Upload
rissa-watloly
View
7
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
oks
Citation preview
PENDAHULUAN
Jenis hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran, sebagai
konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan batasan atau rambu-rambu
hubungan tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut tertuang di dalam prinsip-prinsip moral
profesi, yaitu aotonomi (menghormati hak-hak pasien), beneficence ( berorientasi pada kebaikan
pasien), non maleficence (tidak mencelakakan atau memperburuk keadaan pasien), dan justice
(meniadakan diskriminasi). Dokter akan mengemban tanggung jawab atas segala keputusan
teknis, sedangkan pasien tetap memegang kendali keputusan penting, terutama yang terkait
dengan nilai moral dan gaya hidup pasien. Hubungan kontrak mengharuskan terjadinya
pertukaran informasi dan negosiasi sebelum terjadinya kesepakatan, namun juga memberikan
peluang kepada pasien untuk menyerahkan pengambilan keputusan pengambilan keputusan
kepada dokter.
Skenario
Anda kebetulan menjadi dokter polisi yang ditempatkan didaerah yang rawan terorisme. Pada
suatu hari anda di panggil oleh kasat serse untuk menemani dia memeriksa seorang tersangka.
Tersangka adalah seorang laki-laki muda yang diduga telah meletakan sebuah bom dipasar. Bom
diduga akan diletakan pada siang hari pada saat pasar sedang ramai-ramainya, tetapi pada saat ini
polisi belum mengetahui dimana diletakan bom tersebut. Oleh karena itu polisi akan melakukan
interograsi si tersangka dengan cara “agak keras” agar dapat memperoleh pengakuan tentang
letak bom tersebut. Pada acara tersebut anda diminta menjadi penasehat petugas reserse yang
akan “menjaga” kesehatan tersangka.
Hak pasien dan kewajiban dokter
Pada dasarnya hak pasien terdiri dari 2 yaitu :
1. The right to health care
2. The right to self determination
The world medical association dengan declaration of Lisbon on the right patient (1991), yaitu
hak memilih dokter secara bebas, hak di rawat oleh dokter yang bebas dalam membuat
keputusan klinis dan etis, hak untuk menerima atau menolak pengobatan setelah menerima
informasi yang adekuat, hak untuk dihormati kerahasiaan dirinya, hak untuk mati secara
bermartabat, dan hak untuk menerima untuk menolak dukungan spiritual atau moral.
Seseorang berhak dalam mendapat layanan kesehatan dalam hal ini ketika menentukan
dokter yang akan merawatnya, berhak mendapatkan informasi atau pemberitahuan
tentang layanan kesehatan yang akan diterimanya, berhak memilih layanan apa yang akan
ia jalani tentunya setelah diberikan informasi mengenai pilihan-pilihan pengobatannya.
Pasien pun berhak ketika meminta dokter untuk merahasiakan tentang kondisi
kesehatannya, riwayat kesehatannya kepada orang-orang yang tak ingin ia bagikan
mengenai keadaan kesehatannya. Pasien pun berhak ketika menolak diberikan layanan
atau dukungan secara spiritual atau moral dari orang lain.
UU kesehatan menyebutkan beberapa hak pasien, seperti hak atas informasi, hak atas second
opinion, hak untuk memberikan persetujuan atau menolak suatu tindakan medis, hak untuk
kerahasiaan, hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, dan hak untuk memperoleh ganti rugi
apabila ia dirugikan akibat kesalahan tenaga kesehatan.
Tersangka sebagai pasien berhak dalam menerima informasi atas kondisi kesehatannya,
informasi mengenai perkembangan kesehatan atau pengobatannya. Pasien pun berhak
memberikan persetujuan apakah akan menerima atau menolak segala tindakan medis
yang akan dilakukan terhadapnya. Pasien berhak untuk dijaga kerahasiaannya, baik
informasi mengenai dirinya atau mengenai kondisi kesehatan pasien. Pasien puhn berhak
dalam menerima ganti rugi sebagai konskuensi akibat kesalah tindakan yang dilakkukan
dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
Hak dan kewaiban pasien dan dokter dalam Muktamar IDI akhir Oktober 2000 yang telah di
deklarasikan terutama kewajiban dokter yaitu kewajiban yang di miliki seorang dokter sejak
mengucap sumpah yaitu :
a) Kewajiban profesi sebagaimana terdapat di dalam lafald sumpah dokter, kode etik
kedokteran, standar prilaku profesi (SOP) dan standar pelayanan medis (SPM),
b) Kewajiban yang lahir oleh karena adanya hubungan dokter-pasien
UU No 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran merumuskan hak dan kewajiban dokter dan
pasien di dalam pasal-pasal 50-53 yaitu dokter dan dokter gigi memiliki hak untuk memperoleh
perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan stadar
prosedur operasional, hak untuk memberikan layanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasiona, hak memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya dan hak menerima imbalan jasa.
Ketika melakukan layanan kesehatan dokter memiliki hak untuk dilindungi secara
hukum, selama tindakan medis yang dilakukan dokter terhadap tersangka (pasien) adalah
benar dan sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Dokter pun
berhak menerima informasi yang jelas dari tersangka (pasien) mengenai kondisi atau
keadaan kesehatan tersangka.
Disisi lain dokter dan dokter gigi berkewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, merujuk pasien apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia, melakukan pertolongan darurat
atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya, dan menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/
kedokteran gigi.
Sedangkan hak pasien dalam UU praktik kedokteran adalah hak untuk mendapatkan penjelasan
secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3), meminta
pendapat dokter lain, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, menolak tindakan
medis, dan mendapatkan isi rekam medis. Penjelsan pasalnya yaitu sekurang-kurangnya
meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang akan dilakukan,
alternative tindakan lain dan resikonya.
Tersangka dalam hal ini sebagai pasien berhak mendapatkan penjelasan secara jelas dan
lengkap mengenai tindakan medis yang akan dilakukan dokter antara lain berhak
meminta pendapat dokter lain terhadap layanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan atau
kondisi kesehatan tersangka. Dalam penjelasan mengenai tindakan mdis terhadap
tersangka perlu dijelaskan juga mengenai resiko yang muncul apabila tidakan tidak
dilakukan dan bila tindakan medis tersebut dilakuka. Pasien pun dapat menolak tindakan
medis apa pun yang akan dilakukan terhadap tersangka dan tersangka sebagai pasien
berhak menyampaikan keberatannya kepada dokter. Dan penting bahwa tersangka
sebagai pasien berhak mengetahui isi rekam medis pasien.
Hakekat profesi di bidang kedokteran forensik
Konsep peranan ganda seorang dokter,
Dalam menangani berbagai kasus yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia, seorang dokter
dapat mempunyai peranan ganda.
- Peran pertama adalah sebagai ahli klinik sehingga objek akan berstatus sebagai seorang
pasien dengan segala hak dan kewajibannya. Tujuan tindakan dokter disini adalah
pemulihan kesehatan pasien dengan melakukan berbagai tindakan medic.
Terlepas dari segala permaslahan hukum yang menjerat tersangka. Tersangka adalah
objek yang berstatus sebagai pasien dengan segala hak dan kewajibannya. Kita sebagai
ahli klinik (dokter) tetap berperan untuk memberikan layanan kesehatan terhadap
tersangka dengan tujuan untuk memulihkan kesehatan pasien dengan berbagai usaha
pengobatan yang kita lakukan.
- Peran kedua adalah sebagaiahli forensic yang bertugas membantu proses peradilan dalam
pembuatan visum et repertum untuk penyidikan. Maka korban akan berstatus benda
bukti.
Peran kedua sebagai ahli forensic mempunyai tugas untuk membantu proses peradilan
dengan melakukan visum et repertum untuk penyidikan.
Bioetika
Etik adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari moralitas. Etik harus dibedakan dengan sains
yang mempelajari moralitas, yaitu etik deskriptif. Etik deskriptif mempelajari pengatuan empiris
tentang moralitas atau menjelaskan pandangan moral yang saat itu berlaku tentang issue-issue
tertentu.
Etik terbagi ke dalam etik normative dan metaetik (etik analitik). Pada etik normative, para
filosof mencoba menegakan apa yang benar secara moral dan mana yang salah secara moral
dalam kaitannya dengan tindakan manusia. Pada metaetik, para filosof memperhatikan analisis
kedua konsep moral di atas.
Pada dasarnya manusia memiliki 4 kebutuhan dasar, yaitu:
a) Kebutuhan fisiologis yang di penuhi dengan makanan dan minuman
b) Kebutuhan psikologis yang dipenuhi dengan rasa kepuasan, istirahat, santai, dll
c) Kebutuhan social yang dipenuhi melalui keluarga, teman dan komunitas
d) Kebutuhan kreatif dan spiritual yang dipenuhi dengan melalui pengetahuan, kebenaran,
cinta, dll
Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus dipenuhi secara berimbang. Apabila seseorang memilih
untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara tidak berimban, maka ia telah menentukan secara
subjektif apa yang baik bagi dirinya, yang belum tentu baiksecara objektif. Baik disebabkan oleh
ketidaktahuan atau akibat kelemahan moral, seseorang dapat saja tidak mempertimbangkan
semua kebutuhan tersebut dalam membuat keputusan etik, sehingga berakibat terjadinya konflik
dibidang keputusan moral.
Bioetika adalah salah satu cabang dari etik normative di atas. Bioetik atau biomedical ethics
adalah etik yang berhubungan dengan praktek kedokteran dan atau penelitian di bidang
biomedis.
Beberapa contoh pertanyaan di dalam bioetika adalah : apakah seorang dokter berkewajiban
secara moral untuk memberitahukan kepada seorang yang berada dalam stadium terminal bahwa
ia sedang sekarat? Apakah membuka rahasia kedokteran dapat dibenarkan secara moral?
Pertanyaan bioetik juga dapat menyangkut tentang dapat dibenarkan atau tidaknya suatu hukum
dilihat dari segi etik, seperti: apakah dapat dibenarkan membuat suatu peraturan perundang-
undangan yang mewajibkan seseorang untuk menerima tindakan medis yang bersifat live saving,
meskipun bertentangan dengan keinginan? Apakah dapat dibenarkan membuat satu peraturan
yang membolehkan tindakan medis apa saja yang diminta oleh pasien kepada dokternya,
meskipunnsebenarnya tidak ada indikasi?
Etika kedokteran
Didalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain mempertimbangkan
keempat kebutuhan dasar diatas, keputusan hendaknya juga mempertimbangkan hak-hak azasi
pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan juga pelanggaran atas kebutuhan dasar
di atas terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik-buruk atau benar-salahnya suatu sikap dan atau
perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik buruk dan benar-
salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak
jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang palinga banyak dianut orang adalah teori deontology
dan teleology. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, deontology mengajarkan bahwa baik-
buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri, sedangkan teleologi
mengajar baik-buruk tindakan dengan melihat hasilnya atau akibatnya. Deontology lebih
mendasarkan kepada ajaran agama, tradisi dan buaya , sedangkan teleologi lebih ke arah
penalaran (reasoning) dan pembenaran (justifikasi) pada azas manfaat penalaran (aliran utilirian).
Beauchap dan Childress (1994) menguraikan bawa untuk mencapai ke suatu keputusan etik
diperukan 4 kaedah dasar moral (moral principle) dan beberapa rules dibawahnya. Ke 4 kaidah
dasar moral tersebut adalah:
1. Prinsip Otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien. Prinsip moral
inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.
2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan
ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan
saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi
buruknya (mudarat).
3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini di kenal sebagai “primum non nocere” atau
“above all do no harm”
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusi sumber daya (distributive justice).
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka), privacy
(menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan fidelity
(loyalitas dan prome keeping).
Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman dalam mengambil
keputusan klinis, professional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai panduan dalam
bersikap dan berprilaku (code of ethical conduct). Sebagaimana diuraikan pada pendahuluan ,
nilai-nilai dalam etika profesi tercermin di dalam sumpah dokter dank ode etik kedokteran.
Sumpah dokter berisikan suatu “kontrak moral” antara dokter dengan Tuhan sang penciptanya,
sedangkan kode etik kedokteran berisikan “kontrak kewajiban moral” antra dokter dengan peer
groupnya, yaitu masyarakat profesinya.
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang
melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga
tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi hukum,
namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi “pemimpin” dari kewajiban dalam hukum
kedokteran. Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.
Etik dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
Di dalam pratek, peran professional kesehatan khususnya dokter dapat terbagi ke dalam 3 model
penjaga gawang, yaitu peran tradisional, peran negative gatekeeper dan peran positive
gatekeeper.
Dalam peran tradisionalnya, dokter memikul beban moral sebagai penjaga gawang
penyelenggara layanan kesehatan dan medis. Mereka harus menggunakan pengetahuan mereka
untuk berpraktek secara kompeten dan rasional ilmiah. Petunjuknya harus diagnostic elegance
(termasuk menggunakan cara yang memiliki tingkat ekonomi yang sesuai dalam mendiagnosis)
dan therapeutic parsimony (memberikan terapi hanya yang secara nyata bermanfaat dan efektif).
Mereka harus mencegah adanya resiko yang tidak efektif). Mereka harus mencegah adanya
risiko yang meragukan dan menjaga sumber daya finasial pasien.
Dalam peran negative gatekeeper, yaitu pada sistem kesehatan pra-bayar atau kapitasi, dokter
diharapkan untuk membatasi akses pasien ke layanan medis. Pada peran ini jelas terjadi konflik
moral pada dokter dengan tanggung jawab tradisionalnya dalam membela kepentingan pasien
(prinsip beneficence) dengan tanggung jawab barunya sebagai pengawal sumber daya
masyarakat / komunitas. Meskipun demikian, peran negative gatekeeper ini secara moral
mungkin masih dapat dijustifikasi.
Tidak seperti peran negative yang banyak di deskripsikan secara terbuka, peran positive
gatekeeper dokter sangat tertutup dan tidak dipertanggungjawabkan secara moral. Dalam peran
ini dokter diberdayakan untuk menggunakan fasilitas medis dan jenis layanan hi tech demi
kepentingan profit. Bagi mereka yang mampu membayar disediakan fasilitas diagnostik dan
terapi yang paling mahal dan mutakhir, layanan didasarkan kepada “keinginan pasar” dan bukan
kepada kebutuhan medis. Upaya meningkatkan demand atas layanan yang sophisticated di
jadikan tujuan yang implicit, dan menjadi salesmennya. Mereka berbagi profit secara langsung
apabila mereka pemilik atau investor layanan tersebut, atau mereka memperoleh penghargaan
berupa kenaikan honorarium atau tunjungan apabila mereka hanya berstatus pegai atau
pelaksana.
Tidak disangkal lagi bahwa peran positive gatekeeper telah “membudaya” bagi para dokter di
kota-kota besar di Indonesia . Transaksi antara pasien dengan dokter menjadi transaksi komiditi
biasa. Dokter menjadi entrepreneur. Etik para professional kesehatan menjadi menurun hingga
ke bottom line ethics dan bukan lagi menjunjung tinggi nilai-nilai keutamaan (virtue ethics).
Kode etik kedokteran Indonesia
Sejak disusun pertama kali hingga sekarang norma-norma dalam kode etik kedokteran Indonesia
telah mengalami banyak perubahan, sebagai konsekuensi dari dinamika etik itu sendiri yang
selalu berupaya mengikuti etika kedokteran internasional.
Kodeki terdiri dari 4 kewajiban, yaitu kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban
terhadap teman sejawat dan kewajiban terhadap diri-sendiri.
Bunyi pasal-paslnya adalah sebagai berikut :
1. Setiap doter harus menjungjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah doktr.
2. Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar yang tertinggi.
3. Dalam melaksanakan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh di pengaruhi
oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
4. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang memuji diri
5. Setiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya taha psikis maupunfisik
hanya diberikan untuk kepenting dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan
pasien.
6. Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan taknik atau pengobatan baru yang belum di uji kebenarannya dan hal-
hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
7. Setiap dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
7a. seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis
yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
7b. seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam
menangani pasien.
7c. seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
7d. setiap dokter harus senantiasa mengingatkan akan kewajiban melindungi hidup mahluk
insane.
8. Dalam melakukan pekerjaan seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative), baik fisik maupun psikososial, serta
berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
9. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
10. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
11. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam
masalah lainnya.
12. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
13. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu memberikannya.
14. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan.
15. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
16. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik.
17. Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/ kesehatan.
Pasal 53 UU kesehatan (tentang praktik kedokteran)
1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya
2. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi dan menghormati pasien
3. Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medic
terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang
bersangkutan
4. Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) di tetapkan dengan peraturan pemerintah.
Kejahatan terhadap tubuh dan manusia
Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan
Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti:
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau
menimbulkan bahaya maut, tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian, kehilangan salah satu pancaindra, mendapat cacat berat, menderita sakit
lumpuh, terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih, gugur atau matinya kandungan seorang
perempuan.
Pasal 170
1) Barang siapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang atau barang, di ancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun enam
bulan.
2) Yang bersalah di ancam :
1. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika dengan sengaja
menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka
–luka.
2. Dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka
berat.
3. Dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan mengakibatkan
maut.
Pasal 351 KUHP
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana
denda paling banyak 4500 rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, di ancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
4) Dengan penganiayaan di samakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
HR 25 juni 1894
Menganiaya adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka. Kesengajaan ini harus di
tuduhkan dalam surat tuduhan.
HR 21 oktober 1935
Kesengajaan harus ditujukan untuk menimbulkan luka pada badan atau terhadap kesehatan.
Dalam hal ini dalam surat tuduhan cukup dengan menyatakan ada “penganiayaan”. Ini bukan
saja merupakan suatu kwalifikasi akan tetapi juga suatu pengertian yang nyata.
HR 8 april 1929
Adalah cukup bahwa terdapat suatu hubungan sebab akibat antara penganiayaan dan adanya
luka-luka berat. Tidaklah menjadi persoalan bahwa dalam keadaan normal akibatnya tidaklah
demikian.
Pasal 352 KUHP
1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lam 3
bulan atau pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana
Pasal 354 KUHP
1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama 8 tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
10 tahun.
Kematian dan perlukaan akibat kealpaan
Pasal 360 KUHP
1) Barang siapa karna kealpaannya menyebabkan orang lain mendapatkan luka-luka berat,
diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau kurungan paling lama 1 tahun.
2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa
sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian
selama waktu tertentu, di ancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun atau
kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling tinggi 300 rupiah.
MA No 83 K/Kr/1973 tanggal 4 mei 1974
Tindak pidana tersebut dalam pasal 360 KUHP adalah “karena kealpaannya menyebabkan orang
luka sehingga tidak dapat menjalankan pekerjaannya sementara”.
HR 13 mei 1952
Tidak setiap penderitaan yang ditimbulkan karena kesalahan dapat dihukum, akan tetapi hanya
penderitaan yang mempunyai suatu arti. Pasal ini tidak membedakan apakah karena terhalngnya
pelaksanaan tugas jabatan atau pekerjaan menimbulkan kerugian materi atau tidak. Pasal ini juga
melindungi kepentingan seorang volunteer untuk memperoleh keterampilan jabatan.
Pasal 361 KUHP
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau
pencaharian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat di cabut hanya
untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat
memerintahkan supaya putusannya diumumkan.
Hukum perdata yang berkaitan dengan profesi dokter pada kasus ini
Pasal 1366 KUH perdata
Setiap orang bertanggungjawab tidak saja kepada kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-
hatinya.
Pasal 1367 KUH perdata
Seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya
sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya, atau disebkan oleh barang-berang yang berada dibawah pengawasannya.
http://pusham.uii.ac.id/ham/8_Chapter2.pdf