Upload
mey-meyda
View
47
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
PENGARUH BERAT DAN WAKTU PENYEDUHAN TERHADAP KADAR
KAFEIN DARI BUBUK TEH
SKRIPSI
NOVIANTY SYAH FITRI
040802047
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
PENGARUH BERAT DAN WAKTU PENYEDUHAN TERHADAP KADAR
KAFEIN DARI BUBUK TEH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
SKRIPSI
NOVIANTY SYAH FITRI
040802047
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH BERAT DAN WAKTU
PENYEDUHAN TERHADAP KADAR KAFEIN DARI BUBUK TEH
Kategori : SKRIPSI Nama : NOVIANTY SYAH FITRI Nomor Induk Mahasiswa : 040802047 Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Maret 2009
Komisi Pembimbing : Pembimbing II Pembimbing I
(DR. Pina Barus, MS) (Drs. Chairuddin, MSc) NIP 130 872 292 NIP 131 653 992
Diketahui Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
(DR.Rumondang Bulan,MS) NIP 131 459 466
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
PERNYATAAN
PENGARUH BERAT DAN WAKTU PENYEDUHAN TERHADAP KADAR KAFEIN DARI BUBUK TEH
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya. Medan, Maret 2009 NOVIANTY SYAH FITRI
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul : PENGARUH BERAT DAN
WAKTU PENYEDUHAN TERHADAP KADAR KAFEIN DARI BUBUK TEH.
Penulis mengucapkan terima kasih sedalam dalamnya kepada kedua orang
tua penulis yang sangat penulis sayangi, ayahanda Syahduar dan ibunda Yurisma
yang telah mengayomi, memberikan kasih sayang yang terhingga, dukungan moral
dan material, serta kakak penulis Eka Diliana.
Dengan segala kerendahan hati penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Drs. Chairuddin, M.Sc selaku dosen pembimbing I dan Bapak DR. Pina
Barus, MS selaku dosen pembimbing II yang telah mengarahkan penulis
selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.
2. Ibu DR. Rumondang Bulan Nst, MS dan Bapak Drs. Firman Sebayang, MS
sebagai ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU yang turut
memberikan pengarahan dan mensahkan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Yugia Muis, M.Si selaku dosen wali, Dekan Dan Pembantu Dekan
serta selutuh dosen dan staff Departemen Kimia FMIPA USU.
4. Sahabat sahabatku : Mona, Atun, Ina, Tarra, Rina, Sari, Kiki, Yeni, Iva,
Wilda, Sri, Ridwan dan juga my best friend di kos : Mala dan Neni.
5. Seluruh asisten LIDA yang telah membantu : Via, Novrida, Dina, Rivan, Soni,
Ando, Fatma, Yani, Afrima, Widya, Hendi, Eko, Yuki, Reni, Deasy, dan Ani.
6. Seluruh temen teman stambuk 2004 dan selruh adik adik stambuk 2005,
2006, khususnya 2007.
7. Seluruh laboran : kak Via, Kak Mas, mas Gun, Ayu, bang Edi yang telah
membantu dalam penelitian.
8. Dan semua pihak yang telah membantu penulis.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mangharapkan masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi agar dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membaca skripsi ini.
Medan, April 2009
Penulis
Novianty Syah Fitri
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh berat dan waktu penyeduhan terhadap kadar kafein dari bubuk teh. Kafein dipisahkan dari bubuk teh dengan variasi berat 1, 2, dan 3 gram dengan cara menyeduhnya di dalam air panas selama 2, 4, dan 6 menit, kemudian kafein yang terlarut di dalam air diekstraksi dengan kloroform dan ekstraksnya diuapkan untuk memperoleh kafein. Penentuan kadar kafein secara spektrofotometri UV di ukur pada panjang gelombang 273,5 nm. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa semakin banyak bubuk teh yang digunakan dan semakin lama waktu penyeduhan akan meningkatkan kadar kafein. Kadar kafein optimum dari penelitian ini adalah 20,2955 mg (1,01%) yang terdapat pada bubuk teh Bendera dengan berat 2 gram dan waktu penyeduhan selama 6 menit.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
THE INFLUENCE OF WEIGHT AND SOAKING TIME TO THE CAFFEINE OF TEA POWDER
ABSTRACT
The influence of weight and soaking time to the caffeine of tea powder has been studied. Caffeine was separated from tea powder with variation of weight about 2, 4, and 6 gram by soaking it in the hot water for duration 2, 4, and 6 minutes, then the soluble caffeine in the water was extracted with chloroform and the extract was evaporated to obtain caffeine. The concentration of the caffeine was measured spectrophotometricaly at wave lenght 273.5 nm. The results of the study show that more tea powder that used and more soaking time would increase the content of caffeine. The optimum content of caffeine in this research are 20.2955 mg (1.01%) in Bendera tea powder with 2 gram and 6 minutes of soaking time.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar Isi viii
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 3
1.3. Pembatasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 4
1.6. Lokasi penelitian 4
1.7. Metodologi Penelitian 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1. Sejarah Teh 5
2.1.1. Nama Teh 6
2.1.2. Perkembangan Teh di Indonesia 6
2.2. Taksonomi Teh 6
2.2.1. Tanaman Teh 7
2.3. Jenis dan Pengolahan Teh 7
2.4. Komposisi Kimia Teh 9
2.4.1. Senyawa Alkaloid 10
2.4.2. Sifat Kafein 10
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
2.5. Farmakologi Kafein 11
2.6. Ekstraksi 12
2.7. Spektrofotometri 13
2.7.1. Instrumentasi Spektrofotometer UV-Visibel 13
2.7.2. Analisa Secara Spektrofotometri 14
2.7.3. Hukum Lambert-Beer 15
Bab 3 Bahan dan Metodologi Penelitian
3.1. Alat alat 16
3.2. Bahan bahan 16
3.3. Prosedur Penelitian 17
3.3.1. Pembuatan Larutan 17
3.3.1.1. Larutan Standar Kafein 1000 mg/L 17
3.3.1.2. Larutan Standar Kafein 100 mg/L 17
3.3.1.3. Larutan Standar Kafein 10 mg/L 17
3.3.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Kafein 17
3.3.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi 18
3.3.4. Pemisahan Kafein Secara Ekstraksi dari Bubuk Teh 18
3.4 Bagan Penelitian 19
3.4.1. Pemisahan Kafein Secara Ekstraksi dari Bubuk Teh 19
Bab 4 Hasil dan Pembahasan
4.1. Hasil dan Pengolahan Data 20
4.1.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum 20
4.1.2. Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Kafein 21
4.1.3. Penurunan Persamaan Garis Regresi 22
4.1.4. Perhitungan Koefisien Korelasi 23
4.1.5. Perhitungan Standar Deviasi 24
4.1.6. Penentuan Batas Deteksi 25
4.1.7. Penentuan Konsentrasi Kafein Pada Bubuk Teh 27
4.2. Pembahasan 29
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 30
5.2 Saran 30
Daftar Pustaka 31
Lampiran 33
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan Kimia Dalam 100 gram Teh 9
Tabel 4.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Standar Kafein
4 mg/L 20
Tabel 4.2. Data Absorbansi Larutan Standar Kafein Berbagai Konsentrasi
Pada Panjang Gelombang 273,5 nm 22
Tabel 4.3. Absorbansi Larutan Sampel Bubuk Teh 27
Tabel 4.4. Kadar Kafein Dari Bubuk Teh Dengan Variasi Berat Dan Waktu
Penyeduhan 28
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Kafein 10
Gambar 1. Kurva Absorbansi Vs Panjang Gelombang 34
Gambar 2. Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi Kafein 35
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi setelah air. Diperkirakan
tidak kurang dari 120 mL setiap harinya, teh dikonsumsi setiap orang. Pada dasarnya,
teh diproses menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh hitam, dan teh oolong. Lebih dari
tiga perempat teh di dunia atau 75% diolah menjadi teh hitam dan menjadi salah satu
jenis yang paling digemari di Amerika, Eropa, dan Indonesia. Sisanya sebanyak 23%
diolah menjadi teh hijau dan 2% diolah menjadi teh oolong.
Teh sudah dikenal sejak lama sebagai minuman dengan seribu khasiat yang
menakjubkan. Seiring dengan perkembangan penelitian modern, teh terbukti bisa
menyembuhkan berbagai penyakit dan sebagai penyebab penyakit (Noni Soraya,
2007). Pada masyarakat pedesaan, seduhan teh yang kental biasa digunakan dalam
usaha pertolongan awal pada penderita diare. Bahkan di daerah tertentu, seduhan teh
diyakini bermanfaat sebagai obat kuat dan membuat awet muda (Arif Hartoyo, 2003).
Hasil penelitian menunjukkan, teh jika dikonsumsi secara teratur dapat mencegah
kanker, kolesterol, dan darah tinggi.
Sekalipun memiliki banyak manfaat, perlu diingat bahwa teh juga
mengandung kafein. Jika dikonsumsi secara berlebihan, ia dapat menyebabkan
beberapa gangguan, seperti insomnia, kecemasan, dan ketidakteraturan detak jantung.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Kafein mudah larut dalam air panas, hampir semua sifat kafein yang
terkandung di dalam daun teh mudah larut, maka ketika teh diseduh selama 1-2 menit
pertama semua kafein akan larut tanpa tannin. Akibat dari pembuatan teh yang singkat
ini adalah, karena minuman yang telah dibuat tersebut memiliki tingkat kafein tinggi
yang tidak lagi bertalian dengan tannin, maka dengan cepat kafein tersebut diserap
tubuh saat teh tersebut dikonsumsi. Kafein juga memiliki rangsangan pada sistem
saraf dan fungsi otak. (Stephen Fulder, 2004). Semakin lama teh direndam, maka
kafein dalam teh akan semakin terekstrak sehingga terjadi oksidasi. Untuk
mendapatkan teh yang lebih pekat dilakukan dengan menambahkan takaran daun teh,
bukan dengan memperlama waktu penyeduhan (Sri Kumalaningsih, 2007)
Konsumsi kafein sebaiknya tidak melebihi 300 mg sehari (Hardinsyah,
2008). Para ahli menyarankan 200-300 miligram konsumsi kafein dalam sehari
merupakan jumlah yang cukup untuk orang dewasa. Tapi, mengonsumsi kafein
sebanyak 100 miligram tiap hari dapat menyebabkan individu tersebut tergantung
pada kafein. Maksudnya, seseorang dapat mengalami gejala seperti rasa lelah,
perasaan terganggu atau sakit kepala jika ia tiba-tiba berhenti mengonsumsi kafein
(Siswono, 2008).
Keracunan kafein kronis, bila minum 5 cangkir teh setiap hari yang setara
dengan 600 mg kafein, lama kelamaan akan memperlihatkan tanda dan gejala seperti
gangguan pencernaan makanan (dispepsia), rasa lemah, gelisah, sukar tidur, tidak
nafsu makan, sakit kepala, pusing (vertigo), bingung, berdebar, sesak napas, dan
kadang sukar buang air besar (Setiawan Dalimartha, 2002).
Berdasarkan latar belakang ini penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian tentang kandungan kafein dalam teh, dengan harapan dapat memperoleh
informasi tentang kadar kafein yang terdapat dalam teh dari cara menyeduh teh yang
biasa dilakukan masyarakat.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
1.2. Permasalahan
Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan
adalah :
1. Bagaimana pengaruh massa dan waktu penyeduhan teh terhadap perolehan kadar
kafein dari bubuk teh dengan cara ekstraksi pelarut.
2. Berapa massa optimum dan waktu penyeduhan optimum terhadap perolehan kadar
kafein dari bubuk teh.
1.3. Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya terbatas pada masalah-masalah yang berhubungan dengan
penelitian ini saja, yaitu :
1. Penentuan kadar kafein dari bubuk teh dengan memvariasikan massa dari bubuk
teh yaitu 1, 2, dan 3 gram serta waktu penyeduhan yaitu 2, 4, dan 6 menit.
2. Banyaknya air yang digunakan untuk menyeduh bubuk teh yaitu 150 mL setara
dengan satu cangkir teh.
3. Bubuk teh yang digunakan adalah bubuk teh hitam yang biasa digunakan sehari-
hari oleh masyarakat dengan membandingkan dua merk dagang yaitu teh sariwangi
dan teh bendera.
4. Pengukuran kadar kafein dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Visibel.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui pengaruh massa dan waktu penyeduhan terhadap perolehan
kadar kafein dari bubuk teh.
2. Untuk mengetahui massa optimum dan waktu penyeduhan optimum terhadap
perolehan kadar kafein dari bubuk teh.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
1.5. Manfaat Penelitian
Untuk dapat memperoleh dan memberikan informasi ilmiah tentang kadar kafein yang
terdapat dalam secangkir teh dari cara menyeduh teh yang biasa dilakukan
masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengetahui takaran dalam menyeduh teh dan
efek rangsangan yang dirasakan.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar (LIDA), Laboratorium Kimia
Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan
Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
(USU) Medan.
1.7. Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium
2. Pengambilan sampel bubuk teh dilakukan secara acak di pasaran daerah Padang
Bulan.
3. Perolehan kafein dari bubuk teh dipisahkan dengan cara ekstraksi dimana sampel
diseduh dalam air panas. Kemudian disaring dan diekstraksi dengan kloroform,
tiap-tiap perolehan kafein ditentukan kadarnya dengan spektrofotometer UV
Visibel.
4. Data pengukuran panjang gelombang maksimum dari kafein standard dan
perolehan kadar masing-masing sampel bubuk teh setiap perlakuan disajikan dalam
tabel.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Teh
Tanaman teh pertama kali ditemukan di daratan China. Diperkirakan di propinsi
Szechwan. Daerah tersebut berbatasan dengan wilayah China bagian Barat Daya
bagian Timur Laut India, Birma, Siam dan Indocina.
Ada beberapa versi dalam cerita legenda tentang pertama kali ditemukannya
tanaman teh. Dalam salah satu legenda diceritakan bahawa dalam suatu perjalanannya
ke hutan, seorang raja China menyempatkan diri untuk beristirahat melepas lelah.
Sambil beristirahat mereka menjerang air untuk minuman, secara tidak terduga
terbanglah sehelai daun dan masuk dalam air mendidih itu. Pada saat raja menghirup
minuman itu dirasakan sebagai suatu minuman yang cukup menyegarkan. Maka sejak
itulah dikenal minuman teh di China. Masa itu bertepatan dengan masa sesudah
pemerintahan dinasti Han, atau kira-kira tahun 221-265 sesudah masehi (Djiman dkk,
1996). Telah didokumentasikan bahwa di bawah kepemimpinan kaisar Han (202SM-
1M), pohon teh ditanam secara independen oleh para biarawan.
Pasokan pertama yang mencapai Inggris terjadi pada tahun 1652 hingga 1654.
Seperti halnya rempah-rempah tropis, teh yang awalnya merupakan barang dagangan
yang sangat mahal, merupakan produk eksklusif yang hanya bisa dijangkau oleh para
aristokrat dan para saudagar kaya. Ketika Inggris terlibat dalam perdagangan teh,
volume perdagangan yang menjangkau Eropa dan Amerika juga meningkat, seiring
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
dengan ketatnya persaingan antar berbagai dermaga. Secara berangsur-angsur teh
menjadi bisa terjangkau oleh masyarakat kelas menengah. Meskipun demikian Inggris
mengalami demam teh lebih besar dibanding negara-negara lain.
2.1.1. Nama Teh
Nama asli teh di Asia semuanya hampir sama satu sama lain. Di Cina namanya cha,
di India tsch, di Jepang cha dan di Rusia caj, dalam bahasa Inggris tea dan
dalam bahasa Jerman tee. Pada fase awal sejarah Eropa, minuman teh juga disebut
cha di Inggris, Belanda, dan Portugal. Pada akhir abad ke 17, kata cha menjadi
tay dan tidak lama kemudian menjadi tee dan tea (Stephen Fulder, 2004).
2.1.2. Perkembangan Teh di Indonesia
Munculnya teh di Indonesia berawal ketika Dr. Andreas Cleyer, seorang
berkebangsaan Belanda, yang membawa bibit tanaman teh untuk dijadikan tanaman
hias pada tahun 1686. Mulai tahun 1728, bibit teh dari Cina mulai dibudidayakan di
Pulau Jawa. Usaha tersebut baru berhasil pada tahun 1824, saat Dr. Van Siebold, yang
meneliti teh di Jepang, mempromosikan bibit teh asal Jepang. Sementara perkebunan
teh di Indonesia baru dimulai tahun 1828 dan dipelopori oleh Jacobson.
Teh kemudian menjadi komoditas yang menguntungkan. Dengan demikian,
pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosch, rakyat dipaksa untuk menanam
teh melalui politik tanam paksa. Setelah Indonesia merdeka, usaha perkebunan dan
perdagangan teh diambil pemerintah (Noni Soraya, 2007).
2.2. Taksonomi Teh
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Trantroemiaccae
Family : Theaceae
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis (L)
(Djiman dkk, 1996)
2.2.1. Tanaman Teh
Tanaman teh umumnya ditanam di perkebunan, dipanen secara manual, dan dapat
tumbuh pada ketinggian 200 2.300 m dpl. Teh berasal dari kawasan India bagian
Utara dan Cina Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu Camellia
sinensis var. Assamica yang berasal dari Assam dan Camellia sinensis var. Sinensis
yang berasal dari cina. Varietas assamica daunnya agak besar dengan ujung yang
runcing, sedangkan varietas Sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul.
Pohon kecil, karena seringnya pemangkasan maka tampak seperti perdu. Bila
tidak dipangkas, akan tumbuh kecil ramping setinggi 5 10 m, dengan bentuk tajuk
seperti kerucut. Batang tegak, berkayu, bercabang cabang, ujung ranting dan daun
muda berambut halus. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berseling, helai daun
kaku seperti kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi
bergerigi halus, pertulangan menyirip, panjang 6 18 cm, lebar 2 6 cm, warnanya
hijau,permukaannya mengilap. Bunga di ketiak daun, tunggal atau beberapa bunga
bergabung menjadi satu, berkelamin dua, garis tengah 3 -4 cm, warnanya putih cerah
dengan kepala sari berwarna kuning, harum. Buahnya buah kotak, berdinding tebal,
pecah menurut ruang, masih muda hijau, setelah tua cokelat kehitaman. Biji keras, 1-
3. Pucuk dan daun muda yang digunakan untuk pembuatan minuman teh.
Perbanyakan dengan biji, setek, sambungan atau cangkokan (Setiawan Dalimartha,
2002).
2.3. Jenis dan Pengolahan Teh
Komoditas teh dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh (Camellia sinensis) melalui
proses pengolahan tertentu. Secara umum berdasarkan cara atau proses
pengolahannya, teh dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh
oolong dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan cara menginaktifasi enzim oksidase
atau fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan atau
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
penguapan menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin
dapat dicegah. Teh hitam dibuat dengan cara memanfaatkan terjadinya oksidasi
enzimatis terhadap kandungan katekin teh. Sementara, teh oolong dihasilkan melalui
proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses rolling atau penggulungan
daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi, yang memiliki
karakteristik khusus dibandingkan teh hitam dan teh hijau (Arif Hartoyo, 2003)
2.3.1. Pengolahan Teh Hitam
Teh hitam terbaik di dunia dihasilkan di India (Assam, Darjeeling, dan Nilgiri), Sri
Lanka (Ceylon), serta Cina. Di negara-negara barat, konsumsi tehnya lebih dari 80%
menggunakan teh hitam. Khusus di Amerika, konsumsi teh jenis ini mencapai lebih
dari 90%.
Cara pengolahannya, daun dirajang dan dijemur di bawah panas matahari
sehingga mengalami perubahan kimiawi sebelum dikeringkan. Perlakuan tersebut
akan menyebabkan warna daun menjadi cokelat dan memberikan cita rasa teh hitam
yang khas. Tahap-tahap pengolahan teh hitam sebagai berikut :
a. Pelayuan dalam ruangan
Pelayuan dalam ruangan dilakukan selama 12 18 jam. Selama proses
pelayuan yang lama ini, kadar air daun berkurang dan menjadi lembut
sehingga daun-daun mudah digiling.
b. Penggilingan
Penggilingan bertujuan agar membran daun hancur sehingga
mengeluarkan minyak atsiri yang menimbulkan aroma yang khas.
c. Fermentasi penuh
Selama proses fermentasi, warna daun menjadi gelap dan sarinya menjadi
kurang pahit. Proses fermentasi dihentikan saat aroma dan rasanya sudah
maksimal.
d. Pengeringan
Proses pengeringan untuk mengurangi kadar air sebanyak 2-5%.. sarinya
mengering pada permukaan daun dan bertahan relatif tetap sampai
dilepaskan oleh air panas selama penyeduhan.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
e. Sortasi
Selama proses produksi, banyak daun teh robek atau remuk sehingga
produk teh akhir terdiri atas daun utuh, daun robek, dan partikel-partikel
yang lebih kecil (Noni Soraya, 2007).
2.4. Komposisi Kimia Teh
Teh mengandung sejenis antioksidan yang bernama katekin. Pada daun teh segar,
kadar katekin bisa mencapai 30% dari berat kering. Teh hijau dan teh putih
mengandung katekin yang tinggi, sedangkan teh hitam mengandung lebih sedikit
katekin karena katekin hilang dalam proses oksidasi. Teh juga mengandung kafein
(sekitar 3% dari berat kering atau sekitar 40 mg per cangkir), teofilin dan teobromin
dalam jumlah sedikit (http://id.wikipedia.org/wiki/Teh).
Daun mengandung kafein (2 3%), theobromin, theofilin, tannin, xanthine,
adenine, minyak atsiri, kuersetin, naringenin, dan natural fluoride.
Tabel 2.1. Kandungan Kimia dalam 100 gram Teh
No Komponen Jumlah
1 Kalori 17 kJ
2 Air 75
80%
3 Polifenol 25%
4 Karbohidrat 4%
5 Serat 27%
6 Pektin 6%
7 Kafein 2,5
4,5%
8 Protein 20%
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
(Setiawan Dalimartha, 2002).
2.4.1. Senyawa alkaloid
Di alam terdapat beberapa senyawa alkaloid santin, antara lain 1,3-dimetilsantin
(theophillin), 3,7-dimetilsantin (theobromine) yang banyak terdapat dalam biji coklat
dan 1,3,7-trimetilsantin (kafein) dalam kopi dan teh.
Kafein (1,3,7-trimetilsantin)
Gambar 2.1. Struktur kafein
Kafein adalah basa sangat lemah dalam larutan air atau alkohol tidak terbentuk
garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai jarum mengkilat
putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Kafein larut dalam air (1:50), alkohol (1:75)
atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik dalam air panas
(1:6 pada 80oC) atau alkohol panas (1:25 pada 60oC) (Wilson and Gisvold, 1982).
Kafein merupakan alkaloid yang terdapat dalam teh, kopi, cokelat, kola dan
beberapa minuman penyegar lainnya. Kafein dapat berfungsi sebagai stimulan dan
beberapa aktifitas biologis lainnya. Kandungan kafein dalam teh relatif lebih besar
daripada yang terdapat dalam kopi, tetapi pemakaian teh dalam minuman lebih encer
dibandingkan dengan kopi (Sudarmi, 1997).
2.4.2. Sifat Kafein
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Kafein berbentuk anhidrat. Mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari
101,0% C8H10N4O2.
Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya menggumpal, tidak berbau,
rasa pahit. Larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus. Bentuk hidratnya mekar di
udara.
Kelarutan agak sukar larut dalam air, dalam etanol, mudah larut dalam
kloroform, sukar larut dalam eter (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
2.5. Farmakologi Kafein
Kafein merupakan perangsang susunan saraf pusat dapat menimbulkan diuresis,
merangsang otot jantung dan melemaskan otot polos bronchus. Secara klinis biasanya
digunakan berdasarkan khasiat sentralnya, meransang semua susunan sarafpusat mula-
mula korteks kemudian batang otak, sedangkan medula spinalis hanya dirangsang
dengan dosis besar (Sudarmi, 1997).
Dalam dosis standar antara 50 200 mg, kafein utamanya mempengaruhi
lapisan luar otak. Pengaruh ini bisa mengurangi kelelahan. Dalam dosis yang lebih
besar, pusat vasomotor dan pernafasan terpengaruh. Fakta menunjukkan hal ini pun
tidak mempengaruhi tekanan darah karena pembuluh darah jantung dan pembuluh-
pembuluh darah yang ada di kulit dan ginjal terbuka secara simultan.
Tekanan darah tinggi hanya disebabkan oleh konsumsi kafein dengan dosis
yang sangat tinggi. Dosis yang berlebihan menyebabkan rasa gelisah, pikiran tidak
tenang dan detak jantung yang tidak normal. Keracunan yang semata-mata disebabkan
oleh kafein sangat jarang terjadi. Tetapi, rangkaian medis telah membenarkan bahwa
dosis konsumsi kafein yang sangat membahayakan jiwa manusia sekitar 10 g. Ini
berarti bahwa mengkonsumsi sekitar 80 cangkir kopi atau 140 cangkir teh dalam
waktu yang sangat singkat (seketika) dapat menyebabkan kematian.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Selama masa hamil, jika terlalu sering overdosis kafein, lebih dari 600 mg per
hari, bisa berakibat gugurnya kandungan. Tetapi, jumlah kafein yang setara dengan
angka di atas, maka harus mengkonsumsi teh sedikitnya 14 cangkir setiap hari dengan
kanndungan kafein setinggi mungkin (Stephen Fulder, 2004
2.6. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan kimia yang paling lama. Penyediaan
secangkir kopi atau teh termasuk termasuk rasa dari ekstraksi dan komponen bau dari
dari masalah sayuran kering dengan air panas. Demikian juga dengan bahan-bahan
wewangian dan banyak obat diisolasi secara ekstraksi dengan menggunakan pelarut
organik.
Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi sebaiknya memiliki banyak sifat
pengekstrakksian yang memuaskan. Pelarut yang digunakan sebaiknya tidak memecah
substansi yang akan diekstraksi, memiliki titik didih yang rendah sehingga mudah
dihilangkan, tidak bereaksi dengan pelarut, tidak mudah terbakar dan berbahaya, dan
relatif tidak mahal (Fieser Williamson, 1983).
Metode dasar pada ekstraksi cair cair adalah ekstraksi bertahap (batch),
ekstraksi kontinyu. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana.
Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur
dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi
kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada dua lapisan, setelah ini
tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan.
Metode ini digunakan untuk pemisahan analitik. Kesempurnaan ekstraksi
tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika
jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit.
Ekstraksi ini merupakan metode yang baik dan populer, alasan utamanya adalah
bahwa pemisahan ini dapat dilakukan dalam tingkat makro maupun mikro dan tidak
memerlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong pisah (Khopkar, S.M,
2002).
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan
tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti benzen, karbon
tetraklorida atau kloroform. Batasannya, adalah zat terlarut yang dapat ditransfer pada
jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut (Underwood, 1992).
2.7. Spektrofotometri
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer
dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan atau direfleksikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang.
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu,
monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat
untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding
(Khopkar, S.M, 2002).
2.7.1. Instrumentasi Spektrofotometer UV-Visibel
SR M SK D A VD
Keterangan :
SR = Sumber Radiasi D = Detektor
M = Monokromator A = Amplifier atau penguat
SK = Sampel Kompartemen VD = Visual Display atau meter
Spektrofotometri merupakan salah satu metode yang sangat penting dalam
analisis kimia kuantitatif. Banyak kelebihan yang dimilikinya, antara lain :
1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi, dan auksokrom
dari suatu senyawa organik.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
maksimum suatu senyawa.
3. Mampu menganalisa senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan
hukum Lambert-Beer.
4. Metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang
sangat kecil (Basset et al, 1994).
2.7.2. Analisa secara Spektrofotometri
Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan
sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar
monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800nm (Abdul Rohman,
2007).
Suatu energi yang dikenakan terhadap suatu zat akan dapat diabsorbsi,
ditransmisikan, dipantulkan ataupun dibiaskan oleh zat tersebut. Energi yang
diabsorbsi suatu zat adalah sebanding dengan energi yang dibutuhkan untuk
memungkinkan suatu perubahan dalam atom ataupun molekul zat tersebut, sehingga
mengakibatkan hanya satu panjang gelombang dari energi tertentu yang dapat
diabsorsi, sedangkan panjang gelombang yang tidak.
Apabila sinar polikromatik (sinar yang terdiri dari beberapa spektrum)
dilewatkan melalui suatu larutan maka spektrum yang monokromatis diabsorbsi,
sementara spektrum yang lain dilewatkan dari larutan. Besarnya absorbsi tergantung
pada jarak yang dijalani oleh radiasi dan tabiat jenis zat molekul dalam larutan
(Underwood, 1992).
2.7.3. Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat
penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam hukum
Lambert-Beer tersebut ada beberapa batasan yaitu :
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas
yang sama
Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap
yang lain dalam larutan tersebut.
Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforisensi Indeks bias tidak tergantung
pada konsentrasi larutan (Abdul Rohman ,2007).
Kombinasi hukum Lambert-Beer dapat dituiskan dengan persamaan :
It = Io . 10 .b.c
atau It log = A (absorbansi) Io
Sehingga A = . b . c
Atau dalam lain dapat dituliskan : A = a . b . c
dimana A = absorbansi
= koefisien ekstingsi molar
a = absorbsivitas
b = tebal medium pengabsorsi
c = konsentrasi (Kenner dan Busch, 1991)
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
BAB III
BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat-alat
- Alat alat gelas Pyrex
- Neraca Analitis Mettler Toledo
- Rotarievaporator Heidolph
- Spektrofotometer 1240 Shimadzu
- Hot plate Bibby
- Corong pisah
- Bola Karet
- Botol akuades
- Pipet Volumetri
3.2. Bahan-bahan
- Bubuk teh sariwamgi
- Bubuk teh bendera
- CaCO3 p.a. (E.Merck)
- Akuades
- Kloroform p.a. (E.Merck)
- Kafein p.a. (E.MercK)
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Larutan
3.3.1.1. Larutan Standar Kafein 1000 mg/L
Ditimbang sebanyak 1,0000 gram kafein, dimasukkan ke dalam beaker glass,
dilarutkan dengan akuades panas secukupnya, dimasukkan ke dalam labu takar 1000
mL kemudian diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan dihomogenkan.
3.3.1.2. Larutan Standar Kafein 100 mg/L
Dipipet larutan standar kafein 1000 mg/L sebanyak 10 mL, dimasukkan ke dalam labu
takar 100 mL kemudian diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan
diomogenkan.
3.3.1.3. Larutan Standar Kafein 10 mg/L
Dipipet larutan alikuot standar kafein 100 mg/L sebanyak 25 mL, dimasukkan ke
dalam labu takar 250 mL kemudian diencerkan dengan akuades hingga garis tanda,
dan dihomogenkan.
3.3.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Kafein
Sebanyak 20 mL larutan standar kafein 10 mg/L dipipet, lalu dimasukkan ke dalam
labu takar 50 mL, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dihomogenkan,
besarnya absorbansi yang diperoleh dari larutan diukur dengan spektrofotometer UV-
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Visible pada panjang gelombang 266 280 nm. Sebagai uji blanko digunakan
akuades.
3.3.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dari larutan standar kafein 10 mg/L dipipet dengan tepat masing-masing 10, 15, 20,
25, 30, dan 35 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL, diencerkan
dengan akuades hingga garis tanda, dihomogenkan, besarnya absorbansi dari masing-
masing larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Visible dengan panjang
gelombang 273,5 nm. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali, sebagai uji blanko
digunakan akuades.
3.3.4. Pemisahan Kafein Secara Ekstraksi dari Bubuk Teh
Sebanyak 1 gram bubuk teh dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian
ditambahkan 150 mL air panas kedalamnya, selanjutnya diseduh selama 2 menit
sambil diaduk. Larutan teh panas disaring melalui corong dengan kertas saring ke
dalam erlenmeyer, kemudian 1,5 gram CaCO3 dan larutan teh tadi dimasukkan ke
dalam corong pisah lalu diekstraksi sebanyak 4 kali, masing-masing dengan
penambahan 25 mL kloroform. Lapisan bawahnya diambil, kemudian ekstrak (fase
kloroform) ini diuapkan dengan rotarievaporator hingga kloroform menguap
seluruhnya. Ekstrak kafein bebas pelarut dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL,
diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan, kemudian
ditentukan kadarnya dengan spektrofotometri UV-Visible pada panjang gelombang
273,5 nm. Perlakuan yang sama dilakukan untuk tiap-tiap penyeduhan 2, 4, dan 6
menit masing-masing dengan variasi berat 1, 2, dan 3 gram.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
3.4. Bagan penelitian 3.4.1. Pemisahan Kafein Secara Ekstraksi dari Bubuk Teh
Ditambahkan 150 mL air panas
Diseduh selama 2 menit sambil diaduk
Disaring
Ditambahkan 1,5 gram CaCO3
Diekstraksi masing masing dengan
penambahan 25 mL kloroform
sebanyak 4 kali
Dipisahkan
Diuapkan kloroform dengan
rotarievaporator
Dimasukkan kedalam labu
takar 100 mL
Diencerkan dengan akuades
hingga garis tanda
Dihomogenkan
Diukur konsentrasi kafein
dengan spektrofotometer
1 gram bubuk
Residu
Filtrat
Lapisan
Lapisan
Ekstrak kafein bebas
Ekstrak kafein
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
UV-Vis pada = 273,5 nm
Catatan : Dilakukan hal yang sama untuk berat sebanyak 1 gram dengan waktu
penyeduhan selama 4 dan 6 menit serta berat sebanyak 2 dan 3 gram
dengan waktu penyeduhan selama 2, 4, dan 6 menit.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil dan Pengolahan Data
4.1.1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum dari kafein dilakukan dengan menggunakan
larutan kafein standar dengan kadar 4 mg/L dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 266 280 nm. Data dari absorbansi pengukuran panjang gelombang dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Standar
Kafein 4 mg/L
Panjang Gelombang (nm) Absorbansi
266 0,3655
266,5 0,3712
267 0,3751
267,5 0,3823
268 0,3867
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
268,5 0,3933
269 0,3964
269,5 0,3964
270 0,3977
270,5 0,4008
271 0,4011
271,5 0,4065
272 0,4063
272,5 0,4073
273 0,4087
273,5 0,4095
274 0,4060
274,5 0,4065
275 0,4045
275,5 0,4010
276 0,3965
276,5 0,3956
277 0,3893
277,5 0,3849
278 0,3810
278,5 0,3752
279 0,3665
279,5 0,3606
280 0,3512
4.1.2. Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Kafein
Pengukuran absorbansi larutan standar kafein dibuat dengan kisaran 2 mg/L sampai 7
mg/L dan diukur pada panjang gelombang 273,5 nm yang dapat dilihat pada tabel 4.2.
Pengukuran absorbansi larutan standar kafein digunakan untuk pembuatan kurva
kalibrasi (Kurva Absorbansi Vs Panjang Gelombang dapat dilihat pada lampiran
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
gambar 2). Persamaan garis kurva kalibrasi dapat dihitung dari persamaan garis
regresi.
Tabel 4.2. Data Absorbansi Larutan Standar Kafein Berbagai Konsentrasi Pada
Panjang Gelombang 273,5 nm
Konsentrasi Kafein (mg/L) Absorbansi
2,0 0,174
3,0 0,283
4,0 0,384
5,0 0,458
6,0 0,547
7,0 0,640
4.1.3. Penurunan Persamaan Garis Regresi
Setelah diperoleh hasil pengukuran absorbansi dari larutan standar kafein maka
absorbansi dialurkan terhadap konsentrasi larutan standar untuk mendapatkan kurva
kalibrasi berupa garis linier. Selanjutnya persamaan garis regresi kurva kalibrasi
dihitung menggunakan metode Least Square sebagai berikut :
No Xi Yi Xi - X Yi Y (Xi X)2 (Yi Y)2 (Xi X) (Yi Y)
1 2,0 0,174 -2,5 -0,2403 6,25 0,0577 0,6008
2 3,0 0,283 -1,5 -0,1313 2,25 0,0172 0,1970
3 4,0 0,384 -0,5 -0,0303 0,25 0,0009 0,0152
4 5,0 0,458 0,5 0,0437 0,25 0,0019 0,0219
5 6,0 0,547 1,5 0,1327 2,25 0,0176 0,1991
6 7,0 0.640 2,5 0,2257 6,25 0,0509 0,5643
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
27,0 2,486 0 0,0002 17,5 0,1462 1,5983
Dimana harga X rata rata :
X = = = 4,5
Dimana harga Y rata rata :
Y = = = 0,4143
Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan :
Y = aX + b
Dimana : a = slope
b = intersept
Nilai dapat ditentukan dengan :
a =
sehingga diperoleh nilai a :
a = = 0,0913
Nilai diperoleh melalui substitusi nilai a ke dalam persamaan berikut :
Y = aX + b
b = Y aX
= 0,4143 (0,0913)(4,5)
= 0,0034
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Maka persamaan garis regresi yang diperoleh :
Y = 0,0913X + 0,0034
4.1.4. Perhitungan Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi (r) dari persamaan kurva kalibrasi dapat ditunjukkan sebagai
berikut :
r =
r = = 0,9993
4.1.5. Perhitungan Standar Deviasi
Dengan mensubstitusikan nilai konsentrasi larutan standar (Xi) ke persamaan garis
regresi maka diperoleh nilai Y yang baru (), seperti yang tercantum pada tabel :
No Xi Yi (Xi)2 |Yi - | (Yi )2
1 2,0 0,174 0,1860 4 0,0120 0,0001
2 3,0 0,283 0,2773 9 0,0057 0,0000
3 4,0 0,384 0,3686 16 0,0154 0,0002
4 5,0 0,458 0,4599 25 0,0019 0,0000
5 6,0 0,547 0,5512 36 0.0042 0,0000
6 7,0 0,640 0,6425 49 0.0025 0,0000
27,0 2,486 2,4855 129 0,0417 0,0003
Dari tabel di atas maka dapat ditentukan standar deviasi untuk intersept (sb) yaitu :
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Sb =
Dimana,
=
= = 0,0086
Sehingga diperoleh :
Sb = = 0,0005
4.1.6. Penentuan Batas Deteksi
Batas deteksi dapat dihitung dengan persamaan :
3 Sb = Y Yb
Y = 3 Sb + Yb
Dimana :
Y = sinyal pada batas kadar deteksi
Sb = standar deviasi
Yb = intersept kurva kalibrasi
Persamaan kurva kalibrasi : Y = 0,0913X + 0,0034 , dimana Yb = 0,0034 dan
Sb = 0,0005
Maka dengan mensubstitusi Yb dan Sb pada persamaan Y = 3 Sb + Yb diperoleh nilai
batas deteksi :
Y = 3 Sb + Yb
= 3 (0,0005) + 0,0034
= 0,0015 + 0,0034
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
= 0,0049
Dengam mensubstitusi nilai Y pada persamaan : Y = 0,0913X + 0,0034 maka :
0,0049 = 0,0913X + 0,0034
X =
= 0,0164 mg/L
Jadi batas deteksi pengukuran kafein untuk penelitian ini adalah 0,0164 mg/L
4.1.6. Penentuan Konsentrasi Kafein Pada Bubuk Teh
Konsentrasi kafein dalam bubuk teh dapat ditentukan dengan menggunakan metode
kurva kalibrasi dengan mensubstitusi nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari
pengukuran (tabel 4.3) terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
Untuk bubuk teh Bendera dengan berat 1 gram dan waktu penyeduhan 2 menit
Y = 0,5344
Dengan mensubstitusi Y terhadap persamaan garis regresi beri Y = 0,0913X + 0,0034,
maka diperoleh :
X = = 5,8160
Konsentrasi kafein (b/b) =
=
=
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Persentase (%) kafein dalam 1 g bubuk teh bendera = x 100% = 0,582%
Dengan cara yang sama dapat dihitung persentase (%) kafein di dalam bubuk
teh Bendera dan Sariwangi untuk variasi berat 1; 2; 3 gram dan waktu penyeduhan 2;
4; 6 menit, dimana berat bubuk teh 1 gram dilakukan dengan pengenceran 10 kali dan
berat bubuk teh 2 dan 3 gram dilakukan dengan pengenceran 50 kali. Data hasil
pengukuran absorbansi larutan sampel bubuk teh dapat dilihat pada tabel 4.3 dan data
hasil perhitungan kadar kafein dari bubuk teh dengan variasi berat dan waktu
penyeduhan dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.3. Absorbansi Larutan Sampel Bubuk Teh
No. Merek
Bubuk
Teh
Berat
(g)
Waktu
Penyeduhan
(menit)
Ulangan Rata-
rata I II III
1.
Bendera
1
2 0,5344 0,5376 0,5312 0,5344
4 0,5490 0,5460 0,5417 0,5456
6 0,5673 0,5647 0,5683 0,5667
2
2 0,3402 0,3431 0,3422 0,3418
4 0,3576 0,3525 0,3577 0,3559
6 0,3760 0,3739 0,3720 0,3740
3
2 0,4718 0,4747 0,4796 0,4720
4 0,4821 0,4864 0,4851 0,4845
6 0,5036 0,5045 0,5038 0,5040
2.
Sariwangi
1
2 0,5189 0,5162 0,5174 0,5175
4 0,5407 0,5426 0,5396 0,5408
6 0,5591 0,5578 0,5545 0,5571
2
2 0,3209 0,3229 0,3197 0,3211
4 0,3391 0,3318 0,3349 0,3353
6 0,3544 0,3574 0,3535 0,3551
2 0,4679 0,4665 0,4647 0,4664
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Tabel 4.4. Kadar Kafein Dari Bubuk Teh Dengan Variasi Berat Dan Waktu
Penyeduhan
No. Merek Bubuk Teh Berat (g) Waktu
Penyeduhan
(menit)
Kadar Kafein Dalam
Bubuk Teh
mg (b/b) (%)
1.
Bendera
1
2 5,8160 0,5816
4 5,9386 0,5939
6 6,1698 0,6170
2
2 18,5325 0,9266
4 19,3045 0,9652
6 20,2955 1,0147
3
2 25,6625 0,8554
4 26,3470 0,8782
6 27,4150 0,9138
2.
Sariwangi
1
2 5,6309 0,5631
4 5,8861 0,5886
6 6,0646 0,6065
2
2 17,3985 0,8699
4 18,1765 0,9088
6 19,2935 0,9647
3 4 0,4810 0,4832 0,4869 0,4837
6 0,4995 0,4954 0,4986 0,4978
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
3
2 25,3560 0,8452
4 26,3035 0,8768
6 27,0755 0,9025
4.2. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri, dimana
terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang absorbsi maksimum dari
kafein, kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada berbagai konsentrasi kafein
yaitu 2 mg/L sampai dengan 7 mg/L, selanjutnya pengukuran absorbansi larutan
sampel bubuk teh dengan memvariasikan berat dan waktu penyeduhan serta
penentuan konsentrasi kafein dari bubuk teh dengan menggunakan persamaan Least-
Square.
Hasil yang diperoleh dari penentuan panjang gelombang absorbsi maksimum
adalah 273,5 nm. Berdasarkan panjang gelombang absorbsi maksimum secara teori
adalah 272 276 nm (Egan, 1981). Penentuan kadar kafein dalam bubuk teh
berdasarkan nilai absorbansi diperlukan kurva kalibrasi dari hubungan antara
absorbansi yang terukur terhadap berbagai konsentrasi kafein standar. Persamaan garis
kurva kalibrasi dapat dihitung dengan menggunakan metode Least Square dimana
persamaan garis regresinya adalah Y = 0,0913X + 0,0034.
Dari data hasil penelitian diperoleh bahwa kadar kafein dari bubuk teh merek
Bendera dengan berat 1 g, 2 g, dan 3 g serta waktu penyeduhan selama 6 menit adalah
0,62%, 1,01%, dan 0,91%. Selanjutnya kadar kafein dari bubuk teh merek Sariwangi
dengan berat 1 g, 2 g dan 3 g serta waktu penyeduhan selama 6 menit adalah 0,61%,
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
0,96%, dan 0,90%. Teh mengandung kafein sekitar 3% atau sekitar 40 mg per cangkir.
Para ahli menyarankan 200 300 mg konsumsi kafein dalam sehari merupakan
jumlah yang cukup untuk orang dewasa (Siswono, 2008).
Dari hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan kadar kafein yang
dipengaruhi oleh berat dan waktu penyeduhan. Semakin tingginya kadar kafein yang
dipengaruhi oleh berat bubuk teh dan waktu penyeduhan dapat disebabkan oleh
semakin banyak bubuk teh yang digunakan dan adanya penambahan kalsium karbonat
sehingga kafein dihasilkan dalam basa bebas semakin banyak (Williamson, 1987).
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengaruh berat dan waktu penyeduhan terhadap kadar kafein adalah semakin
banyak bubuk teh dan semakin lama waktu penyeduhan maka kadar kafein
akan semakin tinggi, yaitu diperoleh bahwa kadar kafein dari bubuk teh merek
Bendera dengan berat 1 g, 2 g, dan 3 g serta waktu penyeduhan selama 6 menit
adalah 0,62%, 1,01%, dan 0,91%. Selanjutnya kadar kafein dari bubuk teh
merek Sariwangi dengan berat 1 g, 2 g, dan 3 g serta waktu penyeduhan
selama 6 menit adalah 0,61%, 0,96%, 0,90%. Teh mengandung sekitar 3%
atau sekitar 40 mg per cangkir.
2. Berat optimum dan waktu penyeduhan optimum diperoleh pada berat 2 gram
dan waktu penyeduhan 6 menit dari bubuk teh Bendera.
5.2. Saran
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Sebaiknya penelitian ini dilanjutkan dengan memvariasikan merek bubuk teh yang
lain dan juga variasi waktu penyeduhan yang lebih lama sehingga dapat diketahui
kadar kafein setiap merek bubuk teh di dalam minuman dan juga dapat diketahui berat
dan waktu penyeduhan optimum.
DAFTAR PUSTAKA
Aninomous. http://id.wikipedia.org/wiki/teh. Diakses Tanggal 15 Mei 2008. Ault, Addison. 1987. Techniques and Experiments for Organic Chemistry. Fifth
Edition. USA : Allyn and Bacon Inc. Bassett, J, R, C. Denny G, H. Jeffery, J. Mendham. 1994. Kimia Analitik Kuantitatif
Anorganik. Edisi Keempat. Jakarta: EGC Kedokteran. Dalimartha, Setiawan. 2002. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: Trubus
Agriwidya. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi
Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan. Egan, H. Kirk, R, S. Sawyer, R. 1981. Pearsons Chemical Analysis of Foods. Eight
Edition. London. Longman Scientific & Technical. Fulder, Stephen. 2004. Khasiat Teh Hijau. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Dawud, Abu. http://tech.group.yahoo.com/kimia_indonesia. Diakses Tanggal 12
Januari 2009. Djiman. Soehardjo. Hartati, S. 1996. Teh. Sumatera Utara: PT. Perkenunan Nusantara
IV. Hardinsyah. http://fema.ipb.ac.id. Diakses Tanggal 30 Maret 2008 Hartoyo, Arif. 2003. Teh & Khasiatnya bagi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Kenner, C,T. Busch, K,W. 1979. Quantitative Analysis. New York: Mac Millan
Publishing Co. Khopkar, S, M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Kumalaningsih, Sri. 2007. http://antioxidantcentre.com/index2.php. Diakses Tanggal
28 Juni 2008. Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analitik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Siswono. http://www.republika.co.id. Diakses Tanggal 12 Mei 2008 Soraya, Noni. 2007. Sehat & Cantik Berkat Teh Hijau. Depok: Penebar Swadaya. Sudarmi. 1997. Kafein Dalam Pandangan Farmasi. Medan: Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU). Underwood, A, L. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Williamson, Fieser. 1983. Organic Experiments. Sixth Edition. Canada: DC Heath &
Company. Williamson, K, L. 1987. Microscale Organic Experiment. Canada : DC Heath and
Company Wilson, and Gisvold. 1982. Textbook of Organic Medical and Pharmaceutical
Chemistry. Philadelphia: JB Lippincolt Company.
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Gambar 1. Kurva Absorbansi Vs Panjang Gelombang
Novianty Syahfitri : Pengaruh Berat Dan Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein Dari Bubuk Teh, 2009. USU Repository 2009
Gambar 2. Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi Kafein