Upload
muhammad-islam
View
51
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Semoga bermanfaat..
Citation preview
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
1
BAB II
TEORI DASAR
A. Manajemen Persediaan
1. Konsep Persediaan
Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan perdagangan ataupun
perusahaan pabrik serta perusahaan jasa selalu mengadakan persediaan. Tanpa adanya
persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada
suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan yang memerlukan atau
meminta barang/jasa. Persediaan diadakan apabila keuntungan yang diharapkan dari
persediaan tersebut hendaknya lebih besar daripada biaya-biaya yang ditimbulkannya.
menurut Sofjan Assauri persediaan Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi
barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha
yang normal
Jadi persediaan merupakan sejumlah barang yang disediakan untuk memenuhi
permintaan dari pelanggan. Dalam perusahaan perdagangan pada dasarnya hanya ada
satu golongan inventory (persediaan), yang mempunyai sifat perputaran yang sama
yaitu yang disebut “Merchandise Inventory” (persediaan barang dagangan). Persediaan
ini merupakan persediaan barang yang selalu dalam perputaran, yang selalu dibeli dan
dijual, yang tidak mengalami proses lebih lanjut didalam perusahaan tersebut yang
mengakibatkan perubahan bentuk dari barang yang bersangkutan.
Persediaan pada dasarnya akan menimbulkan biaya-biaya. Biaya-biaya yang
ditimbulkannya tersebut dapat berupa biaya tetap dan biaya variable. Menurut Bambang
Rianto (1995) menyatakan bahwa untuk tujuan perencanaan besarnya persediaan kita
hanya memperhatikan yang variabelnya saja dari biaya-biaya persediaan tersebut yang
secara langsung akan terpengaruh oleh rencana tersebut. Biaya Variabel dari persediaan
tersebut dapat digolongkan kedalam :
a. Procurement (Biaya Pengadaan)
Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal-usul barang, yaitu biaya
pemesanan (ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
2
(supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) bila barang diperoleh dengan
memproduksi sendiri.
b. Ordering Cost
Ordering/Setup cost. Ordering cost adalah biaya yang ditimbulkan oleh adanya
kegiatan pemesanan persediaan dalam sekali pesan, misal: formulir, supplies,
proses pemesanan dan administrasi; selama bahan/barang belum tersedia untuk
diproses lebih lanjut. Sementara setup cost adalah biaya untuk mempersiapkan
mesin atau proses produksi untuk membuat suatu pesanan atau biaya-biaya yang
dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian pada saat bahan/barang diproses. Secara
prinsip, setup cost adalah order cost pada saat bahan telah/sedang diproses. Pada
banyak kasus,setup cost sangat berkorelasi dengan setup time (setup time dapat
dieliminasi dengan inovasi mesin dan perbaikan standard bahan baku).
Ordering cost adalah biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi
pesanan, yang terdiri dari :
(1) Biaya selama proses pesanan
a. Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk pemesanan
b. Penentuan besarnya kuantitas yang akan dipesan
(2) Biaya pengiriman pesanan
(3) Biaya penerimaan barang yang dipesan
a. Pembongkaran dan pemasukan ke gudang
b. Pemeriksaan material yang diterima
c. Mempersiapkan laporan penerimaan
d. Mencatat kedalam “Material Record Card”
(4) Biaya-biaya processing pembayaran
a. Auditing dan perbandingan antara laporan penerimaan dengan pesanan yang
asli
b. Persiapan pembuatan cheque untuk pembayaran
c. Pengiriman cheque dan kemudian auditnya
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
3
c. Carrying Cost
Biaya penyimpanan (holding cost/carrying cost) merupakan biaya yang timbul
akibat disimpannya suatu item. Biaya penyimpanan terdiri atas biaya-biaya yang
bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per
periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin
banyak, atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk
sebagai biaya penyimpanan adalah :
1. Biaya memiliki persediaan (Biaya modal)
Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal
perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suku
bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki
persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya
memiliki persediaan diukur sebagai persentasi nilai persediaan untuk periode
tertentu.
2. Biaya gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul
biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya
merupakan biaya sewa, sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri
maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.
3. Biaya kerusakan dan penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena
beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya
kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan
persentasenya.
4. Biaya kadaluarsa (absolence)
Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan
teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa
biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
4
5. Biaya asuransi
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang
diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
6. Biaya administrasi dan pemindahan
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada,
baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan
biaya untuk memindahkan barang dari, ke dan di dalam tempat penyimpanan,
termasuk upah buruh dan peralatan handling.
Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah
kuantitatif, biaya simpan per unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang
yang disimpan (misalnya : Rp/unit/tahun).
Biaya penyimpanan berbanding lurus dengan tingkat persediaan Semakin
banyak biaya yang dikeluarkan untuk persiapan produksi, tingkat persediaan
semakin kecil dan sebaliknya. Bila biaya penyimpanan semakin besar, tingkat
persediaan semakin besar atau sebaliknya.
(Sumber:Anonim.http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-
news/174-manfaatpengendalianpersediaanpadaperusahaan )
(Anonim. http://yprawira.wordpress.com/pengertian-dan-proses-produksi/ )
(Anonim. http://file2shared.wordpress.com/metode-pengendalian-persediaan-bahan-baku/)
d. Biaya yang timbul akibat perusahaan kehabisan persediaan (stock-out
cost/shortage costs), biaya-biaya yang timbul adalah :
1. Kehilangan penjualan
2. Hilangnya pelanggan.
3. Biaya pemesanan dan ekpedisi khusus.
4. Biaya mesin-mesin yang menganggur.
5. Biaya tenaga kerja / upah.
6. Terganggunya operasonal perusahaan.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
5
7. Target pekerjaan terhambat.
8. Meningkatnya biaya utang lancar
Biaya kehabisan persediaan / material pada kenyataannya cukup sulit diukur
khususnya yang berhubungan dengan pelanggan (external), karena menyangkut
kepuasan dan menurunnya kredibilitas perusahaan di mata pelanggan.
(Sumber : anonim. http://persediaan.blogspot.com/2008/03/macam-macam-biaya-dalam-
persediaan.html)
e. Purchasing cost
Purchasing cost adalah biaya yang di keluarkan untuk menyediakan material
untuk keperluan produksi. masing-masing perusahaan menerapkan system kerja
purchasing berdasarkan barang apa yang dihasilkan . misalanya : bagian
purchasing untuk perusahaan garment akan berbeda kerjanya dengan perusahaan
electronic atau furniture.
(sumber:anonim.http://databaseartikel.blogspot.com/2011/05/managemen.html)
2. Fungsi dan Manfaat Manajemen Persediaan
a. Fungsi Manajemen Persediaan
Sistem pengendalian persediaan dapat didefenisikian sebagai serangkaian
kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga,
kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar
pesanan harus diadakan.
Mengendalikan persediaan yang tepat bukan hal yang mudah. Apabila jumlah
persediaan terlalu besar mengakibatkan timbulnya dan menganggur yang besar
(yang tertanam dalam persediaan), meningkatnya biaya penyimpanan, dan resiko
kerusakan barang yang lebih besar. Namun, jika persediaan terlalu sedikit
mengakibatkan risiko terjadinya kekurangan persediaan (stock-out) karena
seringkali bahan/barang tidak dapat didatngkan secara mendadak dan sebesar yang
dibutuhkan, yang menyebabkan terhentinya proses produksi, tertundanya
keuntungan, bahkan hilangnya pelangan.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
6
Fungsi Persediaan dalam Manajemen Persediaan :
1. Menghilangkan risiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang
dibutuhkan perusahaan
2. Menghilangkan risiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan
3. Menghilangkan risiko terhadap kenaikan harga barang atau inflasi
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga
perusahaan tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran
5. Mendapatkan keuntungan dari pembelian berdasarkan potongan kuantitas
(quantity discounts)
6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan tersedianya barang yang
diperlukan.
(Sumber:Anonim.http://mapelz.blogspot.com/2012/11/manajemen-persediaan-pengertian-
definisi.html)
b. Manfaat Manajemen Persediaan
Manfaat yang dapat diperoleh dari perencanaan dan mengendalikan
persediaan secara wajar. Manajemen persediaan yang layak mempunyai berbagai
keuntungan penting, antara lain :
1. Menekan investasi modal dalam persediaan pada tingkat yang minimum
2. Mengeliminasi atau mengurangi pemborosan dan biaya yang timbul dari
penyelengaraan persediaan yang berlebihan, kerusakan, penyimpanan,
keusangan, dan jarak serta asuransi persediaan
3. Mengurangi risiko kecurangan dan kecurian persediaan
4. Menghindari risiko penundaan produksi dengan cara selalu menyediakan
bahan yang diperlukan
5. Memungkinkan pemberian jasa yang lebih memuaskan kepada para
pelanggan dengan cara selalu menyediakan bahan/barang yang diperlukan
6. Dapat mengurangi investasi dalam fasilitas dan peralatan pergudangan
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
7
7. Memungkinkan pemerataan produksi melalui penyelenggaraan persediaan
yang tidak merata sehingga dapat membantu stabilitas pekerjaan
8. Menghindarkan atau mengurangi kerugian yang timbul karena penuruna
harga
9. Mengurangi biaya opname fisik persediaan tahunan
10. Melalui pengendalian yang wajar dan informasi yang tersedia
untukpersediaan, dimungkinkan adanya pelaksanaan pembelian yang lebih
baik untuk memperoleh keuntungan dari harga khusus dan dari perubahan
harga
11. Mengurangi penjualan dan biaya administrasi, melalui pemberian
jasa/pelayanan yang lebih baik kepada para pelanggan.
Pengelolaan persediaan dikenal dengan fase yang penting dalam proses
pengelolaan perusahaan dan mempengaruhi setiap fungsi seperti penjualan,
produksi, pembelian, akuntansi, dan administrasi. Pengelolaan yang baik
tidak selalu mensyaratkan tingkat persediaan yang rendah.Semuda factor
harus dipertimbangkan dan diseimbangkan dengan wajar.
(Sumber:Anonim.http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-
news/174-manfaatpengendalianpersediaanpadaperusahaan)
3. Model-Model Persediaan
a. Model-model determinstik
Adalah model persediaan yang variabelnya bisa ditetapkan sebelumnya atau
diasumsikan tidak berubah-ubah. Variabel-variabel itu adalah Input yaitu Kebutuhan
bahan baku yang merupakan output dari proses penjadwalan, dan kedatangan
persediaan setelah dipesan atau lead time. Maka, barang akan datang tepat etika
persediaan habis. Model-model determinisnistik adalah:
1) Periodical System
2) Quantity System
3) Economic Order Quantity (EOQ)
4) EOQ Quantity Discount
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
8
5) EOQ with constratints
a) warehouse capacity
b) time
c) quantitiy ordered
d) working capital
e) dll
6) EOQ Back Order
7) Economic Production Quantity (EPQ)
8) Material Requirement Planning (MRP)
Dalam hal ini, ABC Inventory tidak masuk dalam bahasan model-model
persediaan karena tujuan model berbeda.
b. Model-model Probabilistik
Adalah model-model persediaan dimana variabel-variabel yang terlibat yaitu
Input dan lead time fluktuatif sehingga harus didekati dengan distribusi probabilitas.
Maka, kemunginan persediaan habis dan kapan persediaan akan datang juga
probabilistik sifatnya. Beberapa literatur mencoba untuk menggabungkan model EOQ
deterministik dengan pendekatan probabilistik guna mendekati safety stock yang harus
disediakan ketika barang datang dan tingkat pemakaian bersifat fluktuatif. Pendekatan
gabungan ini sangat pragmatis sifatnya karena tidak sesuai dengan tujuan
pembentukan model yaitu untuk meminimumkan biaya persediaan. Dalam hal ini
optimalitas safety stock tidak termasuk dalam model. Dengan kata lain, safety stock
dalam model gabungan tersebut, pada dasarnya berdiri sendiri. Model-model
probabilistik adalah:
1) EOQ Probabilistik
2) Marginal Analysis
3) Simulasi
Dengan perkembangan teknologi digital yang luar biasa maka praktis model
simulasi lebih menjawab masalah persediaan probabilistik.
(Sumber:http://fe.uajy.net/fs/as/?p=2333)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
9
c. Permintaan bersifat Dependen
Berarti permintaan terhadap suatu produk berkaitan / tergantung dengan
permintaan untuk produk lainnya (permintaan terhadap ban mobil dan radiator
tergantung dari produksi mobil itu sendiri,
Y a n g d i m a k s u d d e n g a n m o d e l p e r s e d i a a n d e p e n d e n
a d a l a h m o d e l p en e n t u a n j u m l a h p e m b e l i a n a t a u p e n ye d i a a n
b a h a n / b a r a n g ya n g s a n g a t tergantung kepada jumlah produk akhir yang harus
dibuat daslam suatu periodeproduksi tertentu. Jumlah produk akhir yang harus
diproduksi tergantung kepadapermintaan konsumen. Jumlah permintaan konsumen
bersifat independen, tetapisuku cadang atau komponen produk bersifat
dependen kepada jumlah produka k h i r y a n g h a r u s d i p r o d u k s i .
M o d e l p e n e n t u a n j u m l a h p e m b e l i a n a t a u p e n ye d i a a n
s u k u c a d a n g a t a u k o m p o n e n p r o d u k i n i d a p a t d i d e k a t i d e n g a n
Material Requirement Planning (MRP). MRP juga dapat diaplikasikan jika jumlah
p e r m i n t a a n p r o d u k a k h i r b e r s i f a t s p o r a d i s d a n
t i d a k t e r a t u r ( irreguler). Singkatan MRP sebenarnya digunakan dalam tiga
konteks yang berbeda namunsaling berhubungan, yaitu:
1) MRP I → Material Requirement Planning
2) Closed-loop MRP
3) MRP II → Manufacturing Resource Planning
(Sumber:http://www.scribd.com/doc/25423641/Yang-Dimaksud-Dengan-Model-Persediaan-
Dependen-Adalah)
d. Permintaan bersifat Independen
Berarti permintaan terhadap suatu produk tidak berkaitan / tidak tergantung
dengan permintaan untuk produk lainnya (permintaan terhadap kulkas tidak
tergantung dengan permintaan pemanggang roti)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
10
Model-Model Persediaan untuk Permintaan Independen :
(1) Model Economic Order Quantity (EOQ),
(2) Model Production Order Quantity,
(3) Model Quantity Discount
(Sumber:http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0C
BwQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepository.binus.ac.id%2F2009-
1%2Fcontent%2FF0532%2FF053292144.ppt&ei=_gwbVP6vHI6D8gWyrIKQBQ&usg=AFQ
jCNF4CBIvmGoB_dt12V6CmXNlsSjQnQ&sig2=5fEUUvQqkMUqG-
FtPEGDJg&bvm=bv.75097201,d.dGc)
4. Safety stock
Safety stock adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau
menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out) (Assauri, 1978). Stock
out dapat disebabkan oleh adanya penggunaan bahan baku yang lebih besar dari
perkiraan semula atau adanya keterlambatan bahan baku yang dipesan. Dengan adanya
safety stock akan mengurangi stockout cost bagi perusahaann. Akan tetapi akan
menimbulkan penambahan carrying cost sebesar perkalian antara prosentase carrying
cost terhadap harga atau nilai safety stock.. Untuk itu penentuan safety stock yang
optimum sangat diperlukan.Penentuan besarnya safety stock dapat ditentukan dengan
metode pendekatan probabilitas stock out (probability stock out approach) dan
pendekatan service level (level of service approach) (Assuari 1978).Biaya
PersediaanBiaya persediaan merupakan keseluruhan biaya operasi atas sistem
persediaan (Yamit, 1999) yang meliputi biaya pembelian (purchase cost), biaya
pemesanan (order cost), biaya simpan (holding cost), biaya kekurangan persediaan
(stockout cost).Biaya pembelian adalah harga per unit apabila item dibeli dari luar, atau
biaya produksi per unit apabila diproduksi dalam perusahaan. Biaya pengangkutan atau
biaya tenaga kerja, bahan baku, overhead pabrik apabila bahan baku diproduksi dalam
perusahaan harus ditambahkan dalam biaya pembelian.Biaya pemesanan adalah biaya
yang berasal dari pembelian pesanan dari supplier atau biaya persiapan (setup cost)
apabila bahan diproduksi di dalam perusahaan. Biaya pemesanan dapat berupa biaya
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
11
pembuatan daftar permintaan, menganalisis supplier, inspeksi bahan, dan pelaksanaan
proses transaksi.Biaya simpan adalah biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam
persediaan, pemeliharaan maupun investasi secara fisik. Biaya simpan dapat berupa
biaya modal, pajak, asuransi, material handling, keusangan, dan semua biaya yang
dikeluarkan untuk memelihara persediaan.Biaya kekurangan persediaan adalah
konsekuensi ekonomis atas kekurangan persediaan baik dari luar maupun dari dalam
apabila bahan diproduksi sendiri. Biaya kekurangan persediaan dapat berupa biaya back
order, biaya kesempatan penjualan, biaya kesempatan menerima keuntungan, idle
kapasitas dan penurunan produksi. Untuk mengatasi masalah seperti ini, perusahaan
melakukan pembelian darurat sehingga perusahaan harus menanggung biaya tambahan
(extra cost).
(Sumber: Anonime.http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2224137-pengertian-
safety-stock/#ixzz2gQwup9aw)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
12
B. Sistem Produksi
1. Pengertian Sistem Produksi
Produksi dalam pengertian sederhana adalah keseluruhan proses dan operasi yang
dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa. Sistem produksi merupakan kumpulan
dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi
menjadi output produksi. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga
kerja, modal dan informasi. Sedangkan output produksi merupakan produk yang
dihasilkan berikut sampingannya seperti limbah, informasi, dan sebagainya.
Sistem
produksi tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar 1. input-output system produksi
(Sumber:Anonim.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32824/4/Chapter%20II.pdf)
Sub sistem–sub sistem dari sistem produksi tersebut antara lain adalah
Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Pengendalian Kualitas, Penentuan Standar-
standar Operasi, Penentuan Fasilitas Produksi, Perawatan Fasilitas Produksi, dan
Penentuan Harga Pokok Produksi.
Sub sistem–sub sistem dari sistem produksi tersebut akan membentuk konfigurasi
sistem produksi. Keandalan dari konfigurasi sistem produksi ini akan tergantung dari
produk yang dibuat serta bagaimana cara membuatnya (proses produksinya). Untuk
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
13
melaksanakan fungsi-fungsi perencanaan, operasi dan pemeliharaan, perusahaan
manufaktur harus memiliki organ pelaksana. Sistem produksi pada suatu perusahaan
manufakturing harus memiliki bagian-bagian atau organ.
Gambar berikut menunjukkan bahwa sistem produksi berawal dari pemahaman
terhadap keinginan dan harapan para pelanggan berdasarkan temuan-temuan dari
kegiatan pemasaran termasuk permintaan langsung dari para pelanggan terhadap
produk-produk tertentu. Data dan informasi tentang keinginan pelanggan kemudian
diterjemahkan ke dalam bentuk rancangan produk atau jasa untuk mengetahui part,
komponen dan sub-assembly apa yang dibutuhkan termasuk ukuran, spesifikasi, jenis
bahan, jumlah masing-masing item yang dibutuhkan untuk setiap unit produk yang
diinginkan.
Gambar 2. Sistem produksi perusahaan
(Sumber:Anonim.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32824/4/Chapter%20II.pdf)
Berdasarkan hasil rancangan ini kemudian ditentukan proses pembuatan
(manufacturing) di lantai pabrik yang meliputi tahapan proses. Data dan informasi yang
telah tersedia kemudian disampaikan kepada bagian cost accounting untuk menilai
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
14
kelayakan pembiayaan dan penerimaan. Bila dinilai layak maka diteruskan kepada
pimpinan untuk disahkan. Kemudian disusun rencana dan program pengolahan di lantai
pabrik yang meliputi jadwal tentative proses operasi, jadwal dan jumlah kebutuhan
bahan baku (raw material) dan bahan tambahan dari luar (bought-out items) dan jadwal
operasi dan kapasitas fasilitas produksi yang akan digunakan dan lain-lain. Berdasarkan
jadwal-jadwal tersebut, rencana pengadaan bahan, kapasitas stasiun kerja, tenaga
operator disusun dan kemudian diimplementasikan.
Monitoring dan pengendalian operasi di lantai pabrik dilakukan secara rutin untuk
memastikan tidak terjadi penyimpangan termasuk penyimpangan mutu (spesifikasi) dari
setiap item yang dikerjakan. Apabila penyimpangan tidak dapat dihindarkan maka
tindakan perbaikan yang meliputi penjadwalan ulang sisa operasi di lantai pabrik segera
dilakukan, pengadaan tambahan bahan bila diperlukan dan sebagainya. Beberapa
sumber penyimpangan yang umum terjadi ialah kesalahan dalam pembuatan rancangan
part dan komponen, kekeliruan dalam penentuan waktu setup dan operasi,
ketidaksesuaian mutu bahan, kerusakan pada fasilitas produksi dan lain-lain. Produk
yang telah selesai diangkut ke gudang penyimpanan untuk dikirimkan kepada para
pelanggan sesuai dengan jadwal pengiriman yang disepakati.
(Sumber:Anonim.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32824/4/Chapter%20II.pdf)
2. Pengertian Manufaktur dan Sistem Manufaktur
Kata manufaktur berasal dari bahasa Latin manus factus yang berarti dibuat
dengan tangan. Kata manufacture muncul pertama kali tahun 1576, dan kata
manufacturing muncul tahun 1683. Manufaktur, dalam arti yang paling luas, adalah
proses merubah bahan baku menjadi produk. Proses ini meliputi perancangan produk,
pemilihan material, dan tahap-tahap proses dimana produk tersebut dibuat.
Pada konteks yang lebih modern, manufaktur melibatkan pembuatan produk dari
bahan baku melalui bermacam-macam proses, mesin dan operasi, mengikuti
perencanaan yang terorganisasi dengan baik untuk setiap aktifitas yang diperlukan.
Mengikuti definisi ini, manufaktur pada umumnya adalah suatu aktifitas yang kompleks
yang melibatkan berbagai variasi sumberdaya dan aktifitas sebagai berikut:
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
15
a. Perancangan Produk - Pembelian - Pemasaran
b. Mesin dan perkakas - Manufacturing - Penjualan
c. Perancangan proses - Production control - Pengiriman
d. Material - Support services - Customer service
Hal-hal di atas telah melahirkan disiplin ilmu tentang teknik manufaktur. Sesuai
dengan definisi manufaktur, keilmuan teknik manufaktur mempelajari perancangan
produk manufaktur dan perancangan proses pembuatannya serta pengelolaan sistem
produksinya (sistem manufaktur). Meskipun teknik manufaktur pada berbagai
perguruan tinggi memiliki ke-khas-an sendiri-sendiri namun selalu ada bagian yang
sama pada jurusan-jurusan tersebut. Keilmuan teknik manufaktur selalu berbasis kepada
aktifitas pembuatan produk manufaktur yang melibatkan berbagai aktifitas dan
sumberdaya seperti yang telah diuraikan di atas.
Jika dicermati, bidang ilmu teknik manufaktur sesungguhnya merupakan sinergi
(gabungan yang saling menguatkan) dari jurusan teknik mesin dan teknik industri. Dari
teknik mesin diadopsi ilmu-ilmu yang terkait dengan perancangan produk dan
perancangan proses pembuatan, sedangkan dari teknik industri diadopsi ilmu-ilmu yang
terkait dengan pengelolaan sistem di industri manufaktur (industri yang menghasilkan
produk manufaktur). Dengan demikian akan ada beberapa matakuliah yang bisa
dijumpai terdapat pada ketiga jurusan tersebut (overlapping).
Karena sinergi tersebut, di beberapa perguruan tinggi yang belum memiliki teknik
manufaktur sebagai jurusan tersendiri, keilmuan teknik manufaktur biasanya menjadi
bagian dari jurusan teknik mesin atau teknik industri. Dengan demikian banyak bidang
ilmu di kedua jurusan tersebut yang juga dipelajari di jurusan teknik manufaktur.
Seperti yang telah dituliskan sebelumnya, teknik manufaktur berhubungan dengan
produk-produk manufaktur. Yang dimaksud produk manufaktur di sini adalah produk-
produk yang pembuatannya melalui berbagai proses manufaktur. Sebagai ilustrasi, mari
kita perhatikan dan kita periksa beberapa obyek di sekitar kita: arloji, kursi, stapler,
pensil, kalkulator, telpon, panci dan pemegang lampu. Kita segera akan menyadari
bahwa semua obyek tersebut mempunyai bentuk yang berbeda. Benda-benda tersebut
tidak akan bisa kita jumpai ada di alam ini sebagaimana seolah-olah tersedia begitu saja
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
16
di ruangan kita. Benda-benda tersebut telah ditransformasikan (diciptakan/dibuat) dari
berbagai material dan dirakit hingga menjadi benda-benda yang kita pergunakan sehari-
hari.
Beberapa obyek terdiri dari satu komponen, seperti paku, baut, kawat, gantungan
baju. Namun demikian, kebanyakan obyek – mesin pesawat terbang (ditemukan tahun
1939), ballpoint (1938), panggangan roti (1926), mesin cuci (1910), AC (1928), lemari
es (1931), mesin fotocopy (1949), dan semua jenis mesin, serta ribuan produk lainnya -
dibangun dari perakitan sejumlah komponen yang terbuat dari berbagai jenis material.
Semua komponen tersebut dibuat melalui berbagai proses yang disebut manufaktur
(manufacturing). Di samping produk-produk akhir tersebut, manufaktur juga melibatkan
aktifitas dimana produk yang dibuat dipergunakan untuk membuat produk. Produk
tersebut adalah mesin-mesin yang dipakai untuk membuat berbagai macam produk.
Misalnya mesin press untuk membuat plat lembaran menjadi bodi mobil, mesin-mesin
untuk membuat komponen, atau mesin jahit untuk memproduksi pakaian. Aspek yang
sama pentingnya adalah perbaikan dan perawatan (service and maintenance) mesin-
mesin tersebut selama umur hidupnya.
(Sumber:Anonim.http://ie.uin-suska.ac.id/index.php/id/artikel/125-sistem-manufaktur.html)
3. Bagan Manajemen Produksi
Gambar 3. Bagan Manajemen produksi
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
17
a. Permintaan
Pada first step ditentukan jumlah permintaan dari history transaksi pada transaksi
permintaan sebelumnya.
b. Agregat
Setelah diketahui tingkat permintaan selanjutnya Menentukan jumlah dan kapan
produksi akan dilangsungkan dalam jangka waktu dekat .
c. MPS ( Master Production Schedulling )
Setelah hasil dari agregat diolah kembali waktu tiap produksi akan dilaksanakan dan
diselesaikan.
d. MRP (Material Requirement Planning )
Perencanaan kemudian dilakukan dengan metode MRP untuk melaksanakan hasil
MPS yang telah di planingkan.
Langkah–langkah dasar dalam penyusunan MRP, yaituantara lain:
1. Netting
Proses perhitungan jumlah kebutuhan bersih untuk setiap periode selama horiso
nperencanaan yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan
jadwal penerimaan persediaan dan persediaan awal yang tersedia.
2. Lotting
Penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan (lot size) yang optimal untuk sebuah
item berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan.
3. Offsetting
Proses yang bertujuan untuk menentukan saat yang tepat melaksanakan rencana
pemesanan dalam pemenuha nkebutuhan bersih. Penentuan rencana saat
pemesanan ini diperoleh dengan cara mengurangkan kebutuhan bersih yang
harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (lead time).
4. Exploding
Perupakan proses perhitungan dari ketiga langkah sebelumnya yaitu netting,
lotting dan offsetting yang dilakukan untuk komponen atau item yang berada
pada level dibawahnya berdasarkan atas rencana pemesanan
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
18
e. CRP ( Capacity Requirements Planning )
Tahap selanjutnya membuat CRP untuk merealisasikan MPS di tiap periode dan tiap
mesin. Jika kapasitas tidak tersedia, bisa ditambah dengan overtime, merubah
routing,dll . Jika tidak tercapai, MPS harus dirubah . Penjadwalan / sceduling Setelah
rencana kebutuhan tercapai , maka perencanaan scheduling dilakukan untuk
memaksimalkan pelaksanaan agar lebih efektif dan terstruktur.
(Sumber: Iyan Mulk Arafah. http://iyanarafah.blogspot.com/2010/11/bagan-manajemen-
produksi.html)
4. Jenis – Jenis Manufaktur
a. Make To Order (MTO)
Merupakan industri manufaktur yang melakukan proses pengolahan
material untuk menghasilkan komponen atau produk setelah memperoleh pesanan
dari konsumen.
Contoh: Pengecoran Logam. Pada produk-produk tertentu yang memiliki ukuran
standar seperti pulley, pabrik juga sudah memiliki cetakan yang standar pula. Disini
proses pembuatan pulley akan dilakukan jika pihak konsumen sudah melakukan
pemesanan.
b. Make To Stock (MTS)
Merupakan industri manufaktur yang melakukan proses pengolahan
material untuk menghasilkan komponen atau produk dengan tujuan sebagai
cadangan atau inventory.
Contoh: PT. CCBI Central Java yang memproduksi minuman ringan berkarbonase.
Perusahaan ini berproduksi berdasarkan analisa pasar yang nantinya akan dilakukan
peramalan. Selain itu, perusahaan ini memiliki persediaan barang di gudang untuk
inventory.
c. Assembly To Order (ATO)
Merupakan industri manufaktur yang melakukan proses perakitan setelah
memperoleh pesanan dari konsumen.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
19
Contoh: Perakitan perlengkapan sound system. Disini konsumen hanya memesan
untuk spesifikasi umumnya saja dan perusahaan akan membuat perakitan dengan
komponen yang sudah standard untuk memenuhi criteria yang diinginkan
konsumen.
d. Engineering To Order (ETO)
Merupakan industri manufaktur dimana perusahaan melayani kustomisasi
penuh bagi konsumennya, sehingga memiliki karakteristik variasi, kustomisasi dan
fleksibilitas atas pengerjaan ordernya
Contoh: Perakitan komputer. Disini konsumen dapat memesan sebuah komponen
dengan spesifikasi yang mendetail untuk setiap komponen. Jadi hamper semua
komponen dapat diatur oleh konsumen itu sendiri.
e. Configure TO Order (CTO)
Merupakan industri manufaktur dimana memadukan antara ATO (fitur dan
pilihan terbatas) dan ETO (kebebasan pilihan dan fitur). Pada CTO dapat dilakukan
penyederhanaan pada proses penerimaan order namun tetap mempertahankan
fleksibilitas, tanpa harus menyimpan daftar material yang harus dibeli untuk setiap
kombinasi pilihan produk yang tersedia.
Contoh: Pembuatan Souvenir Pernikahan. Pembuatan souvenir dilakukan ketika
ada konsumen yang memesan. Pembuat hanya memberikan beberapa sampel
sebagai pilihan untuk konsumen. Setelah konsumen mendapatkan pilihannya,
pembuatan produk baru dilaksanakan dengan penambahan nama pengantin.
f. Make to Deman (MTD)
Strategi Make-to-Demand dapat dianggap sebagai suatu strategi baru yang
dikebangkan dalam perusahaan industri, dimana respons terhadap permintaan
pelanggan secara total adalah fleksibel. Dalam strategi Make-to-Demand,
penyerahan produk dari perusahaan berkaitan dengan kualitas dan waktu
penyerahan (delivery time) secara tepat berdasarkan keinginan dari pelanggan.
Strategi ini adalah responsif secara lengkap (completely responsive) terhadap
pesanan pelanggan (sesuai spesifikasi yang diinginkan oleh pelanggan), tetapi dapat
menyerahkan produk dengan kecepatan mendekati startegi Make-to-Stock.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
20
Perusahaan industri dapat menggunakan kombinasi dari berbagai strategi yang ada
untuk memenuhi permintaan pelanggan.
Dalam staretgi Make-to-Demand, ketergantungan pada situasi kompetitif, design,
bahan baku(raw materials), komponen-komponen, assemblies, dan/atau produk
akhir, dapat disimpan dalam inventory, asal tetap memperhitungkan efisiensi dan
efektifitas dari sistem inventoryitu. Strategi Make-to-Demand diciptakan untuk
menanggapi kompetisi sekarang yang sangat ketat dalam dunia industri tertutama
dalam berkaitan dengan waktu penyerahan (time-based competition).
Strategi Make-to-Demand dapat diterapkan pada produk-produk industri yang telah
berada pada tahap menurun (declining stage) dari siklus hidup produk (product life
cycle), karena produk-produk itu memerlukan features dan pilihan-
pilihan (options) yang lebih banyak disertai dengan harga yang lebih rendah serta
waktu penyerahan lebih cepat agar dapat bertahan di pasar yang amat sangat
kompetitif itu. Sistem produksi modern seperti Just-In-Time (JIT) atau Lean
Manufacturing menerapkan strategi Make-to-Demand.
(Sumber:Anonim. http://alvinburhani.wordpress.com/2012/10/21/strategi-respons-terhadap-
permintaan-konsumen/)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
21
karakteristik MTS ATO MTO ETO
Produk Standard Keluarga
produk
tertentu
Tidak punya
keluarga
produk,customized
Customized total
Kebutuhan produk Dapat diramalkan Tidak dapat
diramalkan
Kapasitas Dapat direncanakan Tidak dapat
direncanakan
Waktu produksi Tidak penting
bagi pelanggan
Penting Penting Sangat penting
Kunci persaingan Logistik Perakitan
akhir
Fabrikasi, perakitan
akhir
Seluruh proses
Kompleksitas
Operasi
Distribusi Perakitan Manufaktur
komponen
Engineering
Ketidakjelasan
Operasi
Terendah Tertinggi
Fokus manajemen
puncak
Marketing/distribusi Inovasi Kapasitas Kontrak order
pelanggan
Fokus manajemen
menengah
Kontrol
stock
MPS dan
order
pelanggan
Shop floor
control, pelanggan
Manajemen
proyek
Tabel 1. Karakteristik berbagai sistem manufakrtur
(Sumber : Anonim. http://klipingnurmala.blogspot.com/2010/05/perencanaan-dan-
pengendalian -produksi.html)
(Sumber:Anonim.http://faridesta.blogspot.com/2009/03/jenis-jenis-sistem-manufaktur-dalam.
html)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
22
Secara umum, proses produksi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Proses produksi yang terus-menerus (countinous processes)
Adapun sifat-sifat atau ciri-ciri dari proses produksi yang terus-menerus
(countinous processes), yaitu :
a) Produk yang dihasilkan pada umumnya dalam jumlah besar dengan variasi
yang sangat kecil dan sudah distandarisasikan.
b) Sistem atau cara penyusunan peralatannya berdasarkan urutan pengerjaan dari
produk yang dihasilkan, yang biasa disebut product layout/ departementation
by product.
c) Mesin-mesin yang digunakan untuk menghasilkan produk bersifat khusus
(Special Purpose Machines).
d) Pengaruh operator terhadap produk yang dihasilkan sangat kecil karena mesin
biasanya bekerja secara otomatis, sehingga seorang operator tidak perlu
memiliki keahlian tinggi untuk pengerjaan produk tersebut.
e) Apabila salah satu mesin/peralatan terhenti atau rusak, maka seluruh proses
akan terhenti.
f) Job strukturnya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak perlu banyak.
g) Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses lebih rendah daripada
persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses pada proses produksi yang
terputus-putus.
h) Diperlukan perawatan khusus terhadap mesin-masin yang digunakan.
i) Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan yang tetap (fixed
pathequipment) yang menggunakan tenaga mesin, seperti konveyor.
2. Proses produksi yang terputus-putus (intermittent processes)
Sifat-sifat atau ciri-ciri dari proses produksi yang terputusputus (countinous
processes) adalah :
a) Produk yang dihasilkan biasanya dalam jumlah kecil dengan variasi yang
sangat besar dan didasarkan pada pesanan.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
23
b) Sistem atau cara penyusunan peralatan berdasarkan atas fungsi dalam proses
produksi atau peralatan yang sama dikelompokkan pada tempat yang sama,
yang disebut dengan process layout/departemantation by equipment.
c) Mesin-mesin yang digunakan bersifat umum dan dapat digunakan untuk
menghasilkan bermacam-macam produk dengan variasi yang hampir sama
(General Purpose Machines).
d) Pengaruh operator terhadap produk yang dihasilkan cukup besar, sehingga
operator memerlukan keahlian yang tinggi dalam pengerjaan produk
sertaterhadap pekerjaan yang bermacam-macam yang menimbulkan
pengawasan yang lebih sulit.
e) Proses produksi tidak akan berthenti walaupun terjadi kerusakan atau
terhentinya salah satu mesin/peralatan.
f) Persediaan bahan mentah pada umumnya tinggi karena tidak dapat ditentukan
pesanan apa yang harus dipesan oleh pembeli, dan persediaan bahan dalam
proses lebih tinggi dari proses produksi yang terus-menerus (countinous
processes) karena prosesnya putus-putus.
g) Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang dapat
berpindah secara bebas (Variable Path Equipment) yang menggunakan tenaga
manusia, seperti kereta dorong atau forklift.
h) Pemindahan bahan sering dilakukan bolak-balik sehingga perlu adanya ruang
gerak (aisle) yang besar dan ruang tempat bahan-bahan dalam proses (work in
process) yang besar.
Perbedaan pokok dari kedua proses produksi tersebut adalah berdasarkan
pada panjang tidaknya waktu persiapan untuk mengatur (set up) peralatan
produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu produk atau beberapa produk
tanpa mengalami perubahan. Pada proses produksi yang terus-menerus,
perusahaan atau pabrik menggunakan mesin-mesin yang dipersiapkan (set up)
dalam jangka waktu yang lama dan tanpa mengalami perubahan. Sedangkan untuk
proses produksi yang terputus-putus menggunakan mesin-mesin yang
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
24
dipersiapkan dalam jangka waktu yang pendek, dan kemudian akan dirubah atau
dipersiapkan kembali untuk memproduksi produk lain. Untuk menentukan suatu
pabrik atau perusahaan menggunakan proses produksi yang terus-menerus
(countinous processes) atau proses produksi yang terputus-putus (countinous
processes), dapat dilihat dari sifat-sifat atau ciri-ciri dari kedua jenis proses
produksi tersebut.
(Sumber:Anonim.http://cumiyono.blogspot.com/2010/03/jenis-jenis-proses-produksi.html)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
25
C. Material Requirement Planning (MRP)
1. Pengertian MRP
Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah
metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned orders,
kemudian diajukan untuk analisis lanjutan berkenaan dengan persediaan kapasitas dan
keseimbangan menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas. Sistem MRP
mengkoordinasikan pemasaran, manufacturing, pembelian, rekayasa melalui
pengadopsian rencana produksi serta melalui penggunaan satu data base terintegrasi
guna merencanakan, dan memperbaharui aktivitas dalam system industri modern secara
keseluruhan. Salah satu alasan mengapa MRP digunakan secara cepat dan meluas
sebagai teknik manajemen produksi, yaitu karena MRP menggunakan kemampuan
komputer untuk menyimpan dan mengelola data yang berguna dalam menjalankan
kegiatan perusahaan.
MRP dapat mengkoordinasikan kegiatan dari berbagai fungsi dalam
perusahaan manufaktur, seperti teknik, produksi, dan pengadaan. Oleh karena itu, hal
yang menarik dari MRP tidak hanya fungsinya sebagai penunjang dalam pengambilan
keputusan, melainkan keseluruhan peranannya dalam kegiatan perusahaan. MRP
sangat bermanfaat bagi perencanaan kebutuhan material untuk komponen yang jumlah
kebutuhannya dipengaruhi oleh komponen lain (dependent demand). MRP
memberikan peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan
waktu pengiriman barang dapat direncanakan dengan lebih baik, karena ada
keterpaduan dalam kegiatan yang didasarkan pada jadwal induk. Moto dari MRP
adalah memperoleh material yang tepat, dari sumber yang tepat, untuk penempatan
yang tepat, dan pada waktu yang tepat (Gasperz, 2004).
(Sumber : Rayvel. http://rayvel.files.wordpress.com/2012/07/bab-v-mrp.pdf)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
26
2. Tujuan MRP
a. Meminimalkan persediaan MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu
komponen diperlukan diseduaikan dengan jadwal Jadwal Induk Produksi (JIP).
Dengan menggunakan komponen ini, pengadaan (pembelian) atas komponen yang
diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan
saja sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan.
b. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman MRP
mengindentifikasikan banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari
segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi
maupun pengadaan atau pembelian komponen, sehingga memperkecil resiko tidak
tersedianya bahan yang akan diproses yang mengakibatkan terganggunya rencana
prouksi
c. Komitmen yang realistis dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi
sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dilakukan
secara lebih realistis. Hal ini mendorong meningkatnya kepuasan dan kepercayaan
konsumen.
d. Meningkatkan efisiensi MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah
persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan
lebih sesuai dengan jadwal induk produksi (JIP).
(sumber:http://bagus-coy.blogspot.com/2010/04/tujuan-mrp-materialrequirement.html ?m=1)
3. Manfaat MRP
Manfaat MRP adalah :
1. Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen.
2. Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja.
3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik.
4. Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar.
5. Tingkat persediaan menururn tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen
(Sumber:Muhajir.http://2satu0satu.wordpress.com/2010/12/28/mrp-material-requirement-
planning/)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
27
4. Persyaratan MRP
a. Tersedianya MRP, yaitu suatu rencana produksi yang detail. Yang menetapkan
jumlah dan waktu suatu prduk akhir harus tersedia.
b. Setiap item persediaan mempunyai identifikasi khusus karena MRP bekerja secara
komputerisasi.
c. Tersedianya struktur pada saat perencanaan.
d. Tersedianya catatan (sistem informasi) tentang persediaan semua item, yang
menyatakan keadaan persediaan sekarang dan yang direncanakan.
(sumber: http://filixer.blogspot.com/2011/2/tugas-manajemen-industri.html?m=1)
5. Input dan Output Material Requirement Planning (MRP)
a. Input MRP
Gambar 4.Input Sistem MRP
1. Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule)
Merupakan ringkasan skedul produksi produk jadi untuk periode mendatang
yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau peramalan permintaan.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
28
JIP berisi perencanaan secara mendetail mengenai jumlah produksi yang
dibutuhkan untuk setiap produk akhir beserta periode waktunya untuk suatu
jangka perencanaan dengan memperhatikan kapasitas yang tersedia. Sistem
MRP mengasumsikan bahwa pesanan yang dicatat dalam JIP adalah pasti,
kendatipun hanya merupakan peramalan.
2. Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record)
Merupakan catatan keadaan persediaan yang menggambarkan status semua
item yang ada dalam persediaan yang berkaitan dengan:
a. Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand
inventory).
b. Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan
datang (on order inventory).
c. Lead time dari setiap bahan.
3. Struktur Produk (Bill Of Material)
Merupakan kaitan antara produk dengan komponen penyusunnya yang
memberikan informasi mengenai daftar komponen, campuran bahan dan
bahan baku yang diperlukan untuk membuat produk. BOM juga memberikan
deskripsi, penjelasan dan kuantitas dari setiap bahan baku yang diperlukan
untuk membuat satu unit produk.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
29
Gambar 5. Struktur produk (Bill of Material)
Sumber : http://wah-wahyudin.blogspot.com/2012/04/materi-kuliah-manajemen-operasional-
2.html
(Anonime.http://hierone1.blogspot.com/2012/12/contoh-makalah-mrp-material-
requirement.html)
b. Output MRP
Setelah dilakukan pemrosesan dengan MRP manual ataupun dengan program
komputer, maka sebagai hasilnya diperoleh berbagai macam informasi yang
merupakan hasil keluaran dari pengolahan MRP. Laporan atau keluaran MRP
digolongkan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Primary report (laporan utama)
Laporan utama ini menyangkut perencanaan dan pengendalian produksi serta
persediaan. Laporan ini terdiri dari :
a. Planed order schedule (jadwal perencanaan pemesanan)
Yaitu laporan yang berisi jumlah dan waktu dari pemesanan yang akan
dilakukan untuk mememenuhi MPS pada saat ini. Jadwal ini ditunjukan
oleh inventory record files untuk setiap jenis barang.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
30
b. Order releases (pelepasan pesanan)
Yaitu suatu laporan yang menugaskan pelaksanaan dari planed order
schedule, yang berisi jumlah setiap jenis barang yang akan dipesan pada
periode waktu sekarang.
c. Change to planed order (perubahan perencanaan pemesanan)
Yaitu suatu laporan yang berisi tentang perubahan waktu kedatangan
pesanan atau perubahan jumlah pesanan yang harus dilakukan terhadap
pesanan terbuka, atau dapat juga berisi pembatalan atau penundaan
pesanan terbuka.
2. Secondary report (laporan tambahan)
a. Performance control report (laporan pengendali hasil)
Laporan ini digunakan untuk mengevaluasi operasi sistem, dan
membantu manajer dalam mengukur penyimpangan dari perencanaan,
termasuk pemilihan bahan yang tidak tepat, dan kekurangan persediaan.
b. Planning report (laporan perencanaan)
Laporan ini berguna untuk meramalkan kebutuhan persediaan di masa
yang akan datang. Laporan ini mencakup kesepakatan pembelian dalam
hal lain yang dapat digunakan untuk menilai kebutuhan bahan baku di
masa yang akan datang.
c. Exception report (laporan pengecualian)
Laporan ini merupakan ketidaksesuaian yang utama seperti : pesanan
yang terlambat atau lewat waktu, melaporkan kesalahan-kesalahan dan
kebutuhan akan bagian-bagian produk/part yang tidak ada.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
31
Jadwal Induk Produksi
Sistem MRP
Rencana Pemesanan
Catatan Status PersediaanCatatan Struktur Produk
Pesanan
Pembelian
Penjadwalan
Ulang
Pesanan
Kerja
Gambar 6. Input dan output dari sistem Material Requirements Planning.
(Sumber : Anonime.http://hierone1.blogspot.com/2012/12/contoh-makalah-mrp-material-
requirement.html)
(Anonime.http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/67/jbptunikompp-gdl-s1-2006-adekaditya-3306-
bab-2.doc)
6. Prosedur MRP
a. Prosedur MRP
Langkah–langkah dasar dalam penyusunan MRP, yaitu antara lain:
1. Netting
Proses perhitungan jumlah kebutuhan bersih untuk setiap periode selama
horison perencanaan yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor
dengan jadwal penerimaan persediaan dan persediaan awal yang tersedia.
2. Lotting
Penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan (lot size) yang optimal untuk
sebuah item berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan.
3. Offsetting
Proses yang bertujuan untuk menentukan saat yang tepat melaksanakan
rencana pemesanan dalam pemenuhan kebutuhan bersih. Penentuan rencana
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
32
saat pemesanan ini diperoleh dengan cara mengurangkan kebutuhan bersih
yang harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (lead time).
4. Exploding
Merupakan proses perhitungan dari ketiga langkah sebelumnya yaitu netting,
lotting dan offsetting yang dilakukan untuk komponen atau item yang berada
pada level dibawahnya berdasarkan atas rencana pemesanan
b. Metode MRP
Metode MRP adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk
mengendalikan persediaan bahan baku yang bersifat dependent demand (permintaan
bergantung) atau permintaan turunan (derived demand) yang berperan penting dalam
keputusan material atau bahan apa yang dibutuhkan, berapa banyak kebutuhannya,
dan kapan waktu dibutuhkannya.
Melakukan proses perhitungan MRP, yaitu membutuhkan sebuah tabel yang
didengan bantuan model tabel perhitungan MRP berikut. Model tampilan tabel ini
merupakan mekanisme dasar dari proses MRP. Faktor-faktor yang membentuk
dalam MRP dan rumus-rumus yang dipakai adalah sebagai berikut:
1. Heading
Bagian ini terdiri dari part number, part name, lot size, level, dan lead time.
2. Time Periode
Merupakan periode perencanaan bisa dalam kurun waktu harian, mingguan, dan
lain-lain.
3. Gross Requirement (GR)
a. Untuk finish product (end item) sama dengan Jadwal Induk Produksi (JIP).
b. Untuk item level di bawahnya sama dengan part dari releases induknya.
4. Schedule Receipt (SR)
Material yang sudah dipesan dan akan diterima pada periode tertentu.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
33
5. Begin Inventory (BI)
Jumlah persediaan di awal periode.
(1.1)
Dimana : (BI)t = Begin Inventory pada waktu (t).
(GR)t = Gross Requirement untuk waktu (t).
(SR)t = Schedule Receipt dalam waktu (t).
Jika Begin Inventory (BI) memberikan hasil negatif, maka BI =0.
6. Net Requirement (NR)
Jumlah aktual yang diinginkan untuk diterima atau diproduksi dalam periode
yang bersangkutan.
7. Planned Order Receipt (PORt)
Jumlah item yang diterima atau diproduksi oleh periode waktu terakhir.
PORt = NRt , untuk NRt > 0
(1.2)
8. Planned Ending Inventory (PEI)
Merupakan fungsi dari NR dan GR.
(1.3)
9. Planned Order Release (PORel)
Planned order release dipengaruhi oleh lead time.
(1.4)
(Sumber : Anonime.http://hierone1.blogspot.com/2012/12/contoh-makalah-mrp-material-
requirement.html)
(Rayvel. http://rayvel.files.wordpress.com/2012/07/bab-v-mrp.pdf)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
34
Lot sizing merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran
kuantitas pemesanan. Ada dua cara pendekatan dalam menyelesaikan masalah lot
sizing, yaitu pendekatan period by period dan level by level. Satu-satunya teknik lot
sizing yang menggunakan period by period yang ada sekarang adalah pendekatan
koefisien (coeffiecient approach). Pendekatan koefisien ini mempunyai kinerja yang
lebih baik daripada teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level. Oleh
karena itu, teknik-teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level masih
tetap digunakan dalam menentukan ukuran kuantitas pemesanan MRP.
Didalam pemilihan keputusan teknik lot sizing yang digunakan, hal yang
dipertimbangkan adalah biaya-biaya yang terjadi akibat adanya persediaan (biaya
persediaan), yaitu biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding
cost).
Sampai saat ini ada 10 teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level
yang dapat digunakan, yaitu :
a. Jumlah pesanan tetap atau Fixed Order Quantity (FOQ).
b. Jumlah pesanan ekonomi atau Economic Order Quantity (EOQ)
c. Lot untuk lot atau Lot for Lot (LFL).
d. Kebutuhan periode tetap atau Fixed Period Requirements (f).
e. Jumlah pesanan periode atau Period Order Quantity (POQ).
f. Ongkos unit terkecil atau Least Unit Cost (LUC).
g. Ongkos total terkecil atau Least Total Cost (LTC).
h. Keseimbangan suatu periode atau Part Period Balancing (PBB).
i. Metode Silver Meal (SM).
j. Algoritma Wagner Whittin (AWW)
k. Economic production quantity (EPQ)
Untuk menjelaskan prosedur dari masing-masing teknik tersebut digunakan
contoh data kebutuhan bersih )( tR , data ongkos dan waktu ancang-ancang yang sama
seperti yang ada dibawah ini. Selain itu dihitung pula ongkos total yang ditimbulkan
oleh setiap teknik.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
35
1. Data kebutuhan bersih
Tabel 2. Contoh data kebutuhan bersih.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kebutuhan bersih ( Rt ) 20 40 30 10 40 0 55 220 40
2. Data Ongkos
Harga perunit (C) = Rp. 50,-
Ongkos Pengadaan (S) = Rp. 100,-
Ongkos Simpan )( tI = Rp. 0.24/tahun
Ongkos Simpan )( tI = Rp. 0.02/periode
Ongkos Simpan )( upI = Rp. 1,- /unit/periode
3. Waktu ancang-ancang (lead time)
Waktu ancang-ancang = 0
a. Fixed Order Quantity (FOQ)
Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap untuk suatu
persediaan item tertentu dapat ditentukan secara sembarang atau berdasarkan
pada faktor-faktor intuitif. Dalam menggunakan teknik ini jika perlu, jumlah
pesanan diperbesar untuk menyamai jumlah kebutuhan bersih yang tinggi pada
suatu perioda tertentu yang harus dipenuhi, yang berarti ukuran kuantitas
pemesanannya (lot sizing) adalah sama untuk seluruh periode selanjutnya
dalam perencanaan. Metode ini dapat digunakan untuk item-item yang biaya
pemesanannya (ordering cost) sangat besar. Tabel dibawah ini merupakan
contoh pemakaian teknik EOQ dengan ukuran lot sebesar 100.
b. conomic Order Quantity (EOQ)
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ford Harris dari Westinghouse
pada tahun 1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi para pakar persediaan
untuk mengembangkan metode-metode pengendaliaan persediaan lainnya.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
36
Metode ini dikembangkan atas fakta adanya biaya variabel dan biaya tetap dari
proses produksi atau pemesanan barang.
Teknik EOQ ini besarnya ukuran lot adalah tetap, melibatkan ongkos pesan
dan ongkos simpan. Pemesanan dilakukan apabila jumlah persediaan tidak
dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Teknik ini biasa dipakai untuk
horison perencanaan selama satu tahun (12 bulan), sedangkan keefektifannya
akan bagus jika pola kebutuhan bersifat kontinu dan tingkat kebutuhan
konstan.
c. Lot for Lot (LFL)
Teknik ini merupakan lot sizing yang mudah dan paling sederhana. Teknik ini
selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama apabila
terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan
untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos
simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk item-item
yang mempunyai biaya simpan sangat mahal. Apabila dilihat dari pola
kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik Lot
for Lot ini memiliki kemampuan yang baik. Di samping itu teknik ini sering
digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat setup
permanen pada proses produksinya.
Pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan ongkos penyimpanan. Pada
teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan disetiap periode yang
membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing)
adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada
periode yang bersangkutan.
d. Fixed Period Requirements (FPR)
Teknik FPR ini menggunakan konsep interval pemesanan yang konstan,
sedangkan ukuran kuantitas pemesanan (lot size) bervariasi. Bila dalam metode
FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap sementara selang waktu antar
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
37
pemesanan tidak tetap, sedangkan dalam metode FPR ini selang waktu antar
pemesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan bersih.
Ukuran kuantitas pemesanan tersebut merupakan penjumlahan kebutuhan
bersih )( tR dari setiap periode yang tercakup dalam interval pemesanan yang
telah ditetapkan. Penetapan interval penetapan dilakukan secara sembarang.
Pada teknik FPR ini, jika saat pemesanan jatuh pada periode yang kebutuhan
bersihnya sama dengan nol, maka pemesanannya dilaksanakan pada periode
berikutnya.
d. Period Order Quantity (POQ)
Teknik POQ ini pada prinsipnya sama dengan FPR. Bedanya adalah pada
teknik POQ interval pemesanan ditentukan dengan suatu perhitungan yang
didasarkan pada logika EOQ klasik yang telah dimodifikasi, sehingga dapat
digunakan pada permintaan yang berperiode diskrit.
f. Least Unit Cost (LUC)
Teknik LUC ini dan ketiga teknik berikutnya mempunyai kesamaan tertentu,
yaitu ukuran kuantitas pemesanan dan interval pemesanannya bervariasi. Pada
teknik LUC ini ukuran kuantitas pemesanan ditentukan dengan cara coba-coba,
yaitu dengan jalan mempertanyakan apakah ukuran lot disuatu periode
sebaiknya sama dengan ukuran bersihnya atau bagaimana kalau ditambah
dengan periode-periode berikutnya. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos
per unit (ongkos pengadaan per unit ditambah ongkos simpan per unit) terkecil
dari setiap bakal ukuran lot yang akan dipilih.
g. Least Total Cost (LTC)
Teknik ini didasarkan pada pemikiran bahwa jumlah ongkos pengadan dan
ongkos simpan (ongkos total) setiap ukuran kuantitas pemesanan yang ada
pada suatu horizon perencanaan dapat diminimasi jika besar ongkos-ongkos
tersebut sama atau hampir sama. Sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah
suatu faktor tang disebut Economic Part Periode (EPP). Pemilihan ukuran lot
ditentukan dengan jalan membandingkan ongkos part period yang ditimbulkan
oleh setiap ukuran lot tersebut dengan EPP, yang paling dekat atau sama
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
38
dengan EPP dipilih sebagai ukuran lot yang akan dilaksanakan. Part period
adalah satu unit yang disimpan dalam persediaan dalam satu periode. EPP
dapat didefinisikan sebagai kuantitas suatu item persediaan yang bila disimpan
didalam persediaan selama satu periode, akan menghasilkan ongkos pengadaan
yang sama dengan ongkos simpan.
h. Part Period Balancing (PPB)
Metode PPB sering juga disebut Metode Part Period Algorithm adalah
pendekatan jumlah lot untuk menentukan jumlah pemesanan berdasarkan
keseimbangan antara biaya pesan dan biaya simpan. Oleh karena itu metode ini
disebut juga Part Period Balancing (PPB) atau total biaya terkecil. Metode ini
menseleksi jumlah periode untuk mencukupi pesanan tambahan berdasarkan
akumulasi biaya simpan dan biaya pesan. Tujuannya adalah menentukan
jumlah lot untuk memenuhi periode kebutuhan.
i. Metode Silver Meal Algoritm
Metode Silver-Meal atau sering pula disebut metode SM yang dikembangkan
oleh Edward Silver dan Harlan Meal berdasarkan pada periode biaya.
Penentuan rata-rata biaya per periode adalah jumlah periode dalam
penambahan pesanan yang meningkat. Penambahan pesanan dilakukan ketika
rata-rata biaya periode pertama meningkat. Jika pesanan datang pada awal
periode pertama dan dapat mencukupi kebutuhan hingga akhir periode T.
j. Algoritm Wagner Whittin (AWW)
Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model programa
dinamis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemesanan yang
optimum untuk seluruh jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimasi
total ongkos pengadaan dan ongkos simpan, pada dasarnya teknik ini menguji
semua cara pemesanan yang mungkin dalam memenuhi kebutuhan bersih
setiap periode yang ada pada horizon perencanaan sehingga senantiasa
memberikan jawaban yang optimal.
Wagner-Whittin Algorithm memperoleh suatu jumlah maksimum solusi
kepada data yang meminimum masalah ukuran pesanan dinamis di atas suatu
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
39
perencanaan yang terbatas. itu memerlukan bahwa semua periode permintaan
dicukupi, yang periode waktu di dalam perencanaan b dari suatu panjangnya
pemesanan ditetapkan, dan pesanan itu ditempatkan untuk meyakinkan hasil 0
pesanan produk pada awal suatu periode waktu. Algorithim Wagner-Whittin
suatu pendekatan programming dinamis yang mana dapat digunakan untuk
menentukan biaya yang dapat diawali yang minimum.
k. Economic production quantity (EPQ)
Produksi Ekonomi Kuantitas Model (juga dikenal sebagai model EPQ)
menentukan jumlah perusahaan atau pengecer harus memesan untuk
meminimalkan biaya total inventory dengan menyeimbangkan
persediaan biaya holding dan rata-rata biaya pemesanan tetap. Model EPQ
dikembangkan oleh EW Taft tahun 1918. Metode ini merupakan perpanjangan
dari Economic Order Quantity Model (juga dikenal sebagai model
EOQ). Perbedaan antara kedua metode ini adalah bahwa model EPQ
mengasumsikan perusahaan akan menghasilkan jumlah sendiri atau bagian-
bagian yang akan dikirim ke perusahaan sementara mereka sedang diproduksi,
sehingga perintah yang tersedia atau diterima secara bertahap sementara
produk sedang diproduksi. Sementara model EOQ mengasumsikan kuantitas
pesanan tiba lengkap dan segera setelah memesan, yang berarti bahwa bagian-
bagian yang diproduksi oleh perusahaan lain dan siap untuk dikirim ketika
pesanan ditempatkan.
Dalam beberapa literatur Ekonomi Manufaktur Quantity Model (QS)
digunakan untuk Produksi Ekonomi Kuantitas Model (EPQ). Mirip dengan
model EOQ, EPQ adalah metode penjadwalan banyak produk tunggal.
Dalam kasus tertentu, kapasitas untuk memproduksi satu bagian melebihi
penggunaan bagian atau tingkat permintaan. Selama produksi terus, persediaan
akan terus tumbuh. Dalam hal demikian, masuk akal untuk memproduksi
barang-barang seperti berkala dalam batch, atau banyak.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
40
Asumsi dari model EPQ yang mirip dengan model EOQ, kecuali bahwa alih-alih
pesanan yang diterima dalam pengiriman tunggal, unit yang diterima secara
bertahap selama produksi. Asumsi adalah:
1. Hanya satu item yang terlibat.
2. Permintaan tahunan dikenal.
3. Tingkat penggunaan konstan.
4. Penggunaan terjadi terus menerus, tetapi produksi terjadi secara berkala.
5. Tingkat produksi adalah konstan.
6. Lead time tidak bervariasi.
7. Tidak ada diskon kuantitas.
Selama tahap produksi siklus, persediaan menumpuk di tingkat sama dengan
perbedaan antara produksi dan tingkat penggunaan. Selama terjadi produksi,
persediaan akan terus membangun, ketika produksi berhenti, tingkat persediaan
akan mulai berkurang. Oleh karena itu, tingkat persediaan akan maksimal pada titik
di mana produksi berhenti. Ketika jumlah persediaan di tangan habis, produksi
kembali, dan siklus berulang.
(Sumber : Ramoz.http://iknow.apb-group.com/metode-metode-lot-sizing-1/)
(Anonime.http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/67/jbptunikompp-gdl-s1-2006-adekaditya-3306-
bab-2.doc)
(Anonim.http://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u=http://mcu.edu.tw/~ychen/op_
mgm/notes/inventory.html&prev=/search%3Fq%3Deconomic%2Bproduction%2Bquantity%
2Bexample%26start%3D10%26sa%3DN%26biw%3D1366%26bih%3D632)
(Sumber:Anonim.http://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.or
g/wiki/Economic_production_quantity&prev=/search%3Fq%3DEPQ%26biw%3D1366%26bi
h%3D580)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
41
7. LOT SIZING
Merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran kuantitas
pemesanan. Ada dua cara pendekatan dalam menyelesaikan masalah lot sizing, yaitu
pendekatan period by period dan level by level. Satu-satunya teknik lot sizing yang
menggunakan period by period yang ada sekarang adalah pendekatan koefisien
(coeffiecient approach). Pendekatan koefisien ini mempunyai kinerja yang lebih baik
daripada teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level. Oleh karena
itu, teknik-teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level masih tetap
digunakan dalam menentukan ukuran kuantitas pemesanan MRP.
Didalam pemilihan keputusan teknik lot sizing yang digunakan, hal yang
dipertimbangkan adalah biaya-biaya yang terjadi akibat adanya persediaan (biaya
persediaan), yaitu biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding
cost).
Sampai saat ini ada 12 teknik lot sizing yang dapat digunakan, yaitu :
a) Jumlah pesanan tetap atau Fixed Order Quantity (FOQ).
b) Jumlah pesanan ekonomi atau Economic Order Quantity (EOQ)
c) Lot untuk lot atau Lot for Lot (LFL).
d) Kebutuhan periode tetap atau Fixed Period Requirements (FPR).
e) Jumlah pesanan periode atau Period Order Quantity (POQ).
f) Ongkos unit terkecil atau Least Unit Cost (LUC).
g) Ongkos total terkecil atau Least Total Cost (LTC).
h) Keseimbangan suatu periode atau Part Period Balancing (PBB).
i) Metode Silver Meal (SM).
j) Algoritma Wagner Whittin (AWW).
k) Economic Period Quantity (EPQ)
l) Resource constraint
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
42
Gambar 7. Klasifikasi model lot sizing
(sumber:Amrullah.http://azamamrullah.blogs.ukrida.ac.id/JKUNUKR/s1/TInd/2007/jk
unukr-ns-s1-2007-222003021-1222-order_quantity-chapter2.pdf
Untuk menjelaskan prosedur dari masing-masing teknik tersebut digunakan
contoh data kebutuhan bersih )( tR , data ongkos dan waktu ancang-ancang yang sama
seperti yang ada dibawah ini. Selain itu dihitung pula ongkos total yang ditimbulkan
oleh setiap teknik.
1. Data kebutuhan bersih
Tabel 1. Contoh data kebutuhan bersih.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kebutuhan bersih ( Rt ) 20 40 30 10 40 0 55 220 40
2. Data Ongkos
Harga perunit (C) = Rp. 50,-
Ongkos Pengadaan (S) = Rp. 100,-
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
43
Ongkos Simpan )( tI = Rp. 0.24/tahun
Ongkos Simpan )( tI = Rp. 0.02/periode
Ongkos Simpan )( upI = Rp. 1,- /unit/periode
3. Waktu ancang-ancang (lead time)
Waktu ancang-ancang = 0
a. Fixed Order Quantity (FOQ)
Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap untuk
suatu persediaan item tertentu dapat ditentukan secara sembarang atau
berdasarkan pada faktor-faktor intuitif. Dalam menggunakan teknik ini jika
perlu, jumlah pesanan diperbesar untuk menyamai jumlah kebutuhan bersih
yang tinggi pada suatu perioda tertentu yang harus dipenuhi, yang berarti
ukuran kuantitas pemesanannya (lot sizing) adalah sama untuk seluruh
periode selanjutnya dalam perencanaan. Metode ini dapat digunakan untuk
item-item yang biaya pemesanannya (ordering cost) sangat besar. Tabel
dibawah ini merupakan contoh pemakaian teknik EOQ dengan ukuran lot
sebesar 100.
Tabel 2 Contoh Pemakaian Teknik FOQ.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 100 100 100 300
Persediaan 80 40 10 0 60 60 105 85 45 485
Dari tabel tersebut didapat :
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- maka :
Ongkos simpan = (80+40+10+60+60+105+85+45) = 485
= 485 x Rp. 1,- = Rp. 485,-
Total ongkos = 300 + 485 = Rp. 785
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
44
b. Economic Order Quantity (EOQ)
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ford Harris dari
Westinghouse pada tahun 1915. Metode ini merupakan inspirasi bagi para
pakar persediaan untuk mengembangkan metode-metode pengendaliaan
persediaan lainnya. Metode ini dikembangkan atas fakta adanya biaya
variabel dan biaya tetap dari proses produksi atau pemesanan barang.
Teknik EOQ ini besarnya ukuran lot adalah tetap, melibatkan ongkos
pesan dan ongkos simpan. Pemesanan dilakukan apabila jumlah persediaan
tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Teknik ini biasa dipakai
untuk horison perencanaan selama satu tahun (12 bulan), sedangkan
keefektifannya akan bagus jika pola kebutuhan bersifat kontinu dan tingkat
kebutuhan konstan. Ukuran kuantitas pemesanan (lot sizing) ditentukan
dengan:
h
2A.λEOQ
(2.1)
dimana :
EOQ = kuantitas pemesanan
A = ongkos Pesan (set up Cost)
= rata-rata demand per horison
H = ongkos Simpan
Jika kita mengasumsikan bahwa periode yang ada pada contoh sebelumnya
sama, maka ukuran lot dengan menggunakan teknik EOQ ini adalah :
1
3,281002 xxEOQ
= 75 unit
Maka ukuran lot sebesar 75 unit ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan
bersih yang ada sepanjang horizon perencanaan dengan cara sebagai berikut :
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
45
Tabel 3. Contoh pemakaian teknik EOQ.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 75 75 75 75 300
Persediaan 55 15 60 50 10 10 30 10 45 285
Dari tabel tersebut didapat :
Ongkos pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400
Ongkos simpan = (55+15+60+50+10+10+30+10+45) = 285
= 285 x Rp. 1,-
= Rp. 285,-
Total ongkos = 400 + 285 = Rp. 685
c. Lot for Lot (LFL)
Teknik ini merupakan lot sizing yang mudah dan paling sederhana.
Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis) terutama
apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini
bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini
ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena itu, sering sekali digunakan untuk
item-item yang mempunyai biaya simpan sangat mahal. Apabila dilihat dari pola
kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik Lot
for Lot ini memiliki kemampuan yang baik. Di samping itu teknik ini sering
digunakan pada sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat setup
permanen pada proses produksinya.
Pemesanan dilakukan dengan mempertimbangkan ongkos penyimpanan.
Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan disetiap periode
yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanan (lot
sizing) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada
periode yang bersangkutan. Sebagai contoh berikut ini merupakan ilustrasi dari
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
46
penerapan teknik LFL dengan data kebutuhan bersih yang telah digunakan
contoh-contoh berikutnya.
Tabel 4. Contoh pemakaian teknik Lot for Lot.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Persediaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dari tabel tersebut didapat :
Ongkos pengadaan = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800
Ongkos simpan = 0
Total ongkos = 800 + 0 = Rp. 800
d. Fixed Period Requirements (FPR)
Teknik FPR ini menggunakan konsep interval pemesanan yang
konstan, sedangkan ukuran kuantitas pemesanan (lot size) bervariasi. Bila
dalam metode FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap sementara selang
waktu antar pemesanan tidak tetap, sedangkan dalam metode FPR ini selang
waktu antar pemesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan
bersih.
Ukuran kuantitas pemesanan tersebut merupakan penjumlahan
kebutuhan bersih )( tR dari setiap periode yang tercakup dalam interval
pemesanan yang telah ditetapkan. Penetapan interval penetapan dilakukan
secara sembarang. Pada teknik FPR ini, jika saat pemesanan jatuh pada periode
yang kebutuhan bersihnya sama dengan nol, maka pemesanannya dilaksanakan
pada periode berikutnya. Sebagai contoh, berikut ini merupakan pemakaian
teknik FPR dengan interval pemesanan tiga periode.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
47
Tabel 5. Contoh pemakaian teknik FPR.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas
Pemesanan Xt 90 50 115 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240
Dari tabel tersebut, diperoleh :
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan = (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,-
= Rp. 240,-
Total ongkos = 300 + 240 = Rp. 540
e. Period Order Quantity (POQ)
Teknik POQ ini pada prinsipnya sama dengan FPR. Bedanya adalah
pada teknik POQ interval pemesanan ditentukan dengan suatu perhitungan
yang didasarkan pada logika EOQ klasik yang telah dimodifikasi, sehingga
dapat digunakan pada permintaan yang berperiode diskrit.
Tentunya dapat diperoleh hasil mengenai besarnya jumlah pesanan
yang harus dilakukan dan interval periode pemesanan. Dibandingkan dengan
teknik jumlah pesanan ekonomis ini akan memberikan ongkos persediaan yang
lebih kecil dan dengan ongkos pesan yang sama. Kesulitan yang dihadapi
dalam teknik ini adalah bagaimana menentukan besarnya interval perioda
pemesanan apabila sifat kebutuhan adalah diskontinu. Jika ini terjadi,
penentuan interval periode yang bernilai nol dilewati. Interval pemesanan
ditentukan sebagai berikut :
RPh
2C
R
EOQEOI
(2.2)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
48
dimana :
EOI = interval pemesanan ekonomis dalam satu periode
C = biaya pemesanan setiap kali pesan
h = persentase biaya simpan setiap periode
P = harga atau biaya pembelian perunit
R = rata-rata permintaan per periode
Sebagai contoh, berikut ini merupakan penerapan teknik POQ dengan data pada
contoh sebelumnya.
Jumlah periode dalam 1 tahun = 12
Pemesanan per tahun = 255
Rata-rata permintaan (R) = 28,3
Q (dari teknik EOQ) = 75
Biaya pesan (C) = 100
Ongkos simpan (h) = 1
Harga perunit (P) = 50
Penyelesaian :
6,23,28
75
R
EOQEOI
Interval pemesanan yang diperbolehkan adalah 2,6 yang berarti interval
pemesanan yangn digunakan boleh 2 atau 3 periode dan frekuensi pemesanan
boleh 4 atau 5 kali pemesanan dalam satu tahun.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
49
Tabel 6. Contoh pemakaian teknik POQ.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 60 40 40 75 40 255
Persediaan 40 0 10 0 0 0 20 0 0 70
Dari tabel tersebut didapat :
Ongkos pengadaan = 5 x Rp. 100,- = Rp. 500
Ongkos simpan = (40+10+20) = 70 x Rp. 1,- = Rp. 70,-
Total ongkos = 500 + 70 = Rp. 570
f. . Least Unit Cost (LUC)
Teknik LUC ini dan ketiga teknik berikutnya mempunyai kesamaan tertentu,
yaitu ukuran kuantitas pemesanan dan interval pemesanannya bervariasi. Pada teknik
LUC ini ukuran kuantitas pemesanan ditentukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan
jalan mempertanyakan apakah ukuran lot disuatu periode sebaiknya sama dengan
ukuran bersihnya atau bagaimana kalau ditambah dengan periode-periode berikutnya.
Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per unit
ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang akan
dipilih.
Dari hasil perhitungan tabel tersebut, terlihat bahwa pada kelompok pertama,
bakal lot sebesar 90 terpilih sebagai lot yang pertama sebab menimbulkan ongkos per
unit terkecil yaitu sebesar Rp 2,22. Lot sebesar 90 ini akan mencakup kebutuhan
bersih periode ke1, 2, dan 3, sedangkan periode ke-4 dimasukkan kedalam kelompok
ke-2. Pada kelompok ke 2 ongkos perunit terkecil adalah Rp 2,8 sehingga bakal lot
sebesar 40 terpilih sebagai lot ke 2. Lot sebesar 50 ini akan mencakup kebutuhan
bersih periode ke 4, 5, dan 6. Sedangkan periode ke 7 dimasukkan kedalam kelompok
ketiga. Pada kelompok ketiga ini ongkos per unit terkecil adalah Rp 1,6 sehingga
bakal lot size sebesar 75 terpilih sebagai lot yang ke tiga yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan bersih periode ke 7, dan 8, pada kelompok keempat sebesar 40.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
50
Diketahui :
Ongkos pengadaan : Rp. 100
Ongkos simpan : Rp. 1,-/unit periode
Tabel 7 Contoh pemakaian teknik LUC.
Periode Kumulatif
Demand
Ongkos
Setup
Lama
Digudang
Ongkos
Simpan
Ongkos
Total
Ongkos
Perunit
Ket
1 20 100 0 0 100 5
1-2 60 100 1 40 140 2,3
1-3 90 100 2 100 200 2,2 Terpilih
1-4 10 100 3 130 230 2,3
4 10 100 0 0 100 10
4-5 50 100 1 40 140 2,8
4-6 50 100 2 40 140 2,8 Terpilih
4-7 105 100 3 205 305 2,9
7 55 100 0 0 100 1,8
7-8 75 100 1 20 120 1,6 Terpilih
7-9 115 100 2 100 200 1,7
9 40 100 0 0 100 2,5 Terpilih
Keterangan :
Periode penyimpanan adalah periode yang dicakup oleh bakal lot size.
Bakal LS adalah ukuran kuantitas pemesanan (lot size) yang akan dipilih yang
besarnya merupakan kumulatif kebutuhan bersih dari periode yang dicakup.
Ongkos simpan untuk lot adalah Kebutuhan bersih dikali ongkos simpan/unit dikali
lama digudang.
Ongkos total adalah ongkos setup ditambah ongkos simpan.
Ongkos per unit adalah ongkos total dibagi banyak kumulatif demand.
Secara lengkap hasil perhitungan yang ada di tabel 8. dapat ditulis atau dirangkum
dalam tabel dibawah ini.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
51
Tabel 8. Contoh pemakaian teknik LUC.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih
(Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan
Xt 90 50 75 40 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 20 0 0 160
Dari tabel tersebut didapat :
Ongkos pengadaan = 4 x Rp. 100,- = Rp. 400
Ongkos simpan = (70+30+40+20) = 160
= 160 x Rp. 1, - = Rp. 160,-
Total ongkos = 400 + 160 = Rp. 560
g. Least Total Cost (LTC)
Teknik ini didasarkan pada pemikiran bahwa jumlah ongkos pengadan dan
ongkos simpan (ongkos total) setiap ukuran kuantitas pemesanan yang ada pada suatu
horizon perencanaan dapat diminimasi jika besar ongkos-ongkos tersebut sama atau
hampir sama. Sarana untuk mencapai tujuan tersebut adalah suatu faktor tang disebut
Economic Part Periode (EPP). Pemilihan ukuran lot ditentukan dengan jalan
membandingkan ongkos part period yang ditimbulkan oleh setiap ukuran lot tersebut
dengan EPP, yang paling dekat atau sama dengan EPP dipilih sebagai ukuran lot yang
akan dilaksanakan. Part period adalah satu unit yang disimpan dalam persediaan
dalam satu periode. EPP dapat didefinisikan sebagai kuantitas suatu item persediaan
yang bila disimpan didalam persediaan selama satu periode, akan menghasilkan
ongkos pengadaan yang sama dengan ongkos simpan.
EPP dapat dihitung secara sederhana dengan memberi ongkos setiap kali pesan
(S) dengan ongkos simpan perunit (h). Sebagai contoh, tabel 10. di bawah ini adalah
contoh pemakaian teknik LTC dengan menggunakan data yang digunakan pada
contoh sebelumnya. Dengan nilai EPP adalah sebagai berikut :
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
52
1001
100
h
SEPP
Tabel 9. Contoh pemakaian teknik LTC.
Periode Demand Lama
Digudang
Ongkos Simpan
Digudang
Kumulatif
Ongkos
Simpan
Total
Unit
1 20 0 0 0
2 40 1 40 40
3 30 2 60 100 90
4 10 0 0 0
5 40 1 40 40
6 0 2 0 40 50
7 55 3 165 205
7 55 0 0 0
8 20 1 20 20
9 40 2 80 100 115
Dari tabel tersebut di atas, terlihat bahwa kelompok yang pertama bakal lot
sebesar 90 unit terpilih sebagai ukuran lot pertama sebab menimbulkan ongkos yang
sama dengan EPP yaitu sebesar 100 part period. Dengan demikian alasan yang sama
diperoleh lot yang kedua sebesar 50 unit dan 115 unit ukuran lot ketiga.
Tabel 10. Contoh perhitungan teknik LTC.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih (Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan Xt 90 50 115 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
53
Dari tabel tersebut, didapat :
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan = (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1, - = Rp. 240,-
Total ongkos = 300 + 240 = Rp. 540
h. Part Period Balancing (PPB)
Metode PPB sering juga disebut Metode Part Period Algorithm adalah
pendekatan jumlah lot untuk menentukan jumlah pemesanan berdasarkan
keseimbangan antara biaya pesan dan biaya simpan. Oleh karena itu metode ini
disebut juga Part Period Balancing (PPB) atau total biaya terkecil. Metode ini
menseleksi jumlah periode untuk mencukupi pesanan tambahan berdasarkan
akumulasi biaya simpan dan biaya pesan. Tujuannya adalah menentukan jumlah lot
untuk memenuhi periode kebutuhan.
Penentuan jumlah pesanan (lot) dilaksanakan dengan mengakumulasikan
permintaan dari periode-periode yang berdampingan kedalam suatu lot tunggal sampai
carrying cost kumulatifnya melampaui atau sama dengan setup cost. Teknik PPB ini
menggunakan dasar logika yang sama dengan teknik LTC, perhitungan kuantitas
pemesanan juga sama. Pertama mengkonversikan ongkos pesan menjadi Equivalent
Part Period (EPP), dengan rumus :
h
SEPP
(2.4)
dimana :
S = ongkos Pesan /ongkos Setup
h = ongkos Simpan per unit per periode
Sebagai contoh tabel 12 di bawah ini adalah contoh pemakaian teknik PPB
dengan menggunakan data yang digunakan pada contoh sebelumnya. Dengan nilai
EPP adalah sebagai berikut :
1001
100
h
SEPP
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
54
Tabel 11. Contoh pemakaian teknik PPB.
Periode Demand Periode
Digudang
Periode
Part Kumulatif
Total
Unit
1 20 0 0 0
2 40 1 40 40
3 30 2 60 100 90
4 10 0 0 0
5 40 1 40 40
6 0 2 0 40 50
7 55 3 165 205
7 55 0 0 0
8 20 1 20 20
9 40 2 80 100 115
Untuk menentukan period part, yaitu dengan mengkalikan kebutuhan atau
demand dengan periode digudang. Di bawah ini penerapan teknik PPB.
Tabel 12. Contoh perhitungan teknik PPB.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih
(Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan
Xt 90 50
115 255
Persediaan 70 30 0 40 0 0 60 40 0 240
Dari tabel tersebut didapat :
Ongkos pengadaan = 3 x Rp. 100,- = Rp. 300
Ongkos simpan = (70+30+40+60+40) = 240
= 240 x Rp. 1,- = Rp. 240,-
Total ongkos = 300 + 240 = Rp. 540
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
55
i. Metode Silver Meal Algoritm
Metode Silver-Meal atau sering pula disebut metode SM yang dikembangkan
oleh Edward Silver dan Harlan Meal berdasarkan pada periode biaya. Penentuan rata-
rata biaya per periode adalah jumlah periode dalam penambahan pesanan yang
meningkat. Penambahan pesanan dilakukan ketika rata-rata biaya periode pertama
meningkat. Jika pesanan datang pada awal periode pertama dan dapat mencukupi
kebutuhan hingga akhir periode T.
Teknik Silver Meal menggunakan pendekatan yang agak sama dengan PPB.
Kriteria dari teknik Silver Meal adalah bahwa lot size yang dipilih harus dapat
meminimasi ongkos total per perioda. Permintaan dengan perioda-perioda yang
berurutan diakumulasikan ke dalam suatu bakal ukuran lot (tentative lot size) sampai
jumlah carrying cost dan setup cost dari lot tersebut dibagi dengan jumlah perioda
yang terlibat meningkat. Total biaya relevan per periode adalah sebagai berikut :
T
C
T
TTRC T periodaakhir hinggasimpan biaya Total)(
T
1)R(kPhCT
1k
k
(2.5)
dimana :
C = biaya pemesanan per periode
h = persentase biaya simpan per periode
P = biaya pembelian per unit
Ph = biaya Simpan per periode
TRC(T) = total biaya relevan pada periode T
T = waktu penambahan dalam periode
Rk = rata-rata permintaan dalam periode k
Tujuannya adalah menentukan T untuk meminimumkan total biaya relevan per
periode. Berikut ini langkah-langkah dari Metode Silver-Meal.
1. Tentukan ukuran lot tentatif dimulai dari periode T. Ukuran lot tentatif = dt, net
req pada periode T. Hitung ongkos total per periodenya.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
56
2. Tambahan kebutuhan pada periode berikutnya pada lot tersebut. Kemudian hitung
ongkos total per periodenya.
3. Bandingkan ongkos total per periode sekarang dengan yang sebelumnya, jika
TRC(L) ≤ TRC(L-1) kembali ke langkah 2 dan TRC(L) > TRC(L-1) lanjutkan ke
langkah 4.
4. Ukuran lot pada periode
tL
Tt
dtT
(2.6)
5. Sekarang T = L, jika akhir dari horizon perencanaan telah dicapai, hentikan
algoritma, jika belum, kembali ke langkah 1
Tabel 13. Contoh pemakaian teknik Metode Silver-Meal.
Period
e T
Dema
nd
Tambahan Biaya
Simpan
(Ph(T-1)Rt
Biaya
Simpan
Kumulatif
TRC (T)
(C+Kol
5)
TRC(T)
/T
(Kol 6
/T)
1 1 20 50(1)(0)(20) = 0 0 100 100
2 2 40 50(1)(1)(40) = 2000 2000 2100 1050
2 1 40 50(1)(0)(40) = 0 0 100 100
3 2 30 50(1)(1)(30) = 1500 1500 1600 800
3 1 30 50(1)(0)(30) = 0 0 100 100
4 2 10 50(1)(1)(10) = 500 500 600 300
4 1 10 50(1)(0)(10) = 0 0 100 100
5 2 40 50(1)(1)(40) = 2000 2000 2100 1050
5 1 40 50(1)(0)(40) = 0 0 100 100
6 2 0 50(1)(1)(0) = 0 0 100 50
7 3 55 50(1)(2)(55) = 5500 5500 5600 1867
7 1 55 50(1)(0)(55) = 0 0 100 100
8 2 40 50(1)(1)(40) = 2000 2000 2100 1050
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
57
Tabel 14. Contoh perhitungan Metode Silver-Meal.
Periode ( t ) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Kebutuhan bersih
(Rt) 20 40 30 10 40 0 55 20 40 255
Kuantitas Pemesanan
Xt 20 40 30 10
40 55 20 40 255
Persediaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Dari tabel tersebut didapat :
Ongkos pengadaan = 8 x Rp. 100,- = Rp. 800,-
Ongkos simpan = 0
Total ongkos = 800 + 0 = Rp. 800,-
j. Algoritm Wagner Whittin (AWW)
Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model programa
dinamis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemesanan yang optimum
untuk seluruh jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimasi total ongkos
pengadaan dan ongkos simpan, pada dasarnya teknik ini menguji semua cara
pemesanan yang mungkin dalam memenuhi kebutuhan bersih setiap periode yang ada
pada horizon perencanaan sehingga senantiasa memberikan jawaban yang optimal.
Wagner-Whittin Algorithm memperoleh suatu jumlah maksimum solusi
kepada data yang meminimum masalah ukuran pesanan dinamis di atas suatu
perencanaan yang terbatas. itu memerlukan bahwa semua periode permintaan
dicukupi, yang periode waktu di dalam perencanaan b dari suatu panjangnya
pemesanan ditetapkan, dan pesanan itu ditempatkan untuk meyakinkan hasil 0 pesanan
produk pada awal suatu periode waktu. Algorithim Wagner-Whittin suatu pendekatan
programming dinamis yang mana dapat digunakan untuk menentukan biaya yang
dapat diawali yang minimum.
Metode ini menggunakan beberapa keterangan untuk menyederhanakan
perhitungan sebagai diterangkan oleh three-step prosedur berikut :
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
58
1. Memperhitungkan adalah total biaya variabel acuan untuk semua alternatif
pemesanan yang mungkin untuk sementara waktu terdiri dari N periode. Total
biaya variabel meliputi memesan dan memegang biaya-biaya. artinya cαz
untuk total biaya variabel di dalam periode c sampai e dalam penempataan
adalah suatu pesanan di dalam periode c yang mana membuat puas kebutuhan
di dalam periode sampai
e
ci)
ciQce(QhPCceZ
for 1 ≤ c ≤ e ≤ N
(2.7)
dimana :
C = biaya pesan per pesan.
h = biaya simpan.
P = biaya pembelian per unit.
kR= rata-rata permintaan perperiode.
e
ckkce 9RQ
(2.8)
2. Arti fe untuk biaya yang mungkin yang minimum i periode 1 sampai e,
memberi bahwa tingkat persediaan pada ujung periode e adalah nol. Algoritma
mulai dengan f = 0 dan mengkalkulasi f1, f2, ......... fn di dalam pesanan itu,
kemudian f e dihitung dalam urutan menaik menggunakan rumusan
)fmin(Zf 1cce for c = 1, 2, 3……….., e (2.9)
Dengan kata lain, untuk masing-masing periode semua kombinasi alternatif
pemesanan dan fe perencanaan pengganti dibandingkan, yang yang terbaik
biaya paling rendah kombinasi adalah perekam sebagai fe strategi untuk
mencukupi kebutuhan untuk periode 1 sampai e. nilai fn adalah biaya adalah
jadwal pesanan yang optimal.
Untuk menterjemahkan jumlah maksimum solusi (fn) yang diperoleh oleh
algoritma untuk memesan jumlah, menerapkan berikut :
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
59
a. 1ww fNZfn urutan terakhir terjadi pada periode w dan adalah cukup untuk
mencukupi permintaan di dalam periode w sampai N.
b. 1v1vw1w fZf pesanan sebelum urutan terakhir terjadi di dalam periode v dan
adalah cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode v sampai w-1.
c. 011w1w fZf pesanan yang pertama terjadi di dalam periode 1 dan adalah
cukup untuk mencukupi permintaan di dalam periode 1 sampai u-1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas relatif dari masing-masing teknik
ukuran lot diantaranya adalah :
1. Variabilitas permintaan, berkaitan dengan diskontinuitas dari variasi nilai
“demand-period”.
2. Ratio setup cost dan unit-cost, mempengaruhi frekuensi pemesanan.
3. Kurun perencanaan, mempengaruhi teknik ukuran dalam menyeimbangkan setup
dan carrying cost.
.
P
dtTth.C
TRC(L) periodeper totalOngkos
L
Tt
(2.10)
dimana :
C = biaya pemesanan per periode
h = persentase biaya simpan per periode
dt = kebutuhan pada periode t
T = periode awal dimana lot tentatif mulai dihitung
t = periode ke - t
L = periode terakhir yang ner req nya termasuk dalam lot tentatif
P = jumlah periode yang net req nya termasuk dalam lot tentatif
TRC = total biaya relevan pada periode P
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
60
k. Economic production quantity (EPQ)
Model EPQ dikembangkan oleh EW Taft tahun 1918. Metode ini merupakan
perpanjangan dari Economic Order Quantity Model (juga dikenal sebagai model
EOQ). Perbedaan antara kedua metode ini adalah bahwa model EPQ mengasumsikan
perusahaan akan menghasilkan jumlah sendiri atau bagian-bagian yang akan dikirim
ke perusahaan sementara mereka sedang diproduksi, sehingga perintah yang tersedia
atau diterima secara bertahap sementara produk sedang diproduksi. Sementara model
EOQ mengasumsikan kuantitas pesanan tiba lengkap dan segera setelah memesan,
yang berarti bahwa bagian-bagian yang diproduksi oleh perusahaan lain dan siap
untuk dikirim ketika pesanan ditempatkan.
Dalam beberapa literatur Ekonomi Manufaktur Quantity Model (QS)
digunakan untuk Produksi Ekonomi Kuantitas Model (EPQ). Mirip dengan model
EOQ, EPQ adalah metode penjadwalan banyak produk tunggal.
Dalam kasus tertentu, kapasitas untuk memproduksi satu bagian melebihi
penggunaan bagian atau tingkat permintaan. Selama produksi terus, persediaan akan
terus tumbuh. Dalam hal demikian, masuk akal untuk memproduksi barang-barang
seperti berkala dalam batch, atau banyak.
Asumsi dari model EPQ yang mirip dengan model EOQ, kecuali bahwa alih-
alih pesanan yang diterima dalam pengiriman tunggal, unit yang diterima secara
bertahap selama produksi. Asumsi adalah:
8. Hanya satu item yang terlibat.
9. Permintaan tahunan dikenal.
10. Tingkat penggunaan konstan.
11. Penggunaan terjadi terus menerus, tetapi produksi terjadi secara berkala.
12. Tingkat produksi adalah konstan.
13. Lead time tidak bervariasi.
14. Tidak ada diskon kuantitas.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
61
Selama tahap produksi siklus, persediaan menumpuk di tingkat sama dengan
perbedaan antara produksi dan tingkat penggunaan. Selama terjadi produksi,
persediaan akan terus membangun, ketika produksi berhenti, tingkat persediaan akan
mulai berkurang. Oleh karena itu, tingkat persediaan akan maksimal pada titik di mana
produksi berhenti. Ketika jumlah persediaan di tangan habis, produksi kembali, dan
siklus berulang.
Karena perusahaan membuat produk itu sendiri, tidak ada biaya pemesanan
seperti itu. Meskipun demikian, dengan setiap menjalankan produksi (batch), ada
biaya setup --- biaya yang dibutuhkan untuk mempersiapkan peralatan untuk
pekerjaan, seperti membersihkan, menyesuaikan, dan mengubah alat dan
perlengkapan. Biaya setup yang analog dengan memesan biaya karena mereka
independen dari (menjalankan) ukuran lot. Mereka dirawat di formula dengan cara
yang persis sama. Semakin besar ukuran lari, semakin sedikit jumlah deret dibutuhkan
dan, karenanya, semakin rendah biaya pemasangan tahunan.
(2.11)
Dimana :
p = produksi atau tingkat pengiriman
u = tingkat penggunaan
Siklus waktu (waktu antara perintah atau antara awal berjalan) untuk model
ukuran menjalankan ekonomi merupakan fungsi dari ukuran run dan penggunaan
(demand) rate:
(2.12)
Demikian pula, waktu berjalan (tahap produksi siklus) adalah fungsi dari
ukuran lari dan tingkat produksi:
(2.14)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
62
Tingkat persediaan maksimum dan rata-rata
(2.15)
Contoh: Sebuah pabrik mainan menggunakan roda karet 48.000 per tahun untuk dump
truk seri populer. Perusahaan membuat roda sendiri, yang dapat menghasilkan pada
tingkat 800 per hari. Truk-truk mainan dirakit seragam selama sepanjang
tahun. Membawa biaya adalah $ 1 per roda setahun. Biaya setup untuk menjalankan
produksi roda adalah $ 45. Perusahaan beroperasi 240 hari per tahun. Tentukan:
a. Optimal ukuran run
b. Minimum total biaya tahunan untuk membawa dan setup
c. Siklus waktu untuk ukuran jangka optimal
d. Jalankan waktu
Solusi:
D = 48.000 roda per tahun
S = $ 45
H = $ 1 per roda per tahun
p = 800 roda per hari
u = 48.000 roda per 240 hari, atau 200 roda per hari
1.
2.
3.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
63
4.
l. Resource constraint
Metode Resource Constraint digunakan untuk menentukan jumlah lot
pemesanan multiple item. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah (
quantity) dengan metode Resource Constraint adalah:
(2.16)
(2.17)
Dimana:
Q = jumlah pesanan ekonomis
D = jumlah kebutuhan selama periode tertentu
A = biaya pemesanan
H = biaya penyimpanan
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
64
c = harga item
λ = function
i = jumlah item
(Sumber : Ramoz.http://iknow.apb-group.com/metode-metode-lot-sizing-1/)
(Anonime.http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/67/jbptunikompp-gdl-s1-2006-adekaditya-3306-
bab-2.doc)
(Anonim.http://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u=http://mcu.edu.tw/~ychen/op_
mgm/notes/inventory.html&prev=/search%3Fq%3Deconomic%2Bproduction%2Bquantity%
2Bexample%26start%3D10%26sa%3DN%26biw%3D1366%26bih%3D632)
(Sumber:Anonim.http://translate.google.com/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.or
g/wiki/Economic_production_quantity&prev=/search%3Fq%3DEPQ%26biw%3D1366%26bi
h%3D580)
(sumber:Amrullah.http://azamamrullah.blogs.ukrida.ac.id/JKUNUKR/s1/TInd/2007/jkunukr-
ns-s1-2007-222003021-1222-order_quantity-chapter2.pdf)
8. Faktor-Faktor yang mempengaruhi tingkat Kesulitan Dalam MRP
Terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam MRP yaitu :
a. Struktur Produk
Pada dasarnya struktur produk yang kompleks dapat menyebabkan terjadinya
proses MRP seperti Net, Lot, Offset, dan Explode yang berulang-ulang, yang
dilakukukan satu persatu dari atas sampai kebawah berdasarkan tingkatannya
dalam suatu struktur produk tersebut. Kesulitan tersebut sering banyak ditemukan
dalam proses Lot sizing, dimana penentuan Lot Size pada tingkat yang lebih
bawah perlu membutuhkan teknik yang sangat sulit (multi level lot sizing
tecnique).
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
65
b. Lot Sizing.
Dalam suatu proses MRP, terdapat berbagai macam penentuan teknik lot sizing
yang diterapkan, sebab proses lotting ini merupakan salah satu fundamen yang
penting dalam suatu sistem rencana kebutuhan bahan. Pemakaian serta pemilihan
teknik-teknik lot sizing yang tepat sesuai dengan situasi perusahaan akan sangat
membantu dan mempengaruhi keefektifan dari rencana kebutuhan bahan sehingga
dapat memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Hingga kini telah banyak
dikembangkan oleh para ahli mengenai teknik-teknik penetapan ukuran lot.
Sampai saat ini teknik ukuran lot dapat dibagi menjadi 4 bagian besar, yaitu :
1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
2. Teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
3. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
4. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.
Dilihat dari cara pendekatan pemecahan masalah, juga terdapat dua aliran, yaitu
pendekatan level by level dan period by period. Nampak jelas dalam hal ini bahwa
teknik lot sizing masih dalam tehap perkembangan, khususnya untuk kasus multi
level
c. Lead Time
Suatu proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item yang diperlukan
dalam proses perakitan tersebut tidak tersedia dilokasi perakitan pada saat
diperlukan. Dalam proses tersebut perlu diperhitungkan masalah networknya yang
dilakukan berdasarkan lintasan kritis, saat paling awal, atau saat paling lambat,
atau suatu item dapat selesai. Persoalan yang penting dari masalah ini bukan
hanya penentuan ukuran lot size pada setiap level akan tetapi perlu
mempertimbangkan masalah lead time serta networknya yang ada.
d. Kebutuhan yang Berubah
Salah satu keunggulan MRP dibanding dengan teknik laiinya adalah mampu
merancang suatu sistem yang peka terhadap perubahan-perubhan, baik yang
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
66
datangnya dari luar maupun dari dalam perusahaan itu sendiri. Kepekaan ini
bukan tidak akan menimbulkan masalah. Adanya perubahaan kebutuhan akan
produk akhir tidak hanya mempengaruhi kebutuhan akan jumlah penentuan
jumlah kebutuhan yang diinginkan, akan tetapi juga tempo pemesanan yang ada.
e. Komponen Umum
Komponen umum yang dimaksudkan dalam hal ini adalah komponen yang
dibutuhkan oleh lebih dari satu induknya. Komponen umum tersebut dapat
menimbulkan suatu kesulitan dalam proses perencanaan kebutuhan bahan
khususnya dalam proses netting dan lot sizing. Kesulitan-kesulitan tersebut akan
semakin terasa apabila komponen umum tersebut ada pada level yang berbeda
(Sumber : Satriadi.http://satriadi04.blogspot.com/2008/06/faktor-faktor-kesulitan-dalam-
mrp.html)
9. Biaya-biaya dalam MRP:
a. Procurement (Biaya Pengadaan)
Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal-usul barang, yaitu biaya
pemesanan (ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar
(supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) bila barang diperoleh dengan
memproduksi sendiri.
b. Ordering Cost
Ordering/Setup cost. Ordering cost adalah biaya yang ditimbulkan oleh adanya
kegiatan pemesanan persediaan dalam sekali pesan, misal: formulir, supplies,
proses pemesanan dan administrasi; selama bahan/barang belum tersedia untuk
diproses lebih lanjut. Sementara setup cost adalah biaya untuk mempersiapkan
mesin atau proses produksi untuk membuat suatu pesanan atau biaya-biaya yang
dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian pada saat bahan/barang diproses. Secara
prinsip, setup cost adalah order cost pada saat bahan telah/sedang diproses. Pada
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
67
banyak kasus,setup cost sangat berkorelasi dengan setup time (setup time dapat
dieliminasi dengan inovasi mesin dan perbaikan standard bahan baku).
Ordering cost adalah biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi
pesanan, yang terdiri dari :
1. Biaya selama proses pesanan
a. Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk pemesanan
b. Penentuan besarnya kuantitas yang akan dipesan
2. Biaya pengiriman pesanan
3. Biaya penerimaan barang yang dipesan
a. Pembongkaran dan pemasukan ke gudang
b. Pemeriksaan material yang diterima
c. Mempersiapkan laporan penerimaan
d. Mencatat kedalam “Material Record Card”
4. Biaya-biaya processing pembayaran
a. Auditing dan perbandingan antara laporan penerimaan dengan pesanan yang
asli
b. Persiapan pembuatan cheque untuk pembayaran
c. Pengiriman cheque dan kemudian auditnya
c. Carrying Cost
Biaya penyimpanan (holding cost/carrying cost) merupakan biaya yang
timbul akibat disimpannya suatu item. Biaya penyimpanan terdiri atas biaya-biaya
yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan
per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin
banyak, atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk
sebagai biaya penyimpanan adalah :
1) Biaya memiliki persediaan (Biaya modal)
Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal
perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suku
bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
68
persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya
memiliki persediaan diukur sebagai persentasi nilai persediaan untuk
periode tertentu.
2) Biaya gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul
biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya
merupakan biaya sewa, sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang
sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.
3) Biaya kerusakan dan penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena
beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya
kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan
persentasenya.
4) Biaya kadaluarsa (absolence)
Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan
teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa
biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
5) Biaya asuransi
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang
diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
6) Biaya administrasi dan pemindahan
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada,
baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya
dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke dan di dalam tempat
penyimpanan, termasuk upah buruh dan peralatan handling.
Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah
kuantitatif, biaya simpan per unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang
yang disimpan (misalnya : Rp/unit/tahun).
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
69
Biaya penyimpanan berbanding lurus dengan tingkat persediaan Semakin banyak
biaya yang dikeluarkan untuk persiapan produksi, tingkat persediaan semakin
kecil dan sebaliknya. Bila biaya penyimpanan semakin besar, tingkat persediaan
semakin besar atau sebaliknya.
7) Biaya yang timbul akibat perusahaan kehabisan persediaan (stock-out
cost/shortage costs), biaya-biaya yang timbul adalah :
a) Kehilangan penjualan
b) Hilangnya pelanggan.
c) Biaya pemesanan dan ekpedisi khusus.
d) Biaya mesin-mesin yang menganggur.
e) Biaya tenaga kerja / upah.
f) Terganggunya operasonal perusahaan.
g) Target pekerjaan terhambat.
h) Meningkatnya biaya utang lancar
Biaya kehabisan persediaan / material pada kenyataannya cukup sulit diukur
khususnya yang berhubungan dengan pelanggan (external), karena menyangkut
kepuasan dan menurunnya kredibilitas perusahaan di mata pelanggan.
8) Purchasing cost
Purchasing cost adalah biaya yang di keluarkan untuk menyediakan material
untuk keperluan produksi. masing-masing perusahaan menerapkan system kerja
purchasing berdasarkan barang apa yang dihasilkan . misalanya : bagian
purchasing untuk perusahaan garment akan berbeda kerjanya dengan perusahaan
electronic atau furniture.
(sumber: http://sovi70-ovi.blogspot.com/2010/10/material-requirement-planning.html?=1)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
70
D. Konsep Capacity Requirement Planning (CRP)
1. Pengertian CRP
Ada beberapa definisi dari CRP yaitu sebagai berikut:
a. Proses penentuan jumlah tenaga kerja dan mesin yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan kegiatan produksi.
b. Suatu perincian penentuan kapasitas yang diperlukan oleh MRP oleh pemesanan
sekarang dalam proses verifikasi yang mendasari dalam membuat suatu akhir
penerimaan terhadap pengendali jadwal produksi (MPS). (Fogarty dkk, 1991)
c. CRP adalah proses untuk menentukan beban kerja tiap-tiap pusat kegiatan yang
didasarkan pada jadwal produksi.
(Sumber:MuhajirKhaeran.http://2satu0satu.wordpress.com/2011/12/03/capacity-requirement-
planning-crp/)
Perencanaan dan pengendalian sumber daya manufacturing (manufacturing
resource planning and control) merupakan suatu metode formal untuk merencanakan
dan mengendalikan sumber-sumber daya perusahaan manufaktur.
Pada dasarnya perencanaan manufacturing (manufacturing planning) mencakup
perencanaan terhadap output dan input dari operasi manufacturing yang
dikelompokkan ke dalam dua jenis perencanaan, yaitu: perencanaan prioritas (priority
planning) yang berkaitan dengan perencanaan output dan perencanaan kapasitas
(capacity planning) yang berkaitan dengan perencanaan input.
2. Tujuan CRP
Tujuan utama dari CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang
ditetapkan pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari
setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu. (Garpezs, 1998).
(Sumber:Muhajir Khaeran. http://2satu0satu.wordpress.com/2011/12/03/capacity-
requirement-planning-crp/)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
71
3. Input, Proses dan Output CRP
a. Input
1. Schedule of Planned Factory Order Releases
Merupakan salah satu output dari MRP. CRP memiliki dua sumber utama
dari load data, yaitu:
a) Scheduled receipts yang berisi data order due date, order quantity,
operations completed, operations remaining.
b) Planned order releases yang berisi data planned order releases date,
planned order receipt date, planned order quantity.
c) Sumber-sumber lain seperti: product rework, quality recalls, engineering
prototypes, excess scrap, dan lain-lain, harus diterjemahkan ke dalam
satu dari dua jenis pesanan yang digunakan oleh CRP tersebut.
2. Work Order Status
Informasi status ini diberikan untuk semua open orders yang ada dengan
operasi yang masih harus diselesaikan, work center yang terlibat dan
perkiraan waktu.
3. Routing Data
Memberikan jalur yang direncanakan untuk factory melalui proses produksi
dengan perkiraan waktu operasi. Setiap part, assembly, dan produk yang
dibuat memiliki suatu routing yang unik, terdiri dari satu atau lebih operasi.
Informasi yang diperlukan untuk CRP adalah: operations number, operation,
planned work center, possible alternate work center, standard set-up time,
standard run time per unit, tooling needed at each work center, dan lain-lain.
Routing memberikan petunjuk pada proses CRP sebagaimana layaknya BOM
memberikan petunjuk pada proses MRP.
4. Work Center Data
Data ini berkaitan dengan setiap production work center, termasuk sumber-
sumber daya, Standar-standar utilisasi dan efisiensi, serta kapasitas. Elemen-
elemem data pusat kerja adalah: identifikasi dan deskripsi, banyaknya mesin
atau stasiun kerja, banyaknya hari kerja per periode, banyaknya shifts yang
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
72
dijadwalkan per hari kerja, banyaknya jam kerja per shift, faktor utilisasi &
efisiensi.
b. Proses
1. Menghitung Kapasitas Pusat Kerja (Work Center)
Kapasitas pusat kerja ditentukan berdasarkan sumber-sumber daya mesin dan
manusia, faktor-faktor jam operasi, efisiensi, dan utilisasi. Kapasitas
pusat kerja biasanya ditentukan secara manual.
2. Menentukan Beban (Load)
Perhitungan load pada setiap pusat kerja dalam setiap periode waktu
dilakukan dengan menggunakan backward scheduling, menggunakan infinite
loading, menggandakan load untuk setiap item melalui kuantitas dari item
yang dijadwalkan dalam suatu periode waktu.
3. Menyeimbangkan Kapasitas dan Beban
Apabila tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban, salah satu
dari kapasitas atau beban harus disesuaikan kembali untuk memperoleh
jadwal yang seimbang. Apabila penyesuaian-penyesuaian rutin tidak cukup
memadai, penjadwalan ulang dari output MRP atau MPS perlu dilakukan.
c. Output
1. Laporan Beban Pusat Kerja (Work Center Load Report)
Laporan ini menunjukkan hubungan antara kapasitas dan beban. Apabila
dalam laporan ini tampak ketidakseimbangan antara kapasitas dan beban,
proses CRP secara keseluruhan mungkin perlu diulang. Work center load
profile sering ditampilkan dalam bentuk grafik batang yang sangat
bermanfaat untuk melihat hubungan antara beban yang diproyeksikan dan
kapasitas yang tersedia, sekaligus mengidentifikasi apakah terjadi kelebihan
atau kekurangan kapasitas. CRP biasanya menghasilkan Workt center load
profile untuk setiap pusat kerja yang diidentifikasi dalam pabrik.
Perbandingan antara beban dan kapasitas dapat juga ditampilkan dalam
format kolom.
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
73
2. Perbaikan Schedule of Planned Factory Order Releases
Perbaikan jadwal ini menggambar bahwa output dari MRP disesuaikan
terhadap Specific release dates untuk factory orders berdasarkan perhitungan
keterbatasan kapasitas. Perbaikan schedule of planned factory order releases
merupakan output tidak langsung (indirect output) dari proses CRP sebab
mereka adalah hasil dari human judgements yang berdasarakan pada analisis
dari output laporan beban pusat kerja (Work cente load reports). Salah satu
pilihan penyesuaian yang mungkin, di samping perubahan kapasitas, adalah
mengubah planned start dates yang dibuat melalui rencana MRP. Hal ini
mempunyai pengaruh terhadap pergeseran beban di antara periode waktu
untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik.
(Sumber: Muhajir Khaeran. http://2satu0satu.wordpress.com/2011/12/03/capacity-
requirement-planning-crp/)
4. Tindakan dalam menyimbangkan kapasitas dan beban
CRP memungkinkan kita untuk menyeimbangkan beban (load) terhadap kapasitas.
Berikut ini adalah lima tindakan dasar yang mungkin kita ambil apabila terjadi
perbedaan (ketidakseimbangan) antara kapasitas yang ada dan beban yang
dibutuhkan:
a. Meningkatkan Kapasitas (Increasing Capacity)
1. Menambah extra shifts
2. Menjadwalkan lembur (overtime) atau bekerja di akhir pekan (work
weekends)
3. Menambah peralatan dan/atau personel
4. Subkontrak satu atau lebih shop orders
b. Mengurangi Kapasitas (Reducing Capacity)
1. Menghilangkan shifts atau mengurangi panjang dari shifts
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
74
2. Reaasign personel temporarily (JIT menyarankan menggunakan waktu
ini untuk investasi dalam pendidikan tenaga kerja, atau melakukan
perawatan terhadap peralatan dan fasilitas)
c. Meningkatkan Beban (Increasing Load)
1. Mengeluarkan pesanan lebih awal (release orders early) dari yang
dijadwalkan
2. Meningkatkan ukuran lot (lot size)
3. Meningkatkan MPS
4. Membuat item yang dalam keadaan normal item itu dibeli atau
disubkontrakkan
d. Mengurangi Beban (Reducing Load)
1. Subkontrakkan pekerjaan ke pemasok luar (membeli beberapa item yang
dalam keadaan normal item itu dibuat)
2. Mengurangi ukuran lot (lot size)
3. Mengurangi MPS
4. Menahan pekerjaan dalam pengendalian produksi (mengeluarkan
pesanan lebih lambat)
5. Meningkatkan waktu tunggu penyerahan (delivery lead times)
e. Mendistribusikan Kembali Beban (Redistributing Load)
1. Menggunakan alternate work centers
2. Menggunakan alternate routings
3. Menyesuaikan tanggal mulai operasi ke depan atau ke belakang (lebih
awal atau lebih lambat)
4. Menahan beberapa pekerjaan dalam pengendalian produksi untuk
memperlambat pengeluaran pesanan manufacturing
5. Memperbaiki MPS
(Sumber: Muhajir Khaeran. http://2satu0satu.wordpress.com/2011/12/03/capacity-
requirement-planning-crp/)
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MRP (Material Requirement Planning)
Kelompok VI
75
5. Keuntungan dan kelemahan CRP
a. Keuntungan dari CRP
1. Memberikan time-phased visibility dari ketidakseimbangan kapasitas dan
beban.
2. Mengkonfirmasi bahwa fasilitas cukup, ada pada basis kumulatif sepanjang
horizon perencanaan.
3. Mempertimbangkan ukuran lot spesifik dan routings.
4. Menggunakan perkiraan lead time yang lebih tepat daripada MRP.
5. Menghilangkan erratic lead times dengan cara memberikan data untuk
memuluskan beban sepanjang pusat kerja.
b. Kelemahan dari CRP
1. Hanya dapat diterapkan terutama dalam lingkungan job shop manufacturing.
2. Membutuhkan perhitungan yang banyak sekali, sehingga harus
menggunakan computer.
3. Biasanya hanya menggunakan teknik penjadwalan backward scheduling
sehingga tidak menunjukkan dimana slack times mungkin dapat digunakan
untuk keseimbangan yang lebih baik.
4. Membutuhkan data input yang banyak.
(Sumber: Muhajir Khaeran. http://2satu0satu.wordpress.com/2011/12/03/capacity-
requirement-planning-crp/)