Upload
adeiraputra
View
112
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB XII
T A Q W A
Artinya: “..., bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya
dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam”1 QS. Ali Imran (3): 102
A. PENGERTIAN
Ditinjau dari bahasa Al-Quran. Kata ‘taqwa’ dari akar kata “waqa” yang
mempunyai banyak arti. Arti yang paling pokok dari semua arti itu adalah
memelihara sesuatu, sehingga Taqwa itu bisa dikatakan Pemeliharaan. Dalam
bahasa Agama, kata taqwa sering dikaitkan dengan kata Allah, sehingga kalau
kita berkata. Bertaqwalah kepada Allah SWT. Itu berarti : “Peliharalah dirimu dari
Allah SWT”. Apa yang dimaksud dengan memelihara diri dari Allah SWT ?.
Para Mufasir berkata bahwa sebenarnya dalam kata “waqa” ada satu
kata yang tersirat yaitu siksa Allah SWT, dengan demikian kata taqwa berarti
“Peliharalah dirimu dari siksa Allah SWT”.2
Secara umum definisi taqwa dapat disimpulkan yaitu : Melaksanakan
segala perintah Allah SWT dan menjauhkan segala larangan-Nya, dengan
memperhatikan hukum alam dan hukum syariat.
B. RUANG LINGKUP TAQWA
Menurut para Mufasirin, ruang lingkup taqwa sangat luas, mencakup
unsur-unsur keimanan (Aqidah), keislaman (Syariat) dan Ihsan (Akhlaq) 3.
Kata Taqwa berkaitan dengan keimanan yang merupakan wasiat Allah
SWT yang paling utama untuk orang-orang terdahulu dan yang datang
kemudian, perhatikan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa Ayat 131. 4
Al-Quran menceritakan bahwa para Rasul mengajarkan kaumnya untuk
bertaqwa sebagaimana terdapat dalam Surat Asy-Syu’ara, diantaranya Nabi Nuh
a.s, Nabi Luth a.s, dan Nabi Syu’aib alaihissalam bersabda kepada masing-
masing kaum mereka : “Bertaqwa kepada Allah dan taatlah kepadaku”.5Q.S. Asy-
Syu’ara (26) : 105-191.
Adapun taqwa yang berkaitan deengan keislaman dan Ihsan atau hukum-
hukum syariat, seluruhnya untuk mengantarkan individu muslim untuk bertaqwa.
Al-Quran tidak saja memerintahkan seseorang untuk bertaqwa, tetapi
juga mencurahkan tenaga dan usaha untuk bertaqwa kepada Allah SWT dalam
batas kemampuan dan kesanggupan sebagaimana Firman Allah SWT dalam
Q.S. At-Taghaabun (64) : 16. 6
Ayat ini menurut para musafirin menjadi penjelas bahwa bertaqwa kepada
Allah SWT dengan sebenarnya dituntut dalam kadar kemampuan setiap muslim.
Allah SWT tidak menuntut sesuatu di luar kemampuan manusia. Dalam Hadits
Mutawatir : “Rasulullah SAW bersabda, Jika Aku memerintahkan sesuatu kepada
kalian, maka lakukanlah semampu kalian”. 7 (H.R. Muttafaq’alaih).
C. TAQWA DAN APLIKASINYA DENGAN KEHIDUPAN
1. Hubungan dengan Allah SWT
Seseorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah orang yang
menghambatkan dirinya kepada Allah SWT dan selalu menjaga
hubungan dengan-Nya setiap saat. Memelihara hubungan dengan Allah
SWT terus menerus akan menjadi kendali dirinya dapat menghindar dari
kejahatan dan kemungkaran dan membuatnya konsisten terhadap
aturan–aturan Allah SWT karena itu inti ketaqwaan adalah melaksanakan
perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya.
Memelihara hubungan dengan Allah SWT di mulai dengan
melaksanakan tugas perhambaan dengan melaksanakan ibadah secara
sungguh – sungguh (khusyuk) dan ikhlas.
Memelihara hubungan dengan Allah SWT di lakukan juga dengan
menjauhi perbuatan yang di larang Allah SWT, yaitu perbuatan dosa dan
kemungkaran. Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT
pada dasarnya adalah bentuk – bentuk perilaku yang lahir dari
pengendalian dari atau mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam
dirinya.
2
Hubungan seseorang dengan Allah SWT di lakukan secara terus
menerus dengan selalu meningkat (zikir) kepada Allah SWT, sehingga
akan di rasakan begitu berat. Apabila ini telah terjadi wujud Allah SWT
akan dirasakan hadir setiap saat sehingga tidak ada kesempatan untuk
tidak melaksanakan perintah atau melanggar larangan-Nya. Islam
menyeru manusia agar menghambakan dirinya kepada Allah SWT,
menyandarkan diri kepada-Nya, meminta bantuan dan pertolongan diri-
Nya dan mencari ridho serta cinta-Nya. Sebab Allah SWT adalah sumber
segala kebenaran, kemuliaan, kesucian, ketenangan, keharmonisan dan
keselamatan. Segala aktivitas hidup manusia yang ditujukan kepada Allah
SWT akan memperoleh kebahagiaan dan keselamatan.
Selain ibadah formal, segala amal perbuatan baik yang di
kerjakan dengan berlandaskan iman di nilai sebagai ibadah. Dengan
demikian, setiap manusia yang menghambakan dirinya kepada Allah
SWT dan berbuat sebanyak - banyaknya kebajikan di dalam segala aspek
hidupnya.
Dengan demikian instrumen ketaqwaan yang paling utama
adalah iman yang di wujudkan melalui kecenderungan untuk
menghambakan diri kepada Allah semata dan menyelaraskan kiprah
hidup secara konsisten kepada Islam. Yakni dengan berpegang teguh
dan berpedoman secara utuh dan menyeluruh kepada Al-Qur’an dan
sunnah Nabi-Nya
2. Hubungan dengan Diri Sendiri
Dalam hubungannya dengan diri sendiri ketaqwaan ditandai
dengan ciri-ciri antara lain:
a. Sabar, yaitu sikap diri menerima apa saja yang datang kepada
dirinya, baik perintah, larangan, maupun musibah yang menimpanya.
Sabar terhadap perintah dengan ikhlas. Dalam melaksanakan
perintah terdapat upaya untuk mengendalikan diri agarperintah itu
dapat dilaksanakan dengan baik. Disini di perlukan kesabaran yang
lahir dari dalam diri sebagai ungkapan penerimaan dirinya terhadap
perintah yang datang kepadanya. Demikian pula sabar terhadap
larangan Allah harus ada upaya mengendalikan diri agar larangan
tersebut dapat di hindari.
3
b. Tawakal, yaitu menyerahkan keputusan segala sesuatu, ikhtiar dan
usaha kepada Allah. Tawakal bukanlah menyerah, tetapi sebaliknya
usaha maksimal hasilnya diserahkan seluruhnya kepada Allah yang
menentukan.
c. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas apa saja yang di berikan
Allah atau sesama manusia. Bersyukur kepada Allah adalah sikap
berterima kasih terhadap apa yang telah di berikan Allah, baik dengan
ucapan maupun perbuatan. Bersyukur dengan perbuatan adalah
menggunakan nikmat yang di berikan Allah sesuai dengan
keharusannya.
d. Berani, yaitu sikap diri yang mampu menghadapi resiko sebagai
konsekuensi dari komitmen dirinya terhadp kebenaran. Jadi berani
berkaitan dengan nilai- nilai kebenaran. Kebenaran lahir dari
hubungan seseorang dengan dirinya terutama berkaitan dengan
pengendalian dan sift- sifat buruk yang datang dari dorongan haw
nafsunya, sebagaiman di sabdakan Rasulullah dalam H. R. Muslim,
yang artinya:
“ bukanlah orang yang gagah berani itu lantaran dia cepat
melompati musuhnya di dalam pertempuran,tetepi orang yang
berani ialah orang yang bisa menahan dirinya dari kemarahan ” 8
3. Hubungan dengan Sesama Manusia.
Hubungan dengan Allah menjadi dasar bagi hubungan sesama
manusia. Orang yang bertaqwa dapat di lihat peranannya di tengah-
tengah masyarakat. Sikap taqwa tercermin dalam bentuk kesediaan
untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan keberpihakan
pada kebenaran dan keadilan. Karena itu, orang yang taqwa akan
menjadi motor penggerak gotong -royong dan kerja sama dalam segala
bentuk kebaikan dan kebajikan.
Allah menjabarkan ciri- ciri orang yang bertaqwa dengan ciri
perilaku yang berimbang antara pengabdian formal kepada Allah
dengan hubungan sesama manusia. Firmannya dalam Al-Qur’an :
Q.S. Al-Baqoroh (2): 177, yang artinya :
“ Bukanlah kebajikan itu (di dalam urusan) kamu memalingkan muka
kamu ke pihak timur dan barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan)
orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan malaikat-malaikat,
4
kitab-kitab dan nabi-nabi di mendermakan harta yang sedang ia cintai itu
kepada keluarga dekat dan anak-anak yatim dan orang-orang miskin
dan orang-orang yang terputus di perjalanan dan orang yang meminta,
dan di dalam (urusan) menembus hamba-hamba, dan mendirikan
shalat, dan mengeluarkan zakat menyempurnakan janji apabila berjanji
dan sabar di waktu kepayahan dan kesusahan dan di waktu perang.
Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang
bertaqwa.”
Pada ayat diatas Allah SWT, menerangkan bahwa di antara ciri-
ciri orang bertaqwa itu ialah orang-orang yang beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat-malaikat dan kitab-kitab Allah. Aspek-aspek
tersebut merupakan dasar keyakinan yang di miliki orang yang bertaqwa
dan dasar hubungan dengan Allah dalam bentuk ubudiah. Selanjutnya
Allah menggambarkan hubungan kemanusiaan, yaitu mengeluarkan
harta dan orang-orang yang menepati janji. Dalam ayat itu Allah
menggambarkan dengan jelas dan indah, bukan saja karena aspek
tenggang rasa terhadap sesama manusia dijelaskan secara terurai,
yaitu siapa saja yang mesti di beri tenggang rasa, tetapi juga
mengeluarkan harta diposisikan di antara aspek keimanan dan shalat.
Setelah aspek shalat, diuraikan mengenai aspek tenggang rasa
dalam bentuk mengeluarkan zakat dan menepati janji. Dalam zakat
terkandung perhatian, kepedulian dan tenggang rasa. Betapa indahnya
Al-Qur’an melukiskan karakterestik orang-orang bertaqwa.
Demikian pula Allah SWT menunjukkan bahwa kepedulian
orang-orang yang bertaqwa terhadap saudaranya sesama manusia itu
tidak mengenal situasi dan kondisi, kesediaan untuk membantu
saudaranya akan selalu di wujudkan baik dalam keadaan senang
ataupun susah, bahkan dalam keadaan amarah dan teraniaya
sekalipun. Pada Al-Qur’an, Q.S. Ali imran (3) Ayat 314 :
“ Yaitu orang-orang yang menderma di waktu senang dan susah, dan
menahan marah, dan memaafkan manusia dan Allah mengasihi mereka
yang berbuat kebajikan.”
Firman-firman Allah di atas mengajarkan bahwa substansi ibadah
kepada Allah SWT, bukanlah pemenuhan ibadah formal keopada Allah
SWT semata, tetapi juga pengabdian terhadap sesama umat manusia,
5
yang di wujudkan dalam bentuk tolong menolong, memaafkan orang
lain, menepati janji, kepedulian dan menegakkan keadilan.
1. Hubungan dengan Lingkungan Hidup
Taqwa ditampilkan pula dalam bentuk hubungan seseorang dengan
lingkungan hidupnya. Manusia yang bertaqwa adalah manusia yang
memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam, sebagai subjek yang
bertanggung jawab mengelola dan memelihara alam lingkungannya.
Sebagai pengelola ia akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan
hidupnya di dunia tanpa merusak dan membinasakannya. Alam dengan
segala potensi yang ada di dalamnya di ciptakan Allah untuk di olah dan
di manfaatkan untuk barang jadi yang berguna bagi manusia.
Alam yang penuh dengan sumber daya ini mengharuskan manusia
untuk bekerja keras menggunakan tenaga dan pikirannya sehingga dapat
menghasilkan barang yang bermanfaat bagi manusia.
Di samping itu, manisia bertindak pula sebagi penjaga dan
pemelihara lingkungan alam. Menjaga lingkungan adalah memberikan
perhatian dan kepedulian kepada lingkungan hidup dengan saling
memberikan manfaat. Manusia memanfaatkan lingkungan untuk
kesejahteraan hidupnya, tanpa merugikan lingkungan itu sendiri.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menyikapi
lingkungan dengan sebaik-baiknya. Ia dapat mengelola lingkungan
sehingga menghasilkan manfaat bagi manusia dan sekaligus
memeliharanya agar tidak habis atau musnah.
Fenomena kerusakan lingkungan sekarang ini menunjukkan bahwa
manusia jauh dari ketaqwaan. Mereka mengekspolitasi alam tanpa
memperdulikan apa yang akan terjadi pada lingkungan itu di masa depan
sehingga malapetaka membayangi kehidupan manusia. Hutan yang di
babat habis melahirkan bencana banjir dan erosi tanah dan kebakaran
hutan yang merugikan manusia. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, Q.S.
Ar-Rumm (30): 41, yang artinya :
“ Telah tampak kerusakan di darat dan laut di sebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebagai dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).”
6
Bagi orang yang bertaqwa lingkungan alam adalah nikamt Allah
yang harus disyukuri dengan cara memanfaatkannya sesuai dengan
keharusannya dan memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Disamping
nikmat Allah, alam ini juga memelihara dengan sebaik-baiknya.
Disamping nikmat Allah, alam ini juga adalah amanat yang harus di
pelihara dan di rawatnya dengan baik.
Mensyukuri nikmat Allah dengan cara yang demikian itu akan
menambah kadar dan kualitas nikmat yang akan di berikan Allah kepada
manusia. Tambahan nikmat itu dalam bentuk nilai tambah bagi manfaat
dari lingkungan alam. Sebaliknya orang yang tidak bersyukur terhadap
nikmat Allah diberi azab yang menyedihkan. Azab Allah dalam kaitan ini
adalah bencana alam akibat eksploitasi yang tanpa batas karena
kerusakan manusia. Inilah yang diisyaratkan Allah dalam, Q.S. Ibrahim
(14) : 7, yang artinya :
“ Kalau kalian bersyukur, tentu aku akan tambah (nikmat)
untukmu, tetapi apabila kamu kufur (terhadap nikmat itu)
sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat berat.”
Demikianlah ketaqwaan suatu masyarakat dapat membawa
dampak yang besar lagi kebaikan masyarakat itu, sebaliknya kehancuran
masyarakat akan datang bila ketaqwaan telah menghilang di tengah-
tengah masyarakat. Karena itu sangat tepat tindakan bangsa kita yang
meletakkan taqwa sebagai salah satu tujuan dari pendidikan nasional.
D. FADHILAH (KEUNTUNGAN) BAGI ORANG YANG BERTAQWA
Siapa yang merenungkan Al-Qur’an akan menemukan bahwa Al-Qur’an
menggabungkan antara keuntungan-keuntungan atau kebaikan-kebaikan
orang bertaqwa di dunia dan di akherat. Di antara fadhilah ketaqwaan itu
adalah sebagai berikut :
1. Keluar dari kesempitan hidup dan mendapatkan rezeki. Q.S. Ath-Tholaq
(65) : 2-3
2. Dimudahkannya segala urusannya. Q.S. Ath-Tholaq (65) : 4
3. Dijaga dari segala tipu daya musuh. Q.S. Ali Imran (3) : 120
4. Mendapatkan kebersamaan dan pertolongan dari Allah SWT. Q.S. Al-
Baqoroh (2) : 194
5. Mendapatkan cinta Allah SWT. Q.S. At-Taubah (9) : 4
6. Mendapatkan wilayah (kewalian) Allah SWT. Q.S. Yunus (10) : 62-63
7
7. Mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT. Q.S. Al-Hujarat (49) : 13
8. Mendapatkan petunjuk daei Al-Qur’an. Q.S. Al-Baqoroh (2) : 2
9. Diterima amalnya. Q.S. Al-Maidah (5) : 27
10. Mendapatkan surga. Q.S. Ali Imran (3) : 133
11. Selamat dari azab akherat. Q.S. Az-Zumar (39) : 61
Allah SWT telah menjanjikan kemuliaan di sisi-Nya hanya dengan taqwa,
bukan oleh sebab keturunan, bukan harta kekayaan dan bukan sebab-sebab
lain. Dengan taqwa itulah, Allah dengan Rasul-Nya telah menjanjikan
kebaikan dan kebahagiaan, derajat dan kebaikan, kesempurnaan dan
kemenangan, di dunia dan di akherat. Firman Allah dalam Al-Qur’an :
Q.S. Al-Hujarat (49) : 13, yang artinya :
“ Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.”
DAFTAR KUTIPAN 1Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Al-Qur’an wa Tarjamatu
ma’aniyatu ila Lughati al-Indunisiya, ( Medinah Munawwarah: khadim al-
Haramain asy-Syarifain, Tahun 1411 H ), h.92
2Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, ( Jakarta: UI
Press,2002 ), Jilid 1, Edisi ke-2, Cet., I, h. 39, 53
3Barmawie Umary, Materia Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1991 ), Cet. Ke-
10, h. 4-5
4Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Al-Qur’an wa Tarjamatu
ma’aniyatu ila Lughati al-Indunisiya, Op. Cit., h. 144
5Ibid., h. 581-587
6Ibid., h. 942
7Imam Bukhari, Shahih Bukhari, terjemahan Zainuddin Hamidi dkk,
(Jakarta, Widjaya, 1992 ), Jilid IV, Cet., ke-13, h. 142-143
8Ibid., Jilid III, h. 152-155
8