Tata Laksana Disfagia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kedokteran

Citation preview

Tata Laksana DisfagiaTujuan dari tatalaksana disfagia adalah mengurangi aspirasi, meningkatkan kemampuan pasien untuk mengunyah dan menelan dan mengoptimalkan status nutrisi pasien.Penatalaksanaan disfagia tergantung pada masing-masing diagnosis penyakit penyebab keluhan disfagia tersebut, karena disfagia hanya suatu gejala yang dikeluhkan dari salah satu manifestasi klinis dari suatu penyakit (underlying disease).

A. Disfagia OrofaringealPilihan tatalaksana untuk disfagia orofaringeal sedikit terbatas, karena gangguan neuromuscular dan neurological yang mendasari jarang dapat ditatalaksana dengan terapi farmakologi maupun tindakan pembedahan, kecuali pada Penyakit Parkinson dan myasthenia. Mengidentifikasi faktor risiko terjadinya aspirasi merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan untuk menentukan jenis tata laksana yang dipilih.

1. Terapi nutrisi dan makanan.Perubahan diet, yaitu dengan memberikan makanan yang lebih lembut. Selama masih memungkinkan, pemberian makanan oral sangat dianjurkan. Pasien harus selalu dimonitor untuk mendapatkan cairan dan nutrisi yang cukup untuk mencegah malnutrisi dan dehidrasi. Apabila makanan tidak dapat diberikan secara oral dapat digunakan bantuan dengan pemasangan dari NGT.2. Terapi PembedahanTerapi pembedahan biasanya bertujuan untuk mengurangi disfagia akibat spastik contohnya pada cricopharyngeal myotomy, dengan tingkat keberhasilan sekitar 60%.3. Terapi RehabilitatifTujuannya adalah untuk keamanan dari proses menelan (misalnya mencegah aspirasi) dan efektivitas (misalnya meningkatkan kecepatan menelan dan mengurangi residu makanan di rongga mulut dan faring).

Compensatory Treatment ProceduresTeknik terapi ini dirancang untuk melancarkan aliran bolus melewati rongga mulut dan faring. Terdiri atas : postur (chin tuck, head back, head rotation) peningkatan input sensoris (bolus dengan rasa berbeda, suhu dan tekstur yang berbeda) modifikasi volume bolus dan kecepatan makan (volume kecil dan kecepatan yang perlahan) modifikasi viskositas/tekstur makanan ( konsistensi cair atau lunak) intraoral prosthetics (Palatal lift, obturator dan augmentation)1,2

Prosedur Terapi LangsungProsedur Terapi Langsung dirancang untuk mengubah fisiologi menelan dengan cara mengubah komponen spesifik dari fase oral maupun faringeal. Antara lain dengan latihan untuk memperbaiki kekuatan, gerakan, kemampuan kontrol otot-otot menelan, dan memperbaiki integrasi sensori-motor. . Latihan gerak, resistensi, dan kontrolLatihan gerak memperbaiki gerakan rahang, bibir, lidah dan dasar lidah, konstriktor faringeal, laring, dan hyoid. Latihan ini berguna terutama memperbaiki oropharyngeal swallow efficiency (OPSE) untuk pasien dengan pengobatan kanker rongga mulut, pasien Parkinson, multipel sklerosis, dan amyotrophic lateral sclerosis. Latihan kekuatan melibatkan teknik resistensi aktif dan targetnya biasanya adalah otot-otot lidah, bibir, rahang, dan suprahyoid. Kekuatan lidah biasa berkurang pada orang lanjut usia, pasien stroke, traumatic brain injury (TBI), amyotrophic lateral sclerosis (ALS), Parkinson, dan kanker rongga mulut yang diradioterapi. Latihan kontrol lidah memperbaiki kontrol bolus pada saat mengunyah. Latihan Shaker adalah latihan untuk memperbaiki pembukaan upper esophageal sphincter (UES) saat menelan. Prosedur Integrasi Sensori-motorStimulasi termal-taktil digunakan sebagai mekanisme inisiasi untuk menstimulasi susunan saraf pusat. Dilakukan pijatan pada arkus faucial anterior dengan kaca laring 00 yang dingin dan pasien diperintahkan untuk menelan. Jika dikombinasikan dengan rangsangan asam dapat mengurangi waktu laten dari proses menelan. ManuverManuver dirancang untuk mengubah fisiologi menelan, khususnya fase faringeal dengan menjadikan fase faringeal dibawah kontrol volunter. A. Supraglotis swallow dirancang untuk meningkatkan penutupan jalan nafas sebelum dan selama menelan pada level glottis. Pasien diinstruksikan untuk menahan nafas, menelan, dan batuk.B. Super supraglotis swallow untuk meningkatkan penutupan jalan nafas sebelum dan selama menelan pada level laringeal vestibulum dan glottis. Pasien diinstruksikan untuk menahan nafas dalam agar arytenoid sampai ke dasar epiglotis sehingga laringeal vestibulum tertutup, menelan lalu batuk. C. The effortful swallow dirancang untuk meningkatkan gerakan dasar lidah posterior selama menelan dan memperbaiki bersihan bolus yang melewati dasar lidah. Manuver ini berguna pada pasien dengan penurunan gerak dasar lidah posterior, residu pada dasar lidah, valekula, dan dinding faringeal atas. Pasien diinstruksikan menghancurkan makanan dengan lidah dan otot tenggorokan selama menelan yang akan meningkatkan pembersihan bolus melewati dasar lidah dan melalui faring atas. Manuver ini sering dikombinasikan dengan postur chin tuck.D. The Mendelsohn maneuver dirancang untuk meningkatkan perpanjangan elevasi laring dan gerakan anterior selama menelan, dengan demikian meningkatkan luas dan durasi pembukaan cricofaringeal selama menelan. Manuver ini juga dapat meningkatkan koordinasi faringeal selama fase faringeal. Pasien diinstruksikan menelan seperti biasa dan saat setengah menelan (saat laring terangkat) tahan selama 2 detik kemudian relaksasi.E. The tongue-hold maneuver (Masako manuver) dirancang untuk meningkatkan gerakan anterior dinding faring posterior. Gerakan dinding faring posterior lebih besar sehingga terdapat kontak dengan dasar lidah selama menelan. Teknik ini digunakan pada pasien dengan penurunan kontak dasar lidah dengan dinding faring dan penurunan pembersihan bolus melewati dasar lidah.

B. Disfagia EsofagealPilihan tatalaksana pada disfagia esophageal

Tabel 1. Pilihan Tatalaksana pada Disfagia Esofageal(World Gastroenterology, 2007)Daftar Pustaka1. Lazarus, Cathy L. Management of Dysphagia, Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006: Philadelphia.2. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of patients with stroke: identification and management of dysphagia, a National clinical guideline. June 2010.3. World Gastroenterology Organisation. World Gastroenterology Organisation Practice Guideline : Dysphagia. 2007.p9-11.