17

Click here to load reader

TAKHRIJUL HADIS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang...... Kata takhrij dari kata....... Tujuan pokok men-tahrij hadis

Citation preview

Page 1: TAKHRIJUL HADIS

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MAKALAH

Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu dipelajari dan dikuasai.

Sebab, di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui dari mana sumber Hadis

itu berasal. Selain itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh,

khususnya dalam menentukan kualitas sanad Hadis.

Mempelajari bagaimana cara men-takhrij hadis adalah merupakan tugas kita. Karena,

Hadis merupakan sumber hukum kita yang ke-2 setelah Al-Qur’an. Karena Hadis merupakan

sumber hukum yang kedua, mana kala kita hendak memakainya untuk melakukan sebuah

bentuk pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk mengambil suatu hukum

dalam permasalahan tertentu, hendaklah kita dapat mengetahui sanad, rawi dan sebagainya,

agar jelas kuwalitas Hadis dan kebenaran Hadis tersebut. Dan dengan cara men-takhrij inilah

kita dapat mengetahui kebenaran Hadis yang akan kita pakai.

2. RUMUSAN MAKALAH

Dalam kesempatan kali ini, kami sebagai pemakalah akan membahas berdasarkan

latar belakang di atas meliputi tentang :

1) Apakah Pengertian Takhrijul Hadis?

2) Bagaimana Tujuan dan Kegunaan Men-Takhrij Hadis?

3) Bagaimana Sejarah tentang Sepintas Takhrij?

4) Bagaimana Cara Mentakhrij Hadis?

3. TUJUAN MAKALAH

Sesuai dengan apa yang telah menjadi perumusan makalah yang telah penulis

kemukakan diatas, maka tujuan makalah ini adalah untk mengetahui pengertian takhrijul

hadis, tujuan dan kegunaan men-takhrij hadis, sejarah tentang sepintas takhrij dan bagaimana

cara mentahrij suatu hadis.

1

Page 2: TAKHRIJUL HADIS

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Takhrijul Hadis

1. Pengertian Menurut Bahasa

Kata takhrij dari kata kharraja, yukhariju, yang secara bahasa mempunyai bermacam-

macam arti. Menurut mahmud ath-Thahhan, asal kata Takhrij, ialah : ”Berkumpulnya dua hal

yang bertentangan dalam satu persoalan”

Dalam arti lain tajrih/takhrij atau jarah dalam pengertian bahasa : melukai tubuh

ataupun yang lain dengan menggunakan benda tajam, pisau, pedang dan sebagainya, luka

yang disebabkan karena pisau dan sebagainya dinamakan jurh. Dan di artikan pula jarah

dengan memawkai dan menistai, baik dimuka ataupun dibelakang.

Dari sudut pendekatan kebahasaan ini, kata takhrij juga memiliki beberapa arti, yaitu

pertama, berarti al-istinbath ( mengeluarkan dari sumbernya ). Kedua berarti at-tadrib

(latihan) ketiga berarti at-taujih (pengarahan, menjelaskan duduk persoalan).

2. Pengertian Secara Terminologis

Para ulama ahli hadis dalam hal ini mengemukakan beberapa definisi, seperti di

bawah ini :

Menurut satu definisi, arti takhrij sama dengan Al-ikhraj yaitu Ibraz Al-Hadits li an-

nas bidzikri mahrajih (mengungkapkan atau mengeluarkan hadits kepada orang lain dengan

menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaian sanadnya sebagai yang

mengelaurkan hadits). Misalnya dikatakan : hadza hadits akhrajahu al-bukhari atau

kharrajahu al-bukhari ( hadist ini dikeluarkan oleh al-bukhari). Arti takhrij menurut definisi

ini banyak dipakai oleh para ulama dalam mengutip atau menyebutkan suatu hadis.

Menurut definisi berikutnya, di sebutkan bahwa kata takhrij berarti ikhraj al-ahadits

min buthuni al-kutub wa riwayatuh ( mengeluarkan sejumlah hadis dari kandungan kitab-

kitabnya dan meriwayatkannya kembali ). Pengertian ini diantaranya dikemukakan oleh as-

2

Page 3: TAKHRIJUL HADIS

sakhawi, ia menambahkan bahwa orang yang mengeluarkan hadis tersebut kemudian

meriwayatkannya atas namanya sendiri atau atas nama guru-gurunya, serta menyandarkannya

kepada penulis kitab yang dikutipnya.

Menurut definisi lainnya, kata takhrij berarti ad-dalalah ala mashadir al-hadits al-

ashliyah wa azzuhu ilaihi ( petunjuk yang menjelaskan kepada sumber-sumber asal hadis ).

Di sini dijelaskan siapa-siapa yang menjadi para perawi dan mudawwin yang menyusun hadis

tersebut dalam suatu kitab.

Menurut mahmud ath-thahhan, definisi yang disebut ketiga ini yang banyak dipakai

dan terkenal pada kalangan ulama ahli hadis. Berdasarkan definisi ini, ia menyabutkan

pengertian takhrij sebagai berikut: “petunjuk tentang tempat atau letak hadis pada sumber

aslinya, yang diriwayatkan dengan menyebutkan sanadnya, kemudian dijelaskan martabat

atau kedudukannya manakala diperlukan ".

Berdasarkan definisi di atas, maka me-ntakhrij, berarti melakukan dua hal, yaitu yang

pertama berusaha menemukan para penulis hadis itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanad-

nya dan menunjukannya pada karya-karya mereka, seperti kata-kata akhrajahuh al-baihaqi,

akhrajahu al-thabrani fi mu’jamih atau akhrajahu ahmad fi musnadih.

Penyebutan sumber-sumber hadis dalam definisi di atas, bisa dengan menyebutkan

sumber utama atau kitab-kitab induknya, seperti kitab-kitab yang termasuk pada kutub as-

sittah; atau sunber-sumber yang telah diolah oleh para pengarang berikutnya yang berusaha

menyusun dan menggabungkan antara kitab-kitab utama tersebut, seperti kitab al-jami’baina

as-shahihain oleh al-humaidi; atau sumber-sumber yang berusaha menghimpun kitab-kitab

hadis dalam masalah-masalah atau pembahasan khusus, seperti masalah fiqih, tafsir atau

tarikh.

Kedua, memnberikan penilaian kualitas hadis apakah hadis itu sahih atau tidak.

Penilaian ini dilakukan andai kata diperlukan. Artinya, bahwa penilaian kualitas suatu hadis

dalam men-takhrij tidak selalu harus dilakukan. Kegaitan ini hanya melengkapi kegiatan

takhrij tersebut sebab, dengan diketahui dari mana hadis itu diperoleh sepintas dapat dilihat

sejauh mana kaulitasnya.

3

Page 4: TAKHRIJUL HADIS

B. Tujuan Dan Kegunaan Men-Takhrij Hadis

Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu dipelajari dan dikuasai.

Sebab di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui dari mana sumber hadis

itu berasal. Selain itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh,

khususnya dalam menentukan kualitas sanad hadis.

Tujuan pokok men-tahrij hadis adalah untuk mengetahui sumber asal hadis yang

ditakhrij. Tujuan lainnya, untuk mengetahui keadaan hadis tersebut yang berkaitan dengan

maqbul dan mardud-nya.

Sedang kegunaan takhrij ini, antara lain :

1. Dapat mengetahui keadaan hadis sebagai mana yang dikehendaki atau yang ingin di

capai pada tujuan pokok di atas;

2. Dapat mengetahui keadaan sanad hadis dan silsilahnya berapapun banyaknya, apakah

sanad-sanad itu bersambung atau tidak;

3. Dapat meningkatkan kualitas suatu hadis dari Dha’if menjadi Hasan, karena

ditemukannya Syahid atau Mu’tabi;

4. Dapat mengetahui bagaimana pandangan para ulama terhadaf keshahihan suatu

hadis;

5. Dapat membedakan mana para perawi yang ditinggalkan atau yang dipakai;

6. Dapat menetapkan sesuatu hadis yang dipandang Mubham menjadi tidak Mubham

karena ditemukannya beberapa jalan Sanad, atau sebaliknya;

7. Dapat menetapkan Muttashil kepada hadis yang diriwayatkan dengan menggunakan

Adat At-Tahammul Wa Al-a-da’ (kata-kata yang dipakai dalam penerimaan dan

periayatan hadis) dengan an’anah (kata-kata an/dari);

8. Dapat memastikan identitas para perawi, baik berkaitan dengan kun-yah (julukan),

laqab (gelar), atau nasab (keturunan), dengan nama yang jelas.

C. Sepintas Tentang Sejarah Takhrij

4

Page 5: TAKHRIJUL HADIS

Kegiatan men-takhrij hadis muncul dan diperlukan pada masa ulama Mutaakhirin.

Sedang sebelumnya, hala ini tidak pernah dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaan ulama

Mutaqaddimin menurut Al Iraqi, dalam mengutip hadis-hadisnya tidak pernah membicarakan

dan menjelaskan darimana hadis itu dikeluarkan, serta bagaimana kualitas hadis-hadis

tersebut, sampai kemudian datang An-nawawi yang melakukan hal itu.

Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut Mahmud Ath-thahhan ini, ialah

Al-khatib Al-bagdadi (463 H). kemidian dilakukan pula oleh Muhammad bin musa al-hazimi

(W.584 H) dengan karyanya Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzab. Ia mentakhrij kitab fiqih

syafi’iyah karya Abu Ishaq Asy-Syirazi. Ada juga ulama lainnya, seperti Abu Al-Qasim Al-

Husaini dan Abu Al-Qasim Al-Mahrawani. Karya kedua ulama ini hanya berupa Mahthuthah

(manuskrip) saja. Pada perkembangan selanjutnya, cukup banyak bermunculan kitab-kitab

tersebut yang berupaya men-takhrij kitab-kiatab dalam berbagai disiplin ilmu agama.

Yang termasyhur di antara kitab-kitab tersebut, selain karya Muhammad bin Musa Al-

Hazimi di atas, ialah kitab takhrij Ahadts Al-Mukhtashar Al-Kabir karya Muhammad bin

Ahmad Abd Al-Hadi Al-Maqdisi (w. 744 H), Nashb ar-rayah li ahadits al-hidayah dan takhrij

ahadits al-kasysyaf, keduanya karya Abdullah bin yusuf Al-Zaila’i(w. 762 H), dan Al-Badr

Al-Munir fi Takhrij Al-Ahadits wa Al-Atsaral-Waqi’ah fi Syarh Al-Kabir karya Ibn Al-

Mulaqqin (w. 804 H)

D. Cara Mentakhrij Hadis

Pada garis besarnya ada lima cara atau jalan untuk mentakhrij hadis, yaitu:

1. Melalui pengenalan nama sahabat perawi hadis;

2. Melalui pengenalan awal lafaz atau matan suatu hadis;

3. Melalui pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar atau dikenal dalam

pembicaraan, tetapi merupakan bagian dari matan hadis (letak kata-kata tersebut bisa

dimana saja, di awal, di tengah atau di akhir matan);

4. Melalui pengenalan topic yang terkandung dalam matan hadis; dan

5. Melalui pengamatan tertentu terhadap apa yang terdapat dalam suatu hadis, baik

matan atau sanadnya.

5

Page 6: TAKHRIJUL HADIS

1. Mentakhrij Melalui Pengenalan Nama Sahabat Perawi

Cara men-takhrij seperti ini hanya bisa dilakukan apabila telah diketahui nama

sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut. Apabila nama sahabat diketahui maka pentakhrij-

an dapat dilakukan dengan bantuan tiga macam kitab hadis, yaitu al-masanid (kitab musnad),

al-ma’ajim (kitab-kitab mu’jam), dan kutub al-athraf.

a. Al-Masanid (kitab-kitab musnad)

Al-masanid adalah jamak dari al-musnad yaitu semacam kitab yang disusun

berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Susunan nama-nama sahabat dalam

kitab-kitab musnad tidaklah sama ada yang disusun secara alfabetis,dan ada yang disusun

berdasarkan kelompok urutan waktu masuk islam atau keutamaan sahabat, di samping ada

pula yang disusun berdasarkan keutamaan kabilah atau kota.

Hasil karya berupa kitab musnad ini cukup banyak. Ath-thahhan menyebutkan

sebanyak sepuluh kitab yang diantaranya ialah musnad karya ahmad bin hanbal, musnad

karya abu bakr Abdullah bin az-zubair al-humaidi, dan musnad karya abu daud sulaiman bin

daud ath-thayalisi. Dari kitab-kitab yang disebutkannya dua di antaranya dibicarakan ath-

thahhan lebih lanjut yaitu musnad ahmad bin hanbal dan musnad abu bakr al-humaidi.

b.Al-Ma’ajim (kitab-kitab Al-Mu’jam)

Al-ma’ajim atau kitab-kitab Al-Mu’jam menurut istilah ulama ahli hadis adalah kitab-

kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad sahabat, guru (suyukh), atau negeri-negeri

tertentu. Diantara kitab Mu’jam yang terkenal ialah al-Mu’jam al-Kabi’r oleh abu al-Qasim

Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani (w. 360 H) yang memuat sekitar 60,000 buah hadis.

Selain itu, al-Mu’jam al-Ausath, yang berisi sekitar 30,000 buah hadis, dengan nama guru-

gurunya sebanayak 2000 orang, al-Mu’jam as-Shagir, yang memuat 1000 buah hadis, dan al-

Mu’jam Ash-Shahabah karya Abu Ya’la Ahmad bin Ali al-Maushuli (w.307 H).

c. Kitab-Kitab Al-Athraf

Kata al-athraf jamak dari ath-tharf (sisi atau bagian). Maka kata tharf al-hadits, berarti

bagian dari matan yang menunjukan sisanya. Seperti kata kullukum ra’in, atau kata bunia al-

6

Page 7: TAKHRIJUL HADIS

islam ‘ala khamsin. Kalimat yang pertama merupakan bagian atau potongan dari hadis yang

menjelaskan tentang kepemimpinan seseorang, seorang imam, atau seorang wanita. Kalimat

yang kedua, merupakan potongan dari hadis tentang dasar-dasar islam.

Pada kitab-kitab seperti ini, penyusun menyebutkan sebagian dari matan hadis dengan

menyebutkan sanad-nya, baik secara lengkap atau tidak. Kitab-kitab athraf pada umumnya

disusun berdasarkan nama-nama sahabat secara alfabetis, di samping ada juga yang

menyusunnya berdasarkan urutan alfabetis berdasarkan kata-kata awal dari matan hadisnya.

Di antara kitab-kitab athraf ialah:

Athraf as-shahihain karya abu mas’ud ibrahim bin Muhammad ad-dimasqi (w. 401

H).

Al-asyraf ‘ala ma’rifat al-athraf karya ibn ‘Asakir (w. 571 H)

Tuhfah al-Asyraf bi ‘Ma’rifat al-Athraf karya abu al-Hajjaj Yusuf Adurrahman al-

Mizzi (w.742 H).

Dzakhair Mawarits fi ad-Dalalah ‘ala Mawadhi’I al-hadits karya Abd al-Mugni an-

Nablusi (1050-1143).

Pada kitab-kitab yang terakhir ini menjadikan kutub as-sittah (dua kitab al-jami ‘ash-

shahih dan empat kitab as-sunan) dan al-muwaththa’ sebagai sumbernya.

2. Men-Takhrij Melalui Pengenalan Awal Lafazh Pada Matan

Dengan mengenal awal matan suatu hadis, maka hadis dapat di takhrij dengan

menggunakan bantuan beberapa kitab hadis yang dapat menunjuk kepada sumber utamanya.

Kitab-kitab dimaksud, ialah kitab-kitab yang memuat tentang hadis-hadis yang terkenal (al-

musytaharah)nya disusun secara alfabetis,dan kitab-kitab kunci serta daftar isi kitab-kitab

hadis tesebut.

a. Kitab-Kitab Yang Memuat Hadis-Hadis Yang Banyak Dikenal Orang

yang dimaksud dengan hadis-hadis yang banyak dikenal orang atau al-musytaharah

dalam pembicaraan orang banyak, ialah hadis-hadis yang banyak beredar di masyarakat.

Hadis-hadis tersebut adakalanya shahih, hasan,atau dha’if, bahkan Maudhu. Untuk itu, para

7

Page 8: TAKHRIJUL HADIS

ulama telah menyusun kitab-kitab penunjuk yang menunjukan hadis-hadis yang beredar

kepada sumber asalnya. Dengan demikian,akan menjadi jelas nama yang harus menjadi

pegangan umat dan mana yang harus ditinggalkan. Kitab-kitab seperti ini banyak disusun

oleh para ulama antara abad 10 sampai 13 hijriah. Di antara kitab-kitab tersebut adalah:

At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Badr ad-Din Muhammad bin

Abdullah az-Zarkyasi (w. 974 H);

Ad-Durar al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya as-suyuti (w. 911 H).

Al-Maqashid al-Hasanah fi Bayan Katsir min al-Ahadits al-musyhurah ‘ala al-

Alsinah, karya Muhammad bin Abdurrahman as-sakhawi (w.902 H); dan

Tashil as-Sabil ila Kasyf al-Iltibas ‘amma dara min al-Ahadits baina an-Nas, karya

Muhammad bin Ahmad al-Khalili (w. 1057 H).

b. Kitab Hadis Yang Matan-nya Disusun Secara Alfabetis

Kitab yang demikian berisi hadis-hadis yang diambil dari beberapa kitab dan disusun

secara alfabetis, dengan membuang sanadnya. Akan tetapi ditunjukan juga sunber utamanya,

yang memuat sanad-sanadnya secara lengkap. Pada kitab-kitab ini identitas sanad hanya

dalam wujud huruf-huruf singkatan. Untuk lebih memudahkan dalam mempergunakan kitab-

kitab ini, harus diketahui lebih dahulu awal matan dari hadis-hadisnya. Sebab, penyusunan

hadis dilakukan berdasarkan huruf pada awal matannya.

Di antara kitab-kitab yang termasuk kelompok ini, ialah al-ja’mi ash-Shagir min

Hadits al-Basyir an-Nadzir dan al-jami ‘al-kabir, yang keduanya karya as-Suyuthi. Kitab

hadis yang disebut pertama meuat sekitar 10.031 buah Hadis, yang dinukil dari kitab

karyanya sendiri, Jam’u al-Jawami.

c. Kitab-Kitab Kunci dan Daftar Isi Kitab Hadis Tertentu

di antara para ulama, khususnya ulama mutaakhirin, ada juga yang berusaha membuat

kitab kunci (al-miftah) dan kitab yang memuat daftar isi (al-fihris). Di antara kitab tersebut

ialah miftah ash-shahihain karya Muhammad as-syarif bin Musthafa at-Tauqidi (1312 H).

Sistem penyusunannya secara alfabetis, yakni potongan hadis dari shahih al-Bukhari dan

Muslim disusun dan diberi keterangan sperlunya saja tentang isi kitab/bab, nomor urut bab,

jilid, dan halamannya.

8

Page 9: TAKHRIJUL HADIS

3. Men-takhrij melalui Pengenalan Kata-kata yang Tidak Banyak Beredar Dalam

Pembicaraan.

Untuk bagian ini, alat yang dipakai ialah al-mu’jam al-mufahras li alfazh al-hadits an-

nabawi oleh A.J. Wensink, yang diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh Muhammad fuad

Abd al-baqi. Kitab ini disusun dengan merujuk kepada sembilan kitab hadis induk, yaitu dua

kitab al-jami ‘ash-shahih, empat kitab as-sunan, al-muwaththa’ Malik bin Anas, musnad

Ahmad bin Hanbal, dan musnad ad-darimi.

4. Men-Takhrij Melalui Pengenalan Topic yang Terkandung Dalam Matan Hadis.

Cara mentakhrij melalui pengenalan topic ini dapat dipakai oleh mereka yang banyak

mengasai matan hadis dan kandungannya. Terdapat banyak kitab yang mentakhrij hadis

dengan cara ini, yang pada garis besarnya terdapat pada tiga bagian

akitab-kitab yang memuat selurh bab dan topic ilmu agama. Kitab seperti ini banyak

sekali, di antaranya kitab al-jawami, al-mustakhrajah, al-mustadrakah ‘ala al-jawami’,

al-majami’, az-zawaid, dan miftah kunuz as-sunnah.

Kitab-kitab yang memuat banyak bab atau topic, akan tetapi tidak mencakup seluruh

bab secara lengkap, seperti kitab-kitab as-sunan al-muwaththa’ah, dan al-

mustakhrajah ‘ala as-sunan.

kitab-kitab yang hanya membahas bab atau topic-topik khusus, seperti kitab at-tarhib,

at-targip, al-akhlak, dan al-ahkam.

Kitab miftah kunuz as-sunnah yang disusun oleh Muhammad fuad Abd al-baqi

merujuk kepada 14 kitab, yaitu : shahih al-bukhari, shahih muslim, sunan abu daud., jami’at-

turmudzi, sunan an-nasa’I, sunan Ibn Majah, sunan Ibn Malik, musnad Ahmad, musnad Abu

Daud ath-thayalisi, sunan ad-Darimi, musnad Zaid bin Ali, sirah Ibn hisyam, Magazi al-

waqidi, dan thabaqah Ibn Sa’ad.

9

Page 10: TAKHRIJUL HADIS

5. Mentakhrij Melalui Pengamatan Terhadap Ciri-ciri Tertentu pada Matan atau

Sanad.

Dengan mengenal ciri-ciri tertentu pada suatu hadis dapat menemukan dari mana

hadis itu terdapat. Cirri-ciri dimaksud seperti cirri-ciri maudhu’, cirri-ciri hadits qudsi, cirri-

ciri dalam periwayatan dengan silsilah sanad tertentu, serta cirri-ciri yang lain.

Suatu contoh, jika diketahui ada matan hadis yang janggal (syadz), maka hadis

tersebut dapat dilihat lebih lanjut pada kumpulan hadis-hadis yang dha’if atau maudhu’,

seperti kitab al-maudhu’ah al-kubra’, begitu juga jika diketahui pada hadis tersebut ada cirri-

ciri hadis qudsi, dapat dilihat lebih lanjut pada kitab-kitab, seperti pada misykah al-anwar

fi’ma’ruwiya’an illahi subhanahu wa ta’ala min al-akhbar. Begitu juga halnya dengan cirri-

ciri yang ditemukan pada sanadnya.

10

Page 11: TAKHRIJUL HADIS

BAB III

PENUTUP

1. Rangkuman

Takhrij adalah mengungkapkan atau mengeluarkan hadits kepada orang lain dengan

menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaian sanadnya sebagai yang

mengelaurkan hadits). Misalnya dikatakan : hadza hadits akhrajahu al-bukhari atau

kharrajahu al-bukhari ( hadist ini dikeluarkan oleh al-bukhari).

Me-ntakhrij, berarti melakukan dua hal, yaitu yang pertama berusaha menemukan

para penulis hadis itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanad-nya dan menunjukannya pada

karya-karya mereka, seperti kata-kata akhrajahuh al-baihaqi, akhrajahu al-thabrani fi

mu’jamih atau akhrajahu ahmad fi musnadih. Ada beberapa manfaat dari takhrijul hadis

antara lain sebagai berikut :

1. memberikan informasi bahwa suatu hadis termasuk hadis shahih, hasan, ataupun

dha’if, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya;

2. memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa suatu

hadis adalah hadis makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak mengamalkannya

apabila diketahui bahwa suatu hadis adalah mardud (tertolak), dan

3. menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari rasulullah

SAW. Yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran

hadis tersebut,baik dan segi sanad maupun matan.

11

Page 12: TAKHRIJUL HADIS

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad. M.Mudzakir. 2004. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1954. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang.

Ranuwijaya, Utang. 2001. Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama.

12