Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Curriculum Vitae
DR. dr. Arto Yuwono Soeroto, SpPD-KP, FCCP, FINASIME-mail: [email protected] [email protected]
Pendidikan: S1 FK Universitas Padjadjaran Sp1 FK Universitas PadjadjaranKonsultan Pulmonologi KIPDS3 FK Universitas Padjadjaran
Pekerjaan:Kepala Departemen /KSM Ilmu Penyakit Dalam FKUP/ RS Hasan SadikinKepala Divisi Respirologi & Penyakit Kritis IPD FKUP/RS Hasan SadikinKetua Tim TB RSUP Dr. Hasan Sadikin
Organisasi:Ketua PB Perhimpunan Respirologi Indonesia (PERPARI)
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) Jabar (2009-2016)Fellow American College of Chest Physcian (ACCP)Fellow of Indonesian Society of Internal MedicineEuropean Respiratory Society (ERS)
TATALAKSANA TUBERKULOSIS PADA KEADAAN KHUSUS
Arto Yuwono SoerotoDivisi Respirologi dan Penyakit Kritis
Departemen Ilmu Penyakit DalamRS Hasan Sadikin - FK Unpad
Tatalaksana TB Pada Kasus Khusus
• Prinsip dasar pengobatan TB
• TB pada Kehamilan dan Menyusui
• TB pada Penyakit Hepar
• TB pada kasus penyakit kejang
• TB pada kasus usia lanjut
• TB pada kasus psikiatri
• TB pada pengguna kontrasepsi
Tatalaksana TB Pada Kasus Khusus
• Pada umumnya menggunakan paduan OAT yang tidak standar
• Membuka peluang untuk “improvisasi” yang yang dapat membahayakan pengobatan menjadi tidak adekuat
• Bahaya pengobatan tidak adekuat penyakit memberat dan/atau terjadinya resistensi OAT
• Harus selalu mempertimbangkan prinsip dasar pemberian OAT
Prinsip Dasar Pada
Pengobatan TB
Isoniazid ( H ) 1 x 10 5-10 6 bacilli
Rifampicin ( R ) 1 x 10 7-10 8 bacilli
Streptomycin ( S ) 1 x 10 5-10 6 bacilli
Ethambutol ( E ) 1 x 10 5-10 6 bacilli
Pyrazinamide ( Z ) 1 x 10 2-10 4 bacilli
Quinolones 1 x 10 5-10 6 bacilli
Others 1 x 10 3-10 6 bacilli
Frekuensi MTB mutasi spontan menjadi resisten
terhadap OAT
terdapat >10 8 kuman TB
dalam kavitas
• 1 resistant ( R )
• 100 resistant ( H )
• 100 resistant ( S)
• 100 resistant ( E )
• 0 resistant ( R + H )
• 0 resistant ( R + H + E )
Pada kavitas TB paru kasus BARU
Z
RH
E
S S
S
cavitas = 10 8 kuman
Mekanisme terjadinya resistensi
Seleksi
Z
RH
E
S
S
S
cavitas = 10 8 kuman
mekanisme terjadinya resistensi :
seleksi
SS
SS
S
S
S
S
S
S
S S
S S
Z
RH
E
S
S
S
cavitas = 10 8 kuman
mekanisme terjadinya resistensi :
seleksi
SS
SS
S
S
S
S
S
S
S S
S S
SR
SHSE
SZ
cavitas = 10 8 kuman
S
S
SS
S
Z
RH
E
S
R
H
Z
E
cavitas = 10 8 kuman
cegah mekanisme seleksi :
terapi kombinasi
Terbunuh
semua
ISTC TB Training Modules 2009
ISTC Standard 8
1 of 2
All patients (including those with HIV infection) who have not been treated previously should receive an internationally accepted first-line treatment regimen using drugs of known bioavailability. The initial phase should consist of two months of isoniazid (INH), rifampicin (RIF), pyrazinamide (PZA), and ethambutol (EMB).
ISTC TB Training Modules 2009
ISTC Standard 8
The continuation phase should consist of isoniazid and rifampicin given for four months
The doses of antituberculosis drugs used should conform to international recommendations
2 of 2
Fixed-dose combinations (FDCs) of two (INH and RIF), three (INH, RIF, and PZA), and four (INH, RIF, PZA, and EMB) drugs are highly recommended
ISTC TB Training Modules 2009
Treatment Recommendations
1. Associated with higher rate of acquired drug resistance and must be given using directly-observed therapy. Where feasible, daily dosing is preferred. May consider daily initiation phase, then 3x week continuation phase. 3x weekly dosing not recommended if living with HIV or living in an HIV-prevalent setting.
New Patients (not previously treated)
Initial Phase
(2 months)
Continuation Phase
(4 months)
INH, RIF, PZA, EMB daily INH, RIF daily
INH, RIF, PZA, EMB1 3x/wk. INH, RIF 3x/wk
Standards for Treatment
Standard 8
All patients who have not been treated previously and do not
have other risk factors for drug resistance should receive a WHO-approved first-line treatment regimen using quality assured drugs. The initial phase should consist of two months of isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, and ethambutol. The continuation phase should consist of isoniazid and rifampicingiven for 4 months. The doses of antituberculosis drugs used should conform to WHO recommendations. Fixed-dose combination drugs may provide a more convenient form of drug administration.
ISTC 2014
WHO GUIDELINE 2017
Kehamilan dan Menyusui
• Tidak diobati jauh lebih buruk dari bahaya OAT• Tidak diobati BBLR dan TB kongenital• Segera obati jika probabilitasnya sedang-tinggi• WHO (2010) dan IUATLD : fase inisial harus mengandung
RHEZ • USA dan Canada : PZA belum secara resmi digunakan
lama pengobatan jika tidak pakai PZA menjadi 9 bulan• Belum terdapat kejelasan mengenai efek PZA pada
kehamilan, namun harus diingat faktanya bahwa PZA telah digunakan secara luas di dunia pada wanita hamil
• Piridoksin (25 -50 mg) harus selalu diberikan pada wanita hamil yang mendapat INH
Maryland TB Guidelines 2007ATS, CDC, IDSA 2003WHO 2010Canadian TB Standar 2013
Kehamilan dan Menyusui
• R,H dan E melewati plasenta namun tidak mempunyai efek teratogenik
• S menganggu pembentukan telinga dan dapat menyebabkan ketulian (17%) dari derajat ringan sampai total
• Ibu yang mendapat OAT lini pertama proses menyusui anak harus dilanjutkan karena konsentrasi di ASI sangat rendah
• Sebaliknya karena Kadar OAT di ASI sangat rendah tidak mempunyai efek terapi untuk bayi (TB aktif dan TB laten)
Penyakit Hepar
• Masalah dalam terapi TB
• Meningkatkan kemungkinan menderita DILI (drug induced liver injury)
• Dampak DILI pada individu dengan fungsi hepar yang marjinal lebih masalah
• Penyakit hepar dasar Fluktuasi indikator biokimiawi fungsi hepar Kesulitan monitoring adanya DILI
Penyakit Hepar
• Pertimbangkan paduan dengan sedikit OAT yang hepatotoksik pada penyakit hepar yang lanjut atau tidak stabil
• Pertimbangkan TB dapat menyerang hepar LFT meningkat tidak semua peningkatan LFT pada baseline adalah non TB
• TB hepar akan membaik dengan terapi OAT yang efektif
Penyakit Hepar
• Beberapa pilihan paduan OAT pada penderita dengan penyakit hepar
Paduan tanpa INH
• RZ dan E selama 6 bulan
• Didasari studi bahwa terapi tetap efektif meski INH telah resisten jika fase inisial mengandung 4 OAT dan R digunakan selama 6 bulan
• Hasil menjadi lebih baik lagi jika Z digunakan sepanjang 6 bulan
Penyakit Hepar
Paduan tanpa PZA
• Kejadian Z induced DILI lebih rendah/sedikit dibanding R atau H namun
• DILI karena Z dapat lebih berat dan berkepanjangan
• Paduan R, H dan E untuk 2 bulan dilanjutkan RH selama 7 bulan (total 9 bulan)
Penyakit Hepar
Paduan dengan hanya 1 OAT potensial hepatotoksik
• Dipilih untuk penyakit hepar lanjut
• Umumnya R tetap diberikan
• OAT lain E, FQ, sikoserin dan obat injeksi
• Lama pengobatan 12 – 18 bulan bergantung pada luas lesi dan respons
Penyakit Hepar
Paduan tanpa OAT yang potensial hepatotoksik
• Dipilih pada penderita TB dengan penyakit hepar berat dan tidak stabil
• Kemungkinan paduan S, E dan FQ dan OAT lini kedua oral lainnya
• Belum terdapat panduan utama untuk OAT yang akan diberikan dan lamanya pengobatan
• Mungkin diberikan selama 18 – 24 bulan
Penyakit Hepar
WHO (2010)Paduan dengan 2 OAT hepatotoksik • 9 RHE• 2 RHES dilanjutkan 6 RH• 6 – 9 RZEPaduan dengan 1 OAT hepatotoksik• 2 SHE dan dilanjutkan 10HEPaduan tanpa OAT hepatotoksik• 18 – 24 S,E, FQ
Pilihan Lain Paduan OAT pada dengan Penyakit Hepar
Paduan mengandung 2 obat hapatotoksik
• 2 HREFq dilanjutkan dengan 7 HRE
• Jika S terbukti sensitif 2 HRES 7 HRE
• 2 REZFq dilanjutkan dengan 4 – 7 REZ
Paduan dengan 1 obat hepatotoksik
• 2 REFqS dilanjut 10 RE
Paduan tanpa obat hepatotoksik
• 18 – 24 bulan SEFq
DILI (DRUG INDUCED LIVER INJURY)
DEFINISI• Diagnosis klinis per exclusionem• Harus dipastikan bahwa tidak terdapat kausa lain
(hepatitis virus akut dll)• Jarang dilakukan pemeriksaan histopatologis• Biasanya terjadi dalam bulan mulai diberi OAT• Rechallenge dengan obat terduga yang mengakibatkan
peningkatan ALT l > 2 kali dan penurunan kembali ALT jika obat dihentikan merupakan cara konfirmasi diagnosis terkuat
• Insidensi berkisar antara 5 – 33%
Faktor yang meningkatkan risiko DILI pada pengobatan TB
– Umur > 35 tahun
– Anak anak
– Jenis kelamin wanita
– Alkohol
– Baseline transaminase tinggi
– Status asetilator lambat
– Malnutrisi
– Hipoalbuminemi
– Resipien transplan hepar
– Paduan mengandung Rifampicin
– Koinfeksi HIV
– Hepatitis B
– Hepatitis C
Patogenesis DILI
• Mekanisme pasti serta faktor yang berpengaruh belum terungkap dengan jelas
• Dapat merupakan efek toksik obat langsung /metabolitnya atau dimediasi oleh respons imun
• Dapat mengenai hepatosit, sel epitel bilier, dan/atau vaskularisasi hepar
Patogenesis DILI
• Kebanyakan tipe DILI adalah idiosinkratik/tak teduga
• Reaksi hypersensitiviti atau metabolic ini pada umumnya tidak tergantung dosis
• Menyebabkan terjadinya injuri pada hepatoseluler dan/ atau kolestasis
Patogenesis DILI
• Pada reaksi hipersensitivitas obat/ metabolit yang imunogenik membentuk hapten/neoantigen
• Terjadi respons Antibody-dependent cytotoxic, T-cell, dan terkadang eosinophilic hypersensitivity responses
• Diproduksi tumor necrosis factor-, interleukin (IL)-12, and IFN- promote hepatocellular programmed cell death (apoptosis)
TIPE DILI
• Hepatic adaptation– Asymptomatic,
– transient elevations of ALT may reflect slight, nonprogressive injury to hepatocyte mitochondria, cell membranes, or other structures
– Such injury rarely leads to inflammation, cell death, or significant
– histopathologic changes
– Excessive persistence of an adaptive response may, in some instances, render hepatocytes more vulnerable when they are subjected to additional new insults (
TIPE DILI
Drug-induced acute hepatitis or hepatocellular injury• May be asymptomatic• A prodrome of fever and constitutional symptoms• nausea, vomiting, anorexia, and lethargy• Markedly increased transaminase concentrations
followed by jaundice imply severe liver disease with a 10% possibility of fulminant failure, a maxim known as “Hy’s Law,” after the late hepatologist and DILI expert Hyman Zimmerman.
• Coagulopathy may develop 24 to 36 hours after onset• Coagulopathy persisting beyond 4 days is a poor
prognostic sign
TIPE DILI
Nonalcoholic fatty liver disease• Constitutional symptoms, nausea, vomiting, or
abdominal pain are uncommon. • Laboratory findings in severe cases include
hypoglycemia, increased serum transaminase concentrations, prolonged coagulation times, and metabolic acidosis
• Umumnya reversibel jika obat dihentikan• Persistent steatotic injury may progress to
steatohepatitis, characterized histopathologically by hepatic inflammatory and fatty infiltration, and by a subsequently higher risk of cirrhosis
TIPE DILI
Granulomatous hepatitis
• Granulomata are common
• Nonspecific findings in liver histology
• Reaksi hipersensitivitas terhadap obat seperi alopurinol, pirazinamid , sulfonamid
• Patients may have fever, lethargy, myalgias, rash, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly with increased serum ALT concentration, and even vasculitis
TIPE DILI
Cholestasis
• Consists of asymptomatic, usually reversible, increases in serum alkaline phosphatase and bilirubin concentration,
• Caused by a failure of bilirubin transport. There is a lack of inflammation in liver tissue
TIPE DILI
Chemical cofactors for DILI• Ethanol induces cytochrome P450 2E1, which promotes
metabolism of ethanol itself, acetaminophen, and others • Ethanol metabolism acetaldehyde, which contributes to
glutathione depletion, protein conjugation, free radical generation, and lipid peroxidation.
• Chronic ethanol abuse activates hepatic collagen-producing sinusoidal (stellate) cells, potentially contributing to fibrosis
• Some medications,such as calcium channel blockers, may influence cytochrome P450 metabolism of potentially hepatoxic drugs, such as simvastatin, which may lead to DILI
TIPE DILI
Preexisting liver disease
• Abnormal baseline transaminases are an independent risk factor for DILI
• Patients with HIV and hepatitis C appear to have increased frequency of antiretroviral medication–related DILI
• The severity of DILI, when it occurs, may be greater in patients with underlying liver disease likely reflecting a summation of injuries
Rechallenge
o After ALT returns to less than two times the ULN, rifampin may be restarted with or without ethambutol.
o After 3 to 7 days, isoniazid may be reintroduced, subsequentlyrechecking ALT
o If symptoms recur or ALT increases, the last drug added should be stopped
o For those who have experienced prolonged or severe hepatotoxicity, but tolerate reintroduction with rifampin andisoniazid, rechallenge with pyrazinamide may be hazardous. In this circumstance, pyrazinamide may be permanently discontinued, with treatment extended to 9 months. Although pyrazinamide can be reintroduced in some milder cases of hepatotoxicity , the benefit of a shorter treatment course likely does not outweigh the risk of severe hepatotoxicity from pyrazinamide rechallenge.
Rechallenge regimen
• Rifampicin paling kurang menyebabkan kerusakan hepatoseluler
• Rifampicin menyebabkan gangguan kolestatik
• Hepatotoksisitas INH diperberat oleh Rifampicin
• PZA merupakan OAT yang paling hepatotoksik serta kerusakan heparnya bergantung pada dosis dan lama pemberian
Rechallenge regimen
• Paduan terapi dasar : S, E, Fq
• Hari 1 : rifampicin 450 atau 600
• Hari 3 : periksa LFT, jika normal
• Hari 4 : tambahkan INH
• Hari 7 : periksa lFT, jika normal
• Hari 8 : tambah PZA 25 mg/kg/hari
• Hari 10: periksa LFT
Kasus Usia Lanjut
• Dikhawatirkan dengan risiko hepatotoksitas
• PZA adalah OAT yang paling hepatotoksik dan usia lanjut adalah berisiko untuk mendapat DILI
• Rekomendasi Canada TB Standard 2013 dianjurkan untuk tidak menggunakan PZA pada penderita TB usia lanjut
• WHO (2010) : paduan tidak berubah
• MONITORING lebih hati – hati
TB pada pengguna kontrasepsi
• Jika tidak menggunakan Rifampicin
tidak ada kontraindikasi untuk
menggunakan kontrasepsi oral
• Jika paduan OAT menggunakan
Rifampicin maka
– Menggunakan alat kontrasepsi oral dengan
kadar estrogen lebih tinggi (50 ug)
– Gunakan alat kontrasepsi lain pilihan
terbaik adalah kondom
TB pada Penyakit Kejang
• Investigasi riwayat penyakit kejang
• Investigasi apakah kejang terkendali perlu
pemberian atau peningkatan obat anti kejang
• Perbaiki kondisi metabolik atau elektrolit yang
berpotensi kejang
• INH meningkatkan kadar fenitoin dan
karbamazepin sedangkan Rifampicin
menurunkan
• Beberapa obat TB RO dapat menyebabkan
kejang (sikloserin, INH dan FQ)
TB pada penyakit Psikiatrik
• Psikosis dan depresi dapat terjadi pada
pengobatan TB (terutama TB RO)
• Sekunder akibat obatTB RO (sikloserin,
FQ, INH, Ethionamide/PTO)
• Kondisi psikososial stres, hipotiroid,
NAPZA, alkohol
TB pada penyakit Psikiatrik
• Sikloserin dapat menyebabkan psikosis
dan depresi berat potensi bunuh diri
• Bukan kontraindikasi mutlak pada
penderita psikiatrik perlu monitoring
ketat
• Jika perlu dosis diturunkan (sikloserin/
ethionamid)
• Antidepresan kerjasama dengan SpKJ
TB pada transplan organ solid
• Risiko meningkat 20 – 47 kali dibanding populasi umum
dan mortalitas meningkat
• Kemungkinan penyebab
– Reaktivasi LTBI (tersering)
– Relaps TB yang pernah diobati
– Reaktivasi “Donor- derived”
– Transmisi TB
– Pasen dengan TB aktif yang membutuhkan transpalntasi segera
(mis DILI)
• Hati hati dengan penggunaan Rifampicin karena akan
berpengaruh pada kadar imunosupresan monitor
kadar obat
RINGKASAN
• Terapi TB dapat diberikan pada kasus dengan penyakit penyerta/ dasar
• Terapi TB pada kasus khusus pada umumnya menggunakan paduan yang tidak standar
• Selain memperhatikan toksisitas, hal penting lain yang harus diperhatikan adalah prinsip dasar dalam pengobatan TB yang benar dan adekuat
• Terapi yang tidak adekuat dapat mengakibatkan perburukan penyakit dan timbulnya resistensi
TERIMA KASIH
• Prinsip dasar pengobatan TB : Fase intensif dalam pengobatan TB sekurangnya harus menggunakan
a) 2 obat anti TB
b) 3 obat anti TB
c) 4 obat anti TB
d) 5 obat anti TB
e) Tergantung pada situasi dan kondisi pasen
• Obat anti TB yang tidak boleh diberikan pada ibu hamil
a) Rifampicin
b) Isoniazid
c) Etambutol
d) Pirazinamid
e) Streptomisin
• Obat anti TB yang tidak boleh diberikan pada ibu menyusui
a) Rifampicin
b) Isoniazid
c) Etambutol
d) Streptomisin
e) Semua boleh digunakan pada ibu menyusui
• Seorang pria 45 tahun terdiagnosis sebagai TB paru terkonfirmasi baktriologis. Pria tersebut juga menderita hepatitis B kronik. Maka paduan OAT yang dianjurkan adalah antara lain
a) 2 HREFq dilanjutkan dengan 7 HRE
b) Jika S terbukti sensitif 2 HRES 7 HRE
c) 2 REZFq dilanjutkan dengan 4 – 7 REZ
d) 2 REFqS dilanjut 10 RE
e) Semua paduan diatas boleh diberikan
• Seorang wanita 45 tahun terdiagnosis TB paru terkonfirmasi bakteriologis (BTA +). Wanita tersebut mendapat paduan OAT 2RHEZ 4 RH. 20 hari setelah terapi timbul keluhan mual munta dan mata kuning dengan SGPT 200. langkah yang akan anda lakukan?
a) Stop semua OAT sampai LFT normal lalu dimulai dilakukan rechallenge
b) Semua semua OAT sampai LFT < 2 kali upper limit normal lalu lakukan rechallenge
c) Stop semua OAT ganti dengan OAT yang tidak hepatotoksik
d) Lanjutkan OAT,berikan ondansetron dan hepatoprotektor lalu evaulasi LFT 1 minggu
e) Semua pilihan diatas dapat dilakukan