18
Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.) Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711 - Telp. 0298-321212 ext 354 email: [email protected], website: ejournal.uksw.edu/agric Terakreditasi Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi berdasarkan SK No 21/E/KPT/2018 Diterima: 13 Juni 2019, disetujui 22 Juli 2019 TANTANGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DALAM MASYARAKAT SUBSISTEN: ANALISIS KEBIJAKAN REVOLUSI PERTANIAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA (SBD), NTT CHALLENGES TO THE AGRICULTURAL DEVELOPMENT POLICY WITHIN A SUBSISTENCE SOCIETY : AN ANALYSIS OF THE “REVOLUTIONARY AGRICULTURAL POLICY” IN SOUTH WESTERN SUMBA Damar Waskitojati 1*) , Daniel Kameo 1 , Pamerdi G. Wiloso 1 ABSTRACT Employing a qualitative approach, this study attempts a critical investigation into the Kebijakan Revolusi Pertanian, ie. The Revolutionary Agricultural Policy, as it was developed by the Regional Government of South-western Sumba. During the years 2014-2019 it aimed to raise the agricultural economy, and thereby overcome the problem of poverty. The data for this research was procured through personal observation and deep interviews with sources such as key informants within the regional environment. These were reinforced with a number of planning documents and executive programs which comprise a secondary resource. The analysis of the Policy is done taking into account the relevant political, economic, technological and social aspects (PETS analysis), as well the innovations occurring during the course of this Policy. This study will demonstrate that the Policy has been, at least till now, incapable of having a significant impact on the agricultural economy, or the efforts to overcome poverty. The causes of this failure is the antagonism between the characteristics of the subsistence society found there and the weak institutional application of the policies employed. Keywords : policy analysis, PETS analysis, agricultural revolutionary, subsistence agricultural 158 1) Fakultas Interdisiplin Universitas Kristen Satya Wacana *E-mail : [email protected]

Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya WacanaJl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711 - Telp. 0298-321212 ext 354

email: [email protected], website: ejournal.uksw.edu/agric

Terakreditasi Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan T inggi berdasarkan SK No 21/E/KPT/2018

Diterima: 13 Juni 2019, disetujui 22 Juli 2019

TANTANGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DALAMMASYARAKAT SUBSISTEN: ANALISIS KEBIJAKAN REVOLUSI PERTANIAN

KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA (SBD), NTT

CHALLENGES TO THE AGRICULTURAL DEVELOPMENT POLICY WITHIN ASUBSISTENCE SOCIETY : AN ANALYSIS OF THE “REVOLUTIONARY

AGRICULTURAL POLICY” IN SOUTH WESTERN SUMBA

Damar Waskitojati1*), Daniel Kameo1, Pamerdi G. Wiloso1

ABSTRACT

Employing a qualitative approach, this study attempts a critical investigation into the KebijakanRevolusi Pertanian, ie. The Revolutionary Agricultural Policy, as it was developed by theRegional Government of South-western Sumba. During the years 2014-2019 it aimed to raisethe agricultural economy, and thereby overcome the problem of poverty. The data for thisresearch was procured through personal observation and deep interviews with sources such askey informants within the regional environment. These were reinforced with a number ofplanning documents and executive programs which comprise a secondary resource. The analysisof the Policy is done taking into account the relevant political, economic, technological andsocial aspects (PETS analysis), as well the innovations occurring during the course ofthis Policy. This study will demonstrate that the Policy has been, at least till now, incapable ofhaving a significant impact on the agricultural economy, or the efforts to overcome poverty. Thecauses of this failure is the antagonism between the characteristics of the subsistence societyfound there and the weak institutional application of the policies employed.

Keywords : policy analysis, PETS analysis, agricultural revolutionary, subsistence agricultural

158

1)Fakultas Interdisiplin Universitas Kristen Satya Wacana*E-mail : [email protected]

Page 2: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

ABSTRAK

Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini hendak mengkaji secara kritis Kebijakan RevolusiPertanian yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya pada tahun 2014 –2019 untuk meningkatkan perekonomian petani dan sekaligus mengatasi problem kemiskinan.Data penelitian diperoleh melalui metode observasi dan wawancara mendalam terhadap sumberinformasi kunci pada lingkup kabupaten yang kemudian diperkuat dengan sejumlah dokumenperencanaan dan pelaksanaan program sebagai data pendukung (sekunder). Analisis kebijakandilakukan dengan melihat aspek-aspek politik, ekonomi, teknologi, sosial budaya (analisis PETS),serta juga inovasi dari Kebijakan Revolusi Pertanian. Penelitian ini menyimpulkan bahwa KebijakanRevolusi Pertanian belum bisa memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomianmasyarakat dan upaya penanggulangan kemiskinan dikarenakan tantangan karakteristikmasyarakat yang subsisten dan kelembagaan kebijakan yang lemah.

Kata kunci : analisis kebijakan, analisis PETS, revolusi pertanian, pertanian subsisten

PENDAHULUAN

Bergulirnya era otonomi daerah yang ditandaidengan terbitnya UU No. 22/1999 dan diikutidengan UU No. 32/2004 tentang PemerintahanDaerah, telah merubah orientasi dan polapendekatan pembangunan daerah. Melaluiotonomi daerah, pemerintah daerah ber-kesempatan luas untuk menyelesaikan problemkemiskinan dan sempitnya lapangan pekerjaandi daerah karena pemerintah daerah dinilaimemahami kebutuhan masyarakat setempatdibandingkan pemerintah pusat (Syafi’i, 2008).Sejak dimekarkan dari Kabupaten SumbaBarat pada tahun 2007, Kabupaten SumbaBarat Daya (SBD) mulai menjalankanpemerintahannya sendiri sebagai daerah yangotonom di ujung barat Pulau Sumba1.

Kabupaten dengan luas wilayah 144,532 Ha(1445,32 km2) dan jumlah penduduk 319.119jiwa ini mempunyai perekonomian yang bercorakagraris meskipun termasuk daerah yang keringsebagaimana daerah-daerah lain di NusaTenggara Timur (NTT). Corak perekonomian

agraris ditunjukkan oleh dominasi peranansektor pertanian, kehutanan dan perikanan didalam Produk Domestik Regional Bruto(PDRB) yang mencapai 43,75 % pada tahun2014. Hal tersebut tidak terlepas dari besarnyapotensi pertanian yang dimiliki oleh KabupatenSBD. Dari segi dukungan sumber daya manusia,79,69 % dari 119.168 angkatan kerja bekerjadi sektor pertanian. Sedangkan dari segidukungan sumber daya alam, 55,22 % dari luaswilayah Kabupaten SBD merupakan lahanpertanian yang subur. Kesuburan KabupatenSBD ketika dahulu masih menjadi bagian dariKabupaten Sumba Barat Daya jugadigambarkan oleh Iskandar dan Djoeroemana(dalam Sayogyo eds, 1994) seperti berikut :

Wilayah Sumba merupakan daerah kering,namun demikian Sumba Barat relatif lebihbanyak memiliki daerah subur daripada SumbaTimur. Di wilayah jalur tengah dapatditemukan hamparan sawah, kebun tanamantahunan dan hutan heterogen, serta mulai adahutan jati dan mahoni atau lainnya. Daerahseperti ini meliputi sebagian KecamatanKatiku Tana, Loli, Waijewa Barat, WaijewaTimur, dan Kodi.

1 Ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Sumba Barat Daya diProvinsi Nusa Tenggara Timur

159

Page 3: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

Meski demikian, kekayaan potensi pertaniantersebut belum bisa meningkatkan perekonomianmasyarakat dan sekaligus melepaskan KabupatenSBD dari jerat kemiskinan. Persoalan tingginyaangka kemiskinan menjadi tantangan besar yangharus dihadapi oleh Kabupaten SBD sejakpemekaran hingga saat ini. Berdasarkan dataBPS, meski telah terjadi penurunan angkakemiskinan jika dibandingkan ketika awalmenjadi Daerah Otonomi Baru (DOB), namunangka kemiskinan sebesar 25,78% yangtercatat pada tahun 2014 masih di atas angkakemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Timur(NTT) yang tercatat sebesar 19,60%. Dalamhal besarnya jumlah penduduk miskin,Kabupaten SBD dengan 81.010 jiwapenduduk miskin menempati peringkat keduatertinggi di NTT, di bawah Kabupaten TimorTengah Selatan (122.490 jiwa). Berangkat darisejumlah persoalan sosial ekonomi tersebut,maka pemerintah daerah pada masa kepemim-pinan Bupati Markus Dairo Talu (MDT) danWakil Bupati Ndara Tanggu Kaha tahun 2014-2019 menggulirkan Kebijakan “RevolusiPertanian” sebagai ujung tombak membangunekonomi pertanian Kabupaten SBD. Bagai-mana kebijakan ini dikembangkan dan diim-plementasikan pada masyarakat subsisten, sertabagaimana dampaknya terhadap ekonomimasyarakat SBD yang menghadapi problemkemiskinan menjadi sebuah topik yang menarikuntuk dikaji. Kekurangan maupun kelebihankebijakan ini diharapkan akan menjadipembelajaran yang berharga bagi pembangunanKabupaten SBD ke depan maupun sebagaipengetahuan bagi daerah-daerah lain dalammemajukan daerahnya masing-masing.

METODE PENELITIAN

Menggunakan pendekatan kualitatif, penelitianini hendak menganalisis Kebijakan RevolusiPertanian. Fokus pembahasan akan mencakuppemikiran yang melandasi kebijakan ini,bagaimana kebijakan diimplementasikan ditengah budaya pertanian subsisten, sampaidengan indikasi-indikasi perubahan yangnampak di dalam kehidupan petani dan pere-konomian Kabupaten SBD. Penggalian datadilakukan selama 35 hari (17 September - 21Oktober 2017) melalui observasi dan wawan-cara mendalam dengan sumber informasi kunciKebijakan Revolusi Pertanian yang berasal dariunsur pemerintahan maupun petani dan tokohmasyarakat di Kabupaten SBD. Analisiskebijakan dilakukan dengan menelaah apakahkebijakan tersebut inovatif berdasarkan indikasipemenuhan unsur kebaruan dan unsur keber-manfaatan bagi masyarakat luas. Selanjutnyaanalisis kebijakan dilakukan dengan mengguna-kan metode PETS Analysis untuk menggam-barkan kondisi-kondisi yang mempengaruhisebuah kebijakan maupun yang munculkarenanya. Analisis PETS ini mengkaji secaramendalam empat faktor besar pokok terhadapsebuah proposal kebijakan publik, yaitu faktorpolitik, ekonomi, teknologi dan sosial (Badjuridan Yuwono, 2003). Hal tersebut didasarkanatas pemahaman bahwa implementasi suatukebijakan atau program tidak dilaksanakandalam suatu ruang yang kosong karena didalamnya berbagai faktor yang antara lainkondisi geografis, sosial, ekonomi, dan politikmemiliki kontribusi yang penting (Hidayat,2017). Pembahasan faktor-faktor PETSanalysis dalam tulisan ini tidak akan dipisahkan

160

Page 4: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

secara khusus dengan pertimbangan bahwafaktor-faktor tersebut saling terkait satu denganyang lain. Pada konteks Kebijakan RevolusiPertanian, faktor politik akan berkaitan denganaspek kelembagaan kebijakan, faktor ekonomiakan berkaitan dengan kondisi ekonomi daerahdan masyarakat pada masa implementasikebijakan, faktor teknologi akan berkaitandengan teknologi baru yang dikenalkan danrespon petani, sedangkan faktor sosial akanberkaitan dengan budaya pertanian masyarakatSBD.

TINJAUAN PUSTAKA

Pada masa sekarang ini, cita-cita negara untukmenyejahterakan rakyatnya mengalami ber-bagai tantangan yang semakin kompleks sepertimisalnya persoalan kemiskinan, besarnyaketimpangan antar golongan, ketimpanganantar wilayah, ketimpangan antar sektor,menurunnya daya dukung lingkungan dansumber daya alam, hubungan antar masyarakat,dan masih banyak lagi persoalan-persoalanyang lain. Nugroho (2014) mengungkapkanbahwa sebenarnya semua negara menghadapimasalah yang relatif sama, yang berbeda adalahbagaimana respon terhadap masalah tersebut.Respon ini yang disebut sebagai kebijakanpublik. Kebijakan publik oleh Dye (2013)didefinisikan sebagai whatever governmentschoose to do or not to do. Kebijakan yangdiusulkan tersebut ditujukan untuk meman-faatkan potensi sekaligus mengatasi hambatanyang ada dalam rangka mencapai tujuantertentu.

Penelitian tentang kebijakan bidang pertanianbaik di dalam negeri maupun di luar negeri telah

banyak dilakukan, namun demikian untuk PulauSumba khususnya Kabupaten SBD relatif jarangditemui. Terkait kebijakan sektor pertanian,sejumlah penelitian yang pernah dilakukan antarlain : Penelitian Kesa dan Lee (2013) terhadap

kebijakan sektor pertanian negara Taiwandalam mengelola komoditas padi. Kemajuanpertanian di Taiwan banyak dipengaruhi olehinovasi pertanian yang terus dikembangkanmelalui lembaga-lembaga penelitian dibawah naungan kementerian pertanian. Agarinovasi dapat diadopsi oleh petani, kemen-terian pertanian melakukan program pen-didikan dan promosi konsumsi beras lokal.Sedangkan untuk mengatasi lahan yangterbatas, pemerintah Taiwan menerapkansystem small land lord and big tenant.

Penelitian Wiradyo et al (2018) tentangresponsivitas pemilik lahan terhadap imple-mentasi kebijakan pengembangan lahanpertanian di Kabupaten Merauke, Papua,memperlihatkan bahwa pengolaham lahanpertanian diperhadapkan dengan keter-batasan sumber daya manusia, sumber dayaair dan kondisi tanah sehingga produktivitaspadi per hektar menjadi rendah.

Penelitian Dewi (2014) terhadap KebijakanPertanian di Indonesia memperlihatkanbahwa seringkali kebijakan pertanian yangdikeluarkan oleh pemerintah tidak ber-sahabat dengan petani dan justru semakinmemarginalkan mereka seperti salah satunyakebijakan impor beras yang ditempuh untukmenekan laju inflasi tetapi di sisi lain petanidikorbankan karena harga jual gabah terlalumurah.

161

Page 5: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

Analisis terhadap Kebijakan Alih FungsiLahan Pertanian ke Non Pertanian di Kabu-paten Klaten (2013-2016) yang dilakukanoleh Fattah dan Purnomo (2018) ini meng-gunakan 4 dari 18 faktor keberhasilanimplementasi kebijakan menurut Giacchinodan Kakabadse (2003) yaitu komunikasi,sumber daya, disposisi, dan struktur biro-krasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwakebijakan belum berjalan dengan optimaldikarenakan kurangnya pengendalian danpengawasan oleh pemerintah di lapangan.

Penelitian Supriadi (2008) tentang StrategiKebijakan Pembangunan Pertanian diPapua Barat menunjukkan bahwa potensilahan untuk pertanian seluas 2,7 juta Hektar,baru dimanfaatkan sekitar 33 persen.Kelemahan yang paling mendasar di PapuaBarat adalah terbatasnya jumlah dan kualitassumber daya manusia pertanian sertadukungan infrastruktur.

Di dalam pengembangan kebijakan publik,analisis kebijakan mempunyai peranan yangsangat penting untuk mendapatkan kebijakanyang tepat. Hal ini karena sektor publik memilikiresiko yang lebih tinggi untuk menghadapimasalah-masalah yang tidak dapat diprediksisebelumnya (Indiahono, 2009). AnalisisKebijakan sendiri merupakan aktivitasmenciptakan pengetahuan tentang dan dalamproses pembuatan kebijakan (Dunn, 1999).Dari pengertian tersebut, analisis kebijakandapat dilakukan pada saat suatu kebijakandirumuskan (retrospektif) maupun ketikakebijakan tersebut telah diimplementasikan atautelah berakhir (prospektif). Di dalam prosesanalisis kebijakan, beragam gagasan yang

berasal dari berbagai disiplin – misalnyasosiologi, politik, ekonomi, administrasi publik,psikologi sosial dan antropologi – kemudiandigunakan untuk menginterprestasikan sebab-sebab dan akibat-akibat (Wahab, 2008). Salahsatu metode yang dapat digunakan untukmelakukan analisis kebijakan adalah PETS(Politics, Economics, Technology, and Social)analysis. Menurut Badjuri dan Yuwono (2003),pendekatan ini merupakan kritik terhadappendekatan yang hanya menilai sebuahkebijakan dari untung ruginya secara ekonomisatau kuantitatif. Pada kebijakan-kebijakanyang berdampak kepada nilai-nilai budayamasyarakat akan sulit jika hanya dianalisissecara kuantitatif atau secara ekonomis sematakarena kompleksitas yang dimiliki. Olehkarenanya dibutuhkan pendekatan yangmemiliki kemampuan melihat lebih luas sepertiyang dimiliki oleh pendekatan analisis PETS.

Dari proses analisis kebijakan, maka diharap-kan diperoleh pengetahuan tentang sebab,akibat, dan kinerja kebijakan yang dapatmenjadi dasar bagi pengembangan kebijakanbaru maupun perbaikan kebijakan yang sudahada. Terkadang kebijakan yang dibuat olehpemerintah daerah tidak dapat mengatasikompleksitas permasalahan yang ada sehinggamembutuhkan modifikasi, terobosan, ataupuninovasi agar kebijakan dapat secara tepatmengatasi persoalan yang ada. Perubahanstrategis kebijakan publik sebagai bentuk nyatadari inovasi hendaknya dimaknai sebagai salahsatu preferensi agar kebijakan publik mem-punyai nilai kebaruan dan kebermanfaatan bagimasyarakat secara luas (Sururi, 2016).

162

Page 6: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Kebijakan Revolusi Pertanian

Kebijakan Revolusi Pertanian merupakankebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahKabupaten SBD pada masa kepemimpinanBupati Markus Dairo Talu dan Wakil Bupati

Ndara Tangu Kaha (2014-2019) untuk mem-bangun ekonomi pertanian masyarakat. Sebagaiorang yang terlahir dari keluarga petani dankerap membantu di ladang, bupati melihat danmerasakan bahwa produktivitas para petanimasih rendah karena pertanian di KabupatenSBD masih dikelola secara tradisional. Potensilahan pertanian yang masih luas (0,5 – 3 Hauntuk di daerah Kecamatan Kota Tambolaka(ibukota kabupaten) dan lebih dari 3 Ha didaerah-daerah seperti Kodi, Loura, danWewewa) baru sedikit yang digarap olehpemiliknya. Padahal jika belajar dari kajianyang dilakukan oleh Prihtanti (2014), semakinluas lahan usahatani padi, maka semakin kecilrisiko yang dihadapi, dilihat dari koefisien variasiproduksi.

Rendahnya tingkat produksi petani dirasakanmenjadi masalah besar karena sebagian besarmasyarakat Kabupaten SBD memikul bebanekonomi yang tinggi dengan adanya berbagaiacara adat seperti kematian, pesta adat, maupunacara kawin memawin sebagai praktik budayayang masih kuat mengakar dalam kehidupanmasyarakat. Dalam satu bulan saja bisaberlangsung 5-6 kali acara adat yang dihadirioleh masyarakat SBD, dan untuk sekali datangminimal membawa kain tenun sehargaRp150.000,00 yang terkadang dibawa bersamabahan-bahan makanan seperti padi, gula, kopi,

dan juga beberapa hewan ternak seperti babiatau kerbau. Sebagai tuan rumah, bebantersebut tentunya lebih besar sehingga perolehanhasil pertanian seringkali tidak sebandingdengan besarnya kebutuhan dan pada akhirnyamenempatkan petani dalam jerat kemiskinan.Berangkat dari persoalan-persoal-an tersebut,maka Pemerintah Daerah Kabupaten SBDmerasa perlu adanya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian dan dilakukandalam waktu yang cepat, yang mana seringdiidentikkan dengan sebuah revolusi. Haltersebut sesuai yang dikatakan oleh Baharuddin(2015) bahwa perubahan sosial budaya terjadikarena beberapa faktor di antaranya komuni-kasi cara dan pola pikir masyarakat; faktorinternal lain seperti perubahan jumlah penduduk,penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi;dan faktor eksternal seperti bencana alam danperubahan iklim, peperangan, dan pengaruhkebudayaan masyarakat lain.

Implementasi Kabijakan Revolusi Pertanian

a. Pembukaan lahan tidurSalah satu program dalam kebijakan RevolusiPertanian yang cukup menonjol hingga menjadipemberitaan media-media lokal di kawasanNTT adalah pembukaan lahan tidur secarabesar-besaran. Program ini menyasar lahan-lahan tidur milik petani yang terletak di satuhamparan luas (kolektif) maupun juga lahan tiduryang letaknya terpisah. Sejauh ini, programpembukaan lahan tidur sudah dilaksanakan diKecamatan Loura, yaitu pada tahun 2016seluas 4000 Ha dan direncanakan kembali padatahun 2017 seluas 600 Ha. Kendala yang kerapmuncul dalam pelaksanaannya adalah adanyaperbedaan pemahaman antar pelaksana kebijak-

163

Page 7: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

an terkait kapasitas kegiatan pembukaan lahantidur yang akan membawa konsekuensi biaya2.Hal tersebut menyebabkan eksekusi programmenjadi tertunda. Padahal program pembukaanlahan tidur menuntut ketepatan waktu karenafaktor ketergantungan terhadap hujan.

b. Mekanisasi Pertanian (Traktorisasi)Di dalam kebijakan Revolusi Pertanian,mekanisasi dalam pertanian juga menjadikonsep yang cukup menonjol. Penggunaanberbagai alat bantu pertanian yang cukupmodern seperti traktor, power treser, mesingiling, hand sprayer, dll dimaksudkan untukmeningkatkan produktivitas pertanian yangselama ini terkendala oleh kemampuan petanidalam mengolah lahan. Selama masa kepemim-pinan Bupati Markus Dairo Talu, telah terjadipeningkatan yang cukup signifikan dalam halketersediaan Alat Mesin Pertanian (alsinta),seperti misalnya kepemilikan traktor besar yangdulunya berjumlah hanya 4 buah, kini telahmeningkat menjadi 21 buah. Sedangkan untukhand tractor, telah ada lebih dari sekitar 300buah yang dibagikan kepada para petani. Programbantuan alsinta secara gratis tersebut meskipunbelum dapat secara signifikan meningkatkankemampuan petani untuk mengolah lahan yanglebih luas, tetapi telah menjadikan pola pengolahantanah oleh para petani menjadi lebih baik. Salahsatu contohnya adalah menurunnya penggunaanherbisida untuk membersihkan lahan karenadengan hand tractor hal tersebut dapat dilaku-kan dengan lebih mudah dan ramah lingkungan.

c. Pemurnian Varietas Padi Gogo ParewangiKodi

Salah satu program penerapan teknologipertanian di dalam Kebijakan Revolusi Pertanianadalah program sertifikasi dan pemurnian benihvarietas padi lokal yaitu Padi Gogo ParewangiKodi yang terkenal karena mempunyai batangyang tinggi, tahan hama, dan mempunyai aromayang harum. Program ini dilatarbelakangi olehkondisi bahwa selama ini bantuan bibit padiladang yang diperoleh oleh para petanimerupakan jenis padi ladang dari luar daerahyang kurang cocok dengan kondisi KabupatenSBD, sedangkan di sisi yang lain, KabupatenSBD memiliki varietas padi lokal yang baik.Dengan adanya sertifikasi ini maka diharapkanpadi Parewangi Kodi menjadi varietas berskalanasional yang dapat dijual ke luar daerah dansekaligus menjadi jenis padi bantuan kepadapetani SBD. Upaya ini sampai dengan bulanOktober 2017 belum berhasil dilakukan karenaketidaksabaran para petani untuk menyisihkanhasil panen untuk dijadikan benih dan jugakesediaan untuk menyisihkan sebagian lahannyauntuk secara tetap dan berkelanjutan menjadilahan pembibitan.

d. Pengembangan Pertanian Holtikultura

Penerjemahan kebijakan Revolusi Pertaniankhususnya di bidang Holtikultura adalah swa-sembada sayuran dan buah-buahan. Pengem-bangan holtikultura dimaksudkan untuk mening-katkan pendapatan petani dan ketahanan panganmasyarakat, serta melepaskan ketergantunganproduk holtikultura dari luar pulau yang me-

2 Program pembukaan lahan tidur membutuhkan biaya yang cukup besar karena segala kebutuhan petanidisediakan oleh pemerintah daerah mulai dari operasional pembersihan dan pengolahan lahan, penyediaanbibit, hingga penyediaan pupuk.

164

Page 8: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

nyebabkan instabilitas harga ketika musimombak terjadi. Selain memberikan berbagaibantuan yang mendukung pertanian holtikulturakepada petani, pemerintah juga mengenalkananalisa usaha tani agar petani tertarik untuk jugamengembangkan holtikultura di samping per-tanian tanaman pangan. Tantangan terbesar didalam pengembangan pertanian holtikulturaadalah merubah cara pandang dan memeliharakonsistensi para petani dalam menanam holti-kultura. Inkonsistensi yang terjadi pada sebagianpetani holtikultura dipengaruhi beberapa faktorseperti: (1) kesolidan kelompok tani; (2) petanimerasa pertanian lebih rumit dibandingkanpertanian tanaman pangan; dan (3) belumadanya jaminan kontinuitas pemasaran karenarendahnya permintaan dari lokal SBD sendiri,serta struktur Dinas Pertanian yang kurangmendukung pemasaran3 dan masih terfokushanya pada peningkatan produksi saja.

e. Peningkatan hasil perkebunan dan Pengolahanhasil

Kebijakan Revolusi Pertanian di dalam bidangperkebunan salah satunya diwujudkan dalampeningkatan produksi Biji Mete dan pening-katan unit pengolahannya. Biji Mete merupakankomoditas unggulan di bidang perkebunanKabupaten SBD karena mempunyai luas tanamtertinggi (11.093 Ha) dan tingkat produksitertinggi (5.651 Ton) jika dibandingkan komo-ditas perkebunan yang lain4. Bagi sebagianmasyarakat SBD, kehadiran tanaman JambuMete pada tahun 1991 telah membawa perubahanpola hidup yaitu dari keluar masuk hutan mencari

umbi-umbian menjadi perdagangan hasilperkebunan ketika menghadapi paceklik.

Program peningkatan produksi Biji Metedilakukan dengan memberikan pemahamankepada petani cara penanaman dan peme-liharaan tanaman Jambu Mete yang baik yaitudengan penjarangan dan pemangkasan. Upayaini menghadapi tantangan karena pada saat yangbersamaan muncul wabah hama ulat kipat yangsecara cepat merusak tanaman para petani. Danlagi-lagi persoalan ketiadaan modal usaha tanidan lambatnya bantuan pemerintah menyebab-kan para petani tidak berdaya. Selain perbaikanpola tanam, pemerintah daerah juga mengem-bangkan unit pengolahan Biji Mete untuk mem-berikan nilai tambah hasil panen petani. Meskidemikian, hal tersebut tidak serta merta menarikperhatian para petani Jambu Mete yang cen-derung lebih memilih menjual hasil panen secaralangsung karena dirasa lebih cepat dan lebihmudah dibandingkan pemasaran produk olahandi toko-toko yang kadang tidak menentutingkat penjualannya.

f. Pemberdayaan kelembagaan petaniDi dalam Kebijakan Revolusi Pertanian,pemerintah berupaya meningkatkan jumlah dankapasitas kelompok tani karena diharapkanmelalui kelembagaan kelompok tani makapetani akan lebih mandiri. Dorongan pem-bentukan kelompok tani yang dilakukan parapenyuluh lapangan diperkuat dengan kebijakanpemerintah daerah yang menyalurkan bantuanbaik permodalan maupun alsinta hanya melalui

3 Pada bulan Mei 2017, struktur kelembagaan pemasaran di Dinas Pertanian mulai dirubah denganmenghilangkan bidang pemasaran dan melekatkan fungsi tersebut di setiap bidang (tanaman pangan,holtikultura, dan perkebunan) dengan harapan kurangnya informasi produk dapat teratasi

4 Data BPS Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2017

165

Page 9: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

kelompok tani. Hal tersebut memang kemudianmeningkatkan permintaan pengukuhan kelom-pok tani. Namun demikian, proses pembentuk-an yang instan, menggunakan pendekatan topdown dan juga kurang memanfaatkan institusisosial informal yang sudah ada di tengahmasyarakat adat SBD menyebabkan kelompoktani cenderung kurang solid yang terindikasi darisejumlah hal seperti: tidak adanya pertemuanrutin anggota yang kurang aktif (datang hanyasaat pembagian bantuan) atau antara anggotadan pengurus tidak saling mengenal sehinggamuncul kecurigaan-kecurigaan dalam penge-lolaan bantuan, dan sebagainya. Sedangkan disisi yang lain, prasyarat penyaluran bantuanmelalui kelompok, tanpa disadari telah membuatpara petani berpikir sempit dan pragmatistentang keberadaan kelompok tani yaitusekedar sarana untuk mendapatkan bantuandari pemerintah.

Inovasi Kebijakan Revolusi PertanianDalam Sebuah Analisis Kebijakan

Setelah menelusuri jejak Kebijakan RevolusiPertanian mulai dari perumusan, implementasi,hingga indikasi perubahan yang terjadi, apakahkebijakan tersebut bisa dikatakan sebuahinovasi ? Berdasarkan pemaknaan oleh Sururi(2016), inovasi haruslah memenuhi dua unsuryaitu kebaruan dan kebermanfaatan bagimasyarakat secara luas. Bagi bangsa Indonesia,revolusi di bidang pertanian bukanlah hal yangbaru karena Indonesia sendiri telah mempunyaipengalaman melalui Revolusi Hijau pada rentangwaktu antara tahun 1970 – 1990. Kebijakanini benar-benar membawa perubahan besar bagibangsa Indonesia. Dalam jangka waktu yangtidak lama, Revolusi Hijau berhasil mengubah

kondisi pangan nasional Indonesia daripengimpor beras menjadi swasembada beras(Mardimin et al, 2009). Akan tetapi dalamperjalanannya ada sejumlah dampak negatifyang muncul seperti: bibit unggul yang diberikanoleh pemerintah tidak tahan terhadap hama,penyeragaman tanaman dan pola pertanianmenyebabkan petani kehilangan kreatifitas dankemampuan bertahan hidup, kerusakan ling-kungan karena pemakaian pupuk kimia maupunpestisida, mekanisasi pertanian yang meminggir-kan buruh tani, dan masih banyak dampaknegatif yang menyertai kebijakan tersebut.

Di satu sisi, corak Kebijakan Revolusi PertanianKabupaten SBD mempunyai kemiripan denganRevolusi Hijau dalam hal landasan berpikirbahwa persoalan kemiskinan dan pembangunanharus diselesaikan dengan peningkatan produksipertanian. Akan tetapi di dalam penjabarannyaada sejumlah perbedaan misalnya tidak adanyadesakan untuk penyeragaman tanaman kepadapara petani di dalam Kebijakan Revolusi Pertani-an. Sebaliknya, para petani dibebaskan untukmemilih jenis tanaman pangan yang ditanam,dan juga adanya dorongan untuk menanamproduk-produk holtikultura serta juga umbi-umbian agar terjadi diversifikasi pangan yangmendukung ketahanan pangan. Selain itu,pemerintah daerah juga memilih mengembang-kan benih varietas lokal dibandingkan meng-gunakan benih unggul dari luar, serta mengem-bangkan pupuk organik untuk memeliharakesuburan tanah. Perbedaan-perbedaan tersebuttentunya menumbuhkan harapan bahwa dampaknegatif Revolusi Hijau tidak terulang kembali.

Dalam konteks Kabupaten SBD sendiri, bisadikatakan bahwa Kebijakan Revolusi Pertanian

166

Page 10: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

merupakan suatu konsep pembangunan per-tanian yang baru. Konsep kebijakan ini jugaberbeda dengan kebijakan bupati sebelumnya(Kornelis Kodi Mete). Bukan hanya sekedarmengganti nama, melainkan juga memiliki pen-dekatan yang berbeda. Jika Kebijakan Gooddan Gool yang diusung oleh Bupati Kornelis KodiMete mengedepankan proses partisipatif dalammenggerakkan petani untuk mengolah lahan,maka dalam Kebijakan Revolusi Pertanian alaBupati Markus Dairo Talu proses yang terkesanpanjang dan membutuhkan kesabaran tersebutditerobos dengan gebrakan pembukaan lahantidur secara besar-besaran yang dikerjakanoleh pemerintah daerah. Hal tersebut dilandasioleh pemikiran bahwa petani Kabupaten SBDadalah petani subsisten yang mempunyai karak-ter mendahulukan selamat dan enggan mengam-bil risiko, sehingga diperlukan sebuah doronganyang intensif, masif dan disertai contoh/buktikeberhasilan terlebih dulu baru mau berubah.

Oleh karena itu dalam pelaksanaan programpembukaan lahan tidur penekanan secara halusterkadang dilakukan melalui sebuah ungkapan

sebagai berikut : “Jika petani tidak mau garaplahan tidur, maka pemerintah yang akan garapdan petani tinggal menanam saja. Namun jikapetani masih tidak mau tanam, maka pemerintahyang akan tanam dan petani tinggal panen saja,asal tidak malu hati saja”. Hal tersebut merupa-kan strategi untuk menumbuhkan perasaan tidakenak hati sehingga akhirnya tergerak untukmenggarap lahan yang telah dibuka oleh peme-rintah. Strategi yang lain adalah menggunakancontoh/keteladanan bupati yang sering turunsendiri menggarap lahan tidur menggunakantraktor besar, dan seremoni panen raya di bekaslahan tidur yang telah dibuka untuk menumbuh-kan keyakinan para petani. Meski sering men-dapatkan kritik karena luasan panen raya terlalukecil untuk sebuah kebijakan yang sifatnyarevolusioner, akan tetapi kegiatan-kegiatanseperti itu dapat menjadi contoh bahwa lahanyang diolah dengan baik akan menghasilkanpanen yang berlimpah.

Perbedaan Kebijakan Revolusi Pertaniandengan kebijakan sebelumnya juga terlihatdalam hal bantuan alsinta. Berbeda dengan

Kornelis Kodi Mete (2009 – 2013) Markus Dairo Talu (2014 – 2019)Pertanian merupakan bagian dari Misi ketiga(pendidikan dan kesehatan yang utama)

Pertanian yang utama (misi 1)

Slogan “Good dan Gool” (gerakan olah desadan gerakan olah lahan)

Kebijakan Revolusi Pertanian

Gerakan agar masyarakat menggarap lahandan jangan lengah ketika mulai memasukimusim hujan

Meningkatkan produksi pertanian dengangerakan membuka lahan tidur danmekanisasi pertanian

Pengadaan alsinta secara swadaya(masyarakat mengangsur kepada pemerintah)

Bantuan alsinta dibagikan secara gratis

Aparatur pemerintah sebagai motivator(mengingatkan untuk menggarap lahan ketikahujan mulai turun)

Aparatur pemerintah sebagai pelaksanakegiatan (mengerjakan pembukaan lahantidur)

Petani aktif Petani pasif

Tabel 1 Perbandingan Kebijakan Pembangunan Kabupaten SBD

167

Page 11: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

Kebijakan Good dan Gool yang memberikanbantuan keringanan angsuran pembelian alsinta,di dalam Kebijakan Revolusi Pertanian bantuanalsinta dibagikan secara gratis kepada parapetani. Pembagian bantuan alsinta secara gratisdan dalam jumlah yang besar diharapkan dapatsegera meningkatkan produktivitas secarasignifikan. Sebagai petani subsisten yang sangatrentan terhadap kegagalan panen, bantuancuma-cuma akan dapat “melepaskan kera-guannya” untuk menerapkan teknologi baruyang diintroduksi (Yudiarini, 2011).

Jika dilihat dari segioutput Kebijakan RevolusiPertanian, nampak bahwa telah ada indikasiperubahan dalam hal peningkatan luas tanamsawah dan ladang untuk pertanian yang sejalandengan peningkatan luas panen. Meski demikian,peningkatan luas tanam dan luas panen tidakselalu linear dengan peningkatan produksi.Pada Tabel 2 terlihat bahwa produksi tanamanpangan mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.Salah satu faktor penyebab penurunan produksi

adalah fenomena El Nino yang memicu musimkemarau yang lebih panjang dan munculnyahama penyakit. Sehingga dalam konteksKabupaten SBD, upaya peningkatan luas lahanusaha tani yang merupakan sasaran KebijakanRevolusi Pertanian tidak serta merta meningkat-kan produksi karena karakter pertanian SBDmempunyai tingkat kerentanan yang tinggi.

Terlepas dari belum adanya peningkatan pro-duktivitas dari sektor tanaman pangan, namunperekonomian daerah pada masa kepemimpin-an Bupati Markus Dairo Talu telah menampak-kan tren yang positif dan meningkat dari tahunke tahun (lihat Tabel 3). Tetapi catatan terhadaphal itu adalah berbagai peningkatan tersebutbukanlah disumbangkan oleh kategori Pertanian,Kehutanan, dan Perikanan, melainkan olehpeningkatan kontribusi kategori administrasipemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosialwajib; kategori perdagangan besar dan eceran;reparasi mobil, dan sepeda motor; serta kategoriindustri pengolahan.

Tabel 2 Perkembangan Luas Panen, Rata-rata Produksi, Produksi Tanaman Pangan(2015-2017)

TahunLuas Tanam Luas Panen

Rata-rataProduksi

Produksi

Reali-sasi

TargetRPJMD Hektar Pertum-

buhanTarget

RPJMDTon/Ha

Pertum-buhan Ton Pertum-

buhanTarget

RPJMDPadi Sawah2015 7678 8820 7.720 -7.49 7938 3.80 -0.90 29.336 -8.32 38.1022016 9623 8825 8.283 7.29 7943 4.04 6.36 33.476 14.11 38.9182017 - 8831 8.458 2.11 7948 3.88 -4.04 32.801 -2.02 39.740Padi Ladang2015 12.912 15000 14.318 -1.72 14.850 2.60 -9.65 37.226 -11.20 32.6702016 16.599 15300 14.339 0.15 15.147 2.82 8.55 40.468 8.71 37.8682017 - 15601 18.704 30.44 15,445 1.93 -31.54 36.141 -10.69 46.335Jagung2015 24.647 30500 25.329 -16.28 30.195 3.60 -2.10 91.184 -18.04 18.7022016 34.987 30600 29.702 17.26 30.294 3.68 2.15 109.226 19.79 115.1172017 - 30700 34.241 15.28 30.393 2.93 -20.36 100.281 -8.19 118.533

Sumber: diolah dari data BPS 2017, data perkembangan luas panen Dinas Pertanian, dan RPJMD 2014 - 2019

168

Page 12: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

Peningkatan yang terjadi di kategori perdaganganbesar dan eceran lebih banyak dipengaruhi olehberkembangnya toko-toko grosir yang menjualbarang-barang dari luar Kabupaten SBDdibandingkan produk-produk lokal. Haltersebut tidak terlepas dari kondisi-kondisiseperti menurunnya produksi Biji Mete yangmenjadi andalan komoditas perdagangandikarenakan serangan hama ulat kipat, sertajuga pola ekonomi pertanian masyarakat yangsubsisten (berorientasi pemenuhan kebutuhankonsumsi sehari-hari)5. Meski sangat diminati,namun beras lokal hanya tersedia di pasar padasaat panen yaitu bulan April – Mei, dan itupunpedagang hanya bisa memperoleh 2 Ton/tahununtuk diperjualbelikan. Berbeda halnya ketikamemperdagangkan komoditas beras dari Bimayang mana setiap bulan pedagang bisa menjualhingga 3 Ton beras. Jika boleh memilih, meskiharga beli lebih tinggi (beras lokal = 7500/Kg,beras Bima = 7000/Kg), pedagang lebihmemilih menjual beras lokal yang tidakmembutuhkan biaya pengangkutan.

Tabel 3 Indikator Perekonomian Kabupaten SBD (2015-2017)

Sumber: Diolah dari data BPS 2017

5 Berdasarkan data Operasional Karantina Pelabuhan Waikelo SBD 2015-2017 periode bulan Januari - Oktobertercatat pengiriman Biji Mete ke luar pulau sebagai berikut : 7.013 Ton pada tahun 2015, 3.994 pada tahun2016, 3.651 pada tahun 2017

Sedangkan terhadap upaya penanggulanganmasalah kemiskinan yang menjadi salah satulatar belakang munculnya Kebijakan RevolusiPertanian, terlihat bahwa implementasi kebijak-an ini belum mampu melepaskan masyarakatKabupaten SBD dari jerat kemiskinan. Tinggi-nya angka kemiskinan dalam Tabel 4 memper-lihatkan bahwa implementasi kebijakan inidalam waktu yang relatif singkat sesuai karak-teristik sebuah revolusi, belum dapat mengatasisejumlah permasalahan seperti rendahnyaproduksi pertanian masyarakat, kerentananpertanian subsisten terhadap perubahan iklim,jerat hutang akibat pesta adat, dan lain sebagai-nya yang berpotensi menyumbang pada tinggi-nya angka kemiskinan dalam konteks masya-rakat SBD. Kondisi tersebut memperlihatkanbahwa Kebijakan Revolusi Pertanian belumdapat memenuhi syarat kebijakan inovatif berupakebermanfaatan bagi masyarakat secara luas.

Mengapa Tidak Signifikan ?

Setelah berjalan lebih kurang lebih 2,5 tahun(2015 - pertengahan 2017), banyak pihak

169

Page 13: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

6 Kebutuhan konsumsi pangan keluarga yang beranggotakan 5-7 orang rata-rata adalah 2 ton beras dalam satutahun. Kurang dari jumlah itu masih bisa mencukupi asalkan mempunyai persediaan jagung. Mereka akanmenjual hasil panennya jika hasil panen berlebih ataupun ketika muncul kebutuhan yang mendadak.

Tabel 4 Angka Kemiskinan Kabupaten SBD (2015 - 2017)

Sumber: Data BPS 2017

menilai bahwa Kebijakan Revolusi Pertanianini belum membawa perubahan yang berartibagi perekonomian masyarakat KabupatenSBD khususnya para petani. Dari uraiansebelumnya mengenai implementasi kebijakan,sejumlah program di dalam Kebijakan RevolusiPertanian nampak mengalami kendala-kendalayang dapat dikelompokkan menjadi 2 tantanganutama, yaitu: (1) tantangan karakteristik per-tanian subsisten; dan (2) tantangan lemahnyapelembagaan kebijakan.

Di Kabupaten SBD, sebagian besar petani masihmenerapkan pola pertanian subsisten yangserupa dengan ciri-ciri yang diungkapkan olehScott (1976) sebagai berikut: pertanian tanamanpangan, bertani secara tradisional untuk meme-nuhi kebutuhan pangan keluarga6, mendahulu-kan selamat, serta tidak mau mengambil risiko.Oleh karenanya dalam menerima sebuah inovasi,petani butuh diyakinkan terlebih dahulumengenai kecilnya risiko dan besarnya keber-hasilan melalui bukti-bukti yang kuat. StrategiKebijakan Revolusi Pertanian untuk meningkat-kan perekonomian masyarakat melalui pening-katan produksi pertanian, secara tidak langsungjuga mensyaratkan perubahan cara pandang danbudaya pertanian masyarakat dari pertaniansubsisten menjadi pertanian komersial yang

banyak menggunakan teknologi pertanianmodern. Namun demikian, merubah carapandang dan budaya pertanian masyarakatSBD bukanlah perkara mudah karena polapertanian yang baru belum memberikan jaminankeberhasilan peningkatan ekonomi keluarga.Selain itu tenaga, waktu dan dana yang dibutuhkanuntuk implementasi pola-pola pertanian baruyang lebih baik banyak terserap dalam berbagaimacam praktik budaya yang masih hidup ditengah masyarakat.

Terhadap tantangan sulitnya merubah carapandang petani, pemerintah daerah juga telahberupaya memperbaiki sistem penyuluhanmelalui restrukturisasi bidang penyuluhan dariyang sebelumnya di bawah Dinas KetahananPangan ke Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura,dan Perkebunan. Hal itu dimaksudkan agarkoordinasi dengan bidang-bidang pertanianseperti tanaman pangan, holtikultura danperkebunan akan lebih baik. Tetapi pada kenya-taannya hal tersebut tidak banyak berdampakpositif kepada para petani karena tidak diikutidengan peningkatan jumlah penyuluh pertanian7.Akibatnya satu orang penyuluh harus merang-kap 2 sampai 3 desa sedangkan di sisi lain danaoperasional sebesar Rp. 830.000,00 tidaksebanding dengan kondisi-kondisi seperti jarak

7 Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunanan, Kabupaten SBD tercatat hanyamemiliki penyuluh sebanyak 79 orang pada tahun 2016 dan kemudian turun menjadi 78 orang pada tahun2017. Jumlah tersebut bisa dikatakan kecil jika dibandingkan banyaknya desa yang berjumlah 175 (173 desadan 2 kelurahan) dan jumlah kelompok tani yang mencapai 1421 kelompok.

170

Page 14: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

antar desa yang berjauhan, banyak jalan yangmasih sulit dilalui, serta juga berbagai kebutuhanpara penyuluh untuk membeli bahan bakar,servis kendaraan, penyiapan materi penyuluhandan juga biaya sosial (sirih pinang) untukpendekatan ke masyarakat. Sehingga jarangnyabertemu penyuluh merupakan keluhan yangkerap diungkapkan oleh para petani meskiperan penyuluh sangatlah besar karena tidaksaja mendampingi para petani tetapi merekajuga adalah penyalur bantuan pemerintah yangsangat diharapkan oleh petani.

Relasi antara budaya dan pertanian di Kabu-paten SBD ibarat pisau bermata dua yang disatu sisi memberi makna akan pentingnyapertanian sehingga semangat dan pengharapanmasyarakat untuk bertani terus terjaga, menjadisumber pengetahuan dalam bertani, sertamenjadi modal sosial untuk membangun jaringpengaman sosial di saat krisis, tetapi di sisi yanglain juga bisa melemahkan pertanian ketikapergeseran budaya menyebabkan pemborosandan jerat hutang piutang sehingga petani tidakbisa menyiapkan modal usaha tani. Beberapaorang telah coba melepaskan diri dari lingkaranbudaya yang mahal tersebut misalkan dengantidak memberikan sumbangan dalam bentukhewan ketika hadir dalam pesta. Tetapi tentutidak mudah karena mereka menghadapiancaman dikucilkan dari keluarga besar maupunlingkungannya. Oleh karenanya gerakantersebut harus dilakukan secara masif yangdiperkuat oleh sebuah landasan hukum agarkonflik tidak terjadi secara horisontal.

Sudah sejak tahun 2014, pemerintah daerahtelah mewacanakan pembatasan pesta adatmelalui sebuah Peraturan Daerah (Perda).Aturan tersebut bukan hendak menghilangkan

praktik budaya yang telah berjalan secara turuntemurun, melainkan lebih kepada pengaturanwaktu pelaksanaan agar tidak terlalu sering danlebih sederhana sesuai dengan praktik aslinyadi masa lalu. Draft peraturan daerah yang telahdisusun belum berlanjut prosesnya karenamempertimbangkan situasi politik KabupatenSBD yang kemudian melangsungkan pilkadapada tahun 2018. Aktor-aktor politik cenderungmenghindari wacana tersebut karena pember-lakuan pembatasan pesta adat ditakutkan akanmengurangi dukungan di dalam Pilkada karenasebenarnya diakui ataupun tidak, para politisimerasakan pentingnya pesta adat sebagai mediamengumpulkan dukungan utamanya melaluiikatan tradisi saling menyumbang hewan.

Sedangkan terkait kendala lemahnya kelem-bagaan Kebijakan Revolusi Pertanian yangterjadi di SBD lebih dikarenakan faktor tidakberjalannya fungsi tim koordinasi yang telahdibentuk oleh bupati. Di dalam implementasikebijakan, keberadaan lembaga koordinatordiperlukan untuk lebih dominan mengelolatahapan-tahapan implementasi kebijakan.Kalau tidak ada lembaga koordinator yang jelasmaka dengan sendiri tidak ada mekanismeakuntabilitas dan kontinuitas yang berkesinam-bungan dari sebuah proses implementasikebijakan publik (Badjuri dan Yuwono, 2002).Dalam rangka pelaksanaan Kebijakan RevolusiPertanian, pemerintah Kabupaten SBD melaluiSK Bupati Sumba Barat Daya Nomor : KEP/HK/2016 membentuk Tim Koordinasi,Pembina Kecamatan, dan NarasumberRevolusi Pertanian Tingkat Kabupaten SumbaBarat Daya 2016. Tim ini mempunyai tugas danfungsi yang strategis seperti: a) Menghimpun,

171

Page 15: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

mencatat, dan membuat laporan perkembangandan keberhasilan kegiatan Revolusi Pertanianberdasarkan laporan pembina kecamatan; b)Menetapkan prioritas lingkup kegiatan RevolusiPertanian; c) Mengkoordinasi dan mengendali-kan pelaksanaan tugas Pembina Kecamatan;d) Mengadakan rapat koordinasi berkalamemfasilitasi upaya pemecahan masalah; e)mengadakan pengendalian terhadap pelaksana-an kegiatan; dan f) melaksanakan evaluasi pen-capaian hasil. Tim yang dipimpin oleh KepalaBagian Administrasi Pembangunan SetdaKabupaten SBD tersebut tidak dapat menjalan-kan tugas dan kewenangannya secara optimalkarena beberapa hal seperti : (1) Bagian Admi-nistrasi Pembangunan juga diberikan tanggungjawab untuk menangani LPSE (lelang barangdan jasa), yang mana menyerap perhatian yanglebih besar dikarenakan merupakan bagian yang“berisiko tinggi”; (2) Bagian AdministrasiPembangunan dipimpin oleh eselon III yangsecara psikologis mengalami kesulitan untukmengkoordinasikan Organisasi PerangkatDaerah (OPD) yang dipimpin oleh eselon II;dan (3) di dalam organisasi pemerintahanKabupaten SBD terdapat 2 organisasi, yaituBadan Perencanaan Pembangunan Penelitiandan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda)dan Bagian Administrasi Pembangunan Setda,yang sama-sama memiliki fungsi koordinasi,monitoring, serta evaluasi sehingga menimbul-kan kebingungan tentang siapa yang harusmelakukan fungsi-fungsi tersebut.

Tidak berjalannya fungsi-fungsi koordinasi,monitoring serta evaluasi cukup mempengaruhiproses implementasi Kebijakan Revolusi Per-tanian karena fungsi-fungsi tersebut sangatlahvital. Terkait koordinasi, Badjuri dan Yuwono

(2002) menyebutkan sejumlah alasan funda-mental mengapa koordinasi sangat penting dalamtahapan implementasi kebijakan, sebagai berikut:(1) agar ada kejelasan arah, tujuan dan tindakanyang akan dilakukan berkaitan dengan imple-mentasi sebuah kebijakan publik; (2) koor-dinasi akan menumbuhkan kesatupaduan tin-dakan dan metode yang akan dipakai dalamimplementasi kebijakan publik; (3) koordinasimemungkinkan sharing of information dariberbagai agen pelaksana kebijakan; (4) koor-dinasi akan memungkinkan partisipasi danketerlibatan intensif dari berbagai elemen danpublik; dan (5) koordinasi sangat memungkinkanpembagian pekerjaan yang jelas antara pelak-sana kebijakan pada tingkat manajemen pusatmaupun daerah.

Dalam konteks implementasi KebijakanRevolusi Pertanian, kurangnya koordinasi antarpelaksana kebijakan menyebabkan munculnyahambatan-hambatan seperti proses eksekusipembukaan lahan tidur yang lama sedangkanpengolahan lahan “alergi” terhadap keter-lambatan. Selain itu, kurangnya koordinasi me-nyebabkan Dinas Pertanian merasa “berjalansendiri” tanpa dukungan OPD yang lain. Berbagaipotensi yang dimiliki oleh OPD lain seperti salahsatunya dana desa yang dimiliki oleh desabelum digerakkan oleh Dinas PemberdayaanMasyarakat Desa (PMD) untuk mendukung sektorpertanian. Padahal jika saja masing-masing desamengalokasikan sebagian dana desa untuk pe-ngembangan pertanian, dan kemudian dikon-solidasikan serta disinergikan dengan programpemerintah daerah maka akan dapat memper-luas cakupan program-program KebijakanRevolusi Pertanian.

172

Page 16: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

Monitoring dan evaluasi juga sangat vital didalam implementasi kebijakan karena denganitu sebuah kebijakan akan berevolusi menjadibaik dan efisien (Badjuri dan Yuwono, 2002).Setiap tahun, pemerintah Kabupaten SBD telahmelakukan evaluasi, yang kemudian dipaparkandi dalam dokumen Rencana Kerja PemerintahDaerah (RKPD). Namun demikian perludisadari, bahwa evaluasi tersebut masih bersifatumum dan hasilnya berhenti pada informasi-informasi seperti produksi pertanian masihrendah, belum optimalnya pemanfaatan lahan,dan sebagainya. Jika saja dilakukan evaluasisecara khusus dan mendalam terhadap imple-mentasi Kebijakan Revolusi Pertanian, makaakan teridentifikasi faktor-faktor penyebabkendala yang muncul serta kondisi pencapaianoutcome ketika dikaitkan dengan output dariintervensi yang dilakukan. Ketika proses-proses tersebut tidak dijalankan, maka peme-rintah daerah cenderung mendasarkan kebijak-an jangka pendeknya hanya kepada tercapai-nya output saja, tanpa lebih lanjut berpikir soaltercapainya outcome. Seperti yang terjadidengan langkah pergeseran prioritas dari sektorpertanian kepada sektor lainnya karena dinilaitarget-target indikator kinerja di dalam RencanaPembangunan Jangka Menengah Daerah(RPJMD) sudah hampir tercapai, meski sebe-narnya progress terhadap perubahan budayapertanian, peningkatan ekonomi masyarakat,maupun upaya penanggulangan kemiskinanyang menjadi tujuan utama dari KebijakanRevolusi Pertanian belum menunjukkanperubahan yang signifikan.

KESIMPULAN

Analisis kebijakan dengan menggunakan unsur-unsur dari sebuah inovasi kebijakan serta

metode PETS Analysis memberikan kesimpul-an bahwa Kebijakan Revolusi Pertanian meskimemenuhi unsur kebaruan, tetapi belum bisadikatakan sebagai kebijakan yang inovatifkarena belum mampu menunjukkan keberman-faatan bagi masyarakat luas yang berupapeningkatan ekonomi dan penanggulangankemiskinan. Karakteristik petani subsisten danjuga lemahnya pelembagaan kebijakan meru-pakan 2 tantangan utama dalam implementasikebijakan. Karakter petani subsisten yangmengutamakan selamat dan tidak mudahmenerima perubahan menjadi tantangan besarbagi sebuah kebijakan yang membawa berbagaimacam hal baru dan menuntut adanya pe-rubahan pola pertanian subsisten menjadikomersial.

Pendekatan revolusioner melalui gebrakanprogram pembukaan lahan tidur dan pembagianbantuan alsinta gratis secara besar-besaranyang dikombinasikan dengan kampanyekeberhasilan panen raya dinilai sebagai salahsatu pendekatan yang tepat untuk menggugahperhatian petani terhadap pola pertanian yanglebih baik. Akan tetapi untuk dapat merubahpola pertanian masyarakat perlu adanya jaminankeberlanjutan capaian program dan dampakyang lebih besar. Pada konteks KebijakanRevolusi Pertanian, hal tersebut tidak terjadikarena faktor lemahnya kelembagaan kebijakanyang berupa pendekatan program yang cende-rung pragmatis sehingga tidak terwujud keman-dirian petani serta tidak berjalannya koordinasi,monitoring dan evaluasi.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka pene-litian ini mengajukan sejumlah implikasi kebijak-an yang diharapkan dapat menjadi pertim-

173

Page 17: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat Subsisten (Damar Waskitojati, dkk.)

bangan para pengambil kebijakan :- Perlu adanya sebuah road map kebijakan

yang memuat secara lengkap tata kelolakebijakan mulai dari kelembagaan kebijak-an, pembagian peran para pelaksana kebi-jakan, pembentukan lembaga koordinasi danskema koordinasi yang dilakukan, skemamonitoring dan evaluasi, serta target kinerjadan outcome di setiap tahapan implementasikebijakan sehingga dapat menjadi panduanteknis bagi semua pelaksana kebijakan.

- Dorongan untuk meningkatkan produksipertanian dan merubah petani subsistenmenjadi petani komersial dalam rangkapeningkatan ekonomi petani SBD dapatmengadopsi model petani hybrid yangmengalokasikan sebagian lahan untukmemenuhi kebutuhan subsistensinya dansebagian lagi untuk diperdagangkan agarketahanan pangan tetap terjaga dengan baik.

- Dorongan perubahan terhadap pola per-tanian subsisten perlu mendasarkan padaprinsip bahwa pengetahuan baru bukanlahuntuk menggantikan, melainkan untuk mem-perkaya pengetahuan lokal yang sudah ada.

- Kebijakan sektor pertanian yang membawainovasi ke dalam pertanian subsisten hen-daknya juga menyertakan mekanisme asu-ransi pertanian sehingga petani lebih dapatmenerima pola pertanian baru yang lebih baiktanpa juga meninggalkan prinsip “menda-hulukan selamat” yang selama ini menjaminkeberlangsungan hidup mereka di tengahkerentanan pertanian SBD.

- Revitalisasi keorganisasian KebijakanRevolusi Pertanian perlu segera dilakukandengan meletakkan tim pada Bappelitbangdasehingga mempunyai daya yang lebih untuk

melakukan koordinasi antar OPD danmonitoring evaluasi secara lebih kompre-hensif dengan mengkaitkannya dengansektor-sektor pembangunan yang lainsehingga terjadi keselarasan.

DAFTAR PUSTAKA

Badjuri, Abdulkahar. dan Yuwono, Teguh.2003. Kebijakan Publik: Konsep &Strategi. Universitas Diponegoro,Semarang.

Baharuddin. 2015. Bentuk-bentuk PerubahanSosial dan Kebudayaan. JurnalDakwah Al-Hikmah Vol 9, No. 2(2015): 180 – 205.

Dewi, Dyah Candra. 2014. KebijakanPertanian Yang Memarjinalkan Petanidan Meruntuhkan Kedaulatan Pangan.Publisia : Jurnal Ilmu Administrasi PublikVol 18 No 1, 2014 : 44 – 58.

Dwiyanto, Agus. 2011. MengembalikanKepercayaan Publik Melalui ReformasiBirokrasi. Kompas Gramedia, Jakarta.

Dunn, William N. 1999. Pengantar AnalisisKebijakan Publik. Gajah MadaUniversity Press, Yogyakarta.

Dye, Thomas R. 2013. Understanding PublicPolicy. Pearson, NJ.

Fattah, Arsianita Nur. dan Purnomo, EkoPriyo. 2018. Analisis Kebijakan AlihFungsi Lahan Pertanian Ke Non-Pertaniandi Kabupaten Klaten Tahun 2013- 2016(Studi Kasus Kecamatan Ceper Kabu-paten Klaten). JISPO Vol. 8 No. 1 Edisi:Januari-Juni Tahun 2018 : 113 – 140.

174

Page 18: Tantangan Kebijakan Pembangunan Pertanian Dalam Masyarakat

AGRIC Vol. 31, No. 2, Desember 2019: 159-176

Hidayat, Asep. 2017. Implementasi KebijakanOptimalisasi Pemanfaatan PekaranganModel Kawasan Rumah Pangan Lestari.JISPO Vol. 7 No. 2 Edisi Juli-DesemberTahun 2017:81-100.

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan PublikBerbasis Dynamic Policy Analysis.Gava Media, Yogyakarta.

Kapita, Oe H. 1976. Sumba Dalam JangkauanJaman. BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Kesa, Deni Danial. dan Lee, Cheng-Wen.2013. Kebijakan Sektor Pertaniansebagai Awal Kebangkitan Ekonomi :Studi Kasus Taiwan Dalam MengelolaKomoditas Padi). Jurnal VokasiIndonesia, Volume 1, No. 1, Januari-Juni 2013 : 44-73.

Mardimin, J. 2009. Petani Versus Globalisasi.Sinode GKJTU- UEM, Salatiga.

Nugroho, Riant. 2014. Public Policy:Dinamika Kebijakan – AnalisisKebijakan – Manajemen Kebijakan.Elex Media Komputindo, Jakarta.

Prihtanti, Tinjung Mary. 2014. Analisis ResikoBerbagai Luas Pengusahaan LahanPada Usahatani Padi Organik danKonvensional. AGRIC Vol. 26, No. 1& 2, Juli - Desember 2014 : 29 – 36.

Safi’i, HM. 2008. Paradigma BaruKebijakan Pembangunan EkonomiDaerah. Averroes Press, Malang

Sayogyo (eds). 1994. Kemiskinan danPembangunan di Propinsi Nusa TenggaraTimur. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Scott, James C. 1994. Moral EkonomiPetani: Pergolakan dan Subsistensi diAsia Tenggara. LP3ES, Jakarta.

Supriadi, Herman. 2008. Strategi KebijakanPembangunan Pertanian di Papua Barat.Analisis Kebijakan Pertanian Volume 6 No.4 Desember 2008: 352-377.

Sururi, Ahmad. 2016. Inovasi KebijakanPublik (Tinjauan Konseptual danEmpiris). Jurnal Sawala Volume 4 Nomor3 (September – Desember 2016): 1 - 14.

Yudiarini, Nyoman.2011. PerubahanPertanian Subsisten Tradisional kePertanian Komersial. Jurnal dwijenAGRO Vol 2, No 1 Tahun 2011.

Wahab, Solichin Abdul. 2008. PengantarAnalisis Kebijakan Publik. UMMPress, Malang.

Wiradyo, Estiko Tri. Fatem, Agustinus. Silo,Akbar. 2018. Responsivitas PemilikTanah Terhadap Implementasi KebijakanPengembangan Lahan Pertanian DiKabupaten Merauke Provinsi Papua.Jurnal Ekologi Biokrasi Volume 6 Nomer3, Desember 2018 : 1-10.

***

175