bahwa hukum Islam berlaku atas semua tindak pidana yang

terjadi di daerah hukum dar as-salam, baik ia bermukim (penduduk) seperti

seorang muslim atau zimmiy, ataupun bermukim untuk sementara seperti

seorang musta’min. Ia berasumsi bahwa seorang muslim diharuskan menuruti

dan melaksanakan syariat Islam karena ke-Islamanya dan seorang zimmiy

dikarenakan akad zimmah-nya yang menjamin keamanan yang tetap baginya

di dar as-salam. Adapun bagi seorang musta’min, ia harus melaksanakan

hukum-hukum Islam dan menaatinya mengingat ‘aqd al-amn (yaitu akad

jaminan keamanan) yang waktunya terbatas sesuai dengan perjanjian yang

telah memberikan kepadanya hak untuk menetap dalam jangka waktu tertentu

di dar as-salam.10

Selanjutnya Imam asy-Syafi’I, Imam Maliki, dan Imam Ahmad

(jumhur) berpendapat bahwa hukum Islam dapat diterapkan atas segala

kejahatan yang dilakukan di mana saja selama tempat tersebut masih termasuk

dalam daerah yuridiksi dar as-salam, baik pelaku nya adalah seorang muslim,

zimmiy maupun musta’min. Ini berarti bahwa aturan-aturan pidana tidak

terikat oleh wilayah melainkan terikat oleh subyek hukum.11 Jadi setiap

muslim tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang dilarang atau

meninggalkan hal-hal yang diperintahkan atau diwajibkan di manapun ia

berada.

10 Ibid., hlm. 285. 11 ‘Abd al-Qadir ‘Audah, op.cit. hlm. 287.

Page 101: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

71

B. Penerapan Teori Locus Delicti

Dalam masalah penerapan hukum, selain berdasarkan

kewarganegaraan12 dengan ke-Islaman maupun berdasarkan akad zimmah

Abu Hanifah mensyaratkan adanya kedaulatan terhadap tempat. Bila seorang

harbiy masuk Islam di negaranya dan belum pindah atau berhijrah ke dar as-

salam maka, hukum pidana Islam tidak dapat menjangkau atau tidak berlaku

bagi kejahatan yang ia lakukan di negaranya (dar al-harb). Hal ini dikarenakan

ketika ia melakukan kejahatan, ia berada di wilayah yang di dalamnya tidak

ada kedaulatan negara Islam yang mengakibatkan tidak adanya kemampuan

bagi penguasa dar as-salam untuk memberlakukan serta memberi hukuman

kepada pelaku sesuai dengan ketentuan hukum pidana Islam. Aspek tempat

inilah yang kemudian menjadi titik tolak dalam penerapan hukum pidana

Islam dalam teori Abu Hanifah mengenai ruang lingkup berlakunya hukum

pidana.

Berdasarkan hal ini pula jika seorang penduduk dar as-salam

melakukan suatu kejahatan dalam pandangan hukum Islam di dar al-harb

maka ia tidak dapat dijatuhi hukuman berdasarkan ketentuan hukum pidana

Islam melainkan dihukumi berdasarkan hukum pidana yang berlaku di dar al-

harb. Negara tersebut (dar al-harb) dapat memberlakukan hukum pidana yang

berlaku berdasarkan asas teritorial yang dianut oleh negara tersebut dan jika

menganggap bahwa hal tersebut adalah suatu kejahatan. Keberadaannya

12 Yusuf Qardhawi menulis bahwa nasionalisme tidak terletak pada batas wilayah geografis melainkan pada aqidah. Dari pendapatnya ini dapat difahami bahwa meskipun umat Islam berada di wilayah yang berbeda, akan tetapi mereka dianggap satu dalam masalah nasionalisme, yaitu nasionalisme yang berdasarkan akidah Islam, Menyatukan Pikiran Para Pejuang Islam, alih bahasa Ali Makhtum Assalamy (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), hlm. 97.

Page 102: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

72

penduduk dar as-salam di dar al-harb meniadakan kewajiban bagi penguasa

untuk memberi hukuman terhadapnya. Begitu juga sekembalinya ia ke dar as-

salam, kejahatan yang ia lakukan di dar al-harb tidak mengharuskan ia

mendapat hukuman di karenakan ketika ia melakukan kejahatan tersebut

ketentuan pidana Islam (nas) tidak menjangkau apa yang ia lakukan.

Berkaitan dengan penerapan teori Abu Hanifah terhadap seorang

muslim yang menjadi penduduk dar al-harb, hijrahnya seorang harbiy yang

telah masuk Islam dari dar al-harb ke dar as-salam dijadikan syarat

kewarganegaraan dar as-salam menurut Abu Hanifah. Selama ia belum pindah

ke dar as-salam maka hukum pidana Islam belum berlaku bagi pelanggaran-

pelanggaran yang ia lakukan di dar al-harb.13 Hukum pidana yang mengikat

baginya adalah hukum pidana yang berlaku di negara tersebut.

Negara Islam, meskipun bukan negara nasionalis,14 namun tetap

membatasi kewarganegaraan hanya bagi mereka yang menetap di wilayah dar

as-salam dan orang-orang yang telah ber hijrah ke dalamnya. Firman Allah

dalam al-Qur’an:

إن< ا�<)�# E���ا وه�� وا و��ه;وا C���ا�.5 وأ7B�.5 "! �?$- ا�1<0 وا�<)�#

وا أوH'� IJ�.5 أو�$�ء �'G وا�<)�# E���ا و5� �.�� وا �� KBووا وE

وآ5 "! ا�;M�# �*5 �# و����.L #� 5!ء +K���وا وإن ا ��.� N>�

13 Mengenai kewarganegaraan dalam Islam lihat misalnya Teungku Muhammad Hasbi

ash Shiddieqie, Hukum antar Golongan, (ed.) H.Z. Fuad Hasbi Ash Shhidieqy, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001,hlm. 43-45.

14 Syaukat Hussain menyebutnya sebagai negara ideologis. Masyarakat dalam negara ini diklasifikasikan pada dua kelompok yaitu muslim (yang percaya pada ideologi negara) dan warga non-muslim (yang tidak percaya pada ideologi negara), Hak Asasi Manusia dalam Islam, alih bahasa Abdul Rochim C. N (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 75.

Page 103: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

73

$K� �1ن�4' ���م �$�*5 و�$�.5 �$��ق وا�1<0 �Q N1� �>إ� K>1$*5 ا��'"

R٧٢U Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta

berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Anfall: 72).15

Pada ayat ini dinyatakan bahwa Nabi Muhammad sebagai kepala

negara Islam, dibebaskan dari segala macam tanggung jawab terhadap orang-

orang muslim yang bukan warga negara dari negara Islam.16

Ketentuan mengenai boleh nya setiap dar as-salam untuk menerapkan

hukum Islam terhadap seorang penduduk dar as-salam di dar as-salam yang

lain, berlaku selama pelanggaran yang dilakukan belum diadili oleh salah satu

dar as-salam yang menjadi asal pelaku, dar as-salam yang menjadi tempat

dilakukannya perbuatan maupun dar as-salam yang menjadi tempat pelarian

bagi pelaku. Begitu juga bila pelanggaran yang dilakukan telah dijatuhi bukan

berdasarkan ketentuan pidana Islam maka, pelanggaran tersebut harus kembali

diadili dengan ketentuan syariat Islam di dar as-salam yang bermaksud untuk

mengadili.

15 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 273. 16 Syaukat Hussain Hak Asasi Manusia dalam Islam, alih bahasa Abdul Rochim C. N

Jakarta: Gema Insani Press, 1996., hlm. 21.

Page 104: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

74

Mengenai para musta’min, Abu Hanifah berpendapat bahwa ketentuan

pidana Islam tidak berlaku kecuali terhadap pelanggaran yang berkaitan

dengan hak-hak individu selain hudud dan qisas. Oleh karenanya, seorang

musta’min yang melakukan suatu kejahatan yang berkaitan dengan hak-hak

jama’ah atau hak Allah di dar as-salam tidak dapat dikenai hukuman

berdasarkan ketentuan hukum pidana Islam. Hal ini dikarenakan keberadaan

seorang musta’min di dar as-salam adalah dalam rangka bermu’amalah seperti

berdagang atau lainnya. Pendapat seperti inilah yang digunakan Imam Abu

Hanifah menggunakan salah satu metode istinbat hukum sesuai dengan ayat

al-Qur’an surat Al-Anfaall ayat 72.

Dalam hukum pidana positif, penerapan hukum pidana suatu negara

terhadap kejahatan yang terjadi di dalam batas-batas wilayah negara

didasarkan atas asas teritorial. Tidak ada ketentuan tentang kejahatan seperti

apa yang tunduk pada asas teritorial suatu negara. Dalam KUHP Indonesia

hanya disebut ketentuan umum bahwa undang-undang pidana Indonesia

berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana dalam wilayah

Indonesia.17 Penerapan hukum pidana yang didasarkan pada asas teritorial ini

berlaku umum, dalam artian bahwa setiap kejahatan yang terjadi di wilayah

teritorial Indonesia tunduk pada perundang-undangan pidana nasional.

Ketentuan ini berlaku bagi siapa saja yang melakukan suatu kejahatan di

wilayah yuridiksi Indonesia tanpa memandang kewarganegaraan pelaku.

17 Pasal 2 KUHP.

Page 105: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

75

Asas teritorial dilandasi oleh bermacam prinsip yang di antaranya

adalah bahwa kejahatan yang terjadi di suatu wilayah negara harus diatasi oleh

negara dimana kejahatan itu terjadi. Pertimbangan lainnya adalah bahwa

negara yang menjadi tempat terjadinya kejahatan adalah negara yang di

anggap memiliki kepentingan paling kuat, memiliki fasilitas paling baik serta

memiliki perangkat paling kuat untuk menerapkan hukum pidana nya terhadap

kejahatan yang dilakukan baik oleh warga negaranya maupun oleh orang-

orang asing yang berada di wilayahnya.18

Selain memiliki hak serta kekuasaan terhadap kejahatan yang terjadi di

wilayah teritorial, suatu negara dalam pandangan hukum Internasional juga

memiliki hak-hak istimewa bagi duta-duta diplomatik nya di negara lain.19

Hak istimewa ini dapat dinikmati berupa hak immunitas atau kekebalan

hukum terhadap yuridiksi sebuah negara.

Hal ini mengakibatkan adanya pengecualian bagi mereka yang

memiliki hak tersebut dalam penerapan hukum pidana suatu negara. Dengan

kata lain, mereka yang mendapat hak immunitas, meskipun mereka melakukan

suatu kejahatan di wilayah teritorial Indonesia, hukum pidana Indonesia tidak

dapat di terapkan terhadap mereka.20

18 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, alih bahasa Bambang Iriana Djajaatmaja

(Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 277. 19 Hak-hak lainnya yang melekat bagi sebuah negara merdeka di antaranya adalah

kekuasaan eksklusif untuk melakukan kontrol terhadap urusan-urusan dalam negeri, kekuasaan untuk memberi izin masuk dan mengusir orang-orang asing dan juga sebuah negara dianggap memiliki yuridiksi tunggal terhadap kejahatan-kejahatan yang terjadi/dilakukan di wilayah teritorial negara tersebut. Lihat Ibid., hlm. 133.

20 Pengecualian bagi berlakunya hukum pidana yang didasarkan pada asas teritorial ini tercantum dalam Pasal 9 KUHP.

Page 106: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

76

Dengan adanya pengecualian ini maka dapat disimpulkan bahwa

meskipun setiap negara berdaulat memiliki hak untuk memberlakukan hukum

pidana nasional nya terhadap pelaku kejahatan di wilayahnya, dengan adanya

pengecualian bagi mereka yang mendapat hak immunitas, penerapan hukum

pidana berdasarkan asas teritorial tidak berlaku secara mutlak. Dalam

penerapannya, asas ini dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku

menurut hukum internasional.

Wilayah yang termasuk teritorial, selain wilayah tanah adalah wilayah

perairan dan udara. Ini merupakan perluasan bagi berlakunya hukum pidana

dari segi tempat. Dengan adanya perluasan ini maka, kejahatan yang terjadi di

dalam kendaraan air dan juga pesawat Indonesia tunduk pada perundang-

undangan pidana Indonesia.21 Dalam penerapannya, tidak semua kapal atau

perahu dianggap sebagai perpanjangan dari wilayah teritorial. Hanya kapal

yang berada di lautan terbuka yang di dalamnya dapat ditegakkan kedaulatan

teritorial. Berdasarkan hal ini, setiap kejahatan yang dilakukan di atas kapal

berbendera Indonesia, tunduk pada ketentuan hukum pidana Indonesia.

Berdasarkan hal ini setiap kejahatan yang dilakukan oleh seorang

penduduk dar as-salam di Indonesia atau di negara yang menerapkan hukum

pidana positif serta mengakui adanya asas teritorial baik dilakukan di wilayah

tanah, perairan maupun udara dan juga dalam perahu dan pesawat udara

Indonesia maka terhadap kejahatan tersebut dapat diberlakukan hukum pidana

yang berlaku di Indonesia atau negara yang menerapkan hukum pidana positif.

21 Pasal 3 KUHP sebagai perluasan bagi berlakunya perundang-undangan hukum pidana

Indonesia sebagai mana tercantum dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1976.

Page 107: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

77

Adapun ketentuan hukum pidana Islam dalam hal ini tidak dapat diberlakukan

dikarenakan keberadaan pelaku di luar wilayah kekuasaan dar as-salam.

Berdasarkan hal ini pula negara tempat dilakukannya perbuatan dar al-harb

dapat memberlakukan hukum yang berlaku berdasarkan asas teritorial. Hal ini

apabila perbuatan yang dilakukan oleh penduduk dar as-salam tersebut

dianggap sebagai kejahatan dalam hukum pidana positif.

Persamaan antara teori Abu Hanifah dengan asas teritorial dalam

hukum pidana positif adalah pada adanya penekanan terhadap tempat sebagai

dasar bagi pemberlakuan ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan.

Dalam pendapat Abu Hanifah, hal ini dapat dilihat dengan berlakunya

ketentuan jarimah terhadap kejahatan yang dilakukan di dar as-salam, baik

pelakunya seorang muslim maupun zimmiy. Ini merupakan suatu keharusan

bagi tiap negara untuk memberlakukan hukum pidananya terhadap setiap

pelanggaran yang terjadi di wilayahnya. Selama kejahatan tersebut terjadi di

dalam batas-batas wilayah negara, maka hukum pidana yang berlaku dapat

menjangkau serta berlaku terhadap pelaku. Oleh karenanya hukum pidana

Islam berlaku bagi kejahatan yang dilakukan oleh seorang warga Indonesia di

dar as-salam. Sedangkan perbedaan Teori Imam Abu Hanifah dengan asas

teritorial dalam hukum positif perbedaan mengenai warga negara di luar

negeri, dimana menurut hukum positif dikenakan hukuman, sedangkan

menurut Abu Hanifah tidak dikenakan hukuman.

Selain itu, tidak diberlakukannya hukum pidana bagi kejahatan yang

dilakukan oleh penduduk dar as-salam di dar al-harb, melainkan diberikannya

Page 108: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

78

wewenang kepada penguasa dar al-harb untuk melaksanakan hukuman kepada

pelaku berdasarkan asas teritorial yang berlaku merupakan ketentuan yang

timbul akibat dari disyaratkan kedaulatan (kekuasaan) terhadap tempat dalam

penerapan hukum pidana.

Mengenai para kepala negara dan para konsul yang berada atau sedang

berkunjung di dar as-salam, seperti halnya seorang musta’min yang bebas dari

ketentuan pidana terkecuali terhadap pelanggaran yang menyangkut hak

individu. Pendapatnya ini seperti di berlakukannya hak immunitas bagi para

kepala negara asing dan para konsul dalam teori hukum pidana positif, hanya

saja dalam hukum positif ketentuan mengenai tidak berlakunya hukum pidana

nasional terhadap mereka berlaku secara mutlak, dalam artian bahwa hukum

pidana nasioanal tidak berlaku bagi mereka dalam keadaan bagaimanapun.

Adapun hukum yang berlaku bagi mereka adalah hukum yang berlaku di

negara mereka. Hak penuntutan serta pengadilan diserahkan kepada negara

tersebut.

Mengenai para konsul negara asing di dar as-salam, hukum yang

berlaku bagi mereka adalah hukum yang berlaku bagi seorang musta’min.

dengan demikian, hukum yang berlaku bagi mereka adalah hukum yang

menyangkut hak individu. Ini merupakan perbedaan antara pendapat Abu

Hanifah dengan hukum pidana positif mengenai para konsul negara asing.

Berdasarkan teori Abu Hanifah, suatu negara Islam dapat

memberlakukan hukum pidana Islam dalam kapal maupun perahu milik

berbendera negara tersebut. Seperti halnya markas-markas tentara muslim di

Page 109: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

79

medan perang yang dianggap sebagai wilayah kedaulatan dar as-salam, begitu

juga terhadap kapal (perahu) milik suatu dar as-salam.. Berdasarkan pendapat

Abu Hanifah yang menekankan adanya kekuasaan terhadap tempat maka

kapal tersebut dapat dianggap sebagai perluasan bagi wilayah dar as-salam

dan oleh karenanya hukum pidana Islam berlaku terhadap kejahatan yang

terjadi di dalamnya baik pelakunya sebagai warga dar as-salam maupun warga

dari negara yang menerapkan hukum pidana positif seperti halnya Indonesia.

Asas-asas berlakunya ketentuan pidana dari segi tempat dalam

penerapannya didasarkan pada kewenangan negara terhadap tempat serta

adanya kewenangan terhadap pelaku (kewarganegaraan). Dalam hukum

pidana positif, penerapan asas teritorial mencakup seluruh kejahatan yang

dilakukan atau terjadi di dalam batas-batas wilayah negara. Ketentuan ini

berlaku bagi warga negara maupun warga negara asing yang melakukan

kejahatan di wilayah negara tersebut. Dalam penerapannya, keberadaan

seseorang di wilayah negara telah dianggap cukup untuk memberlakukan

hukum pidana nasional tanpa harus berdomisili di negara tersebut. Dalam

hukum pidana Islam, teori Abu Hanifah yang menekankan adanya

kewenangan terhadap tempat dalam penerapan hukum, dapat diterapkan

terhadap setiap kejahatan yang dilakukan di batas-batas wilayah dar as-salam

oleh penduduk dar as-salam, yaitu muslim dari dar as-salam manapun ia

berasal maupun sebagai penduduk dar al-harb yang belum menetap (berhijrah)

di dar as-salam dan zimmiy (orang-orang yang menetap) tidak pada para

pendatang atau musta’min kecuali pada kejahatan-kejahatan yang

Page 110: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

80

berhubungan dengan kemaslahatan jama’ah. Dalam asas teritorial hukum

pidana positif dan teori Abu Hanifah terdapat pengecualian dalam penerapan

hukum meskipun mereka melakukan kejahatan di wilayah teritorial. Adapun

asas kewarganegaraan dalam hukum positif penerapannya terhadap warga

negara yang melakukan kejahatan di luar wilayah teritoir (luar negeri) dengan

kejahatan-kejahatan tertentu. Adapun teori Abu Yusuf penerapannya tidak

jauh berbeda dengan penerapan teori Abu Hanifah hanya saja jangkauannya

lebih luas, yaitu tidak terbatas pada mereka yang menetap di dar as-salam.

Dengan ketentuan seperti ini, terhadap seorang muslim yang bukan berasal

dari dar as-salam berdasarkan ke-Islamannya yang berada di dar as-salam

dapat dikenai ketentuan pidana Islam jika ia melakukan suatu kejahatan.

Ketentuan ini berlaku juga bagi mereka para pendatang di dar as-salam tanpa

terkecuali. Adapun asas universal dalam penerapannya oleh negara-negara

mencakup seluruh kejahatan yang telah disepakati berdasarkan konvensi

Internasional. Berdasarkan hal ini tiap negara yang di dalamnya terdapat

pelaku kejahatan yang menyangkut kepentingan Internasional dapat

memberlakukan hukum pidana nasionalnya terhadap pelaku tanpa melihat

aspek kewarganegaraan. Berdasarkan ketentuan berlakunya hukum pidana

Islam terhadap setiap jarimah yang dilakukan di dar as-salam.

Titik temu antara asas-asas hukum pidana positif dengan teori para

Imam Madzhad mengenai ketentuan berlakunya hukum pidana dilihat dari

segi tempat adalah pada aspek tempat dilakukannya kejahatan. Berdasarkan

hal ini setiap kejahatan (pelanggaran) yang terjadi di wilayah teritorial dar as-

Page 111: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

81

salam maupun negara yang menerapkan hukum pidana positif tunduk terhadap

hukum yang berlaku di negara tersebut. Adapun kewarganegaraan pelaku

dalam hal ini tidak dapat dipermasalahkan. Hal ini berkaitan dengan sistem

hukum yang berbeda antara hukum pidana positif dan hukum pidana Islam.

Suatu perbuatan yang dianggap sebagai suatu kejahatan dalam hukum pidana

positif tidak selalu dianggap kejahatan dalam hukum pidana Islam. Oleh

karenanya penerapan hukum terhadap kejahatan yang melibatkan dua negara

dar as-salam dan negara yang menerapkan hukum pidana positif hanya dapat

dilihat dari satu sistem hukum pidana, yaitu hukum negara yang memandang

perbuatan tersebut sebagai kejahatan dan di mana perbuatan tersebut

dilakukan oleh pelaku. Adapun kejahatan yang diakui oleh kedua sistem

hukum tersebut maka lembaga ekstradisi atau penyerahan pelaku kejahatan

dapat ditempuh untuk menyerahkan pelaku kejahatan kepada negara yang

mempunyai wewenang terhadap pelaku. Dengan demikian hukum yang

berlaku di dar as-salam dan negara yang menerapkan hukum pidana positif

yang berbeda dalam sistem pemerintahan akan senantiasa berjalan dan pelaku

kejahatan tidak dapat menghindarkan diri dari penuntutan.

Page 112: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

82

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai asas-asas berlakunya ketentuan hukum pidana

dari segi tempat (locus delicti) maka pada bab ini penulis dapat menuangkan hasil

penelitian ini dalam beberapa point kesimpulan:

1. Berlakunya ketentuan pidana dari segi tempat dalam penerapannya didasarkan

pada kewenangan negara terhadap tempat serta adanya kewenangan terhadap

pelaku (kewarganegaraan). Dalam hukum pidana positif, penerapan asas teritorial

mencakup seluruh kejahatan yang dilakukan atau terjadi di dalam batas-batas

wilayah negara. Ketentuan ini berlaku bagi warga negara maupun warga negara

asing yang melakukan kejahatan di wilayah negara tersebut. Dalam

penerapannya, keberadaan seseorang di wilayah negara telah dianggap cukup

untuk memberlakukan hukum pidana nasional tanpa harus berdomisili di negara

tersebut. Dalam hukum pidana Islam, teori Abu Hanifah yang menekankan

adanya kewenangan terhadap tempat dalam penerapan hukum, dapat diterapkan

terhadap setiap kejahatan yang dilakukan di batas-batas wilayah dar as-salam oleh

penduduk dar as-salam, yaitu muslim dari dar as-salam manapun ia berasal

maupun sebagai penduduk dar al-harb yang belum menetap (berhijrah) di dar as-

salam dan zimmiy (orang-orang yang menetap) tidak pada para pendatang atau

musta’min kecuali pada kejahatan-kejahatan yang berhubungan dengan

Page 113: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

83

kemaslahatan jama’ah. Dalam asas teritorial hukum pidana positif dan teori Abu

Hanifah terdapat pengecualian dalam penerapan hukum meskipun mereka

melakukan kejahatan di wilayah teritorial.

2. Persamaan antara teori Abu Hanifah dengan asas teritorial dalam hukum pidana

positif adalah pada adanya penekanan terhadap tempat sebagai dasar bagi

pemberlakuan ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan. Dalam

pendapat Abu Hanifah, hal ini dapat dilihat dengan berlakunya ketentuan jarimah

terhadap kejahatan yang dilakukan di dar as-salam, baik pelakunya seorang

muslim maupun zimmiy. Ini merupakan suatu keharusan bagi tiap negara untuk

memberlakukan hukum pidananya terhadap setiap pelanggaran yang terjadi di

wilayahnya. Selama kejahatan tersebut terjadi di dalam batas-batas wilayah

negara, maka hukum pidana yang berlaku dapat menjangkau serta berlaku

terhadap pelaku. Oleh karenanya hukum pidana Islam berlaku bagi kejahatan

yang dilakukan oleh seorang warga Indonesia di dar as-salam. Sedangkan

perbedaan Teori Imam Abu Hanifah dengan asas teritorial dalam hukum positif

perbedaan mengenai warga negara di luar negeri, dimana menurut hukum positif

dikenakan hukuman, sedangkan menurut Abu Hanifah tidak dikenakan hukuman.

3. Teori Abu Hanifah tentang lingkungan berlakunya syariat Islam terutama

mengenai orang-orang musta’min mempunyai pengaruh yang buruk bagi negeri-

negeri Islam, karena pendapat tersebut dijadikan dasar untuk pemberian hak

istimewa kepada orang-orang asing (musta’min). Akibat tersebut masih terasa

sampai sekarang. Pemberian hak istimewa tersebut cukup mendorong mereka

untuk memasuki negara-negara Islam dengan mendapat jaminan keselamatan.

Page 114: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

84

Setelah kaum muslimin lemah banyak hak-hak mereka yang dilanggar. Keadaan

seperti ini menyiapkan jalan kemenangan bagi orang-orang asing. Selain itu, tidak

dituntutnya orang-orang muslim yang berbuat pidana di dar al-harb, akan

mempersubur jarimah, terutama jarimah yang bertalian dengan akhlak, bahkan

juga jarimah yang ditujukan kepada keamanan, kedudukan serta kewibawaan dar

as-salam.

B. Saran

Dalam masalah penerapan hukum pidana, dalam hukum pidana Islam maupun

hukum pidana positif sangat berkaitan dengan adanya kewenangan terhadap tempat,

oleh karenanya antara dār as-salām maupun negara yang menerapkan hukum pidana

positif diperlukan adanya perjanjian untuk saling menyerahkan para pelaku kejahatan

karena dengan cara seperti inilah para pelaku kejahatan tidak dapat melarikan diri dari

hukum yang berlaku terhadap dirinya.

Dalam masalah yang berkaitan dengan asas-asas yang menjadi landasan

diberlakukannya hukum pidana dari segi tempat, kiranya diperlukan adanya kajian

lebih lanjut dalam masalah ini. Hal ini dikarenakan kejahatan akan terus berkembang

sebagaimana berkembangnya teknologi yang pada akhirnya akan melahirkan

kejahatan-kejahatan baru yang tidak mengenal batas-batas wilayah geografis suatu

negara.

Page 115: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

85

C. Penutup

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan

skripsi, dengan disertai do’a semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti pada

khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Penulis menyadari, meskipun penulisan skripsi ini sudah diusahakan

sepenuhnya bahwa skripsi ini kurang dari sempurna, maka dari itu segala kritik,

koreksi dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman sangat diharapkan

demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya penulis berdo’a semoga Allah SWT senantiasa menganugerahkan

rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua dan semoga skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Page 116: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

86

A. Pembagian Negara dalam Islam

Berbeda dengan syari’at Nabi-nabi sebelumnya yang bersifat lokal dan

temporal, syari’at Islam yang di bawah oleh Nabi Muhammad SAW bersifat

internasional dan kekal hingga akhir zaman.1 Dengan kata lain syari’at islam bersifat

universal melintasi batas-batas ruang dan waktu. Syari’at Islam adalah syari’at

Internasional, bukan untuk golongan atau bangsa saja bukan pula untuk suatu benua

tertentu.2 Oleh karena itu syari’at Islam ditunjukkan kepada orang-orang muslim

maupun bukan muslim, kepada penduduk Islam atau non Islam. Akan tetapi karena

tidak semua orang percaya kepada syari’at Islam, tidak mungkin dipaksakan.

Sedangkan syari’at Islam hanya dapat diterapkan di negeri-ngeri yang berada di

tangan kaum muslimin. Dengan demikian berlakunya syari’at Islam berhubungan erat

dengan kekuasaan dan kekuatan kaum kaum muslimin. Dalam artian bahwa semakin

luas daerah yang dikuasai, semakin luas pula daerah berlakunya syari’at itu, dan

sebaliknya. Dari aspek ilmiah syari’at Islam tetap bersifat universal, dan bersifat

nasional jika di lihat dari aspek pemberlakuannya.3 Pada dataran ideal, syariat Islam

1 http://generasimujahid.multiply.com/journal/item/4/makalahQ/ 21/11/09/21.30 WIB. 2 A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 106. 3 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum Antar Golongan (ed.) H.Z. Fuad Hasbi Ash- Shiddieqy

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), hlm. 3.

Page 117: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

87

dengan sifatnya yang universal dapat meliputi seluruh alam tanpa batas, tidak terbatas

pada daerah tertentu seperti ruang lingkup ajaran-ajaran nabi sebelumnya. Firman

Allah SWT:

������� ��١٠٧و�� أر����ك إ��� ر��

Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi

semesta alam (QS. Al- anbiya’: 107).4

Akan tetapi pada kenyataannya syariat Islam hanya berlaku pada bangsa-

bangsa atau negara yang di dalamnya tegak kekuasaan Islam. Dengan demikian

berlakunya hukum Islam sangat terkait dengan kekuasaan yang ada dan berkembang

di suatu negara. Berdasarkan kenyataan ini, jumhur Ulama membagi negara yang

merupakan alat kekuasaan dalam menerapkan hukum islam kepada dua bagian, yaitu

dar-Islam dan dar-Harb.

Berkaitan dengan penerapan hukum, para fuqoha membagi negara menjadi

dua, dar as-salam dan dar al-harb.

1111.... Dar asDar asDar asDar as----salamsalamsalamsalam

Dar as-salam merupakan suatu negeri yang seluruh penduduknya muslim

dan mereka dapat menegakkan hukum Islam di dalamnya, juga masuk kategori

ini tiap tempat atau wilayah yang seluruh atau sebagian besar penduduknya

adalah muslim. Begitu juga negara yang diperintah atau berada di bawah

kekuasaan orang muslim sekalipun mayoritas penduduknya adalah non-muslim

4 Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemah, Semarang : Toha Putra, 2006, hlm. 508.

Page 118: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

88

sepanjang orang-orang muslim di dalamnya dapat menegakan hukum Islam serta

tidak ada tentangan dari penduduk non-muslim.5

Sehubungan dengan permasalahan di atas, penduduk dalam dar as-salam

dapat dibedakan menjadi tiga golongan.

a. Muslim, yaitu semua orang Islam yang tinggal dalam dar as-salam, baik

sebagai warga tetap maupun sebagai orang asing yang datang ke negara

tersebut. Terhadap mereka berlaku seluruh aturan hukum yang telah di

tetapkan oleh Syari’ karena ke-Islamannya.

b. śimmiy, yaitu penduduk selain muslim yang terhadap mereka dapat

diberlakukan hukum Islam. Mereka adalah penduduk yang menetap dalam dar

as-salam. Tidak menjadi soal apakah mereka beragama Nasrani maupun

Yahudi. Sebagian ulama berpendapat bahwa mereka sah tinggal dalam dar as-

salam meskipun beragama Majusi bahkan tidak beragama sekalipun, kecuali

orang-orang musyrik dan orang-orang yang murtad.

Mereka disebut ahl az-zimmah dikarenakan adanya akad yang terjadi

antara mereka dengan penguasa muslim. Adapun dasar dibolehkan nya akad

zimmah terdapat dalam firman Allah:

أ4� �� ا2��-آ�� ا�+�1رك 0/.-, �+�* ()�' آ��م ا���� #"� أ!� � وإن

��٦�/��� ذ9� !/7�8" 56م �� (�5�ن

Artinya: Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta

perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat

5 Khadijah Abu Utlah, al-Islam wa al-‘Alaqat ad-Dauliyyah fi as-Silmi wa al-Harb (Mesir, Dar al-

Ma‘arif: 1119), hlm. 123.

Page 119: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

89

mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang

aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak

mengetahui. (QS. At-Taubah: 6)6

Dengan akad tersebut mereka dapat hidup dalam perlindungan orang-

oramg muslim dengan disertai membayar jizyah. Dasar kewajiban membayar

jizyah tertera dalam firman Allah SWT:

��� B�6�5ا ا��A(� �� (@5��ن !����� و�� !�5��م ا�?<- و�� (=->5�ن �� �-�م ا�

ور5��� و�� (4(5�ن د(� ا�=F> �� ا��A(� أو5Bا اE�+�ب �+�* (5Cا

L� (4 وه" H�I-ون )M1��٢٩ا�

Artinya: Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak

(pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa

yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak

beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-

orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka

membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan

tunduk. (QS. At-Taubah: 29)7

Hukum yang berlaku bagi seorang zimmiy sama seperti hukum yang

berlaku bagi seorang muslim, kecuali pada hal-hal yang ditentukan lain

terhadap mereka. Mereka tidak diperintah untuk beribadah sebagaimana

seorang muslim. Lebih sempit lagi, mereka hanya diwajibkan untuk

6 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 278. 7 Ibid., hlm. 282.

Page 120: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

90

melakukan hal-hal yang menjadi hak Allah atau hak jama’ah, tidak pada hak

yang menjadi milik individu.8

Dengan akad zimmah-nya, seorang non-muslim yang ingin menetap

dalam dar as-salam mendapatkan hak dan kewajiban sebagaimana seorang

muslim. Hak-hak mereka di antaranya adalah:

1. Hak perlindungan. Perlindungan ini meliputi perlindungan terhadap segala

macam pelanggaran (serangan) yang berasal dari luar negeri maupun

terhadap segala macam kedzaliman yang berasal dari dalam negeri

sehingga mereka benar-benar dapat menikmati rasa aman dan tenteram di

dar as-salam.

2. Hak perlindungan dari kedzaliman orang Islam.

3. Hak kebebasan dalam berakidah serta bersyariat menurut agama mereka.

4. Hak berperkara di pengadilan dalam masalah perkawinan, talaq dan

sebagainya.

5. Dalam persaksian, tidak diterima kesaksian seorang kafir atas seorang

muslim. Sedangkan dalam masalah warits, Islam telah menjadikan

perbedaan agama sebagai salah satu hal yang dapat menghalangsi

seseorang untuk mendapat warisan.

6. Bagi seorang zimmiy boleh menempati tempat yang ia kehendaki di

wilayah dar as-salam.

7. Mereka juga diperbolehkan berperilaku (melakukan suatu hal) dengan

sesama mereka meskipun hal tersebut dilarang dalam Islam.

8 Abi al-Fadl Jalal ad-Din ‘Abd ar-Rahman as-Suyuti Asybah wa an-Nazair fi Qawa’id wa al-

Furu’ Fiqh asy-Syafi‘iy (Beirut: Muassasah al-Kutub as-Saqofiy, t.th.), hlm. 322-323.

Page 121: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

91

8. Mereka juga berhak mendapat perlakuan yang baik dari penduduk muslim

dalam pergaulan.9

Adapun kewajiban mereka dalam bernegara, sama seperti kewajiban

seorang muslim. Selain kewajiban untk membayar jizyah, mereka juga

dituntut untuk merasa ikhlas, tidak memata-matai serta tidak membongkar

rahasia dar as-salam kepada pihak musuh.

c. Musta’min, yaitu seorang harbiy yang masuk ke dalam dar as-salam dengan

izin atau atas dasar perlindungan yang khusus atau perjanjian yang menjadi

perlindungan bagi jiwa, raga serta harta selama berada di dar as-salam.

Perlindungan yang diterima oleh seorang musta’min bersifat temporal

(muaqqat) atau dibatasi oleh waktu. Berbeda dengan seorang zimmiy yang

dapat menetap dalam dar as-salam selama-lamanya, bila telah berakhir masa

yang telah ditentukan maka seorang musta’min harus kembali ke negara

asalnya.

Diberlakukannya syariat Islam terhadap seorang musta’min

dikarenakan permohonan perlindungan yang dimintanya dan hukumnya

seperti seorang zimmiy. Tidak ada perbedaan antara seorang zimmiy dengan

seorang musta’min kecuali pada lamanya mereka berdua dapat tinggal dalam

wilayah kekuasaan dar as-salam.

Seorang musta’min, selama ia berada di dar as-salam terikat oleh

hukum Islam dalam masalah pengelolaan harta. Dengan demikian ia boleh

9 Untuk pembahasan lebih lanjut mengenai hak-hak ahl az-zimmah lihat Yusuf Qardhawi,

Minoritas Nonmuslim di dalam Masyarakat Islam, alih bahasa Muhammad Al-Baqir (Bandung: Penerbit Karisma, 1994), hlm. 21-69.

Page 122: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

92

melakukan akad jual beli dengan berdasarkan hukum yang telah ditetapkan

oleh Islam mengenai jual beli. Keterikatan seorang musta’min dengan hukum

mu’amalah Islam telah menjadikan riba tidak boleh dilakukan. Hal ini

disebabkan Islam telah mengharamkan riba meskipun bagi seorang

musta’min, riba merupakan hal yang diperbolehkan.10

Mengenai hubungan seorang musta’min dengan ‘uqubah, ia berhak

mendapatkan hukuman bila melakukan pelanggaran terhadap hak hamba. Bila

ia melakukan pembunuhan terhadap seorang muslim maka ia dihukum

dengan hukuman yang sama seperti hukuman bagi seorang muslim. Begitu

juga bila ia melakukan pelanggaran terhadap hak seorang zimmiy atau

sesama musta’min seperti dirinya.11

As-Sayyid Sabiq berpendapat bahwa pelanggaran yang ia lakukan dan

merupakan pelanggaran terhadap hak Allah seperti berbuat zina, berhak

mendapat hukuman seperti halnya seorang muslim yang berbuat zina. Hal ini

dikarenakan zina merupakan tindak pidana yang dapat merusak masyarakat

muslim.12

2. Dar alDar alDar alDar al----harbharbharbharb

Dar al-harb mencakup seluruh negara selain dar as-alam yang di dalamnya

tidak ada kemungkinan untuk menegakan syariat Islam. Batasan ini juga berlaku

bagi tiap negara yang di antara penduduknya beragama Islam atau bahkan

10 As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, jld. III ( Beirut: Dar al-Fikr, 1983), hlm. 97-98. 11 Muhammad Rifat ‘Usman, al-Huquq wa al-Wajibat wa al-‘Alaqat ad-Dauliyyah fi al-Islam

(Kairo: al-Matba’ah al-Sa’adah, 1973), hlm. 94-95. 12 As-Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 98.

Page 123: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

93

mayoritas penduduknya adalah muslim, selama mereka tidak mampu untuk

menegakan syariat Islam sebagai landasan hukum yang berlaku di negara

tersebut.

Para ulama tidak bersilang pendapat mengenai dar al-harb yang menjadi dar

as-salam dengan berlakunya hukum Islam di negara tersebut. Perbedaan pendapat

terjadi dalam masalah bagaimana dar as-salam menjadi dar al-harb. Para fuqoha

berselisih mengenai batasan-batasan apa yang menjadikan wilayah kedaulatan dar

as-salam menjadi dar al-harb.13

Abu Hanifah memberi batasan bahwa suatu negara (dar as-salam) di sebut

sebagai dar al-harb apabila hukum yang berlaku di dalamnya adalah hukum selain

hukum Islam atau hukum yang bertentangan dengan hukum Islam.14 Dengan kata

lain pergantian hukum yang berlaku dalam dar as-salam yang sebelum adanya

pergantian hukum dikarenakan suatu sebab seperti perang adalah menerapkan

hukum Islam, dapat merubah negara tersebut menjadi dar al-harb.

Bahwa negara tersebut juga berbatasan dengan dar as-salam, dengan begitu

padang pasir yang membatasi suatu wilayah dari dar as-salam bukan termasuk ke

dalam dar al-harb selama orang-orang Islam yang berada di dar as-salam dapat

menegakkan syariat Islam di wilayah padang pasir tersebut. Begitu juga lautan

yang mengelilingi dar as-salam bukan termasuk daerah kekuasaan Islam selama

di atas lautan tersebut terhalang untuk menegakan syariat Islam,15 dan hilangnya

rasa aman dari penduduk muslim, zimmiy serta musta’min seperti sedia kala di

13 ‘Alau ad-Din Abi Bakr Ibn Mas’ud al-Kasaniy, Bada’i as-Sana’i fi Tartib asy-Syara’i, juz VII

(Beirut: Dar al-Fikr, 1996), hlm. 130. 14 Ibid. 15 Muhammad Abu Zahrah, al-Jarimah wa al-‘Uqubah fi al-Fiqh al-Islamiy (Dar al-Fikr al-

‘Arabiy, t.th.), hlm 370.

Page 124: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

94

negara tesebut. Hal ini seperti peralihan kekuasaan akibat perang atau lain hal.

Negara ini tidak termasuk pada dar al-harb selama penguasa baru tersebut tidak

mengganggu keamanan seperti sedia kala. Begitu juga sebaliknya apabila

penguasa tersebut memerangi penduduk muslim maka negara tersebut masuk

dalam dar al-harb meskipun mereka memberi rasa aman baru bagi penduduk

muslim.

Ini merupakan pendapat Abu Hanifah beserta sebagian Fuqoha mengenai

dar as-salam dan dar al-harb yang dapat disimpulkan bahwa suatu negara dapat

disebut sebagai dar as-salam apabila hukum yang berlaku di dalamnya adalah

hukum Islam atau keberadaan kaum muslimin dan seluruh penduduk yang ada

dalam kekuasaan pemerintahan Islam dalam keadaan aman.

Abu Yusuf melihat aspek hukum ketika membedakan antara dar as-salam

dan dar al-harb. Apabila negara tersebut menegakan hukum Islam maka negara

tersebut masuk dalam dar as-salam, apabila yang diberlakukan adalah hukum

selain Islam, negara tersebut masuk dalam dar al-harb. Abu Yusuf berhujjah

bahwa pada dasarnya penamaan negara beserta hukumnya diambil dari hakikat

makna ke-Islaman dan ke-Kafiran.16 Akan tetapi yang menjadi maksud Abu

Hanifah bukanlah ke-Islaman maupun ke-Kafiran ketika menyebut suatu negara

sebagai dar as-salam atau dar al-harb. Ia menyebut suatu negara sebagai dar Islam

atau dar al-harb dengan melihat ada atau tidaknya rasa aman bagi penduduk

negeri tersebut. dengan adanya rasa aman maka hukum Islam dapat ditegakkan

bagi penduduk di negara Islam tersebut.

16 Ibid., hlm. 371.

Page 125: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

95

Bila rasa aman yang telah diberikan Islam hilang dari kehidupan kaum

muslimin maupun zimmiy, maka negara tersebut telah menjadi dar al-harb.

Begitu juga sebaliknya, jika rasa aman yang semula itu ada dan masih dapat

dirasakan oleh penduduk muslim dan zimmiy, negara tersebut tetap menjadi dar

as-salam.17

Para ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa bila kaum muslimin menjadi

kaum minoritas dalam suatu negara, hal ini tidak menjadikan negara tersebut

menjadi dar al-harb. Oleh karena itu mereka membagi dar as-salam menjadi tiga

macam.

Pertama, dar as-salam yang di dalamnya tinggal umat Islam. Kedua, dar as-

salam yang terbuka - orang pertama yang menguasai - untuk orang luar (selain

muslim) untuk tinggal di dalamnya. Orang luar yang tinggal di dalamnya

mempunyai keharusan untuk membayar jizyah. Ketiga adalah dar as-salam yang

di dalamnya tinggal orang-orang muslim akan tetapi kalah dalam hal jumlah oleh

penduduk non-muslim.18

Penduduk dar al-harb dibagi menjadi dua golongan, yaitu harbiy dan

muslim. Harbiy adalah seluruh penduduk dar al-harb yang tidak beragama Islam.

Mereka tidak dilindungi oleh syara’, dalam artian mereka boleh diperangi selama

tidak terikat oleh perjanjian dengan dar as-salam, sedangkan muslim adalah orang

Islam yang tinggal dalam dar al-harb sebagai penduduk tetap serta belum pindah

atau hijrah ke dar as-salam.

17 ‘Alau ad-Din Abi Bakr Ibn Mas’ud al-Kasaniy, op.cit., hlm. 131. 18 Muhammad Rifat ‘Usman, al-Huquq wa al-Wajibat wa al-‘Alaqat ad-Dauliyyah fi al-Islam

(Kairo: al-Matba’ah al-Sa’adah, 1973), hlm. 101-102.

Page 126: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

96

Menurut Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad, bahwa seorang muslim yang

tinggal (menjadi penduduk tetap maupun sementara) di dar al-harb mempunyai

hak serta kewajiban yang sama seperti layaknya seorang muslim yang tinggal di

dar as-salam dan ia dilindungi jiwa, raga serta harta oleh syara’ karena ke-

Islamannya.19

Abu Hanifah berpendapat bahwa mereka (orang Islam yang tinggal di dar

al-harb) tidak mendapat jaminan terhadap jiwa dan harta hanya karena ke-

Islaman mereka. ‘ismah (jaminan keselamatan) tidak diperoleh hanya karena ke-

Islaman semata-mata, tetapi karena terjaminnya negara Islam dan kekuatannya

yang diperoleh dari persatuan kaum muslimin. Orang-orang muslim yang berada

di dar al-harb tidak memiliki kekuatan serta pertahanan seperti yang dimiliki oleh

orang-orang muslim yang berada di dar as-salam oleh karenanya mereka tidak

memiliki hak perlindungan.20 Seperti seorang harbiy yang tidak terlindungi jiwa

dan raganya ketika memasuki dar as-salam tanpa izin dari penguasa negeri,

begitu juga seorang muslim yang masuk dar al-harb tanpa izin atau permohonan

perlindungan.

1. Abu Yusuf

Abu Yusuf merupakan seorang pemuka dari madzhab Hanafi, ia

berpendapat bahwa syariat Islam berlaku bagi tiap orang yang bermukim di dar

as-salam, baik sebagai seorang muslim maupun zimmiy. Tinggal dalam waktu

19 ‘Abd al-Qadir al-‘Audah, at-Tasyri’ al-Janai’ al-Islamiy Muqaranan bi al-Qanun al-wad’iy, Juz

I, Beirut: Muasasah ar-Risalah. 1994, hlm. 278. 20 A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 109.

Page 127: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

97

yang lama maupun untuk sementara waktu.21 Seorang muslim terikat oleh hukum

Islam karena ke-Islamannya dan seorang zimmiy terikat dengan aturan hukum

Islam karena akad zimmah yang memberinya hak perlindungan dari pihak

penguasa Islam terhadap jiwa, raga dan hartanya. Adapun seorang musta’min, ia

terikat oleh hukum Islam karena akad atau karena perizinan yang ia peroleh untuk

memasuki dar as-salam untuk sementara waktu. Dengan permohonan untuk

memasuki dar as-salam yang ia minta, seorang musta’min mempunyai kewajiban

yang sama seperti seorang zimmiy. Oleh karenanya ia mendapat hukuman bila

melakukan suatu pelanggaran yang ia lakukan sewaktu tinggal di dar as-salam.

Semua pelanggaran yang dilakukan oleh seorang musta’min dapat dikenai

hukuman. Ia akan terkena sanksi hukum bila melakukan pelanggaran-pelanggaran

terhadap hak yang menjadi hak Allah yang berhubungan dengan hak serta

kemaslahatan umum serta pelanggaran terhadap kemaslahatan individu.

Perbedaan pendapat antara Abu Hanifah dengan Abu Yusuf terletak pada

permasalahan berlakunya syariat Islam bagi seorang musta’min dalam tiap

keadaan.

Menurut Abu Yusuf, seorang musta’min berhak di hukum atas tiap

pelanggaran yang dilakukan sedangkan Abu Hanifah hanya membatasi pada

kejahatan yang menyangkut hak-hak perorangan yang dianggap sebagai kejahatan

yang dapat diberi hukuman. 22

21 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit., hlm. 14-15. 22 Ibid.

Page 128: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

98

Abu Hanifah dan Abu Yusuf sependapat mengenai tidak dapat

diterapkannya syariat Islam terhadap kejahatan yang dilakukan di dar al-harb,

meskipun perbuatan tersebut dilakukan oleh penduduk dar as-salam.23

Abu Yusuf berselisih dalam dua hal dengan Abu Hanifah, yaitu dalam

masalah:

a. Mengenai lepasnya ketentuan pidana bagi seorang muslim maupun zimmiy

bila yang menjadi tempat terjadinya pelanggaran jarimah adalah dar al-harb.

Berbeda dengan Abu Hanifah yang tidak mengharamkan, Abu Yusuf

berpendapat bahwa seorang muslim maupun zimmiy tetap tidak boleh

melakukan akad riba ketika berada di dar al-harb dengan seorang harbiy

maupun seorang muslim yang tinggal di dar al-harb sebagai seorang

musta’min, meskipun akad riba diperbolehkan di dar al-harb. Riba merupakan

hal yang dilarang secara pasti dalam Islam dan ketentuan ini berlaku bagi

seorang muslim maupun zimmiy di manapun mereka berada.24

b. Mengenai tahanan muslim yang dibunuh oleh seorang Islam atau zimmiy di

dar al-harb.

Menurut Abu Hanifah pembunuhan terhadap seorang muslim di dar al-harb

yang dilakukan oleh seorang muslim maupun zimmiy tidak terlepas dari tiga

keadaan. Pertama adalah bahwa orang tersebut berada di dar al-harb sebagai

seorang musta’min. Kedua adalah bahwa ia telah berada di dar al-harb

dikarenakan orang-orang kafir telah menjadikan ia sebagai tahanan. Yang

terakhir, dia telah masuk Islam akan tetapi belum pindah ke dar as-salam.

23 Ibid. 24 Ibid., hlm. 16

Page 129: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

99

Tiap keadaan mengakibatkan hukum yang berbeda pula. Dalam keadaan

pertama Abu Hanifah berpendapat bahwa dalam kasus tersebut tidak

mengharuskan adanya qisas. Meskipun demikian, diyat yang diambil dari harta

pembunuh tetap berlaku. 25

Terhadap keadaan yang kedua Abu Hanifah memandang tidak adanya

qisas maupun diyat bagi pelaku dalam kasus pembunuhan tersebut. Karena

menurutnya seorang tahanan tidak memiliki hak perlindungan terhadap jiwa dan

harta.

Adapun keadaan ketiga, yaitu bahwa orang yang terbunuh telah masuk

Islam akan tetapi belum pindah ke dar as-salam. Abu Hanifah berpendapat bahwa

untuk kasus pembunuhan terhadap seorang muslim sebagai penduduk dar al-harb

tetapi belum pindah ke dar as-salam, tidak ada hukuman bagi pelaku pembunuhan

tersebut, qisas maupun diyat.26

Abu Yusuf berpendapat bahwa diyat tetap berlaku bagi pelaku

pembunuhan tersebut meskipun untuk melaksanakan qisas tidak mungkin. Bagi

Abu Yusuf, tertahan nya seseorang tidak menjadikan ia kehilangan hak ‘ismah.27

Ditetapkannya diyat sebagai hukuman bagi pelaku merupakan hukuman

pengganti bagi hukuman qisas yang tidak mungkin untuk dilaksanakan di dar al-

harb.

2. Asy-Syafi’i, Malik dan Ahmad bin Hanbal.

25 Muhammad Rifat Usman, al-Huquq wa al-Wajibat wa al-‘Alaqat ad-Dauliyyah fi al-Islam

(Kairo: Matba’ah as-Sa’adah, 1973), hlm. 103-104. 26 Ibid., hlm. 104. 27 ‘Abd al-Qadir ‘Audah, op.cit., hlm. 286.

Page 130: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

100

Menurut pendapat ini, syariat Islam berlaku bagi tiap jarimah yang terjadi

di wilayah kedaulatan Islam. Asy-Syafi’i, Malik dan Imam Ahmad tidak

membedakan pelaku nya baik ia seorang muslim, zimmiy maupun musta’min.28

Alasan yang mereka kemukakan bahwa seorang muslim terikat oleh

ketentuan hukum Islam karena ke-Islamannya. Bagi seorang zimmiy terikat oleh

hukum Islam karena akad zimmah yang ia sepakat i dengan penguasa Islam

sebagai imbangan terhadap jaminan terhadap keselamatan jiwa, raga dan harta

yang ia peroleh.29

Adapun bagi seorang musta’min karena perjanjian damai (akad yang

membolehkan ia tinggal di dar as-salam selama waktu tertentu) yang berisiskan

jaminan keamanan terhadap jiwa, raga dan hartanya selama ia tinggal di dar as-

salam. Perjanjian ini mengharuskan ia mengikuti atau terikat dengan ketentan-

ketentuan hukum Islam sebagaimana seorang zimmiy.30

Menurut asy-Syafi’i, bila seorang musta’min melakukan suatu

pelanggaran yang menjadi hak Allah di dar as-salam, maka ia boleh dimaafkan

atau tidak diberi hukuman dan bila yang dilakukan adalah pelanggaran yang

menyangkut masalah individu atah hak adamiy, maka ia berhak dihukum

(ditegakkan hadd atas pelanggaran yang dilakukan).31

Asy-Syafi’i, Malik dan Ahmad juga berpendapat bahwa syariat Islam

berlaku bagi pelanggaran pidana oleh seorang muslim maupun zimmiy di dar al-

harb. Lain halnya dengan seorang musta’min, ia tidak mendapat hukuman untuk

28 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit., hlm. 16. 29 L. Amin Widodo, op.cit., hlm. 25. 30 Ibid., hlm. 25-26 31 Abi ‘Abdillah Muhammad ibn Idris asy-Syafi‘i, al-Umm, juz VII, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983),

hlm. 378.

Page 131: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

101

kasus seperti ini, karena keterikatannya dengan hukum Islam hanya selama ia

berada di dar as-salam.32

Penerapan hukum Islam bagi seorang muslim dan zimmiy di luar wilayah

kedaulatan dar as-salam dikarenakan hukum Islam berada di pundak mereka di

manapun mereka berada. Tidak ada perbedaan antara jarimah yang dilakukan di

dar as-salam maupun di dar al-harb, selama Islam melarang perbuatan tersebut,

tidak ada tempat yang membolehkan seorang muslim maupun zimmiy untuk

melakukan hal tersebut.33 Tidak ada perbedaan antara dar as-salam dan dar al-

harb dalam masalah yang telah ditetapkan oleh Allah dalam masalah hudud.34

Allah berfirman:

وا�)��رق وا�)��ر6 C6�05ا أ(4(M. ��7اء !�� آ)�E8 �P�� �� ا���� وا����

"�E� M)ML�٣٨�

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan

keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan

sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana. (QS. Al-Maidah: 38)35

Dalam jarimah Zina Allah berfirman:

32 A. Hanafi, op.cit., hlm. 177. 33 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit., hlm. 17. 34 Abi ‘Abdillah Muhammad ibn Idris asy-Syafi‘I, op.cit., hlm. 374. 35 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 165.

Page 132: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

102

.�4ة و�� A>/Bآ" !7�� رأ0 ا��Mا8�V� ��7�� 4�وا �W4وا آ��0. X8ا�Mوا�

YZ�[ ��7!اAL 472��وا5��م ا�?<- و ���5��ن !��@B "+�إن آ ���د(� ا� X0

��٢�� ا��@����

Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-

tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas

kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama

Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah

(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-

orang yang beriman. (QS. An-Nur: 2)36

Hal ini berlaku juga untuk perbuatan yang menurut hukum yang berlaku di

dar al-harb dianggap bukan suatu pelanggaran, sedangkan dalam hukum Islam

merupakan tindak pelanggaran hukum.37 Seorang zimmiy yang melakukan

kejahatan yang di dalam agamanya diharamkan seperti membunuh, zina, mencuri

dan juga qazaf, maka ia berhak untuk dihukum sebagaimana seorang muslim

yang melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut. Berbeda halnya jika

perbuatan tersebut tidak dilarang dalam agamanya seperti meminum khamr, maka

hal tersebut boleh dilakukan.38 Hal ini berdasarkan hadits riwayat ibn Umar

36 Ibid., hlm.543. 37 A. Hanafi, op.cit., hlm. 177. 38 Abu Muhammad Muwaffiq ad-Din ‘Abdullah ibn Quddamah al-Maqdisy, al-Kafi fi Fiqh al-

Imam al-Mujabbal Ahmad bin Hanbal, juz IV (Beirut: al-Maktab al-Islamiy, 1988), hlm. 360.

Page 133: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

103

8M" ر." 0* ا��و� ���L ]ا *�I ]أن ر�5ل ا -�L �!ا �L ��)57د) �

ر.a وإ�-أة زB/0 ��8_ ا��57د إ�* ر�5ل ا[ I�* ا[ L��� و��"

��7!39

Dalam hadits lain disebutkan:

�L ,ح ��7 �6/0د�cأو *�L أd8 رXc ا[ �L� أن (57د(� W+6 .�ر(

ا 40ر�5ل ا[ I�* ا[ L��� و��" !�

Bagi seorang zimmiy, bila melakukan suatu kejahatan setelah ia keluar

dari dar as-salam dengan tidak ada maksud untuk kembali ke negara tersebut

maka hukum Islam tidak berlaku terhadap pelanggaran yang ia lakukan.

Kepindahan seorang zimmiy dari dar as-salam ke dar al-harb merubah status

kependudukannya dari seorang zimmiy menjadi kafir harbiy. Bila ia kembali ke

dar as-salam maka statusnya kembali menjadi seorang musta’min.41

Markas-markas tentara Islam di medan perang di anggap sebagai wilayah

kekuasaan Islam. Oleh karenanya tiap pelanggaran yang terjadi di tempat tersebut

berhak untuk mendapat hukuman. Bagi asy-Syafi’i, Malik dan Ahmad tidak

menjadi persoalan tempat di mana suatu tindak pidana terjadi. Selama perbuatan

itu di anggap suatu tindak kejahatan maka hukum Islam berlaku atas perbuatan

tersebut.42

39 Abi Husain Muslim bin al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairiy al-Naisaburiy, Al-Jami’ as-Sahih, juz III (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm. 122. 40 Jalaluddin as-Suyuti, Syarh Sunan al-Nasa’i, Juz VIII (Beirut: Dar al-Fikr, 1930), hlm. 22.

41 L. Amin Widodo, op.cit., hlm. 27. 42 A. Hanafi, op.cit., hlm. 118.

Page 134: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

104

4. Berlakunya Ketentuan Syariat terhadap Korps Diplomatik

Asing

Dalam penerapan ketentuan-ketentuan pidana, syariat tidak membedakan

antara pribadi, jama’ah, ras, antara hakim dan terdakwa, pemimpin dan rakyat.

Tidak ada yang diistimewakan dalam pemberlakuan hukum.

Ketentuan syariat berlaku bagi para pemimpin negara (dar as-salam) yang

melakukan pelanggaran hukum. Begitu juga terhadap para pemimpin negara luar

(ajnabiyyah) yang sedang berada di dar as-salam. Ketentuan ini berlaku bagi para

anggota perwakilan asing yang bertugas di dar as-salam, pejabat negara dan sanak

saudara serta orang-orang yang menyertai mereka.

Mengenai para pemimpin dar al-harb yang berada di dar as-salam, Abu

Hanifah berpendapat bahwa terhadap mereka tidak memungkinkan untuk

menerapkan syariat jika yang dilakukan adalah jarimah yang menyangkut hak

jama’ah. Hal ini dikarenakan mereka dianggap sebagai musta’min dan tidak ada

hukuman bagi mereka kecuali terhadap jarimah yang menyangkut hak individu.

Selain itu, seorang kepala negara dianggap sebagai pelaksana hukuman oleh

karenanya, tidak memungkinkan untuk melaksanakan hukuman atas dirinya

sendiri.43

Abu Yusuf seperti jumhur berpendapat bahwa terhadap mereka tetap dapat

diberlakukan ketentuan syara’.44 Menurut pendapat ini mereka tetap dapat dijatuhi

hukuman seperti halnya seorang musta’min yang melakukan suatu pelanggaran.45

43 L. Amin Widodo, op.cit., hlm. 48. 44 ‘Abd al-Qadir al-‘Audah, op.cit., hlm. 323-324.

Page 135: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

105

Mengadili kepala negara serta para anggota perwakilan negara asing yang

melakukan suatu kejahatan tidak dianggap sebagai hal yang dapat menyudutkan

posisi syariat, selama hal ini dilakukan secara adil.46

B. Penerapan Hukum Pidana Berdasarkan Kewarganegaraan (Nasionalitas)

Penerapan teori Imam Abu Yusuf mengenai ruang lingkup berlakunya

ketentuan hukum pidana Islam, selain ketentuan-ketentuan di atas – pendapat Abu

Hanifah47 – maka, terhadap orang-orang asing – musta’min - yang berada di dar as-

salam, harus dihukumi berdasarkan ketentuan pidana Islam jika mereka melakukan

salah satu pelanggaran pidana di dar as-salam mana saja ia berada. Begitu juga bila ia

telah dihukumi tidak berdasarkan ketentuan pidana Islam maka ia harus kembali

diadili dengan ketentuan pidana Islam.

Hal ini berdasarkan pendapatnya mengenai para musta’min yang berkunjung

ke dar as-salam, yaitu bahwa bagi mereka berlaku ketentuan pidana Islam seperti

halnya seorang zimmiy. Menurut pendapatnya bahwa bagi seorang musta’min

berlaku ketentuan hukum Islam dalam segala kejahatan, bukan hanya dalam masalah

kejahatan yang menyangkut hak individu.

45 L. Amin Widodo, op.cit., hlm. 48. 46 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit., hlm. 58. 47 Sisi persamaan antara pendapat Abu Hanifah dengan Abu Yusuf adalah mengenai tidak

berlakunya Hukum pidana Islam terhadap kejahatan yang dilakukan di dar as-salam, baik pelakunya muslim, zimmiy maupun musta’min.

Page 136: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

106

Perbedaan pendapat antara keduanya hanya berkisar pada penerapan hukum

riba yang dilakukan oleh seorang muslim dan maupun dengan penduduk dar al-harb

yang tidak berhijrah ke dar as-salam. Meskipun akad riba tidak diharamkan di dar al-

harb, akan tetapi bagi seorang muslim, akad tersebut merupakan akad yang

diharamkan maka, perbuatan ini tidak boleh dilakukan meskipun di dar al-harb.

Perbedaan yang kedua adalah mengeni seorang muslim atau zimmiy yang

melakukan pembunuhan terhadap seorang muslim yang berada di dar al-harb – belum

hijrah ke dar as-salam. Abu Hanifah berpendapat bahwa terhadap pelaku kejahatan

tersebut tidak dapat diterapkan ketentuan qisas dan juga diyat, sedangkan Abu Yusuf

berpendapat bahwa terhadap pelaku tetap dapat diterapkan hukuman berupa diyat.

Berdasarkan ketentuan ini maka terhadap kejahatan yang dilakukan oleh

seorang warga Indonesia di dar as-salam maka tunduk terhadap hukum pidana Islam.

Hal ini disebabkan terhadap setiap kejahatan yang terjadi di wilayah dar as-salam

berlaku hukum pidana Islam tanpa melihat kewarganegraan pelaku, baik ia sebagai

warga dar as-salam maupun warga dar- al-harb. Dalam hal ini negara Indonesia

memberikan wewenang kepada dar as-salam untuk mengadili serta menuntut pelaku

meskipun ia merupakan warga Indonesia.

Penerapan hukum pidana, dalam konteks kedaulatan negara yang berkaitan

dengan kewarganegaran pelaku, maka asas nasionalitas (kewarganegaraan)

merupakan landasan hukum bagi suatu negara untuk menerapkan hukum pidana

terhadap warganya terlepas di mana locus delicti itu berada.

Berbeda dengan penerapan hukum pidana berdasarkan asas teritorial,

penerapan hukum pidana berdasarkan asas kewarganegaraan dalam hukum pidana

Page 137: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

107

positif, tergantung pada kualitas orang yang terlibat dalam peristiwa hukum.

Penerapan hukum pidana terhadap individu dapat dibenarkan bila orang tersebut

berada dalam kekuasaan negara (sebagai warga negara).48 Berdasarkan ketentuan ini,

kewarganegaraan pelakulah yang menjadi ukuran untuk dapat tidaknya hukum pidana

suatu negara diberlakukan terhadap seseorang yang melakukan suatu tindak pidana di

suatu negara selain wilayah teritorial negara kebangsaan. Kewarganegaraan

merupakan satu-satunya hubungan antara individu dengan negara yang menjamin

bahwa terhadapnya dapat diberikan hak dan kewajiban dalam hukum internasional.

Penerapan hukum pidana terhadap warga negara dalam praktek hukum

internasional, pada dasarnya diterapkan berdasarkan asas kewarganegaran

(nasionalitas) aktif dan asas kewarganegaraan (nasional pasif).

Berdasarkan asas kewarganegaran aktif, negara dapat menerapkan aturan

perundang-undangan pidana terhadap warganegaranya. Dengan diakuinya asas ini

sebagai salah satu pedoman dalam pelaksanaan/penerapan hukum pidana maka, setiap

warganegara terikat oleh perturan pidana negaranya di manapun ia berada.

Mengenai penerapannya, dalam KUHP Indonesia ditentukan mengenai

berlakunya ketentuan pidana Indonesia terhadap warganegara Indonesia yang

melakukan kejahatan-kejahatan tertentu di luar wilayah Republik Indonesia.49

Kejahatan yang tunduk pada asas nasionalitas aktif adalah berupa pelanggaran

terhadap negara,50 pelanggaran tehadap martabat Presiden dan Wakil Presiden,51

48 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional…., hlm. 302-303. 49 Pasal 5 KUHP 50 Pasal 104-129 KUHP 51 Pasal 131-139 KUHP

Page 138: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

108

penghasutan,52 menyebarluaskan tulisan dengan tujuan untuk menghasut,53 dengan

sengaja membuat diri maupun orang lain menjadi tidak cakap untuk memenuhi

kewajiban militer54 dan kejahatan perampokan (pembajakan) di laut.55

Kejahatan-kejahatan ini merupakan kejahatan yang tunduk terhadap ketentuan

perundang-undangan pidana Indonesia meskipun pelaku – yang merupakan warga

negara Indonesia - berada di luar wilayah kedaulatan Indonesia. Berdasarkan hal ini

pula setiap kejahatan – tertentu – yang dilakukan oleh seorang warga Indonesia di dar

as-salam maka hukum pidana Indonesia dapat diberlakukan kepada pelaku dengan

meminta kepada penguasa dar as-salam untuk menyerahkan pelaku kepada penguasa

Indonesia untuk dihukumi berdasarkan ketentuan hukum pidana Indonesia.

Untuk menghindari pelanggaran terhadap kedaulatan negara lain – di mana

pelaku berada – maka kejahatan-kejahatan tersebut juga harus dianggap sebagai

kejahatan di negara yang menjadi tempat dilakukannya kejahatan hingga dalam

penyelesaian terhadap salah satu pelanggaran ini dapat ditempuh jalur ekstradisi.56

Hukum pidana merupakan sistem aturan yang mengatur semua tindakan yang

tidak boleh dilakukan oleh warga negara. Pelarangan tersebut dikarenakan perbuatan-

perbuatan tertentu dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia, kepentingan

masyarakat umum dan kepentingan pemerintahan dan negara.57

52 Pasal 160 KUHP 53 Pasal 161 KUHP 54 Pasal 240 KUHP 55 Pasal 450-451 KUHP 56 Salah satu kewajiban negara berdaulat adalah untuk tidak melakukan tindakan pelaksanaan

kedaulatan di wilayah negara lain, salah satu cara untuk mengatasi pelanggaran terhadap kedaulatan teritorial suatu negara adalah dengan melalui lembaga ekstradisi karena hal ini sebelumnya telah disepakati oleh kedua negara.

57 Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia Prinsip-prinsip dan Implementasi Hukum di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hlm. 40.

Page 139: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

109

Adapun asas kewarganegaraan pasif, prinsip ini membenarkan sebuah negara

untuk memberlakukan hukum pidananya terhadap kejahatan yang dilakukan oleh

siapapun juga, baik ia warga Indonesia maupun warga negara asing yang melakukan

kejahatan di luar wilayah Indonesia.

Dasar yang merupakan pembenar asas nasional pasif adalah bahwa negara

berhak melindungi warga negaranya yang berada di luar wilayah teritorial negara

tersebut. Berdasarkan hal ini pula, jika negara teritorial yang menjadi tempat

dilakukannya kejahatan tidak melakukan atau tidak menerapkan hukum pidananya

terhadap pelaku maka, negara yang merupakan negara kebangsaan korban, dianggap

memiliki wewenang terhadap kejahatan tersebut untuk memberlakukan hukum

pidananya.58 Adanya asas ini juga sebagai upaya untuk melindungi negara dari

ancaman yang datang/dilakukan di luar wilayah negara tersebut oleh orang-orang

asing.59

Dalam prakteknya, asas nasional pasif ini diberlakukan terhadap kejahatan-

kejahatan yang dapat mengancam keamanan negara yang berupa penyerangan dengan

maksud menghilangkan nyawa Presiden atau Wakil Presiden,60 makar atau perbuatan

untuk merusak kedaulatan negara61 dan dengan maksud meruntuhkan pemerintahan

negara,62 kejahatan mata uang,63 kejahatan pemalsuan surat-surat utang atau sertifikat

utang yang ditanggung pemerintah Indonesia, pemalsuan talon, surat utang sero atau

58 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional…., hlm. 303. 59 Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1)-(3) dan Pasal 8 KUHP. 60 Pasal 104 KUHP 61 Pasal 106 KUHP 62 Pasal 107-108, Pasal 110 dan Pasal 111 KUHP 63 Pasal 4 ke-2. KUHP

Page 140: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

110

menggunakan surat palsu,64 kejahatan pelayaran65, kejahatan penerbangan dan

kejahatan terhadap sarana /prasarana penerbangan.66

Kejahatan-kejahatan yang tersebut di atas merupakan kejahatan yang dapat

menimbulkan ancaman terhadap integritas bangsa selain kerugian dalam bidang

ekonomi. Oleh karenanya asas ini di sebut juga sebagai asas perlindungan.

Hal ini dapat diterima karena melihat besarnya akibat yang dapat ditimbulkan

oleh kejahatan-kejahtan tersebut. Selain itu, apabila hukum pidana nasional tidak

diterapkan terhadap pelaku, maka dia dapat meloloskan diri dari jeratan hukum

dikarenakan di negara tempat kejahatan tersebut dilakukan, perbuatan tersebut tidak

dianggap sebagai kejahatan. Dengan demikian lembaga ekstradisi sebagai jembatan

untuk menghadapkan para pelaku kejahatan lintas teritorial ke muka hukum tidak

dapat dilaksanakan.

Persamaan antara asas nasionalitas dalam hukum pidana positif dengan teori

Abu Yusuf adalah bahwa setiap orang yang bermukim (berkebangsaan) di suatu

negara maka ia harus tunduk pada ketentuan hukum negara tersebut. Hal ini dapat

dijelaskan dengan adanya hak serta kewajiban bagi warga suatu negara terhadap

negaranya.

Kejahatan yang tunduk terhadap hukum pidana berdasarkan asas

kewarganegaraan, penerapannya dalam hukum pidana positif hanya jika pelaku –

tanpa melihat kewarganegaraan - melakukan kejahatan-kejahatan tertentu yang dapat

mengancam warga maupun negara di luar wilayah teritoir Indonesia, sedangkan

dalam teori Abu Yusuf, penerapannya terhadap setiap orang yang bermukim di dar

64 Pasal 4 ke-3. KUHP 65 Pasal 438, 444 sampai Pasal 446 KUHP 66 Pasal 479 KUHP huruf j, l, m, n dan o.

Page 141: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

111

as-salam dan melakukan kejahatan di wilayah tersebut. Adapun kejahatan yang

dilakukan di luar dar as-salam, hukum pidana Islam tidak berlaku meskipun pelaku

berkebangsaan dar as-salam., dalam artian bahwa hukum pidana Islam tidak dapat

diterapkan terhadap pelaku karena keberadaan pelaku di luar wilayah kekuasaan dar

as-salam.

Dengan demikian setiap warga Indonesia yang melakukan suatu kejahatan

tertentu di dar as-salam dapat dipidana berdasarkan ketentuan hukum pidana yang

berlaku di Indonesia dengan memohon agar pelaku dikembalikan ke Indonesia.

Adapun terhadap warga dar as-salam yang melakukan suatu kejahatan di Indonesia,

menurut teori Abu Yusuf maka upaya untuk mengadili serta menghukumi pelaku

diserahkan kepada penguasa yang berwenang di Indonesia. Meskipun demikian

dalam mengadili dan memberi hukuman para pelaku kejahatan yang berasal dari dar

as-salam di dar as-salam meskipun kejahatan tersebut dilakukan di dar al-harb –

Indonesia – dianggap lebih baik.

C. Penerapan Hukum Pidana Berdasarkan Asas Universalitas

Bila teori Malik, as-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal akan diterapkan maka,

setiap pelanggaran yang dilakukan oleh seorang warga dar as-salam akan dikenai

hukuman di manapun kejahatan itu dilakukan. Begitu juga terhadap kejahatan yang

dilakukan di dar al-harb, baik pelanggran tersebut merupakan jarimah hudud, qisas-

diyat maupun kejahatan yang dihukum dengan hukuman ta’zir.

Terhadap kejahatan yang dilakukan di dar as-salam oleh penduduk dar al-

harb, harus di adili berdasarkan ketentuan pidana Islam di dar as-salam. Hal ini

Page 142: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

112

berdasarkan kewajiban negara Islam untuk menegakan hukum terhadap warganya

yang melakukan kejahatan.

Upaya untuk menegakkan hukum dalam kasus seperti ini – kejahatan yang

dilakukan oleh penduduk dar as-salam di dar al-harb – dapat ditempuh dengan cara

ekstradisi (taslim al-mujrimin). Yaitu permohonan kepada negara yang menjadi

tempat dilakukannya kejahatan untuk menyerahkan pelaku ke penguasa dar as-salam..

Dalam konteks kejahatan yang melibatkan dua negara – dar as-salam dan dar

al-harb – atau lebih, jika seorang warga dar as-salam melakukan suatu kejahatan di

Indonesia atau negara yang menerapkan sistem hukum pidana positif maka para

penguasa dar as-salam dapat meminta pelaku kepada pemerintah Indonesia untuk

mengembalikan warganya untuk diadili di dar as-salam berdasarkan ketentuan hukum

pidana Islam.

Dalam pandangan syariat, semua orang Islam mempunyai kedudukan yang

sama meskipun berbeda dalam ras dan golongan. Mereka memiliki hak dan

kewajiban serta tanggung jawab yang sama. Syariat Islam meletakan persamaan di

luar batas-batas kemampuan akal manusia, oleh karenanya tidak ada yang dianggap

istimewa antara pribadi dengan golongan, hakim dan terdakwa, pemimpin dan rakyat

sampai antara seorang muslim dengan orang non-muslim, mereka semua mempunyai

kedudukan yang sama.67

Terhadap penduduk zimmiy, dalam masalah penerapan hukum pidana sama

halnya seperti seorang muslim. Mereka terikat dalam masalah pidana secara utuh.

67 Sa’id Hawwa, al-Islam…., hlm. 573.

Page 143: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

113

Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Nabi SAW telah melaksanakan hukuman

rajam terhadap orang Yahudi yang berbuat zina.

زنيا وإمرأة رجال يهوديني الزنا ىف رجم وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول أن عمر ابن عن

68ما وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول إىل اليهود فأتت

Dalam masalah kejahatan terhadap nyawa, dalam sebuah hadits disebutkan bahwa

Nabi SAW memberi hukuman terhadap seorang Yahudi yang telah melakukan

pembunuhan.

�L d8أ Xcا[ ر ��L 57د(� أن) W+6 69 !�7 و��" L��� ا[ I�* ا[ ر�5ل �6/0د, ��7 أو�cح L�* .�ر(

Hal ini yang membedakan antara hukum pidana Islam dengan hukum pidana positif.

Dalam hukum pidana positif, terdapat atau ada pengecualian dalam penerapan

perundang-undangn pidana, mereka adalah orang-orang yang mendapat hak

immunitas sedangkan dalam Islam Islam hal itu tidak ada.

Terhadap kepala negara asing yang berada di dar as-salam yang melakukan suatu

kejahatan tetap dapat diberlakukan ketentuan pidana Islam. Begitu juga terhadap

perwakilan diplomatik Islam, terhadap mereka berlaku ketentuan syariat Islam

mengenai kejahatan apabila mereka melakukannya.

68 Abi Husain Muslim bin al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairiy an-Naisaburiy, Al-

Jami’ as-Sahih, juz III (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hlm. 122. 69 Jalaluddin as-Suyuti, Syarh Sunan an-Nasa’i, Juz VIII (Beirut: Dar al-Fikr,

1930), hlm. 22.

Page 144: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

114

Kendala yang dihadapi dalam penerapan teori Imam Malik, as-Syafi’i dan Ahmad bin

Hanbal adalah dalam masalah penerapan hukum pidana ta’zir, karena setiap dar as-

salam dapat bebeda dalam bentuk dan penerapannya. Hal ini dikarenakan pidana

ta’zir tidak ditetapkan secara pasti dalam al-Qur’an maupun hadits, oleh karenanya,

dalam masalah ta’zir diserahkan sepenuhnya kepada penguasa yang berwenang untuk

menentukan bentuk serta pelaksanaannya.

Mengenai jarimah ta’zir terdapat tiga kemungkinan untuk penerapannya:

1. Bila semua dar as-salam melarang perbuatan tersebut, maka perbuatan tersebut

dapat diadili di semua dar as-salam.

2. Bila dar as-salam di mana pelaku menjadi warganya tidak melarang perbuatan

yang dilakukan sedangkan di dar as-salam yang menjadi tempat dilakukannya

perbuatan, hal tersebut merupakan suatu pelanggaran, maka pelaku tidak boleh

diadili karena perbuatan tersebut baginya tidak dilarang.

3. Bila di dar as-salam di mana pelaku menjadi warganya suatu perbuatan dilarang

sedangkan di dar as-salam berada karena melarikan diri umpamanya, hal tersebut

tidak dilarang maka pelaku tidak boleh dihukum di dar as-salam di mana ia

berada karena pebuatan yang dilakukan, tidak dilarang di negara tersebut.

Para pendatang di dar as-salam (musta’min) juga berlaku ketentuan hukum pidana

Islam sebagaimana diberlakukannya ketentuan tersebut terhadap seorang muslim dan

zimmiy. Mereka berhak atas hukuman bila melakukan suatu kejahatan di negara

tersebut.

Ketentuan terhadap musta’min, hanya berlaku ketika mereka berada di dar as-

salam. Bila kejahatan tersebut dilakukan di dar al-harb setelah keluar dari dar as-

Page 145: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

115

salam maka, terhadap kejahatan tersebut tidak dapat diterapkan ketentuan pidana

Islam. Dengan keluarnya ia dari dar as-salam, statusnya sebagai musta’min menjadi

hilang.

Di samping permohonan ekstradisi untuk mengembalikan seorang pelaku

kejahatan di dar al-harb untuk diadili dan di hukumi sesuai dengan ketentuan syariat,

akan tetapi para pejabat berwenang di Indonesia dapat memberlakukan hukum pidana

nasional berdasarkan asas teritorial terhadap pelaku. Hal ini disebabkan kejahatan

yang terjadi di suatu wilayah negara tunduk terhadap ketentuan hukum lokal karena

negara tersebut yang memiliki kepentingan serta dianggap sebagai negara yang paling

mampu untuk melaksanakan penuntutan serta memberi hukuman kepada pelaku.

Dalam hukum pidana positif, penerapan asas universal dapat diberlakukan terhadap

kejahatan yang dianggap sebagai musuh umat manusia. Dengan diakuinya asas ini

sebagai dasar bagi pemberlakuan ketentuan pidana maka, dalam hukum pidana

terdapat beberapa kejahatan yang terhadap pelakunya dapat di berlakukan hukum

pidana negara di mana pelaku berada.

Berdasarkan asas ini pula setiap negara yang di dalamnya ada pelaku

kejahatan yang dapat merugikan kepentingan seluruh negara di dunia maka, negara

tersebut dapat memberlakukan hukum pidana nasionalnya tanpa memandang

kewarganegaraan pelaku.

Hal ini tentu saja jika negara tersebut menggagap bahwa perbuatan yang

dilakukan oleh pelaku adalah merupakan kejahatan dan pada umumnya setiap negara

mengaggap bahwa kejahatan yang tunduk terhadap yuridiksi universal adalah sebuah

kejahatan. Berdasarkan hal ini, jelas bahwa tujuan dari adanya asas universal sebagai

Page 146: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

116

landasan bagi pemberlakuan hukum pidana adalah untuk menjamin bahwa tidak ada

negara yang tidak menghukum kejahatan tersebut (tidak ada yang menganggap bahwa

perbuatan tersebut bukan merupakan suatu kejahatan).

Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa kejahatan yang tunduk terhadap

yuridiksi universal merupakan kejahatan yang tidak mengenal batas-batas negara

maupun kewarganegaraan pelaku.

Meskipun asas universal dinggap memiliki peranan yang sangat strategis

dalam menanggulangi kejahatan lintas teritorial, akan tetapi dalam penerapannya

masih banyak negara yang meragukan. Dalam penerapan asas ini oleh suatu negara

dikhawatirkan akan melanggar kedaulatan negara lain.70

Hal ini dapat dibenarkan karena setiap negara memiliki kepentingan terhadap

kejahatan yang memiliki dimensi internasional. Bagi negara yang merupakan asal

pelaku, dapat menuntut pelaku berdasarkan asas kewarganegaraan, bagi negara

tempat pelaku berada dapat mendasarkan tuntutan dengan asas teritorial di samping

pihak atau negara-negara lain yang memiliki kepentingan. Oleh karenanya menjadi

penting untuk mempertimbangkan penerapan asas teritorial suatu negara terhadap

kejahatan lintas teritorial yang terjadi di wilayahnya dan mengesampingkan asas

universal.

Dalam hukum pidana Islam hal ini dapat teratasi dengan adanya pandangan

bahwa setiap negara Islam dianggap sebagai wakil bagi negara Islam lainnya untuk

menghukum pelaku kejahatan berdasarkan ketentuan pidana Islam. Berdasarkan

pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan hukum Islam, dalam

masalah kejahatan-kejahatan yang telah ditetapkan secara jelas – bentuk dan

70 Romli Atmassasita, Pengaruh Konvesi Internasional…., hlm. 7.

Page 147: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

117

hukumannya (hudud, qisas) – dalam al-Qur’an maupun Hadits, keberadaan pelaku di

luar wilayah negara – Islam – asal pelaku tidak menjadi persoalan dalam penyelesaian

hukum. Di samping itu, hal ini tidak akan menimbulkan pertentangan atau

kompetensi antar dar as-salam untuk memberi hukuman kepada pelaku. Selama

pelaku dihukumi berdasarkan ketentuan pidana Islam maka, hal tersebut telah

dianggap cukup dalam mengatasi kejahatan dalam kehidupan masyarakat.

Dalam masalah kejahatan pidana Islam, disyaratkan adanya nas yang

melarang serta menghukum suatu perbuatan jika hal tersebut dilakukan. Dalam

penerapannya, nas tersebut haruslah berlaku atau dapat menjangkau tempat di mana

perbuatan/kejahatan dilakukan. Selain berlaku terhadap tempat, nas tersebut haruslah

berlaku bagi pelaku.

Hal ini terkait dengan pandangan bahwa syariat Islam berlaku secara

universal, meskipun demikian dalam penerapannya syariat Islam hanya berlaku di

negara-negara yang berada di bawah kekuasaan orang-orang muslim tidak di negara

selain negara Islam (iqlimiyyah). Mengenai batasan umum dalam penerapan pidana,

bahwa ketentuan pidana Islam berlaku bagi setiap kejahatan yang dilakukan di dar as-

salam, tanpa memandang kewarganegaran pelaku dan juga terhadap kejahatan yang

dilakukan oleh penduduk dar as-salam di dar al-harb.71

Ketentuan ini merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi kejahatan

dalam Islam. Upaya ini, meskipun tidak atau belum dapat mewujudkan penerapan

ketentuan syariat secara menyeluruh – di setiap negeri, Islam maupun bukan – akan

tetapi dengan diberlakukannya hukum pidana Islam bagi para pelaku kejahatan dari

71 Sa’id Hawwa, al-Islam…., hlm. 584.

Page 148: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

118

dar as-salam di dar al-harb, sedikitnya akan dapat menanggulangi kejahatan dalam

dunia Islam yang akibat-akibatnya akan dirasakan juga oleh penduduk negeri-negeri

asing (dar al-harb).

Penerapan teori Malik, as-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal oleh negara Islam

akan memberi dampak yang baik bagi kelangsungan umat Islam sendiri di dunia

internasional. Dengan dihukumnya para pelaku kejahatan yang berkebangsaan dar as-

salam karena melakukan kejahatan di dar al-harb akan memberi citra yang positif

bagi umat Islam dalam masalah penegakkan hukum. Selain itu, dengan penerapan

yang seperti ini pula hukum Islam akan tetap utuh dalam kehidupan masyarakat.

Berbeda dengan hukum pidana positif, suatu kejahatan yang melibatkan dua

negara atau lebih hanya akan dapat dihukum apabila kejahatan tersebut telah

disepakati oleh negara-negara yang bersangkutan sebagai suatu kejahatan oleh hukum

pidana nasional negara-negara tersebut.

Begitu juga dalam penerapan asas universal sebagaimana telah disinggung di

atas bahwa, hal tersebut bukan merupakan hal yang mudah dikarenakan setiap negara

merasa berhak terhadap kejahatan tersebut yang pada akhirnya harus ada kedaulatan

negara terabaikan atau terjadinya intervensi terhadap kedaulatan teritorial suatu

negara. Berdasarkan hal ini pula menjadi penting untuk memberlakukan asas teritorial

bagi negara yang di dalamnya terdapat pelaku kejahatan yang memiliki dimensi

internasional. Dalam artian bahwa penerapan asas teritorial dapat lebih diutamakan

serta mengesampingkan asas universal. Berdasarkan hal ini pula setiap kejahatan

yang dilakukan oleh seorang warga dar as-salam dapt ditundukkan pada hukum yang

Page 149: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

119

berlaku di Indonesia meskipun antara dar as-slam dan Indonesia dar al-harb

memiliki sistem hkum yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Page 150: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

120

B. Masalah Ekstradisi dalam Hukum Islam

a. Penyerahan pelaku kejahatan antar dar as-salam

Dalam teori fiqh siyasah Islam, setiap negara dar as-salam dipandang

sebagai wakil yang mutlak bagi dar as-salam lainnya untuk menegakan hukum

Islam. Negeri-negeri Islam dapat saling menyerahkan para pelanggar hukum

(pelaku jarimah) yang kemudian lari ke dar as-salam lainnya. Ketentuan ini

berlaku bagi seorang muslim, zimmiy maupun musta’min dan berlaku selama

pelaku belum diadili di pengadilan Islam di negara ia berasal.72

Bila kasus yang ia perbuat sudah diadili di pengadilan negara di mana

pelaku berada, maka tidak boleh menyerahkannya untuk diadili kembali. Hal ini

dikarenakan satu tindak kejahatan tidak boleh diadili dua kali.73

Penyerahan pelaku juga tidak dianggap perlu bila negara-peminta akan

mengadili pelaku tidak dengan ketentuan syariat Islam, sedangkan negara yang

72 L. Amin Widodo, Fiqh Siyasah dalam Hubungan Internasional (Yogyakarta: Tiara Wacana,

1994), hlm. 31. 73 Ibid., hlm. 33.

Page 151: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

121

diminta tempat pelaku berdomosili akan mengadilinya berdasarkan ketentuan

syariat.

Ketentuan ini dapat berlaku bagi pelaku jarimah hudud dan qisas- diyat.

Bila perbuatan pelaku merupakan jarimah at-ta’zir maka negara termohon atau

negara yang diminta untuk menyerahkan pelaku dianggap lebih baik jika negara

tersebut tidak keberatan untuk melakukan penyerahan pelaku ke negara-peminta.

Hal ini dikarenakan hukuman ta’zir dapat berbeda dari satu negara dengan negara

yang lainnya.74

Menghadapkan seorang pelaku kejahatan ke muka pengadilan di mana

perbuatan itu terjadi dipandang lebih baik daripada menyerahkannya ke

pengadilan di negara lain yang bukan merupakan tempat terjadinya perbuatan.

Pemeriksaan terhadap pelaku di tempat terjadinya perbuatan dipandang lebih baik

serta lebih dapat menjamin keadilan dikarenakan di tempat terjadinya perbuatan

akan lebih mudah untuk mengemukakan bukti serta saksi-saksi. Dengan adanya

dua hal ini (bukti dan saksi) akan mempermudah pengadilan dalam mencari

keterangan-keterangan yang diperlukan. 75

Selain itu, pelaksanaan hukuman di tempat terjadinya pebuatan akan lebih

terasa pengaruhnya bagi masyarakat. Hal ini berhubungan dengan fungsi

dijatuhkannya hukuman. Hukuman dijatuhkan selain sebagai pembalasan bagi

74 Lihat misalnya Muhammad Salim al-Awwa, fi Usul an-Nizam al-Jinai al-Islamiy (Kairo: Dar

al-Ma’arif, 1983), hlm. 267 75 ‘Abd al-Qadir al-‘Audah, at-Tasyri’ al-Jana’i al-Islamiy….,hlm. 297.

Page 152: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

122

para pelaku jarimah, juga merupakan tindakan preventif agar masyarakat tidak

berbuat yang sama seperti yang diperbuat pelaku kejahatan.76

Berbeda halnya jika penjatuhan hukuman dilakukan di negara yang bukan

tempat terjadinya kejahatan. Meskipun ada kemungkinan untuk memberi

pelajaran bagi pelaku, akan tetapi akibat yang muncul dari pemberian hukuman

tidak akan dirasakan oleh masyarakat di mana pelaku berasal.77

Berdasarkan hal ini, penyelesaian hukuman bagi pelaku oleh pengadilan di

mana perbuatan itu terjadi dianggap lebih baik dari pada mengadilinya di tempat

yang bukan merupakan tempat terjadinya kejahatan. Hal ini dianggap lebih baik

meskipun sebenarnya tidak ada halangan bagi negara yang menjadi pelarian untuk

menegakkan hukum bagi pelaku karena tidak adanya perbedaan aturan maupun

undang-undang antara negara-peminta dengan negara yang diminta.78

Penyerahan pelaku kejahatan oleh negara yang menjadi tempat pelaku

berdomisili kepada negara pelarian pelaku di anggap sebagai hal yang

menyulitkan bagi pelaku. Ia tidak dapat membela diri karena keberadaannya di

lingkungan asing yang berbeda kebangsaan dan bahasa.79

Hal ini berlaku juga untuk pelaku kejahatan yang berkebangsaan dar as-

salam jika melarikan diri ke dar al-harb. Abu Zahrah berpendapat bahwa jika

antara dar as-salam dengan dar al-harb telah ada perjanjian sebelumnya maka

76 A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam…., hlm. 124-125. 77 ‘Abd al-Qadir al-‘Audah, at-Tasyri’ al-Janai al-Islamiy….,hlm. 298. 78 L. Amin Widodo, Fiqih Siyasah…., hlm. 32. 79 ‘Abd al-Qadir ‘Audah, at-Tasyri’ al-Janai al-Islamiy…., hlm. 298.

Page 153: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

123

permohonan ekstradisi harus dilakukan, jika tidak maka hal ini tidak dapat

dilakukan kecuali bila ada hukum kebiasaan yang berlaku.80

b. Penyerahan pelaku kejahatan ke dar al-harb

Islam tidak membenarkan bagi penguasa dar as-salam untuk menyerahkan

warga negaranya, baik ia muslim maupun zimmiy untuk diadili di dar al-harb

karena telah melakukan tindak kejahatan di negara tersebut (dar al-harb).81

Selain itu Islam tidak membolehkan penguasa dar as-salam untuk

menyerahkan seorang muslim yang berstatus sebagai warga negara dar al-harb

sekalipun penguasa negara tersebut memintanya karena suatu tindak kejahatan

yang telah ia lakukan. Penyerahan tidak boleh terjadi selama tidak ada perjanjian

antara penguasa dar as-salam dengan penguasa dar al-harb yang sesuai dengan

ketentuan hukum Internasional mengenai penyerahan warga negara masing-

masing. Jika perjanjian telah terjadi antara kedua negara tersebut maka

penyerahan harus dilakukan terkecuali adanya syarat-syarat yang dianggap batal

dan menyalahi perjanjian.82

Islam tidak membenarkan penyerahan wanita-wanita muslimah yang

berhijrah ke dar as-salam. Wanita muslim dalam keadan bagaimanapun tidak

boleh diserahkan ke dar al-harb meskipun ia berstatus sebagai warga negara

tersebut. Ketetapan ini berdasarkan firman Allah dalam al-Qur’an yang berbunyi:

80 Abu Zahrah, al-Jarimah wa al-‘Uqubah…., hlm. 379. 81 ‘Abd al-Qadir al-‘Audah, at-Tasyri’ al-Jana’i aI-Islamiy…., hlm. 299. 82 L. Amin Widodo, Fiqih Siyasah…., hlm. 34.

Page 154: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

124

íÃíøåÇÇáøÐíä ÃãäæÇ ÅÐÇ ÌÇÁ ßã ÇáãÄãäÇÊ

ãåÇÌÑÇÊ ÝÇãÊÍäæåäø Çááå ÃÚáã ÈÅíãÇäåäø ÝÅä

ÚáãÊãæåäø ãÄãäÇÊ ÝáÇ ÊÑÌÚæåäø Åáì ÇáßÝøÇÑ

áÇåäø Íáø áåã æáÇ åã íÍáøæä áåäø æÃÊæåã

ãøÇÃäÝÞæÇ æáÇ ÌäÇÍ Úáíßã Ãä ÊäßÍæåäø ÇÐÇ

ÃÊíÊãæåäø ÃÌæÑåäø æáÇ ÊãÓßæÇ ÈÚÕã

ÇáßæÇÝÑ æÇÓÃáæÇ ãÇ ÃäÝÞÊã æáíÓÃáæÇ ãÇ

ÃäÝÞæÇ ÐÇáßã Íßã Çááå íÍßã Èíäßã æÇááå Úáíã

Íßíã83

Para ulama berbeda pendapat mengenai penyerahan laki-laki muslim

setelah adanya perjanjian. Imam Ahmad dan beberapa Fuqoha madzhab Maliki

berpendapat bahwa penyerahan tersebut harus dipenuhi. Abu Hanifah

berpendapat bahwa penyerahan tersebut tidak boleh terjadi, sebab seorang muslim

tidak boleh dikuasai oleh orang-orang non-muslim.84

Para fuqoha madzhab Syafi’i memisahkan antara mereka yang mempunyai

keluarga di dar al-harb yang dapat melindunginya dengan orang yang tidak

83 Al-Mumtahanah (60): 10. 84 L. Amin Widodo, Fiqih Siyasah…., hlm. 34.

Page 155: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

125

mempunyai pelindung di negara tersebut. Bila orang yang diminta mempunyai

keluarga, maka ia boleh diserahkan, bila tidak, maka ia tidak boleh diserahkan ke

tangan penguasa dar al-harb.

Masuknya orang-orang Islam yang berstatus sebagai penduduk negara dar

al-harb ke dar as-salam tidak dipandang sebagai penyimpangan terhadap kaidah

umum penerapan hukum Islam. Orang tersebut dianggap sebagai penduduk dan

warga negara dar as-salam yang ia datangi. Oleh karena itu, ketika penguasa dar

as-salam tidak menyerahkan kepada penguasa dar al-harb, sebenarnya ia tidak

menyerahkan orang yang menjadi warga negaranya sendiri.

Tindakan ini merupakan tuntutan syariat yang tidak membolehkan

penguasa dar as-salam untuk menyerahkan warga negaranya ke dar al-harb. Bila

yang memohon adalah dar as-salam yang lain maka tidak ada halangan untuk

menyerahkan orang tersebut.85

Mengenai penyerahan seorang musta’min ke dar al-harb di karenakan

tindak kejahatan yang di lakukannya, boleh dilakukan bila antara penguasa dar as-

salam dengan dar al-harb telah ada perjanjian sebelumnya.86

Meskipun demikian, tidak diperbolehkan untuk menyerahkan orang

tersebut (musta’min) ke dar al-harb lainnya (yang bukan negara asal pelaku) yang

bisa jadi merasa dirugikan oleh tindakan orang tersebut. Hal ini berlawanan

dengan perjanjian keamanan yang telah diberikan kepadanya.

85 A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam…., hlm. 127. 86 L. Amin Widodo, Fiqh Siyasah…., hlm. 35.

Page 156: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

126

Kaidah hukum Islam yang menghendaki agar penguasa dar as-salam tidak

menyerahkan warga negaranya ke negara lain untuk menyelesaikan masalah

kejahatan, sesuai dengan ketentuan hukum internasional sekarang.87

87 Ibid.

Page 157: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU PRIMER

‘Audah, ‘Abd al-Qadir, at-Tasyri’ al-Janai al-Islami Muqaranan bi al-Qanun al-

Wad‘iy, 2 juz, Beirut: Muassasah al-risalah,1994.

Imam Kamaluddin bin Al-Ghamam, Syarah Fathul Qadir Ala’Hidayah Syarah

Bidayatul Mubtadi, Juz IV, Bairut: Darrul Kitab Alamiyah,

Kasaniy, ‘Alau ad-Din Abi Bakr Ibn Mas’ud al-, Bada’i as-Sana‘i fi Tartib asy-

Syara‘i, 7 juz, Beirut: Dar al-ilmiyyah, 1997.

Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hkum Pidana, Jakarta : Bumi Aksara, cet-27,

2008.

B. AL-QUR’AN

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah, Semarang : Toha Putra, 2006.

C. KELOMPOK FIQH DAN USHUL FIQH

Abu Zahrah, al-Jarimah wa al-‘Uqubah fi al-fiqh al-Islam, al-Jarimah, 2 juz, Beirut:

Dar al-Fikr al-‘Arabiy, tth.

Abu Utlah, Khadijah, al-Islam wa al-‘Alaqah ad-Dauliyyah fi as-Silmi wa al-Harb,

Mesir: Dar al-Ma’arif, 1119.

Hanafi, A., Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976

Hasballah, ‘Ali, Usul at-Tasyri’ al-Islamiy, Mesir: Dar al-Ma’arif, 1964.

Hazm, Abi Muhammad ‘Ali ibn Ahmad ibn Sa’id ibn, al-Muhalla, 8 jilid, Beirut: Dar

al-Fikr, t.th.

Hussain, Syaukat, Hak Asasi Manusia dalam Islam, alih bahasa Abdul Rochim C. N

Jakarta: Gema Insani Press, 1996.

Jad Allah, Mahmud Fu‘ad, Ahkam al-Hudud fi asy-Syari’ah al-Islamiyyah, Mesir:

Matabi’ al-Misriyyah al-‘Ammah, 1983.

Page 158: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fikih, alih bahasa Halimuddin, Jakarta: Rineka

Cipta.

Widodo, L. Amin, Fiqh Siyasah dalam Hubungan Internasional, Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1994.

Zahrah, M. Abu, Ushul Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus.

D. KELOMPOK BUKU LAIN

Ash Shiddieqy, T.M. Hasbi, Hukum Antar. Golongan, (ed.) H.Z. Fuad Hasbi Ash

Shhidieqy, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001.

Atmasasmita, Romli, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Bandung:

Mandar Maju, 1995.

________, Perbandingan Hukum Pidana, Bandung: Penerbit Mandar Maju, 1996

________, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem hukum Pidana

Indonesia (Bandung: PT. Citra aditya Bakti, 1997

ENSIKLOPEDI Islam, Dewan Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,

1994.

Farid, Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika 1995.

Harahap, Mustafa Djuang, Yuridiksi Kriminal di Perairan Indonesia yang Berkaitan

dengan Hukum Internasional, Bandung: Penerbit Alumni, 1983.

Hasmi, A., Dimana Letak Negara Islam, cet.I. Surabaya : P.T. Bina Ilmu, 1984.

http://www.nuansaislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=235:

mazhab&catid=96:ensiklopedi-islam 21/april/2010/pukul 15.30 WIB.

http://aslamsalam.wordpress.com/2010/02/12/biografi-imam-abu-hanifah/

http://daemien-ocehankosong.blogspot.com/2009/07/polisi-dan-locus-delicti.html/19-

04-10-19.30.

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum/tangal 20, Nopember, 2009, pukul 21.00 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum/tanggal 5, Desember, 2009, pukul 22.00 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum/tangal 20, Nopember, 2009, pukul 21.00 WIB.

http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/6/1/pustaka-112.html

Jonkers, J. E., Buku Pedoman Hukum Pidana Hindia Belanda, alih bahasa Tim

Penerjemah Bina Aksara, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Page 159: TEORI LOCUS DELICTI PERSPEKTIF IMAM ABU HANIFAHlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/95/jtptiain-gdl... · teori Imam Abu Hanifah, dalam penerapannya memilki persamaan dan perbedaan

Kansil, C. S. T , Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka 1989.

Kartanegara, Satochid, Hukum Pidana, t.tp: Balai Lektur Mahasisiwa, t.th.

Ma’arif, Samsul, Terjemah Matan Taqrib Ringkas dan Jelas, cet-II, Magelang: Toko

Kitab Salamun Tegalrejo, 2009.

Mahmassani, Sobhi, Filsafat Hukum dalam Islam, alih bahasa A. Sudjono, Bandung:

Alma’arif.

Moeljanto, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Putra, 2000.

Marzuki, MetodologiRiset, BPFE UII, Jogjakarta, 1995.

Parthiana, I Wayan, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, Bandung: Yrama

Widya, 2000.

Prakoso, Djoko, Tindak Pidana Penerbangan di Indonesia Jakarta: Ghalia Indonesia,

1984.

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT. Eresco,

1989.

Qardhawi, Yusuf, Menyatukan Pikiran Para Pejuang Islam, alih bahasa Ali

Makhtum Assalamy Jakarta: Gema Insani Press, 1993.

Starke, J. G., Pengantar Hukum Internasional, alih bahasa Bambang Iriana

Djajaatmaja, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Sudarto, hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudaarto d/a Fakultas Hukum UNDIP,

1990.

Sugandhi, R., KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional, 1981

Suryono, Edy, Perkembangan Hukum Diplomatik, Bandung: Mandar Maju, 1992.

Utrecht, E., Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I, Surabaya: Pustaka Tinta Mas,

1994.

Wallace, Rebbeca M.M., Hukum Internasional, alih bahasa Bambang Arumanadi,

Semarang: IKIP Semarang Press, 1993.