32
TANGGUNG JAWAB ETIK DAN HUKUM PERAWAT DI DAERAH TERPENCIL Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Etika dan Hukum Keperawatan Dosen pembimbing : Dr. dr. M. C. Inge Hartini, M.Kes OLEH KELOMPOK XXVIII: 1. Primiandianza Prorenata (22020 11541 0061) 2. Santoso (22020 11541 0066)

Tanggung Jawab Etik Dan Hukum Perawat Di Daerah Terpencil 2015

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anza

Citation preview

TANGGUNG JAWAB ETIK DAN HUKUM PERAWAT

DI DAERAH TERPENCIL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Etika dan Hukum Keperawatan

Dosen pembimbing : Dr. dr. M. C. Inge Hartini, M.Kes

OLEH KELOMPOK XXVIII:

1. Primiandianza Prorenata (22020 11541 0061)2. Santoso (22020 11541 0066)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

2015

DAFTAR ISI

Hal

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Permasalahan ............................................................................. 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3

A. Aspek Medis Dan Keperawatan ................................................ 3

B. Aspek Etik Keperawatan ........................................................... 5

C. Aspek Yuridis Keperawatan ...................................................... 10

D. Aspek Daerah Dan Fasilitas Pelayanan Kesesehatan ................ 14

BAB III. PEMBAHASAN ............................................................................. 16

BAB IV. PENUTUP ....................................................................................... 17

A. Simpulan .................................................................................... 17

B. Saran .......................................................................................... 17

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan di Indonesia sangat memprihatinkan mulai dari

munculnya penyakit – penyakit degeneratif, bencana alam dan kemiskinan

yang semuanya itu membuat masyarakat harus dikelilingi oleh kondisi

kesehatan yang kurang baik. Kondisi ini diperburuk oleh kurangnya tenaga

kesehatan perawat yang tersebar didaerah– daerah terpencil akibat tidak

rasionalnya penempatan tenaga kesehatan didaerah– daerah terpencil maupun

daerah– daerah sangat terpencil.Selain itu masalah sosial, ekonomi, politik

dan keamanan yang mempengaruhi penduduk, khususnya keluarga miskin

untuk dapat menjangkau pelayanan kesehatan khususnya pelayanan

keperawatan.

Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunjukkan, bahwa

sebagian besar perawat (56.1%) melakukan asuhan keperawatan dalam

gedung Puskesmas dengan baik, (55.29%) melakukan asuhan keperawatan

keluarga dan (52.4%) sudah menerapkan asuhan keperawatan pada kelompok

dengan baik. Disamping itu, perawat juga melakukan tugas lain, antara lain

menetapkan diagnosis penyakit (92.6%); membuat resep obat (93.1%);

melakukan tindakan pengobatan di dalam maupun di luar gedung puskesmas

(97.1%); melakukan pemeriksaan kehamilan (70.1%); melakukan

pertolongan persalinan (57.7%). Hal ini terjadi tidak saja di Puskesmas

terpencil tetapi juga di Puskesmas tidak terpencil. Selain itu (78.8%) perawat

melaksanakan tugas petugas kebersihan dan (63.6%) melakukan tugas

administrasi antara lain sebagai bendahara.

2

B. Permasalahan

1. Bagaimana tanggung jawab perawat secara etik dan hukum di daerah

terpencil?

2. Bagaimana tugas perawat di daerah terpencil?

3. Apakah hambatan yang mungkin terjadi pada perawat di daerah terpencil.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Aspek Medis Dan Keperawatan

Tenaga Medis adalah tenaga ahli kedokteran dengan fungsi utamanya

adalah memerikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu sebaik-

baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu

kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan

(Anireon, 1984)

Menurut Permenkes No.262/1979 yang dimaksud dengan tenaga medis

adalah lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi dan "Pascasarajna"

yang memberikan pelayanan medik dan penunjang medik. Sedangkan

menurut PP No.32 Tahun 1996 Tenaga Medik termasuk tenaga kesehatan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun

1996 tentang Tenaga Kesehatan tersebut, yang dimaksud dengan tenaga

medis meliputi dokter dan dokter gigi. Tenaga medis adalah mereka yang

profesinya dalam bidang medis yaitu dokter, physician (dokter fisit) maupun

dentist ( dokter gigi ).

Sebagai general practicioner dan specialis dalam berpraktik ada 3

norma yang bersinambungan, yaitu norma etis, norma disiplin dan norma

hukum. Standar profesi medis yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, yaitu:

1. Adanya alasan yang mendasari dilakukannnya suatu tindakan medis. unsur

ini disebut sebagai indikasi medis, yaitu petunjuk berdasarkan pelaksanaan

menurut ilmu pengetahuan kedokteran dan pengalaman dokter bahawa

suatu tindakan harus dilakukan.

2. Dengan cara bagaimana suatu tindakan medis dilakukan, apakah telah

mengikuti suatu prosedur yang standar / baku.

Tindakan medis yang telah memenuhi kedua hal tersebut disebut

tindakan medis lege artis, yaitu menurut kepandaian/peraturan/ilmu dan seni

dalam pengertian telah diterima dalam lingkup ilmu kedokteran/kalangan

praktisi medis.

4

Setiap tenaga medis harus memenuhi kewajiban sebagai tenaga medis

yang diturunkan dari syarat legal yang tidak melawan hukum, yaitu

kewajiban yang timbul dari sifat perawatan medis. Setiap tenaga medis, harus

berpraktik sesuai dengan standar profesi medis, yaitu bertindak secara teliti

dan hati hati sesuai dengan standar medis/ketentuan yang baku menurut ilmu

kedokteran.

Dari uraian beberapa pengertian mengenai tenaga medis tersebut, maka

dapat ditarik pokok pemahaman bawah tenaga medis adalah setiap orang

yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan

dan keterampilan melalui pendidikan dalam bidang kesehatan jenis tertentu

yang memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Tenaga keperawatan adalah seseorang yang telah lulus pendidikan

tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh

pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Tanggung jawab perawat dalam praktik keperawatan telah termuat

dalam kode etik yang telah disusun dan disahkan oleh organisasi atau wadah

yang membina profesi keperawatan.

Tanggung jawab perawat sebagaimana yang dirumuskan dalam kode

etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri dari 5 Bab dan 17 Pasal, yaitu:

1. Bab 1, terdiri dari 4 (empat) pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab

perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat.

2. Bab 2, terdiri dari lima pasal menjelaskan tentang tanggung jawab

perawat terhadap tugasnya.

3. Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tanggung jawab perawat

terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain.

4. Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab

perawat terhadap profesi keperawatan.

5. Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab

perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.

5

B. Aspek Etik Keperawatan

Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar

dan David (1978) berarti kebiasaan, model perilaku atau standar yang

diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan istilah

etika sekarang ini banyak diartikan sebagai motif atau dorongan yang

mempengaruhi perilaku. (Suhaemi, 2002).

Kode etik adalah suatu pernyataan formal mengenai suatu standar

kesempurnaan dan nilai kelompok. Kode etik adalah prinsip etik yang

digunakan oleh semua anggota kelompok, mencerminkan penilaian moral

mereka sepanjang waktu, dan berfungsi sebagai standar untuk tindakan

profesional mereka.

Kode etik disusun dan disahkan oleh organisasi atau wadah yang

membina profesi tertentu baik secara nasional maupun internasional. Kode

etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI di

jakarta pada tanggal 29 November 1989. Di dalam kode etik keperawatan

dijelaskan beberapa tanggung jawab perawat, antara lain:

1. Tanggung jawab Perawat terhadap klien

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat,

diperlukan peraturan tentang hubungan antara perawat dengan

masyarakat, yaitu sebagai berikut :

a. Perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa

berpedoman pada tanggung jawab yang bersumber pada adanya

kebutuhan terhadap keperawatan individu, keluarga, dan masyarakat.

b. Perawat, dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan,

memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai

budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari

individu, keluarga dan masyarakat.

c. Perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu,

keluarga, dan masyarakat, senantiasa dilandasi rasa tulus ikhlas

sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.

6

d. Perawat, menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga

dan masyarakat, khususnya dalam mengambil prakarsa dan

mengadakan upaya kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada

umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajiban bagi kepentingan

masyarakat.

2. Tanggung jawab Perawat terhadap tugas

a. Perawat, memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi

disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta

keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu,

keluarga, dan masyarakat.

b. Perawat, wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya

sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya, kecuali

diperlukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

c. Perawat, tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan

keperawatan yang dimilikinya dengan tujuan yang bertentangan

dengan norma-norma kemanusiaan.

d. Perawat, dalam menunaikan tugas dan kewajibannya, senantiasa

berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh

pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis

kelamin, aliran politik, agama yang dianut, dan kedudukan sosial.

e. Perawat, mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien/klien

dalam melaksanakan tugas keperawatannya, serta matang dalam

mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-

tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan

keperawatan.

3. Tanggung jawab Perawat terhadap Sejawat

Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan

lain sebagai berikut :

a. Perawat, memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan

tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara keserasiaan

7

suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan

kesehatan secara menyeluru.

b. Perawat, menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan

pengalamannya kepada sesama perawat, serta menerima

pengetahuan dan pengalaman dari profesi dalam rangka

meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.

4. Tanggung jawab Perawat terhadap Profesi

a. Perawat, berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnya secara

sendiri-sendiri dan atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu

pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi

perkembangan keperawatan.

b. Perawat, menjungjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan

menunjukkan perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur.

c. Perawat, berperan dalammenentukan pembakuan pendidikan dan

pelayanan keperawatan, serta menerapkannya dalam kagiatan

pelayanan dan pendidikan keperawatan.

d. Perawat, secara bersama-sama membina dan memelihara mutu

organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.

5. Tanggung jawab Perawat terhadap Negara

a. Perawat, melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijsanaan

yang telah digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan

keperawatan.

b. Perawat, berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran

kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan

keperawatan kepada masyarakat.

Kode Etik Keperawatan Menurut ICN (International Council 0f Nurses

Code for Nurses)

ICN adalah suatu federasi perhimpunan perawat nasional diseluruh

dunia yang didirikan pada tanggal 1 juli 1899 oleh Mrs. Bedford Fenwich di

8

Hanover Square, London dan direvisi pada tahun 1973. Uraian Kode Etik ini

diuraikan sebagai berikut :

1. Tanggung Jawab Utama Perawat.

Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatnya kesehatan,

mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi

penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, perawat

harus meyakini bahwa :

a. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai tempat

adalah sama.

b. Pelaksanaan praktek keperawatan dititik beratkan terhadap

kehidupan yang bermartabat dan menjungjung tinggi hak asasi

manusia.

c. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan atau keperawatan

kepada individu, keluarga, kelompok, dam masyarakat, perawat

mengikut sertakan kelompok dan institusi terkait.

2. Perawat, Individu, dan Anggota Kelompok Masyarakat

Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan asuhan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu,

dalam menjalankan tugas, perawat perlu meningkatkan keadaan

lingkungan kesehatan dengan menghargai nilai-nilai yang ada di

masyarakat, menghargai adat kebiasaan serta kepercayaan inidividu,

keluarga, kelompok, dan masyarakat yang menjadi pasien atau klien.

Perawat dapat memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya dapat

memberikan keterangan bila diperlukan oleh pihak yang berkepentingan

atau pengadilan.

3. Perawat dan Pelaksanaan praktek keperawatan

Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan

melaksanakan standar praktik keperawatan untuk mencapai kemampuan

yang sesuai dengan standar pendidikan keperawatan. Perawat dapat

mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya secara aktif untuk

menopang perannya dalam situasi tertentu. Perawat sebagai anggota

9

profesi, setiap saat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan standar

profesi keperawatan.

4. Perawat dan lingkungan Masyarakat

Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap mempunyai

inisiatif, dan dapat berperan serta secara aktif dalam menemukan masalah

kesehatan dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.

5. Perawat dan Sejawat

Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman

sekerja, baik tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain di luar

keperawatan. Perawat dapat melindungi dan menjamin seseorang, bila

dalam masa perawatannya merasa terancam.

6. Perawat dan Profesi Keperawatan

Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan

pelaksanaan standar praktek keperawatan dan pendidikan keperawatan.

Perawat diharapkan ikut aktif dalam mengembangkan pengetahuan

dalam menopang pelaksanaan perawatan secara profesional. Perawat,

sebagai anggota organisasi profesi, berpartisipasi dalam memelihara

kestabilan sosial dan ekonomi sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktek

keperawatan.

Tujuan Kode Etik Keperawatan

Pada dasarnya, tujuan kode etik keperawatan adalah upaya agar

perawat, dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya, dapat menghargai

dan menghormati martabat manusia.

Tujuan kode etik keperawatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Merupakan dasar dalam mengatur hubungan antar perawat, klien atau

pasien, teman sebaya, masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam profesi

keperawatan maupun dengan profesi lain di luar profesi keperawatan.

2. Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang silakukan oleh praktisi

keperawatan yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam

pelaksanaan tugasnya.

10

3. Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan tugasnya

diperlakukan secara tidak adil oleh institusi maupun masyarakat.

4. Merupakan dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan kepoerawatan

agar dapat menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap profesional

keperawatan.

5. Memberikan pemahaman kepada masyarakat pemakai / pengguna tenaga

keperawatan akan pentingnya sikap profesional dalam melaksanakan

tugas praktek keperawatan.

C. Aspek Yuridis

1. Fungsi Hukum dalam Praktek Keperawatan

Hukum mempunyai beberapa fungsi bagi keperawatan :

a. Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan

keperawatan mana yang sesuai dengan hukum.

b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi yang lain.

c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan

keperawatan mandiri.

d. Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan

dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah

hokum. (Kozier, Erb, 1990)

2. Undang-Undang Praktek Keperawatan

a. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

1) BAB I ketentuan Umum, pasal 1 ayat 6

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan

diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan

atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang

untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan

upaya kesehatan.

2) Pasal 1 ayat 7

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau

tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

11

pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun

rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah

daerah, dan/atau masyarakat.

b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat

(sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)

BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :

Dalam ketentuan menteri ini yang dimaksud dengan :

1) Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik

di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Surat ijin perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis

pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan

keperawatan diseluruh Indonesia.

3) Surat ijin kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis

untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah

Indonesia.

BAB III perizinan,

Pasal 8, ayat 1, 2, dan 3 :

1) Perawat dapat melaksanakan praktek keperawatan pada sarana

pelayanan kesehatan, praktek perorangan atau kelompok.

2) perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana

pelayanan kesehatan harus memiliki SIK

3) Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok

harus memiliki SIPP

Pasal 9, ayat 1

12

SIK sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 diperoleh

dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat.

Pasal 10

SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 12

1) SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 3 diperoleh

dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

2) SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan

ahli madya keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan

dengaan kompetensi yang lebih tinggi.

3) Surat ijin praktek Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti

tertulis yang diberikan perawat untuk menjalankan praktek

perawat.

Pasal 13

Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan atau SIPP

dilakukan melalui penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan

bidang keperawatan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta

kesanggupan melakukan praktek keperawatan.

Pasal 15

Perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang

untuk :

1) Melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian,

penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan

tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

13

2) Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir (i)

meliputi: intervensi keperawatan, observasi keperawatan,

pendidikan dan konseling kesehatan.

3) Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana

dimaksud huruf (i) dan (ii) harus sesuai dengan standar asuhan

keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi.

4) Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakuakn berdasarkan

permintan tertulis dari dokter.

Pengecualian pasal 15 adalah pasal 20 :

1) Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa

pasien/perorangan, perawat berwenang untuk melakukan

pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 15.

2) Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam

ayat 1 ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

Pasal 21

1) Perawat yang menjalankan praktek perorangan harus

mencantum SIPP di ruang prakteknya.

2) Perawat yang menjalankan praktek perorangan tidak

diperbolehkan memasang papan praktek.

Pasal 31

Perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang :

1) Menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam

izin tersebut.

2) Melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.

Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan

darurat atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada

14

tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana

dimaksud pada ayat 1 butir a.

c. PERMENKES No. 17 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Kesehatan No. Hk.02.02/MENKES/148/I/2010

Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.

Pasal 2

1) Perawat dapat menjalankan praktik keperawatan di fasilitas

pelayanan kesehatan.

2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri

dan/atau praktik mandiri.

3) Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D

III) Keperawatan.

Pasal 3

1) Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di

fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri wajib

memiliki SIKP.

2) Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di

praktik mandiri wajib memiliki SIPP.

3) SIKP dan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan

berlaku untuk 1 (satu) tempat.

Pasal 5 ayat 1

Untuk memperoleh SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3, Perawat harus mengajukan permohonan kepada

pemerintah daerah kabupaten/kota.

15

Pasal 5A

Perawat hanya dapat menjalankan praktik keperawatan paling

banyak di 1 (satu) tempat praktik mandiri dan di 1 (satu) tempat

fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri.

Pasal 5B

1) SIKP atau SIPP berlaku selama STR masih berlaku dan dapat

diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.

2) Ketentuan memperbarui SIKP atau SIPP mengikuti ketentuan

memperoleh SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5.

Pasal 15A

1) Perawat yang telah melaksanakan praktik keperawatan di

fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri sebelum

ditetapkan Peraturan Menteri ini dinyatakan telah memiliki

SIKP berdasarkan Peraturan Menteri ini.

2) Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki

SIKP berdasarkan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu)

tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan

D. Aspek Daerah Dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Daerah terpencil adalah daerah yang sulit dijangkau karena

berbagai sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan,

daratan, hutan, dan rawa), transportasi, sosial, dan ekonomi

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik

promotif, preventif, kuratif, maupun Rehabilitation yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Untuk

16

melaksanakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh

masyarakat diperlukan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di

seluruh wilayah sampai daerah terpencil yang mudah di jangkau oleh

seluruh masyarakat.

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang merata

kepada masyarakat, diperlukan ketersediaan tenaga kesehatan yang

merata dalam arti pendayagunaan dan penyebarannya harus merata ke

seluruh wilayah sampai ke daerah terpencil sehingga memudahkan

masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan.

Fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan dengan kriteria

terpencil harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Letak Geografis

a. Berada di wilayah yang sulit dijangkau

b. Pegunungan, pedalaman, dan rawa-rawa

c. Rawan bencana alam baik gempa, longsor, maupun gunung api

2. Akses Transportasi

a. Transportasi yang umum digunakan (darat/air/udara) rutin satu

kali dalam satu Minggu

b. Waktu tempun pulang-pergi dari ibukota kabupaten ke fasilitas

pelayanan kesehatan tersebut memerlukan lebih dari 6 jam

perjalanan

c. Transportasi yang ada sewaktu-waktu terhalang kondisi

iklim/cuaca

3. Sosial dan Ekonomi

a. Kesulitan pemenuhan bahan pokok

b. Kondisi keamanan

17

BAB III

PEMBAHASAN

Dari fenomena yang telah diterangkan dalam bab Sebelumnya, Indonesia

termasuk negara berkembang pun masih memiliki beberapa daerah dengan kriteria

terpencil dengan keterbatasan jumlah tenaga medis. Hal tersebut menjadikan suatu

permasalahan dalam tanggung jawab perawat yang bertugas di daerah terpencil

tersebut. Sehingga memaksa tenaga perawat untuk melakukan tindakan di luar

kewenangan perawat. Sebagai contoh perawat di suatu daerah terpencil

melakukan penegakan diagnosis penyakit yang merupakan kewenangan petugas

medis, terdapat juga perawat yang memberikan pengobatan maupun tindakan

invasif tanpa ada pendelegasian wewenang dari petugas medis. Fenomena ini

merupakan suatu penyalahgunaan wewenang dan termasuk dalam tindakan yang

melanggar hukum, namun lain halnya jika tindakan diluar wewenang perawat

tersebut atas dasar tindakan yang bersifat Life Saving atau penyelamatan klien

yang mengancam jiwa. Hal ini di perkuat dengan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor : 1239/MENKES/SK/XI/2001tentang Registrasi dan

Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000) pasal 20

pengecualian dari pasal 15, yang memiliki butir:

1. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien/perorangan, perawat

berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.

2. Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1

ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

18

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Indonesia adalah negara yang memiliki daerah terpencil,

perbatasan dan pulau terluar. Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di

daerah tersebut masih terbatas, dalam hal ketersediaan petugas medis dan

non medis di daerah terpencil.

Dari fenomena tersebut sebagai seorang perawat yang bertanggung

jawab atas peningkatan derajat kesehatan masyarakat di daerah terpencil,

diperbolehkan melakukan tindakan medis jika di daerah tersebut tidak

terdapat tenaga medis atas dasar mempertahankan kehidupan klien (Life

Saving) dengan syarat perawat tersebut memiliki kompetensi dan

menguasai kompetensi tersebut.

B. Saran

Perawat di daerah terpencil harus mengerti etik dan hukum

keperawatan yang berlaku, sebagai pedoman melakukan praktek

keperawatan dan tindakan medis tanpa delegasi medis sebagai upaya

menangani kegawatdaruratan untuk mempertahankan hidup pasien sesuai

dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

1239/MENKES/SK/XI/2001tentang Registrasi dan Praktek Perawat

(sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000) pasal 20

pengecualian dari pasal 15.

Perawat senantiasa harus selalu meningkatkan pengetahuan

maupun ketrampilan baik melalui peningkatan ke jenjang pendidikan lebih

tinggi maupun melalui pelatihan, workshop, seminar dan bentuk kegiatan

ilmiah lainnya guna memberikan pelayanan yang terbaik khususnya di

daerah terpencil.

19

DAFTAR PUSTAKA

Amir, A. dan Hanafiah, J. 2007. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC

Depkes, Permenkes RI, No. 6 tahun 2013. Tentang Kriteria FASYANKES Terpencil, Sangat Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak Diminati. Jakarta: Depkes RI

PPNI. 2000. Kode Etik Keperawatan Lambang Panji PPNI dan Ikrar Keperawatan. Jakarta: Pengurus Pusat PPNI