9
1) Skrining Pemeriksaan Ronsen Untuk Trauma Tembus Penderita yang hemodinamis abnormal dengan luka tembus di abdomen tidak memerlukan pemeriksaan ronsen di bagian gawat darurat. Kalau penderita hemodinamis normal yang mempunyai trauma tembus di atas pusar atau diduga cedera torakoabdominal, foto rontsen toraks tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo- atau pneumotoraks, atau untuk menemukan adanya udara intraperitoneum. Setelah cincin atau clip penanda dipasang pada semua tempat luka keluar masuk toraks, abdomen dan panggung pada penderita yang hormal hemodinamis, dapat dibuat pemeriksaan ronsen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. 2) Studi Kontras a. Uretrografi Seperti dikatakan diatas, uretrografi seharusnya dilakukan sebelum memasang kateter urin (indwelling) kalau diduga adanya rupture uretra. Uretrogramnya dilakukan dengan kateter urin no.8 F yang dipasang di dalam meatal fossa dengan mengisi balon sampai 1 1/2 2 ml. sekitar 15 sampai 20 ml bahan kontras dimasukkan dengan sedikit tekanan. b. Sistografi

tami.docx

Embed Size (px)

Citation preview

1) Skrining Pemeriksaan Ronsen Untuk Trauma TembusPenderita yang hemodinamis abnormal dengan luka tembus di abdomen tidak memerlukan pemeriksaan ronsen di bagian gawat darurat. Kalau penderita hemodinamis normal yang mempunyai trauma tembus di atas pusar atau diduga cedera torakoabdominal, foto rontsen toraks tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo- atau pneumotoraks, atau untuk menemukan adanya udara intraperitoneum. Setelah cincin atau clip penanda dipasang pada semua tempat luka keluar masuk toraks, abdomen dan panggung pada penderita yang hormal hemodinamis, dapat dibuat pemeriksaan ronsen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.

2) Studi Kontrasa. UretrografiSeperti dikatakan diatas, uretrografi seharusnya dilakukan sebelum memasang kateter urin (indwelling) kalau diduga adanya rupture uretra. Uretrogramnya dilakukan dengan kateter urin no.8 F yang dipasang di dalam meatal fossa dengan mengisi balon sampai 11/2 2 ml. sekitar 15 sampai 20 ml bahan kontras dimasukkan dengan sedikit tekanan.b. SistografiDiagnosis robekan kandung kencing intra atau ekstraperitoneum dilakukan dengan sistogran 9aliran gravitasi). Sebuah reservoir bulat yang dihubungkan dengan kateter urin digantung 15 cm diatas penderita dan 300 ml kontral yang larut air dibiarkan mengalir ke kandung kemih. Proyeksi anteroposterior, obliue, dan post drainage penting untuk dapat secara pasti menentukan ada/tidaknya cedera. Sistografi harus mendahului foto intra venous pyelogram (IVP) bila diduga ada cedera pada kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis.c. IVP atau urogram excretorySuatu injeksi cepat dosis tinggi kontras renal (IVP screening) sebaiknya dilakukan dengan menggunakan dosis 200 mg iodine/kilo berat badan. Ini dimasukan injeksi bolus 100 ml (standar 1.5 ml/kilo untuk orang yang beratnya 70 kg) larutan iodine 60% yang dilakukan melalui dua semprit 50-ml selama 30 sampai 60 detik. Kalu hanya bisa dapat larutan iodine 30%, dosis ideal adalah 30 ml/kg. visualisasi calyces ginjal harus Nampak pada prlat rata sinar x dari perut 2 menit setelah injeksinya selesai. Non fungsi sebelah menandakan tidak adanya sebuah ginjal, thrombosis atau avulsion pembuluh ginjal atau kerusakan besar dari soft tissue. Non fungsi juga menandakan agar selnjutnya dilakukan evaluasi radiologis dengan CT dengan kontras atau renal arteriogram, tergantung pada adanya sarana atau ahli. Bila bisa dapat scanning, penderita yang hemodinamis normal dengan diduga cedera abdominal dan atau retroperitoneum sebaiknya dievaluasi dengan CT yang ditambah degan kontras yang dapat menentukan jenis cedera ginjal yang ada, ini meniadakan perlunya IVP.d. Gastro-Instestinal Cedera struktur gastrointestinal retroperitoneum yang berdiri sendiri (isolated, seperti duodenum, kolon ascenden atau desendens, dubur) tidak menyebabkan peritonitis dan mungkin tidak terdeteksi dengan diagnostic peritoneal lavage. Kalau ada dugaan cedera pada salah sartu struktur tersebut, harus diadakan studi kintras spesifik gastrointestinal atas dan bawah.

A. Studi Diagnostik Khusus dalam Trauma TumpulBila bukti dini atau nyata bahwa penderitanya akan dipindahkan ke suatu fasilitas lain, jangan diadakan tes yang menghabiskan waktu. Tes-tes ini termasuk studi kontras urologi dan gastrointestinal, diagnostic peritoneal lavage atau tomografi computer.1) Diagostic peritoneal lavageDiagnostic peritoneal lavage (DPL) adalah suatu prosedur yang dilakukan denagn cepat tetapi invasif, dan sangatberperan dalam menentukan pemeriksaan berikut yang dilakukan pada penderita dan dianggap 98% sensitive untuk perdarahan intra-peritoneum. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh tim bedah yang merawat penderita dengan hemodinnamik abnormal dan menderita multi-trauma, teristimewa kalau terdapat situasi seperti berikut :a. Perubahan sendorium-cedera kepala, intoksikasi alkohol, penggunaan obat terlarang.b. Perubahan perasaan-cedera jaringan syaraf tulang belakangc. Cedera pada struktur berdekatan-tulang iga bawah, panggul, tulang belakang dari pinggang ke bawah (lumbar spine)d. Pemeriksaan fisik meragukane. Antisipasi kehilangan kontak panjang dengan penderita-anestesia umum untuk cedera yang lain dari abdomen, studi pemeriksaan ronsen yang lama waktunya seperti angiografi (penderita hemodinamis normal atau abdnormal)DPL (Diagnostic peritoneal lenage) juga dapat dilakukan pada penderita hemodinamus normalit dengan indikasi seperti diatas, namun fasilitas untrasound atau CR scan tidak tersediaSatu-satunya kontraindikasi multak terhadap DPL adalah adanya indikasi untuk laparotomy (celiotomy). Kontraindikasi yang relative meliputi operasi abdomen sebelumnya, kegemukan yang tidak sehat, sirosis yang lanjut, dan koagulopati yang sudah ada sebelumnya. Tehnik infra-umbilikal, baik yang terbuka atau yang tertutup (Seldinger) dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih. Pada penderita dengan patah panggul atau kehamilan yang tua, lebih disukai pendekatan dengan supra umbilical terbuka untuk mencegah memasuki hematoma pangguk atau merusak uterus yang membesar. Bila ditemukan darah, isi usus, serat sayuran atau cairan empedu melalui kateter pencuci pada penderita yang hemodinamis abnormal harus dilakukan laparotomy. 2) Ultrasound diagnostic (ultrasonografi atau sonogram)Ultrasonografi dapat dilakukan untuk mengetahui adanya hemoperitoneum oleh orang yang terlatih sudah diakui keahliannya. Ultrasound memiliki sensitivitas, spesifitas dan akurasi yang dapat dibandingkan dengan diagnostic peritoneal lavage dan tomografi aksial abdomen. Dapat dilakukan ditempat tidur, diruang resusitasi. Indikasinya sama seperti DPL. Faktor yang menghambat kegunaannya adalah kegemukan, adanya udara di bawah kulit (subcutaneous air), dan riwayat pernah operasi.Scanning ultrasound untuk mengetahi adanya hemoperitoneum. Control scan dilakukan untuk mengetahui hemoperitoneum yang progresif pada penderita dengan berdarah yang perlahan dan waktuinterval pendek antara saat cedera dan saat scan pertama.DPL versus Ultrasound versus CT SCAN pada Trauma TumpulDPLUSGCT

IndikasiMenentukan adanya perdarahan bila menurun BPMenentukan cairan bila menurun BPMenentukan organ cedera bila BP normal

KeuntunganDiagnosis cepat dan sensitif; akurasi 98%Diagnosis cepat; tidak invasive dan dapat diulang akurasi 86-97%Paling spesifik untuk cedera; akurasi 92-98%

Kerugian Invasive, gagal mengetahui cedera diafragma atau cedera retro peritoneumTergatung operator distrosi gas usus dan udara dibawah kulit. Gagak mengetahui cedera diafragma usus, pankreasMembutuhkn biaya dan waktu yang lebih lama, tidak mengetahui cedera difragma, usus dan pankreas

B. Pemeriksaan Diagnostik Khusus Pada Trauma Tembus1) Luka di toraks bagian bawahPilihan diagnostic pada penderita asimptomatik dengan kemungkinan cedera pada diafragma danstruktur abdomen bagian atas meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan ronsen dada, thorakoskopi, laparoskopi atau CT2) Pemeriksaan fisik ditambah eksplorasi local dari luka versu DPL pada luka tusuk abdomen depanKira-kira 55% sampai 60% dari semua penderita dengan luka tusuk yang menembus peritoneum depan menderita hipotensi, peritonitis atau sebagian omentum atau usus halus keluar, harus dilakukan laparotomy segera. 40% sampai 45% dikonfirmasi dapat diduga keras penetrasi peritoneum depan dengan eksplorasi luka lokal, kira-kira setengah memerlukan operasi. Pilihan diagnosis untuk kelompok 40-45% penderita relative asimptomatik (yang mungkin merasakan sakit di lokasi tusuk) meliputi pemeriksaanfisik serial selaa jangka waktu 24 jam atau akan dilakukakn DPL.

3) Pemeriksaan fisik serial versus CT kontras dobel atau tripel pada cedera pinggang atau belakangKetebalan otot pinggang dan belakang melindungi isi abdomen dibawahnya terhadap cedera luka tusuk atau lyka tembak di daerah ini. Bila ada luka belakang garis aksilaris anterior, untuk mengenal cedera retroperitoneum atau intraperitoneum, dengan pemeriksaan fisik serial akan sangat teliti bila dilakukan pada penderira yang semula asimptomatis dan kemudia menjadi simptomatis.CT dengan dobel kontras (intravena atau melalui mulut) atau triple kontras (intravena, mulut atau dubur) memakan waktu dan menuntut pemeriksaan teliti dari usus besar retroperitoneum di sebelah luka. Ketelitian dapat dibandingkan dengan pemeriksaan fisik serial dan akan menghasilkan diagnosis yang lebih dini ada penderita yang relative asimptomatis (bila CTnya dilakukan dengan tepat).Jarang terjadi bahwa cedera retroperitoneum ini tidak diketahui dengan pemeriksaan fisik berurutan atau CT kontras. Bila setelah masa 24 jam observasi dirumah sakit karena gejala yang samar-samar dari cedera usus besar akhirnya penderita dipulangkan, maka harus control dalam waktu singkat.DPL dapat juga digunakan pada penderita tersebyt sebagai test screening dini. DPL positif adalah indikasi untuk laparotomy segera.

C. Indikasi untuk Laparotomi pada orang dewasaIndikasi Berdasarkan Evaluasi Abdomen1) Trauma tumpul abdomen dengan DPL posited atau ultrasound2) Trauma tumpul abdomen dengan hipotensi yang berulang walaupun dilakukan resusitasi yang adekuat3) Peritonitis dini atau menyusul4) Hipotensi dengan luka abdomen tembus5) Perdarahan gaster, dubur atau daerah genitoutinary akibat trauma tembus6) Luka tembak melintas rongga peritoneum atau retroperitoneum visceral/ vascular7) Eviscerasi (pengeluaran usus)Indikasi Berdasarkan Pemeriksaan Ronsen1) Udara bebas, udara retroperitoneum atau rupture hemidiafragma setelah trauma tumpul2) CT dengan kontras memperlihatkan ruptur traktus gastrointertinal, cedera kandung kemih intraperitoneal, cedera renal pedicle, atau cedera organ visceral yang parah setelah trauma tumpul atau tembus.