Upload
mario-johan-heryputra
View
79
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
teknik menjahit
Citation preview
TEHNIK MENJAHIT JARINGAN
Author: Julian Mackay-Wiggan, MD; Chief Editor: Dirk M. Elston, MD.
MEDSCAPE
Translated By Fitria Ningsih, MD
OVERVIEW
Sebagai sebuah metode dalam penutupan luka, tehnik menjahit
jaringan telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Meskipun saat ini, tehnik
dan bahan dalam melakukan penjahitan telah mengalami perubahan, tujuan
tindakan ini tetap sama yakni menutup ruang mati, mendukung dan
memperkuat luka sampai terjadi penyembuhan dan meningkatkan kekuatan
kerenggangan luka sampai kira-kira mendapatkan hasil estetika dan
fungsional yang memuaskan, serta meminimalkan resiko perdarahan dan
infeksi.
Tehnik menjahit yang sesuai dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang
baik dalam pembedahan kulit. Hasil postoperasi dengan desain tertutup
yang cantik dapat membahayakan jika tehnik jahitan yang dipilih tidak benar
atau jika jahitannya terlalu sedikit. Sebaliknya, jika jahitannya terlalu banyak
juga tidak bisa dibenarkan. Selain itu, insisi yang kurang baik pada kulit
dengan tujuan untuk meregangkan garis tegangan kulit dan pengangkatan
jaringan yang terlalu banyak serta perkiraan batas yang tidak adekuat dapat
membatasi tindakan ahli bedah dalam penutupan luka dan penjahitan.
Pegang jaringan secara hati-hati dan lembut karena dapat mengoptimalkan
penyembuhan luka.
Pemilihan tehnik jahitan tergantung pada jenis dan lokasi anatomi luka,
ketebalan kulit, derajat ketegangan, dan hasil kosmetik yang diinginkan.
Penempatan jahitan yang baik membutuhkan perkiraan batas luka yang
tepat, yang membantu meminimalkan dan menyebarkan tegangan kulit.
Eversi luka penting dilakukan untuk memaksimalkan perkiraan bagian
epidermal kulit. Eversi ini dilakukan untuk meminimalkan resiko
pembentukan scar sekunder dan kontraksi jaringan selama penyembuhan.
Biasanya, inversi tidak dilakukan dan hal ini tidak menurunkan resiko
hipertrofi scar pada pasien yang rentan dengan resiko ini. Eliminasi ruang
mati, pemulihan bentuk anatomi alami, dan meminimalkan bekas jahitan
juga penting dalam mengoptimalkan hasil kosmetik dan fungsional luka.
Pada artikel ini, tehnik menjahit yang dipaparkan merupakan tehnik
penjahitan pada kulit. Selain itu, artikel ini juga menjelaskan mengenai
tehnik penempatan jahitan, indikasi pemilihan satu tehnik yang
dibandingkan dengan tehnik lainnya, serta keuntungan dan kerugian tiap
jenis jahitan. Umumnya lebih dari satu jenis jahitan yang digunakan untuk
penutupan luka. Setelah membaca artikel ini, pembaca akan memahami
bagaimana dan mengapa suatu tehnik jahitan dipilih dan pengetahuan
metode dasar mengenai penempatan tiap jahitan.
PRINSIP DASAR MENJAHIT JARINGAN
Beragam material benang dan needle telah tersedia saat ini. Pilihan
benang dan needle ini dibedakan berdasarkan lokasi lesi, ketebalan kulit,
dan jumlah tegangan pada luka (dapat dibaca pada artikel pengenalan
instrumen bedah minor dasar). Untuk semua jenis benang dan needle, tehnik
pemegangan needle holder, pergerakan needle, dan penempatan jahitan
semuanya sama.
1. Needle
· Needle terdiri atas 3 bagian. Ujungnya berbentuk tajam dan berfungsi untuk
penetrasi jaringan. Bodi merupakan bagian tengah needle. Bagian bawah
merupakan bagian paling tebal yang merupakan tempat menempelnya
benang.
· Pada pembedahan kulit, terdapat 2 jenis needle yang digunakan, yakni
needle pemotong dan needle pemotong terbalik. Kedua jenis needle ini
memiliki badan berbentuk segitiga. Needle pemotong memiliki batas tajam
pada bagian dalam lengkungannya yang berhubungan langsung ke batas
luka. Needle pemotong terbalik, memiliki batas tajam pada lengkungan
luarnya yang berhubungan langsung dengan batas luka, yang menurunkan
resiko tarikan benang pada jaringan. Untuk alasan ini, needle pemotong
terbalik lebih sering digunakan pada pembedahan kulit jika dibandingkan
dengan needle pemotong. (Lihat Gambar di bawah)
Gambar 1: Diagram Needle
2. Penempatan Jahitan
· Needle holder digunakan untuk menggenggam pada bagian distal badan
needle, dengan jarak ½ - ¾ dari ujung needle, tergantung pada kenyamanan
dokter. Needle holder ditekan dengan rapat sampai pada ratchet pertama.
Needle holder jangan terlalu dirapatkan terlalu kuat, oleh karena dapat
merusak needle dan needle holdernya. Needle dipegang secara vertikal dan
longitudinal tegak lurus terhadap needle holder (lihat gambar di bawah).
Gambar 2: Needle dipegang secara vertikal dan longitudinal tegak lurus terhadap
needle holder
· Penempatan needle yang salah pada needle holder dapat menyebabkan
needle menekuk, susah dalam penetrasi kulit, serta sudut yang terbentuk
saat penusukan jaringan tidak memuaskan. Needle holder digunakan dengan
menggunakan ibu jari dan jari manis pada lubang handlenya dan dengan
menempatkan jari telunjuk pada titik needle holder untuk mendapatkan
stabilitas (lihat gambar di bawah). Pegangan alternatif, needle holder
dipegang dengan menggunakan telapak tangan untuk meningkatkan
keterampilan (lihat gambar yang dibawahnya).
Gambar 3: Needle holder dipegang dengan menggunakan ibu jari dan jari manis, dan
jari telunjuk diletakkan pada titik istirahat instrumen.
Gambar 4: Needle Holder dipegang dengan menggunakan telapak tangan, untuk
meningkatkan keterampilan.
· Saat penjahitan dilakukan, jaringan harus distabilisasi. Stabilisasi ini dapat
mengunakan beragam alat misalnya klem jaringan baik yang bergigi
maupun yang tidak atau skin hook yang dapat menggenggam jaringan
dengan lembut. Pilihan penggunaan ini, tergantung pada kenyamanan
dokter yang melakukan tindakan. Trauma yang besar harus bisa dihindari
untuk mengurangi kemungkinan strangulasi jaringan atau nekrosis. Pinset
dibutuhkan untuk menggenggam needle setelah penetrasi jaringan terjadi.
Lepaskan terlebih dahulu needle holder, lalu genggam dan lakukan
stabilisasi needle dengan piset. Manuver ini dapat menurunkan resiko
kehilangan needle pada dermis atau jaringan subkutan. Manuver ini
bermanfaat pada jahitan dengan needle kecil pada area bahu, dimana
needle dengan ukuran yang besar dibutuhkan untuk jaringan ini oleh karena
strukturnya yang keras.
· Saat penetrasi dilakukan, needle di tusuk dengan sudut 90 derajat terhadap
kulit, dengan meminimalkan ukuran luka dan naikkan eversi pada batas
kulit. Needle harus diinsersi pada titik 1-2 mm dari batas luka, bergantung
pada ketebalan kulit. Kedalaman dan sudut jahitan bergantung pada tehnik
jahitan yang digunakan. Secara umum, 2 bagian benang menjadi cermin,
dan needle harus dikeluarkan secara tegak lurus dari permukaan kulit.
3. Menyimpul Ikatan
· Ketika jahitan telah diinsersi, harus dilakukan penyimpulan agar jahitan
dapat terjaga. Instrumen benang yang digunakan adalah jenis benang yang
sering digunakan pada tindakan bedah kulit. Penyimpulan dilakukan dengan
cara tradisional. Pertama, ujung needle holder diputar searah jarum jam
mengitari benang yang panjang sebanyak 2 kali putaran. Setelah itu, ujung
needle holder digunakan untuk menggenggam bagian akhir benang yang
pendek. Kemudian, bagian tersebut ditarik sepanjang benang yang panjang
dengan melewati tangan, sehingga kedua bagian benang terletak saling
menyilang dari garis jahitan. Selanjutnya, needle holder diputar kembali
berlawanan jarum jam sebanyak satu kali mengitari benang yang panjang
tadi, kemudian ujung needle holder ini menggenggam ujung benang yang
pendek untuk dilewatkan pada lubang dan akhirnya benang tersimpul
dengan sempurna.
· Benang diikat secukupnya kira-kira sesuai batas luka tanpa menekan
jaringan. Kadang-kadang, meninggalkan sedikit lubang pada jahitan setelah
ikatan kedua cukup membantu. Lubang kecil ini memudahkan jahitan sedikit
mengembang dan bermanfaat dalam mencegah strangulasi jaringan oleh
karena tekanan yang digunakan pada jahitan meningkat pada edema luka.
Tergantung pada pilihan dokter, kemungkinan 1-2 penyimpulan bisa
ditambahkan.
· Pengikatan jaringan secara berturut-turut sangat penting. Oleh karena itu,
setiap jahitan diletakkan secara paralel terhadap jahitan sebelumnya.
Prosedur ini penting dalam menjaga penyimpulan jahitan, yang kecil dan
cenderung bersifat lebih lemah dibandingkan simpulan konvensional. Ketika
jumlah penyimpulan telah sesuai, benang dapat dipotong (jika yang
digunakan adalah jahitan interuptus, benang tetap digunakan) dan jahitan
selanjutnya dapat dilakukan. (Lihat gambar di bawah).
Gambar 5: Penyimpulan Ikatan
INDIKASI
1. Jahitan Interuptus Sederhana
· Jahitan interuptus mudah dilakukan, memiliki kekuatan tegangan yang lebih
baik, dan memiliki potensial yang rendah dalam menyebabkan edema dan
kerusakan sirkulasi kulit. Jahitan ini juga dapat dimodifikasi oleh dokter
sesuai dengan kebutuhan untuk meluruskan batas lukanya secara tepat agar
memudahkan tindakan penjahitan.
· Kerugian dari jahitan ini adalah waktu yang dibutuhkan cukup panjang untuk
insersi dan memiliki resiko lebih besar dalam meninggalkan bekas jahitan
(membentuk seperti jalur kereta api). Resiko ini dapat diminimalkan dengan
remove jahitan secepat mungkin untuk mencegah perkembangan jalur
jahitan tersebut.
2. Jahitan Kontinu Sederhana
· Jahitan kontinu bermanfaat untuk luka yang berukuran panjang dimana
tekanan luka telah diminimalisir dengan penempatan jahitan dalam yang
sesuai dan perkiraan batas luka yang baik. Jenis jahitan ini juga dapat
digunakan untuk menjaga terjadinya kerobekan atau ketebalan yang
berlebihan pada penempelan kulit. Secara teoritis, tehnik jahitan kontinu
sedikit menimbulkan scar jika dibandingkan dengan jahitan interuptus
karena hanya beberapa penyimpulan yang dilakukan pada satu jahitan.
Meskipun demikian, jumlah insersi needle pada kedua jahitan ini tetap sama.
· Manfaat dari jahitan ini termasuk insersi jahitannya cukup cepat dan
perkiraan batas luka lebih tepat, jika dibandingkan dengan jahitan interuptus
sederhana. Kerugiannya termasuk kemungkinan dapat meninggalkan bekas
luka berupa tanda silang (crosshatching). Resiko dehisensi dapat terjadi jika
bahan jahitan ruptur, kesulitan dapat terjadi pada penyesuaian kelurusan
garis jahitan, dan dapat mengerutkan garis jahitan ketika jahitan dilakukan
pada kulit yang tipis.
3. Jahitan Kontinu Terkunci
· Jahitan terkunci dapat meningkatkan kekuatan regangan; meskipun
demikian, jahitan ini dapat digunakan pada luka dengan tekanan sedang
atau pada jahitan yang membutuhkan hemostasis tambahan oleh karena
pengeluaran darah dari batas luka.
· Jahitan ini dapat meningkatkan resiko kerusakan mikrosirkulasi di sekitar
luka, dan dapat menyebabkan strangulasi jaringan jika jahitan terlalu kuat.
Meskipun demikian, jenis jahitan ini harus dilakukan hanya pada daerah
dengan vaskularisasi yang baik. Utamanya, jahitan ini bermanfaat pada kulit
kepala atau sulkus postaurikuler, khususnya ketika hemostasis tambahan
dibutuhkan.
4. Jahitan Matras Vertikal
· Jahitan matras vertikal digunakan khusus dalam memaksimalkan eversi luka,
menurunkan ruang mati, dan menurunkan tekanan yang melewati luka.
Kerugian jahitan ini adalah dapat meninggalkan bekas luka. Resiko tersebut
lebih besar pada tehnik ini oleh karena peningkatan tekanan yang melewati
luka dan terdapat empat titik masuk dan keluar dari setiap jahitan pada kulit.
· Rekomendasi waktu untuk remove jahitan ini adalah selama 5-7 hari
(sebelum formasi jalur epitel selesai) untuk mengurangi resiko scar. Jika
jahitan dilakukan pada tempat yang lebih panjang, Bolsters harus
ditempatkan antara jahitan dan kulit untuk meminimalisir kontak. Kegunaan
bolster adalah untuk meminimalkan strangulasi jaringan ketika luka
membengkak sebagai respon pada edema postoperatif. Tempatkan tiap
jahitan secara tepat dan ambil tusukan simetrik yang sangat penting dalam
jahitan ini.
5. Jahitan Matras Vertikal Setengah Tenggelam
· Jahitan matras vertikal setengah tenggelam digunakan untuk tujuan
kosmetik yang penting misalnya pada daerah wajah.
6. Jahitan Katrol
Jahitan katrol memberikan regangan batas luka yang lebih baik dan
digunakan ketika menginginkan penutupan luka tambahan dikuatkan.
7. Jahitan Matras Vertikal Modifikasi Jauh-Dekat Dekat-Jauh
· Jahitan katrol digunakan ketika dibutuhkan perluasan jaringan, dan
kemungkinan digunakan secara intraoperatif untuk tujuan ini. Jahitan ini juga
bermanfaat ketika memulai penutupan luka yang berada di bawah tekanan
signifikan. Dengan menggunakan jahitan katrol pertama, batas luka dapat
diperkirakan, dengan demikian memudahkan untuk melakukan jahitan
tenggelam.
· Ketika penutupan luka selesai, jahitan katrol kemungkinan diremove jika
penyebaran tekanan lukanya cukup adekuat setelah melakukan jahitan
tenggelam pada permukaan jahitan.
8. Jahitan Matras Horizontal
· Jahitan matras horizontal digunakan untuk luka dalam dengan tekanan tinggi
karena jahitan ini memiliki eversi dan kekuatan luka. Jahitan ini digunakan
sebagai jahitan menetap atau sebagai jahitan sementara pada batas luka,
yang sesuai dengan penjahitan interuptus sederhana dan subkutikuler.
Jahitan sementara ini dapat diremove setelah tekanan telah terdistribusi
melewati luka.
· Jahitan matras horizontal dapat dibiarkan pada jaringan selama beberapa
hari jika tekanan luka menetap setelah jahitan sisa dilakukan. Pada area
dengan tekanan tinggi yang ekstrim memiliki resiko dehisensi, jahitan ini
akan dibiarkan walaupun remove jahitan pada kulit telah dilakukan.
Meskipun demikian, jahitan ini memiliki resiko tinggi untuk meninggalkan
bekas luka jika tidak diremove pada waktu yang lebih panjang yakni, lebih
dari 7 hari.
· Jahitan matras horizontal dilakukan terlebih dahulu sebagai awal untuk eksisi
dalam tehnik perluasan kulit untuk mengurangi tekanan. Peningkatan eversi
kemungkinan akan ditemukan pada jenis jahitan ini tanpa tekanan signifikan
yang dilakukan dengan menggunakan ukuran needle yang kecil dan benang
yang baik.
· Jahitan ini memiliki resiko tinggi untuk strangulasi jaringan dan nekrosis batas
luka jika ikatan yang dilakukan terlalu kuat. Gunakan ikatan yang umum,
gunakan bolster, dan lakukan pengikatan sekuat yang dibutuhkan dengan
memperkirakan batas luka. Hal ini kemungkinan dapat menurunkan resiko
tersebut. Selain itu, yang dapat dilakukan untuk mencegah resiko tersebut
adalah dengan meremove benang secepat mungkin. Penjahitan yang
dilakukan dengan jarak yang tepat dari batas luka dapat memudahkan
tindakan remove.
9. Jahitan Horizontal Setengah Tenggelam
· Jahitan horizontal setengah tenggelam atau jahitan ujung digunakan secara
primer dan diletakkan di sudut dan pada ujung penutup dengan membentuk
M-plasties dan penutupan V-Y. Jahitan sudut akan meningkatkan aliran darah
ke ujung penutup, menurunkan resiko nekrosis dan meningkatkan hasil
estetika. Meskipun demikan, pada luka dengan penutup yang lebih lebar
dengan tekanan yang lebih besar, tehnik ini dilakukan dengan menempatkan
ujung penutup lebih dalam dari jaringan di sekitarnya, yang sering
menghasilkan scar.
10. Jahitan Tenggelam Absorbable
· Jahitan tenggelam absorbable digunakan sebagai bagian dari lapisan
penutup luka dalam dengan tekanan sedang hingga tinggi. Jahitan ini dapat
mendukung luka dan menurunkan tekanan pada batas luka, yang
menghasilkan perkiraan batas luka yang lebih baik. Jahitan ini juga
digunakan untuk menghilangkan ruang mati, atau digunakan untuk
membuang jahitan dan memperbaiki jaringan menjadi struktur yang
diinginkan.
11. Jahitan Dermal-Subdermal
· Jahitan dermal-subdermal memaksimalkan eversi luka, sehingga jahitan ini
akan terletak lebih superfisial dari batas luka.
12. Jahitan Matras Horizontal Tenggelam
· Jahitan matras horizontal tenggelam digunakan untuk mengeliminasi ruang
mati, mengurangi ukuran defek atau mengurangi tekanan yang melewati
luka.
13. Jahitan Matras Horizontal Kontinu
· Jahitan matras horizontal kontinu digunakan untuk eversi kulit. Jahitan ini
bermanfaat pada daerah dengan tendensi tinggi untuk inversi, misalnya
pada leher. Jahitan ini juga bermanfaat untuk mengurangi penyebaran scar
pada wajah. Jika jahitan dilakukan terlalu kuat, resiko strangulasi jaringan
bisa terjadi. Namun, jahitan ini memerlukan lebih banyak waktu. Tehnik ini
menghasilkan scar yang lebih halus dan datar jika dibandingkan dengan
jahitan kontinu sederhana.
14. Jahitan Subkutikuler Kontinu
· Jahitan subkutikuler kontinu bermanfaat pada daerah dengan tekanan
minimal, ruang mati dapat dieliminasi, dan dapat menghasilkan hasil
kosmetik yang terbaik seperti yang diinginkan. Oleh karena epidermis
dipenetrasi hanya pada awal dan akhir garis jahitan. Jahitan subkutikuler
efektif mengeliminasi resiko bekas luka crosshatching (tanda silang).
· Jahitan ini tidak menghasilkan kekuatan luka signifikan, meskipun demikian
jahitan ini dapat memperkirakan batas luka. Meskipun demikian, jahitan
subkutikuler merupakan jahitan terbaik untuk luka yang tekanannya telah
dieliminasi dengan jahitan dalam dan memiliki perkiraan ketebalan yang
sama pada batas luka.
15. Jahitan Subkutaneus Kontinu
· Jahitan subkutaneus digunakan untuk menutup bagian dalam dari defek
pembedahan pada tekanan sedang. Jahitan ini digunakan pada area jahitan
kulit tenggelam pada luka besar ketika penutupan cepat diinginkan.
Kerugian dari jahitan ini adalah resiko kerusakan jahitan dan pembentukan
ruang mati di bawah permukaan kulit.
16. Jahitan Plika Korset Subkutaneus Kontinu
· Tehnik Jahitan plika korset digunakan pada luka yang memiliki lebar lebih
dari 4 cm dengan tekanan yang berlebihan. Jahitan ini menghasilkan eversi
alami dan memiliki perkiraan batas luka yang lebih baik. Penjahitan dengan
cara ini lebih mudah dilakukan pada lapisan intradermal, dengan diameter
dan tekanan luka yang berkurang secara signifikan. Kekuatan jahitan
mengandalkan pada inklusi septa pada lapisan fascia dibawah jaringan
subkutan. Jika jaringan ruptur pada saat postoperatif, tekanan akan
disebarkan lebih luas. Masalah potensial yang bisa terjadi termasuk
kerusakan dan distorsi luka.
17. Jahitan Matras Horizontal Modifikasi
· Modifikasi jahitan sudut dilakukan untuk eversi segiempat pada penutupan
ujung luka dan meningkatkan hasil estetikanya. Jahitan akan meningkatkan
resiko nekrosis jika pengikatan dilakukan terlalu kuat, insidensi nekrosis
pada ujung penutup jaringan dapat ditemukan dibandingkan dengan jahitan
sudut tradisional.
18. Jahitan Ujung Dalam
· Jahitan ini digunakan untuk M-plasty, W-plasty, dan penutupan V-Y yang
meningkatkan eversi luka. Jahitan ini dapat memberikan dukungan jangka
panjang pada penutupan luka jika dibandingkan dengan jahitan sudut
tradisional dan meningkatkan kelurusan ujung pada penutupan luka. Tehnik
ini juga menghindari jahitan pada permukaan dan menurunkan resiko bekas
jahitan. Nekrosis pada ujung penutupan luka dan komplikasinya telah
diperbandingkan dengan jahitan standar.
ALAT
1. Needle
2. Needle Holder
3. Benang Bedah
TEHNIK
1. Jahitan Interuptus Sederhana
· Jahitan interuptus sederhana merupakan jahitan yang paling sering
digunakan pada pembedahan kulit. Jahitan ini diinsersi dengan
menggunakan needle secara tegak lurus terhadap epidermis dan dengan
ketebalan penuh pada dermis, keluar secara tegak lurus terhadap epidermis
pada bagian luka yang di hadapannya. Kedua bagian jahitan ini harus
bersifat simetris dalam hal panjang dan lebarnya serta tusukan benang ke
jaringan akan membentuk segiempat sebelum pengikatan. Secara umum,
jahitan ini harus memiliki konfigurasi bentuk seperti botol, sehingga jahitan
ini harus lebih lebar pada bagian dasarnya (bagian dermal) dibandingkan
bagian superfisialnya (bagian epidermal). Jika jahitan ini mencakup volume
jaringan yang lebih besar pada dasarnya dibandingkan pada apexnya, akan
menghasilkan kompresi pada dasarnya yang menekan jaringan menaik dan
menyebabkan eversi pada batas luka. Manuver ini menurunkan
kemungkinan pembentukan scar sebagai pembiasan luka selama
penyembuhan. (Lihat gambar di bawah)
Gambar 6: Penjahitan dengan jahitan interuptus sederhana. Gambar pada bawah
kanan memperlihatkan jahitan yang menyerupai labu dengan eversi
maksimal.
· Secara umum, jahitan harus ditempatkan secara datar sehingga batas luka
akan bertemu pada level yang sama untuk meminimalkan kemungkinan
mismatched pada batas luka yang tinggi (contohnya, saat melangkah).
Meskipun demikian, ukuran jahitan harus diambil dari 2 bagian luka dengan
memodifikasi jarak insersi needle dari batas luka, jarak needle saat
dikeluarkan dari batas luka, dan kedalaman jahitan yang diambil.
Penggunaan ukuran needle yang berbeda pada setiap bagian luka dapat
memberikan batas ketebalan dan tinggi jahitan yang asimetri dengan jahitan
sebelumnya. Jahitan kecil dapat digunakan untuk menempatkan jahitan pada
batas luka dengan tepat. Jahitan besar dapat digunakan untuk menurunkan
tekanan luka. Tekanan yang sesuai, penting dilakukan untuk memastikan
perkiraan luka dengan mencegah strangulasi jaringan. Gambar dibawah
memperlihatkan garis jahitan interuptus.
Gambar 7: Garis Jahitan Interuptus
2. Jahitan Kontinu Sederhana
· Jahitan kontinu sederhana merupakan bagian jahitan yang tidak interuptus
dari jahitan interuptus sederhana. Jahitan ini dimulai dari jahitan interuptus
sederhana, yang diikat namun tidak dipotong. Selanjutnya, lakukan insersi
pada kedua batas luka tanpa mengikat dan memotong benang pada setiap
akhir jahitan. Jahitan ini diselesaikan dengan menyimpul pada bagian
terakhir pada akhir garis jahitan. Jahitan harus diberikan ruang, dan tekanan
harus disebarkan di sepanjang garis jahitan. Simpulan dilakukan dengan
mengikat antara benang akhir yang tersisa dengan lubang benang yang
dibuat pada jahitan terakhir. Gambar di bawah merupakan gambaran garis
jahitan kontinu.
Gambar 8: Garis Jahitan Kontinu
3. Jahitan Kontinu Terkunci
· Jahitan kontinu sederhana dapat dikunci ataupun tidak. Pada penyimpulan
pertama pada jahitan kontinu terkunci diikat sebagai jahitan kontinu
tradisional dan kemungkinan dikunci dengan melewatkan needle pada
lubang yang dibuat di setiap jahitan. Jahitan ini dikenal dengan jahitan
baseball (lihat gambar di bawah) oleh karena tanda akhirnya berupa garis
jahitan kontinu terkunci.
Gambar 8: Jahitan Kontinu Terkunci
4. Jahitan Matras Vertikal
· Jahitan Matras vertikal merupakan variasi dari jahitan interuptus sederhana.
Jahitan ini terdiri atas jahitan interuptus sederhana yang dilakukan dengan
lebar dan kedalaman yang sesuai dengan batas luka dan jahitan keduanya
lebih superfisial yang dekat dengan batas luka dan berlawanan arah. Lebar
jahitan harus ditingkatkan sesuai dengan proporsi jumlah tekanan luka. Oleh
karena itu, semakin tinggi tekanan akan semakin lebar jahitannya (lihat
gambar di bawah).
Gambar 9: Jahitan Matras Vertikal
5. Jahitan Matras Vertikal Setengah Tenggelam
· Jahitan matras setengah tenggelam merupakan modifikasi dari jahitan matras
vertikal dan menghilangkan 2 dari empat titik jahitan, sehingga dapat
mengurangi scar. Jahitan ini dilakukan dengan cara yang sama dengan
jahitan matras vertikal, kecuali needlenya dipenetrasikan ke dalam kulit
bagian dermis pada satu bagian luka, yang menusuk bagian dalam dermis
pada bagian yang berlawanan dari luka tanpa mengeluarkannya dari kulit,
kemudian menyilang kembali ke bagian original luka, dan keluar dari kulit.
Titik masuk dan keluarnya dijaga pada satu bagian luka.
6. Jahitan Katrol
· Jahitan katrol merupakan modifikasi dari jahitan matras vertikal. Ketika
jahitan katrol digunakan, jahitan matras vertikal dilakukan, simpulannya
tidak diikat, dan benang dimasukkan ke dalam lubang eksternal yang
terdapat pada bagian luka disebelahnya dan melewati katrol. Setelah itu,
simpulan diikat pada bagian luka pertama tadi. Ini merupakan lubang baru
yang berfungsi sebagai katrol, tekanan langsung dari helai benang lainnya
(lihat gambar di bawah).
Gambar 10: Jahitan Katrol, Jenis 1
7. Jahitan Matras Vertikal Jauh-Dekat Dekat-Jauh
· Jahitan lainnya yang memberikan fungsi yang sama dengan jahitan katrol
adalah jahitan matras vertikal modifikasi jauh-dekat dekat-jauh. Lubang
pertama diinsersikan sekitar 4-6 mm dari batas luka di pada bagian luka
pertama dan dikeluarkan pada jarak 2 mm dari batas luka di bagian luka di
hadapannya. Jahitan ini menyilang pada garis luka dan masuk kembali ke
kulit pada bagian luka pertama sekitar 2 mm dari batas luka. Setelah itu,
dikeluarkan dari kulit pada bagian luka berlawanan dengan jarak 4-6 mm
dari batas luka. Kemudian dilakukan penyimpulan. Jahitan ini memberikan
efek katrol (lihat gambar di bawah).
Gambar 11: Jahitan Katrol Jauh-Dekat Dekat-Jauh
8. Jahitan Matras Horizontal
· Jahitan matras horizontal dilakukan dengan menginsersikan needle pada
kulit dengan jarak 5 mm – 1 cm dari batas luka. Jahitan ini melewati bagian
dalam dermis pada bagian yang berlawanan dari garis jahitan dan
meninggalkan kulit yang jaraknya sama dari batas luka (efek, Jahitan
interuptus sederhana bagian dalam). Selanjutnya, needle diinsersikan
kembali ke dalam kulit pada bagian yang sama dengan tempat keluar pada
jarak 5 mm – 1 cm secara lateral dari titik keluar. Kemudian dilewatkan ke
arah yang berlawanan melalui jaringan dermis dan needle dikeluarkan dari
kulit. Selanjutnya dilakukan pengikatan simpulan. (lihat gambar di bawah)
Gambar 12: Jahitan Matras Horizontal
9. Jahitan Horizontal Setengah Tenggelam
· Jahitan horizontal Setengah Tenggelam, ujung jahitannya dimulai pada
bagian luka yang penutupannya ditempelkan. Jahitan ini melewati dermis
pada batas luka menuju dermis pada ujung penutup. Needle melewati ujung
penutup bagian dermal lateral, meninggalkan ujung penutup, dan memasuki
kembali kulit yang penutupnya tertempel. Needle masuk dan keluar secara
tegak lurus. Kemudian, simpulan diikat.
Gambar 13: Ujung Jahitan
10. Jahitan Dermal-Subdermal
· Jahitan dilakukan dengan menginsersi needle secara paralel pada lapisan
epidermis pada junction dermis dan subkutis. Bengkokan needle menaik dan
keluar dari papil dermis, kemudian sekali lagi pada epidermis. Needle
diinsersikan secara paralel pada lapisan epidermis pada papilla dermis di
batas luka yang berlawanan, bengkokan needle menurun melewati lapisan
retikuler dermis, dan keluar pada dasar luka pada pertemuan antara dermis
dan lapisan subkutis, dan paralel pada lapisan epidermis. Simpulan diikat
pada dasar luka untuk meminimalkan kemungkinan reaksi jaringan dan
ektrusi simpulan. Jika jahitan ditempatkan lebih superfisial pada dermis
dengan jarak 2-4 mm dari batas luka, eversi akan meningkat.
11. Jahitan Matras Horizontal Tenggelam
· Jahitan matras horizontal tenggelam merupakan jahitan dengan benang yang
mengerut. Jahitan harus dilakukan pada bagian tengah sampai dalam dermis
untuk mencegah kulit dari basah. Jika diikat terlalu kuat, jahitan dapat
terjepit pada jaringan tersebut.
12. Jahitan Matras Horizontal Kontinu
· Awalnya dibuat jahitan sederhana, dan disimpul namun tidak dipotong.
Kemudian dilanjutkan dengan jahitan matras horizontal dengan lubang akhir
diikat pada benang akhir yang bebas.
13. Jahitan Subkutikuler Kontinu
· Jahitan sibkutikuler kontinu merupakan jahitan matras horizontal kontinu
yang berbentuk tenggelam. Jahitan ini dilakukan dengan membuat jahitan
horizontal melewati papil dermis 2 bagian luka secara tertukar. Pada jahitan
ini tidak terlihat tanda jahitan dan kemungkinan jahitan ini dibiarkan sampai
beberapa minggu (lihat jahitan di bawah).
Gambar 14: Jahitan subkutikuler. Permukaan kulit intak sepanjang garis
jahitan
14. Jahitan Subkutan Kontinu
· Jahitan subkutan kontinu dimulai dengan jahitan subkutan interuptus
sederhana, yang disimpul namun tidak dipotong. Kemudian jahitan dibuat
sepanjang jaringan subkutan secara berturut-turut melewati bagian
berlawanan dari luka. Simpulan diikat pada akhir yang berlawanan dari luka
dengan menyimpul bagian panjang dari benang dengan lubang pada jahitan
akhir yang dibuat.
15. Jahitan Korset Plika Subkutaneus Kontinu
· Sebelum menginsersi needle, klem digunakan untuk menekan kuat jaringan
paling tidak 1-2 cm untuk memastikan kekuatan jaringan. Jahitan korset
plika termasuk jaringan lemak 1-2 cm dan fascia dalam tiap jahitan. Pada
jahitan pertama diikat, jahitan diambil pada bagian luka yang berlawanan
dengan cara kontinu sepanjang luka. Bagian akhir jahitan ditekan dengan
kuat untuk mengurangi ukuran luka dan kemudian jahitan diikat.
VARIASI JAHITAN SUDUT (UJUNG)
1. Jahitan Matras Horizontal Modifikasi Setengah Tenggelam
· Jahitan ini dilakukan dengan jahitan matras vertikal tambahan yang
dilakukan secara superfisial pada jahitan matras horizontal setengah
tenggelam. Skin hook kecil diganti dengan klem untuk menghindari trauma
saat penutupan luka.
2. Jahitan Ujung Dalam
· Jahitan ini penting dalam membentuk jahitan tenggelam pada tiga titik sudut.
Jahitan dilakukan pada bagian dermis dalam pada batas luka dimana
penutupan dilakukan, melewati dermis pada penutupan ujung dan diinsersi
pada dermis dalam di batas luka.
REMOVE JAHITAN
1. Jaringan diremove dalam waktu 1-2 minggu setelah penjahitan dilakukan,
tergantung pada lokasi anatomi. Remove yang cepat dilakukan untuk
mengurangi resiko bekas jahitan, dan reaksi jaringan. Rata-rata luka
biasanya mendapatkan regangan kekuatan yang diharapkan pada saat 1-2
minggu setelah pembedahan dengan persentase sebesar 8%. Untuk
mencegah dehisensi dan penyebaran scar, jahitan tidak boleh diremove
secepat mungkin.
2. Sebagai aturan umum, semakin besar tekanan yang melewati luka, semakin
panjang benang yang akan digunakan. Sebagai pedoman, pada wajah,
jahitan harus diremove, 5-7 hari; pada leher, 7 hari; pada kulit kepala, 10
hari, pada tubuh dan ektremitas atas, 10-14 hari; dan pada luka dengan
tekanan yang lebih besar membutuhkan waktu remove yang lebih panjang.
Jahitan tenggelam, yang dilakukan dengan benang absorbable tidak
diremove oleh karena larut dalam jaringan.
3. Tehnik remove jahitan yang tepat cukup penting untuk mendapatkan hasil
yang baik setelah penjahitan. Jahitan harus diangkat pelan-pelan dengan
pinset, dan satu bagian dari jahitan harus dipotong menggunakan gunting
benang. Setelah itu, benang digenggam dengan hati-hati pada simpulannya
dan ditekan dengan lembut ke arah luka atau garis jahitan lalu benang
diremove dengan sempurna. Jika saat ditekan jahitan keluar dari garis
jahitan, batas luka akan terpisah. Steri-strips kemungkinan dibutuhkan untuk
menempel jaringan agar menambah dukungan suplemen luka saat jahitan
diremove.
METODE ALTERNATIF DALAM PENUTUPAN LUKA
1. Steri-Strips
· Pita penutup luka, atau steri-strips, memperkuat penempelan jaringan
setelah pembedahan. Steri-strips digunakan untuk memberikan dukungan
pada garis jahitan, dan saat jahitan subkutikuler kontinu digunakan atau
setelah jahitan diremove.
· Penutupan luka dengan pita dapat menurunkan penyebaran scar jika
disimpan dalam jangka waktu beberapa minggu setelah jahitan diremove.
Pita ini digunakan dengan cara menempelkan jaringan, karena memiliki
kekuatan untuk menutup. Pita ini juga digunakan utamanya pada luka
dengan tekanan rendah dan jarang digunakan untuk penutupan luka primer.
2. Staples
· Staples yang terbuat dari stainless steel biasanya digunakan pada luka
dengan tekanan yang tinggi, termasuk luka pada kulit kepala dan badan.
Keutungan penggunaan staples misalnya: waktu jahitan yang cepat, reaksi
jaringan yang minimal, resiko infeksi yang rendah, dan penutupan luka yang
cukup kuat. Kerugiannya adalah kelurusan batas luka kurang tepat dan
biayanya cukup tinggi.
3. Lem Jaringan
· Super lem yang terdiri atas acrilate kemungkinan dibutuhkan untuk luka
superfisial dengan cara memblok titik perdarahan pada kulit dan menutup
batas luka dengan tepat. Oleh karena sifat bakteriostatiknya dan
penggunaannya yang mudah, alat ini memiliki popularitas yang tinggi. Alat
ini telah memperlihatkan superioritasnya dalam fungsi kosmetik pada jahitan
tradisional dengan beragam prosedur, termasuk penutupan luka pada
pembedahan pediatrik, pemotongan vena saphena pada bypass arteri
koroner, dan blepharoplasty. Lem yang paling banyak digunakan adalah, 2-
octyl cyanoacrylate (dermabond), yang telah digunakan sebagai bolster
kulit untuk jahitan tipis atau kulit yang atrofi. Keuntungan dari lem topikal ini
termasuk waktu penutupan luka yang cepat, prosedurnya tidak nyeri,
menurunkan resiko tusukan needle, tidak ada bekas jahitan, dan tidak
diremove. Kerugiannya termasuk harga yang cukup tinggi dan regangan
kekuatan yang rendah (dibandingkan dengan jahitan).
· Kegunaan lem jaringan ini pada pembedahan kulit masih dikembangkan.
Penelitian memperlihatkan bahwa viskositas yang tinggi dari 2-octyl
cyanoacrylate pada perbaikan garis luka setelah pembedahan mikrografik
Mohs, menghasilkan bentuk kosmetik yang sama bagusnya dengan jahitan
epidermal.
· Greenhil dan O’Regan telah melakukan penelitian tentang penggunaan N-
butyl 2-cyanoacrylate (Indermil) untuk penutupan luka parotid dan
hubungannya dengan keloid serta pembentukan hipertrofi scar versus
penggunaan jahitan benang. Hasilnya memperlihatkan sebuah tehnik
sederhana dengan hasil yang sama. Pada area yang berhubungan, Tsui dan
Gogolewski juga melaporkan penggunaan membran polyurethane
biodegradable mikropous, bermanfaat untuk menutupi kulit luka,
dibandingkan dengan dengan bahan lainnya.
4. Jahitan Berduri
· Jahitan berduri telah dikembangkan dan telah dinilai kemanjurannya pada
pembedahan kulit. Keutungan yang diberikan dari jahitan ini adalah tidak
adanya penyimpulan. Secara teoritis, simpulan pada jahitan ini kemungkinan
dilakukan jika terdapat infeksi, dan prosedur penyimpulan cukup berbahaya
karena dapat menyebabkan iskemia pada jaringan, dan membutuhkan
pembedahan lanjutan.
· Dari sebuah percobaan random terkontrol yang membandingkan jahitan ini
dengan penutupan konvensional menggunakan benang polydioxanone 3/0,
memperlihatkan jahitan berduri memiliki profil yang aman dan hasil
kosmetik yang sama dengan jahitan konvensional ketika digunakan untuk
penutupan luka pembedahan caesar.
· Jahitan berduri juga digunakan pada prosedur minimal invasif untuk
mengangkat wajah ptotic dan jaringan leher. Pada penelitian terbaru, rata-
rata pasien mendapatkan kepuasan saat 11,5 bulan postoperatif setelah
benang dinaikkan menjadi 6,9/10. Setelah 3 bulan postprosedur, kulit leher
dan jawline direlakskan dan hasil akhirnya akan terlihat. Secara keseluruhan,
jahitan berduri ditingkatkan untuk memelihara perkembangan kelemahan
wajah. Meskipun demikian, adanya nyeri diastesia dan perpindahan jaringan
jarak jauh pada daerah insersi telah dilaporkan. Meskipun manfaat jangka
panjang jahitan ini belum jelas, alat ini dapat digunakan untuk prosedur
minimal invasif dalam menaikkan otot wajah dengan beberapa efek
merugikan.
5. Penutupan biopsi kuat terbaru
· Pelaksanaan jahitan lateral untuk biopsi kuat menyebabkan kerusakan pada
pita, yang menyebabkan penutupan beberapa garis lurus dan meningkatkan
hasil kosmetik. Jahitan interuptus sederhana dilakukan pada jarak 1-3 mm ke
arah lateral dari batas luka, jahitan kedua pada jarak 1-3 mm arah lateral
dari batas luka yang berlawanan, dan jahitan akhir dilakukan pada pusat
luka. Ukuran luka yang lebih dari 4 mm membutuhkan jahitan interuptus
tambahan. Kerugian dari tehnik ini adalah banyaknya waktu yang
dibutuhkan dan resiko yang cukup tinggi untuk meninggalkan bekas luka.
REFERENSI
1. Adams B, Anwar J, Wrone DA, Alam M. Techniques for cutaneous sutured
closures: variants and indications. Semin Cutan Med Surg. Dec
2003;22(4):306-16. [Medline].
2. Ratner D, Nelson BR, Johnson TM. Basic suture materials and suturing
techniques. Semin Dermatol. Mar 1994;13(1):20-6. [Medline].
3. Richey ML, Roe SC. Assessment of knot security in continuous intradermal
wound closures. J Surg Res. Feb 2005;123(2):284-8. [Medline].
4. Kandel EF, Bennett RG. The effect of stitch type on flap tip blood flow. J Am
Acad Dermatol. Feb 2001;44(2):265-72. [Medline].
5. Chan JL, Miller EK, Jou RM, Posten W. Novel surgical technique: placement of
a deep tip stitch. Dermatol Surg. Dec 2009;35(12):2001-3. [Medline].
6. Bechara FG, Al-Muhammadi R, Sand M, Tomi NS, Altmeyer P, Hoffmann K. A
modified corner stitch for fixation of flap tips. Dermatol Surg. Oct
2007;33(10):1277-9. [Medline].
7. Alam M, Goldberg LH. Utility of fully buried horizontal mattress sutures. J Am
Acad Dermatol. Jan 2004;50(1):73-6. [Medline].
8. Moody BR, McCarthy JE, Linder J, Hruza GJ. Enhanced cosmetic outcome
with running horizontal mattress sutures. Dermatol Surg. Oct
2005;31(10):1313-6. [Medline].
9. Alam M, Posten W, Martini MC, Wrone DA, Rademaker AW. Aesthetic and
functional efficacy of subcuticular running epidermal closures of the trunk
and extremity: a rater-blinded randomized control trial.Arch Dermatol. Oct
2006;142(10):1272-8. [Medline].
10. Tierney E, Kouba DJ. A subcutaneous corset plication rapidly and effectively
relieves tension on large linear closures. Dermatol Surg. Nov
2009;35(11):1806-8. [Medline].
11. Adams B, Levy R, Rademaker AE, Goldberg LH, Alam M. Frequency of use of
suturing and repair techniques preferred by dermatologic
surgeons. Dermatol Surg. May 2006;32(5):682-9. [Medline].
12. Wong NL. Review of continuous sutures in dermatologic surgery. J Dermatol
Surg Oncol. Oct 1993;19(10):923-31. [Medline].
13. Nahas FX, Solia D, Ferreira LM, Novo NF. The use of tissue adhesive for skin
closure in body contouring surgery. Aesthetic Plast Surg. May-Jun
2004;28(3):165-9. [Medline].
14. Nitsch A, Pabyk A, Honig JF, Verheggen R, Merten HA. Cellular,
histomorphologic, and clinical characteristics of a new octyl-2-cyanoacrylate
skin adhesive. Aesthetic Plast Surg. Jan-Feb 2005;29(1):53-8. [Medline].
15. Singer AJ, Quinn JV, Hollander JE. The cyanoacrylate topical skin
adhesives. Am J Emerg Med. May 2008;26(4):490-6. [Medline].
16. Quinn JV, Osmond MH, Yurack JA, Moir PJ. N-2-butylcyanoacrylate: risk of
bacterial contamination with an appraisal of its antimicrobial effects. J Emerg
Med. Jul-Aug 1995;13(4):581-5. [Medline].
17. Hasan Z, Gangopadhyay AN, Gupta DK, Srivastava P, Sharma SP. Sutureless
skin closure with isoamyl 2-cyanoacrylate in pediatric day-care
surgery. Pediatr Surg Int. Dec 2009;25(12):1123-5. [Medline].
18. Krishnamoorthy B, Najam O, Khan UA, Waterworth P, Fildes JE, Yonan N.
Randomized prospective study comparing conventional subcuticular skin
closure with Dermabond skin glue after saphenous vein harvesting. Ann
Thorac Surg. Nov 2009;88(5):1445-9. [Medline].
19. Perin LF, Helene A Jr, Fraga MF. Sutureless closure of the upper eyelids in
blepharoplasty: use of octyl-2-cyanoacrylate. Aesthet Surg J. Mar-Apr
2009;29(2):87-92. [Medline].
20. Bain MA, Peterson EA, Murphy RX Jr. Dermabond bolster-assisted primary
closure of atrophic skin. Plast Reconstr Surg. Apr 2009;123(4):147e-
149e. [Medline].
21. Sniezek PJ, Walling HW, DeBloom JR 3rd, Messingham MJ, VanBeek MJ,
Kreiter CD. A randomized controlled trial of high-viscosity 2-octyl
cyanoacrylate tissue adhesive versus sutures in repairing facial wounds
following Mohs micrographic surgery. Dermatol Surg. Aug 2007;33(8):966-
71. [Medline].
22. Greenhill GA, O'Regan B. Incidence of hypertrophic and keloid scars after N-
butyl 2-cyanoacrylate tissue adhesive had been used to close parotidectomy
wounds: a prospective study of 100 consecutive patients.Br J Oral Maxillofac
Surg. Jun 2009;47(4):290-3. [Medline].
23. Tsui YK, Gogolewski S. Microporous biodegradable polyurethane membranes
for tissue engineering. J Mater Sci Mater Med. Aug 2009;20(8):1729-
41. [Medline].
24. Murtha AP, Kaplan AL, Paglia MJ, Mills BB, Feldstein ML, Ruff GL. Evaluation
of a novel technique for wound closure using a barbed suture. Plast Reconstr
Surg. May 2006;117(6):1769-80. [Medline].
25. Kaminer MS, Bogart M, Choi C, Wee SA. Long-term efficacy of anchored
barbed sutures in the face and neck. Dermatol Surg. Aug 2008;34(8):1041-
7. [Medline].
26. Lee CJ, Park JH, You SH, Hwang JH, Choi SH, Kim CH. Dysesthesia and
fasciculation: unusual complications following face-lift with cog
threads. Dermatol Surg. Feb 2007;33(2):253-5; discussion 255.[Medline].
27. Silva-Siwady JG, Díaz-Garza C, Ocampo-Candiani J. A case of Aptos thread
migration and partial expulsion. Dermatol Surg. Mar 2005;31(3):356-
8. [Medline].
28. Villa MT, White LE, Alam M, Yoo SS, Walton RL. Barbed sutures: a review of
the literature. Plast Reconstr Surg. Mar 2008;121(3):102e-108e. [Medline].
29. Skvarka CB, Greenbaum SS. A novel surgical technique: placement of the
suture lateral to the punch biopsy defect. Dermatol Surg. Feb
2007;33(2):222-4. [Medline].
30. Brodland D, Pharis D. Flaps. In: Bolognia J, Jorizzo J, Rapini R, et
al. Dermatology. Philadelphia, Pa: Mosby; 2003:2287-303.
31. Fewkes JL. Antisepsis, anesthesia, hemostasis and suture placement. In:
Arndt, Leboit, Robinson, Wintroub, eds. Cutaneous Medicine and Surgery. An
integrated program in dermatology. Philadelphia, Pa: WB Saunders;
1996:128-38.
32. Garrett A. Wound closure materials. In: Wheeland RG, ed. Cutaneous
Surgery. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 2008.
33. Jallali N, Haji A, Watson CJ. A prospective randomized trial comparing 2-octyl
cyanoacrylate to conventional suturing in closure of laparoscopic
cholecystectomy incisions. J Laparoendosc Adv Surg Tech A. Aug
2004;14(4):209-11. [Medline].
34. Leal-Khouri S, Lodha R, Nouri K. Suturing techniques. In: Nouri K, Leal-Khouri
S, eds. Techniques in Dermatologic Surgery. Philadelphia, Pa: Mosby;
2003:71-3.
35. Lober CW. Suturing techniques. In: Roenigk RK, Roenigk HH,
eds. Dermatologic Surgery: Principles and Practice. New York, NY: Marcel
Dekker; 2008.
36. McGinness JL, Russell M. Surgical Pearl: a technique for placement of buried
sutures. J Am Acad Dermatol. Jul 2006;55(1):123-4. [Medline].
37. Odland PB, Murakami CS. Simple suturing techniques and knot tying. In:
Wheeland RG, ed. Cutaneous Surgery. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 2008.
38. Olbricht S. Biopsy techniques and basic excisions. In: Bolognia J, Jorizzo J,
Rapini R, et al, eds.Dermatology. Philadelphia, Pa: Mosby; 2003:2269-86.
39. Skaria AM. The buried running dermal subcutaneous suture technique with a
tacking knot. Dermatol Surg. Aug 2002;28(8):739-41. [Medline].
40. Stasko T. Advanced suturing techniques and layered closures. In: Wheeland
RG, ed. Cutaneous Surgery. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 2008.
41. Van den Ende ED, Vriens PW, Allema JH, Breslau PJ. Adhesive bonds or
percutaneous absorbable suture for closure of surgical wounds in children.
Results of a prospective randomized trial. J Pediatr Surg. Aug
2004;39(8):1249-51. [Medline].
42. Vistnes L. Basic principles of cutaneous surgery. In: Epstein E, Epstein E Jr,
eds. Skin Surgery. 6th ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 1987:44-55.