Upload
muhammad-syafii
View
58
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Gambaran Modal Ventura
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha yang mempunyai
peranan sangat penting dalam pembiayaan. Kegiatan lembaga pembiayaan ini
dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik
dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan
surat sanggup bayar. Oleh karena itu, lembaga pembiayaan juga berperan sebagai
salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang
perekonomian nasional.1 Salah satu lembaga pembiayaan yang dapat menjadi pilihan
masyarakat bisnis adalah modal ventura.
Modal ventura adalah usaha yang melakukan pembiayaan/penyertaan modal
ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu
tertentu (Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2009 tentang Lembaga Pembiayaan dan Pasal 1 huruf h Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan).
Modal ventura saat ini dibutuhkan di dalam perekonomian Indonesia
contohnya untuk usaha mikro, kecil dan menengah. Bentuk-bentuk usaha tersebut
sering sekali mengalami kesulitan dalam pengembangan usahanya, namun mereka
1 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat menerima kredit dari bank karena pada umumnya bentuk-bentuk usaha
tersebut belum berbentuk badan hukum.
Pasal 4 Perpres No. 9 Tahun 2009 menyebutkan kegiatan usaha Perusahaan
Modal Ventura (PMV) meliputi penyertaan saham (equity participation), penyertaan
melalui pembelian obligasi konversi (quatie equity participation), dan pembiayaan
berdasarkan pembagian atas hasil usaha (profit/revenue sharing). Kegiatan-kegiatan
usaha tersebut menjadi bentuk-bentuk penyertaan modal yang dipakai oleh PMV di
dalam pemberian modal ventura, namun di dalam praktik pelaksanaan modal ventura
di Indonesia bentuk-bentuk penyertaan tersebut terbagi menjadi 2 (dua) bentuk
penyertaan modal, yaitu penyertaan langsung (direct investment) dan penyertaan
tidak langsung (indirect investment).2
Penyertaan langsung adalah pola pembiayaan yang dilakukan oleh PMV
dengan cara memberikan pembiayaan langsung kepada Perusahaan Pasangan Usaha
(PPU) yang sudah/akan berbentuk badan hukum dengan bertindak sebagai salah satu
pemegang saham di PPU.3
Penyertaan tidak langsung yaitu penyertaan modal oleh PMV pada PPU tidak
dalam bentuk modal saham (equity), tetapi dalam bentuk obligasi konversi
(convertible bond) atau bagi hasil (profit sharing).4 Obligasi konversi (semi equity
financing) diartikan sebagai bentuk pembiayaan yang pada awalnya dalam bentuk
2 Budi Rachmat, Modal Ventura: Cara Mudah Meningkatkan Usaha mikro, kecil dan
menengah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hal. 31-33. 3 Ibid., hal. 31 4 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
hutang piutang yang kemudian nantinya dikonversikan menjadi saham.5 Pola
pembiayaan bagi hasil (profit and loss sharing) adalah bentuk penyertaan oleh PMV
yang didasarkan pada prinsip-prinsip bagi hasil dalam suatu usaha bersama antara
PMV dan PPU.6 Namun perlu diingat prinsip bagi hasil yang diterapkan di dalam
perjanjian modal ventura berbeda dengan prinsip bagi hasil yang diketahui umumnya
di dalam masyarakat. Di dalam perjanjian pembiayaan modal ventura, bagi hasil yang
diterapkan adalah prinsip bagi hasil yang ditentukan oleh PMV secara sepihak
berdasarkan laporan keuangan PPU.
Meskipun ada beberapa bentuk penyertaan modal yang ditawarkan oleh PMV,
namun dalam praktiknya bentuk pembiayaan dengan pola bagi hasil yang banyak
dilakukan. Dipilihnya bentuk pembiayaan dengan pola bagi hasil ini disebabkan oleh
latar belakang kondisi PPU dan faktor keterbatasan dari PMV. PPU pada umumnya
merupakan usaha mikro, kecil dan menengah bentuk usahanya sebagian besar usaha
perseorangan dan belum berbadan hukum. Dengan bentuk badan usaha yang
demikian, PMV tidak mungkin untuk melakukan penyertaan modal dalam bentuk
saham atau obligasi konversi. Di sisi lain, PMV juga akan kesulitan mengingat masih
adanya keterbatasan-keterbatasan, baik dari segi kemampuan dana maupun dari segi
sumber daya manusianya, yang akan ditempatkan pada manajemen PPU.7 Pola bagi
hasil inilah yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.
Pasal 13 ayat 1 Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 menentukan bahwa
untuk memperoleh izin usaha, diajukan permohonan kepada menteri dengan
5 Ibid., hal. 34. 6 Ibid., hal. 35. 7 Ibid., hal. 35-36.
Universitas Sumatera Utara
melampirkan contoh perjanjian pembiayaan yang diperlukan. Berdasarkan pasal
tersebut disimpulkan bahwa kegiatan pembiayaan yang dilakukan oleh PMV dalam
bentuk penyertaan modal pada PPU harus dilakukan dengan membuat perjanjian, dan
perjanjian tersebut harus dibuat dalam bentuk tertulis. Hal ini juga merupakan alat
pembuktian yang sah bagi PMV dan PPU dan bahwa kegiatan pembiayaan tersebut
benar dilaksanakan.
Perjanjian dalam bentuk tertulis (kontrak) merupakan dasar bagi terjadinya
penyertaan modal dalam usaha modal ventura. Mengingat yang dibahas di dalam tesis
ini adalah pola bagi hasil maka perjanjian yang mendasari terjadinya penyertaan
modal dalam hal ini adalah Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil.
Keberadaan modal ventura dalam tatanan bisnis Indonesia diawali dengan
dikeluarkannya peraturan yang mengatur tentang lembaga pembiayaan, yakni
Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 (Keppres No. 61 Tahun 1988) yang
dikeluarkan tanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan
Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 yang dikeluarkan tanggal 20 Desember 1988
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua
peraturan tersebut kemudian dikenal atau disebut dengan Paket Desember 1988.
Keppres No. 61 Tahun 1988 kemudian diganti dengan keluarnya Perpres No. 9 Tahun
2009 tentang Lembaga Pembiayaan, sedangkan Kepmenkeu No.
1251/KMK.013/1988 ditambah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995 (Kepmenkeu No. 468/KMK.017/1995)
tentang Perubahan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kemudian, pada tahun 1995 keluar
Universitas Sumatera Utara
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 469/KMK.017/1995
(Kepmenkeu No. 469/KMK.017/1995) tentang Pendirian dan Pembinaan Usaha
Modal Ventura. Akan tetapi peraturan tersebut tetap mengacu kepada peraturan
mengenai lembaga pembiayaan sehingga Kepmenkeu No. 469/KMK.017/1995
menjadi lex spesialis, dan Perpres No. 9 Tahun 2009 dan Kepmenkeu No.
468/KMK.017/1995 menjadi lex generalis untuk modal ventura.
Praktik modal ventura diakui oleh Bank Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
adanya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Undang-undang Pokok
Perbankan. Pengaturan mengenai kredit macet di dalam undang-undang tersebut
membenarkan bank untuk menyertakan modalnya ke dalam perusahaan debitur,
dengan ketentuan bahwa sampai jangka waktunya berakhir bank tersebut akan
menarik kembali penyertaan modal tersebut. Kemiripan inilah yang mendasari bahwa
modal ventura diakui oleh Bank Indonesia.
Pengawasan dan pembinaan modal ventura dilakukan oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia (Pasal 11 Perpres No. 9 Tahun 2009). Hal ini berbeda dengan
lembaga pembiayaan lainnya yang pengawasannya dilakukan oleh Menteri Keuangan
dengan dibantu oleh Bank Indonesia. Pengawasan dan pembinaan oleh Menteri
Keuangan dilakukan dengan bentuk penyampaian laporan operasional dan laporan
keuangan secara tahunan kepada Menteri Keuangan (Pasal 17 Kepmenkeu No.
1251/KMK.013/1988).
Secara faktual, Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil belum diatur
secara tegas dan rinci di dalam sistem hukum di Indonesia. Sebagaimana diketahui,
hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak yang menuntut
Universitas Sumatera Utara
adanya kesatuan pemahaman para pihak atas isi dan tujuan perjanjian (Pasal 1320 jo.
Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Asas tersebut dijadikan acuan
oleh para pihak dalam setiap perjanjian yang dibuat di Indonesia, termasuk dalam
Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil. Selain itu mengingat di dalam
praktiknya perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk akta notaril, maka isi dan proses
pembuatannya juga harus mengacu kepada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
(selanjutnya disebut UU No. 30 Tahun 2004) tentang Jabatan Notaris.
Berdasarkan penelitian awal yang diperoleh, PMV umumnya menentukan isi
dari perjanjian pembiayaan, termasuk besarnya imbalan jasa bagi hasil, sehingga
walaupun kebebasan berkontrak dan ketentuan mengenai akta notaril mendasari
perjanjian pembiayaan tersebut, PMV cenderung mendominasi pelaksanaan
pembiayaan modal ventura.
Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil berbentuk perjanjian standar
(baku). PMV menetapkan rancangan perjanjian tersebut terlebih dahulu dan
diperlihatkan kepada PPU dan setelah PPU setuju dituangkan dalam bentuk akta di
hadapan notaris yang telah dipilih oleh perusahaan tersebut dan selanjutnya
ditandatangani oleh para pihak. Hal ini merupakan keuntungan bagi PMV karena
PMV dapat menerapkan klausula-klausula yang dikehendakinya, sedangkan bagi
PPU perjanjian ini menimbulkan ketidakseimbangan dengan adanya klasula-klausula
yang tidak adil dan memberatkannya.
Pasal 1320 jo. 1338 KUH Perdata memperbolehkan para pihak untuk
mengadakan perjanjian standar (baku) karena kepada para pihak tersebut diberikan
hak untuk menyetujui (take it) atau menolak perjanjian yang diajukan kepadanya
Universitas Sumatera Utara
(leave it). Oleh karena itu, setelah PMV menetapkan rancangan perjanjian, PPU
memiliki hak untuk menyetujui atau menolak rancangan tersebut, dan akhirnya
kebebasan berkontrak tidak terlanggar.
Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka untuk dapat lebih
mengetahui modal ventura dan perjanjian pembiayaan antara PMV dan PPU maka
perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membuat penelitian yang
berjudul TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL
PERUSAHAAN MODAL VENTURA DAN PERUSAHAAN PASANGAN
USAHA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi
permasalahan pokok dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk perjanjian antara perusahaan modal ventura dan
perusahaan pasangan usaha?
2. Bagaimanakah kedudukan para pihak dalam perjanjian bagi hasil antara
perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha?
3. Bagaimanakah cara penyelesaian wanprestasi bagi para pihak dalam
perjanjian bagi hasil antara perusahaan modal ventura dan perusahaan
pasangan usaha?
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian
Setiap pelaksanaan suatu kegiatan penelitian memiliki tujuan yang akan
dicapai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui bentuk perjanjian antara perusahaan modal ventura dengan
perusahaan pasangan usaha.
2. Untuk mengetahui kedudukan para pihak dalam perjanjian bagi hasil antara
perusahaan modal ventura dengan perusahaan pasangan usaha.
3. Untuk mengetahui cara penyelesaian wanprestasi bagi para pihak dalam
perjanjian bagi hasil antara perusahaan modal ventura dengan perusahaan
pasangan usaha.
D. Manfaat Penelitian
Bertitik tolak pada rumusan masalah yang dikemukakan, manfaat dari
penelitian ini adalah
1. Secara teoritis
a. Sebagai bahan informasi dan tambahan bagi para akademisi maupun
sebagai bahan pertimbangan bagi para peneliti yang hendak melaksanakan
penelitian lanjutan.
b. Menambah khasanah kepustakaan, khususnya dalam hukum pembiayaan.
2. Secara praktis
a. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan
mengenai pemberian modal ventura.
Universitas Sumatera Utara
b. Sebagai bahan masukan bagi PT. Sarana Sumut Ventura, PMV dan PPU.
c. Memberikan informasi dan menambah wawasan pemikiran bagi
masyarakat tentang pemberian modal ventura sesuai dengan ketentuan
mengenai lembaga pembiayaan.
d. Sebagai bahan masukan untuk penyempurnaan peraturan perundang-
undangan nasional khususnya yang berhubungan dengan pemberian modal
ventura.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di
Kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Program Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul TINJAUAN YURIDIS
PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL PERUSAHAAN MODAL
VENTURA DAN PERUSAHAAN PASANGAN USAHA, belum pernah ada yang
melakukan penelitian ini sebelumnya. Dengan demikian, maka dari segi keilmuan
penelitian ini dapat dikatakan asli, sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur,
rasional dan obyektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses
menemukan kebenaran ilmiah sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
F. Kerangka Teori dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang pengetahuan yang
berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori
merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada
sekumpulan fakta-fakta.8
Landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk
mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika (flow of
reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, definisi dan proposisi
yang disusun secara sistematis.9 Konsep mengekspresikan suatu abstraksi yang
terbentuk melalui generalisasi dari pengamatan terhadap fenomena (obyek, kejadian,
atribut atau proses).10
Otje Salman dan Anton F. Susanto menyimpulkan pengertian teori menurut
pendapat dari berbagai ahli, yaitu teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang
di samping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski
mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih
umum.11
Penetapan suatu kerangka teori merupakan suatu keharusan dalam penelitian.
Hal ini disebabkan, kerangka teori digunakan sebagai landasan berpikir untuk
8 Ensiklopedia Bebas, Wikipedia Bahasa Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/teori, diakses
6 Januari 2010. 9 J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 194. 10 Kerlinger, Definisi Teori, http://www.pdf-search-engine.com/definisi-teori-pdf.html,
diakses 6 Januari 2010. 11 H. R. Otje Salman S dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005,
hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
menganalisis permasalahan yang dibahas dalam tesis ini, yaitu mengenai pelaksanaan
perjanjian bagi hasil perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha. Teori
yang menjadi pedoman dalam penulisan tesis ini adalah kebebasan berkontrak.
Kebebasan berkontrak lahir dan berkembang seiring dengan pertumbuhan
aliran filsafat yang menekankan semangat individualisme dan pasar bebas. Teori ini
sangat mendominasi teori hukum kontrak. Inti permasalahan hukum kontrak lebih
tertuju kepada realisasi kebebasan berkontrak. Dalam bidang ekonomi berkembang
aliran laissez faire yang dipelopori Adam Smith yang menekankan prinsip non-
intervensi oleh pemerintah terhadap kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar, tetapi
Adam Smith tidak menolak campur tangan pemerintah hanya dikurangi seminimal
mungkin. Pemerintah hanya diperkenankan untuk ikut campur secara minimal,
khususnya dengan alasan demi tegaknya keadilan. Campur tangan yang berlebihan
yang bersifat distorsif dianggap sebagai pelanggaran akan keadilan.12
Pandangan moral yang membela kebebasan berkontrak ditemukan dalam
tulisan filsuf moral terkenal dari Jerman, Immanuel Kant. Menurut Kant, hukum
harus ditopang oleh landasan moral, yang disebut sebagai otonomi kehendak
(autonomie willens atau autonomy of the will). Otonomi kehendak berkaitan dengan
moralitas otonom, yakni kesadaran manusia akan kewajiban yang ia taati sebagai
sesuatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sangat baik.
Berdasarkan rumusan otonomi kehendak itu, Kant merumuskan esensi
kontrak. Esensi kontrak adalah bersatunya 2 (dua) kehendak pihak yang satu dengan
12 Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 43
Universitas Sumatera Utara
pihak lainnya. Apa yang diperoleh dari analisis Kant mengenai kontrak adalah suatu
hal personal, yakni suatu hak yang hanya berlaku terhadap seseorang dan tidak yang
lainnya.13
Doktrin liberalis-individualisme yang berkembang pada abad ke-19
berpengaruh langsung atas kebebasan berkontrak yang berimbas kepada lahirnya
paradigma baru hukum kontrak yang timbul dari 2 (dua) dalil di bawah ini:
Setiap perjanjian kontraktual yang diadakan adalah sah (geoorloofd)
Setiap perjanjian kontraktual yang diadakan secara bebas adalah adil dan
memerlukan sanksi undang-undang
Dalam paradigma baru ini, dalam kontrak timbul 2 (dua) aspek, yaitu pertama,
kebebasan (sebanyak mungkin) untuk mengadakan suatu kontrak, dan kedua, kontrak
tersebut harus diperlakukan sakral oleh pengadilan, karena para pihak secara bebas
dan tidak ada pembatasan dalam mengadakan kontrak tersebut. Dengan demikian,
kebebasan berkontrak dan kesucian (sanctity) kontrak menjadi dasar keseluruhan
hukum kontrak yang berkembang saat itu. Dengan perkataan lain, orientasi mereka
adalah kesucian dan kebebasan berkontrak. Sebagai konsekuensi adanya penekanan
kebebasan berkontrak, kemudian dianut pula dogma bahwa kewajiban dalam kontrak
hanya dapat diciptakan oleh maksud atau kehendak para pihak. Hal tersebut menjadi
prinsip mendasar hukum kontrak yang mengikat untuk dilaksanakan segera begitu
mereka telah mencapai kesepakatan. Dengan demikian kebebasan berkontrak di
dalam teori hukum kontrak klasik memiliki 2 (dua) gagasan utama, yakni kontrak
13 Ibid., hal. 43-73.
Universitas Sumatera Utara
didasarkan kepada persetujuan dan kontrak sebagai produk kehendak (memilih)
bebas.14
Konsep modern kebebasan berkontrak menjadi dasar signifikan dalam
leksikon hukum kontrak dan signifikansi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki
hak otonomi untuk menentukan bargain mereka sendiri dan menuntut pemenuhan
dari apa yang mereka sepakati. Dengan adanya konsensus para pihak, maka timbul
kekuatan mengikat kontrak sebagaimana layaknya undang-undang. Apa yang
dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan hukum menjadi hukum bagi mereka
(cum nexum faciet mancipimque, uti lingua mancouassit, ita jus esto). Asas inilah
yang menjadi kekuatan mengikatnya kontrak (verbindende kracht van de
overereenkomst)15, dan menjadi kekuatan yang mengikat Perjanjian Pembiayaan
dengan Pola Bagi Hasil yang dapat dilihat dari adanya kebebasan untuk menentukan
isi perjanjian yang kemudian menjadi undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Kebebasan berkontrak merupakan teori universal dan dianut oleh hukum
perjanjian di hampir seluruh negara di dunia pada saat ini. Dalam pustaka-pustaka
yang berbahasa Inggris, teori ini dituangkan dalam berbagai istilah, antara lain
Freedom of Contract, Liberty of Contract atau Party Autonomy.16
Di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat ditemukan dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk
14 Ibid., hal 81-90. 15 Ibid., hal 91-102. 16 Felix S. Subagjo, Perkembangan Azas-azas Hukum Kontrak dalam Praktek Bisnis selama
25 Tahun Terakhir, Makalah disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Perkembangan Hukum Kontrak dalam Praktek Bisnis Indonesia, Jakarta, 18-19 Februari 1993, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
Wetboek (BW), terutama pada Pasal 1338 yang menyebutkan bahwa semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Namun dengan adanya teori ini bukan berarti para pihak dapat
seenaknya membuat suatu perjanjian, dalam Pasal 1320 KUH Perdata dinyatakan
bahwa suatu perjanjian dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan yaitu
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
Suatu kesepakatan kehendak terhadap suatu kontrak dimulai dari adanya
unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak, diikuti oleh penerimaan
penawaran (acceptance) dari pihak lainnya, yang terutama untuk kontrak-
kontrak bisnis kerapkali dilakukan secara tertulis.17 Adakalanya, kesepakatan
suatu kontrak yang ditandai dengan penandatanganan kontrak dilakukan tidak
berdasarkan keinginan salah satu pihak, misalnya karena ada kekhilafan,
paksaan, atau penipuan (Pasal 1321 KUH Perdata), untuk hal tersebut harus
diingat bahwa masing-masing pihak harus mengalaskan pembuatan perjanjian
dengan adanya itikad baik (Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata) dan juga harus
sesuai dengan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang (Pasal 1339 KUH
Perdata).
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Menurut Pasal 1330 KUH Perdata, semua orang cakap (berwenang) membuat
kontrak kecuali mereka yang tergolong sebagai berikut yaitu orang yang
17 Munir Fuady (Munir Fuady I), Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
belum dewasa, orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, wanita
bersuami, dan orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan
perbuatan tertentu.
Tetapi sejak adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 1963 (SEMA RI No. 3 Tahun 1963) maka kedudukan
seorang perempuan yang telah bersuami itu dianggap derajatnya sama dengan
laki-laki, sehingga untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap di
depan pengadilan ia tidak memerlukan bantuan dari suaminya lagi. Hal ini
semakin dipertegas oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974) dalam Pasal 31 ayat 1 bahwa kedudukan
istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan
berumah tangga dan pergaulan di masyarakat serta keduanya sama-sama
berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
c. Suatu hal tertentu
Hal tertentu adalah hal yang merupakan obyek dari suatu kontrak. Terdapat
beberapa syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-undagan terhadap
obyek tertentu dari suatu kontrak, khususnya jika obyek kontrak tersebut
berupa barang, yaitu (1) merupakan barang yang dapat diperdagangkan, (2)
pada saat kontrak dibuat, barang telah dapat ditentukan jenisnya, (3) jumlah
barang tersebut tidak boleh tertentu, (4) boleh merupakan barang yang akan
Universitas Sumatera Utara
ada di kemudian hari, (5) bukan merupakan barang yang termasuk ke dalam
warisan yang belum terbuka.18
d. Suatu sebab yang halal
Dalam Pasal 1337 KUH Perdata, dapat ditarik rumusan negatif mengenai
pengertian sebab yang halal yaitu sebab yang dilarang oleh undang-undang
atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban sosial.19
Konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat-syarat
sahnya kontrak tersebut yaitu kontrak menjadi batal demi hukum, dapat dibatalkan,
tidak dapat dilaksanakan dan/atau mendapat sanksi administratif.20
Kontrak yang dibahas di dalam penelitian ini adalah Perjanjian Modal
Ventura. Namun sebelum membahas mengenai Perjanjian Modal Ventura, terlebih
dahulu akan dipaparkan pengertian-pengertian mengenai modal ventura itu sendiri.
Modal ventura merupakan terjemahan dari terminologi bahasa Inggris yaitu
Venture Capital dan dewasa ini istilah modal ventura tersebut telah dipergunakan
secara meluas dalam tata hukum pergaulan hukum dan bisnis di Indonesia.
Dalam Dictionary of Business Terms disebutkan
“Modal ventura adalah suatu sumber pembiayaan yang penting untuk memulai suatu perusahaan yang melibatkan resiko investasi tetapi juga menyimpan potensi keuntungan di atas keuntungan rata-rata dari investasi dalam bentuk lain. Karena itu modal ventura disebut juga sebagai risk capital.” 21
18 Ibid., hal. 37. 19 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 163. 20 Munir Fuady I, op.cit, hal. 36. 21 Munir Fuady (Munir Fuady II), Hukum tentang Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2006, hal. 135.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Handowo Dipo, modal ventura adalah suatu dana usaha dalam
bentuk saham atau pinjaman yang dapat dialihkan menjadi saham. Dana tersebut
bersumber dari PMV yang mengharapkan keuntungan dari investasinya tersebut.22
Suharsono Sagir memberikan pengertian modal ventura, yaitu sebagai suatu
tindakan masyarakat atau individu pemilik dana yang berani mengambil resiko dalam
bentuk investasi atau pemilikan saham dengan ikut serta dalam kegiatan operasional
usaha.23
Pihak yang terlibat di dalam modal ventura terbagi 2 (dua) yaitu Perusahaan
Modal Ventura (PMV) dan Perusahaan Pasangan Usaha (PPU).
Secara yurudis formal Pasal 1 huruf h Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988
memberi definisi bahwa PMV (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu
PPU (Investee Company) untuk jangka waktu tertentu. Selanjutnya di dalam Pasal 1
angka 3 Perpres Nomor 9 Tahun 2009 disebutkan bahwa PMV (Venture Capital
Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal
ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company)
untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui
pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil
usaha.
22 Handowo Dipo, Sukses Memperoleh Dana Usaha dengan Tinjauan Khusus Modal Ventura,
Grafiti, Jakarta, 1993, hal. 10. 23 Ali Ridho, Hukum Dagang tentang Prinsip-prinsip dan Fungsi Asuransi dalam Lembaga
Keuangan, Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Modal Ventura dan Asuransi Haji, Alumni, Bandung, 1992, hal. 317.
Universitas Sumatera Utara
Pada Pasal 1 huruf i Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 disebutkan bahwa
PPU adalah perusahaan yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk penyertaan
modal dari PMV. Untuk lebih mengkhususkan PPU yang dimaksud di maka perlu
diuraikan bahwa yang menjadi PPU di dalam perjanjian yang dibahas dalam tulisan
ini adalah usaha mikro, kecil dan menengah. Hal ini disebabkan hanya PPU yang
berbentuk usaha mikro, kecil dan menengah yang menjadi PPU Perjanjian
Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil tersebut.
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 (UU No. 20 Tahun 2008)
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Pasal 6 ayat 1 usaha mikro yaitu
entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut: (1) kekayaan bersih paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau (2) hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus
juta rupiah). Pasal 6 ayat 2 menguraikan yang disebut dengan Usaha Kecil adalah
entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut: (1) kekayaan bersih lebih dari Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2)
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah (Pasal 6 ayat 3) adalah entitas
usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut: (1) kekayaan bersih lebih dari Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,- (dua
Universitas Sumatera Utara
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,-
(lima puluh milyar rupiah).
Para pihak di dalam modal ventura diikat dengan suatu perjanjian yang
disebut dengan Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil. Perjanjian tersebut
merupakan perwujudan dari adanya kesepakatan antara PMV dan PPU yang isinya
memuat persyaratan tertentu24, termasuk jumlah fasilitas dana yang diberikan dan
imbalan jasa bagi hasil. Perjanjian inilah yang mendasari kerjasama antara PMV dan
PPU dan kemudian melahirkan hak dan kewajiban antara kedua perusahaan tersebut.
Menurut Munir Fuady,
“Dokumen pokok yang paling penting sebagai bukti adanya kerja sama dalam usaha modal ventura adalah perjanjian modal ventura. Oleh karena itu, di dalam praktik bentuk-bentuk penyertaan modal yang dilakukan PMV ada beberapa macam, maka jenis perjanjiannya pun tergantung pada masing-masing bentuk penyertaan modal mana yang dipilihnya.”25
Syarat-syarat Top of For yang lazim diperjanjikan dalam perjanjian pemberian
modal ventura yaitu:26
1. Suku bunga atau besarnya persentase bagi hasil dari modal ventura yang diberikan.
2. Jangka waktu penggunaan modal ventura oleh PPU. 3. Cara-cara pengembalian modal ventura dari PPU kepada PMV. 4. Jaminan atau agunan atas pemberian modal ventura tersebut. 5. biaya yang harus dikeluarkan dan menjadi tanggungan PPU. 6. Asuransi jiwa dan kerugian. 7. Bantuan manajemen atau keikutsertaan pihak PMV ke dalam
manajemen/operasional PPU, dan sebagainya termasuk di dalamnya syarat-syarat positive covenant dan negative covenant seperti halnya dengan
24 Sunaryo, op,cit, hal. 28. 25 Munir Fuady II, op.cit, hal. 167. 26 Hasanuddin Rahman, Segi-segi dan Manajemen Modal Ventura, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2003, hal. 119.
Universitas Sumatera Utara
pemberian kredit oleh bank kepada debiturnya dan atau perusahaan leasing (lessor) kepada lessee.
Pola bagi hasil merupakan bentuk penyertaan oleh PMV yang didasarkan
pada prinsip-prinsip bagi hasil dalam suatu usaha bersama antara PMV dan PPU27.
Perlu diperhatikan bahwa prinsip bagi hasil di dalam perjanjian tersebut berbeda
dengan praktik-praktik bagi hasil pada umumnya yang membagi keuntungan dan
kerugian secara bersama. Prinsip bagi hasil di dalam perjanjian modal ventura
merupakan prinsip pembagian dengan berdasarkan atas perhitungan dari keuntungan
(laba) yang diperoleh PPU sebelum atau sesudah pemberian dana. Jadi dapat
dikatakan pola bagi hasil di dalam PMV ditentukan oleh PMV itu sendiri.
Acapkali dalam praktik pelaksanaan perjanjian modal ventura terdapat
prestasi atau kewajiban yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya yang telah
dibebankan kepada pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang
bersangkutan. Hal ini disebut dengan wanprestasi (wanprestatie, default).
Berkenaan dengan perbuatan wanprestasi, R. Setiawan mengemukakan 3
(tiga) bentuk wanprestasi sebagai berikut:28
a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
b. Terlambat memenuhi prestasi
c. Memenuhi prestasi secara tidak baik
Menurut R. Setiawan, wanprestasi membawa akibat yang dapat merugikan
para pihak yang bersangkutan dalam melakukan perjanjian, oleh karena itu
27 Sunaryo, op.cit, hal. 35. 28 R. Setiawan, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1989, hal. 20
Universitas Sumatera Utara
hendaknya para pihak harus mentaati ketentuan yang sudah ditetapkan sebelum
perjanjian dilakukan.
Sebagai penyelesaian dari adanya wanprestasi, di dalam Pasal 1243 KUH
Perdata disebutkan bahwa pihak yang melakukan wanprestasi dapat dikenakan
penggantian biaya, rugi dan bunga. Namun di dalam praktik pembiayaan dengan pola
bagi hasil diambil 5 (lima) bentuk penyelesaian wanprestasi, yaitu dengan
penyelamatan (restucturing, reconditioning, rescheduling dan injection), take over,
penjualan aset PPU, offseting dan legal action. Penyelamatan yang terdiri dari
restucturing, reconditioning, dan rescheduling dilakukan mengingat
diperbolehkannya upaya penyelamatan kredit bermasalah dengan berpedoman kepada
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/12/BPPP (SEBI No. 23/12/BPPP) tanggal 28
Februari 1991 tentang Penggolongan Kolektibilitas Aktiva Produktif dan
Pembentukan Cadangan atas Aktiva yang Diklasifikasikan dan Upaya Penyelamatan
Kredit yang Dapat Dilakukan oleh Bank.
Di dalam praktik para pihak menyelesaikan wanprestasi dengan didahului
oleh musyawarah. Di dalam musyawarah disebutkan alasan mengapa PPU melakukan
wanprestasi dan bentuk penyelesaian yang sesuai untuk permasalahan yang dihadapi
oleh PPU sehingga terjadi wanprestasi. Musyawarah biasanya menghasilkan
keputusan untuk penyelamatan tersebut di atas yaitu restucturing, reconditioning,
rescheduling dan injection. Bentuk penyelesaian ini diambil karena lebih efektif dan
efisien bagi PMV sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar dan PMV
dapat tetap melaksanakan kegiatan usahanya tanpa terganggu.
Universitas Sumatera Utara
2. Konsepsional
Konsepsional merupakan salah satu bagian terpenting dari teori, karena
konsepsi adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya
hanya baru ada dalam pikiran. Peranan konsepsional dalam penelitian adalah untuk
menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realistis.29
Agar menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman mengenai
konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan definisi
operasional dari konsep yang dipergunakan, yaitu:
1) Modal ventura adalah salah satu bentuk lembaga pembiayaan yang
melakukan penyertaan modal dalam jangka waktu tertentu yang bertujuan
untuk membantu usaha yang membutuhkan investasi modal dan kemudian
mendapatkan keuntungan dari penyertaan modal tersebut.
2) Perusahaan Modal Ventura (PMV) adalah suatu perusahaan di dalam
Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil yang memberikan modal
kepada PPU dengan jangka waktu tertentu dan mendapat keuntungan berupa
imbalan jasa dan laba dari PPU tersebut sesuai yang diperjanjikan. Adapun
yang dimaksud dengan PMV dalam penelitian ini adalah PT. Sarana Sumut
Ventura.
3) Perusahaan pasangan usaha (PPU) adalah suatu bentuk usaha yang berbentuk
usaha mikro, kecil dan menengah yang membutuhkan modal untuk
mengembangkan usahanya dan menerima suntikan modal dari PMV dengan
disertai jaminan terlebih dahulu yang kemudian akan dikembalikan dengan
29 Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999, hal. 34.
Universitas Sumatera Utara
melakukan pembayaran imbalan jasa dan laba yang diperolehnya kepada
PMV.
4) Bagi hasil yaitu suatu bentuk pemberian imbalan jasa yang diterima PMV
sebagai akibat dari adanya pembiayaaan kepada PPU yang didasarkan pada
perhitungan dari laporan keuangan PPU yang ditentukan sepihak oleh PMV.
5) Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil adalah suatu perjanjian
kerjasama antara PMV dan PPU yang didasari oleh prinsip bagi hasil yang
diterapkan di dalam PMV (PT. Sarana Sumut Ventura), di mana PMV terikat
untuk memberikan bantuan modal kepada PPU dan PPU terikat untuk
memberikan imbalan jasa dan laba yang diperolehnya kepada PMV.
6) Wanprestasi adalah suatu bentuk perbuatan yang dilakukan oleh PMV atau
PPU yang berupa kesalahan pemenuhan prestasi yang telah diperjanjikan di
dalam Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil, baik karena
kesengajaan atau kelalaian, yang penyelesaiannya telah dicantumkan dalam
perjanjian ataupun berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu dengan meneliti
bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma
hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah
Universitas Sumatera Utara
hukum dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-undangan,
putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.30
Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analitis. Bersifat deskriptif
maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan
sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis dimaksudkan berdasarkan
gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat bagaimana
menjawab permasalahan.31
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Sarana Sumut Ventura tepatnya di Jalan
Abdullah Lubis No. 62A Medan. Hal ini mengingat PT. Sarana Sumut Ventura
memiliki ruang lingkup pemasaran di daerah kota Medan dan sekitarnya, dan
perusahaan ini merupakan satu-satunya perusahaan di Sumatera Utara yang lingkup
kegiatan usahanya hanya pembiayaan modal ventura.
3. Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder.
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan
kepustakaan. Berdasarkan kekuatan mengikatnya, bahan hukum untuk memperoleh
data terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
30 Ibrahim Johni, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing,
Malang, 2005, hal. 336. 31 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, Alumni,
Bandung, 1994, hal. 101.
Universitas Sumatera Utara
a. Bahan hukum primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar,
peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan.32 Dalam penelitian ini
bahan hukum primernya yaitu perjanjian modal ventura antara PT. Sarana
Sumut Ventura dan PPU, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Perpres No.
9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Kepmenkeu No.
468/KMK.017/1995 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan, Kepmenkeu No. 469/KMK.017/1995 tentang Pendirian dan
Pembinaan Usaha Modal Ventura, UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer33 yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan
atau karya ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, pendapat
pakar hukum yang erat kaitannya dengan obyek penelitian.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang
untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder34, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, kamus umum dan
kamus hukum, surat kabar, internet serta makalah-makalah yang berkaitan
dengan obyek penelitian.
Di samping itu, data juga dikumpulkan melalui wawancara dengan responden
yang berhubungan dengan materi penelitian ini, yaitu
32 Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tujuan Singkat,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 55. 33 Ibid., hal. 55. 34 Ibid., hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
a. Direktur PT. Sarana Sumut Ventura, yaitu Bapak Julfizar, S.H.
b. Kepala Bagian Legal dan SDM PT. Sarana Sumut Ventura, yaitu Ibu
Jumaliati, S.H.
c. PPU PT. Sarana Sumut Ventura yang berjumlah 205 (dua ratus lima) PPU,
dan yang diambil menjadi responden sebanyak 5 % (lima persen) dari jumlah
tersebut yaitu 10 (sepuluh) PPU yang dianggap representatif atau merupakan
perwakilan dari seluruh populasi.
4. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan
penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum
primer, sekunder dan tersier35, yaitu buku-buku, majalah-majalah, tulisan dan
karangan ilmiah yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Di samping itu
juga digunakan studi dokumentasi yaitu cara memperoleh data melalui pengkajian
dan penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
Alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu
a. studi dokumen, yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori-
teori, buku-buku, hasil penelitian dan dokumen lain yang berhubungan dengan
permasalahan.
35 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
b. wawancara dengan responden, yang dilakukan secara langsung dan
mendalam, terarah dan sistematis kepada narasumber yaitu sebagai berikut:
1) Direktur PT. Sarana Sumut Ventura, yaitu Bapak Julfizar, S.H.
2) Kepala Bagian Legal dan SDM PT. Sarana Sumut Ventura, yaitu Ibu
Jumaliati, S.H.
3) PPU PT. Sarana Sumut Ventura yang berjumlah 205 (dua ratus lima) PPU,
dan yang diambil menjadi responden sebanyak 5 % (lima persen) dari
jumlah tersebut yaitu 10 (sepuluh) PPU yang dianggap representatif atau
merupakan perwakilan dari seluruh populasi.
5. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke
dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.36
Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menginventarisasi peraturan perundang-perundangan yang terkait dengan persoalan
yang menjadi obyek kajian. Data yang terkumpul akan diidentifikasikan kemudian
dilakukan penganalisisan secara kualitatif berupa pembahasan, antara berbagai data
sekunder yang terkait dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan
hukum yang telah diinventarisir dan pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara
konkretnya, sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika
36 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993,
hal. 103.
Universitas Sumatera Utara
berpikir deduktif, yang menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku
secara umum yang terkait dengan tesis ini dan kemudian dihubungkan dengan
Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil.
Universitas Sumatera Utara