5
MENGAPA TENTARA TERLIBAT MEMBANGUN PERTANIAN? Oleh Leta Rafael Levis/Dosen Fakultas Pertanian Universitas Nusa cendana Pada Akhir 2014, ketika mendengar berita bahwa pemerintah melibatkan tentara (baca: TNI) ke dalam pembangunan pertanian, saya sempat ragu-ragu dan cemas. Alasannya, karena membangun pertanian bukan tupoksi tentara serta pengaruh kekuasaan orde baru yang identik dengan manajemen tentara yang terkesan otoriter dan berlangsung begitu lama dalam pembangunan di Indonesia telah membekas dalam mindset rakyat. Bahkan saat itu ada sebagian masyarakat yang mendengar kata ‘serdadu” (istilah tentara bagi etnis Lio Ende) ada ketakutan. Entah apa alasannya, ya mungkin karena tentara selalu memegang ‘mbedi’ (istilah senjata bagi etnis Lio). Tetapi cerita ketakutan di atas telah berlalu. Itu adalah kenangan masa lalu. Tentara masa kini tidak seperti tentara masa lalu. Tetap berteguh pada sumpah prajurit, filosofi mengayomi masyarakat yang diemban tentara saat ini sangat kental terasa dalam kehidupan bermasyarakat. Filosofi tersebut dalam banyak hal dikemas dalam berbagai bentuk, termasuk dalam penataan kantor tentara baik Korem maupun Kodam. Misalnya, Korem Kupang, yang sebelumnya terkesan seram namun saat ini kantor tersebut ditata rapih sehingga menjadi sebuah ‘taman’ yang indah dan menyenangkan untuk dinikmati. Bukti lain, banyak wanita muda dan cantik yang direkrut menjadi tentara sehingga daya tarik 1

Tentara Terlibat Membangun Pertanian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fgfgfgfgfgf

Citation preview

Page 1: Tentara Terlibat Membangun Pertanian

MENGAPA TENTARA TERLIBAT MEMBANGUN PERTANIAN?

Oleh Leta Rafael Levis/Dosen Fakultas Pertanian Universitas Nusa cendana

Pada Akhir 2014, ketika mendengar berita bahwa pemerintah melibatkan tentara (baca: TNI) ke

dalam pembangunan pertanian, saya sempat ragu-ragu dan cemas. Alasannya, karena

membangun pertanian bukan tupoksi tentara serta pengaruh kekuasaan orde baru yang identik

dengan manajemen tentara yang terkesan otoriter dan berlangsung begitu lama dalam

pembangunan di Indonesia telah membekas dalam mindset rakyat. Bahkan saat itu ada sebagian

masyarakat yang mendengar kata ‘serdadu” (istilah tentara bagi etnis Lio Ende) ada ketakutan.

Entah apa alasannya, ya mungkin karena tentara selalu memegang ‘mbedi’ (istilah senjata bagi

etnis Lio).

Tetapi cerita ketakutan di atas telah berlalu. Itu adalah kenangan masa lalu. Tentara

masa kini tidak seperti tentara masa lalu. Tetap berteguh pada sumpah prajurit, filosofi

mengayomi masyarakat yang diemban tentara saat ini sangat kental terasa dalam kehidupan

bermasyarakat. Filosofi tersebut dalam banyak hal dikemas dalam berbagai bentuk, termasuk

dalam penataan kantor tentara baik Korem maupun Kodam. Misalnya, Korem Kupang, yang

sebelumnya terkesan seram namun saat ini kantor tersebut ditata rapih sehingga menjadi sebuah

‘taman’ yang indah dan menyenangkan untuk dinikmati. Bukti lain, banyak wanita muda dan

cantik yang direkrut menjadi tentara sehingga daya tarik terhadap tentara saat ini jauh sangat

berbeda dengan tentara masa lalu. Contoh tersebut adalah bagian dari usaha TNI untuk

menyatu dan memberikan rasa nyaman kepada masyarakat.

Namun ada hal yang lebih menarik yang dilakukan tentara saat ini yakni kebijakan

pemerintah melibatkan tentara dalam membangun pertanian. Kebijakan ini awalnya

menimbulkan sedikit pertentangan di kalangan masyarakat. Pertentangan ini muncul sebagai

bagian dari pengujian kebenaran kebijakan tersebut. Jika dianalogikan pertentangan dua aliran

filsafat yang saling mengkritik untuk mencari landasan kebenaran ilmu pengetahuan dalam

kebijakan tersebut, yakni Plato&Descartes dan kawan-kawan berada pada aliran rasionalisme

dan Aristotelles dengan kawan-kawan pada aliran emprisme. Pemerintah berpikir rasional

bahwa kalau tentara dilibatkan maka pembangunan pertanian akan berjalan lebih baik . Di lain

sisi (dalam konteks kebijakan ini), banyak yang meragukan karena tentara belum memberikan

bukti. Karena itu, tentara harus menunjukkan bukti (emprisme) sebab bukti tersebut akan

1

Page 2: Tentara Terlibat Membangun Pertanian

berpadu dengan rasionalisme pemerintah yang mensahkan kebenaran secara utuh. Sebab kalau

tidak maka rasionalisme pemerintah hanya mengandung setengah kebenaran. Oleh karena itu

dibutuhkan bukti empiris dari tentara yang juga mengandung setengah kebenaran sehingga

kalau keduanya dipadukan maka kebenarannya menjadi utuh. Dengan kata lain, kebenaran

keduanya harus disatukan sehingga menjadi suatu kebenaran yang utuh sesuai aliran filsafat

yang diprakarsai oleh Emanuel Kant. Kant mengatakan bahwa suatu kebenaran akan menjadi

utuh jika keduanya dipadukan yakni emprisme dinalar oleh akal budi (rasio) menemukan

kebenaran ilmu pengetahuan yang utuh. Ketika tentara membuktikan kebenaran kebijakan

pemerintah melalui bukti nyata dilakukan tentara di lapangan maka pada saat yang sama tentara

telah melengkapi kebenaran kebijakan pemerintah sesuai pandangan filsof Emanuel Kant.

Bukti Empiris Dilakukan Tentara

Bukti yang saya sajikan dalam tulisan berikut ini belum mewakili seluruh aktivitas tentara di

seluruh Indonesia. Namun bukti ini, menurut saya, sudah cukup untuk melengkapi landasan

kebenaran ilmu pengetahuan dari kebijakan pemerintah tersebut.

Di Nusa Tenggara Timur (NTT), dalam membangun pertanian, masalah yang selalu

dikeluhkan adalah soal data. Tidak ada akurasi data dan keterlambatan data ini tidak saja untuk

tanaman tetapi juga tentang kelompok tani, infrastruktur, serta sentra-sentra produksi.

Misalnya, tahun 2009, laporan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) NTT

menunjukkan ada surplus produksi jagung. Tetapi, data bulan Juli 2009 (PK, 6 Juli 2009)

menyatakan bahwa produksi jagung di NTT menurun. Ini hanya contoh kecil ketidak-akuratan

data yang kita miliki. Selain data yanag tidak akurat, ketepatan penyerahan data dari kabupaten

ke provinsi untuk dijadikan landasan perencanaan program kerja pembangunan pertanian di

NTT, selalu tersendat bahkan ada kabupaten yang tidak mau menyerahkan data. Istilah

umumnya ”kepala batu”. Keterlambatan data pertanian ini telah berkurang sejak tentara terlibat

dalam program pembangunan ketahanan pangan di NTT. Seperti diakui oleh Ir. Robertus Ongo

Roga, MM (Kasubdin Produksi Distanbun NTT). Ia mengatakan bahwa ada perbedaan besar

soal data sebelum dan sesudah tentara terlibat. Sebelumnya, pihaknya kewalahan menghadapi

kabupaten yang malas sekali mengirim data ke provinsi. Tetapi, saat ini data selalu tepat waktu.

Karena tentara dari Korem-Kodim-Koramil-Babinsa bekerja satu garis dalam usaha

memperoleh data di lapangan. Untuk data desa, Babinsa bersama camat mengelilingi desa

untuk meminta data dan lancar (Wawancara 3 Maret 2015).

2

Page 3: Tentara Terlibat Membangun Pertanian

Tentara juga berperan dalam mengamankan pupuk yang sering menjadi masalah bagi

petani. Misalnya, Kodim Sidoarjo Jawa Timur menggrebek usaha pengoplosan pupuk (Sumber

TV Metro, 13 Maret 2015, jam 20 wib). Selanjutnya, Kodim Ngawi Jawa Timur, tanggal 9

Maret 2015 pada malam hari telah mengamankan 11,5 ton pupuk ZA dan urea Phonska SP 36

masing-masing seberat 4 ton di Desa Semen dan 7,5 ton di Desa Teguhan Kecamatan Paron

Kabupaten Ngawi. Reaksi tentara ini muncul setelah ada keluhan dari masyarakat sulit

mendapatkan pupuk (Jawa Pos 11 Maret 2015), hasilnya Kodam V Brawijaya telah

menggagalkan pencurian pupuk puluhan ton (Damma TV Batu, 31 Maret 2015). Dari Korem

Kupang, tentara telah mulai melakukan kelorisasi dan telah tersedia kapsul daun kelor yang

banyak manfaatnya bagi pemenuhan gizi masyarakat (Timex 9 Maret 2015). Selain itu, di Batu

ada kerjasama tentara, pemerintah dan petani memberantas hama tikus (Jawa Pos, 27 Maret

2015).

Jika mencermati uraian ini maka kita boleh berkata bahwa walaupun tidak mungkin

menyelesaikan seluruh masalah yang dihadapi dunia pertanian tetapi keterlibatan tentara telah

memberikan energi baru untuk membantu memperlancar pembangunan pertanian. Semoga

Tentara Nasional Indonesia tetap maju dan jaya dan terus terlibat dalam membangun pertanian

di tanah air.

3